Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Derajat kesehatan anak mencerminkan derajat kesehatan bangsa, sebab anak sebagai
generasi penerus bangsa memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan dalam meneruskan
pembangunan bangsa. Berdasarkan alasan tersebut, masalah kesehatan anak diprioritaskan dalam
perencanaan atau penataan pembangunan bangsa. Angka kematian bayi menjadi indikator
pertama dalam menetukan derajat kesehatan anak karena merupakan cerminan dari status
kesehatan anak saat ini.
Setiap tahun lahir 130 juta anak di dunia, 91 juta diantaranya lahir di Negara yang sedang
berkembang. Pada tahun 1974, cakupan vaksinasi baru mencapai 5% sehingga dilaksanakan
imunisasi global yang disebut extended program on immunization (EPI) dan saat ini cakupan
meningkat hampir setiap tahun, minimal 3 juta anak dapat terhindar dari kematian dan sekitar
750 ribu anak terhindar dari cacat. Namun demikian, satu dari 4 orang anak masih belum
mendapatkan vaksinasi dan 2 juta meninggal setiap tahunnya karena penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi.
WHO mencatat sebanyak 4,5 juta kematian dari 10,5 juta pertahun terjadi akibat penyakit
infeksi yang bisa dicegah dengan imunisasi. Seperti Pneumococcus (28%), Campak (21%),
Tetanus (18%), Rotavirus penyebab diare (16%), dan Hepatitis B (16%). Dari data WHO ini
diperkirakan setidaknya 50% angka kematian di indonesia bisa dicegah dengan imunisasi dan
indonesia termasuk sepuluh besar negara dengan jumlah terbesar anak tidak tervaksinasi (WHO,
2010).
Pada saat ini imunisasi sendiri sudah berkembang cukup pesat ini terbukti dengan
menurunnya angka kesakitan dan angka kematian bayi. Angka kesakitan bayi menurun 10% dari
angka sebelumnya, sedangkan angka kematian bayi menurun 5% dari angka sebelumnya 1,7 Juta
kematian setiap tahunnya di Indonesia (DepKes RI, 2010).
Cakupan imunisasi terus meningkat dari tahun ke tahun. Hingga pada tahun 2010
cakupan imunisasi dasar di Indonesia sudah mencapai 93,61%. Secara nasional jumlah desa di
seluruh indonesia yang sudah mencapai UCI sebanyak 75,31%. Angka drop out terendah
cakupan imunisasi DPT Hb1-Campak pada bayi tahun 2006-2010 adalah propinsi Jambi, DI
Yogyakarta dan Bengkulu. Di Provinsi Sumatera Utara sendiri cakupan imunisasi dasar

1
mencapai 93,28%. Dan sebanyak 69,26% dari seluruh desa di Sumatera Utara yang sudah
mencapai UCI. Cakupan imunisasi dasarKabupaten Asahan sudah mencapai 82,84% dari seluruh
kecamatan.Ini membuktikan bahwa cakupan imunisasi di Kabupaten Asahan sudah berhasil
mencapai UCI (Dinas Kesehatan RI, 2010).
Ketidakpatuhan pemberian imunisasi untuk pemberian vaksin yang diberikan hanya satu
kali saja atau vaksin yang daya perlindungannya panjang seperti vaksin BCG, maka
keterlambatan dari jadwal imunisasi yang telah disepakati akan mengakibatkan meningkatnya
resiko tertular oleh penyakit yang ingin dihindari. Anak sakit atau penyakit pada anak hendaknya
dipertimbangkan sebagai suatu kontraindikasi untuk pemberian imunisasi yang layak, terkecuali
dalam keadaan tertentu. Anak yang belum mendapatkan imunisasi yang sesuai dengan dosis
yang disarankan tetap menjadi masalah besar dan hendaknya dilakukan upaya tertentu untuk
melengkapi tiap seri imunisasi dan kurun usia yang disarankan (BKKBN, Cit Abhidya, 2005)
Program imunisasi diberikan bertujuan untuk mengurangi angka penderita suatu penyakit
yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian pada
penderitanya,dengan begitu pemberian imunisasi harus dilakukan sedini mungkin karena
dengan imunisasi dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh seseorang. Adapun yang menjadi
target program imunisasi ini adalah balita, hal ini dikarenakan pada balita sistem kekebalan
tubuh masih belum berkembang sempurna sehingga menyebabkan balita lebih rentan terhadap
penyakit. Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang manusia.
Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan
perkembangan anak di periode selanjutnya (Dinas Kesehatan RI, 2010).
Menurut Azwar Azrul (1999 ), Imunisasi dapat diperoleh di pos pelayanan terpadu
(Posyandu), di puskesmas, di rumah sakit bersalin, Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA) atau
rumah sakit pemerintah, di praktek dokter atau bidan atau rumah sakit swasta. Sehingga dapat
mempermudah orang tua untuk mendapatkan pelayanan imunisasi itu sendiri. Oleh karena itu,
orang tua sebagai orang yang bertanggung jawab atas kesehatan dan masa depan anaknya
haruslah memperhatikan imunisasi anaknya sebagai perlindungan dini bagi anak dari penyakit
infeksi. Dalam pemenuhan imunisasi dasar lengkap terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi
hambatan pemenuhan imunisasi anak meliputi usia ibu dan anak, ekonomi dan sosial, pendidikan
dan pengetahuan, jarak antara posyandu dengan tempat tinggal. Sedangkan karakteristik
pelayanan kesehatan meliputi kurangnya informasi dari petugas kesehatan, kurangnya informasi

2
mengenai tujuan di berikan imunisasi, masalah transportasi dan kemudahan akses ke tempat
pelayanan kesehatan.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian latar belakang maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
“Bagaimana hubungan faktor sosial ekonomi terhadap cakupan imunisasi Bayi Usia 0-11
bulan di wilayah kerja Puskesmas Negara Tahun 2014-2015.”

C. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Dalam penelitian ini bertujuan secara umum untuk mengetahui hubungan faktor sosial
ekonomi terhadap cakupan imunisasi Bayi Usia 0-11 bulan di wilayah kerja Puskesmas
Negara Tahun 2014-2015.
Tujuan Khusus
Adapun yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

- Mengetahui gambaran karakteristik ibu (Umur, Agama, suku, Pendidikan dan Pekerjaan)
mengenai pemberian imunisasi dasar lengkap di wilayah cakupan Puskesmas Negara.

- Mengetahui gambaran pengetahuan ibu mengenai pemberian Imunisasi Dasar Lengkap di


wilayah cakupan Puskesmas Negara.

- Mengetahui gambaran sikap ibu mengenai pemberian Imunisasi Dasar Lengkap di wilayah
cakupan Puskesmas Negara.

- Mengetahui gambaran tindakan ibu mengenai pemberian Imunisasi Dasar Lengkap di


wilayah cakupan Puskesmas Negara..

- Mengetahui hubungan antara karakteristik ibu (Umur, Agama, suku, Pendidikan dan
Pekerjaan) dengan tingkat pengetahuan ibu mengenai pemberian Imunisasi Dasar Lengkap di
wilayah cakupan Puskesmas Negara..

- Mengetahui hubungan antara karakteristik ibu (Umur, Agama, suku, Pendidikan dan
Pekerjaan) dengan tingkat sikap ibu mengenai pemberian Imunisasi Dasar Lengkap di
wilayah cakupan Puskesmas Negara..

3
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi masyarakat
Untuk menambah pengetahuan mengenai hubungan antara faktor sosial ekonomi
dengan kesadaran untuk melakukan imunisasi.
2. Bagi pemerintah daerah
Sebagai bahan masukan khususnya bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Hulu Sungai
Selatan dan Puskesmas Negara dalam penentuan arah kebijakan program
imunisasi
3. Bagi tenaga medis
Untuk bahan referensi penelitian selanjutnya mengenai faktor-faktor yang
berpengaruh dalam partisipasi imunisasi di masyarakat.

BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1. Perilaku

4
Menurut ahli perilaku, Skinner (1979), mengemukakan bahwa perilaku merupakan hasil
hubungan antara perangsang dengan tanggapan. Sedangkan menurut Noto Atmodjo (1997) yang
dimaksud dengan perilaku adalah suatu respon organisme terhadap rangsangan dari luar subjek
tersebut, respon ini dapat berbentuk 2 macam:

1 Bentuk pasif yaitu terjadi di dalam individu dan tidak dapat langsung di lihat oleh orang
lain. Perilakunya sendiri terselubung di sebut covert behavior.

2 Bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu jelas dapat di observasi secara langsung. Perilaku
ini sudah nampak dalam bentuk tindakan di sebut over behavior.

Menurut Green (1980) menganalisis bahwa perilaku manusia berasal dari tingkat
kesehatan dimana dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu faktor perilaku dan faktor diluar
perilaku. Selanjutnya perilaku itu sendiri terbentuk jadi tiga faktor yaitu:

3 Faktor predisposisi merupakan faktor antesenden terhadap perilaku yang menjadi dasar
motivasi bagi pelaku, yang masuk dalam faktor ini adalah pengetahuan, sikap,
kepercayaan dan nilai.

4 Faktor pendukung adalah faktor antesenden terhadap perilaku yang memungkinkan suatu
motivasi atau aspirasi terlaksana. Faktor ini terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia
atau tidak tersedianya fasilitas misalnya puskesmas.

5 Faktor yang memperkuat adalah faktor penyerta yang datang sesudah perilaku,
memberikan ganjaran intensif atau hukuman atas perilaku dan berperan sebagai menetap
atau hilangnya perilaku itu. Termasuk dalam faktor ini adalah manfaat sosial, jasmani,
ganjaran nyata ataupun tidak nyata (Soekidjo:1993)

Konsep Perilaku

5
Perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan organisme yang
bersangkutan. Jadi pada hakikatnya perilaku manusia adalah aktifitas dari pada manusia itu
sendiri, yang mempunyai bentangan yang luas, mencakup berjalan, berbicara, berpakaian, dan
sebagainya. Bahkan kegiatan internal seperti berfikir, persepsi dan emosi juga merupakan
perilaku manusia.

1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah seluruh pemikiran, gagasan, ide, konsep dan pemahaman yang
dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya termasuk manusia dan kehidupannya.
Pengatahuan mencakup penalaran, penjelasan dan pemahaman manusia tentang segala sesuatu,
termasuk praktek atau kemauan teknis dalam memecahkan berbagai persoalan hidup yang belum
dibuktikan secara sistematis (Azwar : 1996).

2. Sikap

Sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak secara tertentu terhadap hal-hal tertentu,
sikap positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek
tertentu. Sedangkan sikap negative kecenderungan menjauhi, menghindari, membenci, tidak
menyukai obyek tertentu (Sarlito Wirawan Sarwono 2009:1994)

Menurut Azwar sikap adalah tiga kerangka pemikiran :

1. Kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli psikologis seperti Louis Thurstone,
Rensislikert dan Charles Osgout menurut mereka sikap adalah suatu obyek perasaan mendukung
(favorable) maupun perasaan tidak mendukung (unfavorable) pada obyek tersebut.

2. Kerangka pemikiran ini diwakili oleh ahli seperti Chip, Bogardus, Lavierre, Mead dan Gordon
Allfored. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu obyek dengan cara-cara
tertentu dapat dikatakan bahwa kesiapan yang dimaksudkan merupakan kecenderungan yang
potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apa bila individu dihadapkan pada stimulus yang
menghendaki adanya respon.

6
3. Kelompok pemikiran ini adalah berorientasi pada skema triadic (triadic schema), menurut
pemikiran ini sikap merupakan kostelasi komponen kognitif afektif dan kognatif yang saling
berinteraksi didalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu obyek.

3. Tindakan

Tindakan adalah proses yang dijalani manusia sebagai pelaku dalam mencapai suatu
tujuan. Ada tiga anasir dalam tindakan : proses, pelaku dan tujuan. Sebagai sebuah proses,
tindakannya punya titik awal dan titik akhir.

2.2. Konsep Imunisasi

2.2.1. Definisi imunisasi

Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Jadi Imunisasi adalah suatu
tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh
manusia. Sedangkan kebal adalah suatu keadaan dimana tubuh mempunyai daya
kemampuan mengadakan pencegahan penyakit dalam rangka menghadapi serangan
kuman tertentu. Kebal atau resisten terhadap suatu penyakit belum tentu kebal terhadap
penyakit lain. (Depkes RI, 1994)

Dalam ilmu kedokteran, imunitas adalah suatu peristiwa mekanisme pertahanan tubuh
terhadap invasi benda asing hingga terjadi interaksi antara tubuh dengan benda asing
tersebut. Adapun tujuan imunisasi adalah merangsang sistim imunologi tubuh untuk
membentuk antibodi spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan Penyakit
yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). (Musa, 1985)

Departemen Kesehatan RI (2004), menyebutkan imunisasi adalah suatu usaha yang


dilakukan dalam pemberian vaksin pada tubuh seseorang sehingga dapat menimbulkan
kekebalan terhadap penyakit tertentu.

Menurut Supartini (2004) penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi dasar adalah:

1. Tuberkulosis

7
2. Difteria

3. Pertusis

4. Tetanus

5. Poliomielitis

6. Campak

7. Hepatitis

1 Program Imunisasi

Di Indonesia, program imunisasi telah dimulai sejak abad ke 19 untuk membasmi penyakit
cacar di Pulau Jawa. Kasus cacar terakhir di Indonesia ditemukan pada tahun 1972 dan pada
tahun 1974 Indonesia secara resmi dinyatakan Negara bebas cacar. Tahun 1977 sampai dengan
tahun 1980 mulai diperkenal kan imunisasi BCG, DPT dan TT secara berturut-turut untuk
memberikan kekebalan terhadap penyakit-penyakit TBC anak, difteri, pertusis dan tetanus
neonatorum. Tahun 1981 dan 1982 berturut-turut mulai diperkenalkan antigen polio dan campak
yang dimulai di 55 buah kecamatan dan dikenal sebagai kecamatan Pengembangan Program
Imunisasi (PPI). (Depkes RI, 2000).

Pada tahun 1984, cakupan imunisasi lengkap secara nasional baru mencapai 4%. Dengan
strategi akselerasi, cakupan imunisasi dapat ditingkatkan menjadi 73% pada akhir tahun 1989.
Strategi ini terutama ditujukan untuk memperkuat infrastruktur dan kemampuan manajemen
program. Dengan bantuan donor internasional (antara lain WHO, UNICEF, USAID) program
berupaya mendistribusikan seluruh kebutuhan vaksin dan peralatan rantai dinginnya serta
melatih tenaga vaksinator dan pengelola rantai dingin . Pada akhir tahun 1989, sebanyak 96%
dari semua kecamatan di tanah air memberikan pelayanan imunisasi dasar secara teratur.
(Abednego, 1997).

Dengan status program demikian, pemerintah bertekad untuk mencapai Universal Child
Immunization (UCI) yaitu komitmen internasional dalam rangka Child Survival pada akhir tahun

8
1990. Dengan penerapan strategi mobilisasi social dan pengembangan Pemantauan Wilayah
Setempat (PWS), UCI ditingkat nasional dapat dicapai pada akhir tahun 1990. Akhirnya lebih
dari 80% bayi di Indonesia mendapat imunisasi lengkap sebelum ulang tahunnya yang pertama.
(Depkes RI, 2000).

2 Tujuan pemberian imunisasi

Tujuan pemberian imunisasi adalah:

1. Tujuan jangka pendek

Untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan seseorang terkena penyakit berbahaya


yang menular.

2. Tujuan jangka panjang

Imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan serta kecacatan yang
disebabkan oleh PD3I (penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi) (IDAI, 2001).

Menurut Depkes RI (2001), tujuan pemberian imunisasi adalah untuk mencegah penyakit
dan kematian bayi dan anak-anak yang disebabkan oleh wabah yang sering muncul. Pemerintah
Indonesia sangat mendorong pelaksanaan program imunisasi sebagai cara untuk menurunkan
angka kesakitan, kematian pada bayi, balita/ anak-anak pra sekolah.

Untuk tercapainya program tersebut perlu adanya pemantauan yang dilakukan oleh
semua petugas baik pimpinan program, supervisor dan petugas imunisasi vaksinasi. Tujuan
pemantauan menurut Azwar (2003) adalah untuk mengetahui sampai dimana keberhasilan
kerja, mengetahui permasahan yang ada. Hal ini perlu dilakukan untuk memperbaiki program.

Hal-hal yang perlu dilakukan pemantauan (dimonitor) sebagaimana disebutkan oleh


Sarwono (1998) adalah Pemantauan ringan adalah memantau hal-hal sebagai berikut apakah
pelaksanaan pemantauan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan, apakah vaksin cukup
tersedia, pengecekan lemari es normal, hasil imunisasi dibandingkan dengan sasaran yang telah

9
ditetapkan, peralatan yang cukup untuk penyuntikan yang aman dan steril, apakah diantara 6
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi dijumpai dalam seminggu.

Cara memantau cakupan imunisasi dapat dilakukan melalui cakupan dari bulan ke bulan
dibandingkan dengan garis target, dapat digambarkan masing-masing desa. Untuk mengetahui
keberhasilan program dapat dengan melihat seperti, bila garis pencapaian dalam 1 tahun terlihat
antara 75-100% dari target, berarti program sangat berhasil. Bila garis pencapaian dalam 1
tahun terlihat antara 50-75% dari target, berarti program cukup berhasil dan bila garis
pencapaian dalam 1 tahun dibawah 50% dari target berarti program belum berhasil. Bila garis
pencapaian dalam 1 tahun terlihat dibawah 25% dari target berarti program sama sekali tidak
berhasil. Untuk tingkat kabupaten dan provinsi, maka penilaian diarahkan pada penduduk tiap
kecamatan dan kabupaten. Disamping itu, pada kedua tingkat ini perlu mempertimbangkan pula
memonotoring evaluasi pemakaian vaksin. (Notoatmodjo, 2003).

3 Macam-macam imunisasi dasar

1. Imunisasi BCG

Imunisasi dan jenis imunisasi

Pemberian imunisasi BCG bertujuan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap


penyakit tuberkulosis (TBC). Imunisasi BCG mengandung kuman BCG (Bacilus
Calmette Guerin) yang masih hidup. Jenis kuman TBC ini telah dilemahkan.

Cara imunisasi

Pemberian imunisasi BCG sebaiknya dilakukan ketika bayi baru lahir sampai usia 12
bulan, tetapi sebaiknya pada usia 0-2 bulan.

Reaksi samping

Biasanya setelah suntikan BCG bayi tidak menderita demam, bila demam setelah
imunisasi BCG umumnya disebabkan keadaan lain. Untuk hal ini dianjurkan agar
berkonsultasi ke dokter. Umumnya pada imunisasi BCG efek samping jarang dijumpai,

10
mungkin terjadi pembengkakan getah bening setempat yang terbatas dan biasanya
menyembuhkan sendiri walaupun lambat.

Kontraindikasi

Tidak ada larangan untuk melakukan imunisasi BCG kecuali pada anak yang berpenyakit
TBC atau menunjukkan uji manthoex positif, sakit kulit luas (Markum, 1997).

2. Imunisasi DPT

Imunisasi dan jenis imunisasi

Manfaat pemberian imunisasi ini adalah untuk menimbulkan kekebalan aktif dalam
waktu bersamaan terhadap penyakit difteri, pertusis dan tetanus.

Cara imunisasi

Imunisasi dasar DPT diberikan 3 kali, sejak berusia 2 bulan dengan selang waktu antara
dua penyuntikan minimal 4 minggu.

Reaksi samping

Reaksi yang mungkin terjadi biasanya demam ringan, pembengkakan dan rasa nyeri di
tempat penyuntikan selama 1-2 hari. Kadang-kadang terdapat akibat efek samping seperti
demam tinggi atau kejang biasanya disebabkan unsur pertusis, bila hanya diberikan DP
(Difteri dan Tetanus) tidak akan menimbulkan efek samping demikian.

Kontraindikasi

Imunisasi DPT tidak boleh diberikan kepada anak yang sakit parah dan anak yang
menderita kejang demam kompleks. Tidak boleh diberikan pada anak batuk yang diduga
menderita batuk rejan pada tahap awal atau pada penyakit gangguan kekebalan
(defisiensi imun), sakit batuk, pilek, demam atau diare yang sifatnya ringan bukan
merupakan kontraindikasi yang mutlak (Markum, 1997).

11
3. Imunisasi campak (Morbili)

Imunisasi dan jenis imunisasi

Imunisasi diberikan untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit campak secara


aktif. Imunisasi campak mengandung virus campak hidup yang telah dilemahkan.

Cara imunisasi

Imunisasi campak cukup dilakukan satu kali suntikan setelah bayi berusia 9 bulan. Lebih
baik lagi setelah ia berusia lebih dari 1 tahun, karena kekebalannya seusia hidup tidak
dilakukan imunisasi ulang.

Reaksi samping

Biasanya tidak terdapat reaksi imunisasi. Sangat jarang, mungkin dapat terjadi kejang
yang ringan dan tidak berbahaya pada hari ke-10 dan ke-11 setelah penyuntikan. Ini
adalah gejala penyakit campak yang ringan dan mencerminkan tubuhnya kebal.

Kontraindikasi

Berlaku terhadap anak yang sakit parah, menderita TBC, tanpa pengobatan atau yang
menderita kurang gizi dalam derajat berat (Markum, 1997).

4. Imunisasi poliomeilitis

Imunisasiasi dan jenis imunisasi

Imunisasi diberikan untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit poliomeilitis. Ada


dua jenis imunisasi dalam peredaran yang masing-masing tipe I, II dan III. Imunisasi
mengandung virus polio tipe I, II, III yang sudah dimatikan (imunisasi salk dengan
menyuntikkan). Imunisasi virus polio tipe II, III yang masih hidup tetapi dilemahkan
(imunisasi Sabin) diberikan melalui mulut dengan bentuk pil atau cairan.

Cara imunisasi

12
Di Indonesia dipakai imunisasi sabin yang diberikan melalui mulut. Imunisasi dasar
diberikan sejak usia baru lahir atau berusia beberapa hari dan selanjutnya setiap 4-5
minggu.

Reaksi samping

Biasanya tidak ada, mungkin pada bayi terdapat berak-berak ringan. Pada imunisasi polio
hampir tidak terdapat efek samping, bila ada mungkin berupa kelumpuhan anggota gerak
seperti pada penyakit polio sebenarnya.

Kontraindikasi

Anak yang menderita penyakit gangguan kekebalan (defisiensi imun) tidak diberikan
imunisasi polio. Alasan untuk diberikan imunisasi polio pada keadaan diare berat ialah
kemungkinan terjadi diare yang lebih parah. Penyakit batuk, pilek, demam dan diare
ringan. Imunisasi polio dapat diberikan sebagaimana biasanya (Markum, 1997).

5. Imunisasi hepatitis B

Imunisasi dan jenis imunisasi

Imunisasi dimaksudkan untuk mendapatkan kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis


B. Penyakit ini dalam istilah sehari-hari lebih dikenal sebagai penyakit liver.

Cara imunisasi

Imunisasi aktif dilakukan dengan cara pemberian suntikan dasar sebanyak 3 kali dengan
jarak waktu 1 bulan antara suntikan satu dan dua, 5 bulan antara suntikan dua dan tiga,
imunisasi ulang diberikan lima tahun setelah suntikan dasar.

Reaksi samping

Reaksi imunisasi terjadi biasanya berupa nyeri pada tempat suntikan yang mungkin
disertai dengan timbulnya rasa panas ataupun pembengkakan. Akan hilang dalam waktu

13
dua hari. Reaksi lain atau mungkin terjadi ialah demam ringan. Selama pemakaian 10
tahun ini tidak dilaporkan adanya efek samping yang berarti.

Kontraindikasi

Imunisasi tidak dapat diberikan pada anak yang menderita sakit berat. Imunisasi Hepatitis
B dapat diberikan pada ibu hamil dan tidak akan membahayakan janin. Bahkan akan
memberikan perlindungan kepada janin selama dalam kandungan ibu maupun kepada
bayi selama beberapa bulan setelah lahir (Markum, 1997).

4 Cara dan waktu pemberian imunisasi

Cara pemberian imunisasi dasar (petunjuk pelaksanaan program imunisasi di


Indonesia (Depkes, 2000).

Tabel 2.1 Cara pemberian imunisasi

Imunisasi Dosis Cara Pemberian

BCG 0,05 cc Intrakutan tepat di insersio muskulus deltoideus kanan

DPT 0,5 cc Intramuskular

Polio 2 tetes Diteteskan ke mulut

Campak 0,5 cc Subkutan, biasanya di lengan kiri atas

Hepatitis 0,5 cc Intramuskular pada paha bagian luar

Waktu yang tepat untuk pemberian imunisasi dasar (Petunjuk Pelaksanaan Imunisasi di
Indonesia, Depkes 2000, hal: 40).

14
Tabel 2.2 Waktu pemberian imunisasi

Imunisasi Pemberian Selang waktu Usia Keterangan


imunisasi pemberian pemberian

BCG 1 kali - 0-11 bulan Untuk bayi yang lahir di


RS/Puskesmas, hepatitis
DPT 3 kali 4 minggu 2-11 bulan
B, BCG dan Polio dapat
diberikan segera.
Polio 4 kali 4 minggu 0-11 bulan

Campak 1 kali 4 minggu 9-11 bulan

Hepatitis B 3 kali 4 minggu 0-11 bulan

5 Jenis kekebalan/imunitas

1 Kekebalan aktif

Disini tubuh membuat sendiri zat kebal (antibodi) ada dua macam kekebalan aktif:

a. Alami

Kekebalan yang timbul setelah sembuh dari penyakit, misalnya baru sembuh dari
penyakit campak.

b. Buatan

Kekebalan yang timbul setelah pemberian imunisasi, misalnya imunisasi cacar,


DPT, polio, campak, BCG, dan lain-lain.

2. Kekebalan pasif

Disini tubuh tidak membuat sendiri akan tetapi menerima zat kebal (antibodi). Ada
dua macam kekebalan pasif :

15
a. Alami

Kekebalan pada bayi karena mendapat zat kebal dari ibunya semasa dalam
kandungan, misalnya bayi yang kebal terhadap tetanus, karena ibunya selama
hamil mendapat imunisasi TT (Tetanus Toxoid) lengkap.

b. Didapat

Kekebalan pada seseorang setelah pemberian serum, anti tetanus serum.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian survey yang
bersifat analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional, yang bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara faktor sosial ekonomi dengan cakupan imunisasi pada bayi
di wilayah kerja puskesmas Negara tahun 2014-2015.

B. Populasi dan Sampel

a. Populasi

16
Populasi data penelitian ini adalah seluruh ibu yang membawa bayinya untuk imunisasi
di tempat pelayanan imunisasi yang terdapat di cakupan wilayah kerja Puskesmas Negara

b. Sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik simple random
sampling yaitu ibu-ibu yang membawa bayinya untuk imunisasi di seluruh Posyandu
cakupan wilayah kerja puskesmas Negara yaitu berjumlah 25 orang.

C. Cara pengambilan sampel

Cara pengambilan sample dilakukan secara random sederhana. Semua responden dalam
penelitian ini harus memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi


Kriteria inklusi: ibu–ibu yang datang ke posyandu dan bersedia ikut menjadi responden
saat penelitian sedang berlangsung

Kriteria eksklusi: ibu-ibu yang menolak menjadi responden

E. Jenis dan cara pengumpulan data


1. Data yang dikumpulkan adalah data primer yang diperoleh dari hasil wawancara
berdasarkan kuesioner. Alat pengambil data adalah kuesioner.
2. Data primer yang dinilai adalah seberapa tinggi atau rendah faktor sosial ekonomi
ibu atau keluarga yang membawa anaknya untuk diimunisasi dengan memakai
indikator survey yang telah disediakan. Tempat pelayanan imunisasi : tempat
imunisasi yang aman serta fasilitas yang lengkap, dan keterjangkauan tempat
imunisasi dapat mempengaruhi ibu untuk membawa bayinya di imunisasi. Motivasi
: kemauan ibu-ibu untuk mengikuti program imunisasi
3. Data sekunder meliputi data cakupan imunisasi di Posyandu wilayah kerja
puskesmas Negara pada tahun 2014-2015, berupa jumlah bayi yang mendapat
imunisasi.

F. Langkah-Langkah Pelaksanaan Mini Project

17
Langkah-langkah yang dilakukan:
a. Mencari masalah kesehatan masyarakat di wilayah kerja puskesmas negara
berdasarkan data yang ada di puskesmas negara
b. Mengumpulkan dan menganalisis data mengenai program Imunisasi dan jumlah ibu
yang memiliki balita di cakupan wilayah kerja puskesmas Negara
c. Menyusun kuesioner sebagai bahan penelitian
d. Menentukan definisi operasional untuk hasil ukur. Hasil penelitian akan dinilai
dengan sistem skoring.
e. Melakukan kunjungan ke posyandu sebagai tempat penelitian dilaksanakan
f. Melakukan penyuluhan personal dilanjutkan dengan diskusi tanya jawab dengan
responden bila masih ada hal yang belum diketahui dan kurang jelas.

BAB IV

HASIL

A. Profil Puskesmas Negara

Profil Puskesmas

18
Puskesmas Negara merupakan salah satu dari 20 Puskesmas yang berada di Kabupaten Hulu
Sungai Selatan yang terletak di wilayah Kecamatan Daha Utara tepatnya di Desa Tambak Bitin
Kecamatan Daha Utara, Kabupaten Hulu Sungai Selatan.Kal- Sel .Adapun Ruang lingkup kerja
dari Puskesmas Negara sendiri terdiri dari 12 desa cakupan yang terdiri dari desa
1. Pandak Daun
2. Paramaian
3. Pakan Dalam
4. Tambak Bitin
5. Panggandingan
6. Pakapuran Kacil
7. Baruh Kembang
8. Mandala Murung Mesjid
9. Sungai Mandala
10. Sungai Garuda
11. Balah paikat
12. Murung Raya
Pada umumnya orang-orang atau warga masyarakat Negara sendiri sering menyebut Puskesmas
Negara dengan Rumah Sakit, hal itu disebabkan karena Jumlah pasien rawat inab yang selalu
banyak dibandingkan dengan jumlah pasien rawat inab Puskesmas lain yang lebih sedikit,

19
terlebih kalau terjadinya wabah seperti Diare, Thypoid dan Demam Berdarah Hal itu juga
disebabkan karena jarak Puskesmas Negara yang berjauhan dengan Rumah Sakit Pemerintah
Haji Hasan Baseri Kandangan, yang membuat Puskesmas Negara menjadi rujukan awal bagi
masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan khusunya Opname.

Adapun dalam usaha pemberian pelayanan terhadap masyarakat di wilayah kerja Puskesmas
Negara, Puskesmas Negara telah dilengkapi pula dengan Puskesmas Rawat Inap dengan 10
tempat tidur, dan personal tenaga (PNS, PTT dan Non PNS) tahun 2010 sebagai berikut :
Dokter : 3 orang
Staf Kasir : 2 orang
Loket : 3 orang
Sarjana Perawat : 3 orang
Akademi Perawat : 44 orang
SPK : 3 orang
Bidan : 14 orang (PKM Induk dan Desa)
Perawat gigi ; 3 orang
Sanitarian : 1 orang
Promosi Kesehatan : 1 orang
Apoteker : 3 orang
Asisten Apoteker : 2 orang
Gizi : 3 orang
Sopir : 2 orang
Analis kesehatan : 1 orang

Jumlah fasilitas kesehatan yang tersedia adalah :


Puskesmas Induk : 1 buah
Puskesmas Perawatan : 1 buah (10 Tempat Tidur)
Pustu : 3 buah
Puskesmas Keliling : 2 buah
Sedangkan sarana pelayanan yang bersumber dari masyarakat antara lain

20
Posyandu : 21 buah
Desa Siaga : 5 desa

Luas wilayah kerja Puskesmas Negara sendiri yaitu 363 Ha yang terdiri dari sebagian besar
daerah rawa basah dan hutan. Wilayah Puskesmas Negara memiliki iklim tropis basah, yaitu
setiap tahunnya mengalami musim penghujan dan musim kemarau. Pada musim penghujan
dengan curah hujan yang besar sehingga air sungai cukup tinggi sampai menggenangi sebagian
jalan-jalan.
Dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
o Sebelah Utara Kecamatan Babirik Kabupaten HSU

o Sebelah Selatan Kecamatan Daha Selatan

o Sebelah Timur Kecamatan Labuan Amas Kab HST

o Sebelah Barat Kecamatan Danau Panggang Kab HSU

Demografi dari 12 desa yang ada, Puskesmas Negara memiliki sarana pendidikan sebagai
berikut:
 Taman Kanak-kanak 14 buah

 Sekolah Dasar/MIN 16 buah

 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama 3 buah

 Sekolah Lanjutan Tingkat Atas 2 buah

Data kepedudukan pada wilayah kerja Puskesmas Negara


 Jumlah Penduduk 18.821 jiwa

B. Hasil

Hasil kuesioner mengenai karakteristik responden yang meliputi identitas diri dan tingkat
pendapatan perkapita, diisi oleh sampel yaitu ibu yang membawa bayinya untuk diimunisasi.
Sampel berjumlah 25 orang.

21
1. Karakteristik responden

Karakteristik Frekuensi Persen


Umur
Kurang dari 20 tahun 6 24
20-25 tahun 11 44
26-30 tahun 5 20
31-35 tahun 3 12
36 tahun keatas 0 0
Pendidikan
Tidak sekolah 0 0
SD 6 24
SMP 16 64
SMA 3 12
Perguruan tinggi 0 0

Pada tabel dapat dilihat karakteristik dari responden terbanyak dari umur 20-25 tahun sebanyak
11 orang (44%) dan yang paling sedikit dari umur 31-35 tahun sebanyak 3 orang (12%).
Sedangkan pada umur 36 tahun ke atas tidak didapatkan adanya kunjungan imunisasi. Kemudian
karakteristik dari pendidikan formal responden paling banyak hanya sampai tingkat SMP
sebanyak 16 orang (64%)

Tingkat Pendapatan Perkapita


Tingkat pendapatan per kapita terendah Rp 220.000,00, tertinggi Rp 1.200.000,00 dan rata-rata
Rp 530.000,00. Sebagian besar responden tingkat pendapatan per kapitanya lebih besar dari Rp
259.520,00/ kapita/bulan yaitu sebanyak 64%. Berdasarkan batas kemiskinan dari BPS yaitu Rp

22
259.520,00/kapita/bulan, sebagian besar responden tingkat pendapatannya di atas garis
kemiskinan.

Tingkat Pendapatan Perkapita Jumlah (orang) Persentase (%)


≤ Rp 259.520,00 9 36
> Rp 259.520,00 16 64
Jumlah 25 100

BAB V

23
PEMBAHASAN

Hubungan Tingkat Pendapatan Perkapita dengan Cakupan Imunisasi Bayi

Uji statistik Rank Spearman menunjukkan tidak ada hubungan tingkat pendapatan per
kapita dengan cakupan imunisasi bayi (r = 0,133 dan p=0,251). Hal ini mengindikasikan bahwa
rasio antara bayi yang berasal dari keluarga miskin dengan bayi yang berasal dari keluarga tidak
miskin dalam hal keterlibatan pemberian imunisasi tidak jauh berbeda. Hal ini terjadi
kemungkinan karena masyarakat yang tingkat pendapatan per kapitanya di atas garis kemiskinan
tidak memiliki kesadaran yang tinggi akan pentingnya pemberian imunisasi bagi bayi mereka.
Kurangnya kesadaran dan pengetahuan ibu tentang pentingnya imunisasi berakibat pada
rendahnya jumlah kunjungan ibu yang membawa bayinya untuk melakukan imunisasi. Hal ini
bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti anggapan atau keyakinan yang berkembang di
msayarakat bahwa imunisasi tidak bermanfaat dan justru hanya “menyakiti” anak mereka karena
efek setelah pemberian imunisasi berupa gejala demam, nyeri, gatal, atau kemerahan kadang
dikeluhkan.
Berdasarkan hasil penelitian dimana tingkat pendapatan tidak berpengaruh terhadap
kelengkapan imunisasi sesuai dengan penelitian Ikawati (2011), bahwa tidak terdapat adanya
pengaruh tingkat pendapatan keluarga baik pendapatan bapak maupun pendapatan ibu terhadap
status kelengkapan imunisasi dasar pada bayi. Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian
Astrianzah (2011), bahwa tingkat sosial ekonomi tidak berhubungan dengan status imunisasi
dasar lengkap pada balita, karena menurut peneliti ibu-ibu dengan kebutuhan yang tinggi
terhadap imunisasi bagi bayinya maka tidak ada kendala bagi ibu untuk datang ke tempat
pelayanan imunisasi. Dan penelitian ini sesuai dengan penelitian Prayogo Ari et al (2009), bahwa
tidak terdapat hubungan antara tingkat pendapatan dengan kelengkapan imunisasi dasar, namun
dari hasil penelitian terlihat kecenderungan anak yang bersama keluarga dengan pendapatan yang
rendah mempunyai riwayat imunisasi dasar yang tidak lengkap.

Tingkat pendapatan tidak lantas berdiri sendiri sebagai salah satu faktor yang dapat
memungkinkan terjadi kelengkapan imunisasi, salah satu yang dapat memungkinkan untuk
terjadi kelengkapan imunisasi pada bayi atau balita, yaitu status pekerjaan seorang ibu apakah
ibu bekerja atau tidak bekerja dan hanya sebagai ibu rumah tangga. Dengan adanya perbaikan

24
dan perhatian terhadap wanita, maka semakin meningkanya pekerja wanita baik di sektor formal
maupun informal, tentunya aktifitas ibu yang bekerja akan berpengaruh terhadap waktu yang
dimiliki ibu untuk memberikan kasih sayang kepada anaknya termasuk perhatian ibu terhadap
kebutuhan terhadap imunisasi dasar anak tersebut (Prasetyo Rini, 2009).

25
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Dari hasil survey, tingkat pendapatan per kapita terendah Rp 220.000,00, tertinggi Rp
1.200.000,00 dan rata-rata Rp 530.000,00. Sebagian besar responden tingkat pendapatan per
kapitanya lebih besar dari Rp 259.520,00/ kapita/bulan yaitu sebanyak 64%. Berdasarkan batas
kemiskinan dari BPS yaitu Rp 259.520,00/kapita/bulan, sebagian besar responden tingkat
pendapatannya di atas garis kemiskinan.

2. Tidak ada hubungan antara tingkat pendapatan per kapita dengan cakupan imunisasi bayi (r =
0,133 dan p=0,251). Hal ini mengindikasikan bahwa rasio antara bayi yang berasal dari keluarga
miskin dengan bayi yang berasal dari keluarga tidak miskin dalam hal keterlibatan pemberian
imunisasi tidak jauh berbeda.

Saran

1. Bagi Dinas Kesehatan


Membuat program edukasi yang menarik untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan ibu
dalam tingkat partisipasi pemberian imunisasi bagi bayi, baik melalui penyuluhan maupun
melalui media cetak seperti pamflet, koran, dan poster untuk menghilangkan anggapan dan
stigma negatif masyarakat tentang pemberian imunisasi bagi bayi.

2. Bagi Puskesmas Negara


Mendorong dan meningkatkan kualitas seluruh program-program wajib puskesmas terutama
program pemberian imunisasi bayi dan perbaikan gizi anak di masyarakat.

26
3. Bagi tokoh desa atau masyarakat setempat

Berkoordinasi dan bekerjasama dengan pihak puskesmas atau dinas kesehatan setempat dalam
mensukseskan dan memperlancar serta mendukung program-program kesehatan yang
dicanangkan melewati kader atau binaan kesehatan.

27
Daftar Pustaka

1. Astrianzah, Delan. 2011. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu Tingkat Sosial Ekonomi
Dengan Status Imunisasi Dasar Lengkap Pada Balita.
(http://eprints.undip.ac.id/32936/1/Delan.pdf) (Sitasi 23 Juli 2013).

2. Departemen Kesehatan RI. 2005. Profil Kesehatan Indonesia 2005. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.

3. Ikawati, Nur Anna., 2011. Pengaruh Karakteristik Orang Tua Terhadap Status Kelengkapan
Imunisasi Dasar Pada Bayi di Kelurahan Banyu Anyar Kabupaten Sampang.Skripsi.Surabaya,
Universitas Airlangga.

4. Menteri Kesehatan RI. No.482/MENKES/SK/IV/2010 Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional


Universal Child Immunization 2010-2014 (GAIN UCI 2010-2014). Jakarta: Menteri Kesehatan
RI.

28
LAMPIRAN

KUESIONER PENAPISAN
Nama Anak :
Tanggal Lahir :
Alamat :
1. Berapa berat anak Ibu pada saat lahir?
1. < 2500 g
2. ≥ 2500 g
2. Apakah anak ibu lahirnya prematur?
1. tidak
2. ya
3. Apakah anak ibu mempunyai kelainan bawaan?
1. tidak
2. ya

KUESIONER HUBUNGAN FAKTOR SOSIAL EKONOMI DENGAN CAKUPAN


IMUNISASI
(Studi pada Bayi Usia 0-11 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Negara Tahun 2014-2015)
Nomor kuesioner :
Tanggal wawancara :
Pewawancara :
Identitas Responden

29
1. Nama :
2. Alamat :
3. Umur Ibu : ….. tahun
4. Nama anak :
5. Tanggal lahir :
6. Jenis kelamin :
7. Berat badan :

Faktor sosial ekonomi


1. Berapa lama pendidikan formal yang pernah ibu tempuh ? ……tahun
2. Berapa jumlah anggota keluarga ibu ? ……orang
3. Berapa anggota keluarga yang bekerja (menghasilkan nafkah)?
………orang
4. Berapa total pendapatan setiap satu bulan dalam keluarga?
5. Total pendapatan keluarga /bulan = Rp……………….……
6. Pendapatan perkapita/ bulan = Rp……………………

_____________________________ SELESAI
________________________________________

30

Anda mungkin juga menyukai