Anda di halaman 1dari 37

HUBUNGAN POLA MAKAN IBU MENYUSUI DENGAN

STATUS GIZI BAYI DI WILAYAH KERJA


UPT PUSKESMAS DURIPOKU
TAHUN 2020

INDRAWATI
B.19.03.192

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN


UNIVERSITAS MEGA BUANA PALOPO
PALOPO 2020

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

rahmat serta ridho-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan

Proposal yang berjudul “Hubungan Pola Makan Ibu Menyusui dengan Status Gizi

Bayi di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Duripoku Tahun 2020 “.

Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang

tua dan suami untuk dukungan moril dan materil yang diberikan. Penulis

menyadari bahwa penuyusunan proposal ini jauh dari kesempurnaan disebabkan

terbatasnya pengetahuan yang dimiliki oleh penulis olehnya itu dengan rendah

hati mengharapkan saran dan kritik. Saya ucapkan banyak terima kasih kepada

pembimbing, yang telah membimbing dan memberikan arahan kepada penulis

sehingga dapat menyelesaikan proposal ini.

Ucapan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang


terhormat:
1. Bapak Rahim Munir, SP.,MM selaku Pembina Yayasan Pendidikan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Mega Buana Palopo.

2. Ibu Dr. Nilawati Uly, S.Si.,Apt.,M.Kes selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Mega Buana Palopo.

3. Ibu Nur Asphina R. Djano, SKM.,MM selaku Wakil Ketua I Bidang

Akademik Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Mega Buana Palopo.

4. Ibu Evawati Uly, S.Farm.,Apt selaku Wakil Ketua Bidang Keuangan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Mega Buana Palopo.

ii
5. Bapak Adriyanto Dai, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Wakil Ketua Bidang

Kemahasiswaan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Mega Buana Palopo.

6. Ibu Yuniar Dwi Yanti, S.ST.,M.Keb selaku Ketua Program Studi

Kebidanan Program Sarjana Terapan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Mega Buana Palopo.

7. Bapak dan ibu dosen serta staf Universitas Mega Buana Palopo.

8. UPT Puskesmas Duripoku yang akan membantu dalam proses penelitian

ini.

Yang tak lupa pula untuk saudara, teman – teman serta seluruh keluarga

yang membantu dan memberikan motivasi sehingga penulis mampu

menyelesaikan proposal ini.

Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan

rahmat, berkat dan karuniaNya kepada kita semua dan memberikan imbalan

yang setimpal atas semua jerih payah dari pihak yang telah memberikan

bantuan dan dukungan kepada penulis serta senantiasa menambah ilmu

pengetahuan yang bermanfaat dan menjadikan kita sebagai hamba-Nya yang

selalu bersyukur.

Palopo, Oktober 2020

Penulis

Indrawati

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................


KATA PENGANTAR ...............................................................................
DAFTAR ISI ..............................................................................................
DAFTAR TABEL .....................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................
A. Latar Belakang.............................................................................

B. Rumusan Masalah.......................................................................

C. Tujuan Penelitian.........................................................................

D. Manfaat Penulisan.......................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................


A. Kerangka Teori............................................................................

B. Kerangka konsep.........................................................................

C. Definisi Operasional....................................................................

BAB III METODE PENELITIAN ...............................................................


A. Lokasi dan waktu ........................................................................

B. Jenis Penelitian ...........................................................................

C. Populasi dan Sampel....................................................................

D. Data yang Dikumpulkan .............................................................

E. Pengelolahan Data ......................................................................

F. Analisis Data..............................................................................

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Klasifikasi Status Gizi Umur 0 – 6 Bulan………………….. 17
2. Defenisi operasional dan Kriteria objektif ............................. 27
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung

kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber

daya manusia yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif.

Seberapapun besar sumber daya alam yang tersedia di suatu bangsa

tanpa adanya sumber daya manusia yang tangguh maka sulit

diharapkan untuk berhasil membangun bangsa. Salah satu indikator

keberhasilan yang dapat dipakai untuk mengukur keberhasilan suatu

bangsa dalam membangun sumber daya manusia adalah Indeks

Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index.


Berdasarkan IPM pembangunan sumber daya manusia Indonesia belum

menunjukkan hasil yang menggembirakan. Pada tahun 2003 IPM Indonesia

menempati urutan ke 112 dari 174 negara, sedangkan pada tahun 2004 IPM

Indonesia menempati peringkat 111 dari 177 negara. Rendahnya IPM ini

dipengaruhi oleh rendahnya status gizi dan kesehatan penduduk Indonesia,

hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kematian bayi di

Indonesia, yaitu pada tahun 2007, mencapai 26,9 persen per 1000 kelahiran

hidup dan angka kematian ibu berkisar 248 per 100 ribu kelahiran hidup

(Hadi, 2005) Pada Widya Karya Nasional pangan dan gizi VII tahun 2004,

menyebutkan bahwa salah satu masalah gizi di Indonesia adalah masih

tingginya angka kematian bayi dan balita, serta masih tingginya angka

kematian ibu yang merupakan akibat dari masalah gizi kronis (Depkes, 2003).

Masalah gizi masih terjadi di 77,3% kabupaten dan 56% kota di Indonesia.

Data tersebut juga menyebutkan bahwa pada 2003 sebanyak 5 juta anak balita

(27,5%) kurang gizi dimana 3,5 juta anak (19,2%) di antaranya berada pada

tingkat gizi kurang dan 1,5 juta anak (8,3%) sisanya mengalami gizi buruk

(Depkes RI, 2004) Dari jumlah penduduk Kabupaten Sleman jiwa, jumlah

balita kurang lebih 7% yaitu jiwa. Dari jumlah balita tersebut yang

mengalami gizi buruk terdapat 275 atau 0,49 % balita dan atau 10,62 % balita

bergizi kurang, sehingga ada 11,31% balita Kurang Energi Protein yaitu dari

penderita gizi buruk ditambah gizi kurang. Sedangkan balita bergizi baik

mencapai 86,47 % dan yang bergizi lebih sebanyak 2,22 %. Prosentase

jumlah penderita gizi buruk tersebut kalau dibandingkan dengan prosentase


penderita gizi buruk tingkat propinsi DIY maupun nasional masih sangat jauh

dibawah, yaitu di tingkat propinsi DIY terdapat 1,08 % penderita gizi buruk

dan nasional terdapat 3% (Dinkes Sleman, 2007).

Dalam tiga tahun terakhir pemerintah secara rutin meningkatkan

alokasi anggaran untuk program perbaikan gizi masyarakat, guna

menurunkan jumlah kasus gizi buruk dan gizi kurang pada balita.

Departemen Kesehatan antara lain memanfaatkan anggaran tersebut

untuk membiayai berbagai program intervensi untuk mencegah dan

menanggulangi insiden gizi buruk dan gizi kurang. Intervensi antara

lain dilakukan dengan menggiatkan pemantauan pertumbuhan anak di

Posyandu, pemberian makanan suplemen (Makanan Pendamping ASI,

Vitamin A dan tablet zat besi), pendidikan dan konseling gizi,

pendampingan keluarga dan promosi keluarga sadar gizi, setiap

keluarga didorong untuk rutin memantau berat badan badan, terutama

bagi balita, pemberian Air Susu Ibu eksklusif pada bayi umur 0-6

bulan, mengkonsumsi berbagai ragam makanan, dan mengkonsumsi

suplementasi gizi sesuai anjuran serta Pemantauan Wilayah Setempat

(PWS) atau local area monitoring melalui Puskesmas dan Posyandu

(Ananto, 2007).

Upaya penanggulangan juga dilakukan melalui pemberian

perawatan dan pengobatan gizi buruk di rumah sakit dan Puskesmas

secara gratis bagi balita dari keluarga miskin (Hardinsyah, 2007).


Selama ini banyak wanita yang khawatir menjadi gemuk setelah

melahirkan. Banyak sebagian dari mereka yang melakukan diet untuk

menurunkan berat badan. Diet yang salah serta konsumsi makanan

yang tidak seimbang justru akan dapat menghilangkan kebutuhan

nutrisi yang seharusnya didapat oleh bayi. Salah satu pemicu

rendahnya status gizi bayi 0-6 bulan yaitu rendahnya pemberian ASI

eksklusif yang berkualitas di keluarga. ASI berkualitas sangat penting

untuk untuk tumbuh kembang bayi. Salah satu keberhasilan ibu

menyusui sangat ditentukan oleh pola makan, baik di masa hamil

maupun setelah melahirkan (menyusui). Pola makan ibu menyusui

yang baik akan menjamin kualitas maupun kuantitas ASI yang keluar.

Hal tersebut akan berpengaruh pada status gizi khususnya bayi umur

0-6 bulan. Kebutuhan gizi bayi yang tercukupi dengan baik

dimanifestasikan dengan pertambahan berat badan dan tinggi badan

yang sesuai dengan umurnya. Konsumsi gizi yang tidak cukup baik

jumlah dan mutunya akan mengganggu/menghambat pertumbuhan

bayi dan defisiensi berbagai zat gizi seperti zink dan besi (UNICEF,

1999).

Dari studi pendahuluan yang dilaksanakan pada tanggal 28

November 2008 di BPS Atik Pujiati Sutarto Sleman terdapat 30 ibu

menyusui yang mengimunisasikan anaknya. Dengan mewawancarai

15 dari 30 ibu menyusui diperoleh data hanya 5 ibu menyusui yang

makan dengan gizi seimbang dan rutin makan buah serta sayur.
Sepuluh ibu lainnya memiliki pola makan yang hampir sama dengan

wanita yang tidak menyusui, makan-makanan yang tidak bervariasi

dan kurangnya konsumsi buah dan sayur. Dari data hasil penimbangan

berat badan bayi terdapat 3 bayi dengan berat badan kurang. Tiga bayi

tersebut 2 diantara dari 10 ibu gizi seimbang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalah yang dapat

ditulis adalah bagaimanakah “Hubungan Pola Makan Ibu Menyusui

Dengan Status Gizi Bayi Umur 0-6 Bulan”?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui bagaimana “Hubungan Pola Makan Ibu

Menyusui Dengan Status Gizi Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas

Duripoku”

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik subyek menurut umur,

pendidikan terakhir, TB, BB ibu menyusui.

b. Mendeskripsikan gambaran status gizi berdasarkan tingkat

konsumsi energi, protein dan Fe pada pekerja wanita


c. Untuk mengindentifikasi status gizi bayi berdasarkan pola

makan ibu

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Pendidikan

Menambah wacana kepustakaan keilmuan tentang teori-

teori khususnya tentang “Hubungan Pola Makan Ibu Menyusui

Dengan Status Gizi Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Duripoku”

2. Bagi Peneliti

Meningkatkan wawasan dan pengetahuan peneliti terhadap

“Hubungan Pola Makan Ibu Menyusui Dengan Status Gizi Bayi

di Wilayah Kerja Puskesmas Duripoku”

3. Bagi Puskesmas

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai

tambahan informasi kepada Puskemas untuk dapat meningkatkan

pelayanan kesehatan ibu dan anak terutama dalam hal pola makan

ibu menyusui dan status gizi pada bayi di Wilayah Kerja

Puskesmas Duripoku sehingga dapat mencegah terjadinya

kekurangan gizi pada bayi.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teoritis

1. Pola Makan

a. Pengertian Pola Makan

Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan

jumlah dan jenis makanan dengan informasi gambaran dengan

meliputi mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau

membantu kesembuhan penyakit (Depkes RI, 2009).

Pengertian pola makan menurut Handajani adalah tingkah laku

manusia atau sekelompok manusia dalam memenuhi makanan yang

meliputi sikap, kepercayaan, danpilihan makanan, sedangkan menurut

Suhardjo pola makan di artikan sebagai cara seseorang atau

sekelompok orang untuk memilih makanan dan mengkonsumsi

makanan terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, budaya dan sosial.

Dan menurut seorang ahli mengatakan bahwa pola makan di

definisikan sebagai karateristik dari kegiatanyang berulang kali makan

individu atau setiap orang makan dalam memenuhi kebutuhan

makanan. (Sulistyoningsih, 2011).

Secara umum pola makan memiliki 3 (tiga) komponen yang

terdiri dari: jenis, frekuensi, dan jumlah makanan.

7
8

b. Jenis makan

Jenis makan adalah sejenis makanan pokok yang dimakan setiap

hariterdiri dari makanan pokok, Lauk hewani,Lauk nabati, Sayuran

,dan Buah yangdikonsumsi setiap hari Makanan pokok adalahsumber

makanan utama di negara indonesia yang dikonsumsi setiap orang

atau sekelompok masyarakat yang terdiri dari beras, jangung, sagu,

umbi-umbian, dan tepung. (Sulistyoningsih,2011).

c. Frekuensi makan

Frekuensi makan adalah beberapa kali makan dalam sehari

meliputi makan pagi, makan siang, makan malam dan makan selingan

(Depkes, 2013). sedangkan menurut Suhardjo (2009) frekuensi

makanmerupakan berulang kali makan sehari dengan jumlah tiga kali

makan pagi, makan siang, dan makan malam.

d. Jumlah makan

Jumlah makan adalah banyaknya makanan yang dimakan dalam

setiap orang atau setiap individu dalam kelompok.Willy (2011).


9

2. Faktor Yang Mempengaruhi pola Makan

Pola makan yang terbentuk gambaran sama dengan kebiasaan

makan seseorang. Secara umum faktor yang mempengaruhi

terbentuknya pola makan adalah faktor ekonomi, sosial budaya, agama,

pendidikan, dan lingkungan (Sulistyoningsih, 2011).

a. Faktor Ekonomi

Variabel ekonomi mencukup dalam peningkatan peluang untuk

daya beli pangan dengan kuantitas dan kualitas dalam pendapatan

menurunan daya beli pangan secara kualitas maupun kuantitas

masyarakat. Pendapatan yang tinggi dapat mencakup kurangnya

daya beli dengan kurangnya pola makan masysrakatsehingga

pemilihan suatu bahan makanan lebih di dasarkan dalam

pertimbangan selera dibandingkan aspek gizi. Kecenderungan untuk

mengkonsumsi makanan impor.(Sulistyoningsih, 2011).

b. Faktor Sosial Budaya

Pantangan dalam mengkonsumsi jenis makanan dapat

dipengaruhi oleh faktor budaya sosial dalam kepercayaan budaya

adat daerah yang menjadi kebiasaan atau adat. Kebudayaan disuatu

masyarakat memiliki cara mengkonsumsi pola makan dengan cara

sendiri. Dalam budaya mempunyai suatu cara bentuk macam pola

makan seperti:dimakan, bagaimana pengolahanya, persiapan dan

penyajian, (Sulistyoningsih, 2011).


10

c. Agama

Dalam agama pola makan ialah suatu cara makan dengan

diawali berdoa sebelum makan dengan diawali makan mengunakan

tangan kanan (Depkes RI, 2008).

d. Pendidikan

Dalam pendidikan pola makan iala salah satu pengetahuan,

yang dipelajari dengan berpengaruh terhadap pemilihan bahan

makanan dan penentuan kebutuhan gizi (Sulistyoningsih, 2011).

e. Lingkungan

Dalam lingkungan pola makan ialah berpengaruh terhadap

pembentuk perilaku makan berupa lingkungankeluarga melalui

adanya promosi, media elektroni, dan media cetak. (Sulistyoningsih,

2011).

f. Kebiasaan makan

Kebiasaan makan ialah suatu cara seseorang yang mempunyai

keterbiasaan makan dalam jumlah tiga kali makan dengan

frekuensidan jenis makanan yang dimakan. (Depkes,2009).

g. Pola Makan Seimbang

Pola makan seimbang adalah suatu cara pengaturan jumlah dan

jenis makan dalam bentuk susunan makanan sehari-hari yang

mengandung zat gizi yang terdiri dari enam zat yaitu karbohidrat,

protein, lemak, vitamin, mineral, dan air. dan keaneka ragam

makanan. Konsumsi pola makan seimbang merupakan susunan


11

jumlah makanan yang dikonsumsi dengan mengandung gizi

seimbang dalam tubuh dan mengandung dua zat ialah: zat pembagun

dan zat pengatur.

Makan seimbang ialah makanan yang memiliki banyak

kandungan gizi dan asupan gizi yang terdapat pada makananpokok,

lauk hewani dan lauk nabati, sayur, dan buah. Jumlah dan jenis

Makanan sehari-hari ialah cara makan seseorang individu atau

sekelompok orang dengan mengkonsumsi makanan yang

mengandung karbohidrat, protein, sayuran,dan buah frekuensi tiga

kali sehari dengan makan selingan pagi dan siang.Dengan mencapai

gizi tubuh yang cukup dan pola makan yang berlebihan dapat

mengakibatkan kegemukan atau obesitas pada tubuh.

Menu seimbang adalah makanan yang beraneka ragam yang

memenuhi kebutuhan zat gizi dalam Pedoman Umum Gizi Seimbang

(PUGS). (Depkes RI, 2006).

Dalam bentuk penyajian makanan dan bentuk hidangan

makanan yang disajikan seprti hidangan pagi, hidangan siang, dan

hidangan malam dan menganung zat pembangun dan pengatur.

Bahan makanan sumber zat pembangun yang berasal dari

bahan makanan nabati adalah kacang-kacangan, tempe, tahu.

Sedangkandari hewani adalah telur, ikan,ayam, daging, susu serta

hasil olahan seperti keju. Zat pembangun berperan untuk

perkembangan kualitas tingkat kecerdasan seseorang.


12

Bahan makanan sumber zat pengatur adalah semua sayur

danbuah banyak mengandung vitamin dan mineral yang berperan

untuk melancarkan fungsi organ tubuh.

h. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebiasaan Makan

Konsumsi pangan merupakan susunan bahan makanan yang

berbentuk ke anekaragam pangan yang biasa dikonsumsi oleh suatu

negara atau daerah yang meliputi jumlah yang dimakan, jenis bahan

pangan dan waktu makan. Sebagian besar penduduk miskin didaerah

pedesaan hanya mengkonsumsi satu kali makan sehari. Hal ini

disebabkan kondisi ekonomi masyarakat sangat lemah serta adanya

kekurangan bahan pangan dan bahan bakar sebagai pcmenuhan

kebutuhan pokok sehari-hari. Kebiasaan makan yang salah dapat

berpengaruh dengan kecukupan gizi yang dibutuhkan oleh tubuh.

i. Faktor yang Mempengaruhi Pola Konsumsi Makanan Pola konsumsi

makan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor yang terdiri dari:

(Santoso, 2014).

1. Faktor yang berhubungan dengan persediaan bahan makanan termasuk

faktor geografi, kesuburan tanah berkaitan dengan produksi bahan

makanan, daya perairan, kemajuan teknologi, transportasi, distribusi

dan persediaan pangan di suatu daerah.

2. Faktor sosial ekonomi dan kebiasaan yang berhubungan dengan

konsumen yang memegang peranan penting dalam pola konsumsi

penduduk.
13

3. Bantuan atau subsidi terhadap bahan-bahan tertentu.

3. Status Gizi

a. Pengertian Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan tubuh yang merupakan akibat dari

konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi dengan 4 klasifikasi,

yaitu gizi buruk, kurang, baik, dan lebih (Rusilanti, 2014).

Status gizi diartikan sebagai keadaan kesehatan seseorang atau

sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu atau kombinasi

dari ukuran-ukuran gizi tertentu (Soekirman, 2002). Status gizi adalah

hasil akhir dari keseimbangan antara makanan yang masuk kedalam

tubuh (nutrient input) dengan kebutuhan tubuh (nutrient output) akan

zat gizi tersebut (Almatsier, 2013).

Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu

atau lebih zat gizi esensial, status gizi lebih terjadi karena tubuh

memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah berlebihan, sehingga

menimbulkan efek toksik yang membahayakan. Baik pada status gizi

kurang, maupun status gizi lebih terjadi gangguan gizi (Almatsier,

2013). Status gizi pada bayi dapat dipakai sebagai ukuran untuk

memantau kecukupan gizi bayi dan anak. Pada bayi usia 0 - 6 bulan,

satu-satunya sumber gizi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bayi

adalah ASI karena kandungan ASI sudah sangat lengkap, sehingga

sudah mencukupi standar kebutuhan gizi bayi.


14

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Status Gizi

Status gizi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor langsung dan tidak

langsung. Faktor penyebab langsung dipengaruhi oleh makanan anak dan

penyakit infeksi, sedangkan faktor penyebab tidak langsung dipengaruhi

oleh ketahanan pangan dalam keluarga, pola asuh anak, pelayanan

kesehatan, kesehatan lingkungan, tingkat pendidikan orang tua, tingkat

pendapatan, jenis pekerjaan, tingkat pengetahuan, jumlah anggota keluarga

dan sosial budaya (Nurapriyanti, 2015).

Menurut Irianto (2014), terdapat dua faktor langsung yang

mempengaruhi status gizi individu, yaitu faktor makanan dan penyakit

infeksi yang keduanya saling mempengaruhi. Faktor penyebab langsung

pertama adalah konsumsi makanan yang tidak memenuhi jumlah dan

komposisi zat gizi yang sesuai kebutuhan, bersih dan aman. Pada bayi

terutama usia 0-6 bulan, ASI merupakanan makanan yang pas dan ideal

karena semua zat gizi yang dibutuhkannya sudah ada terdapat pada ASI

selain itu, ASI juga bersih dan aman untuk bayi. Pada hasil penelitian yang

dilakukan oleh Ida,dkk (2015) yang mengatakan terdapat hubungan yang

bermakna secara statistik antara status pemberian ASI dan status gizi bayi

usia 0-6, dimana bayi yang diberikan ASI eksklusif sebagian besar memiliki

status gizi baik dibandingkan yang tidak ASI eksklusif.

Faktor penyebab langsung kedua adalah penyakit infeksi yang

berkaitan dengan kejadian penyakit menular terutama diare dan infeksi


15

saluran pernafasan akut (ISPA). Pemberian makanan atau cairan lain selain

ASI khususnya pada bayi uisa 0-6 bulan beresiko terjadinya penyakit infeksi

pada bayi. Pada bayi usia 0-6 bulan, organ –organ pencernaan belum

berkembang dengan sempurna sehinggga system pencernaanya belum siap

menerima makanan selain ASI, ASI mudah dicerna karena itu dapat

mengurangi beban kerja dari organ pencernaan bayi. Selain itu, sistem

kekebalan tubuh bayi belum optimal dimana pemberian makanan selain

ASI yang belum tau kebersihannya memberikan peluang bakteri untuk

menyerang dan menginfeksi tubuh bayi.

5. Penilaian status gizi

Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu sebagai

berikut:

a. Pemeriksaan penilaian status gizi

Pemeriksaan penilaian status gizi secara langsung yaitu

antropometri, biokimia, klinis, biofisik Pemeriksaan penilaian status gizi

secara tidak langsung yaitu survei konsumsi, statistik vital, faktor

ekologi.

Pada masyarakat cara yang sering digunakan untuk pemeriksaan

status gizi adalah secara langsung yaitu antropometri. Dimana prosedur

pengukuran antropometri terbilang sederhana dan aman, hasilnya mudah

disimpulkan dan kebenaran diakui secara ilmiah. Antropometri adalah

ukuran tubuh manusia sedangkan antropometri gizi adalah berhubungan


16

dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh, komposisi tubuh,

tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan sebagai indikator

status gizi karena pertumbuhan berkaitan dengan asupan zat gizi. Asupan

zat gizi kurang mengakibatkan pertumbuhan terhambat, sebaliknya

asupan gizi berlebih mengakibatkan pertumbuhan yang berlebih oleh

sebab itu bertambahnya ukuran tubuh seperti berat badan dan tinggi

badan merupakan efek dari asupan zat gizi.

Penilaian antropometri dilakukan melalui pengukuran terhadap

berat badan (BB), tinggi badan (TB), lingkar kepala, lingkar lengan atas

(LILA) dan tebal lemak kulit. Pada anak usia kurang dari 2 tahun

pengukuran tinggi badan dapat dilakukan dengan mengukur panjang

badan dalam keadaan tidur, sedangkan pada usia 2 tahun atau lebih

pengukuran dapat dilakukan dalam keadaan berdiri (Par’I, 2016).

Dari berbagai jenis indeks tersebut diatas, untuk

menginterpretasikannya dibutuhkan ambang batas yang dapat disajikan

kedalam tiga cara yaitu persen terhadap median, persentil, dan standar

deviasi unit. Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan cara

Standar Deviasi (SD). Standar Deviasi disebut juga Z- Score. WHO

memberikan gambaran perhitungan SD unit terhadap baku 2005.

Pertumbuhan nasional untuk sesuatu populasi dinyatakan dalam positif

dan negative 2 SD unit (Z-Score) dari median.

Klasifikasi status gizi berdasarkan batasan Kementerian Kesehatan

RI telah ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI


17

No:1995/Menkes/SK/XII/2010. Standar pertumbuhan yang menjadi

acuan adalah standar pertumbuhan WHO 2005.

Berikut ini merupakan klasifikasi status gizi umur 0 – 6 bulan

berdasarkan Keputusan Kementerian Kesehatan RI Tahun 2010:

Tabel 2.1 Klasifikasi Status Gizi Umur 0 – 6 Bulan

Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas SD


Berat Badan
menurut Umur Gizi Lebih >2 SD
(BB/U) Gizi Baik -2 SD s.d 2 SD
Gizi Kurang -3 SD s.d < -2 SD
Gizi Buruk < - 3 SD
Tinggi >2 SD
Panjang / Tinggi
Normal -2 SD s.d 2SD
Badan menurut Pendek -3 SDs.d < -2 SD
Umur (PB/U atau Sangat Pendek < -3 SD
TB/U) Gemuk >2 SD
Normal -2 SD s.d 2SD
Kurus -3 SDs.d < -2 SD
Berat Badan
Sangat Kurus < -3 SD
menurut Tinggi
Badan (BB/TB)
18

6. Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi

a. Konsumsi makanan

Seseorang yang dalam kehidupannya sehari-hari mengkonsumsi

makanan yang kurang asupan zat gizi, akan mengakibatkan kurangnya

simpanan zat gizi pada tubuh yang digunakan untuk memenuhi

kebutuhan sehari-hari, apabila keadaan ini berlangsung lama, maka

simpanan zat gizi akan habis dan akhirnya akan terjadi kemerosotan

jaringan (Supariasa, 2013).

b. Status Kesehatan

Tingginya penyakit parasit dan infeksi pada alat pencernaan dan

penyakit lain yang diderita juga akan mempengaruhi stastus gizi

seseorang.

Memburuknya keadaan akibat penyakit infeksi adalah akibat

beberapa hal, antara lain:

1) Turunnya nafsu makan akibat rasa tidak nyaman yang dialaminya,

sehingga masukan zat gizi kurang padahal tubuh memerlukan zat

gizi lebih banyak untuk menggantikan jaringan tubuhnya yang

rusak akibat bibit penyakit.

2) Penyakit infeksi sering dibarengi oleh diare dan muntah yang

menyebabkan penderita kehilangan cairan dan sejumlah zat gizi

seperti berbagai mineral, dan sebagainya. Penyakit diare

menyebabkan penyerapan zat gizi dari makanan juga terganggu,

sehingga secara keseluruhan mendorong terjadinya gizi buruk.

c. Air Susu Ibu (ASI)


19

ASI adalah makanan paling ideal untuk bayi yang menyediakan

zat–zat gizi yang diperlukan bayi dalam bentuk yang paling mudah

dicerna dan paling mudah diserap. ASI mengandung antibodi dan sel–sel

darah putih yangmelindungi bayi terhadap infeksi. ASI juga bisa

mengubah keasaman tinja dan flora usus sehingga melindungi bayi

terhadap diare karena bakteri (Ronald H.S, 2011).

ASI merupakan makanan yang tepat dan baik untuk bayi berusia 0-

6 bulan. Semua unsur gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan

perkembangan bayi ada didalamnya (Irianto, 2014).

Berikut beberapa alasan pemberian ASI harus dianjurkan pada

setiap ibu yang melahirkan (Riksani, 2012) :

a. ASI yang pertama kali keluar (kolostrum) mengandung banyak

zat kekebalan tubuh yang dapat mencegah infeksi pada bayi.

b. Bayi yang minum ASI jarang menderita gastroenteritis atau

radang saluran pencernaan misalnya diare.

c. Lemak dan protein ASI mudah dicerna dan diserap secara

lengkap dalam saluran pencernaan. ASI merupakan susu yang

paling baik bagi pertumbuhan bayi dan tidak menyebabkan

kegemukan atau obesitas meskipun dikonsumsi secara

berlebihan.

d. Kemungkinan bayi menderita kejang akibat hipokalsemia

(Kekurangan Kalsium) sangat sedikit karena bayi sudah

mendapatkan kalsium yang cukup dari ASI.

e. Pemberian ASI merupakan satu-satunya jalan paling baik


20

untuk mengeratkan hubungan antara ibu dan bayi. Hal ini

sangat dibutuhkan bagi perkembangan bayi yang normal,

terutama pada bulan – bulan pertama kehidupannya.

7. Manfaat Pemberian ASI


Memberikan ASI tentunya mempunyai kelebihan dibandingkan

dengan memberikan susu formula. Oleh karena itu manfaat dan keungulan

dari menyusui yang dapat dilihat dari beberapa aspek, diantaranya

( Purwoastuti, 2015).

a. Aspek gizi

ASI yang pertama kali keluar yang berbentuk kekuning-kuningan

disebut kolostrum. Kolostrum mengandung zat kekebalan terutama

immunoglobulin (IgA) untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit

infeksi terutama diare, juga mengandung protein, vitamin A yang tinggi,

karbohidrat dan lemak rendah, sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi

bayi pada hari –hari pertama kelahiran. Jumlah kolostrum yang

diproduksi bayi bervariasi tergantung dari hisapan bayi pada hari-hari

pertama kelahiran, sedikit tapi cukup memenuhi kebutuhan gizi bayi.

Kolostrum juga membantu mengeluarkan mekonium yaitu zat yang tidak

terpakai dari usus bayi.

Kandungan zat gizi dalam ASI mudah dicerna. Didalam ASI,

perbandingan Whei dan Cassein sesuai untuk bayi yaitu 65:35.

Komposisi ini menyebabkan protein ASI lebih mudah diserap, sehingga


21

ASI unggul dibandingkan dengan susu sapi yang memiliki Whei:Casein

yang rendah yaitu 20:80. Kandungan Taurin, Decosahexanoic (DHA)

dan Arachidonic Acid (AA) pada ASI diperlukan untuk pertumbuhan dan

perkembangan kecerdasan bayi.

b. Aspek imunologik

ASI mengandung zat anti infeksi, bersih dan bebas kontaminasi.

IgA pada ASI kadarnya cukup tinggi. Sekretori IgA tidak diserap tetapi

dapat melumpuhkan bakteri pathogen E.coli dan berbagai virus pada

saluran pencernaan. ASI mengandung, laktoferin sejenis protein yang

merupakan komponen zat kekebalan melumpuhkan bakteri pathogen

E.coli dan berbagai virus pada saluran pencernaan, faktor bifidus, sejenis

karbohidrat yang menunjang pertumbuhan bakteri lactobacillus bifidus

yaitu bakteri yang menjaga keasaman flora usus bayi dan berguna untuk

menghambat pertumbuhan bakteri merugikan, Lisosim yaitu enzim yang

melindungi bayi terhadap bakteri (E.coli dan Salmonella) dan virus.

Jumlah lisosim dalam ASI 300 kali lebih banyak dibandingkan susu sapi.

c. Aspek psikologik

Menyusui baik secara kejiwaan bagi ibu dan bayi. Dalam

menyusui, emosi ibu dan kasih sayang dapat mempengaruhi peningkatan

produksi hormon terutama oksitosin yang pada akhirnya akan

meningkatkan produksi ASI. Terjadinya berbagai rangsangan seperti

sentuhan kulit dapat meningkatkan ikatan diantara keduanya, sehingga

bayi merasa aman dan puas karena bayi merasakan kehangatan tubuh dan

mendegar denyut jantung ibu. Kedekatan secara emosional sejak dini ini
22

akan membantu pertumbuhan dan perkembangan psikologi bayi.

d. Aspek kecerdasan

Kandungan nilai gizi ASI dan interaksi ibu-bayi dibutuhkan untuk

perkembangan sistem saraf otak yang dapat meningkatkan kecerdasan

bayi. Menurut Nurhaeni Arief (2009) pada janin usia 9 bulan sampai usia

2 tahun merupakan periode kritis atau rawan terhadap gangguan

perkembangan otak, dimana pada masa ini otak mengalami pembelahan

sel dan pembagian sel secara cepat.

e. Aspek neurologis

Dengan menghisap payudara, koordinasi syaraf menelan,

menghisap dan bernafas yang terjadi pada bayi baru lahir dapat lebih

sempurna.

f. Aspek ekonomis

Menyusui tidak memerlukan biaya, sehingga dapat menghemat

biaya pembelian susu formula dan peralatannya. Pemberian ASI lebih

praktis dan siap saji kapan saja dan dimana saja tanpa mengkhawatirkan

susu basi. Menurut Nurhaeni Arief (2009) bayi yang diberi ASI jarang

sakit sehingga tidak perlu mengeluarkan dana untuk berobat.

g. Aspek penundaan kehamilan

Pemberian ASI memberikan 98% metode kontrasepsi yang efisien

selama 6 bulan pertama sesudah kelahiran bila diberikan hanya ASI saja

(eksklusif) dan belum terjadi menstruasi kembali (Walyani, 2015).


23

Dengan menyusui secara ekslusif dapat menunda kehamilan.

Selain itu, dengan menyusui dapat menekan kejadian kanker

mamae (Badriah, 2014). Hal ini disebakan karena efektivitas dan

optimasi fungsi dan payudara, yang membentuk keseimbangan antara

ASI yang diproduksi dengan dikonsumsi oleh bayi. Dengan demikian,

deviasi fungsi payudara tidak akan terjadi. Hisapan bayi pada payudara

akan merangsang terbentuknya hormin oksitosin yang bermanfaat untuk

membantu mengecilkan rahim, menunda haid dan mencegah terjadinya

pendarahan setelah melahirkan. Penundaan haid dan berkurangnya

pendarahan ini yang dapat mengurangi resiko terjadinya anemia

defisiensi zat besi (Arif, 2009).

8. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI

Faktor – faktor yang mempengaruhi pemberian makanan tambahan pada

bayi usia kurang dari enam bulan (Irianto, 2014):

a. Faktor Kesehatan Bayi

Faktor yang menyangkut kondisi bayi antara lain bibir sumbing, celah

palatum dan galaktosemia yaitu kelainan metabolisme sejak lahir yang

ditandai adanya kekurangan enzim galaktosemia, dimana jika bayi diberi

ASI atau bahan lain yang mengandung laktosa maka kadar laktosa dalam

darah dan air kemih akan meningkat secara klinis akan timbul katarak.

b. Faktor Kesehatan Ibu

Faktor yang menyangkut kondisi ibu antara lain penyakit yang membuat

ibu tidak dapat memberi ASI, kegagalan laktasi, kelainan payudara


24

seperti putting susu terbenam, tidak ada susu dan air susu tidak keluar.

c. Faktor Pengetahuan Ibu

Pengetahuan ibu tentang kapan seharusnya diberikan makanan tambahan,

fungsi makanan tambahan, makanan tambahan dapat meningkatkan daya

tahan tubuh dan risiko pemberian makanan tambahan pada bayi kurang

dari enam bulan sangatlah penting. Tetapi banyak ibu – ibu yang tidak

mengetahui hal tersebut sehingga memberikan makanan tambahan pada

bayi usia dibawah enam bulan tanpa mengetahui risiko yang akan timbul.

d. Faktor Pekerjaan Ibu

Faktor yang berhubungan dengan aktivtias ibu setiap harinya untuk

memperoleh penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Pekerjaan

ibu bisa dilakukan dirumah, di tempat kerja baik yang dekat maupun

yang jauh dari rumah. Ibu yang belum bekerja sering memberikan

makanan tambahan dini dengan alasan melatih atau mencoba agar waktu

ibu mulai bekerja bayi sudah terbiasa. Padahal ibu yang bekerja dapat

memberikan ASI dengan cara memerah ASI. ASI yang diperah dapat

disimpan dan diberikan kepada bayi saat ibu bekerja pada siang hari

(Riksani, 2012).

e. Faktor Petugas Kesehatan

Kualitas petugas kesehatan yang akhirnya menyebabkan ibu memilih

untuk memberikan makanan tambahan bayi atau tidak. Petugas kesehatan

berperan dalam memotivasi ibu untuk tidak memberi makanan tambahan

pada bayi usia kurang dari enam bulan. Biasanya, jika dilakukan
25

penyuluhan dan pendekatan yang baik ibu mau patuh dan menuruti

nasehat petugas kesehatan. Oleh karena itu, petugas kesehatan

diharapkan dapat menjadi sumber informasi tentang kapan waktu yang

tepat memberikan makanan timbangan dan risiko pemberian makanan

tambahan dini pada bayi.

f. Faktor Iklan

Iklan merupakan saran yang jika baik dapat menarik penonton atau

pendangarnya untuk melakukan sesuai dengan anjuran iklannya.

Banyaknya iklan yang memasarkan susu formula, membuat ibu mau

memberikannya kepada bayi dengan keyakinan sehat dan baik bagi

bayinya.

g. Faktor Budaya

Faktor yang berhubungan dengan nilai – nilai dan pandangan masyarakat

yang lahir dari kebiasaan yang ada. Misalnya, Pandangan untuk tidak

memberikan ASI karena bisa menyebabkan perubahan bentuk payudara

yang membuat wanita tidak cantik dan ibu yang beranggapan bawah susu

sapi/ susu formula lebih dari ASI.

h. Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi ini menyangkut penghasilan yang diterima, yang jika

dibandingkan dengan pengeluaran, masih memungkinkan ibu untuk

memberikan makanan tambahan bagi bayi usia kurang dari enam bulan.

Biasanya semakin baik perekonomian keluarga maka daya beli semakin

mudah sebaliknya semakin buruk perekonomian keluarga, maka daya


26

beli akan makanan tambahan lebih sukar.

i. Faktor Teknik

Kesalahan dalam teknik menyusui, dapat mengakibatkan bayi tidak

cukup mendapatkan ASI. Sekalipun jumlah ASI pada hari pertama sangat

sedikit, hendaknya ibu tetap menyusui. Isapan bayi akan merangsang

produksi ASI sehingga ASI yang keluar akan semakin banyak.

Adakalanya ASI keluar sedikit diakibatkan posisi menyusui yang kurang

tepat atau mulut bayi hanya menghisap disebagian aerola tidak menutupi

seluruhnya hal ini yang mengakibatkan isapan bayi menjadi tidak optimal

(Riksani, 2012).

Gangguan pada proses pemberian ASI pada prinsipnya berakar

pada kurangnya pengetahuan, kepercayaan diri, serta kurangnya

dukungan dari keluarga dan lingkungan, Pemberian ASI merupakan

proses alamiah, namun memerlukan persiapan yang baik sejak masa

kehamilam. Ketidaktahuan akan manfaat ASI, begitu juga dengan

kerugian bila menggunakan susu botol dan isu negatif yang beredar di

masyarakat (teman dan produsen susu) akan memicu keengganan

menyusui bayi. Pengaruh ini akan semakin besar bila ibu masih remaja

dan kelahiran anaknya tidak diinginkan (Badriah, 2014).


27

B. KERANGKA KONSEP

Kerangka konsep penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi

gambaran pola menyusui dan status gizi pada bayi usia 0 – 6 bulan oleh

ibu menyusui di wilayah kerja Pusekesmas Duripoku Kecamatan Duripoku

yang dapat digambarkan sebagai berikut:

Pola Makan Ibu menyusui Status Gizi Bayi


terdiri atas:
-

C. DEFINISI OPERASIONAL
Tabel 2.2
Definisi operasional dan Kriteria Objektif
N Hasil
Variabel Defenisi Cara Ukur Skala
o Ukur
Independen
1. Status Gizi dasarkan BB/TB, Menimbang Z-skor Interval
dengan menggunakan berat badan 1.sangat
rujukan Kepmengkes anak dan kurus :
No.1995/MENKES/S menanyakan <-3 SD
K/XII/2020 tentang umur anak
standar antropometri kepada ibu.
penilaian status gizi
anak
Dependen Riwayat menyusui
berkaitan dengan
2 Riwayat riwayat IMD, status Wawancara Nilai
Ordinal
menyusui ASI ekslusif, dan usia dengan
28

yang pemberian MP ASI. kategori :


meliputi 1. Baik
sub 2.cukup
variable : 3. kurang

a.Riwayat a.menyusui yang a.wawancara 1.IMD


IMD dilakukan seketika 2.Tidak
Ordinal
setelah lahir selama 30 IMD
menit-1 jam

b.Status a. Pemberian ASI saja b.Wawancara 1.ASI


ASI ( tanpa makanan dan ekslusif
Ordinal
ekslusif minuman lain) selama 2.Tidak
6 bulan ASI
ekslusif

c.Usia c.Usia anak berhenti c.Wawancara 1.<24


penyapihan diberikan ASI bulan
ordinal
2.≥24
bulan
1.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penellitian

a. Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja UPT. Puskesmas Duripoku

b. Di wilayah tersebut belum pernah dilakukan penelitian tentang

Hubungan Pola Makan Ibu Menyusui Dengan Status Gizi Bayi di

Wilayah Kerja Puskesmas Duripoku”

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai

November 2020 di Wilayah Kerja Puskesmas Duripoku

B. Jenis Penelitian

Desain penelitian merupakan rancangan yang dipergunakan penelitian

sebagai petunjuk dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian untuk

mencapai suatu tujuan atau menjawab suatu pertanyaan penelitian (Nursalam,

2003).

Penelitian ini menggunakan desain studi korelasi yaitu penelitian atau

penelaahan hubungan antara dua variabel pada suatu situasi atau sekelompok

subjek, dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Hal

29
30

ini dilakukan untuk melihat hubungan antara gejala satu dengan yang

lain, atau variabel sat dengan yang lain (Notoadmodjo, 2010).

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

ibu menyusui di Wilayah kerja Upt. Puskesms Duripoku dengan jumlah 52

orang pada bulan Agustus-November 2020 dari obyek penelitian.

2. Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek yang diteliti

dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2002). dalam

penelitian ini sampelnya adalah ibu menyusui bayi yang berumur 0-6 bulan

sebanyak 32 orang.Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan

menggunakan teknik purposive sampling.

D. Data yang dikumpulkan

Adapun jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian adalah:

1. Data primer

Data primer yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

a. Data karakteristik responden meliputi nama, umur, jenis kelamin,

pendidikan, pekerjaan, penghasilan

b. Data berat badan, tinggi badan responden

c. Data pola makan


31

2. Data sekunder

Data tentang gambaran umum UPT. Puskesmas Duripoku

E. Cara Pengumpulan Data

1. Data Primer

Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan kuesioner

yang berisi daftar pertanyaan dan pilihan jawaban dilakukan dengan

wawancara. Data primer meliputi data ibu, data bayi yang terdapat

BB dan PB bayi untuk melihat status gizi bayi dan pola makan

yang terdiri dari

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari Puskesmas Duripoku

Kecamatan Duripoku berupa data jumlah bayi usia 0 – 6 bulan,

jumlah posyandu, data geografis dan demografis penduduk.

F. Pengolahan Data

Setelah semua data terkumpul, data diolah dengan tahap–tahap berikut:

editing, coding dan entry. Pada tahap editing dilakukan pemeriksaan data yaitu

ketepatan dan kelengkapan data dari jawaban atas pertanyaan yang ada dalam

kuesioner yang telah disediakan. Apabila data belum lengkap, terdapat jawaban

yang belum terisi atau terdapat kesalahan maka data harus dilengkapi dengan

cara wawancara kembali responden. Setelah data diperiksa, dilakukan

pemberian kode oleh peneliti pada setiap informasi yang dikumpul. Untuk
32

melihat status gizi bayi, berat badan dan panjang badan bayi dapat diolah

dahulu dengan menggunakan WHO Antro untuk mendapatkan Z score-nya.

Data yang telah diberi kode, dapat dimasukkan ke dalam program statistik

komputer yang dipakai ialah program SPSS (Statistical Product Service

Solution). Semua data dari setiap sumber data atau responden yang telah selesai

dimasukkan, perlu diperiksa kembali untuk melihat kemungkinan adanya

kesalahan–kesalahan kode, ketidaklengkapan dan sebagiannya. Kemudian

dilakukan pembetulan atau koreksi kembali.

G. Analisis Data

Data analisis menggunakan uji sperman rankα=0,05 dapat diketahui

bahwa produksi ASI ibu yang baik sebanyak 23 orang (71,9%) dan pola makan

seimbang yang normal sebanyak 13 orang (40,6%). Berdasarkanhasil analisa

statistik diperoleh nilai p value0,01 < () 0,05 (75,7%).

Anda mungkin juga menyukai