MEDIKAL BEDAH
DISUSUN OLEH :
1834028
JAKARTA
2020
Cedera Kepala
Alat ukur dalam penelitian ini menggunakan Glasglow Coma Scale (GCS).GCS adalah
sebuah skala yang digunakan untuk mengetahui tingkat kesadaran pada pasien setelah
mengalami cedera kepala.Penilaian yang digunakan pada GCS yaitu penilaian respon mata,
verbal, dan motorik. Penilaian yang dilakukan dengan GCS bertujuan untuk mengetahui
klasifikasi tingkat keparahan pada pasien yang mengalami cedera kepala dengan kriteria:
• Berat: bila GCS≤ 8 • Sedang: bila GCS 9 - 12
• Ringan: bila GCS ≥ 13 Setelah mengetahui hasil GCS pada pasien, maka kita bisa
menentukan tingkat keparahan cedera kepala pasien tersebut.
Penilaian selanjutnya adalah dengan melihat hasil CT Scan pad apasien dengan cedera
kepala ringan yang telah kita ketahui hasil GCS nya ≥ 13. Penilaian ini untuk mengetahui
gambaran hasil CT scan pada pasien dengan cedera kepala ringan apakah ada kelaianan atau
tidak. Kelainan yang dilihat berupa fraktur, perdarahan, dan oedema.
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto polos tengkorak (skull X-ray)
Untuk mengetahui lokasi dan tipe fraktur.
b. Angiografi cerebral
c. CT-Scan
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya perdarahan intrakranial, edema kontosio
dan pergeseran tulang tengkorak.
d. Pemeriksaan darah dan urine.
e. Pemeriksaan MRI
f. Pemeriksaan fungsi pernafasan
Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting diketahui bagi
penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan (medulla oblongata).
g. Analisa Gas Darah
Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA KEPALA
A. Asuhan Keperawatan Kritis Stroke Non Hemoragik
1. Pengkajian
Pengkajian asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera kepala menurut Yasmara
a. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Keluhan utama pada pasien gangguan sistem saraf biasanya akan terlihat
seperti mual muntah bahkan kejang sampai tidak sadar di samping gejala
yang terjadi pada keluarga pasien secara garis keturunan maupun yang
keturunan.
5. Pola Metabolik
Kaji kesulitan menelan dan adanya mual muntah (yang berkaitan dengan
perdarahan).
6. Pola Eliminasi
7. Pola Aktivitas
8. Pola Persepsi
a.Kaji pasien apabila tidak memahami penjelasan dari apa yang telah terjadi atau
menanggapi pertanyaan.
b. Kaji pasien saat mengeluh pusing, mengantuk, sakit kepala, leher kaku, dan
9. Pola Istirahat
10. Kardiovaskular
11. Paru-paru
bidang visual pada satu atau kedua mata), apraxia (keridakmampuan untuk
13. Integumen
Kaji Cappilary Refill Time (CRT), turgor kulit dan adanya tanda sianosis.
dengan kriteria hasil pasien tidak sesak nafas, tidak terdapat ronchi, wheezing
maupun terdapat suara nafas tambahan, tidak terdapat retraksi otot bantu pernafasan,
Intervensi:
1. Posisikan pasien lebih tinggi dari jantung atau miring jika memungkinkan. Posisikan
3. Posisikan pasien yang mengalami hemiplegi dengan tepat agar tidak menghambat
hemoragik) dan nafas dalam setiap 2 jam saat terjaga. Lakukan suction jika diperlukan
5. Nilai suara paru setidaknya setiap 4 jam. Perhatikan juga kecukupan upaya
6. Evaluasi kemampuan menelan pasien. Jika pasien mengalami kesulitan menelan bantu
jaringan otak.
Tujuan : Meningkatkan perfusi jaringan otak dengan kriteria hasil pasien tidak
gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang, GCS E4, M6, V5, pupil isokor,
refleks cahaya baik, tanda-tanda vital normal (tekanan darah : 100-140/80-90 mmHg,
Intervensi:
1. Nilai status neurologis, memeriksa tingkat kesadaran, orientasi, kekuatan kaki, respon
di bawah naungan, dan tanda-tanda vital setiap jam. Laporkan setiap ada kelainan atau
ukuran pupil yang tidak sama, pelebaran tekanan nadi, kejang, sakit kepala parah,
2. Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30º dengan letak jantung dan berikan oksigen
3. Monitor tanda-tanda vital, seperti tekanan darah, nadi, suhu, dan frekuensi
pernapasan.
dengan kriteria hasil adalah mempertahankan posisi yang optimal dibuktikan dengan
Intervensi:
a. Menjaga aligment fungsional dalam posisi pasien saat istirahat, bantu pasien saat
melakukan mobilisasi.
b. Latih gerakan aktif pasif dan berbagai latihan gerak untuk semua ekstremitas
c. Dorong pasien untuk melakukan perawatan diri semaksimal mungkin jika tidak ada
kontraindikasi.
d. Pantau pasien jika terdapat tanda komplikasi tromboemboli. Laporsegera setiap nyeri
e. Ubah pasien dari sisi ke sisi setidaknya setiap 2 jam, tempat tidur tetap bersih dan
kering.
f. Pertahankan eliminasi yang memadai. jika pasien terpasang kateter latih kembali
sesegera mungkin, menurut sebuah protokol yang ditetapkan atau perintah medis. Jika
pasien tidak tidak terpasang tawarkan pispot setiap 2 jam. Amati urin pantau jumlah
dan warna. memberikan pelunak tinja dan pencahar, seperti yang diperintahkan dan
memantau frekuensi dan karakteristik buang air besar. Memberikan jaminan bahwa
usus dan kandung kemih dapat mengkontrol dengan baik seperti biasa kembali selama
rehabilitasi.
Tujuan : Meminimalkan efek dari defisit persepsi dan meningkatkan fungsi neurologis
dengan kriteria hasil adalah memperthankan tingkat kesadaran dan fungsi perceptual,
Intervensi:
1. Bangun kedekatan dengan menggunakan secara meyakinkan dan tenang, kontak mata,
2. Lindungi pasien dari cedera pada sisi yang terjadi hemiparalise. Berikan pengingat
3. Pastikan bahwa makanan dan benda-benda di samping tempat tidur di tempatkan baik
Tujuan : Membangun sarana komunikasi yang efektif, dengan kriteria hasil adalah
Intervensi :
Kasus
Suatu malam perawat A didatangi rumahnya dikarenakan ada tenggan nya yang
mengalami sakit kepala, muntah, seperti menyembur. Dan saat ini tetangganya tertidur
setelah didatangi oleh perwat didapatkan data : kesadaran somnolen, TD 200/120 mmHg.
Pasien mempunyai riwayat DM dan hipertensi. Terdapat muntahan dilantai.
Pertanyaan : jenis stroke apa pasien tersebut apa yang harus dikaji dan apa
diagnosanya, bagaimana penatalaksanaannya
Jawaban
Rumus :
(2,5 x kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x sakit kepala) + (0,1 x diastol) – (3 x faktor ateroma) –
12
STROKE HEMORAGIC
A. Pengertian
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara
cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang
disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa
saja dan kapan saja. (Muttaqin, 2008)
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak.
Hampir 70 % kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. (Nurarif &
Kusuma, 2013)
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga menghambat aliran
darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan kemudian
merusaknya. (Adib, M, 2009)
Stroke hemoragik ada dua jenis yaitu:
a. Hemoragik intra serebral: perdarahan yang terjadi di dalam jaringan otak.
b. Hemoragik sub arachnoid: perdahan yang terjadi pada ruang sub arachnoid (ruang
sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak). (Nurarif &
kusuma,2013)
B. Komplikasi
a. Infark serebri.
b. Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensif.
c. Fistula caroticocavernosum.
d. Epistaksis.
e. Peningkatan TIK, tonus otot abnormal.
f. Gangguan otak berat.
g. Kematian bila tidak dapat mengontrol respon pernafasan atau kardiovaskuler.
6. Keadaan Umum
Mengalami penurunan kesadaran, suara bicara, kadnag mengalami gangguan yaitu
sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/afasia, TTV meningkat, nadi bervariasi.
1. B1 (Breathing)
Pada infeksi didapatkan klien batuk, peningkatan sputum, sesak naps, penggunaan alat
bantu napas, dan peningkatan frekuensi napas. Pada klien dengan kesadaran CM, pada
infeksi peningkatan pernapasannya tidak ada kelainan, palpasi thoraks didapatkan taktil
fremitus seimbang, auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
b. B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok hipovolemik) yang
sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terdapat peningkatan dan dapat
terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg)
c. B3 (Brain)
Stroke yang menyebabkan berbagai defisit neurologis, tergantung pada likasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran arean perfusinya tidak adekuat, dan
aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak dapat membaik
sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya
d. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sememntara karena
konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan dan ketidakmampuan
mengendalian kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang
kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang selama periode ini, dilakukan
kateterisasi intermitten dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut
menunujukkan kerusakan neurologis luas.
e. B5 (Bone)
Pada kulit, jika klien kekurangan O kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan
2
maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga tanda-tanda dekubitus terutama
pada daerah yang menonojol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau
paralise/hemiplegi serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan
istirahat
Penatalaksanaanya
A. Penatalaksanaan Medis
1. Menurunkan kerusakan iskemik serebral.
Tindakan awal difokuskan untuk menyelamatkan sebanyak mungkin area iskemik dengan
memberikan oksigen, glukosa dan aliran darah yang adekuat dengan mengontrol atau
memperbaiki disritmia serta tekanan darah.
2. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 derajat menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan, pemberian dexamethason.
3. Pengobatan
a. Anti koagulan : Heparin untuk menurunkan kecenderungan perdarahan pada fase
akut.
b. Obat anti trombotik : pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa trombolitik atau
embolik.
c. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral.
4. Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memperbaiki peredaran darah otak.
B. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Posisi kepala dan badan 15-30 derajat. Posisi miring apabila muntah dan boleh
mulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat.
3. Tanda-tanda vital usahakan stabil.
4. Bedrest.
5. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
6. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau cairan suction yang berlebih.
(Muttaqin, 2008)
Daftar pustaka
Alexander (1995). Care of the patient in Surgery. (10 th ed.), St Louis ; Mosby. P : 855 –
930.
Doenges, Moorehouse & Geisser (1993). Nursing Care Plans ; Guidelines for planning and
dokumenting patient care. (3 ed) philadelphia ; F.A.Davis Company. p : 271 – 290.
rd
Lemone & burke. (1996). Medical-Surgical Nursing ; critical thinking in client care.
California : Addison-Wesley. p : 1720 - 1728