Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

DESEMBER 2020

HIPERTENSI EMERGENSI

Disusun Oleh:
dr. Miskah Chairani

Pendamping:
dr. Yonada Christianto Sigalingging

DISUSUN DALAM RANGKA MEMENUHI TUGAS


PROGRAM KEMENKES DOKTER INTERNSIP
RUMAH SAKIT UMUM ADVENT
MEDAN
2020
DAFTAR ISI

Tinjauan Pustaka ………………………………………………………………...................3

Definisi Hipertensi Emergency...…………………………………………………………...3

Epidemiologi Hipertensi Emergency……………………………………………………….4

Patofisiologi Hipertensi Emergency ……………………………………………………….4

Diagnosa Hipertensi Emergency …………………………………………………………..5

Tatalaksana Hipertensi Emergency ………………………………………………..............6

Status Orang Sakit………………………………………………………………………….9

Follow Up…………………………………………………………………….....................17

Diskusi Kasus……………………………………………………………….......................18

Kesimpulan...........................................................................................................................20

Daftar Pustaka.......................................................................................................................21

2
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI KRISIS HIPERTENSI


Krisis hipertensi biasanya ditandai dengan peningkatan tekanan darah diastolik yang
melebihi 120 hingga 130 mmHg dan tekanan sistolik mencapai 200 hingga 220 mmHg. 1
Krisis hipertensi terbagi dua, yakni :2
a. Hipertensi emergensi adalah suatu keadaan yang ditandai adanya peningkatan tekanan
darah yang berat (>180/120 mm Hg) disertai bukti adanya perburukan atau kerusakan
organ target.2
Tabel I : Hipertensi emergensi ( darurat )2
TD Diastolik > 120 mmHg disertai dengan satu atau lebih kondisi akut, yaitu:
 Pendarahan intracranial, trombotik atau pendarahan subarakhnoid.
 Hipertensi ensefalopati.
 Aorta diseksi akut.
 Oedema paru akut.
 Eklampsi.
 Feokhromositoma.
 Funduskopi KW III atau IV.
 Insufisiensi ginjal akut.
 Infark miokard akut, angina unstable.
 Sindroma kelebihan Katekholamin yang lain :
- Sindrome withdrawal obat anti hipertensi.

- Cedera kepala.
- Luka bakar.

- Interaksi obat.

b. Hipertensi urgensi adalah suatu keadaan yang ditandai dengan adanya peningkatan
tekanan darah secara mendadak tanpa disertai kerusakan organ target.
Tabel II : Hipertensi urgensi ( mendesak )2
 Hipertensi berat dengan TD Diastolik > 120 mmHg, tetapi dengan minimal
atau tanpa kerusakan organ sasaran dan tidak dijumpai keadaan pada tabel I.
 KW I atau II pada funduskopi.
 Hipertensi post operasi.

3
 Hipertensi tak terkontrol / tanpa diobati pada perioperatif.
II. EPIDEMIOLOGI
Pada pasien HT kronik diperkirakan sekitar 1-2% akan mengalami krisis HT dalam
kurun waktu hidupnya, diantaranya HT emergensi diperkirakan kurang lebih 25% kasus.
Insiden tahunan HT emergensi diperkirakan sebanyak 1-2 kasus per 100.000 pasien. Faktor
risiko yang paling penting didapatkan pada krisis HT adalah mereka yang tidak terdiagnosis
atau tidak patuh menjalani pengobatan. Mortalitas selama perawatan di rumah sakit pada
krisis HT diperkirakan sebanyak 4-7%. Angka kematian dalam 1 tahun diantara pasien
dengan HT emergensi mencapai angka lebih dari 79%.3

III. PATOFISIOLOGI

Peningkatan tekanan darah yang tinggi secara akut yang dapat dipicu oleh beberapa
faktor seperti kelainan hormonal tertentu, misalnya krisis tiroid, krisis feokromositoma,
kehamilan dengan preeclampsia/eklampsia, penyalahgunaan obat – obat tertentu seperti
cocaine dan amfetamin, luka bakar, trauma kepala, glomerulonephritis akut, pembedahan
dan lain – lain akan memicu terjadinya peningkatan resistensi vascular sistemik yang
selanjutnya bisa berdampak terjadinya kerusakan organ target melalui dua jalur, yaitu
peningkatan tekanan darah yang demikian akan menimbulkan kerusakan sel – sel endotel
pembuluh darah yang akan diikuti dengan pengendapan sel – sel platelet dan fibrin sehingga
menyebabkan terjadinya nekrosis fibrinoid dan proliferasi intimal. Disisi lain terjadi
peningkatan sekresi zat – zat vasokontriktor ,seperti renninangiotensin dan
katekolamin,sebagai mekanisme kompensasi yang semakin mempertinggi peningkatan
tekanan darah sehingga terjadi pula natriuresis spontan yang mengakibatkan penurunan
volume intravascular.Kedua jalur mekanisme tersebut akan mengakibatkan peningkatan
tekanan darah yang semakin tinggi sehingga menimbulkan iskemia jaringan dan pada
akhirnya menyebabkan disfungsi organ .4
Kerusakan organ target yang sering dijumpai pada pasien dengan hipertensi emergensi
terutama berkaitan dengan otak, jantung dan ginjal. Berbagai kerusakan organ target yang
bisa dijumpai : hipertensi malignant dengan papiledema, berkaitan dengan cerebrovaskular
(seperti Infark cerebral, intracerebral hemorrhage, subarachnoid hemorrhage ), trauma
kepala, berkaitan dengan kardiak (seperti diseksi aorta akut, gagal jantung akut, infark
miokard akut / mengancam), setelah operasi bedah pintas koroner (by pass coronary),
berkaitan dengan ginjal (seperti glomerulonephritis akut, hipertensi renovaskular, krisis renal
akibat penyakit kolagen – vascular dan hipertensi berat setelah transpalntasi ginjal), berkaitan

4
dengan kadar katekolamin yang berlebihan( seperti krisis feokromositoma, interaksi antara
makanan atau obat – obatan dengan monoamine oxidase inhibitor, pemakaian obat
simpatomimetik (kokain), rebound hipertensi akibat penghentian mendadak obat – obat
antihipertensi dan hiperrefleksia automatic setelah cedera tulang belakang), preeklampsi /
eklampsi, berkaitan dengan pembedahan (seperti hipertensi berat pada pasien yang
memerlukan operasi segera, hipertensi pasca operasi, perdarahan pasca operasi), luka bakar
yang luas / berat, epistaksis yang berat, purpura trombotik trombositopenia.4,5

IV.

IV. DIAGNOSIS
Tujuan utama proses diagnostik krisis HT adalah membedakan HT emergensi dengan
HT urgensi, oleh karena penatalaksanaannya yang berbeda. Tujuan berikutnya adalah
penilaian secara cepat tipe dan beratnya kerusakan organ target yang berlangsung. Diagnosa
krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil terapi tergantung kepada
tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan yang menyeluruh
walaupun dengan data-data yang minimal kita sudah dapat mendiagnosa suatu krisis
hipertensi.6

IV.1. Anamnesa

Hal yang penting ditanyakan yaitu :7

 Riwayat hipertensi : lama dan beratnya.

 Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya.

5
 Usia : sering pada usia 40 – 60 tahun.

 Gejala sistem syaraf ( sakit kepala, pusing, perubahan mental, ansietas ).

 Gejala sistem ginjal ( gross hematuri, jumlah urine berkurang ).

 Gejala sistem kardiovascular ( adanya payah jantung, kongestif dan oedem paru, nyeri
dada ).

 Riwayat penyakit : glomerulonefrosis, pyelonefritis.

 Riwayat kehamilan : tanda eklampsi.

IV.2. Pemeriksaan fisik :

Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran TD, mencari kerusakan organ sasaran
(retinopati, gangguan neurologi, gagal jantung kongestif). Perlu dibedakan komplikasi krisis
hipertensi dengan kegawatan neurologi ataupun payah jantung, kongestif dan oedema paru.
Perlu dicari penyakit penyerta lain seperti penyakit jantung coroner, DM, atau yang lainnya.7

IV.3. Pemeriksaan penunjang :

Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :

1. Pemeriksaan yang segera seperti :

a. darah : rutin, BUN, creatinine, elektrolit.

b. urine : Urinalisa dan kultur urine.

c. EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemi.

d. Foto dada : apakah ada oedema paru.

2. Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan yang
pertama) : Ct-Scan kepala, IVP, Renal angiography,dll.7

V. TATALAKSANA KRISIS HIPERTENSI

Tujuan utama dari penanganan krisis hipertensi adalah mencegah progresifitas


kerusakan organ target. Obat-obatan yang ideal digunakan pada kondisi pasien dengan
hipertensi emergensi bersifat memberikan efek penurunan tekanan darah yang cepat,
reversible dan mudah dititrasi tanpa menimbulkan efek samping. Pengendalian penurunan
tekanan darah tersebut harus benar-benar terkontrol dengan baik dan mempertimbangkan

6
manfaat yang dicapai dan efek hipoperfusi yang mungkin terjadi. Target penurunan tekanan
darah sistolik dalam satu jam pertama sebesar 10 – 15% dari tekanan darah sistolik awal dan
tidak melebihi 25 %. Jika kondisi pasien cukup stabil maka target tekanan darah dalam 2
sampai 6 jam selanjutnya sekitar 160 /100 – 110 mmHg. Selanjutnya hingga 24 jam kedepan
tekanan darah dapat diturunkan hingga tekanan sistoliknya 140 mmHg.8
Pada saat target tekanan darah yang diharapkan telah tercapai maka pemberian obat –
obat oral antihipertensi dapat segera dimulai dan obat intravena dapat diturunkan perlahan –
lahan hingga dihentikan. Penurunan tekanan darah hingga normotensi sebaiknya dicapai
dalam beberapa hari kemudian. Adapun untuk kasus – kasus hipertensi urgensi (tanpa disertai
kerusakan organ target) maka penurunan tekanan darah dapat dilakukan secara perlahan
dalam waktu 24 sampai 48 jam dengan penurunan tidak melebihi 25% dari tekanan darah
sistolik awal. Pada pasien intra cerebral heamorrhage dengan tekanan darah sistolik antara
150 hingga 220 mmHg maka penurunan tekanan darah sistolik secara akut hingga 140 mmHg
terbukti cukup aman dan efektif terhadap perbaikan fungtional. Berikut adalah obat-obat yang
digunakan untuk penanganan hipertensi emergensi:8

7
BAB II

8
STATUS ORANG SAKIT

I. Identitas Pasien

Nama : Tn. J
No. RM : 00052009
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 58 tahun
Pekerjaan : PNS
Agama : Kristen
Tgl masuk : 03-12-2020

II. Anamnesis (autoanamnesis)

Keluhan Utama : Nyeri kepala yang memberat sejak 1 hari SMRS

Riw. Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke RSAM dengan keluhan nyeri kepala yang memberat sejak 1 hari

SMRS, nyeri kepala dirasakan seperti berdenyut yang disertai dengan pusing berputar dan

rasa dada yang berdebar-debar. Pasien mengeluhkan nyeri kepala sudah dirasakan sejak 1

minggu SMRS. Pasien juga merasa kaki kiri terasa berat dan sulit digerakkan sejak 1 hari yll.

Pandangan kabur (-), mual (+), muntah (-), batuk (-), sesak nafas (-). BAK dan BAB lancar

tanpa keluhan.

Riw. Penyakit Dahulu :

Pasien mengaku mempunyai riwayat hipertensi dan diabetes sejak 5 tahun yang lalu dan

rutin kontrol ke dokter.

Riw. Pemakaian Obat : Valsartan 1x80 mg dan Glimepirid 1x2mg sebelum makan.

Riw. Penyakit Keluarga : Tidak ada

III. Pemeriksaan Fisik

9
- Kesadaran : Composmentis

- Tekanan darah : 200/100

- Nadi : 100x/menit

- Pernapasan : 23x/menit normal

- Suhu : 36,5 C

- BB : 66 kg

- TB : 160 cm

Kepala

 Bentuk : Normal, simetris

 Rambut : Hitam, tidak mudah rontok

 Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, edema palpebral -/-, pupil

isokor kanan dan kiri. Reflek cahaya +

 Telinga : Bentuk normal, simetris, ottorae -/-.

 Hidung : Bentuk normal, septum di tengah, tidak deviasi.

 Mulut : Mulut simetris, tidak ada deviasa Tonsil T1/T1.

Leher

Trakea berada di tengah, tidak deviasi dan intak, Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid

dan kelenjar getah bening, JVP tidak meningkat.

Thoraks

 Inspeksi : Bentuk dada kanan kiri simetris, pergerakan nafas kanan sama

dengan kiri , tidak ada penonjolan masa.

 Palpasi : fremitus taktil kanan sama dengan kiri

 Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru

 Auskultasi : vesikuler +/+, ronki -/-, Wheezing -/-

Jantung

10
 Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak

 Palpasi : Iktus kordis teraba pulsasi

 Perkusi Batas jantung :

o Batas atas : sela iga II parasternalis kiri

o Batas kanan : sela iga V sternalis kanan

o Batas kiri : sela Iga V axillaries anterior kiri

 Auskultasi :BJ S1 dan S2 normal regular, murmur (-), gallop (-).

Abdomen

 Inspeksi : Simetris

 Auskultasi : Bising usus (+) normal

 Perkusi : Suara timpani pada lapang abdomen, shifting dullness (-), undulasi (-)

 Palpasi : Nyeri tekan abdomen (-), tidak ada pembesaran hepar, tidak ada

pembesaran lien, ballotement ginjal (-)

Genitalia

Tidak dinilai

Ekstremitas

Akral hangat, CRT<2 detik, edema ekstermitas -/-,

IV. Pemeriksaan Saraf Cranial :

N. II (Optikus)
Refleks cahaya langsung : +/+ (pupil bulat, isokor)
Tajam penglihatan : normal
Lapang penglihatan : normal
Melihat warna : normal
Fundus okuli : Tidak dilakukan

N. III (Occulomotor)

11
Bentuk Pupil : Isokor
Reflex cahaya langsung/ tidak langsung : +/+ normal

N. IV (Troklearis)
Pergerakan bola mata
(Ke Bawah Dalam) : +/+

N. V (Trigeminus)
Membuka mulut : simetris
Menguyah : baik dalam batas normal
Menggigit : baik dalam batas normal
Refleks kornea : baik dalam batas normal
Sensabilitas wajah : baik dalam batas normal

N. VI (Abdusen)
Pergerakan bola mata
(ke lateral) : baik dalam batas normal

N VII (Facialis)
Mengerutkan dahi : tidak simetris kanan-kiri
Menutup mata : tidak simetris kanan-kiri
Memperlihatkan gigi : tidak simetris kanan-kiri

N IX (glosofaringeus)

Perasaan lidah (1/3 bagian lidah belakang) : baik dalam batas normal

Posisi uvula : tidak ada deviasi

N X (vagus)

Arkus faring : baik dalam batas normal


Menelan : baik dalam batas normal
Refleks muntah : baik dalam batas normal

N. XI (Asesorius)

12
Menengok (M. Sternocleidomastoideus) : baik, dapat menengok kanan dan kiri
Mengangkat bahu (M. Trapezius) : lemah pada sisi kiri

N XII (Hipoglossus)
Pergerakan lidah : baik, dapat menggerakan lidah ke segala arah
Lidah deviasi : tidak ada

Badan dan Anggota Gerak :

Anggota gerak atas

Motorik : Baik
Pergerakan : (+)/(+)
Kekuatan :5/5

Anggota gerak bawah


Motorik : Baik
Pergerakan : (+)/(+)
Kekuatan :5/4
Tonus : Normal

V. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Batas Normal Satuan


Darah Lengkap (3/12/2020)
Hemoglobin 13,1 P : 13-18 W : 12-16 gr/dl
Leukosit 5.710 5.000-10.000 /mm3
LED 8 P<15 W<20 mm/1jam
Jumlah Trombosit 149.000 150.000-450.000 /ul
Hematokrit 39,4 P:39-54 W:36-47 %
Eritrosit 4,46 P:4,50-6,50 W:3,80-5,80 Juta/mm3
MCV 88,3 76-79 fl
MCH 29,1 27-32 pg

13
MCHC 33,0 30-35 gr/dl
Eosinofil 0 1-3 %
Basofil 0 0-1 %
Neutrofil Batang 2 2-6 %
Neutrofil Segmen 59 50-70 %
Limfosit 31 20-40 %
Monosit 8 2-8 %
KGDS 281 <140 mg/dl
Gula Darah (4/12/20)
KGD Fasting 131 <100 mg/dl
KGD 2 jam PP 174 <140 mg/dl
Faal Lemak (4/12/20)
Cholesterol Total 196 <200 mg/dl
Triglicerida 512 <200 mg/dl

EKG

Sinus tachicardi dan Minimal ST Depresion

Pemeriksaan CT-Scan Kepala

14
Kesan
 Infark akut di crus posterior kapsula interna kanan & ganglia basalis kanan.
 Infark chronis di corona radiata kanan.
 Diffuse cerebral atrophy.
 Lain-lain tak tampak kelainan.

Pemeriksaan foto thorax :


 Cor membesar kesan kardiomegali
 Pulmo tak tampak kelainan

Diagnosa Kerja: Hipertensi Emergency


Diagnosa Tambahan : DM tipe II + BPPV

Penatalaksanaan:
 Diet DM

15
 IVFD RL 20gtt/i
 Inj. Ranitidin 50 mg / 12 jam
 Inj. Furosemid 1 amp/12jam
 Valsartan 1x160mg
 Amlodipine 1x10mg
 Glimepiride 1x2mg
 Metformin 2x500mg
 Flunarizin 2x1
 Betahistin 3x1

Rencana:
 Konsul Neurologi

BAB 4
FOLLOW UP

16
Tgl S O A P
4 Des Mual dan Kes : CM Hipertensi -Diet DM
2020 pusing TD : 150/80mmhg Emergency + DM -IVFD RL 20gtt/i
HR : 88x/i tipe II + BPPV -Inj. Ranitidin 50 mg / 12
RR : 22x/i jam
T : 36,5 C -Inj. Furosemid 1
amp/12jam
Kekuatan otot: -Valsartan 1x160mg
-Tangan : 5/5 -Amlodipine 1x10mg
-Kaki : 5/4 -Glimepiride 1x2mg
-Metformin 2x500mg
-Flunarizin 2x1
-Betahistin 3x1

Rencana:
-Konsul Neurologi
Tgl S O A P
5 Des Pusing Kes : CM Hipertensi -Terapi Lanjut
2020 TD : 140/80mmhg Emergency + DM -Terapi tambahan :
HR : 82x/i tipe II + BPPV + -Atorvastatin 1x20mg
RR : 20x/i Hiperkolesterolemi -Gemfibrozil 1x300mg
T : 36,4 C a -Tambahan terapi dari
Neurologi :
Kekuatan otot: -Inj.Citicolin
-Tangan : 5/5 500mg/12jam
-Kaki : 5/4 -Piracetam 1x1200mg

Rencana dari neurologi :


-CT-Scan kepala hari ini
Tgl S O A P
6 Des Lemas Kes : CM Hipertensi -IVFD RL 20gtt/i
2020 TD : 140/70mmhg Emergency + DM -Inj. Ranitidin 50 mg / 12
HR : 85x/i tipe II + BPPV + jam
RR : 20x/i Hiperkolesterolemi -Inj. Furosemid 1
T : 36,5 C a + SNH amp/12jam
-Valsartan 1x160mg
Kekuatan otot: -Amlodipine 1x10mg
-Tangan : 5/5 -Glimepiride 1x2mg
-Kaki : 5/4 -Metformin 2x500mg
-Atorvastatin 1x20mg
-Gemfibrozil 1x300mg
-Inj.Citicolin
500mg/12jam
-Piracetam 1x1200mg

17
7 Des Pasien
2020 diperbolehkan
pulang pada
hari senin
siang

BAB 5

DISKUSI KASUS

KASUS TEORI
1. Pasien datang ke RSAM dengan keluhan Pasien ini didiagnosa hipertensi emergensi
nyeri kepala yang memberat sejak 1 hari karena ditandai dengan adanya peningkatan
SMRS, nyeri kepala dirasakan seperti tekanan darah yang berat (>180/120mmHg)
berdenyut yang disertai dengan pusing yang disertai bukti adanya perburukan atau
berputar dan rasa dada yang berdebar-debar. kerusakan organ target.
Saat dilakukan pemeriksaan tekanan darah Pasien juga disertai dengan diagnosa tambahan
didapatkan 200/100 mmhg. Pasien mengaku berupa BPPV karena berdasarkan anamnesis
mempunyai riwayat hipertensi dan diabetes pasien mengeluh pusing berputar serta DM tipe
sejak 5 tahun yang lalu dan rutin kontrol ke II karena adanya riwayat DM tipe II sejak 5
dokter dan hasil KGDS saat di IGD adalah tahun yll.
281 mg/dl.

2. Pasien juga merasa kaki kiri terasa berat Beberapa kondisi perburukan atau kerusakan
dan sulit digerakkan sejak 1 hari yll. Pada organ target dapat berupa :
saat pemeriksaan fisik didapatkan kekuatan •Pendarahan intracranial, trombotik atau
motorik kaki kiri adalah 4. Pandangan kabur pendarahan subarakhnoid.
(-), mual (+), muntah (-), batuk (-), sesak •Hipertensi ensefalopati.
nafas (-). BAK dan BAB lancar tanpa •Oedema paru akut.
keluhan. Dan pada Ct-Scan didapatkan : •Eklampsi.
-Infark akut di crus posterior kapsula interna •Feokhromositoma.
kanan & ganglia basalis kanan. •Funduskopi KW III atau IV.
-Infark chronis di corona radiata kanan. •Insufisiensi ginjal akut.
-Diffuse cerebral atrophy. •Infark miokard akut, angina unstable.

18
3.Pasien diterapi dengan Inj. Furosemid 1 Pada dasarnya penurunan tekanan darah harus
amp/12jam, valsartan 1x160mg, dan dilakukan secepat mungkin dan seaman
amlodipine 1x10mg untuk menurunkan mungkin. Dalam pengobatan krisis hipertensi,
tekanan darah. penurunan tekanan darah harus sebanyak 20–
25% dari MAP dalam beberapa menit atau jam,
tergantung dari apakah emergensi atau urgensi.
Tingkat tekanan darah yang akan dicapai tidak
boleh terlalu rendah, karena akan menyebabkan
hipoperfusi target organ. Untuk pasien dengan
infark cerebri akut ataupun pendarahan
intrakranial, pengurangan TD dilakukan lebih
lambat (6 – 12 jam). Jika hipertensi emergensi
dan disertai dengan kerusakan organ sasaran
maka penderita diberi salah satu dari obat anti
hipertensi intravena ( IV ) dan dapat
dikombinasikan dengan terapi oral.

4. Pasien juga mendapat terapi tambahan Terapi ini diberikan atas indikasi adanya
berupa : Glimepiride 1x2mg, metformin penyakit penyerta berupa DM tipe II dan
2x500mg, flunarizin 2x1, betahistin 3x1, BPPV, hiperkolesterolemia, dan SNH.
atorvastatin 1x20mg, gemfibrozil
1x300mg, inj.Citicolin 500mg/12jam, dan
piracetam 1x1200mg.

BAB 6

19
KESIMPULAN

Telah diperiksa seorang pasien laki-laki berumur 58 tahun, atas nama Tn. J datang dengan
keluhan nyeri kepala yang memberat sejak 1 hari SMRS, nyeri kepala dirasakan seperti
berdenyut yang disertai dengan pusing berputar dan rasa dada yang berdebar-debar. Saat
dilakukan pemeriksaan tekanan darah didapatkan 200/100 mmhg. Pasien mengaku
mempunyai riwayat hipertensi dan diabetes sejak 5 tahun yang lalu. Pada saat dilakukan
pemeriksaan fisik didapatkan kelemahan motorik pada kaki kiri bernilai 4. Pada saat
dilakukan pemeriksaan laboratorium didapatkan gula darah dan profile lipid yang meningkat.
Pada pemeriksaan CT-Scan didapatkan infark akut di crus posterior kapsula interna kanan &
ganglia basalis kanan, infark chronis di corona radiata kanan, dan diffuse cerebral atrophy.
Pasien didiagnosis dengan Hipertensi Emergency + DM tipe II + BPPV +
Hiperkolesterolemia + SNH. Pasien di tatalaksana dengan:

-IVFD RL 20gtt/i

-Inj. Ranitidin 50 mg / 12 jam

-Inj. Furosemid 1 amp/12jam

-Valsartan 1x160mg

-Amlodipine 1x10mg

-Glimepiride 1x2mg

-Metformin 2x500mg

-Flunarizin 2x1

-Betahistin 3x1

-Atorvastatin 1x20mg

-Gemfibrozil 1x300mg

-Inj.Citicolin 500mg/12jam

-Piracetam 1x1200mg

DAFTAR PUSTAKA

20
1) Nafrialdi. Bab 6: Antihipertensi, dalam Buku Farmakologi dan Terapi, edisi 5,

editor Sulistia G.G. Jakarta: Balai penerbit FKUI. 2009. p.341-360.

2) William and Price. Bab VI: Krisis hipertensi dalam Buku Patoofisiologi, Edisi

5, Editor Harjianto. Jakarta: EGC. 2002. p.108-110.

3) KJ Isselbacher, Eugene Braunwald, Dennis L Kasper, Eugene B. Section 4:

Heart Failure, Acute Pulmonary Edem In. Harrison’s Principles of Internal

Medicine, edisi 18, editor Douglas L dkk. America. McGraw-Hill. 2012.

p.1901-1916.

4) Roesma J. Bab 175: krisis hipertensi, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,

edisi 5, editor Sudoyo A.W dkk. Jakrta: Interna Publishing. 2009. p.1103-1104.

5) Sjaharudin H, Sally N. Bab XII: Edema Paru Aku dalam Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam, edisi 5, editor Sudoyo A.W dkk. Jakarta: Interna Publishing.

2009. p. 1920-1923.

6) Houston M. Handbook of Hypertension edition 2. Tennessee: Wiley Blackwell.

2006. p. 61-62.

7) Kaplan N. M. (2006). Hypertensive Crises in: Clinical hypertension 9th Ed.

Lippincott Williams & Wilkins.

8) Van der Born, B. J. H., et all. (2011). Dutch guideline for the management of

hypertensive crisis – 2010 revision. The journal of medicine, 69 (5).

PR :

1. Mengapa pada pasien tidak diberikan nicardipine ?

21
Nicardipine merupakan golongan obat antagonis calsium yang paling kuat diantara
obat antagonis calsium yang lainnya. Obat ini mempunyai efek vasodilatasi koroner
yang kuat, menghasilkan peningkatan aliran darah koroner dan penurunan resistensi
pembuluh darah perifer, sehingga dengan mengurangi afterload, akan menghasilkan
penurunan pemakaian oksigen miokardium. Nicardipine dapat menurunkan tekanan
darah sekitar 30%-50% sehingga dapat menyebabkan penurunan kontraktilitas
jantung dan perpanjangan konduksi atrioventrikular. Oleh sebab itu terdapat beberapa
keadaan hipertensi emergency yang tidak boleh diberikan nicardipine, yaitu :
- Pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial pada stroke tahap akut.
- Pasien dengan gangguan jantung akut yang disebabkan oleh iskemik koroner.
- Pasien dengan riwayat medis hipersensitivitas terhadap nicardipine.
Pada pasien ini terdapat kondisi berupa EKG dengan kesan AV-Block I, dan adanya
gambaran ct-scan kepala berupa infark akut. Oleh sebab itu pemberian nicardipine
tidak disarankan karena ditakutkan akan memperparah kerusakan pada organ target.

2. Mengapa pada pasien diberikan infus RL bukan Nacl ?

Pemberian cairan dalam jumlah besar perlu dipilih cairan yang paling sedikit
mempengaruhi osmolaritas plasma yang salah satu parameternya adalah kandungan natrium
karena natrium adalah komponen terbesar yang terdapat dalam cairan ekstraseluler. Apabila
kadar natrium dalam cairan sama dengan kadar natrium dalam plasma tubuh manusia maka
akan terjadi isonatremia dan menyebabkan larutan tersebut isotonis . Sebaliknya apabila
kadar natrium dalam cairan kurang dari kadar natrium dalam plasma tubuh manusia maka
akan terjadi hiponatremia dan menyebabkan larutan menjadi hipotonis. Semua cairan dengan
kadar natrium. dengan kadar natrium <140mmol/l, hampir selalu memberikan kecenderungan
hiponatremia. Hiponatremia ini menyebabkan pergerakan air ke sel-sel otak sebagai hasil dari
tekanan osmotik. Oleh karena itu diperlukan larutan isotonis yang bermanfaat mengurangi
resiko terjadinya udem dan meminimalisasikan resiko udem cerebral pada pasien.

22

Anda mungkin juga menyukai