Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KEPERAWATAN PALIATIF

PERSPEKTIF KEPERAWATAN PALIATIF

Disusun Oleh:

Kelompok 1/ 5D

Anggota:

1. Yolla Chaysa Miranda NIM 1130017139

2. Faridatul Khasanah NIM 1130017146

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA

2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Perspektif
Keperawatan Paliatif. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ini.

Akhir kata saya berharap semoga makalah tentang Perspektif Keperawatan Palidatif.
Dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Surabaya, 19 September 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman
JUDUL .......................................................................................................i
KATA PENGANTAR ............................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 2
1.3 Tujuan ...................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN TEORI .................................................................... .3
2.1 Sejarah Perawatan Paliatif ....................................................... 3
2.2 Falsafah Paliatif ....................................................................... 3
2.3 Perawatan Hospice ............... .................................................. 4
2.4 Perkembangan Perawatan Paliatif Masa Lalu ......................... 5
2.5 Perawatan Paliatif Masa Sekarang Dan Akan Datang ............ 6
2.6 Perawatan Paliatif Dalam Konteks Indonesia ......................... 7
2.7 Standar-Standar Perawatan Bagi Pasien Yang Sekarat ........... 8
BAB 3: PENUTUP ................................................................................. 10
3.1 Kesimpulan ........................................................................... 10
3.2 Saran ...................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 11

iii
BAB 1

PENDAHULUHAN

1.1 Latar Belakang


Perawatan paliatif adalah pelayanan aktif dan menyeluruh yang dilakukan
olehsatu tim dari berbagai disiplin ilmu. Tim paliatif terdiri atas tim terintegrasi, antara
lain dokter, perawat, psikolog, ahli fisoterapi, pekerja sosial medi, ahli gisi,
rohaniawan, dan relawan. Keberhasilan keperawatan paliatif bergantung pada kerja
sama yang efektif dan pendekatan interdisiplin antara dokter, perawat, pekerja sosial
medis, rohaniawan atau pemuka agama, relawan, dan anggota pelayanan lain sesuai
dengan kebutuhan. Kerja sama yang erat antara anggota tim perawatan paliatif dengan
keluarga pasien dirasakan sebagai kebutuhan utama yang saling mendukung
kelancaran perawatan paliatif ( Muhith, 2016).
Menurut WHO (2016) penyakit- penyakit yang termasuk dalam perawatan paliatif
seperti penyakit kardiovaskuler dengan prevalensi 38,5%, kanker 34%, penyakit
pernapasan kronis 10,3%, HIV/AIDS 5,7%, diabetes 4,6% dan memerlukan perawatan
paliatif sekitar 40-60%. Pada tahun 2011 terdapat 29 juta orang meninggal
dikarenakan penyakit yang membutuhkan perawatan paliatif. pravelensi penyakit
paliatif di dunia berdasarkan kasus tertinggi yaitu Benua Pasifik Barat 29%, diikuti
Eropa dan Asia Tenggara masing- masing 22% (WHO, 2014). Berdasarkan Data Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) prevalensi tumor/ kanker di Indonesia adalah 1,4
per 1000 penduduk, atau sekitar 330.000 orang, diabetes melitus 2,1% jantung koroner
dengan bertambahnya umur, tertinggi pada kelompokumur 65- 74 tahun yaitu 3,6%.
Kementrian kesehatan mengatakan kasus HIV sekitar 30.935, kasus Tb sekitar
330.910. kasus stroke sekitar 1.236.825 dan 883.447 kasus penyakit jantung dan
penyakit diabetes sekitar 1,5% (KEMENKES, 2014).
Pelayanan perawatan paliatif memerlukan keterampilan dalam mengelola
komplikasi penyakit dan pengobatan, mengelola rasa sakit dan gejala lain,
memberikan perawatan psikososial bagi pasien dan keluarga, dan merawat saatserakat
dan berduka. Perawatan meliputi manajemen nyeri dan gejala; dukungan psikososial,
emosional, dukungan spiritual; dan kondisi hidup nyaman dengan perawatan yang
tepat, baik di rumah, rumah sakit atau tempat lain sesuai pilihan pasien. Perawatan
paliatif dilakukan sejak awal perjalanan penyakit, bersamaan dengan terapi lain dan

1
menggunakan pendekatan tim multidisiplin untuk mengatasi kebutuhan pasien dan
keluarga mereka (Canadian Cancer Society, 2016).
Susulawati (2015) mengatakan anggota keluarga memandang bahwa orang yang
bersifat mendukung akan selalu siap meberi pertolongan dan bantuan yang diperlukan.
Adanya dukungan keluarga mempermudah penderita dalam melakukan aktivitasnya
berkaitan dengan persoalan- persoalan yang di hadapinya juga merasa dicintai dan bisa
berbagi beban, mengekspresikan perasaan secara terbuka dapat membantu dalam
menghadapi permasalahan yang sedang terjadi serta adanya dukungan keluarga akan
berdampak pada peningkatan rasa percaya diri pada penderita dalam menghadapi
proses penyakitnya. Morris dkk (2015) mengatakan lebih dari 200.000 orang setiap
tahun tidak mati di tempat yang mereka inginkan. Selain itu terdapat 63% pasien
paliatif menyatakan ingin di rawat oleh keluarganya (Misgiyanto &Susilawati, 2014).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah keperawatan paliatif ?
2. Apakah falsafah paliatif ?
3. Apakah perawatan hospice ?
4. Bagaimana perkembangan perawatan paliatif masa lalu ?
5. Bagaimana perkembangan masa sekarang dan akan datang ?
6. Bagaimana perawatan paliatif dalam konteks indonesia ?
7. Apakah standar- standar perawatan bagi pasien yang sekarat ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Agar mahasiswa dan mahasiswi keperawatan dapat memahami dan
mengetahui tentang perspektif dalam keperawatan paliatif.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui sejarah keperawatan paliatif.
2. Untuk memahami falsafah paliatif.
3. Untuk mengetahui perawatan hospice.
4. Untuk memahami perkembangan perawatan paliatif masa lalu.
5. Untuk mengetahui perawatan paliatif masa sekarang dan akan datang.
6. Untuk memahami perawatan paliatif dalam konteks indonesia.
7. Untuk mengetahui standar- standar bagi pasien yang sekarat.

2
BAB 2
TINJAUAN TEORI
1.1 Sejarah Perawatan Paliatif
Pada abad ke-19, antibiotik mulai dikenal dalam dunia kedokteran. Tidak lama
setelah itu, ditemukan defibrillator pada tahun 1953, ketika seekor anjing bernama
Knowsy (diberi nama berdasarkan pengetahuannya mengenai dunia seberang sana)
berhasil diresusutasi. Sejak saat itu berkembanglah optimisme bahwa segala sesuatu
dapat disembuhkan. Prinsipnya adalah bahwa hidup apabila masing- masing bagian
dapat dipertahankan fungsinya, dan menggantinya apabila ada kerusakan. Namun
sayangnya hal ini terbukti salah.
Meskipun demikian, dunia kedokteran pada zaman itu menolak fakta bahwa
pasien bisa sekarat dan meninggal. Hal ini menyebabkan pasien- pasien yang sekarat
seringkali ditelantarkan dan biarkan mati dengan menderita. Maka dari itu dibutuhkan
sebuah institusi khusus untuk menangani hal ini, dan institusi tersebut dikenal dengan
hospis.
Istilah hospis belum banyak dikenal pelayanan kesehatan kita. Hospice (ind:
Hospis) berasal dari kata latin hospitium, yang berarti tamu. Secara praktis, hospis
merupakan konsep untuk menerima penderita dan memberikan pelayanan terbaik bagi
mereka, sebagaimana layaknya tamu. Gerakan hospis secara esensial lahir pada tahun
1967 dengan lahirnya “The First Modern Hospice” yaitu “St.Christophe’s Hospice” di
Sydenham, london, oleh Dr. Cycely Saunders. Dua tahun kemudian, Elizabeth Kubler-
Ross mempublikasikan bukunya yang berjudul “On Death and Dying” yang
didasarkan pada pengalamannya bebicara dengan pasien sekarat di sebuah rumah sakit
di Chicago.
WHO pada tahun 1989 mencanangkan program “Palliative Care”, yang
menekankan perawatan pada aspek fisik, psikologis, rohani, termasuk pemberian
dukungan kepada keluarga. Inilah yang kemudian menjadi landasan kerja bagi
“Hospice Care” yang nantinya dikenal juga sebagai ”Palliative Care” dan “Supportive
Care” (Rasjidi, 2010).
1.2 Falsafah Paliatif
Paliatif berasal dari bahasa latin yaitu “Palium”, yang berarti menyelimuti atau
menyingkapi dengan kain atau selimut untuk memberikan kehangatan atau perasaan
nyaman. Berangkat dari makna kata tersebut sehingga perawatan paliatif di maknai
sebagai pelayanan yang memberikan perasaan nyaman terhadap keluhan yang

3
dirasakan oleh pasien. Sehingga tujuan utama dari pelayanan perawatan paliatif adalah
memberikan perasaan nyaman pada pasien dan keluarga. Namun, pelayanan
perawatan paliatif tidah hanya mengatasi masalah fisik pasien akan tetapi juga
mencakup masalah dari aspek psikologis, sosial dan spiritual. Kesemua aspek tersebut
saling berintegrasi sehingga dapat saling mempengaruhi satu sama lain. Selain itu,
tenaga professional kesehatan, para pembuat kebijakan dan masyarakat luas,
memahami perawatan paliatif sama dengan perawatan di akhir kehidupan. Perawatan
paliatif merupakan pelayanan yang mencakup yaitu:
1. Pelayanan berfokus pada kebutuhan pasien bukan pelayanan berfokus pada
penyakit.
2. Menerima kematian namun juga tetap berupaya untuk meningkatkan kualitas
hidup.
3. Pelayanan yang membangun kerjasama antara pasien dan petugas kesehatan
serta keluarga pasien.
4. Berfokus pada proses penyembuhan bukan pada pengobatan (Yodang, 2016).
Sehingga perawatan paliatif bukan untuk mempercepat proses kematian namun
bukan pula untuk menunda kematian, karena kematian merupakan proses alamiah
makluk hidup. Sehingga dalam perawatan paliatif, kematian akan berlangsung secara
alamiah pada pasien. Penyembuhan merupakan suatu hubungan antara diri sendiri,
orang lain, lingkungan dan tuhan. Sehingga seseorang tidak akan dapat meninggal
dengan di obati, namun seseorang dapat meninggal dengan kondisi di sembuhkan.
Pernyataan dari The World Health Organization (WHO): “Perawatan paliatif
meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang
mengancam nyawa, dengan memberikan penghilang rasa sakit dan gelaja, dukungan
spiritual dan psikososial, sejak tegaknya diagnosis hingga akhir kehidupan serta
periode kehilangan anggota keluarga yang sakit (Margaret, 2013).
1.3 Perawatan Hospice
Perawatan hospice bagi pasien yang sakit atau dalam keadaan terminal memiliki
filosofi yang sama dengan perawatan paliatif. bagaimanapun “semua perawatan
hospice adalah perawatan paliatif namun tidak semua perawatan paliatif merupakan
perawatan hospice”. Perawatan paliatif sebaiknya ditawarkan kepada pasien yang
membutuhkan beberapa pelayanan, tetapi perawatan hospice diatur dan seorang pasien
haarus memiliki harapan hidup setidaknya pling sedikit 6 bulan untuk mendapatkan
perawatan hospice dibawah tanggungan asuransi. Seperti perawatan paliatif,

4
perawatan hospice menggunakan model timinterdisippliner yang biasanya dilakukan
dirumah pasien atau tempat lain sebuah tempat tinggal dengan fasilitas kesehatan bagi
lansia. Dibeberapa komunitas, fasilitas perawatan dirumah yang mandiri menyediakan
beberapa pilihan penatalaksanaan. Beberapa rumah sakit memiliki persetujuan untuk
berkolaborasi dalam menyediakan perawatan rumah sakit bagi pasien yang dirawat di
rumah ketika manajemen gejala diperlukan secara cepat, atau ketika pasien meninggal,
atau ketika berhenti atas keinginan keluarga (Margaret, 2013).
1.4 Perkembangan Perawatan Paliatif Masa Lalu
Gerakan hospis secara massif sekitar tahun 1960 an, dimana era pelayanan hospis
modern dimulai. Seseorang yang mengagas gerakan perubahan tersebut adalah Dame
Cicely Saunders. Dame mengekresikan sebuah konsep tentang caring, terutama untuk
pasien yang dengan stadium akhir dan menjelang ajal/kematian. Konsep tersebut
merupakan sebuah cara pandangan atau perspektif untuk melihat sebuah fenomena
secara holistik, termasuk pasien. Sehingga pasien tidak hanya di liat sebagai individu
yang memiliki masalah fisik saja, tetapi melihat pasien sebagai makluk yang
kompleks. Dame menyakini bahwa gejala fisik yang dialami oleh pasien juga dapat
mempengaruhi psikologis, emotional, sosial dan spiritual pasien, maupun sebaliknya.
Sejak awal disaat Dame menggagas dan mendirikan rumah hospis, rumah hospis
pertama didirikan oleh Dame yaitu rumah hospis yang terletak di kota London pada
tahun 1967. Seiring dengan perkembangan gerakan rumah hospis, pelayanan paliatif
mulai menekankan pada aspek ‘’Care’’ bukan pada aspek ‘’Cure’’ atau pengobatan.
Sehingga pada saat itu prioritas intervensi yang dilakukan adalah bagaimana pasien
dapat mengontrol keluhannya, seperti nyeri. Pada tahun 1982, dokter spesialis paliatif
mulai diperkenalkan secara formal. Pada saat itu dokter spesialis paliatif tidak hanya
memberikan pelayanan pada pasien yang membutuhkan perawatan paliatif, namun
juga penelitian mengenai praktisklinis pada pasien yang mendapatkan perawatan
paliatif, dan melakukan pengajaran ataupun pendidikan berkelanjutan dalam perspektif
multidisplin. Sekalipun konsep hospis modern dan perawatan paliatif merupakan hal
yang baru, namun pelayanan yang diberikan di perawatan paliatif mampu memberikan
perubahan yang sangat signifikan terhadap peningkatan kualitas hidup pasien,
mempersiapkan pasien meninggal dengan damai dan bermartabat, dan memberikan
dukungan pada anggota keluarga setelah pasien meninggal.
Sejak awal pergerakan hospis modern dimana pada saat itu layanan yang
diberikan hanya berfokus pada pasien penderita kanker. Namun beberapa praktisi lalu

5
mengembangkan layanan pada pasien dengan penyakit tahap lanjut seperti gagal
jantung kongestif, penyakit paru obstruksi menahun, stroke, motor neuron disease,
gagal ginjal kronis dan lain sebagainya.Di saat abad 20, kebanyakan pasien meninggal
di rumah setelah mendapat perawatan dari pihak keluarga, namun kondisi tersebut
berubah seiring dengan perkembangan dunia kedokteran dan kesehatan, dan penerapan
beberapa motode baru dalam pengobatan yang mengharus proses perawatan di rumah
pasien harus berpindah ke rumah sakit. Dampak dari hal tersebut, angka kematian
pasien yang meninggal di rumah menurun drastic. Akan tetapi, kebanyakan pasien
kanker akan menghabiskan sisa hidupnya lebih banyak di rumah. Hal ini berdasarkan
hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sekitar 90% pasien kanker mendapatkan
perawatan di rumah dari pihak keluarganya (Yodang, 2016).
1.5 Perawatan Paliatif Masa Sekarang Dan Akan Datang
Telah terjadi perubahan yang dinamis dalam penyediaan perawatan paliatif
terutama di Negara Inggris. Dimana depertemen kesehatan memperkenalkan program
dan panduan baru yang dikenal dengan sebutan “End of Life Care Strategy” dan “the
Gold Standards Framework”. Program dan panduan tersebut menitikberatkan akan
pentingnya menggunakan standard pelayanan di saat memberikan pelayanan
perawatan paliatif pada pasien dan keluarganya terutama di saat kondisi pasien
menjelang ajal/ kematian. Lebih lanjut, pasien diberi otonomi untuk memilih tempat
selama menjalani proses perawatan, seperti rumah sendiri, rumah sakit, rumah
perawatan, atau rumah hospis. Sebagai petugas perawatan paliatif, memaksimalkan
sisa waktu atau umur pasien selama masa perawatan merupakan hal yang penting.
Untuk memaksimalkan hal tersebut, kordinasi dengan anggota tim, dan memberikan
pelayanan yang berkualitas menjadi hal yang sangat dibutuhkan.Saat ini telah banyak
panduan atau guideline diterbitkan oleh lembaga bereputasi yang memberikan
penjelasan bagaimana memberikan pelayanan perawatan paliatif yang berkualitas baik
secara umum maupun untuk kelompok pasien dengan penyakit tertentu seperti
panduan perawatan paliatif untuk pasien kanker paru.
Secara global, WHO (2014) melaporkan bahwa pendidikan dan pengetahuan para
petugas kesehatan masih sangat minim mengenai perawatan pasien di area paliatif.
WHO memperkirakan sekitar 19 juta orang di dunia saat ini membutuhkan pelayanan
perawatan paliatif, dimana 69% dari mereka adalah pasien usia lanjut yaitu usia di atas
65 tahun. Sehingga hal ini menjadi tantangan para petugas kesehatan terutama tenaga
professional yang bekerja di area paliatif untuk dapat memahami dengan baik cara

6
memberikan pelayanan yang berkualitas pada kelompok lanjut usia tersebut dengan
mengacu pada pada pilosofi dan standart pelayanan perawatan paliatif (Yodang,
2016).
1.6 Perawatan Paliatif Dalam Konteks Indonesia
Sejak 2007 pemerintah indonesia, melalui kementrian kesehatan telah menerbit
aturan berupa kebijakan perawatan paliatif (Keputusan MENKES No.
812/Menkes/SK/VII/2007) dimana dasar yang menjadi acuan di terbitnya peraturan
tersebut yaitu:

1. Kasus penyakit yang belum dapat disembuhkan semakin jumlahnya baik pada
pasien dewasa maupun anak
2. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi pasien dengan penyakit
yang belum dapat disembuhkan selain dengan perawatan paliatif bagi pasien
dengan stadium terminal.
Pada peraturan tersebut, menjelaskan bahwa kondisi pelayanan kesehtaan yang
belum mampu membrikan pelayanan yang dpaat menyentuh dan memenuhi kebutuhan
pasien dengan penyakit stadium terminal yang sulit disembuhkan. Pada stadium
tersebut prioritas layanan tidak hanya berfolus pada penyembuhan, akan tetapi juga
berfokus pada pasien dengan penyakit kronis pada stadium lanjut maupun terminal
dapat mengakses layanan kesehatan seperti rumah sakit baik umum maupun swasta,
puskesmas, rumah perawatan, dan rumah hospis. Saat peraturan ini di terbitkan ada 5
rumah sakit yang menjadi pusat layanan perawatan paliatif, dimana rumah sakit
tersebut berlokasi di Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, dan Makassar. Akan
tetapi, sekalipun perawatan paliatif telah di perkenalkan dan di terapkan di beberpaa
rumah sakit yang tersebut di atas, pelayanan perawatan paliatif belum menunjukkan
signifikasi. Hal ini mungkin di akibatkan oleh minimnya pendidikan dan pelatihan
tentang perawatan paliatif untuk tenaga kesehatan, dan juga jumlah tenaga kesehatan
yang belajar secara formal mengenai perawatan paliatif juga masih sangat sedikit.
Karena saat ini, pendidikan untuk level pascasarjana di bidang perawatan paliatif
hanya tersedia di universitas di Negara maju seperti Australia, Amerika serikat,
Inggris.
Sejarah perkembangan perawatan paliatif di Indonesia bermula saat sekelompok
dokter di Rumah sakit Dr Sutomo Surabaya, membentuk kelompok perawatan paliatif
dan pengontrolan nyeri kanker pada tahun 1990 yang selanjutnya kelompok tersebut

7
menjadi “Tim perawatan paliatif pertama di Indonesia. Saat ini kelompok tersebut di
kenal dengan nama “pusat pengembangan paliatif dan bebas nyeri”.
Pada bulan Februari 1992, secara resmi pelayanan perawatan paliatif di mulai di
rumah sakit Dr Sutomo Surabaya. Pelayanan tersebut didukung 11 orang dokter dan
seorang apoteker yang telah menempuh pendidikan perawatan paliatif untuk level
postgraduate Diploma melalui pendidikan jarak jauh dari salah satu universitas yang
berada di Negara bagian Australia barat, kota Perth, atas kepemimpinan Dr. R.
Soenarjadi Tedjawinata yang kemudian dikenal sebagai Bapak Paliatif Indonesia
menginsiasi sebuah kegaiatan seminar nasional dan workshop yang bertema
“manajemen nyeri kanker”. Tujuan dari kegiatan tersebut untuk memperkenalkan
pelayanan perawataan paliatif kepada peserta seminar dan workshop, kegiatan tersebut
dilakukan pada bulan Oktober 1992 yang pada saat itu di hadiri oleh sekitar 14
perwakilan rumah sakit pendidikan Indonesia.
Pada tahun 2006, sebuah organisasi nirlaba membantuk “Rumah Rachel” yang
menyediakan layanan perawatan paliatif khusus untuk anak yang menderita kanker
dan HIV/AIDS. Rumah rachel merupakan fasilitasperawatan paliatif yang pertama di
Indonesia yang fokus pada anak-anak berlokasi di Jakarta. Pada tahun 2007, atas
bimbingan dana arahan tim paliatif RS Dr. Sutomo, pelayanan paliatif di tingkat
puskesmas di buka, yaitu Puskesmas Balongsari Surabaya, setahun kemudian pihak
puskesmas mengadakan pelatihan perawatan paliatif untuk relawan dengan
mendapatkan dukungan dari pemerintah kota Surabaya.

Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, minat para tenaga kesehatan di bidang
perawatan paliatif semakin meningkat, dimana secara rutin seminar maupun workshop
yang bertema perawatan paliatif di selenggarakan secara rutin seperti di Yogyakarta,
Bandung dan di beberapa kota lainnya. Pada tahun 2013 Kementerian Kesehatan
melalui Direktorat jenderal pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan
mengeluarkan panduan teknis pelayanan paliatif kanker. Hal ini menunjukkan bahwa
pihak pemerintahan semakin serius untuk memberikan pelayanan perawatan paliatif
bagi masyarakat Indonesia terkhusus yang menderita kanker (Yodang, 2016).

1.7 Standar-Standar Perawatan Bagi Pasien Yang Sekarat


Standar menggambarkan berbagai nilai dan prioritas bagi profesi yang merawat
pasien yang sekarat. Sebuah kolaborasi para ahli nasional dalam perawatan
mempersiapkan kematian mengeluarkan The National Consensus Project (NCP) for

8
Quality Pallidative Care. Tujuuan dari NCP for Quality Pallidative Care adalah
memastikan bahwa pearawatan tetap konsisten dan berkualitas tinggai, serta
berpedoman pada pengembangan dan struktur pelayanan paliatif yang baru maupun
yang masih berlaku.
Panduan ini menggambarkan aturan-aturan dan struktur-struktur inti dari program
perawatan paliatif klinis yang dibagi menjadi 8 bagian :
1. Struktur dan proses perawatan
2. Aspek fisik dalam perawatan
3. Aspek psikologi dan psikiatri dalam perawatan
4. Aspek sosial dalam perawatan
5. Aspek spiritual, agama, dan ekstitensial dalam perawatan
6. Aspek budaya dalam perawatan
7. Perawatan pasien yang mendekati kematian
8. Aspek legal dan etik dalam perawatan

9
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perawatan paliatif adalah pelayanan aktif dan menyeluruh yang dilakukan
olehsatu tim dari berbagai disiplin ilmu. Tim paliatif terdiri atas tim terintegrasi, antara
lain dokter, perawat, psikolog, ahli fisoterapi, pekerja sosial medi, ahli gisi,
rohaniawan, dan relawan.
Keberhasilan keperawatan paliatif bergantung pada kerja sama yang efektif dan
pendekatan interdisiplin antara dokter, perawat, pekerja sosial medis, rohaniawan atau
pemuka agama, relawan, dan anggota pelayanan lain sesuai dengan kebutuhan. Kerja
sama yang erat antara anggota tim perawatan paliatif dengan keluarga pasien
dirasakan sebagai kebutuhan utama yang saling mendukung kelancaran perawatan
paliatif ( Muhith, 2016).
3.2 Saran
Kami berharap agar penulis selanjutnya menggunakan literature yang lebih up to
date dan menjadi bertambah sehingga buku bertambah banyak dan lebih up to date.
Dan sumber ilmu dapat menjadi lebih banyak dan terbaru yang dapat dijadikan acuan
dalam pembelajaran dari tahun ke tahun.

10
DAFTAR PUSTAKA

Margaret. (2013). Nurse To Nurse Perawatan Paliatif. Jakarta: Salemba.


Muhith, Abdul. (2016). Pendidikan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: CV Andi Offset.
Rasjidi, Imam. (2010). Perawatan Paliatif Suportif & Bebas Nyeri Pada Kanker. Jakarta:
Sagung Seto.
Saunders. (2009). Medical- Surgical Nursing Clinical Management For Positive Outcomes
8TH Edition. Singapore: Elsevier.
Yodang. (2016). Konsep Perawatan Paliatif. Universitas Sembilan belas November
Kolaka. https://www.accademia.edu/37614527/KONSEP_PERAWATAN_PALIATIF.
Diakses Pada Tanggal 18 September 2019 Pukul 20.05

11

Anda mungkin juga menyukai