BEDAH DIGESIF
PENYAKIT HEMOROID
2. Etiologi
Menurut Mutaqqin (2011), kondisi hemoroid biasanya tidak berhubungan dengan
kondisi medis atau penyalit, namun ada beberapa predisposisi penting yang dapat
meningkatkan risiko hemoroid seperti berikut:
a. Peradangan pada usus, seperti pada kondisi colitis ulseratif atau penyalit crohn.
b. Kehamilan, berhubungan dengan banyak masalah anorektal.
c. Konsumsi makanan rendaj serat.
d. Obesitas.
e. Hipertensi portal.
f. Mengejan pada waktu defekasi.
g. Konstipasi menahun.
h. Herediter.
i. Peningkatan tekanan intra abdomen karena berdiri dan duduk terlalu lama.
5. Penatalaksanaan Medis
a. Penatalaksanaan Terapi
Terapi Konservatif diberikan pada hemoroid derajat I dan II dimana bukan
ditujuan untuk menghilangkan pleksus hemoroidalis tapi untuk menghilangkan
keluhan. Terapi konservatif ini diberikan untuk pasien dengan gejala yang minor
dan memiliki kebiasaan diet atau higiene yang tidak normal.
1) Non-Farmakologis
Bertujuan untuk mencegah perburukan penyakit dengan memperbaiki cara
defekasi. Pelaksanaan berupa perbaikan pola hidup, perbaikan pola makan dan
minum, perbaikan pola atau cara defekasi. Perbaikan defekasi disebut Bowel
Management Program (BMP) yang terdiri atas diet, cairan, serat tambahan,
pelicin feses, dan perubahan perilaku defekasi (defekasi dalam posisi
jongkok/squatting). Makanan berserat akan menyebabkan gumpalan isi usus
besar namun lunak sehingga mempermudah defekasi dan mengurangi
keharusan mengedan secara berlebihan. Selain itu, lakukan tindakan
kebersihan lokal dengan cara merendam anus dalam air selama 10-15 menit,
2-4 kali sehari dengan larutan kalium permanganat (PK) 1:10.000 (1 gram
bubuk PK dilarutkan dalam 10 liter air). Dengan perendaman ini, eksudat/sisa
tinja yang lengket dapat dibersihkan. Eksudat/sisa tinja yang lengket dapat
menimbulkan iritasi dan rasa gatal bila dibiarkan.
2) Farmakologi
Bertujuan memperbaiki defekasi dan meredakan atau menghilangkan
keluhan dan gejala. Obat-obat farmakologis hemoroid dapat dibagi atas empat
macam, yaitu:
a) Obat yang memperbaiki defekasi
Terdapat dua macam obat yaitu suplement serat (fiber suplement) dan
pelicin tinja (stool softener). Suplemen serat komersial yang yang banyak
dipakai antara lain psylium atau isphaluga Husk (ex.: Vegeta, Mulax,
Metamucil, Mucofalk) yang berasal dari kulit biji plantago ovate yang
dikeringkan dan digiling menjadi bubuk. Obat ini bekerja dengan cara
membesarkan volume tinja dan meningkatkan peristaltik usus. Efek
samping antara lain ketut dan kembung. Obat kedua adalah laxant atau
pencahar (ex.: laxadine, dulcolax, dll).
b) Obat simptomatik
Bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan rasa gatal, nyeri,
atau kerusakan kulit di daerah anus. Jenis sediaan misalnya Anusol,
Boraginol N/S dan Faktu. Sediaan yang mengandung kortikosteroid
digunakan untuk mengurangi radang daerah hemoroid atau anus. Contoh
obat misalnya Ultraproct, Anusol HC, Scheriproct.
c) Obat penghenti perdarahan
Perdarahan menandakan adanya luka pada dinding anus atau pecahnya
vena hemoroid yang dindingnya tipis. Psyllium, citrus bioflavanoida yang
berasal dari jeruk lemon dan paprika berfungsi memperbaiki permeabilitas
dinding pembuluh darah.
d) Obat penyembuh dan pencegah serangan
Menggunakan Ardium 500 mg dan plasebo 3×2 tablet selama 4 hari, lalu
2×2 tablet selama 3 hari. Pengobatan ini dapat memberikan perbaikan
terhadap gejala inflamasi, kongesti, edema, dan prolaps.
3) Invasif
Bertujuan untuk menghentikan atau memperlambat perburukan penyakit
dengan tindakantindakan pengobatan yang tidak terlalu invasif. Dilakukan jika
pengobatan farmakologis dan non-farmakologis tidak berhasil. Prinsip dari
tindakan invasif ada 2 yaitu fiksasi dan eksisi. Fiksasi dilakukan pada derajat I
dan II. Dan selebihnya adalah eksisi (Felix, 2006). Fiksasi terdiri dari:
a) Skleroterapi
Dilakukan untuk menghentikan perdarahan. Metode ini menggunakan zat
sklerosan yang disuntikan para vasal. Setelah itu, sklerosan merangsang
pembentukan jaringan parut sehingga menghambat aliran darah ke vena-
vena hemoroidalis. Akibatnya, perdarahan berhenti. Sklerosan yang
dipakai adalah 5% phenol in almond oil dan 1% polidocanol. Metode ini
mudah dilaksanakan, aman dan memberikan hasil baik.
b) Rubber Band Ligation
Kerja dari metode ini adalah akan mengabliterasi lokal vena hemoroidalis
sampai terjadi ulserasi (7-10 hari) yang diikuti terjadinya jaringan parut (3-
4 minggu). Prosedur ini dilakukan pada hemoroid derajat 1-3.
c) Infrared Thermocoagulation
Prinsipnya adalah mendenaturasi protein melalui efek panas dari infrared,
yang selanjutnya mengakibatkan jaringan terkoagulasi. Untuk mencegah
efek samping dari infrared berupa kerusakan jaringan sekitar yang sehat,
maka jangka waktu paparan dan kedalamannya perlu diukur akurat.
Metode ini diperuntukkan pada derajat 1-2.
d) Laser Haemorrhoidectomy
Metode ini mirip dengan infrared. Hanya saja mempunyai kelebihan dalam
kemampuan memotong. Namun, biayanya mahal.
e) Doppler Ultrasound Guided Haemorrhoid Artery Ligation
Metode ini menjadi pilihan utama saat terjadi perdarahan karena dapat
mengetahui secara tepat lokasi arteri hemoroidalis yang hendak dijahit.
f) Cryotherapy
Metode ini kurang direkomendasikan karena seringkali kurang akurat
dalam menentukan area freezing.
b. Penatalaksanaan Operatif
Terapi bedah dipilih untuk penderita yang mengalami keluhan menahun dan
pada penderita hemoroid derajat III dan IV. Ada tiga tindakan bedah yang tersedia
saat ini yaitu bedah konvensional (menggunakan pisau dan gunting), bedah laser
(sinar laser sebagai alat pemotong) dan bedah stapler (menggunakan alat dengan
prinsip kerja stapler).
1) Bedah Konvensional
Saat ini ada 3 teknik operasi yang biasa digunakan yaitu:
a) Teknik Milligan-Morgan
Teknik ini digunakan untuk tonjolan hemoroid di 3 tempat utama. Teknik
ini dikembangkan di Inggris oleh Milligan dan Morgan pada tahun 1973.
Basis massa hemoroid tepat diatas linea mukokutan dicekap dengan
hemostat dan diretraksi dari rektum. Kemudian dipasang jahitan transfiksi
catgut proksimal terhadap pleksus hemoroidalis. Penting untuk mencegah
pemasangan jahitan melalui otot sfingter internus.
Hemostat kedua ditempatkan distal terhadap hemoroid eksterna. Suatu
incisi elips dibuat dengan skalpel melalui kulit dan tunika mukosa sekitar
pleksus hemoroidalis internus dan eksternus, yang dibebaskan dari
jaringan yang mendasarinya. Hemoroid dieksisi secara keseluruhan. Bila
diseksi mencapai jahitan transfiksi cat gut maka hemoroid ekstena
dibawah kulit dieksisi. Setelah mengamankan hemostasis, maka mukosa
dan kulit anus ditutup secara longitudinal dengan jahitan jelujur sederhana.
Biasanya tidak lebih dari tiga kelompok hemoroid yang dibuang pada satu
waktu. Striktura rektum dapat merupakan komplikasi dari eksisi tunika
mukosa rektum yang terlalu banyak. Sehingga lebih baik mengambil
terlalu sedikit daripada mengambil terlalu banyak jaringan.
b) Teknik Whitehead
Teknik operasi yang digunakan untuk hemoroid yang sirkuler ini yaitu
dengan mengupas seluruh hemoroid dengan membebaskan mukosa dari
submukosa dan mengadakan reseksi sirkuler terhadap mukosa daerah itu.
Lalu mengusahakan kontinuitas mukosa kembali.
c) Teknik Langenbeck
Pada teknik Langenbeck, hemoroid internus dijepit radier dengan klem.
Lakukan jahitan jelujur di bawah klem dengan cat gut chromic no 2/0.
Kemudian eksisi jaringan diatas klem. Sesudah itu klem dilepas dan
jepitan jelujur di bawah klem diikat. Teknik ini lebih sering digunakan
karena caranya mudah dan tidak mengandung resiko pembentukan
jaringan parut sekunder yang biasa menimbulkan stenosis.
2) Bedah Laser
Pada prinsipnya, pembedahan ini sama dengan pembedahan konvensional,
hanya alat pemotongnya menggunakan laser. Saat laser memotong, pembuluh
jaringan terpatri sehingga tidak banyak mengeluarkan darah, tidak banyak luka
dan dengan nyeri yang minimal.
Pada bedah dengan laser, nyeri berkurang karena syaraf rasa nyeri ikut
terpatri. Di anus, terdapat banyak syaraf. Pada bedah konvensional, saat post
operasi akan terasa nyeri sekali karena pada saat memotong jaringan, serabut
syaraf terbuka akibat serabut syaraf tidak mengerut sedangkan selubungnya
mengerut.
Sedangkan pada bedah laser, serabut syaraf dan selubung syaraf menempel
jadi satu, seperti terpatri sehingga serabut syaraf tidak terbuka. Untuk
hemoroidektomi, dibutuhkan daya laser 12 – 14 watt. Setelah jaringan
diangkat, luka bekas operasi direndam cairan antiseptik. Dalam waktu 4 – 6
minggu, luka akan mengering. Prosedur ini bisa dilakukan hanya dengan rawat
jalan.
3) Bedah Stapler
Teknik ini juga dikenal dengan nama Procedure for Prolapse
Hemorrhoids (PPH) atau Hemoroid Circular Stapler. Teknik ini mulai
diperkenalkan pada tahun 1993 oleh dokter berkebangsaan Italia yang
bernama Longo sehingga teknik ini juga sering disebut teknik Longo. Di
Indonesia sendiri alat ini diperkenalkan pada tahun 1999. Alat yang digunakan
sesuai dengan prinsip kerja stapler. Bentuk alat ini seperti senter, terdiri dari
lingkaran di depan dan pendorong di belakangnya. Pada dasarnya hemoroid
merupakan jaringan alami yang terdapat di saluran anus. Fungsinya adalah
sebagai bantalan saat buang air besar. Kerjasama jaringan hemoroid dan m.
sfinter ani untuk melebar dan mengerut menjamin kontrol keluarnya cairan
dan kotoran dari dubur. Teknik PPH ini mengurangi prolaps jaringan
hemoroid dengan mendorongnya ke atas garis mukokutan dan mengembalikan
jaringan hemoroid ini ke posisi anatominya semula karena jaringan hemoroid
ini masih diperlukan sebagai bantalan saat BAB, sehingga tidak perlu dibuang
semua.
B. Pertimbangan Anestesi
1. Definisi Anestesi
Berdasarkan analisis kata “anestesi” (an = tidak, aestesi = rasa) dan
“reanimasi” (re = kembali, animasi/animation = gerak = hidup) maka Ilmu Anestesi
dan Reanimasi adalah cabang Ilmu Kedokteran yang mempelajari tatalaksana untuk
me “matikan” rasa, baik rasa nyeri, takut dan rasa tidak nyaman yang lain sehingga
pasien nyaman dan ilmu yang mempelajari tatalaksana untuk
menjaga/mempertahankan hidup dan kehidupan pasien selama mengalami “kematian”
akibat obat anestesia (Mangku, dkk, 2009). Trias anestesia yaitu: hipnotik, analgetik,
dan relaksasi otot rangka.
2. Jenis Anestesi
a. General Anestesi
General anestesi adalah keadaan fisiologis yang berubah ditandai dengan
hilangnya kesadaran reversible, analgesia dari seluruh tubuh, amnesia, dan
beberapa derajat relaksasi otot (Morgan & Mikhail, 2013). Ketidaksadaran
tersebut yang memungkinkan pasien untuk mentolerir prosedur bedah yang akan
menimbulkan rasa sakit tak tertahankan. Selama anestesi, pasien tidak sadar tetapi
tidak dalam keadaan tidur yang alami (Kozier, 2009).
b. Regional Anestesi
Merupakan penggunaan obat analgetik lokal untuk menghambat hantaran saraf
sensorik, sehingga impuls nyeri dari suatu bagian tubuh diblokir untuk sementara
(reversible), dengan fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya,
dan penderita tetap dalam keadaan sadar. Pembagiannya ada dua, yaitu blok
sentral dan perifer. Pada blok sentral (neuroaksial) meliputi blok spinal, epidural,
dan kaudal. Sedangkan blok perifer (saraf) meliputi blok pleksus brachialis,
aksiler, Bier, siatik, dan lain sebagainya.
3. Teknik Anestesi
Menggunakan Anestesi Inhalasi dengan ETT
Pre medikasi dengan Diazepam dan fentanyl
Induksi dengan thiopental dan propofol(2-3 mg/kgbb /IV)
4. Rumatan Anestesi
Pemeliharaan dengan N2O : O2 = 60%: 40% dan sevofluran
5. Resiko
Gangguan pernapasan
Gangguan Kardiovaskuler
Intoleransi aktivitas
C. Web Of Caution (WOC)
Tindakan operasi
General Anestesi
Pre Op Intra Op
Post Op
Efek Sisa Agen Anestesi
IntoleransiAktivitas
Risiko jatuh
b. Data Objektif
1) Tampak ada benjolan atau masa yang keluar pada daerah anus;
2) Anus tampak kemerahan atau adanya iritasi dan tampak adanya pruritus;
3) Adanya darah segar yang keluar dari anus ;
4) Tampak adanya lendir/mukus yang keluar dari anus;
5) Pasien tampak pucat, konjugtiva pucat;
6) Pasien tampak meringis, sulit jalan maupun duduk;
7) Pasien tampak gelisah dan cemas
2. Masalah Kesehatan Anestesi
a. PRE
1) Nyeri akut
2) Konstipasi
3) Risiko infeksi
4) Ansietas
b. INTRA
1) Risiko penurunan curah jantung
2) Pola napas tidak efektif
c. POST
1) Intoleran aktivitas
2) Risiko jatuh
3. Rencana Intervensi
a. PRE
1) Masalah Kesehatan anestesi nyeri akut
a) Tujuan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan anestesi selama .... x....
diharapakan nyeri berkurang.
b) Kriteria hasil
1. Wajah tidak meringis
2. Skala nyeri (NRS) 1-3 nyeri ringan
3. Tanda-tanda vital dalam rentang normal (TD: 120/80mmHg, N: 60-
80x/menit, S: 36, 5 C, RR: 14-20x/menit)
c) Rencana intervensi
1. Dorong pasien untuk melaporkan nyeri,
2. Kaji laporan nyeri, catat lokasi, lamanya intensitas, skala nyeri (0-10),
3. Berikan tindakan nyaman seperti pijat punggung dan mengubah posisi,
4. Instruksikan kepada pasien untuk menginformasikan kepada perawat
jika pereda nyeri tidak dapat dicapai,
5. Delegatif dalam pemberian analgetik dan antibiotic
b) Kriteria hasil
1. Tidak terdapat kemerahan pada anus
2. Tanda-tanda vital dalam batas normal
c) Rencana intervensi
1. Pantau tanda-tanda vital dan perhatikan peningkatan suhu tubuh
2. Instruksikan individu dabn keluarga mengenai penyebab, risiko dan
kekuatan penularan infeksi
3. Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan prolaps aseptik
4. Delegasi dalam pemberian antibiotik sesuai indikasi
b. INTRA
1) Masalah kesehatan anestesi risiko penurunan curah jantung
a) Tujuan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama .... x .... diharapakan risiko
penurunan curah jantung teratasi.
b) Kriteria hasil
1. Tanda-tanda vital dalam batas normal (TD: 120/80mmHg, N: 60-
80x/menit, S: 36, 5 C, RR: 14-20x/menit)
2. Tidak terjadi sianosis
c) Rencana intervensi
1. Observasi tanda-tanda vital
2. Monitoring cairan masuk dan keluar
3. Monitoring efek obat anestesi
4. Delegatif dengan dokter anestesi dalam pemberian cairan intravena dan
vasopressor
c. POST
1) Masalah kesehatan anestesi intoleran aktivitas
a) Tujuan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan anestesi selama .... x ....
diharapakan pasien dapat meningkatkan aktivitasnya.
b) Kriteria hasil
1. Pasien dapat meningkatkan aktivitasnya
2. Tidak ada tanda kelemahan
c) Rencana intervensi
1. Pantau respons individu terhadap aktivitas
2. Ajarkan metode penghematan energi untuk aktivitas
3. Bantu pasien dalam memenuhi ADL
4. Jelaskan akibat jika pasien banyak beraktivitas, beri kesempatan pasien
untuk bertanya tentang hal-hal yang belum dimengerti.
5. Kolaborasi dengan dokter dan terapi fisik untuk program latihan
jangka panjang.
4. Evaluasi
1) Nyeri akut
DS:
- Pasien mengatakan sudah tidak nyeri lagi
DO:
- Wajah tidak meringis
- Skala nyeri (NRS) 1-3 nyeri ringan
- Tanda-tanda vital dalam rentang normal (TD: 120/80mmHg, N: 60-
80x/menit, S: 36, 5 C, RR: 14-20x/menit)
2) Konstipasi
DS:
- Pasien mengatakan BAB tidak keras lagi
DO:
- Konsistensi lembek
- Distensi abdomen (-)
- Bising usus normal (5-35x/menit)
- Perut tidak kembung
3) Risiko infeksi
DS:
- Pasien mengatakan tidak terdapat kemerahan pada anus
DO:
DO:
E. Daftar Pustaka
Avidan M et al. Perioperative care,Anestesiologi,Anaesthesia, Pain management and
intensive care. 1st(ed), London.Churchill livingstone.2003
Carpenito. L. J. (2006). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Alih Bahasa Yasmin Asih.
Edisi 10. Jakarta: EGC.
Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
http://ilmukedokteran.blog.ca/2010/12/07/askep-hemoroid-10134695/
http://www.gocb.co.cc/2011/03/askep-hemoroid.html
Buzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare. 2002. Keperawatan medikal bedah, Jakarta:
Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC