Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

DENGAN MORBUS HISPRUNG

DISUSUN OLEH :

HAYUNING RACHMITA KURNIANTI

1834028

YAYASAN WAHANA KARYA BHAKTI HUSADA

AKADEMI KEPERAWATAN RSPAD GATOT SOEBROTO

JAKARTA

2020
A.    Definisi
 Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel – sel ganglion
dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan
(Cecily Betz & Sowden : 2002).
 Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan
pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan
berat lahir £ 3 Kg, lebih banyak laki – laki dari pada perempuan.  (Arief Mansjoeer :
2000 ).
 Hirschprung adalah penyakit akibat tidak adanya sel –sel ganglion di dalam usus yang
terbentang ke arah proksimal mulai dari anus hingga jarak tertentu. (Behrman &
vaughan,1992:426)
 Dari definisi diatas penyusun menyimpulkan bahwa: Penyakit Hirscphrung disebut juga
Mega Kolon merupakan penyakit yang terjadi karna adanya keabnormalan pada usus.

B. Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer
dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen
aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar.
Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga
pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum
tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang
menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian
proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon (Cecily Betz & Sowden,
2002:196).
Isi usus terdorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut,
menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena
terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson,
1995 : 141 ).
Aganglionic mega colon atau hirschprung dikarenakan karena tidak adanya ganglion
parasimpatik disubmukosa (meissher) dan mienterik (aurbach) tidak ditemukan pada
satu atau lebih bagian dari kolon menyebabkan peristaltik usus abnormal. Peristaltik usus
abnormal menyebabkan konstipasi dan akumulasi sisa pencernaan di kolon yang
berakibat timbulnya dilatasi usus sehingga terjadi megakolon dan pasien mengalami
distensi abdomen. Aganglionosis mempengaruhi dilatasi sfingter ani interna menjadi
tidak berfungsi lagi, mengakibatkan pengeluaran feses, gas dan cairan terhambat.
Penumpukan sisa pencernaan yang semakin banyak merupakan media utama
berkembangnya bakteri. Iskemia saluran cerna berhubungan dengan peristaltik yang
abnormal mempermudah infeksi kuman ke lumen usus dan terjadilah enterocolitis.
Apabila tidak segera ditangani anak yang mengalami hal tersebut dapat mengalami
kematian (kirscher dikutip oleh Dona L.Wong,1999:2000)
C. Etilogi
Penyebab dari Hirschprung yang sebenarnya tidak diketahui, tetapi Hirschsprung atau Mega
Colon diduga terjadi karena :
 Faktor genetik dan lingkungan, sering terjadi pada anak dengan Down syndrom.
 Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio
kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.

 Tipe-Tipe Hirschsprung
Menurut staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (1996). Hirschsprung dibedakan
sesuai dengan panjang segmen yang terkena, hirschsprung dibedakan menjadi dua tipe
berikut (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1996; Sacharin, 1986 dalam Sodikin,
2012) :
a. Segmen Pendek
Segmen pendek aganglionisis mulai dari anus sampai sigmoid,terjadi pada sekitar 70%
kasus penyakit Hirschsprung dan tipe ini lebih sering ditemukan pada laki-laki
dibandingkan anak perempuan. Pada tipe segmen pendek yang umum, insidennya 5 kali
lebih besar pada laki-laki dibandingkan wanita dan kesempatan saudara laki-laki dari
penderita anak untuk mengalami penyakit ini adalah 1 dari 20.
b. Segmen Panjang
Daerah aganglionisis dapat melebihi sigmoid, bahkan kadang dapat mengenai seluruh
kolon atau sampai usus halus. Laki-laki dan perempuan memiliki peluang yang sama,
terjadi pada 1 dari 10 kasus tanpa membedakan jenis kelamin.

D. Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan Meconium dalam 24 – 28 jam pertama setelah lahir.
Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah bercampur dengan cairan empedu dan
distensi abdomen. (Nelson, 2000 : 317).
Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan Penyakit
Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut. Obstruksi total saat lahir
dengan muntah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan
evakuasi mekonium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala rigan berupa
konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut.
Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Adanya feses
yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yang khas. Bila telah timbul
enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomen hebat dan diare  berbau busuk yang
dapat berdarah ( Nelson, 2002 : 317 ).
Gejala Penyakit Hirshprung menurut ( Betz Cecily & Sowden, 2002 : 197).  
 Masa neonatal
1. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir
2. Muntah berisi empedu
3. Enggan minum
4. Distensi abdomen
 Masa bayi dan anak – anak
1. Konstipasi
2. Diare berulang
3. Tinja seperti pita dan berbau busuk
4. Distensi abdomen
5. Adanya masa difecal dapat dipalpasi
6. Gagal tumbuh
7. Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemi

E. Pathway

F. Komplikasi
 Menurut Corwin (2001:534) komplikasi penyakit hirschsprung yaitu gangguan elektrolit
dan perforasi usus apabila distensi tidak diatasi.
 Menurut Mansjoer (2000:381) menyebutkan komplikasi penyakit hirschprung adalah:
 Pneumatosis usus
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang iskemik
distensi berlebihan dindingnya.
 Enterokolitis nekrotiokans
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang iskemik
distensi berlebihan dindingnya.
 Abses peri kolon
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang iskemik
distensi berlebihan dindingnya.
 Perforasi
Disebabkan aliran darah ke mukosa berkurang dalam waktu lama.
 Septikemia
Disebabkan karena bakteri yang berkembang dan keluarnya endotoxin karena iskemia
kolon akibat distensi berlebihan pada dindinng usus.
 Sedangkan komplikasi yang muncul pasca bedah antara lain:
 Gawat pernafasan (akut)
Disebabkan karena distensi abdomen yang menekan paru – paru sehingga mengganggu
ekspansi paru.
 Enterokolitis (akut)
Disebabkan karena perkembangbiakan bakteri dan pengeluaran endotoxin.
 Stenosis striktura ani
Gerakan muskulus sfingter ani tak pernah mengadakan gerakan kontraksi dan relaksasi
karena ada colostomy sehingga terjadi kekakuan ataupun penyempitan.

G. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan colok dubur
Pada penderita Hisrchsprung, pemeriksaan colok anus sangat penting untuk dilakukan.
Saat pemeriksaan ini, jari akan merasakan jepitan karena lumen rectum yang sempit.
Pada saat ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mukonium (feses) yang
menyemprot (Sodikin, 2012).
 Pemeriksaan lain (Sodikin, 2012) :
1) Foto polos abdomen tegak akan memperlihatkan usus-usus melebar atau terdapat
gambaran obstruksi usus rendah.
2) Pemeriksaan radiologis akan memperlihatkan kelainan pada kolon setelah enema
barium. Radiografi biasa akan memperlihatkan dilatasi dari kolon diatas segmen
aganglionik
3) Biopsy rectal dilakukan dengan anastesi umum, hal ini melibatkan diperolehnya
sampel lapisan otot rectum untuk pemeriksaan adanya sel ganglion dari pleksus
Aurbach (biopsy) yang lebih superficial untuk memperoleh mukosa dan submukosa
bagi pemeriksaan pleksus meissner.
4) Manometri anorektal merupakan uji dengan suatu balon yang ditempatkan dalam
rectum dan dikembangkan. Secara normal, dikembangkannya balon akan
menghambat sfingter ani interna. Efek inhibisi pada penyakit Hisrchsprung tidak ada
jika dan jika balon berada dalam balon aganglionik, dapat diidentifikasi gelombang
rectal yang abnormal. Uji ini efektif dilakukan pada masa neonatus karena dapat
diperoleh hasil baik positif palsu ataupun negative palsu.
H. Penatalaksanaan
 Medis 
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus besar untuk
membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal
dan juga fungsi spinkter ani internal.
Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu :
 Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk melepaskan
obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus besar untuk
mengembalikan ukuran normalnya.
 Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat anak
mencapai sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama
Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson, Duhamel, Boley &
Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang paling sering dilakukan terdiri dari
penarikan usus besar yang normal bagian akhir dimana mukosa aganglionik telah diubah.
 Perawatan 
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila
ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain :
 Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara
dini
 Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
 Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan )
 Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang ( FKUI,
2000 : 1135 )

I. Konsep Hospitalisasi
 Konsep hospitalisasi pada anak :
1.  Masa bayi(0-1 th) 
Dampak perpisahan 
Pembentukan rasa P.D dan kasih saying
Usia anak > 6 bln terjadi stanger anxiety /cemas
- Menangis keras
- Pergerakan tubuh yang banyak
- Ekspresi wajah yang tak menyenangkan

2. Masa todler (2-3 th)


Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan .Disini respon perilaku anak
dengan tahapnya.
> Tahap protes menangis, menjerit, menolak perhatian orang lain
> Putus asa menangis berkurang,anak tak aktif,kurang menunjukkan minat
bermain, sedih, apatis
> Pengingkaran/ denial
- Mulai menerima perpisahan
- Membina hubungan secara dangkal
- Anak mulai menyukai lingkungannya
3. Masa prasekolah ( 3 sampai 6 tahun )
- Menolak makan
- Sering bertanya
- Menangis perlahan
- Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan
Perawatan di rumah sakit :
- Kehilangan kontrol 
- Pembatasan aktivitas 
Sering kali dipersepsikan anak sekolah sebagai hukuman. Sehingga ada
perasaan malu, takut sehingga menimbulkan reaksi agresif, marah,
berontak,tidak mau bekerja sama dengan perawat. 

4. Masa sekolah 6 sampai 12 tahun


Perawatan di rumah sakit memaksakan meninggalkan lingkungan yang
dicintai , keluarga, kelompok sosial sehingga menimbulkan kecemasan.
Kehilangan kontrol berdampak pada perubahan peran dlm keluarga,
kehilangan kelompok sosial,perasaan takut mati, kelemahan fisik. Reaksi
nyeri bisa digambarkan dgn verbal dan non verbal.

5. Masa remaja (12 sampai 18 tahun )


Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok sebayanya.  Saat
MRS cemas karena perpisahan tersebut. Pembatasan aktifitas kehilangan
control Reaksi yang muncul :
> Menolak perawatan / tindakan yang dilakukan
> Tidak kooperatif dengan petugas
Perasaan sakit akibat perlukaan menimbulkan respon :
- bertanya-tanya 
- menarik diri 
- menolak kehadiran orang lain

J. Konsep tumbuh kembang anak


Tumbuh kembang anak adalah proses yang dimulai sejak dari konsepsi sampai
maternitas/dewasa yang dipengaruhi oleh faktor bawaan dan lingkungan. Ini berarti bahwa
tumbuh kembang anak sudah terjadi sejak di dalam kandungan dan setelah kelahiran
merupakan masa dimana mulai saat itutumbuh kembang anak dapat mudah dipahami.

K. Diagnosa Keperawatan
1.   Pola nafas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru
2.   Nyeri akut b.d inkontinuitas jaringan
3.   Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d masukan makanan tak
adekuat dan rangsangan muntah.
4.   Perubahan pola eliminasi (konstipasi) b.d defek persyarafan terhadap aganglion
usus.
5.   Resiko kekurangan volume cairan b.d muntah, diare dan pemasukan terbatas karena
mual.
6.   Resiko tinggi infeksi b.d imunitas menurun dan proses penyakit

L. Intervensi
 Dx 1 Pola nafas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru
NOC : Respiratory status
Kriteria Hasil :
1. Frekuensi pernafasan dalam batas normal
2. Irama nafas sesuai yang diharapkan
3. Ekspansi dada simetris
4. Bernafas mudah
5. Keadaan inspirasi
NIC :
 Respiratory monitoring
1. Monitor frekuensi, ritme, kedalamam pernafasan.
2. Catat pergerakan dada, kesimetrisan, penggunaan otot tambahan.
3. Monitor pola nafas bradipnea , takipnea, hiperventilasi.
4. Palpasi ekspansi paru
5. Auskultasi suara pernafasan
 Oxygen therapy
1. Atur peralatan oksigenasi
2. Monitor aliran oksigen
3. Pertahankan jalan nafas yang paten
4. Pertahankan posisi pasien

 Dx 2 Nyeri akut b.d inkontinuitas jaringan


NOC : Pain level
Kriteria hasil :
1. Mengenali faktor penyebab
2. Menggunakan metode pencegahan
3. Menggunakan metode pencegahan non analgetik untuk mengurangi nyeri.
4. Menggunakan analgetik sesuai kebutuhan
5. Mengenali gejala – gejala nyeri
NIC :
 Pain management
1. Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi : lokasi , karakteristik dan onset,
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor – faktor
presipitasi
2. Observasi isyarat – isyarat non verbal dari ketidaknyamanan, khususnya dalam
ketidakmampuan untuk komunikasi secara efektif
3. Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat mengekspresikan nyeri
4. Kontrol faktor – faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien
terhadap ketidaknyamanan (ex : temperatur ruangan , penyinaran)
5. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (misalnya : relaksasi, guided imagery,
distraksi, terapi bermain, terapi aktivitas)
 Analgetik administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat.
2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi
3. Pilih analgetik yang diperlukan / kombinasi dari analgetik ketika pemberian lebih dari
satu.
4. Tentukan pilihan analgetik tergantung tipe dan beratnya nyeri.

 Dx 3 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d masukan makanan


tak adekuat dan rangsangan muntah.
NOC : Status nutrisi
Kriteria hasil :
1. Stamina
2. Tenaga
3. Kekuatan menggenggam
4. Penyembuhan jaringan
5. Daya tahan tubuh
6. Pertumbuhan
NIC  :
 Manajemen nutrisi
1.Timbang Berat badan
2.Anjurkan pada keluarga pasien untuk memberikan ASI
3.Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vit C
4.Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
 Monitoring nutrisi
1. Monitor turgor kulit
2. Monitor mual dan muntah
3. Monitor intake nutrisi
4. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
 Dx 4 Perubahan pola eliminasi (konstipasi) b.d defek persyarafan terhadap aganglion
usus
NOC : Bowel elimination
Kriteria hasil :
1. Pola eliminasi dalam batas normal
2. Warna feses dalam batas normal
3. Feses lunak / lembut dan berbentuk
4. Bau feses dalam batas normal (tidak menyengat)
5. Konstipasi tidak terjadi
NIC : Bowel irigation
1. Tetapkan alasan dilakukan tindakan pembersihan sistem pencernaan.
2. Pilih pemberian enema yang tepat
3. Jelaskan prosedur pada pasien
4. Monitor efek samping dari tindakan irigasi atau pemberian obat oral
5. Catat keuntungan dari pemberian enema laxatif
6. Informasikan pada pasien kemungkinan terjadi perut kejang atau keinginan untuk
defekasi.

 Dx 5 Resiko kekurangan volume cairan b.d muntah, diare dan pemasukan terbatas
karena mual.
NOC : Fluid balance
Kriteria hasil :
1. Keseimbangan intake dan output 24 jam
2. Berat badan stabil
3. Tidak ada mata cekung
4. Kelembaban kulit dalam batas normal
5. Membran mukosa lembab
NIC :
 Fluid management
1. Timbang popok jika diperlukan
2. Pertahankan intake dan output yang akurat
3. Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah)
4. Monitor vital sign
5. Kolaborasikan pemberian cairan IV
6. Dorong masukan oral
7. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
 Dx 6 Resiko tinggi infeksi b.d imunitas menurun dan proses penyakit
NOC :Imune status
Kriteria hasil :
1. Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2. Menjelaskan proses penularan penyakit
3. Menjelaskan faktor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya
4. Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
5. Menunjukan perilaku hidup sehat
NIC :
Infection protection
1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
2. Monitor kerentanan terhadap infeksi
3. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas dan drainase
4. Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
5. Dorong masukan nutrisi yang cukup
6. Dorong istirahat

G. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi keperawatan yang telah direncanakan

H. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan kegiatan akhir dari proses keperawatan, dimana
perawat menilai hasil yang diharapkan terhadap perubahan diri ibu dan menilai
sejauh mana masalah ibu dapat di atasi. Disamping itu, perawat juga memberikan
umpan balik atau pengkajian ulang, seandainya tujuan yang ditetapkan belum
tercapai, maka dalam hal ini proses peawatan dapat di modifikasi. 
Hasil Evaluasi yang mungkin didapat  adalah :
a. Tujuan tercapai seluruhnya, yaitu jika pasien menunjukkan tanda atau gejala sesuai
dengan kreteria hasil yang di tetapkan.
b. Tujuan sebagian yaitu jika pasien menunjukan tanda dan gejala sebagian dari
kreteria hasil yang sudah ditetapkan.
c. Tujuan tidak tercapai, jika pasien tadak menunjukan tanda dan gejala sesuai dengan
kreteria hasil yang sudah ditetapkan.
Daftar Pustaka
Betz, Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik, Edisi 3. Jakarta : EGC.
Hidayat, Alimul Aziz. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, buku 2. Jakarta : Salemba
Medika
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit, Edisi 2. Jakarta : EGC
Sacharin, Rosa M. 1993. Prinsip Keperawatan Pediatrik, Edisi 2. Jakarta : EGC
Suriadi, dkk. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi 7. Jakarta : PT. Fajar Interpratama
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Edisi 4. Jakarta : EGC
A Price, S. (1995). Patofisiologi. Jakarta: EGC
Arief Mansjoer( 2000 ), Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3, Jakarta : Media Aesculapius FKUI

Anda mungkin juga menyukai