Anda di halaman 1dari 18

REFARAT

EFEK OVERSTIMULASI PADA ANAK

Disusun sebagai Tugas Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) Ilmu


Kesehatan Anak di Rumah Sakit Umum Haji Medan

Disusun Oleh:
Erik Munandar
NPM.19360242

Pembimbing:
dr. Ari Kurniasih, Sp. A

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR SMF ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN
SUMATERA UTARA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertumbuhan adalah perubahan fisik dan peningkatan ukuran.

Pertumbuhan dapat diukur secara kuantitatif. Indikator pertumbuhan meliputi

tinggi badan, berat badan, ukuran tulang, dan pertumbuhan gigi. Pola

pertumbuhan fisiologis sama untuk semua orang, akan tetapi laju pertumbuhan

bervariasi pada tahap pertumbuhan dan perkembangan berbeda. Perkembangan

adalah peningkatan kompleksitas fungsi dan kemajuan keterampilan yang

dimiliki individu untuk beradaptasi dengan lingkungan. Perkembangan

merupakan aspek perilaku dari pertumbuhan, misalnya individu

mengembangkan kemampuan untuk berjalan, berbicara, dan berlari dan

melakukan suatu aktivitas yang semakin kompleks (Behrman, Kliegman, &

Arvin, 2000; Supartini, 2004; Potter & Perry, 2005; Wong, Hockenberry-Eaton,

Wilson, Winkelstein, & Schwartz, 2009; Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011).

Istilah pertumbuhan dan perkembangan keduanya mengacu pada proses

dinamis. Pertumbuhan dan perkembangan walaupun sering digunakan secara

bergantian, keduanya memiliki makna yang berbeda. Pertumbuhan dan

perkembangan merupakan proses yang berkelanjutan, teratur, dan berurutan

yang dipengaruhi oleh faktor maturasi, lingkungan, dan genetik (Kozier, Erb,

Berman, & Snyder, 2011). Anak mengalami proses tumbuh kembang yang

dimulai sejak dari dalam kandungan, masa bayi dan balita. Istilah tumbuh

kembang sebenarnya mencakup dua peristiwa yang sifatnya berbeda, tetapi

saling berkaitan dan sulit dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.

Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam jumlah


besar, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang bisa diukur

dengan ukuran berat, ukuran Panjang, umur tulang dan keseimbangan

metabolic. Sedangkan perkembangan (developmental) adalah bertambahnya

skill dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang

teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematang (Marimbi,

2010).

Bila melihat dari segi usianya menurut Hurlock (1978) masa kini dibagi

dalam empat periode: 1) Usia 0-2/3 tahun disebut masa perkembangan bayi; 2)

Usia 2-6 tahun masa anak-anak awal (Early Chilhood); 3) Usia 6- 12/13 tahun

masa pertengahan dan akhir anak (late childhood); 4) Usia 12-15 tahun masa

remaja awal (Pubertas). Masa bayi; (berlangsung dari usia 0-2/3). Biasanya

diistilahkan sebagai BATITA (di bawah tiga tahun) terdapat: a) Masa Infancy

(merupakan periode tersingkat dalam kehidu- pan) lamanya berlangsung dari

saat lahir sam- pai tanggalnya tali pusar (periode partinate), dilanjutkan dengan

penyesuain diri terhadap lingkungan di luar kandungan (periode neonate),

sehingga disebut sebagai periode penye- suaian diri. Diharapkan bayi dapat

menghadapi keadaan lingkungan yang baru (dari dalam kandungan/parasit

setelah lahir menjadi independent) hingga berat badannya menurun berlangsung

kira-kira 1 minggu kemudian bertambah setelah terjadi penyesuaian yang baru

(terhadap temperatur, dalam bernafas dan dalam menghisap/menelan),

perkembangannya seakan plateau/tidak ada kemajuan. Banyak dipengaruhi

lingkungan prenatal (sikap orang tua, perawatan semasa hamil), proses kelahira

da asupan gizi. Penting diperhatikan pada masa ini adalah perkembangan

gerakan refleks (gerakan bayi yang bersifat otomatis dan tidak terkoordinir

sebagai reaksi terhadap rangsangan tertentu serta memberi bayi respon


penyesuain diri terhadap lingkungannya) seperti refleks moro (respon tiba-tiba

dari bayi lahir akibat adanya suara atau gerakan yang me- ngejutkan) sebagai

upaya mempertahankan hidupnya. Refleks ini sangat penting dapat

mendiagnosa perkembangan sisitem saraf normal bayi.

Setiap tahapan proses tumbuh kembang anak mempunyai ciri khas

tersendiri, sehingga jika terjadi masalah pada salah satu tahapan tumbuh

kembang tersebut akan berdampak pada kehidupan selanjutnya. Periode penting

dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita. Dalam perkembangan anak

terdapat masa kritis, dimana diperlukan rangsangan/stimulasi yang berguna agar

potensi berkembang, sehingga perlu mendapat perhatian. Kurangnya perhatian

dalam masa perkembangan anak dapat menimbulkan berbagai gangguan.

Deteksi dini perkembangan anak dilakukan dengan cara pemeriksaan

perkembangan secara berkala, apakah sesuai dengan umur atau telah terjadi

penyimpangan dari perkembangan normal. Empat parameter yang dipakai

dalam menilai perkembangan adalah: 1) Gerakan motoric kasar (pergerakan dan

sikap tubuh 2)Gerakan motoric halus (menggambar, memegang sesuatu benda,

dll) 3) Bahasa (kemampuan merespon suara, mengikuti perintah, berbicara

spontan) 4) Kepribadian/tingkah laku (bersosialisasi dan berinteraksi dengan

lingkungannya).

Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita, karena

pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan

perkembangan anak selanjutnya. Pada masa balita ini kemampuan berbahasa,

kreativitas, sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan

merupakan landasan perkembangan berikutnya. Perkembangan moral serta

dasar-dasar kepribadian juga dibentuk pada masa ini. Untuk membentuk


perkembangan tersebut perlu adanya stimulasi pada anak. Kemampuan dan

tumbuh kembang anak perlu dirangsang oleh orang tua agar anak dapat tumbuh

dan berkembang secara optimal dan sesuai umurnya.

Stimulasi adalah perangsangan (penglihatan, bicara, pendengaran dan

perabaan) yang dating dari lingkungan anak. Anak yang mendapat stimulasi

yang terarah akan lebih cepat berkembang dibandingkan anak yang kurang

bahkan tidak mendapat stimulasi. Stimulasi juga dapat berfungsi sebagai

penguat yang bermanfaat bagi perkembangan anak. Berbagai macam stimulasi

seperti stimulasi visual (penglihatan), verbal (bicara), audit (pendengaran), taktil

(sentuhan) dapat mengoptimalkan perkembangan anak.

Pemberian stimulasi akan lebih efektif apabila memperhatikan

kebutuhan-kebutuhan anak sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya. Pada

tahap perkembangan awal anak berada pada tahap sensori motoric. Pemberian

stimulasi visual pada ranjang bayi akan meningkatkan perhatian anak terhadap

lingkungannya, bayi akan gembira dengan tertawa-tawa dan menggerakkan

seluruh tubuhnya. Tetapi bila rangsangan itu terlalu banyak, reaksi dapat

sebaliknya yaitu perhatian anak akan berkurang dan anak akan menangis.

Pada tahun-tahun pertama anak belajar mendengarkan, stimulus verbal

pada periode ini sangat penting untuk perkembangan Bahasa anak pada tahun

pertama kehidupannya. Kualitas dan kuantitas vocal seorang anak dapat

bertambah dengan stimulasi verbal dan anak belajar menirukan kata-kata yang

didengarnya. Tetapi bila stimulasi auditif terlalu banyak (lingkungan rebut) anak

akan mengalami kesukaran dalam membedakan berbagai macam suara. Dalam

memberikan stimulus pada anak harus sesuai dengan usia perkembangan dan
kemampuan anak jika lebih maka akan terjadi overstimulasi yang akan

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak (Puspita, 2014).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Stimulus dalam Tumbuh Kembang Anak

Dollar and Miller (1941) mengemukakan teori stimulus respon yang

didalamnya terdapat elemen kebiasaan. Kebiasaan merupakan ikatan atau asosiasi

antara stimulus dengan respon yang relatif stabil dan bertahan lama dalam

kepribadian. Teori ini menyatakan bahwa Ketika seseorang individu diberikan

stimulus tertentu, maka individu tersebut akan memberikan sebuah respon.

Dollard and Miller mengungkapkan bahwa stimulus yang diberikan dapat

berbagai bentuk (stimulus kata-kata, Tindakan, contoh perilaku), dorongan proses

belajar dan proses mental dapat berpengaruh terhadap perilaku yang dilakukan

oleh anak.

Dorongan atau yang biasa disebut motivasi dibagi menjadi dua yaitu:

dorongan primer (primary drive) yang muncul dari dalam diri anak dan dorongan

sekunder (secondary drive) yang didapat dari lingkungan luar anak. Kedua

motivasi ini sangat berperan dalam perilaku seorang anak, namun dorongan

sekunder lebih berperan karena dorongan sekunder berasal dari luar lingkungan

anak, sedangkan dorongan primer merupakan sifat bawaan yang sudah ada

didalam diri anak. Secara tidak langsung dorongan primer perlahan akan ditutupi

oleh dorongan sekunder seiring bertambahnya usia anak (Fudyartanta, 2012).

Stimulasi adalah suatu dorongan atau perangsang dan Latihan-latihan untuk

kognitif anak yang berasal dari lingkungan luar anak dan merupakan bagian

kebutuhan dasar anak. Stimulasi dari lingkungan merupakan hal penting untuk
pencapaian tumbuh kembang anak. Anak yang mendapat stimulasi terarah dan

teratur akan lebih cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang atau

tidak mendapat stimulasi. Stimulasi juga akan mengoptimalkan potensi genetik

yang dimiliki anak. Lingkungan yang kondusif akan merangsang perkembangan

fisik dan mental yang baik, sedangkan lingkungan yang kurang mendukung akan

menimbulkan perkembangan anak berada dibawah potensi genetiknya. Pemberian

stimulasi pada semua aspek perkembangan, tetapi tidak diperkenankan diberikan

secara bersamaan atau disebut dengan over stimulasi karena dapat

membingungkan anak.

Pada tahun-tahun pertama anak belajar mendengarkan. Stimulus verbal

pada periode ini sangat penting untuk perkembangan bahasa anak pada tahun

pertama kehidupannya. Kualitas dan kuantitas vokal seorang anak dapat

bertambah dengan stimulasi verbal dan anak akan belajar menirukan kata-kata

yang didengarnya. Tetapi bila simulasi auditif terlalu banyak (lingkungan ribut)

anak akan mengalami kesukaran dalam membedakan berbagai macam suara.

Stimulasi visual dan verbal pada permulaan perkembangan anak merupakan

stimulasi awal yang penting, karena dapat menimbulkan sifat-sifat ekspresif

misalnya mengangkat alis, membuka mulut dan mata seperti ekspresi keheranan,

dll. Selain itu anak juga memerlukan stimulasi taktil, kurangnya stimulasi taktil

dapat menimbulkan penyimpangan perilaku sosial, emosional dan motorik.

Perhatian dan kasih sayang juga merupakan stimulasi yang diperlukan anak,

misalnya dengan bercakap-cakap, membelai, mencium, bermain dll.. Stimulasi ini

akan menimbulkan rasa aman dan rasa percaya diri pada anak, sehingga anak

akan lebih responsif terhadap lingkungannya dan lebih berkembang.


Pada anak yang lebih besar yang sudah mampu berjalan dan berbicara, akan

senang melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap lingkungannya. Motif ini

dapat diperkuat atau diperlemah oleh lingkungannya melalui sejumlah rekasi

yang diberikan terhapap perilaku anak tersebut. Misalnya anak akan belajar untuk

mengetahui perilaku mana yang membuat ibu senang/mendapat pujian dari ibu,

dan perilaku mana yang mendapat marah dari ibu. Anak yang dibesarkan dalam

lingkungan yang responsif akan memperlihatkan perilaku eksploratif yang tinggi.

Stimulasi verbal juga dibutuhkan pada tahap perkembangan ini. Dengan

penguasaan bahasa, anak akan mengembangkan ide-idenya melalui pertanyaan-

pertanyaan, yang selanjutnya akan mempengaruhi perkembangan kognitifnya

(kecerdasan).

B. Jenis-Jenis Stimulus pada Anak

Pada masa sekolah, perhatian anak mulai keluar dari lingkungan

keluarganya, perhatian mulai teralih ke teman sebayanya. Akan sangat

menguntungkan apabila anak mempunyai banyak kesempatan untuk

bersosialisasi dengan lingkungannya. Melalui sosialisasi anak akan memperoleh

lebih banyak stimulasi sosial yang bermanfaat bagi perkembangan sosial anak.

Pada saat ini di Indonesia telah dikembangkan program untuk anak-anak

prasekolah yang bertujuan untuk menstimulasi perkembangan anak sedini

mungkin, dengan menggunakan APE (alat permainan edukatif). APE adalah alat

permainan yang dapat mengoptimalkan perkembangan anak disesuaikan dengan

usianya dan tingkat perkembangannya, serta berguna untuk pengembangan

aspek fisik (kegiatan-kegiatan yang menunjang atau merangsang pertumbuhan

fisik anak), aspek bahasa (dengan melatih berbicara, menggunakan kalimat yang
benar), aspek kecerdasan (dengan pengenalan suara, ukuran, bentuk, warna dll.),

dan aspek sosial (khususnya dalam hubungannya dengan interaksi antara ibu

dan anak, keluarga, dan masyarakat).

Bermain, mengajak anak berbicara, dan kasih sayang adalah ’makanan’

yang penting untuk perkembangan anak, seperti halnya kebutuhan makan untuk

pertumbuhan badan. Bermain bagi anak tidak sekedar mengisi waktu luang saja,

tetapi melalui bermain anak belajar mengendalikan dan mengkoordinasikan

otot-ototnya, melibatkan persaan, emosi, dan pikirannya. Sehingga dengan

bermain anak mendapat berbagai pengalaman hidup, selain itu bila dikakukan

bersama orang tuanya hubungan orang tua dan anak menjadi semakin akrab dan

orang tua juga akan segera mengetahui kalau terdapat gangguan perkembangan

anak secara dini.

Buku bacaan anak juga penting karena akan menambah kemampuan

berbahasa, berkomunikasi, serta menambah wawasan terhadap lingkungannya.

Untuk perkembangan motorik serta pertumbuhan otot-otot tubuh diperlukan

stimulasi yang terarah dengan bermain, latihan-latihan atau olah raga. Anak

perlu diperkenalkan dengan olah raga sedini mungkin, misalnya

melempar/menangkap bola, melompat, main tali, naik sepeda dll).

Seorang ahli mengatakan bahwa prioritas untuk anak adalah makanan,

perawatan kesehatan, dan bermain. Makanan yang baik, pertumbuhan yang

adekuat, dan kesehatan yang terpelihara adalah penting, tetapi perkembangan

intelektual juga diperlukan. Bermain merupakan ”sekolah” yang berharga bagi

anak sehingga perkembangan intelektualnya optimal.

Di bawah ini ada beberapa contoh alat permainan balita dan perkembangan

yang distimuli:
1. Pertumbuhan fisisk/motorik kasar:

Sepeda roda tiga/dua, bola, mainan yang ditarik atau didorong

2. Motorik halus:

Gunting, pensil, bola, balok, lilin.

3. Kecerdasan/kognitif:

Buku bergambar, buku cerita, puzzle, lego, boneka, pensil warna, radio.

4. Bahasa:

Buku bergambar, buku cerita, majalah, radio tape, TV

5. Menolong diri sendiri:

Gelas/piring plastik, sendok, baju, sepatu, kaos kaki

6. Tingkah laku social:

Alat permainan yang dapat dipakai bersama, misalnya congklak, kotak pasir,

bola, tali.

Anak membutuhkan bermacam-macam stimulasi. Stimulasi yang

diberikan pada anak harus proposional, baik dalam kualitas maupun kuantitas

dan sesuai dnegan tingkat maturitas syaraf anak. Stimulasi sebaiknya dilakukan

terhadap semua aspek perkembangan anak, tidak hanya dalam bidang

intelektual, melainkan juga emosinal dan moral-spiritual. Diharapkan pada

waktu dewasa kelak, selain mempunyai kecerdasan intelektual (IQ) yang tinggi,

juga mempunyai kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan moral-spiritual

(SQ) yang tinggi diantaranya yaitu:

1. Sensorik: taktil, auditori, visual, bau, rasa

2. Motorik (locomotion): motorik kasar, motorik halus, vestibular

3. Kognitif, intelegensia, kreativitas


4. Emosi, sosial, kerjasama, kepemimpinan

5. Moral-spiritual: sopan santun/etika, moral/budi pekerti, agama

6. Multi modal/semua aspek perkembangan

C. Prinsip-prinsip dalam melakukan stimulasi untuk memperkaya lingkungan

anak

1. Memberikan lingkungan emosional yang positif, seperti cinta, kasih sayang

dan kehangatan sejak bayi dalam kandungan. Pola asuh yang demokratik

merupkan pola asuh yang memberikan lingkungan yang positif untuk

stimulasi tumbuh kembang anak.

2. Memberikan makanan yang bergizi dan perawatan kesehatan adalah salah

satu kebutuhan dasar anak. Pada anak yang kurang gizi atau sering sakit,

pertumbuhan otaknya terganggu, sehingga respons terhadap stimulasi yang

diberikan kurang optimal. Demikian pula, anak yang kurang gizi atau

menderita penyakit kronis seringkali tampak pasif. Akibatnya anak tersebut

tidak menarik bagi lingkungan untuk memberikan stimulasi kepadanya.

3. Memberikan stimulasi pada semua aspek perkembangan, tetapi jangan

sekaligus pada saat yang bersamaan (over stimulasi), karena akan

membingungkan anak. Stimulasi multi modal/multi sensori dapat

merangsang hamper semua area pada kortex serebri, dibandingkan stimulasi

yang tunggal (uni modal). Stimulasi juga dilakukan terhadap kemampuan

otak kiri dan kanan agar seimbang. Kemempuan otak kiri bersifat konvergen

(menajam): logic-matematik, rasional, linguistik, membaca dan menulis.

Kemempuan otak kanan bersifat divergen ( melebar): imaginasi, kreatifitas,


seni musik, menyanyi, sosio-emosional, kerja sama, kepemimpinan dan

moral-spiritual.

4. Memberikan suasana yang kondusif, yaitu menciptakan lingkungan yang

wajar, santai dan menyenangkan dalam suasana bermai, bebas dari tekanan

dan hukuman, sehingga anak tidak stres. Keadaan ini akan memacu anak

untuk belajar sambil bermain, karena pola hidup anak adalah bermain. Selain

itu anak perlu diberi imbalan (external reward) seperti pujian, ciuman, tepuk

tangan dan lainnya sebagai ungkapan penghargaan atas keberhasilannya.

5. Memberikan stimulasi bertahap dan berkesinam- bungan. Stimulasi yang

diberikan tidak boleh terlalu sukar atau mudah, tetapi sesuai dengan tingkat

perkembangan anak/maturasi otaknya. Stimulasi dimulai dari kemampuan

perkembangan yang telah dipunyai anak, kemudian dilanjutkan pada

kemampuan perkembangan yang seharusnya dicapai pada umur tersebut.

6. Memberikan kebebasan pada anak untuk aktif melakukan interaksi sosial.

Pada umumnya anak dengan senang hati akan melakukannya dan

memperoleh banyak manfaat dalam berinteraksi dengan teman sebayanya.

7. Memacu ketrampilan dan minat anak dalam perkembangan mental, fisik,

estetika dan emosional.

8. Memberikan stimulasi setiap hari, kapan saja, yaitu setiap kali

bertemu/berinteraksi dengan anak, misal pada waktu mengganti popok,

memandikan, memberi makan dan sebelum tidur. Stimulasi harus dilakukan

secara teratur dan diulang-ulang.

9. Melakukan koreksi kalau anak belum mampu melakukan bukan mencela,

mengecam, memarahi atau menghukum.


10. Mengenali temperamen masing-masing anak, karena temperamen anak ada

yang mudah dan ada yang sulit.

11. Memberikan kesempatan kepada anak untuk aktif memilih berbagai macam

kegiatannya sendiri, bervariasi sesuai dengan minat dan kemampuannya,

karena setiap anak adalah unik.mereka tahu kelemahan dan kekuatan yang

ada pada dirinya. Dengan demikian anak tidak menjadi pasif hanya

menunggu perintah. Sebaiknya stimulasi di integrasikan dalam aktifitas

mereka sehari- hari.

12. Memberikan kesempatan pada anak untuk menilai hasil kerjanya dan

melakukan modifikasi terhadapnya. Hal ini akan membeuat anak lebih

kreatif.

13. Membutuhkan alat bantu stimulasi yang tidak berbahaya, sederhana dan

mudah dimodifikasi, misal APEK ( Alat Permainan Edukatif dan Kreatif).

Selain itu alat bantu stimulasi harus bervariasi agar tidak membosankan.

14. Memperhatikan rentang intensitas stimulasi yaitu rangsangan sensoris dan

kognitif yang dapat ditoleransi oleh anak. Tidak dianjurkan over atau under

stimulasi.

15. Peka terhadap reaksi anak yang tidak ingin melanjutkan stimulasi karena

anak sudah jenuh atau lelah. Tanda- tanda kejenuhan atau kelelahan antara

lain: matanya melihat ke arah lain, memalingkan mukanya, menutup

matanya, mata mulai sayu/tidak bersinar, anak tampak lesu tidak bergairah,

menangis dan pada anak yang lebih besar menunjukkan tanda-tanda yang

lebih jelas, baik dengan bahasa verbal maupun non-verbal.

Waktu yang tepat memberikan stimulasi adalah saat pembentukan sinaps.

Pembentukan sinaps sangat pesat terjadi pada janin 23-25 minggu sampai anak
berumur 3tahun, sehingga produksi sinaps berlebihan. Karena itu akan dilakukan

pemangkasan pada sinaps-sinaps yang jarang digunakan, yang dimulai pada anak

umur 2 tahun. Pada umur 10-14 tahun, sudah terjadi keseimbangan antara

pembentukan dan pemangkasan. Puncak kepadatan sinaps adalah sekitar 2 kali

sinaps dewasa yang terjadi pada umur 3-8 tahun. Kepadatan sinaps berkurang pada

anak umur 8- 18 tahun. Sinaps akan dipertahankan jika sirkuit yang sudah ada

digunakan secara konsisten, teratur dan diulang-ulang. Pengasuh mempunya peran

aktif dalam membina pengalaman anak melalui stimulasi yang diulang-ulang dan

eksplorasi sesuatu yang baru.

Stimulasi sebelum lahir atau stimulasi vibroakustik dapat meningkatkan

denyut jantug dan gerakan janin. Terhadap stimulasi vibroakustik, sensitivitas

denyut jantung mulai terjadi pada saat usia janin sekitar 29 minggu, sensitivitas

gerakan tubuh pada janin 26 minggu dan kekuatan sensitivitas tersebut meningkat

pada 6 minggu berikutnya. Respon terhadap stimulasi vibroakustik lebih tinggi

daripada vibrasi mekanik atau suara. Respon terhadap stimulasi taktil dan sistem

auditori mulai 28-36 minggu. Stimulasi dapat dilakukan dengan memperdengarkan

lagu-lagu seperti musik klasik Mozart, mengucapkan kata-kata indah/ayat-ayat

kitab suci sambil mengelus-elus perut ibu dan sebagainya.

Stimulasi sesudah lahir dimulai dengan cara meletakkan bayi di atas perut

ibu dan bayi akan berusaha mencari puting susu ibu (inisiasi menyusu dini). Isapan

bayi pada setengah jam pertama setelah lahir adalah yang terkuat, hal ini

merupakan stimulasi dini kepandaian bayi untuk menyusu. Stimulasi baru

dilakukan berkesinambungan sampai dewasa. Untuk setiap tahap umur, stimulasi

yang diberikan berbeda-beda, sesuai dengan tingkat perkembangan anak dan

maturasi otaknya.
Peran keluarga dan petugas kesehatan dalam stimulasi stimulasi harus

dilakukan oleh semua anggota keluarga, juga oleh petugas kesehatan saat merawat

anak. Selain ibu/pengasuh, peran ayah dan keluarga lainnya dalam pengasuhan dan

stimulasi mempunyai arti yang sangat besar terhadap perkembangan anak kelak.

Hanya bayi yang sudah stabil yang boleh distimulasi. Intervensi yang diberikan

bertujuan agar perkembangan bayi optimal.

Overstimulasi mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan terutama pada

anak denngan anggota keluarga yang banyak. Contoh kategori dalam overstimulasi

dalam pandangan mengajarkan anak dengan flash card untuk mampu membaca.

Perkembangan otak anak sangat dipengaruhi oleh stimulasi yang diterimanya, bisa

berupa stimulasi suara, sentuhan atau aktivitas bermain. Namun, jangan sampai

stimulasi yang diberikan berlebihan atau overstimulasi sehinga berdampak negatif

untuk anak.

D. Tanda-tanda overstimulasi

1. Bayi menjadi rewel dan mudah menangis

2. Tangisnya menjadi lebih kencang dari biasanya

3. Memalingkan wajahnya saat diajak bicara atau bercanda

4. Menghentak-hentakan kaki atau mengepalkan tangannya

Beberapa situasi yang sering membuat bayi mengalami overstimulasi salah

satunya yaitu saat acara keluarga dimana ada banyak orang yang ingin bermain

dengan anak. Beberapa cara mengatasi overstimulasi pada bayi yaitu jika orangtua

melihat tanda-tanda overstimulasi segeralah ambil Tindakan untuk

menenangkannya. Hal pertama yang bisa dilakukan adalah segeralah bawa anak ke

kamar dan redupkan lampu jika sedang berada di rumah, namun jika orangtua
sedang berada diluar rumah orang tua dapat meletakan anak di kereta dorong

kemudian berikan selimut karena selimut ini akan membuatnya menjadi tenang.

Cara lain yang bisa dilakukan orangtua yaitu memberikan dekapan pada anak.

Terkadang orangtua bisa tanpa sengaja memberikan stimulasi yang berlebihan

kepada anak. Hal tersebut bisa terjadi jika orangtua saat merasa ingin lebih lama

bermain atau bercanda dengan anak. Orangtua harus lebih sensitive dengan tanda

overstimulasi pada anak.

E. Pencegahan Overstimulasi pada Anak

Untuk menghindari overstimulasi, cobalah untuk menerapkan beberapa

cara diantaranya:

1. Tidak melakukan stimulasi di waktu bayi akan tidur atau bayi sedang tidur

2. Hindari gangguan gadget atau mainan yang mengeluarkan suara keras dan

sinar yang terang untuk menstimulasi bayi

3. Usahakan agar waktu stimulasi dan waktu istirahat anak

Dalam mengatasi overstimulasi pada anak juga dapat dilakukan sebelum anak

tidur misalnya dengan membuat suasana kamar tidur anak menjadi gelap dan sejuk

serta suara dan tingkat aktivitas minimal. Membacakan dongen sebelum tidur juga

bisa membuat anak menjadi rileks. Selain ritual sebelum tidur juga bisa dilakukan

mengeksplorasi lingkungan melalui caranya sendiri. Waktu tersebut akan membuat

anak nyaman dan anak belajar menyibukkan dirinya dan menemukan hal-hal yang

dapat dilakukan untuk membuat dirinya merasa lebih baik.


BAB III
SIMPULAN
Kemampuan dan tumbuh kembang anak perlu dirangsang oleh orang tua agar anak

dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan sesuai umurnya. Stimulasi adalah

perangsangan (penglihatan, bicara, pendengaran, perabaan) yang datang dari lingkungan

anak. Anak yang mendapat stimulasi yang terarah akan lebih cepat berkembang dibandingkan

anak yang kurang bahkan tidak mendapat stimulasi. Stimulasi juga dapat berfungsi sebagai

penguat yang bermanfaat bagi perkembangan anak. Berbagai macam stimulasi seperti

stimulasi visual (penglihatan), verbal (bicara), auditif (pendengaran), taktil (sentuhan) dll

dapat mengoptimalkan perkembangan anak. Pemberian stimulasi akan lebih efektif apabila

memperhatikan kebutuhan- kebutuhan anak sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya.

Pada tahap perkembangan awal anak berada pada tahap sensori motorik.

Pemberian stimulasi visual pada ranjang bayi akan meningkatkan perhatian anak

terhadap lingkungannya, bayi akan gembira dengan tertawa-tawa dan menggerak-gerakkan

seluruh tubuhnya. Tetapi bila rangsangan itu terlalu banyak, reaksi dapat seba;liknya yaitu

perhatian anak akan berkurang dan anak akan menangis. Menstimulasi anak memang perlu

untuk merangsang perkembangan otak. Akan tetapi, orang tua perlu segera menghentikan

stimulasi bila anak sudah menunjukkan tanda-tanda overstimulasi dan segera

menenangkannya. Akan lebih baik jika dihentikan jika overstimulasi sudah terjadi. Karena

ketahanan setiap bayi terhadap stimulasi berbeda-beda. Orangtua perlu mengenali batas
ketahanan anak terhadap stimulasi dan usahakan untuk tidak memberikan stimulasi lebih dari

batas.

DAFTAR PUSTAKA

Schwartz, S., 2009. Grandparenting and Adolescent Adjustment in Two-Parent Biological ,


Lone-Parent and Step Families. , 23(1), pp.67–75. Available at:
http://www.apa.org/pubs/journals/releases/fam23167.pdf.
Setiono, K., 2011. Psikologi Keluarga, Bandung: Alumni.
Smith, G.C. and P.A.P., 2007. Risk of Psychological Difficulties Among Children Raised by
Custodial Grandparents. , 58(10). Available at:
http://ps.psychiatryonline.org/doi/pdf/10.1176/ps.2007.58.10.1303.
Soetjiningsih & Gde Ranuh, 2012. Tumbuh Kembang Anak 2nd ed., Jakarta: EGC.
Solahudin, A., 2010. Bimbingan dan Konseling, Bandung: Pustaka Setia.
Srivastava, M. et al., 2011. Effect of Parental Training in Managing the Behavioral Problems
of Early Childhood. , 78(August), pp.973–978. Available at:
https://link.springer.com/content/pdf/10.1007/s12098-011- 0401-5.pdf.
Stanhope, M. & Lancaster, J., 2004. Community Health Nursing 4th ed., St. Louis: Mosby.
Stelle, C., Fruhauf, C.A. & Orel, N., 2010. Journal of Gerontological Social Work
Grandparenting in the 21st Century : Issues of Diversity in Grandparent – Grandchild
Relationships. , (December 2014), pp.37–41.
Hurlock, E., 2008. Perkembangan Anak Jilid 1 6th ed., Jakarta: Erlangga.
Hurlock, E., 2010. Perkembangan Anak Jilid I, Jakarta: Erlangga.
Hurlock, E.B., 2004. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan 5th ed., Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai