PENDAHULUAN
Pada bulan April 2011 diadakan pertemuan dari para Menteri Keuangan
ASEAN yang salah satu hasil dari pertemuan tersebut adalah dengan adanya
pembentukan ASEAN Tax Forum.
Dengan dibentuknya ASEAN Tax Forum yang bertujuan untuk lebih
memperkuat lagi kerjasama yang terjalin dalam bidang perpajakan, pertukaran
informasi antara negara ASEAN mengenai ketentuan perpajakan, menghindari
terjadinya pajak berganda, dan menangani witholding tax untuk membangun
komunitas ASEAN yang lebih dapat bersaing.
Dengan persamaan sistem perpajakan antar sesama negara ASEAN, maka
ASEAN sebagai suatu komunitas dapat menjadi suatu kawasan yang mampu
bersaing dengan kawasan ekonomi yang lainnya.
Dalam rangka penyatuan ekonomi ASEAN, segala macam bentuk hambatan
yang dapat mengganggu arus barang, jasa, tenaga terampil, modal dan investasi
harus dapat dihindari. Salah satu kendala yang harus diperhatikan adalah pajak.
Terdapatnya berbagai ragam dan variasinya kebijakan permajakan di masing-masing
negara ASEAN dapat menghambat kelancaran kegiatan bisnis antar sesama anggota
ASEAN.
Harmonisasi pajak selain bertujuan menciptakan aspek netralitas atas arus
barang, jasa, tenaga terampil, modal dan investasi ke negera ASEAN maupun dari
wilayah negara ASEAN yang juga dapat menimbulkan tax competition.
Tax competition adalah sebuah aktifitas fiskal yang terdapat diwilayah tertentu
yang menyebabkan eksternalitas fiskal bagi wilayah yuridiksi yang lainnya. Diantara
negara ASEAN tidak terdapat tax competition hanya saja negara Malaysia dan
Singapura yang bersifat investment-friendly yang sedikit merendahkan tarif pajaknya.
Kegiatan ini dapat mengganggu arus kegiatan investasi ke luar dan masuk dari
ASEAN. Keuntungan dari adanya harmonisasi pajak ini adalah dengan berkurangnya
compliance cost dari wajib pajak. Adanya perjanjian penghindaran pajak berganda
1
2
(P3B) adalah salah satunya. P3B merupakan upaya untuk menghindari terjadinya
pajak berganda antar negara yang mengadakan perjanjian.
Sampai dengan 2011, indonesia telah mengadakan persetujuan P3B dengan
lebih dari 58 negara diseluruh dunia. Sementara untuk negara ASEAN, Indonesia
telah mengadakan persetujuan P3B dengan 6 negara ASEAN. Namun masih ada saja
negara ASEAN yang masih belum memiliki tax treaty dengan negara ASEAN
lainnya, yaitu Kamboja. Laos dan Myanmar memiliki satu tax treaty dengan negara
ASEAN dan negara yang memiliki persetujuan P3B terbanyak adalah Singapura
dengan 7 persetujuan P3B antar negara ASEAN.
Data volume perdagangan antar negara ASEAN pada tahun 2009 menunjukkan
bahwa negara dengan persentasi nilai perdagangan di dalam wilayah ASEAN lebih
besar daripada diluar wilayah ASEAN.
Contoh, Laos dengan persentase intern ASEAN sebesar 83,7% dan Myanmar
sebesar 51,6% dari total perdagangan belum memiliki banyak P3B dengan negara
ASEAN lainnya. Perdagangan Indonesia 24,5% merupakan perdagangan intra-
ASEAN. Persentase penerimaan pajak terhadap PDB (Produk Domestik Bruto)
menunjukkan bahwa persentase penerimaan pajak terhadap PDB negara-negara
ASEAN umumnya berada pada kisaran 105-16% kecuali Myanmar yang masih
sangat rendah yaitu <5% dan Brunei Darussalam yang sangat tinggi mencapai 30%.
Persentase tersebut dapat diartikan bahwa negara anggota ASEAN yang
persentase penerimaan pajak terhadap PDB relatif lebih rendah dibandingkan negara
lain akan berusaha meningkatkan penerimaan pajaknya dan negara anggota ASEAN
yang penerimaan PDB relatif tinggi akan berusaha meningkatkan iklim investasi.
Berdasarkan data tarif pajak tidak langsung, bisa dilihat bahwa tarif pajak tidak
langsung negara ASEAN pada tahun 2004-2009 berada pada kisaran yang sama
kecuali negara Singapura GST (Good and Service Tax) dengan kenaikan tarif
menjadi 7%, Filipina menaikan tarif VAT menjadi 12%, bahkan Malaysia
merencanakan mengganti VAT dengan GST dengan tarif 4%. Hampir semua negara
ASEAN telah menerapkan VAT yang menujukkan telah terjadinya konvergensi
dalam penerapan pajak tidak langsung.
Perbandingan data tarif PPh Badan menujukkan bahwa hampir seluruh negara
ASEAN berusaha menurunkan tarif PPh Badannya kecuali Filipina, Thailand dan
Laos. Indonesia melakukan hal yang sama dengan secara bertahap menurunkan tarif
PPh Badan dari 30% untuk tahun 2008 menjadi 28% untuk tahun pajak 2009 dan
3
25% untuk tahun pajak 2010 dalam menjaga tingkat kompetitif Indonesia
dibandingkan negara lain di kawasan ASEAN.
Sampai saat ini Kamboja sama sekali belum melakukan persetujuan P3B
dengan negara ASEAN lainnya dan beberapa negara yang persetujuan P3B dengan
sesama anggota negara ASEAN masih sangat sedikit. ASEAN perlu memastikan
bahwa P3B antara negara negara ASEAN dapat terwujud dengan tujuan untuk
memastikan terwujudnya kondisi non-double taxation, yang merupakan langkah
awal untuk melakukan harmonisasi pajak. Perbandingan tarif anta pajak langsung
dan tidak langsung menunjukkan adanya keragaman tarif antar negara anggota
ASEAN. Tarif pajak tidak langsung di antara negara anggota ASEAN, umumnya
berkisar pada 10-12%, kecuali Singapura yang menerapkan GST 7% dan Malaysia
yang berencana menerapkan GST sebesar 4%.
Tarif pajak penghasilan terdapat kecenderungan tarif yang menurun di antara
negara anggota ASEAN kecuali Filipina dan Laos sedangkan tarif PPh Badan
Singapura relatif lebih rendah dibandingkan negara anggota ASEAN lainnya.
Mengacu pada model tax harmonization yang dilakukan Uni Eropa (EU) maka
penyelarasan yang dilakukan di pajak terutama pajak langsung sebaiknya tidak
dengan menuju kearah penyamaan jenis dan tarif pajak tetapi lebih ke penyelarasan
basis pajak untuk mengarah kepada tax burden yang setara antar negara ASEAN.
Penyelarasan basis pajak dapat dilakukan dengan mengacu pada IFRS (International
Financial Report Standard).
Melalui penelitian ini, penulis ingin membandingkan tentang bagaimana sistem
perpajakan yang berada diantara kedua Negara yaitu, Indonesia dan Vietnam
khusunya dalam cara penghindaran pajak berganda dalam setiap kegiatan usaha yang
terjadi diantara dua negara tersebut dengan menggunakan analisis terhadap peraturan
pajak sebagai salah satu factor dasar yang mempengaruhi. Selain itu, penulis juga
ingin melihat pengaruh impor antara Negara Indonesia-Vietnam dan pengaruh apa
saja yang terjadi dengan adanya penerapan P3B dalam kegiatan tersebut.
Penulis berharap tulisan ini akan bermanfaat bagi penulis sendiri maupun
bagi pihak lain. Yang sebelumnya belum mengetahui tentang permasalahan ini akan
mejadi lebih memahaminya.
Adapun manfaat lain yang penulis harapkan dari penelitian ini adalah:
1. Bagi Jurusan
Hasil penelitian inni dapat dijadikan bahan studi kasus bagi pembaca dan
acuaan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.
5
2. Bagi Masyarakat
Sebagai acuan untuk mengetahui dan memahami lebih lanjut mengenai
peraturan perpajakan Indonesia dan hubungan Perpajakan antara Indonesia
dan Vietnam
3. Bagi Pemerintah
Sebagai bahan pertimbangan dalam meninjau kembali peraturan perpajakan
dan persetujuan yang berkaitan agar dapat membuat perubahan lebih baik.
Jenis penelitian ini bersifat deskriptif yang terdiri dari kualitatif. Untuk
memperoleh data yang diperlukan selama penelitian, penulis menggunakan
penelitian lapangan (field research) dan juga penelitian kepustakaan (library
research). Penulis melakukan penelitian kepustakaan untuk lebih melengkapi dan
memperjelas teori-teori yang berhubungan.
BAB I: PENDAHULUAN
Dalam bab ini dijelaskan mengenai latar belakang penelitian, ruang lingkup
penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, ringkasan metodologi penelitian,
sistematika penulisan, serta penelitian terdahulu.
Pada bab ini penulis menguraikan teori atau literatur yang terkait dengan
permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya, selain itu juga penulis
menjelaskan
Pada bab ini peneliti menjelaskan sejarah singkat tentang objek dan tentang
perekonomian dinegara tersebut dan juga tentang hubungan bilateral antara Indonesia
dan Vietnam.
Pada bab ini akan dibahas mengenai peraturan-peraturan yang terkait dan
menganalisis tentang bagaimana contoh penerapannya apakah sudah sesuai dengan
peraturan-peraturan yang mendasarinya.
Pada bab ini penulis memberikan kesimpulan dari keseluruhan permasalahan yang
telah dibahas pada bab sebelumnya dan atas dasar itulah penulis juga memberikan
beberapa saran sebagai bahan pertimbangan yang sekiranya dapat digunakan dan
bermanfaat bagi perusahaan maupun pembaca.
1. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Lailatul Magfiroh (2012) yang berjudul
“PENGARUH DITERAPKANNYA PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK
BERGANDA ANTARA NEGARA INDONESIA-CHINA TERHADAP
PERDAGANGAN INTERNASIONAL INDONESIA-CHINA” dengan tujuan
untuk mengetaui pengaruh setelah diterapkannya perjanjian penghindaran pajak
berganda.
2. Menurut R. Hidayat (2012) dalam penelitiannya yang terdahulu yang berjudul
“TAX TREATY DAN FOREIGN DIRECT INVESTMENT DI INDONESIA”
untuk menambah hal-hal lain yang tidak diketahui dan bisa digunakan acuan
untuk penulis.
3. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ervina (2014) yang juga peneliti
jadikan sebagai acuan dalam memebantu peneliti untuk menyelesaikan dan
memahami lebih lanjut yang berjudul “ANALISA PENGARUH PENERAPAN
TAX TREATY INDONESIA-HONGKONG TERHADAP INVESTASI MODAL
DI INDONESIA”
4. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Jamil (2012) yang berjudul “KAJIAN
PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DI INDONESIA” juga peneliti
jadikan acuan dalam menyelesaikan penelitian ini.
5. Penelitian terdahulu yang dilakukan Zakiah (2011) yang berjudul “DAMPAK
IMPOR TERHADAP PRODUKSI KEDELAI NASIONAL” juga peneliti
jadikan acuan. Tidak terfokus pada kedelai yang menjadi objek pada penelitian
tersebut. Peneliti hanya melihat dampak yang dihasilkan dari impor.
8