Anda di halaman 1dari 5

No.

Aspek Isi
1. Tema Anak yang tidak tahu diri.
2. Kritik Anak yang selalu menghamburkan uang pemberian orang tuanya tanpa
memikirkan kondisi keuangan orang tua.
3. Humor Si anak yang merasa malu dikritik temannya.
4. Tokoh Si anak, si ibu, teman si anak yang popular.
5. Struktur Abstraksi : Anak yang seorang pelajar SMA tinggal bersama ibunya yang
merupakan pelayan restoran, di sebuah rumah sederhana.

Orientasi : Si anak merasa bosan dengan menu makanan mereka yang sama
setiap harinya, dia juga merasa malu karena sepatunya sudah lusuh dan
handphonenya sudah usang.

Krisis : Anak yang terus minta dibelikan barang-barang mewah sementara


ibunya tidak memiliki uang untuk membelinya.

Reaksi : Karena si ibu tidak punya uang untuk membeli barang yang
diinginkan anaknya, akhirnya dia bekerja memungut kardus bekas pada
malam hari.

Koda : Anaknya mengungkapkan begitu malu dia punya seorang ibu yang
miskin.

6. Alur Seorang anak yang merupakan pelajar SMA tinggal bersama ibunya yang
seorang pelayan, ia begitu bosan dengan makanan yang disediakan ibunya
selalu sama setiap harinya. Akhirnya dia meminta ibunya untuk membeli
makanan enak, tentu saja harganya mahal.

Si ibu yang tidak punya duit untuk membelinya akhirnya memutuskan bekerja
mengumpulkan kerdus bekas untuk nanti dijual kembali. Akhirnya si ibu
berhasil membelikan anaknya makanan yang diinginkan anaknya.

Esoknya si anak meminta dibelikan sepasang sepatu baru, karena punyanya


yang lama sudah sangat lusuh. Sang ibu mengiyakan, meski dirinya harus rela
tidak tidur selama beberapa hari demi membelikan anaknya sepatu. Setelah
dibelikan sepasang sepatu itu, si anak terus-terusan meminta barang mahal
kepada ibunya.

Puncaknya adalah saat si anak meminta dibelikan handphone baru yang


harganya sangat mahal—mungkin harga handphone itu bisa setara dengan
biaya hidupnya dengan ibunya selama satu setengah tahun. Si ibu bekerja
keras pagi dan malam demi mengumpulkan uang untuk membeli handphone
keinginan anaknya.

Karena jam tidur yang tak menentu, serta jarangnya sang ibu bisa menyantap
makanan ia pingsan, didekat rumah teman anaknya yang sangat tampan dan
popular. Teman anaknya menolong sang ibu ia bahkan menyuguhkan
secangkir teh hangat untuknya. Saat ibunya kira anaknya datang untuk
menjemputnya, si anak datang justru untuk marah sambil berteriak kepada
ibunya. Ia bahkan mengata-ngatai ibunya.

Si anak baru sadar tentang kelakuannya selama ini setelah diingatkan oleh
teman cowoknya yang popular itu. Ia merasa sangat malu. Akhirnya dia
berjanji tidak akan berbuat seperti itu lagi kepada ibunya.

7. Pola penyajian Narasi


8. Teks anekdot Di sebuah rumah yang sederhana tinggalah seorang anak lelaki bersama
ibunya. Anak laki-laki itu adalah seorang murid SMA sementara ibunya
bekerja sebagai pelayan restoran, ayah si anak sudah meninggal saat dia
berusia 4 tahun. Si ibu sudah tua mungkin usianya berada di kisaran angka
50an meskipun begitu dia masih harus bekerja demi menghidupi anak semata
wayangnya.

Si anak dan ibunya saat ini sedang makan malam sembari menonton televisi.
Si ibu sedang membereskan piring bekas makan mereka ketika si anak tiba-
tiba menyeletuk.

“Aku bosan bu, setiap hari makannya cuma mie instan terus, gimana mau
kurus coba,” Si anak menghela napas, “sekali-kali dong bu kayak temanku
makannya PIZZA HAT atau ayam KAEFCI.”

Si ibu menunduk lalu menghela napas perlahan, “Anakku ibu tidak punya
uang nak, itu kan makanan mahal, gaji ibu saja suka kurang untuk membayar
spp sekolah kamu, membayar tagihan listrik dan air apalagi untuk membeli
makanan seperti itu.”

Si anak mengepalkan tangannya, dia berdiri dari duduknya, “SIA*L


EMANGNYA SALAHKU KITA NGGAK PUNYA UANG?!”

Si anak lalu menggebrak meja makan dengan sangat keras, “IBU BISA
MEMBERIKAN APASIH KE AKU?!” lalu setelah menggebrak meja anak itu
berjalan ke kamarnya meninggalkan ibunya yang terduduk lemas perlahan air
mata mengalir membasahi pipi sang ibu. Dan malam itu si anak tertidur
dengan perasaan bersalah karena sudah membentak ibunya.

Keesokan paginya si anak terbangun setelah mencium aroma yang sangat


menggiurkan dari arah dapur.

“Aroma apa ini bu?” tanya si anak.

“Ah ini anakku ibu membeli ayam yang kamu minta kemarin, walau bukan
merek KAEFCI tapi ibu dengar ayam ini rasanya juga tidak kalah dengan
KAEFCI, maaf ya nak ibu tidak bisa membelikan yang kamu mau.” Jawab sang
ibu sembari memilin celemeknya—menunggu respon yang akan diberikan si
anak.
“Tidak apa-apa bu,” jawab si anak sambil memasang senyum, “memangnya
ibu dapat duit darimana sehingga bisa membelikan aku ini,” si anak menunjuk
ke makanan itu, “ bukankah kemarin ibu bilang kalau tidak punya uang?”

“Soal itu kamu tidak perlu khawatir anakku, sekarang kamu bersiaplah mandi
untuk pergi ke sekolah, lalu makan,” kata sang ibu sambil tersenyum lemah.

Sebenarnya si ibu bekerja semalaman untuk mengumpulkan kardus bekas


untuk dijual kembali karena itu lah sekarang di setiap sudut rumah mereka
terlihat banyak kardus bekas. Si anak yang sedang berjalan kearah kamar
mandi tidak sengaja menginjak salah satu kardus yang tercecer di lantai, dia
sebenarnya sudah menduga bahwa ibunya bekerja semalaman saat melihat
wajah lelah ibunya tadi, tetapi si anak memilih acuh tak acuh.

Selesai mandi si anak kembali lagi ke dapur untuk sarapan,si anak sedang
mengunyah ketika ibunya bertanya mengenai rasa makanan tersebut, “Tidak
enak,” jawab mulut si anak sementara dalam hatinya ia berkata enak. Si ibu
jadi menunduk murung.

Lalu anak itu pun berangkat sekolah. Sekembalinya dia dari sekolah si anak
berteriak memanggil ibunya, “IBU IBUU.”

“Ada apa anakku?” jawab si ibu.

“Aku ingin beli sepatu bu, sepatuku yang ini sudah rusak, lihat saja nih, aku
malu sama teman-temanku,” anak itu mengacungkan sepatu hitam yang
sudah lusuh.

Meskipun saat ini uang di dompetnya tersisa delapan puluh ribu lagi untuk
biaya makan selama seminggu, si ibu mengangguk mengiyakan permintaan
anaknya, “Iya nak, nanti akan ibu belikan,” katanya sambil tersenyu.
Si anak yang girang langsung memeluk leher ibunya, “Asik! Terimakasih bu!”
Beberapa hari setelah si ibu memberikan sepatu baru untuknya. Si anak terus
datang meminta dibelikan barang-barang mahal lainnya meskipun begitu
sang ibunya menyanggupinya. Puncak dari itu semua saat si anak datang lagi
sambil merengek pada ibunya.

“Ibuuu belikan aku handphone baru bu! Aku mau seperti temanku,
handphonenya ada gambar apelnya bu!” katanya sambil memanyunkan bibir.

“Tapi ibu tidak punya uang nak, apalagi hape kan harganya mahal sekali.”

“Ah dasar miskin! Kenapasih aku punya ibu miskin kayak gini!” bentak
anaknya yang membuat ibunya terkaget-kaget.

“Baiklah, nanti akan ibu belikan ya nak, ibu berangkat kerja dahulu,” Si ibu
lalu mengambil karung yang tergeletak dibelakang pintu lalu berjalan keluar
rumah, padahal sudah malam gini bukannya tidur si ibu justru bekerja
memunguti kardus bekas yang kemudian akan diloakan. Ya semua itu ia
lakukan demi kebahagiaan anak semata wayangnya, jadi tidak apa bila dia
harus mengorbankan jam tidurnya.

Sudah sebulan si ibu bekerja pagi dan malam untuk mengumpulkan uang
demi membeli barang yang diinginkan anaknya. Ia bekerja sebagai pelayan
restoran dari jam 5 subuh sampai jam 3 sore lalu kemudian berangkat untuk
mengumpulkan kardus bekas dari jam 5 sore sampai jam 1 dini hari. Jadi dia
hanya bisa tidur selama 4 jam sehari selama sebulan ini. Makan pun juga tidak
teratur karena jarang berada di rumah.

Suatu hari si anak mendapatkan telepon dari cowok terpopuler di sekolahnya.


Si anak heran kenapa cowok terpopuler tersebut meneleponnya apalagi
selama ini mereka tidak pernah mengobrol. Cowok popular itu banyak
digandrungi oleh perempuan, karena dia sangat tampan, dan cowok popular
itu kabarnya sangat kaya. Sangat berkebalikan sekali dengannya, makanya
saat mendapatkan telepon itu ia kebingungan, akhirnya dia mengangkatnya.

Betapa terkejutnya dia mendengar yang diucapkan cowok popular tersebut.


Yang mengatakan bahwa ibunya pingsan saat sedang memungut kardus
didekat rumah cowok popular tersebut. Akhirnya si anak datang ke alamat
yang disebutkan cowok popular tersebut.

Saat membuka pintu rumah cowok popular tersebut ia bisa melihat ibunya
dengan pakaian yang sudah lusuh sedang bersandar di sofa dengan selimut
yang menyelimuti tubuhnya, ia tampak memegang secangkir teh panas. Di
sebelah ibunya duduk sang pemilik rumah.

Si ibu yang melihat kedatangan anaknya refleks berdiri lalu memeluknya,


“Anakku maaf gara-gara ibu kamu jadi repot-repot datang kemari, seharusnya
ibu tidak perlu memberi tahu nomormu padanya. Itu temanmu ya? dia baik
sekali—“

“Ibu ngapain sih,” si anak mengepalkan tangannya, “harus mulung begitu,


BIKIN MALU AJA!”

“APALAGI SAMPE PINGSAN DIDEPAN TEMANKU!”

“IBU BISANYA CUMA MALU-MALUIN AJA!”

“AKU GAMAU PUNYA IBU KAYAK KAMU!” teriak si anak didepan muka ibunya.

“Hey,” itu adalah kata pertama yang keluar dari mulut si cowok popular sejak
kedatangan si anak dirumahnya, “dia itu ibumu, seharusnya kamu
berterimakasih kepadanya karena sudah mau membesarkan anak tidak tahu
diri seperti kamu, tapi kamu malah menghina ibumu yang sudah bekerja keras
memenuhi kebutuhan hidupmu,” perkataan itu begitu santai keluar dari
mulutnya tapi berhasil menampar si anak.
Si anak terdiam cukup lama. Merenung perbuatan yang selama ini dibuatnya.
Ia sangat malu begitu menyadari betapa egois dirinya belakangan ini, terus
meminta sesuatu pada ibunya tanpa memikirkan kondisi keuangan mereka. Si
anak menengadahkan muka, menatap wajah lelah ibunya yang di penuhi
gurat-gurat halus, pipi ibunya basah karena bekas air mata yang tadi
meluncur di pipi ibunya.

Matanya begitu lelah seperti kurang tertidur, ia baru menyadari bahwa


ibunya menjadi sangat kurus. Sementara dirinya dirumah makan enak, tidur
dengan cukup. Ibunya diluar sana banting tulang mencari duit demi
menghidup mereka, ia bahkan rela tidak makan berhari-hari asalkan anaknya
makan teratur, tidak tidur demi bisa mencari tambahan uang. Betapa
egoisnya dia selama ini.

Si anak menangis hebat, ibunya menariknya kedalam pelukan. Dalam hatinya


si anak berjanji pada dirinya sendiri bahwa mulai dari hari itu, ia tidak akan
lagi membebani ibunya dengan keinginannya, mulai dari hari itu ia akan
berjuang sendiri mendapatkan apa yang diinginkannya. Dan mulai dari hari itu
ia akan membantu ibunya dan membuatnya bahagia.

Nama : Hana Rohadianita Altaf

No. absen : 12

Kelas : X MIPA 7

Anda mungkin juga menyukai