Anda di halaman 1dari 106

MODUL PERENCANAAN PELABUHAN

MODUL
PERENCANAAN PELABUHAN
portas
i
Perair
an
Dara

m
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
CAPAIAN PEMBELAJARAN

Bab 1 DASAR PERENCANAAN PELABUHAN


1 Pendahuluan ........................................................................ I - 1
2 Jenis Pelabuhan dan Aspek Perencanaannya .......................... I - 2
3 Survey dalam Perencanaan Pelabuhan ................................... I - 6
4 Uraian Kegiatan dan Data Pendukung dalam Perencanaan
Pelabuhan ........................................................................... I - 8
5 Pengaruh Karakteristik Kapal dan Tipe Muatan Terhadap
Perencanaan Pelabuhan ........................................................ I - 12
6 Pemilihan Lokasi Pelabuhan .................................................. I - 15

Bab 2 PENGARUH KONDISI ALAM TERHADAP PERENCANAAN PELABUHAN


1 Pengaruh Angin .................................................................... II - 1
2 Pasang Surut ........................................................................ II - 3
2.1. Pasang Surut dan Sistem Tata Surya ................................ II - 3
2.2. Elevasi Muka Air Rencana ................................................ II - 4
3 Perairan ................................................................................ II - 5
4 Topografi dan Geologi ............................................................ II - 5
5 Tanah ................................................................................... II - 6

Bab 3 BEBAN YANG DIPERHATIKAN DALAM PERANCANGAN PELABUHAN


1 Beban Horizontal/Lateral ....................................................... III - 1
1.1. Akibat Angin dan Arus ................................................... III - 1
1.2. Akibat Benturan Kapal ................................................... III - 2
1.3. Akibat Gempa ............................................................... III - 2
1.4. Akibat Muatan Hidup Horizontal ..................................... III - 4
2 Beban Vertikal ..................................................................... III - 4

Bab 4 FASILITAS POKOK PELABUHAN


1 Pendahuluan ........................................................................ IV - 1
2 Alur Pelayaran ..................................................................... IV - 1
2.1. Pemilihan Karakteristik Alur ............................................ IV - 4
2.2. Kedalaman dan Lebar Alur ............................................. IV - 5
2.3. Layout Alur ................................................................... IV - 7
3 Kolam Pelabuhan ................................................................. IV - 8
4 Dermaga ............................................................................. IV - 11
4.1. Dermaga Dinding Berbobot ........................................... IV - 12
4.2. Dermaga dengan Tiang Pancang .................................... IV - 13
4.3. Dermaga dengan Dinding Turap atau Dinding Penahan .... IV - 14
4.4. Dermaga Konstruksi Kaison ............................................ IV - 14
4.5. Dermaga dengan Konstruksi Ganda ................................. IV - 15
5 Pemecah Gelombang ............................................................ IV - 16
6 Fender ................................................................................ IV - 19

i
6.1. Fender Kayu .................................................................. IV - 21
6.2. Fender Karet ................................................................. IV - 22
6.3. Fender Gravitasi ............................................................ IV - 23
7 Fasilitas Mooring (Tambat)..................................................... IV - 24
7.1. Boulder (Bollard)............................................................ IV - 26
7.2. Breasting Dolphin dan Mooring Dolphin............................ IV - 28
8 Fasilitas Bongkar Muat .......................................................... IV - 29
8.1. Jembatan untuk Kendaraan (Vehicle Ramp) ..................... IV - 29
8.2. Jembatan penghubung Gangway/Access Rright............... IV - 31
8.3. Peralatan Penanganan Muatan ....................................... IV - 32
9 Fasilitas Penyimpanan Muatan dan Parkir Kendaraan .............. IV - 34
10 Fasilitas Terminal ................................................................. IV - 36
11 Analisa Kebutuhan Jasa Angkutan ......................................... IV - 38
11.1. Peramalan Permintaan Jasa Angkutan Penumpang ......... IV - 38
11.2. Permintaan Jasa Angkutan Barang ................................ IV - 40
11.3. Permintaan Jasa Angkutan Kendaraan .......................... IV - 40

Bab 5 KONSTRUKSI PENUNJANG PELABUHAN


1 Dinding Penahan Tanah ........................................................ V - 1
2 Turap (Sheet Pile Structures) ................................................ V - 2
2.1. Turap Kayu ................................................................... V - 3
2.2. Turap Baja .................................................................... V - 3
2.3. Turap Beton .................................................................. V - 4
3 Tiang Pancang ..................................................................... V - 5
3.1. Perhitungan Struktur Tiang Pancang ............................... V - 5
3.2. Daya Pikul Tiang dengan Karakteristik
Tanah............................................................................ V - 6

Bab 6 PARAMETER PENENTU DIMENSI PELABUHAN


1 Panjang, Lebar dan Kedalaman Dermaga ............................... VI - 1
2 Kedalaman Kolam Pelabuhan dan Taraf Dermaga ................... VI - 3
3 Penentuan Lebar Dermaga ................................................... VI - 4
3.1. Pelabuhan Muatan Umum ............................................... VI - 4
3.2. Pelabuhan Muatan Cair .................................................. VI - 6
3.3. Pelabuhan Muatan Curah Butiran Padat ........................... VI - 8
3.4. Pelabuhan Peti Kemas (Container Port) ........................... VI - 8
4 Lebar dan Luas Gudang ....................................................... VI - 9
5 Jalan di dalam Pelabuhan ..................................................... VI - 10

Lampiran
Daftar Pustaka

ii
Pembelajaran Lulusan

Menunjukkan sikap bertanggungjawab atas pekerjaan di bidang keahliannya


S.i
secara mandiri
Menguasai konsep teoretis sistem dan manajemen transportasi perairan daratan
P.3
dan prinsip‐prinsip pengelolaan pelabuhan sungai danau dan penyeberangan
Capaian Pembelajaran Matakuliah

Mampu mengidentifikasi prasarana pelabuhan yang dibutuhkan suatu pelabuhan,


memahami pengaruh kondisi alam yang berpengaruh dalam perencanaan pelabuhan
dan pengaruh gaya yang bekerja pada konstruksi pelabuhan.

Indikator Pembelajaran

1. Mampu mengidentifikasi dan menerapkan pengetahuan dan penomena alam


yang berhubungan dengan perencanaan pelabuhan.
2. Mampu mengidentifikasi dan menentukan macam‐macam survei yang
dibutuhkan dalam perencanaan pelabuhan.
3. Mampu mengidentifikasi dan menentukan pemilihan lokasi pelabuhan agar
diperoleh lokasi pelabuhan yang ideal.
4. Mampu mengidentifikasi dan menentukan gaya‐gaya yang mempengaruhi
konstruksi pelabuhan.
5. Mampu menempatkan dan menentukan fasilitas yang terpilih yang
dibutuhkan dalam perencanaan pelabuhan.
6. Mampu menentukan dan menggunakan parameter yang tersedia untuk
menentukan dimensi fasilitas pelabuhan yang tepat yang dibutuhkan dalam
perencanaan pelabuhan.
1
DASAR PERENCANAAN PELABUHAN
Bab 1 Dasar Perencanaan Pelabuhan

BAB 1
DASAR PERENCANAAN PELABUHAN

1. Pendahuluan
Pelabuhan adalah daerah tempat berlabuh/bertambatnya kapal serta kendaraan
air lainnya untuk menaikkan dan menurunkan penumpang, bongkar muat
barang, hewan dan kendaraan serta merupakan daerah lingkungan kerja
kegiatan ekonomi. Dalam suatu pelabuhan kadang kala terdiri dari beberapa
terminal misalnya terminal minyak, peti kemas dan lain-lain.

Ditinjau dari sub sistem angkutan, pelabuhan merupakan salah satu simpul dari
mata rantai kelancaran angkutan muatan laut dan darat. Secara umum
pelabuhan merupakan suatu daerah pelabuhan yang terlindung dari
badai/ombak/arus, sehingga kapal dapat berputar (turning basin),
bersandar/membuang sauh dan bongkar muat. Untuk mendukung fungsi
tersebut dibangun dermaga (wharves atau piers), jalan, gudang
terbuka/tertutup, fasilitas penerangan, telekomunikasi dan sebagainya sehingga
fungsi pemindahan muatan dari/ke kapal yang bersandar di pelabuhan menuju
tujuan selanjutnya dapat dilakukan.

Pelabuhan dapat dibangun di suatu teluk, daerah terlindung, di muara dan atau
di sungai (Palembang, Belawan, Pontianak, New York) atau pun di sebuah pantai
(Tanjung Priok, Tanjung Perak). Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk
dan kepedulian terhadap efisiensi maka terdapat kecenderungan pelabuhan
sungai ditinggalkan. Hal ini berkaitan dengan meningkatnya kapasitas DWT kapal
dan manuver kapal yang semakin sulit.

Fungsi utama dari suatu pelabuhan adalah pemindahan muatan dari suatu moda
angkutan ke moda angkutan lainnya. Pada prinsipnya kegiatan muatan dapat
dibedakan atas:
a. Intra-modal transfer : yaitu pemindahan muatan antar moda yang
sejenis. Misalnya dari angkutan laut ke angkutan perairan daratan atau
sebaliknya.

I-1
Bab 1 Dasar Perencanaan Pelabuhan

b. Inter-modal transfer : yaitu pemindahan muatan antar moda yang tidak


sejenis. Misalnya dari angkutan laut ke angkutan darat atau sebaliknya.

Peranan dari suatu pelabuhan meliputi:


a. Sebagai titik simpul (transfer point) dari beberapa moda angkutan.
b. Menunjang pola perdagangan dan pola distribusi barang (to follow the
trade).
c. Merangsang aktifitas ekonomi dan memecah isolasi daerah
dibelakangnya (to promote the trade).
d. Menunjang pembentukan ketahanan nasional.

Sasaran pokok kegiatan pelabuhan, meliputi:


Lancar arus muatan, kelancaran arus muatan dipengaruhi:
a. pola lalu lintas muatan di pelabuhan
b. sistem penanganan muatan dan cara bongkar muat
c. kelayakan sarana dan prasarana pelabuhan
d. kualitas sumber daya manusia di pelabuhan

Lancar arus kapal, kelancaran arus kapal dipengaruhi oleh:


a. kelaikan kapal
b. kondisi kolam pelabuhan dan alur pelayaran
c. kondisi dermaga
d. kelancaran arus barang
e. kualitas SDM di pelabuhan

2. Jenis Pelabuhan dan Aspek Perencanaannya


Pelabuhan sebagai tempat berlabuhnya kapal-kapal diharapkan merupakan suatu
tempat terlindung dari gangguan laut, sehingga kegiatan bongkar muat (B/M)
dapat dilaksanakan untuk menjamin keamanan barang. Kadang-kadang suatu
lokasi pantai dapat memenuhi keadaan ini dan kedalaman air dan besaran kolam
pelabuhannya memenuhi persyaratan bagi kapal ukuran tertentu, sehingga
hanya dibutuhkan tambatan (wharf) guna merapatnya kapal agar kegiatan B/M
dapat dilaksanakan. Pelabuhan semacam ini disebut pelabuhan alam.

I-2
Bab 1 Dasar Perencanaan Pelabuhan

Pada keadaan lain, misalnya dalam pengembangan suatu daerah dibutuhkan


dibangun suatu pelabuhan, kolam pelabuhannya dibangun dengan cara
mengeruk tanah dan dibangun pula bangunan pelindung seperti pemecah
gelombang agar kapal-kapal dapat berlabuh dengan aman, pelabuhan seperti ini
disebut pelabuhan buatan. Tipe lain yang tidak memenuhi syarat ekstrim seperti
diatas disebut pelabuhan semi alam. Selain digolongkan berdasarkan segi teknis,
pelabuhan dapat pula digolongkan berdasarkan kegiatan yang dilaksanakan,
seperti dari segi perdagangan (domestik dan internasional), dari jenis muatan
yang dibongkar muat atau dari jenis pungutan jasanya.

Jenis pelabuhan berdasarkan segi teknis dan operasionalnya:

a. Dari segi penyelenggaraannya yaitu:


 Pelabuhan umum, diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat
umum. Pada umumnya pelabuhan umum adalah tempat menangani
muatan barang umum, penumpang dan kendaraan.

 Pelabuhan khusus, diselenggarakan untuk kepentingan sendiri guna


menunjang kegiatan tertentu. Pelabuhan khusus adalah pelabuhan yang
menangani muatan untuk kepentingan sendiri untuk kegiatan tertentu.

b. Dari segi pengusahaannya, yaitu:


 Pelabuhan yang diusahakan.
Pemakaian pelabuhan ini dikenakan biaya-biaya seperti biaya jasa labuh,
tambat, pemanduan, penundaan, pelayanan air bersih, jasa penumpukan,
bongkar muat dan sebagainya.

 Pelabuhan yang tidak diusahakan.


Pelabuhan ini hanya merupakan tempat singgahan kapal tanpa fasilitas
bongkar muat, bea cukai dan sebagainya.

c. Dari segi teknis dikenal beberapa macam pelabuhan yaitu:


 Pelabuhan alam (Natural and protected harbour)
Suatu daerah yang menjurus ke dalam (inlet) terlindung dari suatu pulau,
jazirah atau terletak di suatu teluk dan muara sungai, sehingga navigasi
dan berlabuhnya kapal dapat dilaksanakan. Contoh : Palembang.

I-3
Bab 1 Dasar Perencanaan Pelabuhan

 Pelabuhan buatan (Artificial harbour)


Suatu daerah perairan yang dibuat manusia, sehingga terlindung dari
ombak/badai/arus dan memungkinkan kapal dapat merapat. Contoh :
Tanjung Priok, Dover, Colombo).

 Pelabuhan semi alam (Semi natural harbour)


Pelabuhan ini merupakan campuran dari dua tipe diatas. Misalnya suatu
pelabuhan yang terlindung oleh lidah pantai dan perlindungan buatan
hanya pada alur masuk. Contoh pelabuhan Bengkulu.

d. Dari segi fungsinya dalam perdagangan domestik dan internasional, terdiri dari:
 Pelabuhan sungai (lokal)
 Pelabuhan pantai (interinsuler)
 Pelabuhan laut (internasional)

e. Dari segi jenis muatan yang ditangani, terdiri dari:


 Pelabuhan barang padat, terdiri dari : peti kemas dan kemasan lain.
 Pelabuhan barang curah (bulk), terdiri dari : curah cair (liquid bulk)
seperti minyak, curah padat (dry bulk) seperti batu bara, bijih besi.
 Pelabuhan penumpang
 Pelabuhan penumpang dan kendaraan

f. Dari segi penggunaannya, terdiri dari:


 Pelabuhan ikan
 Pelabuhan barang
 Pelabuhan penumpang
 Pelabuhan campuran
 Pelabuhan minyak/tambang
 Pelabuhan militer

Untuk melancarkan kegiatan pelayanan (arus penumpang, barang dan


kendaraan), secara operasional pelabuhan didukung oleh:
a. Kapal kerja (kapal keruk, kapal tunda, kapal rambu dsb)
b. Sistem telekomunikasi terestrial (tetap/fixed) dan ekstraterestrial
(bergerak/mobile)

I-4
Bab 1 Dasar Perencanaan Pelabuhan

c. Sistem jaringan jalan dengan daerah pendukung (pedalaman/hinterland)


yaitu jalan raya dan atau jalan kereta api
d. Sistem jaringan pelayaran(Route system)

Dalam melaksanakan angkutan secara efektif, masalah utama adalah


penanganan yang terintegrasi dari kegiatan-kegiatan jalur angkutan, penanganan
muatan, industri, pengepakan, asuransi dan jaringan komunikasi.

Keberhasilan kinerja atau efektifitas usaha pelabuhan diukur dari tingkat


utilitasnya yang mencapai maksimum (daya muat, kualitas angkut dan efisiensi
penggunaan peralatan baik di kapal maupun di darat). Hal ini dapat dicapai
dengan memperbesar dan mempercepat alat angkutan yang berdampak pada
peningkatan kuantitas fasilitas prasarana agar dapat menampungnya, seperti
makin besar kapal yang akan masuk pelabuhan makin dalam alur pelayaran,
makin dalam dan panjang tambatan, makin besar faktor pengamanan, makin
cepat pula daya bongkar muat yang dibutuhkan. Jadi antara sarana dan
prasarana keduanya saling mempengaruhi, membatasi dan berjalaln seiring.

Untuk mencapai hasil yang maksimal, pengusahaan dan pembangunan


pelabuhan, perencanaan dan perancangannya harus memperhatikan segi sosial,
politis, teknis, manajemen, ekonomis, finansial dan operasional. Penilaian
masalah tersebut biasanya tercakup dalam studi kelayakan (feasibility study).

Masalah sosial meliputi penilaian timbulnya dampak sosial terhadap masyarakat


suatu daerah sebagai akibat dibangunnya suatu pelabuhan.
Masalah politis meliputi penilaian kegunaan politis terhadap pengembangan
daerah yang dimaksud.

Masalah pasar angkutan meliputi penilaian besaran pasar angkutan barang dan
atau penumpang yang dikaitkan dengan kemungkinan dampak kesejahteraan
masyarakat dan kelayakan investasi.

Masalah teknis meliputi pemilihan lokasi pelabuhan ditinjau terhadap gangguan


alam (ecology) teknis konstruksi (mekanika tanah, pondasi, mekanika teknik,
beton/baja/kayu teknik lalu lintas), pelaksanaan pada saat pembangunan

I-5
Bab 1 Dasar Perencanaan Pelabuhan

(network planning), perkiraan biaya yang paling minimal untuk mendapatkan


keuntungan maksimal, perkiraan ukuran kapal dan jenis kapal yang akan
ditampung.

Masalah manajemen yaitu pengelolaan usaha meliputi prosedur operasional,


administrasi, personil, material dan keuangan agar pengelolaan pelabuhan tidak
merugi baik bagi perusahaan maupun masyarakat daerah tersebut.

Masalah penilaian finansial yaitu penentuan apakah pengusahaan pelabuhan


tersebut dapat memenuhi syarat-syarat keuangan, yaitu tingkat pengembalian
modal investasi (return on capital invested) dan dapatkah membantu investasi
tambahan dari pendapatan yang diterima arus kas dan neraca (cash flow and
balance sheets).

Masalah penilaian ekonomis adalah mengukur biaya terhadap keuntungan (laba)


dan pengembangan ekonomi secara keseluruhan yang akan didapat dari
pembangunan suatu proyek dan dampak lainnya terhadap kelestarian lingkungan
di daerah tersebut.

Besar investasi proyek menentukan sekali terhadap tarif jasa yang dijual dan
biaya pemeliharaan. Kesemuanya ini menyangkut kelangsungan operasional
pelabuhan tersebut. Dalam hal ini kemampuan mengembalikan dana investasi
setelah beroperasinya pelabuhan dan ditambah laba yang memadai sebelum
berakhirnya umur teknologi dari aset yang dipakai.

3. Survey dalam Perencanaan Pelabuhan


Informasi awal yang dibutuhkan dalam perencanaan pelabuhan diantaranya
meliputi:
a. Kondisi oceanografi, meliputi : gelombang laut, pasang surut dan arus.
b. Kondisi topografi, meliputi : kelebaran perairan, kedalaman air, kondisi
tanah pada dasar sungai/laut serta daerah sekitarnya dan ketinggian
tanah.

I-6
Bab 1 Dasar Perencanaan Pelabuhan

c. Kondisi penggunaan tanah, meliputi : luas areal yang tersedia dan


kepemilikannya, kondisi tumbuh-tumbuhan, Tata Guna Lahan (pemukiman,
industri, pertanian dll)

Dalam perancangan fasilitas pelabuhan harus memperhatikan beberapa


parameter antara lain kondisi alam, operasional, aspek perawatan serta aspek
ekonominya. Gambaran umum jenis penyelidikan/survey untuk perencanaan
pelabuhan tergambar dalam tabel 1.1.

Tabel 1.1. Penyelidikan/survey untuk perencanaan pelabuhan


Pengaruh Terhadap
Uraian Lingkup Penelitian Sumber Informasi
Desain Pelabuhan
Survey Bathimetri  Kontur Kedalaman  Pemilihan alur  Peta Hidrografi
 Penghalang-penghalang  Lokasi instalasi pelabuhan  Gambar kerja
Hidrografi
Survey Topografi  Topografi Pantai  Jenis pelabuhan  Peta-peta kondisi
 Kemudahan penentuan alam yang ada
akses ke arah darat
 Ketersediaan areal yang
dapat dikembangkan
Survey Meteorologi  Angin yang  Orientasi alur masuk  Data dari lokasi
mempengaruhi pelabuhan dan tambatan yang terdekat
(kecepatan, arah,  Desain breakwater
waktu)  Kebutuhan olah gerak
 Frekuensi terjadinya kapal
badai  Gangguan terhadap waktu
 Jarak pandang bebas operasional
 Curah hujan  Alat bantu navigasi
Survey Hidrografi  Gelombang (statistik,  Desain breakwater  Sebagai data awal
dan Oseanografi pola)  Profil dasar alur dan dapat diambil dari
 Arus (arah, intensitas, kolam pelabuhan catatan kapal
variasi)  Profil tanggul, pantai
 Pasang surut  Orientasi alur, tambatan
 Sedimentasi  Kebutuhan pengerukan
pemeliharaan
 Desain dermaga
 Perenc. kolam dan kanal
 Olah gerak kapal
Survey Geoteknik  Geologi lokasi  Desain fasilitas pelabuhan
 Penyelidikan tanah  Desain dan pengerukan
serta program reklamasi
Analisa  Kimia fisik dari air  Korosi pada bangunan
Karakteristik Air pelabuhan
 Analisis sedimentasi
 Penyiapan data ANDAL
Analisa Dampak  Binatang dan  Pengaruh aktifitas
Lingkungan tumbuhan perairan pelabuhan terhadap
 Kondisi pemanfaatan spesies yang ada
tanah sekarang dan  Gangguan terhadap
yang akan datang perikanan

I-7
Bab 1 Dasar Perencanaan Pelabuhan

4. Uraian Kegiatan dan Data Pendukung dalam Perencanaan Pelabuhan

Dalam pembangunan pelabuhan terdapat minimal 7 (tujuh) data pokok yang


dibutuhkan, yaitu:
a. Asal dan tujuan muatan (Origin and Destination) dan jenis muatan.
b. Klimatologi, meliputi: angin, pasang surut, sifat air laut dll.
c. Topografi : Geologi dan struktur tanah.
d. Rencana pembiayaan.
e. Pendayagunaan modal.
f. Jenis kapal yang menyinggahi dan sarana dan prasarana lain yang
mendukung kegiatan pelabuhan.
g. Hubungan dengan pelabuhan lain dalam rangka lalu lintas dan sistem
jaringan guna mendukung perdagangan.

Dalam merencanakan pelabuhan ciri-ciri teknis khusus harus diperhatikan agar


pelabuhan yang dirancang dapat memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Kapal harus dapat dengan mudah keluar masuk pelabuhan dan bebas dari
gangguan cuaca dan gelombang sehingga navigasi kapal dapat dilakukan.
b. Tersedia ruang gerak kapal di dalam kolam pelabuhan. Gerakan memutar
untuk mengarah keluar pelabuhan harus dimungkinkan sebelum kapal
ditambatkan.
c. Pengerukan awal (capital dredging) dan pengerukan pemeliharaan
(maintenance dredging) seminimal mungkin.
d. Meminimalkan perbedaan pasang surut dan pengendapan (sedimentasi)
seminimal mungkin bahkan dihilangkan.
e. Kemudahan kapal untuk bertambat.
f. Pembuatan dermaga (tambatan) diusahakan sedemikian rupa agar:
1) Biaya awal dan biaya pemeliharaan minim tetapi kuat memikul
muatan, peralatan dan tumbukan kapal pada saat menambat.
2) Letak dan bentuk tambatan mampu menampung bermacam jenis kapal
dengan sarat (draft) dan panjang yang berbeda.
3) Mempunyai dimensi yang cukup untuk untuk melaksanakan bongkar
muat.
4) Penanganan bongkar muat dapat dilaksanakan dengan efisien

I-8
Bab 1 Dasar Perencanaan Pelabuhan

g. Mempunyai tempat penyimpanan tertutup (gudang transit) dan lapangan


terbuka (open storage) yang cukup.
h. Memiliki peralatan bongkar muat yang memadai.

i. Memiliki fasilitas pendukung seperti air bersih, listrik, telekomunikasi dan


BBM untuk melayani kapal dan muatan.
j. Mempunyai jaringan angkutan darat yang mudah dengan daerah
pendukung (hinterland).

k. Muatan diusahakan bebas dari gangguan (pencurian, bahaya kebakaran


dll).
l. Tersedia fasilitas pemeliharaan minimal baik bagi kapal (dok) atau
pemeliharaan peralatan.
m. Tersedia fasilitas perkantoran agar lalu lintas dokumen dapat dilakukan
dengan cepat.
n. Memungkinkan untuk rencana perluasan/pengembangan pelabuhan.

Pada tabel 1.1 berikut terlihat hubungan antara macam-macam data dengan
kebutuhan fasilitas yang akan disediakan.

I-9
Tabel 1.1. Kegiatan Perencanaan Pelabuhan

BAGIAN PELABUHAN

Kolam Pelabuhan/Pemecah Gelomb.

Kedalaman/Lebar Kolam Pelabuhan

Daerah Penunjang Belakang


Gudang Tertutup/Terbuka
Peralatan Pendukung B/M
Pintu Keluar Masuk kapal

Pabrik-pabrik Pendukung
Dermaga dan Bentuknya

Fasilitas Air, Listrik, BBM

Dok dan Bengkel Kapal


Kolam dan Kedalaman

Tempat buang Sauh

Buruh/Tenaga Kerja
Apron dan Bepron

Jalan Kereta Api

Telekomunikasi
Kolam Putar

Pertamanan
Pengerukan
Jalan Raya

Konstruksi
KEGIATAN

Material
PERENCANAAN
Topografi
Gelombang
INFORMASI Kedalaman Laut
Pasang Surut
AWAL
Meteorologi
Geologi
Studi Kelayakan
Rencana Transportasi
Pengembangan Regional
Asal dan Tujuan
PENILAIAN Jaringan Telekomunikasi
EKONOMIS Dukungan Perdagangan
Dukungan Industri
Dukungan Pertambangan
Dukungan Pertanian/Perkebunan
Waktu Putar Kapal
Arus Muatan
Cargo Throughput

Bab 1 Dasar Perencanaan Pelabuhan


Berth Occupancy Rate
Storage Occupancy Rate
Utilitas Peralatan
OPERASI Arus Lalu Lintas Kapal
PELABUHAN Sistem Pelayaran
Pelayaran Dalam Negeri dan Luar Negeri
Navigasi
Karakteristik Kapal
Pengerukan
Kapal Tunda
I-10
Alat bantu navigasi

Rancangan alur pelayaran


- Tata letak alur
 Perdagangan - Kedalaman alur
 Lalu lintas pelayaran Sistem - Pengerukan awal dan pemeliharaan
Asal dan tujuan muatan
 Arus dan jenis muatan pelayaran
 Karakteristik kapal Jumlah pergerakan kapal didasarkan perkiraan
pergerakan mendatang (Future O/D)

Struktur Pelabuhan dan Fasilitas Peralatan B/M:


- Lebar, panjang dan kedalaman kolam
Angin Kedalaman pantai pelabuhan
Musim - Lebar apron, penempatan jalur KA
Sedimentasi dan pengerukan
Klimatologi Gelombang Laut - Luas gudang
Bentuk pelabuhan - Peralatan B/M bergerak
Arus - Konstruksi teknis dermaga
Pasang Surut Taraf bangunan
Fasilitas Pendukung:
- Suplai air bersih
- Suplai listrik
Topografi dan geologi Struktur Tanah Daya Dukung Tanah
- Jaringan telekomunikasi
- Suplai BBM
- Drainase dan pembuangan sampah

Rencana pelaksanaan Network Planning Program Tata Guna Lahan

Bab 1 Dasar Perencanaan Pelabuhan


Prasarana pendukung:
- Jaringan jalan raya dan KA
Sumber dan arus finansial - Kapal-kapal kerja

Fasilitas perbaikan kapal

Sumber daya dan sumber tenaga/sumber tenaga kerja Struktur jalur/rute Pelayaran:
- Jalur utama (Trunk route)
I-11

- Jalur cabang (Feeder route)


Gambar 1.1. Urutan Kegiatan dalam Merencanakan Pelabuhan
Bab 1 Dasar Perencanaan Pelabuhan

5. Pengaruh Karakteristik Kapal dan Tipe Muatan Terhadap Perencanaan


Pelabuhan

Dalam merancang pelabuhan kita perlu mengetahui karakteristik dan fungsi


kapal karena dari data ini kita dapat mengetahui ukuran-ukuran pokok kapal
yang berguna bagi perencana untuk dapat menetapkan ukuran-ukuran teknis
pelabuhan dan cara menangani bongkar muat. Sesuai dengan perkembangan
teknologi kapal, pelabuhan sebagai prasarana harus disesuaikan sehingga dapat
melayani kapal dan mampu menangani muatan.

Untuk mendalami karakteristik kapal terdapat beragam faktor yang diperhatikan:


a. Bahan material kapal yang digunakan yaitu baja, kayu, fiber glass dan lain-
lain.

b. Fungsi kapal sebagai kapal penumpang, kapal barang umum, kapal curah,
kapal peti kemas, kapal tanki, kapal tunda, kapal ikan.

c. Sistem pengendali dan penggerak yaitu mekanik, semi otomatis, otomastis,


diesel, sebagai penggerak utama.

d. Daerah operasi kapal, jarak dekat/sedang, jauh, disesuaikan dengan keadaan


perairan laut.

Hubungan antara karakteristik kapal terhadap perencanaan pelabuhan :

a. Dimensi kapal

 Panjang kapal, diperlukan dalam penentuan panjang dan lay out


dermaga, panjang jangkaun dermaga, lokasi tempat transit, kelebaran
dan pelengkungan alur pelayaran serta ukuran kolam pelabuhan.

 Lebar kapal, diperlukan dalam penentuan jarak jangkauan peralatan


bongkar muat dan mempengaruhi lebar alur pelayaran dan kolam
pelabuhan

 Sarat air kapal, diperlukan dalam penentuan kedalaman kolam di


depan dermaga, alur pelayaran dan kolam pelabuhan.

1-12
Bab 1 Dasar Perencanaan Pelabuhan

b. Kapasitas muatan kapal, diperlukan dalam penentuan luas minimum


gudang, tempat penumpukan dan parkir, terminal dan tingkat kemampuan
instalasi bongkar muat.

c. Peralatan bongkar muat yang harus disediakan di pelabuhan.

d. Tipe kemasan muatan.

e. Bentuk dan kekuatan lambung kapal serta karakteristik pergerakan kapal.

f. Kemampuan manuver kapal, mempengaruhi alur pelayaran, pintu masuk


pelabuhan, lay-out kolam pelabuhan dan kebutuhan kapal tunda di
pelabuhan.

Kapal sebagai sarana pengangkut muatan mempunyai ciri tersendiri dalam


menangani muatan. Muatan dapat berbentuk gas, cair, dan padat. Jarak dan
besarnya muatan dapat menentukan bentuk teknis kapal. Penanganan muatan
(cargo handling) menentukan ciri khas dari pelayanan terhadap kapal di dermaga
serta peralatan yang membantu bongkar/muat.

Berikut ini beberapa ukuran dasar terhadap rencana karakteristik kapal yang
akan digunakan dalam perencanaan pelabuhan:

Tabel 1.2. Beberapa Ukuran Dasar Kapal


Ukuran Kapal LoA B (mid) Draft
Jenis Angkutan Laut
(DWT) (m) (m) (m)
- Muatan umum regional 2.350 79,10 14,20 4,70
3.000 100,00 16,00 5,20
- Muatan Konvensional 18.000 170,00 26,00 10,00
- Peti kemas (container) 22.000 210,00 30,50 9,50
- Curah 40.000 200,00 32,00 11,00
- Tanki Minyak 40.000 200,00 32,00 11,00

Kapasitas angkut kapal biasanya diukur dengan satuan DWT (Dead Weight Ton),
yaitu besaran selisih dari displacement (berat air yang dipindahkan akibat
terapungnya kapal) kapal yang penuh muatan (extreem weight) dan kapal
kosong (light weight) dihitung dengan satuan ton metrik. Secara tegas DWT
adalah daya muat barang di dalam kapal dihitung dengan unit ton metrik. Satuan

1-13
Bab 1 Dasar Perencanaan Pelabuhan

lain yang digunakan adalah BRT (Bruto Registered Ton) atau GT (Gross Tonage)
yaitu jumlah isi dari ruang kapal keseluruhan dalam satuan “Registered ton”.
Satu Registered ton adalah 100 cft atau 2,83 m3.

Pada diagram berikut ini dapat dilihat jenis kapal berdasarkan karakteristik
fungsinya.

Kapal Penumpang dan Bagasi Kapal Penumpang dan a. Jenis Konvensional


Kendaraan b. Jenis Feri (Lo/Lo, Ro/Ro, untuk
penumpang dan kendaraan)

a. Dek tunggal (single deck)


Kapal barang umum b. Dek majemuk (tween deck,
Konvensional dapat pula menampung
penumpang)

a. Peti Kemas (container)


Kapal dengan muatan b. LASH (lighter aboard ship
yang di’unitkan’ tongkang-tongkang dapat
dimuatkan pada kapal
induk/mother ship)

Muatan Padat
a. Semen
Kapal barang untuk b. Pupuk
melayani undustri dan c. Biji-bijian (beras, gandum,
pertambangan jagung dll)
d. Aspal
e. Batu bara
f. Bijih/pasir besi
g. Timah
Kapal Barang Kapal Ikan h. Produk untuk didinginkan
(refrigatored product)

Muatan Cair Kapal-kapal Tanki


(tankers) untuk melayani
BBM dan minyak nabati

Muatan Gas

Kapal Kerja dan Kapal Keruk

Gambar 1.2. Jenis Kapal Berdasarkan Karakteristik Fungsinya

1-14
Bab 1 Dasar Perencanaan Pelabuhan

6. Pemilihan Lokasi Pelabuhan


pembangunan suatu pelabuhan baru didasarkan kepada dua alasan, yaitu untuk
mengimbangi perkembangan suatu lintasan pelayaran yang baru dibuka dan
untuk mengatasi kebutuhan jasa kepelabuhanan dimana pelabuhan yang ada
sudah tidak memungkinkan untuk dikembangkan lagi.

Pertimbangan mendasar dalam proses penentuan lokasi pelabuhan adalah:

a. Upaya untuk memperkecil biaya ekonomi dalam pembangunan dan


menciptakan suatu pelayanan jasa pelabuhan setelah pelabuhan tersebut
beroperasi.

b. Lokasi pelabuhan yang dipilih haruslah merupakan suatu daerah yang


menguntungkan dan juga daerah yang memiliki hubungan dengan jalur
transportasi lain seperti : jalan raya, jalan kereta api dan lain-lain.

c. Lokasi pelabuhan yang dipilih haruslah selaras dengan pola kebijakan


pengembangan daerah dan pemerataan penghasilan penduduk.

Secara garis besar pertimbangan tersebut diatas dapat dikelompokkan menjadi:

a. Pertimbangan yang berhubungan dengan kelengkapan fisik yang meliputi:


 kondisi perairan.
 kondisi daratan.
 Kondisi alam dan cuaca.
 Kondisi dampak lingkungan.
 Biaya pengadaan tanah.

b. Pertimbangan yang berhubungan dengan kelengkapan operasional meliputi:


 kondisi keterkaitan antar beberapa moda angkutan dan angkutan
lanjutan.
 kondisi tenaga kerja baik upah.
 kondisi material yang tersedia di sekitar lokasi.
 Kondisi pemeliharaan baik peralatan, dermaga, kolam pelabuhan maupun
alur pelayaran.

1-15
Bab 1 Dasar Perencanaan Pelabuhan

c. Pertimbangan yang berhubungan dengan kelengkapan sosial ekonomi:


 Penciptaan lapangan kerja bagi penduduk di sekitar lokasi.
 Peningkatan pendapatan penduduk (income per kapita).

Proses pemilihan lokasi dapat dilakukan seperti terlihat di bagan alir berikut:

KONSEP
PERENCANAAN

PERSYARATAN SURVEY
MINIMUM LAPANGAN

SELEKSI
AWAL

DESKRIPSI
KELENGKAPAN
SURVEY
TAMBAHAN
PEMBERIAN
BOBOT TERHADAP
KELENGKAPAN

SELEKSI
KEDUA

BIAYA
INDIKASI
KONSTRUKSI DAN
SOSIAL-EKONOMI
OPERASIONAL

SELEKSI
AKHIR

Gambar 1.3. Bagan alir proses pemilihan lokasi pelabuhan

Tahapan pemilihan lokasi pelabuhan:

a. Persyaratan minimum
Pengumpulan dan penganalisaan data terhadap kelengkapan adalah
pekerjaan yang membutuhkan banyak waktu dan biaya mengingat banyaknya
lokasi yang akan disurvey. Suatu pendekatan yang logis adalah dengan
memulai survey sebanyak mungkin loksai dengan suatu kriteria persyaratan
minimum yang harus dipunyai oleh masing-masing lokasi pilihan.

1-16
Bab 1 Dasar Perencanaan Pelabuhan

Persyaratan minimum dalam pemilihan lokasi pelabuhan meliputi:


a. Luas atau lebar daerah perairan dan daratan yang dibutuhkan adalah
tergantung kepada besar kecilnya pelabuhan yang dikehendaki. Sebagai
contoh sebuah pelabuhan barang yang kecil membutuhkan kelebaran
perairan di depan dermaga sebesar 150 – 200 m dan luas daratan seluas
10 ha. Sedangkan pelabuhan barang yang besar membutuhkan kelebaran
perairan sebesar 500 – 1.000 m dan lebih 50 ha daerah daratan.

b. Jarak antara lokasi pelabuhan dengan jalur angkutan lain sangat


mempengaruhi pemilihan, dimana semakin dekat lokasi pelabuhan dengan
jalur angkutan lain akan makin menguntungkan pelabuhan tersebut. Jarak
maksimum yang ditentukan sebesar 5 km dengan tetap
mempertimbangkan kemungkinan adanya pengembangan pelabuhan.

b. Seleksi awal
Seleksi awal merupakan tahapan yang paling kritis dalam proses pemilihan
lokasi, mengingat seleksi awal ini bertujuan untuk mengurangi banyak jumlah
lokasi-lokasi yang akan dipilih. Mekanisme awal dapat dibagi dalam 2 tahapan,
yaitu:
a. Survey lokasi, yang meliputi pengumpulan informasi umum mengenai
ukuran luas daratan, luas atau kelebaran daerah perairan serta jarak lokasi
terhadap angkutan lanjutan seperti jalan raya dan jalan kereta api.

b. Pemeriksaan kondisi perlengkapan masing-masing lokasi hasil survey


berdasarkan persyaratan minimum yang telah ditetapkan. Lokasi-lokasi
yang tidak memenuhi kelengkapan-kelengkapan pesyaratan minimum tidak
diikutkan lagi dalam seleksi berikutnya.

c. Seleksi kedua
Pada seleksi kedua ini, jumlah lokasi yang akan dipilih sudah banyak
berkurang dibandingkan dengan sebelum diadakan seleksi awal. Mekanisme
seleksi kedua dapat dibagi dalam 4 tahapan sebagai berikut:

a. Mendata, mengembangkan dan mengelompokkan seluruh kelengkapan


pokok yang diperlukan sebagai suatu pelabuhan. Pengelompokan
kelengkapan pokok tersebut meliputi:

1-17
Bab 1 Dasar Perencanaan Pelabuhan

1. Kelengkapan biaya yang terdiri dari:


 pengadaan tanah
 perbaikan kondisi lokasi (misalnya: biaya pematangan tanah,
penimbunan dan pengerukan)
 pengadaan fasilitas penunjang (instalasi listrik, air bersih, telepon
dan BBM)
 penyiapan prasarana angkutan (jalan raya dan jalan kereta api)

2. Kelengkapan mengenai kondisi pengembangan di masa mendatang,


terdiri dari:
 luas daerah daratan yang tersedia
 luas atau kelebaran daerah perairan yang tersedia

3. Kelengkapan mengenai kondisi lingkungan, terdiri dari:


 tata guna lahan di sekitar lokasi (daerah pertanian, industri,
pemukiman atau daerah yang sudah ada pelabuhannya)
 lingkungan hidup di sekitar lokasi (ada atau tidaknya
tumbuhan/hewan langka, daerah cagar alam atau cagar budaya)

b. Mengadakan survey tambahan terhadap lokasi-lokasi yang lulus dalam


seleksi awal sesuai dengan hasil pengembangan kelengkapan pokok.

c. Penentuan sistem penilaian/perankingan berdasarkan tingkat


kepentingannya.

d. Perhitungan indeks yang diinginkan dan ranking dalam pemilihan lokasi


berdasarkan skor yang telah ditetapkan sebelumnya (seperti AMK: AHP dan
Concordance Analysis). Misalnya:

No. Deskripsi Kondisi Skor


1 Sangat Menguntungkan 4
2 Menguntungkan 3
3 Cukup Menguntungkan 2
4 Kurang Menguntungkan 1

d. Seleksi akhir
Dari hasil perankingan dalam seleksi kedua, dipilih 3 calon lokasi yang
terbesar nilai bobotnya. Terhadap ketiga calon lokasi terbaik tersebut kita

1-18
Bab 1 Dasar Perencanaan Pelabuhan

lakukan penilaian akhir berdasarkan tingkat efisiensi dalam pembiayaan


pelaksanaan konstruksi dan operasional pelabuhan serta
dampak/pengaruhnya terhadap daerah dimana pelabuhan tersebut
beroperasi.

Komponen-komponen biaya konstruksi antara lain:


- Biaya pembebasan tanah
- Biaya pengerukan/penimbunan
- Biaya pembuatan jalur angkutan lanjutan
- Biaya pembuatan jalan dalam pelabuhan
- Biaya pembuatan dermaga dan dolphin
- Biaya pembuatan bangunan pemecah gelombang
- Biaya pengadaan fasilitas pemeliharaan
- Biaya pengadaan fasilitas penunjang
- Biaya pembuatan terminal
- Biaya pembuatan bangunan perkantoran
- Biaya pembuatan gudang
- Biaya penyelamatan lingkungan
- Biaya relokasi
- Biaya tak terduga

6. Latihan
1. Sebutkan peranan pelabuhan dalam sistem transportasi !
2. Sebutkan dan jelaskan sasaran pokok kegiatan pelabuhan !
3. Jelaskan jenis-jenis pelabuhan berdasarkan segi teknis dan operasionalnya !
4. Sebutkan jenis-jenis fasilitas pokok dan penunjang pelabuhan wilayah daratan
pelabuhan sungai dan danau !
5. Sebutkan jenis-jenis fasilitas pokok dan penunjang pelabuhan wilayah
perairan pelabuhan penyeberangan !
6. Sebutkan 10 contoh pelabuhan penyeberangan di Indonesia !

1-19
2
PENGARUH KONDISI ALAM TERHADAP
PERENCANAAN PELABUHAN
Bab 2 - Pengaruh Kondisi Alam Terhadap Perencanaan Pelabuhan

BAB 2
PENGARUH KONDISI ALAM TERHADAP
PERENCANAAN PELABUHAN

1. Angin
Dari beberapa faktor cuaca yang perlu diperhatikan dalam mendisain bangunan
suatu pelabuhan, maka angin adalah faktor yang paling mempengaruhi secara
langsung, karena akibat adanya angin akan menimbulkan gelombang, arus dan
badai.

Pengetahuan sifat angin sangat penting bagi perencanaan pelabuhan karena:


a. Angin mempunyai pengaruh besar dalam pengendalian kapal (manuver),
terutama pada saat kapal menjelang masuk mulut pelabuhan dan saat akan
sandar di dermaga.
b. Angin menimbulkan gaya-gaya horizontal yang perlu dipikul konstruksi
pelabuhan.
c. Angin mengakibatkan gelombang laut yang menimbulkan gaya-gaya
tambahan yang harus dipikul konstruksi bangunan pelabuhan, misalnya
pemecah gelombang pelabuhan.

Angin yang bekerja pada bangunan menimbulkan suatu tekanan yang berbentuk
muata sebagai akibat perubahan kecepatan pada sekitar bangunan yang harus
dipikul konstruksi bangunan tersebut. Bentuk perbedaan tekanan muatan dapat
dengan jelas terlihat pada objek yang mempunyai bentuk tertentu dan pada sisi
tertentu suatu bangunan, misalnya aliran angin pada hulu ( p stream) dan hilir
(Down stream) seperti terlihat pada gambar 2.1 berikut ini.

Gambar 2.1. Tekanan angin pada beberapa bentuk bangunan

II-1
Bab 2 - Pengaruh Kondisi Alam Terhadap Perencanaan Pelabuhan

Besar tekanan muatan dinyatakan dalam “Buku Peraturan Muatan Indonesia


1970” atau “NI-18” yang besarannya dinyatakan dengan rumus:

v2
p
16
dimana:
p = tekanan tiup (kg/m2) dengan pmin = 40
v = kecepatan angin (m/det)

Untuk suatu lokasi kecepatan ini diobservasi, kemudian berdasarkan observasi


digambarkan sebagai frekuensi intensitas angin. Untuk menentukan besaran
koefisien tekanan tiup positif/negatif, dapat diambil ketentuan dari NI-18.
Selanjutnya untuk membandingkan tekanan muatan angin dapat diambil
beberapa ketentuan dari The British Code of Practice No. 3 dimana besaran
tekanan (lbs/ft2) tergantung pada faktor kecepatan angin (v diukur pada
ketinggian 40 ft dalam mph), tinggi bangunan (h dalam ft) dan tinggi rata-rata
bangunan penghambat (s dalam ft dengan syarat s= 0,5 h), yakni:

v 2
p [1  0,06(h  s )]
600

a. Drag Force dan Lift Force pada aliran angin yang tetap. Sesuai dengan Hukum
BERNOULLI, suatu objek benda yang terkena aliran angin, maka tekanan
statisnya adalah sebagai berikut:

p  1 / 2v 02  P0  1 / 2v 2

dimana:
p = tekanan statis pada titik suatu objek.
 = kepadatan udara.
V0 = kecepatan angin bebas.
P0 = tekanan angin pada kecepatan angin bebas.
V = kecepatan sepanjang objek
P = tekanan statis sepanjang objek

II-2
Bab 2 - Pengaruh Kondisi Alam Terhadap Perencanaan Pelabuhan

b. Berat jenis udara berubah sebagai fungsi dari temperatur dan ketinggian.
Pada permukaan air laut, berat jenis udara sebagai fungsi dari temperatur T
dapat dinyatakan sebagai berikut:

Temperatur T
-20o 0o +20o +40o +60o +80o +100o
(dalam F)
P
2,8 2,7 2,6 2,5 2,4 2,3 2,2
slugs/FL3 x 103

c. Tekanan angin pada suatu bentuk objek dapat diuraikan menjadi dua
komponen, yaitu gaya sejajar dengan mata angin (drag force) dan gaya tegak
lurus terhadap arah angin (lift force) serta mempunyai koefisien yang
bermacam-macam.

2. Pasang Surut
Pengetahuan pasang surut sangat penting bagi perencanaan pelabuhan.
Pengukuran biasanya dilakukan dengan alat pengukur (gauge) dan dapat diukur
setiap jam/hari. Pengukuran ini memberikan gambaran selisih kedalaman pada
saat pasang dan surut (average range of tides).

2.1. Pasang Surut dan Sistem Tata Surya


Gerakan permukaan air laut berubah-ubah baik dilihat dari waktu maupun
tempat. Perubahan ini diakibatkan karena adanya gaya tarik antar benda
angkasa. Bumi yang menjadi satelit dalam sistem tata surya dan bulan yang
menjadi satelit bumi, keduanya mempunyai gaya yang berpengaruh pada tinggi
rendahnya permukaan air laut.

Gerakan rotasi bulan melalui lintasan yang berbentuk eliptis. Posisi bulan dengan
jarak terdekat dengan bumi disebut perigee dan jarak terjauh disebut apogee.
Keadaan pasang terjadi pada perigee dan keadaan surut terjadi pada apogee.
Besarnya faktor pengaruh gaya tarik bulan lebih besar dibandingkan pengaruh
gaya tarik matahari dengan perbandingan 2,26 : 1.

Perencana pelabuhan harus mengetahui keadaan pasang surut suatu daerah


lokasi sebelum perencanaan dimulai. Mengingat elevasi muka air laut selalu
berubah setiap saat, maka diperlukan suatu elevasi yang ditetapkan berdasarkan

II-3
Bab 2 - Pengaruh Kondisi Alam Terhadap Perencanaan Pelabuhan

data pasang surut. Berikut beberapa elevasi pasang surut yang perlu diketahui,
yaitu:

a. Muka Air Tinggi (High Water Level - HWL) : muka air tertinggi yang dicapai
pada saat air pasang dalam satu siklus pasang surut.

b. Muka Air Rendah (Low Water Level - LWL) : kedudukan air terendah yang
dicapai pada saat air surut dalam satu siklus pasang surut.

c. Muka Air Tinggi Rerata (Mean High Water Level - MHWL) : rerata dari muka
air tinggi selama periode 19 tahun

d. Muka Air Rendah Rerata (Mean Low Water Level - MLWL) : rerata dari muka
air rendah selama periode 19 tahun

e. Muka Air Laut Rerata (Mean Sea Level - MSL) : muka air rerata antara muka
air tinggi rerata dan muka air rendah rerata. Elevasi ini digunakan sebagai
referensi untuk elevasi di daratan.

f. Muka Air Tinggi Tertinggi (Highest High Water Level - HHWL) : muka air
tertinggi pada saat pasang surut purnama atau bulan mati.

g. Muka Air Rendah Terendah (Lowest Low Water Level - LLWL) : muka air
terendah pada saat pasang surut purnama atau bulan mati.

Muka Air Tinggi Rerata (Mean High Water Level - MHWL) digunakan untuk
menentukan elevasi puncak pemecah gelombang, dermaga, panjang rantai
pelampung penambat. Muka Air Rendah Terendah (Lowest Low Water Level -
LLWL) diperlukan untuk menentukan kedalaman alur pelayaran dan kolam
pelabuhan.

2.2. Elevasi Muka Air Rencana


Di dalam perencanaan pelabuhan diperlukan data pengamatan pasang surut
minimal selama 15 hari yang digunakan untuk menentukan elevasi muka air
rencana. Pengamatan lebih lama (30 hari atau lebih) akan memberikan data
yang lebih lengkap.

Dari pengamatan selama 15 hari atau 30 hari dapat diramalkan pasang surut
periode berikutnya dengan menggunakan metode admiralty atau metode kuadrat
terkecil (least square method).

II-4
Bab 2 - Pengaruh Kondisi Alam Terhadap Perencanaan Pelabuhan

3. Perairan
Gelombang digunakan untuk merencanakan bangunan-bangunan pelabuhan
seperti pemecah gelombang, studi ketenangan di pelabuhan dan fasilitas
pelabuhan lainnya. Gelombang akan menimbulkan gaya-gaya yang bekerja pada
bangunan pelabuhan dan menimbulkan arus dan transport sedimen di daerah
pantai. Lay out pelabuhan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga
sedimentasi di pelabuhan dapat dihindari.

Sebagai gambaran umum, berikut ini kriteria batasan besar gelombang agar
suatu jenis kapal dapat melakukan bongkar muat:

Tabel. 2.1. Tinggi gelombang yang diijinkan dikaitkan dengan ukuran dan jenis
kapal
Tinggi Gelombang
Jenis Muatan Ukuran Kapal
(m)
Barang padat Kapal: 1.000 DWT Maks. 0,2 m
umum Kapal: 1.000 s/d 3.000 DWT Maks. 0,6 m
Kapal: 3.000 s/d 15.000 DWT Maks. 0,8 m
Kapal Roll On Roll Off Maks. 0,2 m
Barang cair/gas Kapal Tanker uk. 50.000 DWT Maks. 1,2 m
Barang khusus LASH (Lighter Aboard Ship) Maks. 0,6 m
Kapal Peti Kemas
BACAT (Barge Aboard Catamaran)

Gelombang laut dapat ditimbulkan oleh bermacam hal seperti: angin, gempa
dasar laut, tsunami, gerakan kapal dan lain sebagainya. Faktor-faktor berikut
yang menentukan tinggi gelombang:
a. Kecepatan angin
b. Lama angin bertiup
c. Kedalaman laut dan luasnya perairan
d. Fetch, yaitu jarak antara terjadinya angin sampai lokasi gelombang tersebut.

4. Topografi dan Geologi


Agar efisien dalam pengoperasiannya, sebuah pelabuhan sering membutuhkan
areal tanah yang luas yang berdekatan dengan perairan yang juga luas serta
memiliki kedalaman yang cukup. Daerah daratan harus cukup luas untuk
membangun fasilitas pelabuhan seperti dermaga, jalan, gudang dan daerah

II-5
Bab 2 - Pengaruh Kondisi Alam Terhadap Perencanaan Pelabuhan

industri. Apabila daerah daratan sempit maka daerah perairan harus cukup luas
dan dalam untuk memungkinkan perluasan daratan. Untuk memenuhi kebutuhan
tersebut, dapat dilaksanakan dengan melakukan pekerjaan tanah yang meliputi
pengurukan dan penimbunan tanah yang tersedia.

Kondisi geologi juga perlu diteliti mengenai sulit tidaknya melakukan pengerukan
daerah perairan dan kemungkinan menggunakan hasil pengerukan untuk
menimbun tempat lain. Di beberapa tempat, daerah pantai (daratan) merupakan
daerah rawa yang sering tergenang air pada waktu pasang dan merupakan
daerah yang mempunyai tanah berdaya dukung rendah untuk mendukung
bangunan di atasnya. Untuk itu apabila daerah perairan perlu dilakukan
pengerukan dan hasilnya berupa tanah berpasir maka dapat digunakan untuk
menimbun daerah yang akan didirikan bangunan.

5. Tanah
Pada setiap bangunan selalu dihadapkan pada masalah pondasi dan stabilitas
yang erat kaitannya dengan karakteristik, klasifikasi dan daya dukung tanah.
Karakteristik dan struktur tanah sebagai pendukung bangunan secara
keseluruhan banyak ditentukan atas kekuatan tanah tersebut dan diukur sebagai
tekanan tanah yang diijinkan. Pada pembebanan maksimum, perhitungan
didasarkan pada:
1) Daya tekanan tanah maksimum.
2) Penurunan bangunan yang direncanakan.
3) Kekuatan memikul gaya-gaya yang bekerja.

Tanah dapat diklasifikasikan sebagai berikut:


1) Berangkal (boulder)
2) Kerakal (cobbles)
3) Kerikil (gravel)
4) Pasir (sand)
5) Lanau (silt)
6) Lempung (clay)
7) Gambut (peats)

II-6
Bab 2 - Pengaruh Kondisi Alam Terhadap Perencanaan Pelabuhan

Untuk perkiraan sementara sebelum diadakannya penyelidikan mekanika tanah,


dapat digunakan nilai daya dukung tanah seperti tertulis pada tabel 2.2 berikut
untuk perhitungan pendekatan.

Tabel 2.2. Perkiraan Daya Dukung untuk Perhitungan Awal


Daya Dukung Daya Dukung
Macam Tanah Macam Tanah
(ton/m2) (ton/m2)
Lempung sangat halus 2,5 Pasir padat/bersih 25,0
Lempung halus 7,5 Pasir padat berlanau 15,0
Lempung normal 12,5 Pasir lepas dan halus 20,0
Lempung setengah lekat 17,5 Pasir bergradasi & lepas 18,0
Lempung lekat 22,5 Pasir dan kerikil 50,0
Lempung keras 30,5 Pasir bersemen 10,0

Keadaan tanah di pantai dan muara sungai biasanya mempunyai keadaan tanah
yang jelek, maka sebelum dibangun suatu pelabuhan tanah tersebut perlu
dipadatkan atau diganti dengan tanah yang lebih baik misalnya pasir laut.

6. Latihan
1. Jelaskan pemanfaatan data angin dalam perencanaan pelabuhan!
2. Jelaskan pemanfaatan data pasang surut sangat penting bagi perencanaan
pelabuhan!
3. Sebutkan contoh pemanfaatan elevasi muka air rencana dalam perencanaan
pelabuhan?
4. Jelaskan pemanfaatan data gelombang yang digunakan untuk perencanaan
pelabuhan?
5. Sebutkan aktor-faktor yang menentukan tinggi gelombang?

II-7
3
BEBAN YANG DIPERHATIKAN DALAM
PERANCANGAN PELABUHAN
Bab 3 - Muatan Muatan Yang Diperhatikan Dalam Perancangan Pelabuhan

BAB 3
BEBAN YANG DIPERHATIKAN DALAM
PERANCANGAN PELABUHAN

Dalam perancangan pelabuhan selain karakteristik tanah, daya dukung, fondasi dan
stabilitas bangunan laut secara menyeluruh kestabilan konstruksi terhadap muatan
yang bekerja sangat perlu untuk diperhatikan. Secara garis besar, muatan yang
bekerja tersebut dibagi dalam 2 (dua) kategori utama, yaitu:

1. Beban Horisontal/Lateral
1.1. Akibat Angin dan Arus
Data kecepatan angin dan arus diperlukan untuk mendesain kekuatan bolder
sebagai tambatan kapal, dikarenakan bolder akan mengalami gaya tarik ketika
kapal merapat di dermaga akibat gerakan kapal yang terkena angin. Data
kecepatan arus juga diperlukan untuk mendesain kekuatan pondasi tiang
pancang yang akan mengalami gaya horizontal akibat arus air laut.

Gaya akibat angin yang bekerja pada dermaga diukur dengan skala Beaufort
(Lampiran I) tergantung pada arah angin dan arus yang bekerja. Bila pada
dermaga/tambatan terdapat kapal yang sedang bertambat, yang diperhitungkan
adalah luas muka kapal diatas permukaan air kemudian dikalikan dengan faktor
1,3 sebagai ganti ukuran bentuk kapal sebenarnya.

Besar gaya akibat arus adalah :


 2
F  v
2g

Dimana:
 = berat jenis benda cair dimana kapal tersebut terapung
g = percepatan gravitasi
v = kecepatan arus

III-1
Bab 3 - Muatan Muatan Yang Diperhatikan Dalam Perancangan Pelabuhan

1.2. Akibat Benturan Kapal


Energi kinetik akibat benturan (the kinetic energy of impact) dari kapal saat akan
bertambat dihitung sebagai berikut:

Mv 2 1 W  2
E   v
2 2  g 
Dimana:
E = energi kinetik
M = massa kapal
W = berat kapal
g = percepatan gravitasi
v = kecepatan kapal pada saat bertambat pada sudut 180 dengan
tambatan

Energi kinetik ini biasanya 50% (atau E/2) diterima oleh sistem fender dan
sisanya dipikul oleh konstruksi dermaga/tambatan. Untuk kapal besar biasanya
kecepatan dihitung v = 7,5 sampai 15 cm/detik dan untuk kapal kecil diambil v =
30 cm/detik.

1.3. Akibat Gempa


Bangunan pelabuhan termasuk dalam kategori bangunan khusus, maka besaran
koefisien gempa harus dihitung 2 kali dari koefisien gempa dasar. Arah kerja
gempa harus diperhitungkan ke segala arah. Sebagai akibat gaya gempa yang
tiba-tiba, dalam perhitungan dapat digunakan kenaikan tegangan pada
konstruksi kayu, beton dan baja sebesar 1,5 kali tegangan yang diijinkan bagi
tegangan tarik, tekan dan geser. Sedangkan daya dukung tanah diberikan
tambahan antara 30% – 50% tergantung jenis/klasifikasi tanah.

Besarnya gaya gempa dihitung sebagai berikut:

F =kW
= (kj L B) W
= f ko L B

III-2
Bab 3 - Muatan Muatan Yang Diperhatikan Dalam Perancangan Pelabuhan

Dimana:
F = gaya gempa
W = Beban vertikal dengan muatan hidup penuh
k = koefisien gempa
kj = koefisien gempa berdasarkan tingkat bersangkutan
f = koefisien sesuai tingkat penggunaan bangunan (untuk bangunan
pelabuhan = 2)
ko = koefisien gempa dasar
L = faktor laju gempa (Indonesia dibagi dalam 3 lajur: L1 = 1,00; L2 =
0,50 dan L3 = 0,25)
B = faktor tanah yang mendukung bangunan

Besar koefisien gempa dasar ditentukan berdasarkan tinggi rendahnya


bangunan, untuk:
a. Beban merata pada bangunan H ≤ 10 m

H ko = 0,1

b. Beban tidak merata pada bangunan H > 40 m


1
ko 
0,4H 10  0,1H

kn  (1  0,05H )k 0

kn = koefisien pada puncak


0,6 H
ko = koefisien pada alas

III-3
Bab 3 - Muatan Muatan Yang Diperhatikan Dalam Perancangan Pelabuhan

Besar koefisien faktor tanah:

Konstruksi
Jenis Tanah Beton
Kayu Baja Tembok
Bertulang
- Keras 0,6 0,6 0,8 1,0
- Sedang 0,8 0,8 0,9 1,0
- Lunak 1,0 1,0 1,0 1,0

1.4. Akibat Beban Hidup Horisontal


Besar muatan hidup horisontal diambil secara persentil (5% - 10%) dari muatan
hidup yang bekerja pada bangunan pelabuhan.

2. Beban Vertikal
Beban vertikal terdiri dari muatan mati (dead load) dan muatan hidup
(bergerak/live load). Beban mati terjadi akibat berat konstruksi yang terdapat
pada bangunan tersebut, sedangkan muatan hidup terdiri atas muatan merata,
muatan terpusat akibat roda kendaraan, keran (crane) dan peralatan bongkar
muat lain yang bekerja di pelabuhan. Beban hidup merata biasanya untuk
menampung muatan minyak, air, barang curah dan umumnya diambil 2.000
sampai 4.000 kg/m2.

Beban Mati (Dead Loads)


Beban mati adalah segala sesuatu bagian struktur yang bersifat tetap, termasuk
dalam hal ini berat sendiri struktur. Sebagai contoh adalah berat sendiri balok,
kolom, pelat lantai, dinding, atap, jendela, plumbing, peralatan elektrikal, dan
lain sebagainya.

Berat sendiri material yang diperhitungkan dalam perencanaan struktur adalah


sebagai berikut :
 Air laut 1025 kg/m3
 Beton bertulang 2400 kg/m3
 Beton bertulang basah 2500 kg/m3
 Beton prestressed 2450 kg/m3
 Baja 7850 kg/m3

III-4
Bab 3 - Muatan Muatan Yang Diperhatikan Dalam Perancangan Pelabuhan

 Kayu 1000 kg/m3


 Pasir 2000 kg/m3
 Aspal 2000 kg/m3

Beban Hidup (Live Loads)


Beban hidup adalah semua beban yang bersifat dapat berpindah-pindah (beban
berjalan), atau beban yang bersifat sementara yang ditempatkan pada suatu
tempat tertentu. Sebagai contoh adalah beban kendaraan pada area parkir,
kelengkapan meja/kursi pada kantor, dinding partisi, manusia, beban air pada
kolam renang, beban air pada tangki air, dan lain sebagainya.

III-5
4
FASILITAS POKOK PELABUHAN
BAB 4
FASILITAS POKOK PELABUHAN

1. Pendahuluan
Pelabuhan adalah suatu kawasan yang mempunyai beberapa fasilitas untuk
menunjang kegiatan operasional. Fasilitas-fasilitas tersebut ditujukan untuk
melancarkan kegiatan usaha di pelabuhan.

Secara umum layanan yang diberikan oleh pelabuhan dibagi menjadi tiga
kategori, yaitu:
 Kapal (sea-related service), seperti jasa labuh, tambatan, pandu dan tunda.
 Barang (land-related service), seperti jasa bongkar muat barang, peralatan
bongkar muat dan penumpukan.
 Penyaluran (delivery-related service), seperti: bongkar muat, pergudangan
dan pengangkutan

2. Alur Pelayaran
Alur pelayaran digunakan untuk mengarahkan kapal yang akan keluar/masuk ke
kolam pelabuhan. Alur pelayaran harus mempunyai kedalaman dan lebar yang
cukup atau sesuai dengan draft kapal sehingga dapat dilalui kapal-kapal yang
akan menggunakan pelabuhan. Dengan mengetahui secara pasti data pasang
surut, jenis kapal yang akan berlabuh, serta peta batimetri yang memuat data
kedalaman dasar perairan, maka akan didapat analisis daerah yang bisa dilewati
pada saat muka air rendah terendah, muka air rerata, dan muka air tinggi
tertinggi sesuai jenis kapal yang ditentukan untuk merapat ke rencana Dermaga
Pelabuhan.

Alur pelayaran digunakan untuk mengarahkan kapal yang akan masuk ke kolam
pelabuhan. Alur pelayaran dan kolam pelabuhan harus cukup tenang terhadap
pengaruh gelombang dan arus. Perancanaan alur pelayaran dan kolam
pelabuhan ditentukan oleh kapal terbesar yang akan masuk ke pelabuhan dan
kondisi meteorologi dan oseanografi.
Bab 4 - Fasilitas Pokok Pelabuhan

Gambar 4.1. Layout alur pelayaran dari alur masuk ke pelabuhan.

Perencanaan alur pelayaran dan kolam pelabuhan ditentukan oleh:


a. Kapal terbesar yang akan masuk ke pelabuhan untuk itu perlu survey tipe
dan jumlah kapal yang keluar-masuk pelabuhan.
b. Kondisi meteorologi terutana arah dan kecapatan angin, kondisi laut meliputi:
batimetri, oseanografi terutama arah dan tinggi gelombang.

Dalam perjalanan masuk ke pelabuhan melalui alur pelayaran, kapal mengurangi


kecepatannya sampai kemudian berhenti di dermaga. Secara umum ada
beberapa daerah yang dilewati selama perjalanan tersebut, yaitu:
a. Daerah tempat kapal melempar sauh di luar pelabuhan.
b. Daerah pendekatan di luar alur masuk.
c. Alur masuk di luar daerah pelabuhan dan di dalam daerah terlindung.
d. Saluran menuju dermaga apabila pelabuhan di dalam derah daratan.
e. Kolam putar.

IV-2
Bab 4 - Fasilitas Pokok Pelabuhan

Daerah pendekatan, alur masuk dan saluran dapat dibedakan menurut tinggi
tebing, seperti ditunjukkan pada gambar 4.2 berikut.
a. di daerah pendekatan h=0
b. di alur masuk 0 < h < H dan perbandingan h/H < 0,4
c. di saluran h>H

dengan:
h adalah kedalaman pengerukan dan
H adalah kedalaman alur.

Kondisi pelayaran di alur pelayaran tidak banyak berbeda dengan di laut (dasar
rata) apabila h/H < 0,4. Apabila h/H > 0,4 maka pelayaran adalah serupa
dengan di saluran dengan kedua tebing di kedua sisinya.

Gambar 4.2. Penampang alur pelayaran

Daerah tempat kapal melempar sauh di luar pelabuhan digunakan sebagai


tempat penungguan sebelum kapal bisa masuk ke pelabuhan akibat pasang surut
atau dermaga penuh. Daerah ini harus sedekat mungkin dengan alur masuk.
Dasar daerah ini harus mempunyai tanah yang mempunyai daya tahanan yang
baik untuk bisa menahan jangkar. Kedalaman tidak boleh kurang dari 1,15 kali
draft maksimum kapal terbesar dan tidak boleh lebih dari 100 m.

IV-3
Bab 4 - Fasilitas Pokok Pelabuhan

Gambar 4.3. Gerak kapal masuk dan keluar pelabuhan

Kapal yang melalui alur pendekatan diarahkan untuk bergerak menuju alur
masuk dengan menggunakan rambu pelayaran. Sedapat mungkin alur masuk ini
lurus, tetapi bila alur terpaksa membelok maka setelah belokan harus dibuat alur
stabilisasi yang berguna untuk menstabilkan gerak kapal setelah membelok.

2.1. Pemilihan Karakteristik Alur


Sebuah kapal yang mengalami/menerima arus dari depan akan dapat mengatur
gerakannya, tetapi apabila arus berasal dari belakang kapal akan menyebabkan
gerakan yang tidak baik. Faktor yang mempengaruhi pemilihan karakteristik alur
masuk ke pelabuhan adalah sebagai berikut:
a. Keadaan lalu lintas kapal.
b. Keadaan geografi dan meteorologi di daerah alur.

IV-4
Bab 4 - Fasilitas Pokok Pelabuhan

c. Sifat-sifat fisik dan variasi dasar saluran.


d. Karakteristik maksimum kapal yang menggunakan pelabuhan.
e. Kondisi pasang surut, arus dan gelombang.

Suatu alur masuk pelabuhan yang lebar dan dalam akan memberikan
keuntungan-keuntungan baik langsung maupun tidak langsung seperti:
a. Jumlah kapal yang dapat bergerak tanpa tergantung pada pasang surut
akan lebih besar.
b. Berkurangnya batasan gerak dari kapal-kapal yang mempunyai draft
besar,
c. Dapat menerima kapal yang berukuran besar ke pelabuhan,
d. Mengurangi waktu tunggu kapal yang tergantung pada kondisi pasang
surut,
e. Mengurangi waktu transito barang-barang.

2.2. Kedalaman dan Lebar Alur


Untuk mendapatkan kondisi operasi yang ideal kedalaman air di alur pelayaran
masuk harus cukup besar untuk memungkinkan pelayaran pada muka air
terendah dengan kapal bermuatan penuh. Kedalaman air ini ditentukan oleh
berbagai faktor seperti ditunjukkan dalam gambar 4.4. Kedalaman air total
adalah:

H=d+G+R+P+S+K

dengan:
d = draft kapal
G = gerak vertikal kapal karena gelombang dan squat
R = ruang kebebasan bersih
P = ketelitian pengukuran
S = pengendapan sedimen antara dua pengerukan
K = toleransi pengerukan

IV-5
Bab 4 - Fasilitas Pokok Pelabuhan

Squat adalah pertambahan draft kapal terhadap muka air yang disebabkan oleh
kecepatan kapal. Squat ini di perhitungkan berdasarkan dimensi, kecepatan
kapal dan kedalaman air.

Kedalaman air diukur terhadap muka air referansi, biasanya muka air rerata dari
muka air surut terendah pada saat pasang besar (spring tide) yang disebut LLWS
(Lower Low Water Spring).

Gambar 4.4. Kedalaman alur pelayaran

Lebar alur biasanya diukur pada kaki sisi-sisi miring saluran atau pada kedalaman
yang direncanakan. Lebar alur tergantu g pada beberapa faktor, yaitu:
1. Lebar, kecepatan dan gerakan kapal,
2. Lalu lintas kapal (alur untuk 1 atau 2 jalur),
3. Kedalaman alur,
4. Kelebaran alur (lebar atau sempit),
5. Stabilitas tebing alur,
6. Angin, gelombang, arus melintang dalam alur.

Pada alur untuk satu jalur, lebar alur adalah 3 hingga 4 kali lebar kapal. Jika
kapal boleh berpapasan lebar alur adalah 6 hingga 7 kali lebar kapal. Gambar 4.5
menunjukkan cara menentukan lebar alur untuk satu dan dua jalur.

IV-6
Bab 4 - Fasilitas Pokok Pelabuhan

Gambar 4.5. (a) Lebar alur satu jalur dan (b) Lebar alur dua jalur

Cara lain untuk menentukan lebar alur diberikan oleh OCDI (1991). Lebar alur
untuk dua jalur diberikan oleh tabel 4.1. Untuk alur di luar pemecah gelombang,
lebar alur harus lebih besar daripada yang diberikan tabel supaya kapal dapat
berolah gerak dengan aman dibawah pengaruh gelombang, arus, angin dan
sebagainya.
Tabel 4.1. Lebar alur menurut OCDI

Panjang Alur Kondisi Pelayaran Lebar


Kapal sering berpapasan 2 LoA
Relatif panjang
Kapal jarang berpapasan 1,5 LoA
Kapal sering berpapasan 1,5 LoA
Selain alur di atas
Kapal jarang berpapasan LoA

2.3. Layout Alur


Beberapa ketentuan berikut ini perlu diperhatikan dalam merencanakan trase
alur pelayaran:
a. Sedapat mungkin trase alur harus mengikuti garis lurus.
b. Satu garis lengkung akan lebih baik daripada sederetan belokan dengan
interval pendek.
c. Garis lurus yang menghubungkan dua kurva lengkung harus mempunyai
panjang minimum 10 kali panjang kapal terbesar.
d. Sedapat mungkin alur tersebut harus mengikuti arah arus dominan.

IV-7
Bab 4 - Fasilitas Pokok Pelabuhan

e. Jika memungkinkan, pada waktu kapal terbesar masuk pada air pasang, arus
berlawanan dengan arah kapal yang datang.
f. Lebar alur dan mulut pelabuhan harus cukup besar untuk mengantisipasi
gerakan kapal akibat arus dan angin melintang.
g. Titik tidak boleh kembali atau berputar harus sedekat mungkin dengan mulut
pelabuhan dan membuat lebar tambahan agar kapal yang mengalami
kecelakaan dapat meninggalkan tempat tersebut.

Apabila terdapat belokan maka harus berupa kurva lengkung dengan jari-jari
belokan tergantung pada sudut belokan dan panjang kapal terbesar yang
melewatinya. Apabila tidak terdapat arus melintang dan kecepatan antara 7 – 9
knot, jari-jari minimum untuk kapal yang membelok tanpa kapal tunda adalah
sebagai berikut:
R 3 L untuk  < 25
R 5 L untuk 25 <  < 35
R  10 L untuk  > 35

dengan: 
R = jari-jari belokan
L = panjang kapal terbesar
 = sudut belokan

Gambar 4.6. Alur pada belokan

3. Kolam Pelabuhan
Kolam pelabuhan harus cukup tenang, mempunyai kedalaman yang cukup,
sehingga memungkinkan kapal berlabuh dengan aman dan memudahkan

IV-8
Bab 4 - Fasilitas Pokok Pelabuhan

bongkar muat. Selain itu tanah dasar harus cukup baik untuk bisa menahan
angker dari pelampung penambat. OCDI memberikan beberapa besaran untuk
menentukan dimensi kolam pelabuhan. Daerah kolam yang digunakan untuk
menambatkan kapal, selain penambatan di depan dermaga dan tiang penambat,
mempunyai luasan air yang melebihi daerah lingkaran dengan jari-jari yang
diberikan dalam tabel 4.2.

Tabel 4.2. Luas kolam untuk tambatan


Tanah Dasar atau Jari-Jari
Penggunaan Tipe Tambatan
Kecepatan Angin (m)
Tambatan bisa Pengangkeran baik LoA + 6H
Penungguan di lepas berputar 360 Pengangkeran jelek LoA + 6H + 30
pantai atau bongkar
Tambatan dengan Pengangkeran baik LoA + 4,5H
muat barang
dua jangkar Pengangkeran jelek LoA + 4,5H + 25
Kec. angin 20 m/det LoA + 3H + 90
Penambatan selama ada badai
Kec. angin 30 m/det LoA + 4H + 145

H = kedalaman air

Sedangkan pada pelampung penambat, daerah perairan mempunyai jari-jari


yang diberikan dalam tabel 4.3. Pada kolam yang digunakan untuk penambatan
di depan dermaga atau tiang penambat, mempunyai daerah perairan yang
cukup. Panjang kolam tidak kurang dari panjang total kapal (LoA) ditambah
dengan ruang yang diperlukan untuk penambatan yaitu sebesar lebar kapal,
sedangkan lebarnya tidak kurang dari yang diperlukan untuk penambatan dan
keberangkatan kapal yang aman.

Lebar kolam di antara dermaga yang berhadapan ditentukan oleh ukuran kapal,
jumlah tambatan dan penggunaan kapal tunda. Apabila dermaga digunakan
untuk tambatan kurang dari tiga kapal, lebar kolam di antara dermaga adalah
sama dengan panjang kapal (LoA). Sedangkan dermaga untuk empat kapal atau
lebih, lebar kolam adalah 1,5 LoA.

Tabel 4.3. Luas kolam untuk tambatan pelampung


Tipe Penambatan Luas
Tambatan pelampung tunggal Lingkaran dengan jari-jari (LoA + 25)
Tambatan pelampung ganda Segi empat dengan panjang LoA + 50 m dan lebar L/2

IV-9
Bab 4 - Fasilitas Pokok Pelabuhan

Luas kolam putar yang digunakan untuk mengubah arah kapal minimal adalah
luas lingkaran dengan jari-jari 1,5 LoA dari kapal terbesar yang
menggunakannya. Apabila perputaran kapal dilakukan dengan bantuan jangkar
atau kapal tunda, luas kolam putar minimal adalah luas lingkaran dengan jari-jari
sama dengan panjang total kapal (LoA).

Dengan memperhitungkan gerak osilasi kapal karena pengaruh gelombang,


angin dan arus pasang surut, kedalaman kolam pelabuhan adalah 1,1 kali draft
kapal pada muatan penuh dibawah elevasi muka air rencana. Kedalaman
tersebut diberikan pada tabel 4.4.

Tabel 4.4. Kedalaman kolam pelabuhan


Bobot Kedalaman Bobot Kedalaman Bobot Kedalaman
Kapal Penumpang (GT) Kapal Barang (DWT) Kapal Minyak (DWT
500 3,5 700 4,5 700 4,0
1.000 4,0 1.000 5,0 1.000 4,5
2.000 4,5 2.000 5,5 2.000 5,5
3.000 5,0 3.000 6,5 3.000 6,5
5.000 6,0 5.000 7,5 5.000 7,5
8.000 6,5 8.000 9,0 10.000 9,0
10.000 7,0 10.000 10,0 15.000 10,0
15.000 7,5 15.000 11,0 20.000 11,0
20.000 9,0 20.000 11,5 30.000 12,0
30.000 10,0 30.000 12,0 40.000 13,0
40.000 13,0 50.000 14,0
Kapal Barang Curah (DWT) 50.000 14,0 60.000 15,0
10.000 9,0 70.000 16,0
15.000 10,0 Kapal Ferry (GT) 80.000 17,0
20.000 11,0 1.000 4,5
30.000 12,0 2.000 5,5 Kapal Peti Kemas (DWT)
40.000 12,5 3.000 6,0 20.000 12,0
50.000 13,0 4.000 6,5 30.000 13,0
70.000 15,0 6.000 7,5 40.000 14,0
90.000 16,0 8.000 8,0 50.000 15,0
100.000 18,0 10.000 8,0
150.000 20,0 13.000 8,0

Kolam pelabuhan harus cukup tenang baik dalam kondisi biasa maupun badai.
Kolam di depan dermaga harus cukup tenang untuk memungkinkan penambatan
selama 95% - 97,5% dari hari atau lebih dalam satu tahun.

Tinggi gelombang kritis untuk bongkar muat barang di kolam pelabuhan


ditentukan berdasarkan jenis kapal, ukuran dan kondisi bongkar muat yang
diberikan dalam tabel 4.5.

IV-10
Bab 4 - Fasilitas Pokok Pelabuhan

Tabel 4.5. Tinggi gelombang kritis di pelabuhan


Tinggi Gelombang Kritis
Ukuran Kapal
untuk B/M
Kapal Kecil ( < 500 GRT) 0,3 m
Kapal sedang dan kapal besar 0,5 m
Kapal sangat besar ( > 500.000 GRT) 0,7 – 1,5 m

4. Dermaga
Dalam merencanakan dan merancang dermaga pelabuhan harus diperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
a. Letak dan kedalaman perairan dermaga yang direncanakan.
b. Beban muatan yang harus dipikul dermaga (baik beban merata maupun
beban terpusat seperti: fork lift, crane dll).
c. Gaya-gaya lateral yang disebabkan manuver kapal ataupun gaya gempa.
d. Karakteristik tanah (daya dukung tanah, stabilitas bangunan, penurunan
bangunan).
e. Sistem angkutan dan sistem penanganan muatan.
f. Pemanfaatan dari bahan bangunan yang tersedia.
g. Tenaga dan peralatan yang tersedia untuk melancarkan pekerjaan.

Fungsi dari dermaga dan tempat tambat adalah:


a. Tempat sandar dan tambat kapal.
b. Tempat peralatan bongkar muat.
c. Tempat aktifitas bongkar muat.
d. Tempat berpangkalnya fasilitas-fasilitas listrik dan air bersih

Agar dermaga dan tempat tambat tersebut dapat berfungsi dengan baik, maka
sebuah dermaga haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:

a. Mempunyai kedalaman air yang cukup untuk kapal berolah gerak, yaitu
minimum sebesar 1,20 s/d 1,30 kali tinggi sarat air maksimum kapal tertentu
atau minimum sebesar tinggi sarat air kapal ditambah 0,5 m.

b. Mempunyai ketinggian lantai dermaga yang bersesuaian dengan tinggi


lambung timbul (freeboard) kapal. Pada umumnya tinggi dermaga pelabuhan
diambil sebesar 0,50 s/d 1,3 meter diatas Muka Air Tinggi Rata-rata (MHWL).

IV-11
Bab 4 - Fasilitas Pokok Pelabuhan

c. Mempunyai panjang dermaga yang bersesuaian dengan panjang kapal.


Panjang dermaga ditentukan berdasarkan panjang keseluruhan kapal (LOA)
ditambah suatu jarak sehingga memungkinkan kapal ditambat dengan sudut
30 s/d 45 yang dibentuk oleh tali tambat dengan garis sejajar dermaga.

d. Tidak terdapat gelombang/arus yang menghambat proses bongkar muat.


Pada umumnya gelombang laut yang tingginya lebih dari 30 cm dapat
menghambat proses bongkar muat.

e. Dapat meredam energi akibat benturan kapal. Untuk meredam energii


benturan pada dermaga dipasang b easting dolphins yang dilengkapi dengan
sistem fender.

4.1. Dermaga Dinding Berbobot


Konstruksi dermaga terdiri dari blok-blok beton besar yang diatur sedemikian
rupa sehingga membuat sudut 60 dengan garis horisontal. Besar balok beton
disesuaikan dengan kapasitas angkut keran (crane).

Perletakan blok beton dengan letak miring dimaksudkan agar terjadi geseran
antar blok beton satu dengan yang lainnya, sehingga dicapai kesatuan konstruksi
yang mampu memikul beban-beban vertikal dan horisontal pada dermaga. Pada
dasar konstruksi ini sebelumnya dilakukan perbaikan tanah dasar, yaitu dengan
mengeruk lapisan lumpur dan diganti dengan lapisan pasir. Contoh dermaga ini
adalah pelabuhan umum III Tanjung Priok.

Gambar 4.7. Dermaga konstruksi blok beton berbobot dengan kemiringan 60

IV-12
Bab 4 - Fasilitas Pokok Pelabuhan

4.2. Dermaga dengan Tiang Pancang


Sesuai dengan kedalaman yang diperlukan, karakteristik tanah, peralatan yang
tersedia, dan manusia pelaksana yang terdapat pada lokasi, konstruksi dermaga
tiang pancang umumnya sangat menguntungkan. Jenis tiang pancang ini dapat
terbuat dari kayu (ulin), baja atau beton (bertulang/pratekan). Untuk kedalaman
fondasi yang dalam, biasanya digunakan tiang beton pratekan atau tiang baja.
Beberapa konstruksi dermaga tiang pancang yang pernah dilaksanakan:

a. Pelabuhan Tenau (Kupang), Tanjung Priok (Pelabuhan Nusantara),


Lokhseumawe, Pontianak dan lain sebagainya. Kedalaman pelabuhan antara -
3.00 hingga –6.00 LLW. Untuk kedalaman perairan -3.00 dapat digunakan
tiang kayu sedangkan untuk kedalaman lebih dari -4.00 MLLW biasanya
digunakan tiang beton bertulang. Untuk menjaga tanah dibelakang bangunan
tiang digunakan dinding penahan tanah atau turap selanjutnya dibuat
kemiringan tanah sampai mencapai kedalaman yang diinginkan. Untuk
melindungi kemiringan tanah digunakan batu.

b. Pelabuhan Belawan, Banjarmasin, dan Semarang. Fondasi dermaga yang


digunakan adalah tiang beton pratekan berbentuk pipa (hollow prestressed
concrete), dengan diameter luar sebesar 1,28 m dan diameter dalam 1,00 m,
tebal dinding pipanya 14 cm. Panjang tiang keseluruhan rata-rata 18,5 m.

Gambar 4.8. Dermaga dengan tiang beton pratekan

IV-13
Bab 4 - Fasilitas Pokok Pelabuhan

Enam bagian segmen lantai dermaga disatukan dengan daya pratekan (30 T)
melalui masing-masing lubang untuk 8 kabel baja berukuran 7 mm. Ujung atas
dan ujung bawah tiang diameternya membesar yang berguna untuk tumpuan
balok-balok lantai dan menahan gaya-gaya lateral. Kedalaman pelabuhan
Belawan adalah -10,5 m dibawah M LW. Sebelum pemancangan, dilakukan
pengerukan lapisan lumpur sampai kedalaman -16.00 m dibawah MLLW untuk
kemudian diurug dengan lapisan pasir.

4.3. Dermaga dengan Dinding Turap atau Dinding Penahan


Untuk keadaan karakteristik tanah tertentu, maka konstruksi dermaga dapat
dibuat dari turap atau dinding penahan tanah. Dinding penahan tanah atau turap
beton dapat digunakan untuk kedalaman perairan -2.00 hingga -4.00 MLLW.
Kedalaman yang lebih besar biasanya digunakan turap baja.

Gambar 4.9. Derm ga dengan dinding turap baja dan jangkar

4.4. Dermaga Konstruksi Kaison


Konstruksi kaison dapat diterapkan bila karakteristik tanahnya jelek. Kaison
adalah suatu konstruksi kotak-kotak beton bertulang yang dibuat di darat dengan
cara mengapungkan dan diletakkan pada posisi yang diinginkan kemudian
ditenggelamkan dengan mengisi kamar-kamar kaison dengan pasir laut. Agar
tanah dapat memikul beban kaison, dilakukan perbaikan tanah. Contoh

IV-14
Bab 4 - Fasilitas Pokok Pelabuhan

konstruksi kaison : dermaga panjang dan Surabaya, Gdynia (Polan ia) dan
Sheibah (Kuwait).

Gambar 4.10. Dermaga dengan konstruksi kaison

4.5. Dermaga dengan Konstruksi Ganda


Pada keadaan karakteristik tanah yang kurang menguntungkan dapat
dikembangkan konstruksi ganda, yaitu kombinasi tiang pancang yang diatasnya
ditempatkan dinding penahan tanah dengan sekat-sekat (counterfor ); pada
bagian muka dapat ditempatkan turap yang berfungsi menahan tanah. Diatas
dinding penahan tanah tersebut bila diperlukan dapat ditempatkan keran
tambatan, kemiringan tiang-tiang pancang untuk menahan gaya-gaya horisontal
dapat diambil 1:20. Dengan konstruksi ini maka tidak diperlukan perbaikan
tanah.

IV-15
Bab 4 - Fasilitas Pokok Pelabuhan

Gambar 4.11. Dermaga dengan konstruksi ganda

5. Pemecah Gelombang
Pemecah gelombang adalah bangunan yang digunakan untuk melindungi daerah
perairan pelabuhan dari gangguan gelombang. Bangunan ini memisahkan daerah
perairan dari laut bebas, sehingga perairan pelabuhan tidak banyak dipengaruhi
oleh gelombang. Daerah perairan dihubungan dengan laut oleh mulut pelabuhan
dengan lebar tertentu dan kapal keluar/masuk melalui celah tersebut.

Pada prinsipnya, pemecah gelombang dibuat sedemikian rupa sehingga mulut


pelabuhan tidak menghadap ke arah gelombang dan arus dominan yang terjadi
di lokasi pelabuhan. Gelombang yang datang membentuk sudut terhadap garis
pantai dapat menimbulkan arus sepanjang pantai. Kecepatan arus ya g besar
akan mengangkut sedimen dasar dan membawanya searah dengan arus
tersebut. Mulut pelabuhan yang menghadap arus tersebut kemungkinan akan
kemasukan sedimen dalam perairan pelabuhan sehingga mengakibatkan
pendangkalan.

IV-16
Bab 4 - Fasilitas Pokok Pelabuhan

Ada beberapa macam pemecah gelombang yang digunakan ditinjau dari bentuk
dan bahan bangunan yang digunakan.

 Menurut bentuknya pemecah gelombang dapat dibedakan menjadi:


- Pemecah gelombang sisi miring
- Pemecah gelombang sisi tegak
- Pemecah gelombang campuran

 Menurut bahan yang digunakan pemecah gelombang dapat dibedakan


menjadi:
- Pemecah gelombang tumpukan batu
- Pemecah gelombang blok beton
- Pemecah gelombang beton massa
- Pemecah gelombang turap

Dimensi pemecah gelombang tergantung pada:


- Ukuran dan layout pelabuhan
- Kedalaman perairan
- Tinggi pasang surut
- Tinggi gelombang

Tabel 4.6. Keuntungan dan kerugian masing-masing pemecah gelombang


Tipe Pemecah Gelombang Keuntungan Kerugian
Pemecah Gelombang Sisi Miring 1. Elevasi puncak bangunan 1. Dibutuhkan jumlah material
rendah. dalam jumlah besar.
2. Gelombang refleksi 2. Pelaksanaan pekerjaan lama.
kecil/meredam energi 3. Kemungkinan kerusakan pada
gelombang. waktu pelaksanaan besar.
3. Kerusakan berangsur-angsur. 4. Lebar dasar besar
4. Perbaikan mudah.
5. Murah
Pemecah Gelombang Sisi Tegak 1. Pelaksanaan pekerjaan cepat. 1. Mahal.
2. Kemungkinan kerusakan pada 2. Elevasi puncak bangunan
waktu pelaksanaan kecil. tinggi
3. Sisi dalamnya dapat digunakan 3. Tekanan gelombang besar.
sebagai dermaga atau tempat 4. Diperlukan tempat
tambatan. pembuatan kaison yang luas.
4. Biaya perawatan kecil. 5. Sulit diperbaiki.
Pemecah Gelombang Campuran 1. Pelaksanaan pekerjaan cepat. 1. Mahal.
2. Kemungkinan kerusakan pada 2. Diperlukan peralatan berat.
waktu pelaksanaan kecil. 3. Diperlukan tempat
3. Luas perairan pelabuhan pembuatan kaison yang luas.
besar.

IV-17
Bab 4 - Fasilitas Pokok Pelabuhan

Gambar 4.12. Macam-macam konstruksi pemecah gelombang

Gambar 4.13. Batu buatan untuk pemecah gelombang

IV-18
Bab 4 - Fasilitas Pokok Pelabuhan

6. Fender
Fender berfungsi sebagai bantalan yang ditempatkan di depan dermaga. Fender
akan menyerap energi benturan antara kapal dan dermaga. Fender juga
melindungi rusaknya cat badan kapal akibat gesekan antara kapal dengan
dermaga yang disebabkan gerakan kapal akibat gelombang, arus dan angin.

Gambar 4.14. Fender

Desain kekuatan dari fender perlu diperhatikan dikarenakan fender berfungsi


untuk meredam daripada benturan kapal langsung akibat pengaruh gelombang.
Fender harus mampu meredam beban yang diberikan dan kuat agar dermaga
yang dibuat tidak rusak akibat benturan dari kapal. Sebagian daripada beban
benturan diserap oleh fender, sedangkan sisanya diteruskan ke strutur.

Sedangkan untuk penentuan jarak antara fender digunakan rumus :

dimana :
L = jarak maksimum antar fender (m)
r = jari-jari kelengkungan sisi haluan kapal (m)
h = tinggi fender (m)

IV-19
Bab 4 - Fasilitas Pokok Pelabuhan

Fender dapat dibagi dua kelompok berdasarkan sistem bekerjanya tumbukan


pada fender, yaitu :
1. Fender peredam energi (energy – absorbing fender)
Fender peredam energi merupakan fender yang bekerjanya menampung
energi tumbukan (energi kinetik) yang timbul akibat sistem merapatnya
kapal. Hal ini terjadi terutama kapal yang merapat tanpa bantuan tug boat
(kapal pandu), sehingga kecepatan merapat kapal relatif sulit dikendalikan.

2. Fender pelindung permukaan (surface – protecting fender)


Fender pelindung permukaan hanya berfungsi melindungi permukaan
dermaga, dan cocok untuk menampung kapal – kapal yang memiliki
kecepatan merapat terkontrol (merapat berkecepatan rendah), karena jika
tidak pelan dapat merusak lambung kapal maupun tambatan sendiri.

Gambar 4.15. Ilustrasi gaya yang bekerja akibat kapal sandar

Tipe fender yang digunakan dan penempatannya pada sisi depan dermaga harus
dapat melindungi dan menyerap energi benturan dari semua jenis dan ukuran
kapal untuk berbagai elevasi muka air laut. Gambar 4.X menunjukkan posisi
penempatan fender terhadap beberapa ukuran kapal.

Pada gambar Gambar (a) fender dapat melindungi dermaga benturan kapal
besar, tetapi untuk ukuran kapal yang lebih kecil fender tersebut tidak berfungsi
dengan baik. Untuk dapat melindungi dermaga terhadap benturan kapal dari
berbagai ukuran maka digunakan fender yang lebih panjang dengan penempatan
seperti terlihat dalam gambar (b) dan (c).

IV-20
Bab 4 - Fasilitas Pokok Pelabuhan

Gambar 4.16. Posisi kapal terhadap fender

6.1. Fender Kayu


Fender kayu bisa berupa batang-batang kayu yang dipasang horisontal atau
vertikal. Panjang fender sama dengan sisi atas dermaga sampai muka air. Fender
tiang pancang kayu yang ditempatkan di depan dermaga dengan kemiringan 1
(horisontal) : 24 (vertikal) akan menyerap energi karena defleksi yang terjadi
pada waktu dibentur kapal. Penyerapan energi ini tidak hanya diperoleh dari
defleksi tiang kayu, tetapi juga dari balok kayu memanjang. Tiang kayu dipasang
pada setiap seperempat bentang.

Gambar 4.17. Fender kayu

IV-21
Bab 4 - Fasilitas Pokok Pelabuhan

6.2. Fender Karet


Bentuk paling sederhana dari fender ini berupa ban-ban luar mobil yang
dipasang pada sisi depan di sepanjang dermaga. Fender ban mobil ini digunakan
untuk kapal-kapal kecil. Fender karet mempunyai bentuk yang beragam seperti
fender tabung silinder dan segi empat, blok karet segi empat dan fender Raykin.

Fender tabung silinder digantung secara melengkung pada dermaga dengan


menggunakan rantai yang disebut dengan draped fender. Fender ini cocok
digunakan pada dermaga tipe tertutup (solid) seperti turap baja dengan dinding
beton diatasnya, dinding beton massa atau pada breasting dolphin dengan
platform beton yang besar.

Gambar 4.18. Fender karet silinder (Draped fender)

Bentuk lain dari fender karet adalah fender Raykin yang terdiri dari plat-plat baja
yang dibuat berlapis dengan karet seperti terlihat pada gambar 4.19. Untuk kapal
tanker yang berukuran sangat besar dikembangkan pula fender karet Seibu tipe
V dan H.

IV-22
Bab 4 - Fasilitas Pokok Pelabuhan

Gambar 4.19. Fender Raykin

6.3. Fender Gravitasi


Fender ini terbuat dari tabung baja yang diisi dengan beton dan sisi depannya
diberi pelindung kayu dengan berat sampai 15 ton dan digantung di sepanjang
dermaga. Apabila terbentur kapal, fender ini akan bergerak ke belakang dan ke
atas hingga kecepatan benturan kapal diserap. Besar energi yang diserap tiap
fender tergantung pada bentuk kapal dan gerak kapal pada waktu membentur
dermaga seperti terlihat pada gambar 4 20.

Gambar 4.20. Fender gravitasi gantung

IV-23
Bab 4 - Fasilitas Pokok Pelabuhan

OCDI (1991) memberikan jarak interval antara fender sebagai fungsi kedalaman
air seperti pada tabel berikut ini.

Tabel 4.7. Jarak antar fender


Kedalaman Air (m) Jarak Antar Fender (m)
4–6 4–7
6–8 7 – 10
8 – 10 10 – 15

Selain beberapa tipe fender yang telah disebutkan diatas masih banyak tipe tipe
fender lainnya, seperti :

Gambar 4.21. Tipe-tipe fender

7. Fasilitas Mooring (Tambat)


Mooring pada dasarnya adalah untuk menahan posisi kapal yang bersandar pada
dermaga. Mooring bisa ditempatkan di dermaga (offshore structure) dan juga
bisa ditempatkan di luar dermaga (offshore structure). Mooring yang terdapat
dibagian offshore berupa buoy mooring sedangkan mooring yang terdapat di
bagian onshore berupa mooring dolphin yang merupakan perpanjangan
dermaga. Selain itu, ada juga mooring yang langsungmenempel di struktur
dermaga.

Sistem mooring menghasilkan gaya mooring. Gaya mooring yang berasal dari
kapal merupakan gaya-gaya horizontal dan vertikal yang disebabkan oleh angin

IV-24
Bab 4 - Fasilitas Pokok Pelabuhan

dan arus. Kapal yang ditambatkan mengalami pengaruh dari arah angin dominan
dan akan menyebabkan gerakan kapal yang bisa menimbulkan gaya pada
dermaga.

Jenis-jenis gaya akibat angin pada kapal:


1. Gaya akibat angin dengan arah transversal dengan badan kapal
2. Gaya akibat angin dengan arah longitudinal dengan badan kapal

Gambar 4.22. Gaya akibat angin pada kapal

Gaya Mooring akibat Angin

IV-25
Bab 4 - Fasilitas Pokok Pelabuhan

Gaya Mooring akibat Arus

Gambar 4.23. Jenis-jenis Mooring Buoy

Gambar 4.24. Kapal tambat pada Mooring Buoy

7.1. Boulder (Bollard)


Boulder/Bollard merupakan konstruksi untuk mengikat kapal pada tambatan.
Posisi pengikat boulder terdapat di sekitar ujung depan (bow) dan di ujung
belakang (stern).

Bollard atau Bolder biasanya terbuat dari besi cor dan diangkur/ditanamkan pada
fondasi dermaga sehingga mampu untuk menahan gaya yang bekerja pada
penambatan kapal di dermaga, sedangkan ada juga bollard atau bolder yang

IV-26
Bab 4 - Fasilitas Pokok Pelabuhan

ditempatkan di kapal dan biasanya terdapat sepasang untuk melilitkan tali di atas
kapal pada kedua bollard atau bolder. Tali dililitkan sedemikian rupa sehingga
dapat menahan gaya yang bekerja pada tali, tetapi tetap mudah untuk dibuka
oleh awak kapal.

Kapal dapat dikatakan tertambat apabila telah terikat ke bollard di dermaga agar
penambatan kapal di dermaga dapat menahan kapal dari arus, angin ataupun
gelombang yang terjadi di perairan. Perencanaan boulder diambil berdasarkan
gaya terbesar di antara gaya tarik boulder sendiri, gaya angin dan gaya arus.

Kapasitas bollard harus dihitung berdasarkan ukuran kapal yang akan


ditambatkan.

Tabel 4.8. Hubungan antara diameter boulder dengan gaya tarik

Gambar 4.25. Bolder (Bollard)

Jarak pemasangan boulder dari tepi sisi laut adalah 1 – 5 m. Pada tabel 4.9
berikut ini digunakan untuk menentukan jumlah minimum dan interval bollard
per tambatan sesuai ukuran kapal (GT).

Tabel 4.9. Jarak dan Jumlah Minimum Bolder (Bollard) per dermaga

IV-27
Bab 4 - Fasilitas Pokok Pelabuhan

Jumlah bolder dermaga kapal sungai


Untuk kapal yang ukurannya relatif kecil seperti kapal sungai, untuk menentukan
jumlah dan jarak antar bolder dapat dihitung dari rumus berikut ini:

Jarak antara bolder = 1/3 x panjang kapal.

Panjang DERNAga
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐵𝑜𝑙𝑑𝑒𝑟 =
Jarak antar boSder

7.2. Breasting Dolphin dan Mooring Dolphin


Dolphin adalah konstruksi yang digunakan untuk menambat kapal yang biasanya
digunakan besama-sama dengan Dermaga (pier) dan wharf untuk
memperpendek panjang bangunan tersebut.

Alat penambat ini direncanakan untuk bisa menahan gaya horizontal yang
ditimbulkan oleh benturan kapal, tiupan angin, dorongan arus yang mengenai
badan kapal pada waktu ditambatkan.

Gambar 4.26. Mooring dan Breasting Dolphin

IV-28
Bab 4 - Fasilitas Pokok Pelabuhan

Dolphin dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :


1. Breasting Dolphin (Dolphin penahan)
Dolphin penahan mempunyai ukuran lebih besar, karena direncanakan
menahan benturan kapal ketika berlabuh dan menahan tarikan kapal
karena tiupan angin, arus dan gelombang. Alat ini dilengkapi dengan
fender untuk menahan benturan kapal dan bolder untuk menempatkan
tali kapal dan menahan tarikan kapal.

2. Mooring Dolphind (Dolphin penambat)


Dolphin penambat tidak digunakan untuk menahan benturan, tetapi
hanya sebagai penambat.

8. Fasilitas Bongkar Muat


8.1. Jembatan untuk Kendaraan (Vehicle Ramp)
Untuk mempermudah naik-turunnya kendaraan dari/ke atas kapal pada
pelabuhan penyeberangan maka dermaga harus dilengkapi dengan jembatan
untuk kendaraan. Jembatan kendaraan dapat dibedakan ke dalam 2 tipe, yaitu
tipe tetap dan tipe bergerak. Jembatan tipe bergerak dapat dibedakan dalam 2
jenis, yaitu:

- Digerakkan secara mekanis (movable bridge)


- Digerakkan secara alamiah (ponton)

Berdasarkan Komisi Studi Internasional dari PIANC ditentukan bahwa:


a. Bila variasi ketinggian muka air kurang dari 0,75 m, jembatan kendaraan
dibuat tetap dengan kemiringan yang sesuai untuk pintu rampa kapal
(ship ramp).

Gambar 4.27. Jembatan kendaraan tipe tetap (Plengsengan)

IV-29
Bab 4 - Fasilitas Pokok Pelabuhan

b. Bila variasi ketinggian lebih dari 0,75 m maka jembatan kendaraan


haruslah dapat mengimbangi variasi permukaan air atau dengan
membuat jembatan kendaraan tipe bergerak.

Gambar 4.28. Jembatan kendaraan tipe bergerak (Movable Bridge)

Kemiringan jembatan kendaraan tipe tetap tidak boleh melebihi perbandingan


1:10. Sedangkan pada tipe bergerak kemiringan jembatan besarnya tergantung
pada lebar kendaraan yang akan melaluinya. Misalnya untuk kendaraan dengan
lebar kurang dari 1,7 m kemiringan tidak boleh melebihi 17% sedangkan pada
kendaraan dengan lebar 2,5 m tidak boleh melebihi 12%.

Gambar 4.29. Jembatan kendaraan side ramp

Lebar jembatan kendaraan ditentukan berdasarkan lebar dan letak pintu rampa
kapal ferry. Berikut data mengenai lebar jembatan kendaran untuk berbagai tipe
kapal ferry:

IV-30
Bab 4 - Fasilitas Pokok Pelabuhan

Tabel 4.10. Lebar Jembatan Kendaraan


GRT Lebar Pintu Rampa (m) Lebar Jemb. Kendaraan (m)
150 4 5
150/300 4/5,5 7
150/300/500 5/5,5/6 8
300/500/1.000 5,5/6/7 9

Panjang jembatan kendaraan ditentukan berdasarkan besar:


 tunggang pasang
 panjang pintu rampa kapal
 ketinggian freeboard
 besar perubahan tinggi sarat air kapal akibat muatan
 tinggi engsel dari movable bridge
 kemiringan yang diijinkan dan
 kondisi gelombang laut.

Karena sulitnya menentukan panjang jembatan kendaraan ini maka perlu


penelitian seksama di lapangan. Berikut data mengenai panjang pintu rampa dan
tinggi freeboard kapal.

Tabel 4.11. Panjang Pintu Rampa dan Tinggi Freeboard Kapal


GRT Panjang Pintu Rampa (m) Tinggi Freeboard (m)
150 3,0 0,9
300 3,6 1,0
500 4,3 1,0
1.000 5,3 1,2

8.2. Jembatan Penghubung (Gangway/Access bridge) untuk Penumpang


Gangway aadalah jalan yang digunakan oleh penumpang untuk bergerak dari
kapal ke dermaga (menuju pintu keluar) atau sebaliknya. Gangway digunakan
untuk menghubungkan dermaga ke dek kapal atau menghubungkan daratan
dengan dermaga ponton sehingga penumpang dapat naik/turun ke/dari kapal
dan dermaga ponton.

Untuk gangway yang menghubungkan trestle dengan dermaga ponton yang


digunakan penumpang memiliki persyaratan kemiringan maksimum yang
diijinkan sehingga masih nyaman dilewati penumpang, peralatan pengangkut
barang/gerobak dan kendaraan roda 2.

IV-31
Bab 4 - Fasilitas Pokok Pelabuhan

Kemiringan maksimum gangway/acces bridge yang menghubungkan trestle ke


ponton sebesar 1 : 3,5 dengan lebar gangway/acces bridge sebesar 0,7 m s/d 2
m (tergantung kebutuhan).

Tabel 4.12. Kemiringan GangwayAccess Bridge (Jembatan Penghubung)

Peruntukan Kemiringan maksimum


Umum 1:3,5
Penyandang cacat 1:8
Sumber: Australian Standard Guidelines for design of marinas

Gambar 4.30.GangwayAccess Bridge

8.3. Peralatan Penanganan Muatan


Berdasarkan bentuk dan keadaan muatan yang ditanganinya, peralatan muatan
dapat diklasifikasikan dalam 2 jenis, yaitu:
a. Peralatan bongkar-muat untuk muatan umum (general cargo).
b. Peralatan bongkar-muat untuk muatan curah.

Karakteristik peralatan penanganan muatan dapat dibedakan berdasarkan:


a. Kapasitas dan ukuran (dimensi dan berat) dari unit muatan yang
ditanganinya.
b. Jarak, yaitu jarak horisontal dan vertikal antara titik-titik tempat bongkar-
muat.
c. Kecepatan, yaitu kecepatan berjalan (traveling), mengayun (swinging) dan
mengangkat (hoisting).

IV-32
Bab 4 - Fasilitas Pokok Pelabuhan

Penentuan karakteristik peralatan bongkar-muat yang akan digunakan dapat


dilakukan dengan mengetahui:
a. Muatan yang akan dipindahkan.
b. Asal dan tujuan pemindahan muatan
c. Waktu yang dibutuhkan untuk memindahkan muatan.

Terdapat 3 prinsip penanganan muatan, yaitu:


a. Trucking, yaitu barang-barang yang akan dinaikkan ke atas truck
kemudian dibawa ke tempat tertentu. Penanganan muatan dengan
memakai fork lift atau front lift juga termasuk ke dalam prinsip ini.
b. Lifting, yaitu barang-barang diangkat dengan menggunakan crane
kemudian diletakkan di tempat tertentu sesuai dengan kemampuan
jangkauan lengan ( oom) cran .
c. Conveying, yaitu barang-barang yang umumnya berupa butiran-butiran
kecil atau barang cair disalurkan dengan memakai ban berjalan.

Peralatan muatan seperti fork lift atau front lift yang digunakan di dalam ruangan
biasanya menggunakan ban padat dan bermesin dengan penggerak tenaga
listrik. Sedangkan fork lift atau front lift yang digunakan di luar ruangan memakai
ban pompa dan bermesin bensin/diesel.

Gambar 4.31. Fork lift

IV-33
Bab 4 - Fasilitas Pokok Pelabuhan

9. Fasilitas Penyimpanan Muatan dan Parkir Kendaraan


Fungsi fasilitas penyimpanan muatan:

a. Tempat penyimpanan muatan sebelum dan sesudah kapal bongkar/muat.

b. Tempat penyimpanan gerbong kereta api, truk dan kendaraan lainnya.

c. Penyediaan fasilitas penunjang lainnya, misalnya:


- pengamanan terhadap kerusakan akibat cuaca, kebakaran
- pemeriksaan dan penelitian
- konsolidasi dan penyelesaian pajak dan restribusi.

d. Penyediaan fasilitas-fasilitas untuk pemeliharaan peralatan.

Kriteria yang dipertimbangkan dalam perencanaan gudang transito di pelabuhan:


a. Jenis barang yang disimpan
b. Cara penanganan barang dari dan ke gudang
c. Besar gudang harus dapat menyimpan dengan jumlah minimal disesuaikan
dalam 3 hari kerja atau 1/3 dari jumlah barang di gudang dapat diangkut
kapal dalam 1 hari kerja.
d. Kekuatan daya dukung tanah.
e. Besar kapal.

Persyaratan gudang:
a. Lancar lalu lintas dan pergerakan muatan di dalam dan di luar gudang
(40% x luas untuk gangways)
b. Ukuran pintu minimal lebar 4 m lebar dan tinggi 3 m
c. Penerangan dan ventilasi harus baik
d. Kemiringan lantai harus diperhitungkan
e. Daya dukung tanah (lantai gudang) minimal 3.000 kg/m2
f. Terjamin dari bahaya api dan pencurian.

Lapangan parkir kendaraan, luasnya haruslah cukup besar untuk menampung


seluruh kendaraan di dalam pelabuhan baik itu kendaraan yang akan naik ke
kapal ferry maupun kendaraan yang sedang menunggu kedatangan penumpang.

IV-34
Bab 4 - Fasilitas Pokok Pelabuhan

Lapangan parkir bagi kendaraan yang akan naik kapal ferry luas arealnya dapat
dihitung sebagai berikut:

A = a n N x  y

Dimana:
A = Areal lapangan parkir (m2)
a = Luas yang dibutuhkan untuk 1 kendaraan
Truk 8 ton = 60 m2
Truk 4 ton = 45 m2
Truk 2 ton/Kendaraan Penumpang = 25 m2
n = Jumlah kendaraan dalam 1 kapal ferry
N = Jumlah kapal yang sandar/berangkat dalam waktu yang
bersamaan
x = Rasio penggunaan
jumlah kendaraan yang parkir
=
jumlah kendaraan di dalam kapal
= Umumnya diambil sebesar 0,8 s/d 1,0
y = Rasio lonjakan kendaraan pada saat hari besar, umumnya
diambil sebesar 1,2

Sebagai gambaran, besar areal parkir kendaraan yang akan naik ke kapal dapat
dilihat pada tabel 4.12.

Tabel 4.13. Besar Areal Parkir Kendaraan

GRT Luas Areal Parkir (m2)


150 450
300 650
500 950
1.000 2.600

Lapangan parkir bagi kendaraan yang menunggu penumpang kapal ferry, luas
arealnya dapat dihitung sebagai berikut:

A’ = a  n1  N  x  y  z  1/n2

IV-35
Bab 4 - Fasilitas Pokok Pelabuhan

dimana:
A’ = Areal lapangan parkir (m2)
a = Luas yang dibutuhkan untuk 1 kendaraan
Truk 8 ton = 60 m2
Truk 4 ton = 45 m2
Truk 2 ton/Kendaraan Penumpang = 25 m2
n1 = Jumlah penumpang dalam satu kapal
n2 = Jumlah penumpang/kendaraan
= 8 orang untuk minibus dengan 10 s/d 15 penumpang
N = Jumlah kapal yang sandar/berangkat dalam waktu yang
bersamaan
x = Rasio penggunaan (x = 1,0)
y = Rasio lonjakan kendaraan penumpang (y = 1,0 s/d 1,6)
z = Rasio penggunaan kendaran (z = 1,0)

Sebagai gambaran, besar areal parkir kendaran penumpang di pelabuhan dapat


dilihat pada tabel 4.14.

Tabel 4.14. Luas Areal Parkir Kendaraan Penumpang


Luas Areal Parkir
GRT
(m2)
150 350
300 950
500 1.500
1.000 3.000

10. Fasilitas Terminal


Bangunan terminal penumpang sebuah pelabuhan terdiri dari: ruang tunggu
keberangkatan, kantor administrasi, ruang lain-lain misalnya kantin, WC umum,
loket karcis, loket telepon umum, mushola dan lain-lain.

a. Ruang Tunggu (A1)


Luas ruang tunggu untuk penumpang dapat dihitung dengan rumus:

A1 = A  n  N  x  y

IV-36
Bab 4 - Fasilitas Pokok Pelabuhan

Dimana:
A1 = Areal ruang tunggu (m2)
A = Persyaratan luas ruangan untuk 1 orang (umumnya diambil 1,2
m2/orang
n = Jumlah penumpang per kapal x rasio penggunaan (rasio
penggunaan umumnya = 1)
N = Jumlah kapal yang sandar/berangkat dalam waktu yang
bersamaan
x = Rasio konsentrasi (berkisar antara = 1,0 s/d 1,6)
y = Rasio lonjakan penumpang (y = 1,0 s/d 1,6)

b. Ruang Kantor (A2)

A2 = (15%  A1) dalam (m2)

c. Ruang Kantin (A3)

A3 = (15%  A1) dalam (m2)

d. Ruang Lain-lain (A4)

A4 = {25% (A1 + A2 + A3)} dalam (m2)

e. Ruang Bebas/Tempat Lalu Lintas (A5)

A5 = 10% (A1 + A2 + A3 + A4) dalam (m2)

Sebagai gambaran, luas bangunan terminal dapat dilihat pada tabel 4.14.

Tabel 4.15. Luas Bangunan Terminal


Luas Bangunan
GRT
(m2)
150 300
300 800
500 1.400
1.000 2.500

IV-37
Bab 4 - Fasilitas Pokok Pelabuhan

11. Analisa Kebutuhan Jasa Angkutan


Dalam perencanaan dan pengelolaan suatu pelabuhan tidak dapat dipisahkan
dengan karakteristik/kapasitas dari kapal yang dilayaninya. Permintaan terhadap
jasa angkutan tidak terlepas dari hasil peramalan permintaan jasa angkutan.
Peramalan permintaan jasa angkutan mempunyai arti memperkirakan besar
volume lalu lintas barang, penumpang dan kendaraan dari tempat asal ke tujuan
perjalanan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi besar volume lalu lintas orang, barang dan
kendaraan, meliputi:

a. Tingkat populasi penduduk.

b. Hasil produksi kotor daerah (Gross Regional Domestic Product) daerah asal
dan tujuan.

Pada kenyataannya, volume lalu lintas penumpang, barang dan kendaraan tidak
hanya dipengaruhi oleh kedua hal tersebut diatas, tapi juga dipengaruhi oleh
kebiasaan penduduk, standar kehidupan, industri dan kondisi moda angkutan
yang tersedia. Untuk memperhitungkan hal tersebut maka ditentukan suatu
koefisien yang disebut koefisien elastisitas.

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh JICA (Japan International Cooperation


Agency) dalam draft final report for study on the nation wide ferry service routes
in Indonesia tahun 1993, besar koefisien elastisitas rata-rata di Indonesia adalah
sebesar 1,1 untuk penumpang dan 1,5 untuk barang.

11.1. Peramalan Permintaan Jasa Angkutan Penumpang


Pada pelabuhan yang sudah beroperasi, peramalan permintaan jasa angkutan
penumpang dan barang didasarkan pada data yang telah lalu yang kemudian
diadakan penyesuaian dengan data perkembangan populasi dan pendapatan asli
daerah (GRDP) serta elastisitas.

Pada pelabuhan baru, peramalan permintaan jasa angkutan penumpang dapat


dihitung dengan menggunakan rumus:

IV-38
Bab 4 - Fasilitas Pokok Pelabuhan

Tij = k x Pia x Pjb x E

Dimana:
Tij = jumlah penumpang yang akan bepergian dari daerah i menuju
daerah j dan sebaliknya
Pi = populasi pada daerah i
Pj = populasi pada daerah j
E, k, a, b = parameter

Besar E dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

E = 1 + (G x El )

Dimana:
G = besar pertumbuhan pendapatan asli daerah
El = Elastisitas

Parameter-parameter k, a, b dapat ditentukan sebagai berikut:

 Bila jarak perjalanan dari i ke j > 50 mil, maka:


k = 0,02294
a = 1,00983
b = 0,14147

 Bila jarak perjalanan dari i ke j < 50 mil, maka:


k = 0,02077
a = 1,32333
b = 0,00367

Nilai-nilai diatas diperuntukkan pada lintasan ferry dengan kompetisi angkutan


laut konvensional atau data tersebut merupakan pembagian penumpang kapal
laut konvensional dan ferry sudah diperhitungkan.

IV-39
Bab 4 - Fasilitas Pokok Pelabuhan

11.2. Permintaan Jasa Angkutan Barang


Pada pelabuhan yang sudah ada dan beroperasi, peramalan jumlah permintaan
angkutan barang dapat dilakukan dengan membagi jumlah barang yang
melewati pelabuhan dengan jumlah populasi yang ada di daerah pendukung
pelabuhan (hinterland). Berdasarkan banyak pengamatan yang dilakukan,
diketahui bahwa di Indonesia perbandingan antara jumlah barang yang lewat di
pelabuhan dalam satu tahun dengan jumlah populasi penduduk daerah
pendukung pelabuhan adalah berkisar antara 0,01 – 0,03.

11.3. Permintaan Jasa Angkutan Kendaraan


Besar permintaan jasa angkutan kendaraan dapat diperkirakan dengan
membuat suatu koefisien yang didapat dari hasil perbandingan antara jumlah
kendaraan dengan jumlah penumpang yang lewat pelabuhan. Di Indonesia
besar koefisien ini berkisar antara 0,015 untuk jarak lintasan > 50 mil dan 0,04
untuk jarak lintasan < 50 mil.

12. Latihan
1. Sebutkan hal-hal yang menjadi penentu dalam perencanaan alur pelayaran
dan kolam pelabuhan?
2. Sebutkan fasilitas pokok pelabuhan yang diperlukan untuk menunjang
kelancaran operasional pelabuhan!
3. Apa keuntungan alur masuk pelabuhan yang lebar dan dalam?
4. Sebutkan hal-hal yang harus diperhatikan dalam merencanakan dan
merancang dermaga pelabuhan?
5. Sebutkan dan jelaskan 2 jenis fasilitas tambatan untuk kapal?
6. Jelaskan fungsi fender pada pelabuhan?
7. Jelaskan 3 cara penanganan bongkar muat muatan?
8. Sebutkan persyaratan gudang penyimpanan pada pelabuhan?
9. Apa fungsi gangway pada pelabuhan atau dermaga ponton?
10. Sebutkan 10 contoh pelabuhan penyeberangan di Indonesia !

IV-40
5
KONSTRUKSI PENUNJANG PELABUHAN
Bab 5 Konstruksi Penunjang Pelabuhan

BAB 5
KONSTRUKSI PENUNJANG PELABUHAN

1. Dinding Penahan Tanah


Dalam merancang dinding penahan tanah ditempuh urutan sebagai berikut:
a. Memperkirakan ukuran (dimensi) yang diperlukan
b. Perhitungan stabilitas terhadap peluncuran (sliding stability) dan stabilitas
terhadap bahaya guling (overturning stability) konstruksi
c. Perhitungan struktural terhadap gaya-gaya pada konstruksi tersebut sehingga
kuat menahan beban dari segala muatan yang dipikulnya.

Beberapa bentuk utama dinding penahan tanah ini adalah sebagai berikut:
a. Dinding berbobot (gravity wall), dinding ini mempunyai bobot besar yang
diperlukan untuk menjamin stabilitasnya.
b. Dinding kantilever, adalah dinding konstruksi beton yang bekerja sebagai
penahan tanah di belakang dinding. Sebagian stabilitas didapat dari berat
tanah yang menekan pondasi (tumit).
c. Dinding kantilever berusuk (counterfort retaining wall) adalah sejenis dinding
kantilever dengan ditambah rusuk-rusuk yang mengikat dinding dan pondasi
pada interval tertentu, sehingga terbentuk momen lentur dinding yang lebih
kecil dibandingkan dinding kantilever biasa. Dengan demikian ketinggian
tanah yang dipikulnya semakin besar pula.

Ukuran dari dinding penahan tanah ini harus tepat sehingga dapat melawan
bahaya guling (overturning stability) dan geser (sliding stability) serta secara
struktural harus kuat menahan gaya-gaya lateral, gaya horisontal dan momen
lentur.

Gambar 5.1. Jenis-jenis dinding penahan tanah

V-1
Bab 5 Konstruksi Penunjang Pelabuhan

Dalam merancang dinding penahan tanah dilakukan berdasarkan perkiraan-


perkiraan ukuran yang kemudian dihitung terhadap stabilitas guling, luncur, dan
gaya-gaya yang bekerja pada dinding. Untuk mempermudah perancangan,
berdasarkan penelitian dan pengalaman dapat direkomendasikan ukura -ukuran
seperti dibawah ini kemudian dihitung kembali besaran gaya struktural dan
stabilitas bangunan tersebut.

Gambar 5.2. Struktur dinding penahan

Gambar 5.3. Dimensi dasar beberapa jenis dinding penahan

2. Turap (Sheet Pile Structures)


Jenis pemakaian turap bermacam-macam tergantung dari kegunaannya dan
beban yang dipikul. Jenis-jenis turap yang dikenal berbentuk kantilever

V-2
Bab 5 Konstruksi Penunjang Pelabuhan

(cantilever), turap kantilever dengan jangkar (anchored sheet piling), dam kofer
(coffer dam, bulk heads). Sesuai dengan pemakaian bahan dasarnya turap
terdapat dalam beberapa jenis, yaitu:

2.1. Turap Kayu


Turap jenis ini digunakan untuk muatan kecil dan biasanya digunakan untuk
sementara. Pemancangan turap kayu biasanya sulit karena harus disediakan
kepala tiang (driving-cap) dan daya tembus pada tanah keras yang berbatu
kemungkinan pecah atau retaknya kepala turap.

Gambar 5.4. Bentuk penyambungan turap kayu

2.2. Turap Baja


Jenis turap ini umum dipakai karena sifat-sifatnya sebagai berikut:
a. Mempunyai daya lawan terhadap tegangan-tegangan pada saat
pelaksanaan pemancangan.
b. Relatif mempunyai berat yang lebih kecil dibandingkan turap dengan
beton.
c. Dapat digunakan beberapa kali.
d. Mempunyai masa kerja lama (long service life).
e. Mudah untuk dilakukan perpanjangan ( dengan pengelasan).
f. Tahan terhadap deformasi pada saat pemancangan.
g. Terdapat banyak jenis profil untuk menahan momen, seperti tipe Z untuk
momen lentur yang tinggi, tipe arch-we untuk momen lentur yang
sedang, tipe stright sheet atau shallow arch-web untuk momen lentur
kecil.
h. Mudah menggabungkan beberapa tipe untuk membentuk dam koffer.

V-3
Bab 5 Konstruksi Penunjang Pelabuhan

Gambar 5.5. Turap baja

2.3. Turap Beton


Turap jenis ini biasanya dalam bentuk unit-unit dan digunakan berdasarkan
perhitungan-perhitungan tegangan terhadap muatan atau pun momen-momen
yang terjadi akibat beratnya unit pada saat pemasangan.

Dalam pembersihan dan grouting dari sambungan-sambungan (joint) didapatkan


sambungan yang padat/rapat, tetapi pada beberapa tempat perlu diadakan
sambungan (expansion joint ).

Gambar 5.6. Turap beton

V-4
Bab 5 Konstruksi Penunjang Pelabuhan

3. Tiang Pancang
Pondasi tiang dikenal sebagai pondasi dalam (deep foundation), tempat
dukungan tanah jauh di dalam tanah. Pada bangunan pelabuhan kedalaman ini
bertambah berhubungan dengan adanya kedalaman air yang diperlukan guna
memungkinkan kapal dapat bertambat. Jenis-jenis tiang pancang yang umumnya
digunakan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Tabel 5.1. Tabel klasifikasi tiang pancang


Panjang Maksimum BebanMaksimum yang
No. Jenis Tiang
(m) dapat dipikul (ton)
1. Kayu 16 30
2. Beton cor (cast in situ) 18 60
3. Pipa baja (tanpa diisi beton) 25 50
4. Tiang beton pracetak 25 80
5. Pipa baja diisi beton 30 80
6. Baja H 30 100
7. Tiang beton pipa pratekan 40 120

3.1. Perhitungan Struktur Tiang Pancang


Secara individu tiang-tiang ini bekerja sebagai kolom panjang dengan
pembebanan sentris. Sebagai kolom panjang, daya pikul tiang dipengaruhi
faktor-faktor tekuk (critical buckling load), dan panjang tekuk tiang sangat
dipengaruhi syarat ikat dari ujung-ujung tiang. Faktor tekuk ()
mempengaruhi/mengurangi kemampua daya pikul tiang terhadap beban.

Gambar 5.7. Kondisi jepit dan sendi tiang

V-5
Bab 5 Konstruksi Penunjang Pelabuhan

Secara umum daya pikul tiang terhadap beban sentris dapat dihitung sebagai
berikut:

Untuk tiang beton bertulang:

Pw  k x bk x Ab   a A '
 0,33x  bk x Ab   a A '

dimana:
Pw = daya pikul tiang
k = koefisien tegangan (yang diijinkan)
bk = kekuatan tekan beton karakteristik kubus
a = tegangan tekan/tarik baja yang diijinkan
A’ = luas penampang baja memanjang pada tiang
Ab = luas penampang beton

3.2. Hubungan Daya Pikul Tiang Dengan Karakteristik Tanah


a. Daya pikul tiang metoda dinamis
Daya pikul tiang pancang ditentukan oleh metoda statis atau dinamis. Umumnya
untuk memperkirakan daya pikul tiang secara statis mula-mula diperlukan oleh
penentuan metoda dinamis. Metoda dinamis dikembangkan dengan
memperhatikan tiang pada saat pemancangan dilaksanakan, yaitu mengevaluasi
penurunan tiang pada saat jatuhnya pemukul (hammer, ram) dibandingkan
dengan sifat gerak pemukul.

Pada pemancangan tiang dikenal beberapa tipe, yaitu:


a) Single acting hammer, yaitu alat pemancang yang menggunakan
uap/tekanan udara untuk mengangkat pemukul dan kemudian dijatuhkan
bebas diatas kepala tiang.
b) Double acting hammer, yaitu alat pemancang yang menggunakan
uap/tekanan udara untuk mengangkat dan mendesak ke bawah alat
pemukul kepala tiang.
c) Diesel pile hammer, yaitu alat pemancang yang menggunakan eksplosi
untuk mengangkat pemukul dan kemudian pemukul tersebut jatuh bebas
diatas kepala tiang.

V-6
Bab 5 Konstruksi Penunjang Pelabuhan

d) Vibration hammer, yaitu alat pemancang yang menggunakan daya


getaran untuk memasukkan kepala tiang. Daya getaran biasanya didapat
dari kompresi udara.

Rumus-rumus daya pikul tiang secara dinamis mengalami perbaikan berdasarkan


observasi di lapangan untuk mendapatkan rumus yang lebih praktis tetapi cukup
aman. Berikut rumus-rumus tersebut:

a. Drop hammer
2Wr h
Pu 
s1

b. Single acting steam hammer


2Wr h
Pu 
s1

c. Double acting steam hammer


2E
Pu 
s1

d. A superior Formula

1,7E
Pu 
Wp
s  0,1
WR

b. Daya pikul tiang metoda statis


Sesuai dengan karakteristik tanah, daya pikul tiang dapat ditentukan berdasarkan
tegangan tumpu (conus) dan tegangan selubung geser. Kedua jenis tegangan ini
dapat diketahui berdasarkan hasil percobaan sondir. Pada tanah berpasir, daya
dukung tumpu tanah lebih menentukan, sedangkan pada tanah lempung/lembek
daya dukung geser selubung yang menentukan.

Secara statis, daya pikul tiang dinyatakan dengan rumus:

Pu = P p + Pf

V-7
Bab 5 Konstruksi Penunjang Pelabuhan

dimana:
Pu = daya pikul tiang total
Pp = daya pikul tiang akibat tegangan tumpu (point bearing resistant)
Pf = daya pikul tiang akibat geseran selubung (frictional bearing resistant)

Besar daya dukung tiang akibat geseran selubung tergantung dari bentuk dan
besar penampang tiang serta panjang tiang yang terselubung oleh tanah
(embeded area), yaitu hasil perkalian keliling penampang dengan Lf (lihat
gambar).

Pada tanah yang bergradasi (granular soil), daya pikulnya adalah:

 .Lf2 .tg 2 (45  12)


Pu  f .N .S  F . .S
h 2
f . 1
2 . .fL2 .K p .S

dimana:
L Tiang Ps = daya pikul tiang (geseran selubung)
pancang Kp = koefisien tegangan pasif (Rankine)
Lf f = koefisien tegangan horisontal tanah,
untuk tiang beton diambil 1,75.
Untuk tiang baja diambil nilai lebih
kecil.
s = luas selubung tiang oleh tanah
 = berat jenis tanah
Lf = panjang tiang yang masuk ke dalam
tanah (panjang selubung)

Berdasarkan rumus diatas, untuk penampang tiang:


1. Bulat : Pf = f.½..L2f .Kp.(D.Lf)  D = diameter tiang
2. Bujur sangkar : Pf = f.½..L2f .Kp.(4a.Lf)  a = besar sisi tiang

Pada tanah lempung (clay), maka tiang geser ini didukung oleh daya adhesi
(adhesion) antara tiang dan tanah. Jadi daya pikul tiang adalah hasil perkalian
antara luas selubung tiang dikalikan dengan gaya adhesi tanah. Untuk
pendekatan dapat diambil besaran tegangan sebagai berikut (Tomlinson, 1959):

Jenis Tanah Kohesi (kg/m2) Adhesi (kg/m2)


Halus Teguh Kaku Halus Teguh Kaku
Jenis Tiang (Soft) (Medium) (Stiff) (Soft) (Medium) (Stiff)
Beton/kayu 0 – 0,37 0,37 – 0, 73 0,73 – 1,64 0 – 0,34 0,34 – 0,44 0,44 – 0,63
Baja 0 – 0,37 0 – 0,29 0,29 -0,37 0,37 – 0,75

V-8
Bab 5 Konstruksi Penunjang Pelabuhan

Pada lempung halus yang plastisitasnya tinggi akan segera melekat pada tiang.
Jadi koefisien kohesi sama dengan koefisien adhesi. Pada tanah lempung kaku
pemancangan tiang tidak mengganggu tanah sekeliling, tetapi dapat
menimbulkan ruang antara tiang dengan tanah sehingga adhesinya lebih kecil
dari pada kohesinya.

V-9
6
PARAMETER PENENTU DIMENSI PELABUHAN
Bab 6 - Parameter Penentu Dimensi Dermaga

BAB 6
PARAMETER PENENTU DIMENSI
PELABUHAN

1. Panjang, Lebar dan Kedalaman Dermaga


Ukuran suatu pelabuhan ditentukan berdasarkan panjang dermaga, lebar,
kedalaman kolam, dan daerah pendukung operasinya. Ukuran dasar ini sangat
menentukan kemampuan pelabuhan terhadap kapal dan barang yang ditangani
di pelabuhan.

Perkiraan kedatangan kapal yang mungkin berlabuh dan tambat pada pelabuhan,
jenis komoditi, volume angkutan (penumpang, hewan dan barang), cara
penanganan muatan sangat membantu dalam mendimensi panjang, lebar dan
kedalaman dermaga. Efektifitas operasi pelabuhan banyak tergantung dari cara
penentuan bongkar muat barang, yaitu penanganan muatan (cargo handling)
dan penyalurannya. Secara umum dapat dikatakan bahwa dimensi dermaga
didasarkan pada perkiraan jenis kapal yang akan berlabuh pada pelabuhan
tersebut.

Perancangan dimensi dermaga/tambatan yang akan dibangun harus didasarkan


pada ukuran-ukuran minimal untuk menjaga agar kapal dapat dengan mudah
dan aman bertambat/meninggalkan dermaga setelah melakukan bongkar muat
angkutan. Berikut gambaran umum beberapa bentuk dasar dermaga:
a. Bentuk dermaga memanjang, muka dermaga sejajar dengan garis pantai
(shore line); kapal-kapal akan bertambat dan sekaligus berderet
memanjang: ukuran d = n L + (n-1) 15 + 2 x 25

Tambatan ini dibangun bila garis kedalaman pelabuhan hampir merata


sejajar dengan garis pantai. Bentuk ini biasanya digunakan untuk pelabuhan
peti kemas (container harbour) dan dibutuhkan suatu lapangan terbuka
(lebar minimum 60 m) untuk kelancaran dalam melayani penanganan
operasi peti kemas.

VI-1
Bab 6 - Parameter Penentu Dimensi Dermaga

Gambar 6.1. Dermaga memanjang

b. Bentuk dermaga menyerupai jari tangan (finger type wharf). Dermaga ini
biasanya biasanya dibangun bila garis kedalaman terbesar menjorok ke laut
dan tidak teratur. Biasanya dermaga ini dibangun untuk melayani kapal
dengan muatan umum (general cargo).

Ukuran panjang dermaga:

d = n L + (n-1) 15 + 50

dimana n ≤ 5, n = jumlah maksimum kapal bertambat

Lebar kolam:

b = 2B + (30 – 40)

Gambar 6.2. Dermaga tipe jari tangan

VI-2
Bab 6 - Parameter Penentu Dimensi Dermaga

c. Bentuk pier. Dermaga ini dibangun bila garis kedalaman jauh dari pantai dan
tidak diinginkan adanya pengerukan kolam pelabuhan yang besar, karena
lingkungannya stabil. Antara dermaga dan pantai dihubungkan dengan
jembatan penghubung (approach trestle) sebagai penerus dari pergerakan
barang. Jembatan dapat ditempatkan di tengah, di sisi, atau kombinasinya.

Gambar 6.3. Dermaga tipe pier

Untuk dermaga sungai yang melayani kapal yang berukuran relatif kecil,
kebutuhan panjang dermaga dihitung dengan pendekatan:
Lp = n x Loa + (n  1)x 10% + Loa

dengan:
Lp = panjang dermaga
Loa = panjang kapal yang ditambat
n = jumlah kapal yang ditambat

2. Kedalaman Kolam Pelabuhan dan Taraf Dermaga


Pada umumnya kedalaman dasar kolam pelabuhan ditetapkan berdasarkan sarat
maksimum (maximum draft) kapal yang bertambat ditambah dengan jarak aman
(clearance) sebesar 0,8 – 1,0 meter dibawah lunas kapal. Jarak aman ini
ditentukan berdasarkan ketentuan operasional pelabuhan dan konstruksi
dermaga. Taraf dermaga ditentukan antara 0,5 – 1,5 meter diatas MHWL sesuai
dengan ukuran kapal.

VI-3
Bab 6 - Parameter Penentu Dimensi Dermaga

Pada lokasi dengan perbedaan pasang surut (tide range) sangat besar, maka
perlu dibangun suatu sluis atau lock yang ditempatkan pada mulut pelabuhan.
Ilustrasi dimensi kedalaman kolam pelabuhan ini dapat dilihat pada gambar
berikut.

Gambar 6.4. Ukuran dasar kolam di depan dermaga

3. Penentuan Lebar Dermaga


Lebar apron depan, apron belakang, gudang dan jalan. Pengertian apron pada
dermaga adalah bagian (area) muka dermaga sampai ke depan gudang tempat
terdapat pengalihan kegiatan angkutan laut (kapal) ke kegiatan darat (KA,
angkutan jalan raya dll). Dalam merencanakan lebar dermaga banyak ditentukan
oleh kegunaan dari dermaga tersebut, ditinjau dari jenis dan volume yang
mungkin ditangani pelabuhan/dermaga tersebut.

3.1. Pelabuhan Muatan Umum


Tipe pelabuhan ini biasanya dipakai untuk bongkar muat dengan cara lama
(konvensional). Adanya kecenderungan bertambah besarnya ukuran k pal dan
cara bongkar muat yang dilakukan dan fasilitas angkut yang dipakai, maka
ukuran apron depan cenderung maki diperlebar, saat ini umumnya diambil
antara 3 – 25 m, demikian pula ukuran gudang transito yang melayani
penyimpanan barang makin diperlebar dan sedapat mungkin tanpa ada
hambatan tiang tengah.

VI-4
Bab 6 - PParameter Penentu Dimmensi Dermaga
Gambar 6.5. Ukuran dasar pelabuu
han konvensional
VI-5
Bab 6 - Parameter Penentu Dimensi Dermaga

3.2. Pelabuhan Muatan Cair


Tipe pelabuhan ini tidak memerlukan lebar dermaga yang besar, karena
penanganan muatan dilakukan dengan transpor melalui pipa. Pada pelabuhan ini
dibutuhkan rumah pompa (dapat ditempatkan di dermaga/daratan) dan
beberapa peralatan pompa hiasap/tekan.

Kapal tanki bersandar pada dolphin, yaitu struktur tiang-tiang yang menahan
gaya benturan kapal dan gaya-gaya horisontal dan vertikal. Sedangkan pada flat
form tidak menahan gaya horisontal tersebut dan berfungsi melayani pompa-
pompa (rumah pompa), pipa-pipa dan tiang penyangga selang (disambungkan
pada connecting manifold). Untuk lebih jelasnya lihat gambar 6.6.

Gambar 6.6. Dermaga kapal tanker pada pelabuhan minyak

Satu rumah pompa mempu melayani dua atau lebih kapal tanker. Tanki-tanki
penyimpanan diletakkan agak jauh dari dermaga minyak untuk mengurangi biaya
investasi. Tanki ini bila diisi bahan yang mudah terbakar (BBM, gas cair dan
bahan kimiawi) perlu diberi tanggul/tembok pengaman (dyke wall) dengan
maksud apabila terjadi kebocoran pada tanki-tanki tersebut tidak akan luber ke
daerah lain dan sekaligus melokasir bahaya kebakaran. Jaringan pipa didesain
agar mampu melayani kapal yang sedang sandar atau untuk kebutuhan
pelayaran. Mobil tanki dan kereta api.

VI-6
Bab 6 - Parameter Penentu Dimensi Dermaga

Pengembangan teknologi kapal curah cair yang berukuran makin besar, dapat
juga dibuatkan penanganan muatan cair dite gah laut dengan membuat
submersible hose handling structure untuk sarat kapal lebih dari 20 meter
(gambar 6.7). Untuk menangani bongkar muat BBM di tengah laut dapat
dibangun instalasi penyalur tunggal calm melalui pipa bawah air dan pelampung
pembagi muatan cair kapal ditambatkan. Melalui selang apung dan pompa
muata cair dapat disalurkan langsung ke kapal (gambar 6.8).

Gambar 6.7. Konstruksi penyalur minyak ke tanker ukuran besar

Gambar 6.8. Instalasi penyalur tunggal (calm) untuk B/M kapal tanker

VI-7
Bab 6 - Parameter Penentu Dimensi Dermaga

3.3. Pelabuhan Muatan Curah Butiran Padat


Jenis pelabuhan ini tergantung dari jenis muatan yang dilayani, misalnya semen,
pupuk, jagung, gandum dan lain-lain. Ukuran pelabuhan ini didasarkan atas
peralatan yang digunakan. Biasanya kombinasi peralatan penghisap, escalator,
conveyor belt, dan elevator (contoh: dermaga PUSRI Palembang).

3.4. Pelabuhan Peti Kemas (Container Port)


Pada pelabuhan ini diperlukan apron yang menjadi satu bagian dengan tempat
penyimpanan terbuka yang luas, yang diperlukan untuk gerakan pemindahan
peti kemas. Peti kemas ini berfungsi juga sebagai “gudang yang dapat
dipindahkan”. Panjang dermaga untuk satu kapal peti kemas adalah 200 – 250
m. Luas lapangan terbuka  40.000 m2 dan bila perlu ditambah dengan stasiun
pengemasan peti kemas (container freight station).

Sejajar dengan garis dermaga ditempatkan keran (crane) peti kemas yang dapat
bergerak sejajar tambatan, sedangkan arah gerakan barang tegak lurus
tambatan. Satu kapal biasanya dilayani oleh dua keran peti khusus (gambar 6.9).

Gambar 6.9. Tata letak dan ukuran dasar pelabuhan peti kemas

VI-8
Bab 6 - Parameter Penentu Dimensi Dermaga

4. Lebar dan Luas Gudang


Dalam merencanakan gudang transito barang umum lepas di pelabuhan, perlu
diperhatikan beberapa kriteria sebagai berikut:
a. Jenis barang yang disimpan (barang umum atau barang khusus). Barang
yang mudah terbakar perlu disimpan ditempat khusus. Kebutuhan ruang
(dalam m3) untuk jenis barang per ton dapat dilihat pada Lampiran I.
b. Penanganan barang dari dan ke gudang dapat ditangani oleh tenaga
manusia atau mekanis.
c. Besar gudang harus dapat menyimpan dengan jumlah minimal disesuaikan
dalam 3 (tiga) hari atau untuk barang ekspor 1/3 dari jumlah barang di
gudang dapat diangkut kapal dalam waktu 1 hari kerja.
d. Muatan pada lantai gudang tidak melebihi dari yang direncanakan (misalnya
3 ton/m2).
e. Besar kapal yang diperkirakan bersandar untuk melakukan bongkar muatan

Untuk mempermudah operasi penumpukan/pengambilan barang di gudang


diusahakan agar tidak ada hambatan tiang antara. Gudang-gudang dengan
ukuran bentang 50 – 100 meter sebaiknya tanpa tiang antara. Luas gudang
transito biasanya berkisar antara 20.000 – 30.000 m2.

Bentuk gudang harus direncanakan sedemikian rupa hingga memenuhi


persyaratan-persyaratan antara lain:
a. Lalu lintas dan pergerakan muatan di dalam dan di luar gudang harus lancar.
Di gudang harus ada jalur gang (gangways) yang memberikan ruang gerak
bebas bagi operasi peralatan untuk penyimpanan atau pengambilan barang,
letak pintu gudang harus merupakan garis lurus antara bagian muka dan
belakangnya (yang berhubungan dengan jaringan jalan raya/kereta api dan
bagian dermaga).
b. Ukuran pintu mimimal 4 m dan tinggi minimum 3 m dan di dalam gudang
hendaknya bebas hambatan.
c. Penerangan di siang hari dan malam hari harus baik, udara lintas (cross
wind) perlu diperhatikan, aman terhadap air hujan (overstek harus cukup).
d. Kemiringan lantai harus menjamin tidak tergenangnya air di dalam gudang
dan barang dapat ditumpuk (stacking) sebaik-baiknya.

VI-9
Bab 6 - Parameter Penentu Dimensi Dermaga

e. Kekuatan/daya dukung lantai gudang minimal untuk 3.000 kg/m2.


f. Terjamin dari bahaya kebakaran (fire resistance) dan pencurian.

5. Jalan di dalam Pelabuhan


Jalan yang menghubungkan dermaga/gudang dengan jaringan jalan di luar
pelabuhan diatur dengan jalan kelas 1 dan minimal 2 jalur disesuaikan dengan
intensitas keluar masuknya muatan ke pelabuhan. Disarankan lebar minimal
adalah 8 m.

VI-10
LAMPIRAN
LAMPIRAN I

Skala Beaufort

Kecepatan Tekanan
Tingkat Sifat Angin Keadaan Lingkungan
(Knot) (Kg/m2)
Tidak ada angin, asap mengumpul,
0 Sunyi (calm) 0–1 0,2
permukaan air licin seperti cermin
Arah angin terlihat pada arah asap,
1 Angin sepoi penunjuk arah angin tidak bergerak, riak 1–3 0,8
mulai kelihatan
Angin terasa pada muka, daun ringan
Angin sangat bergerak, penunjuk arah angin mulai
2 4–6 3,5
lemah bergerak, riak terjadi di seluruh
permukaan air
Daun/ranting terus menerus bergerak,
3 Angin lemah riak menjadi besar dan busa mulai 7 – 10 8,1
kelihatan
Debu/kertas tertiup, ranting dan cabang
4 Angin sedang 11 – 16 15,7
kecil bergerak, gelombang belum tinggi
Pohon kecil bergerak, gelombang
5 Angin agak kuat 17 – 21 26,6
menjadi jelas dan buih putih di laut
Dahan besar bergerak, Kawat listrik
6 Angin kuat bersiul, payung sulit digunakan, percikan 22 – 27 41,0
air mulai terjadi
Dahan besar bergerak, berjalan
7 Angin kencang menyongsong angin sulit, Gelombang 28 – 33 60,1
besar mulai terjadi
Ranting pohon patah, tidak bisa berjalan
Angin sangat
8 menyongsong angin, gelombang besar 34 – 40 83,2
kuat
dan tinggi
Kerusakan kecil pada bangunan,
gelombang menjadi lebih tinggi dan
9 Badai 41 – 47 102,5
penglihatan menjadi sulit karena
pecahan gelombang
Pohon tumbang, kerusakan besar pada
bangunan, gelombang menjadi sangat
10 Badai kuat 48 – 55 147,5
tinggi, permukaan laut memutih dan
penglihatan buruk
Kerusakan karena badai terdapat di
daerah luas, gelombang menjadi sangat
11 Angin ribut 56 – 63 188,0
tinggi seperti gunung dan penglihatan
buruk
Pohon besar tumbang, bangunan rusak
12 Angin topan berat, gelembung dan pecahan air 64 213,0
menutupi laut, penglihatan sangat buruk
LAMPIRAN I

Kebutuhan ruang (m3) untuk suatu jenis barang (ton)


LAMPIRAN I

Fender Karet “Bridgestone super arch” (tipe V)


DAFTAR PUSTAKA

1. BPP. APPD, (1995), Desain Terminal Sungai dan Penyeberangan, Palembang.


2. BPP. APPD, (1995), Perencanaan dan Pengoperasian Pelabuhan Perairan
Daratan, Palembang.
3. Triatmodjo, B., (1999), Teknik Pantai, Beta Offset, Yogyakarta.
4. Pelabuhan Indonesia, (2000), Peralatan Pelabuhan, Jakarta.
5. Pelabuhan Indonesia, (2000), Perencanaan, Perancangan dan Pembangunan
Pelabuhan, Jakarta.
6. Kramadibrata, S., (2002), Perencanaan Pelabuhan, Penerbit ITB, Bandung.
7. Triatmodjo, B., (2003), Pelabuhan, Beta Offset, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai