KEPERAWATAN ANAK 2
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK GLUMERULO NEFROTIK
KRONIK
Dosen Pembimbing :
Firdaus, S. Kep., Ns., M. Kep.
Disusun Oleh :
Kelompok 7/5D
1. Muhammad Fajrul Falah (1130017149)
2. Endar Pristiwana R (1130017153)
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui tentang konsep asuhan keperawatan pada klien dengan
masalah Glomerulonefritis Kronik pada anak
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu memahami definisi Glomerulonefritis Kronik
2. Mahasiswa mampu memahami anatomi dan fisiologis dari ginjal pada
penyakit glomerulonefritis kronik
3. Mahasiswa mampu memahami macam-macam Glomerulonefritis
Kronik
4. Mahasiswa mampu memahami penyebab terjadinya Glomerulonefritis
Kronik
5. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi Glomerulonefritis Kronik
6. Mahasiswa mampu memahami pathway Glomerulonefritis Kronik
7. Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinis Glomerulonefritis
Kronik
8. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan Glomerulonefritis
Kronik
9. Mahasiswa mampu memahami komplikasi Glomerulonefritis Kronik
10. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan Glomerulonefritis
Kronik
11. Mahasiswa mampu memahami dalam pembuatan asuhan keperawatan
pada Glomerulonefritis Kronik pada anak
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Fungsi ekskresi
Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan
mengubah ekskresi air.
Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan
kelebihan H+ dan membentuk kembali HCO3ˉ.
Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam
rentang normal.
Mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein
terutama urea, asam urat dan kreatinin.
2. Fungsi non ekskresi
Menghasilkan renin yang penting untuk mengatur tekanan darah.
Menghasilkan eritropoietin yaitu suatu faktor yang penting dalam
stimulasi produk sel darah merah oleh sumsum tulang.
Memetabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
Degradasi insulin.
Menghasilkan prostaglandin
Tidak ada protein plasma yang lebih besar dari albumin pada filtrat
gromerulus menyatakan efektivitas dari dinding kapiler glomerulus sebagai
suatu barier filtrasi. Sel endotel, membran basal dan sel epitel dinding kapiler
glomerulus memiliki kandungan ion negatif yang kuat. Muatan anion ini
adalahhasil dari 2 muatan negatif :proteoglikan (heparan-sulfat) dan
glikoprotein yang mengandung asam sialat. Protein dalam daragh relatif
memiliki isoelektrik yang rendah dan membawa muatan negatif murni.
Karena itu, mereka ditolak oleh dinding kapiler gromerulus yang muatannnya
negatif, sehingga membatasi filtrasi.
Gambar 0- 5 Anatomi Sistem Ginjal
2.2 Fisiologi
2.2.1 Filtarasi glomerulus
Dengan mengalirnya darah ke dalam kapiler glomerulus, plasma
disaring melalui dinding kapiler glomerulus. Hasil ultrafiltrasi tersebut yang
bebas sel, mengandung semua substansi plasma seperti ektrolit, glukosa,
fosfat, ureum, kreatinin, peptida, protein-protein dengan berat molekul rendah
kecuali protein yang berat molekulnya lebih dari 68.000 (seperti albumin dan
globulin). Filtrat dikumpulkan dalam ruang bowman dan masuk ke dalam
tubulus sebelum meningalkan ginjal berupa urin.
Glomerulus kronis adalah suatu kondisi peradangan yang lama dari sel-
sel glomerulus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang
tidak membaik atau timbul secara spontan. Glomerulonefritis kronik sering
timbul beberapa tahun setelah cidera dan peradangan glomerulus subklinis
yang disertai oleh hematuria (darah dalam urine) dan proteinuria (protein
dalam urine) ringan (Widayati, 2017).
Glomerulonefritis kronis merupakan penyakit yang berjalan progresif
lambat dan ditandai oleh inflamasi, sklerosis, pembentukan parut dan akhirnya
gagal ginjal. Biasanya penyakit ini baru terdeteksi setelah berada pada fase
progresif yang biasanya bersifat ireversibel (Prabowo, 2014).
2.4 Etiologi
1. Glomerulonefritis akut
2.6 Patofisiologi
1. Urin
1) Warna: secara abnormal warna urin keruh kemungkinan disebabkan oleh
pus, bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen. Warna urine kotor,
kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin
2) Volume urine: biasanya kurang dari 400 ml/24 jam bahkan tidak ada urine
(anuria)
3) Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat.
4) Osmolalitas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal
tubular dan rasio urin/serum sering 1:1
5) Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan
kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada
6) Klirens kreatinin: mungkin agak menurun
7) Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium
2. Darah
1) Ht : menurun karena adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl
2) BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir
3) SDM: menurun, defisiensi eritropoitin
4) GDA: asidosis metabolik, pH kurang dari 7,2
5) Protein (albumin) : menurun
6) Natrium serum : rendah
7) Kalium: meningkat
8) Magnesium: meningkat
9) Kalsium ; menurun
3. Osmolalitas serum: Lebih dari 285 mOsm/kg
4. Pelogram Retrograd: Abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
5. Ultrasonografi Ginjal : Untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya masa,
kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
6. Endoskopi Ginjal, Nefroskopi: Untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria dan pengangkatan tumor selektif
7. Arteriogram Ginjal: Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskular, masa.
8. EKG: Ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa
2.9 Penatalaksanaan
1. Medis
1) Dialisis
2) Obat-obatan: anti hipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat,
suplemen kalsium, furosemid
3) Diit rendah uremi
4) Pembatasan cairan dan Na, tinggi KH & rendah protein, Rendah K Bila
Ada gagal ginjal. Antibiotik jika ada infeksi pemberian korticosteroid &
Cytotoxic.Anti Hypertensi, diuretic, plasmapheresis.
2. Keperawatan
1) TTV setiap 4 jam
2) Monitor BUN, Creatinin dan Protein urine
3) Mengganti cairan yang hilang
4) Monitor intake-Output
2.10 Komplikasi
1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi
sebagia akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti
insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia
dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat
pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-
kadang di perlukan.
2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena
hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing,
muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah
lokal dengan anoksia dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah,
pembesaran jantung dan meningginya tekanand arah yang bukan saja
disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh
bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas dan terjadi
gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di
miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis
eritropoetik yang menurun.
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Indentitas klien:
GNA adalah suatu reaksi imunologi yang sering ditemukan pada anak umur
3-7 tahun lebih sering pada pria
2. Riwayat penyakit
Sebelumnya : Adanya riwayat infeksi streptokokus beta hemolitik dan
riwayat lupus eritematosus atau penyakit autoimun lain.
Sekarang : Klien mengeluh kencing berwarna seperti cucian daging,
bengkak sekitar mata dan seluruh tubuh. Tidak nafsu makan, mual , muntah
dan diare. Badan panas hanya sutu hari pertama sakit.
3. Pertumbuhan dan perkembangan :
a. Pertumbuhan : BB = 9x7-5/2=29 kg , menurut anak umur 9 tahun BB
nya adalah BB umur 6 tahun = 20 kg ditambah 5-7 lb pertahun = 26 -
29 kg, tinggi badan anak 138 cm. Nadi 80—100x/menit, dan RR 18-
20x/menit, tekanan darah 65-108/60-68 mm Hg. Kebutuhan kalori 70-80
kal/kgBB/hari. Gigi pemanen pertama /molar, umur 6-7 tahun gigi susu
mulai lepas, pada umur 10—11 tahun jumlah gigi permanen 10-11 buah.
b. Perkembangan Psikososial : Anak pada tugas perkembangan industri X
inferioritas, dapat menyelesaikan tugas menghasilkan sesuatu.
4. Pemeriksaan Fisik
1. Aktivitas/istirahat
- Gejala: kelemahan/malaise
- Tanda: kelemahan otot, kehilangan tonus otot
2. Sirkulasi
- Tanda: hipertensi, pucat,edema
3. Eliminasi
- Gejala: perubahan pola berkemih (oliguri)
- Tanda: Perubahan warna urine (kuning pekat, merah)
4. Makanan/cairan
- Gejala: (edema), anoreksia, mual, muntah
- Tanda: penurunan keluaran urine
5. Pernafasan
- Gejala: nafas pendek
- Tanda: Takipnea, dispnea, peningkatan frekwensi, kedalaman
(pernafasan kusmaul)
6. Nyeri/kenyamanan
- Gejala: nyeri pinggang, sakit kepala
- Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah
5. Pengkajian Perpola
a. Pola nutrisi dan metabolik:
Suhu badan normal hanya panas hari pertama sakit. Dapat terjadi kelebihan
beban sirkulasi karena adanya retensi natrium dan air, edema pada sekitar
mata dan seluruh tubuh. Klien mudah mengalami infeksi karena adanya
depresi sistem imun. Adanya mual , muntah dan anoreksia menyebabkan
intake nutrisi yang tidak adekuat. BB meningkat karena adanya edema.
Perlukaan pada kulit dapat terjadi karena uremia.
b. Pola eliminasi :
Eliminasi alvi tidak ada gangguan, eliminasi urin : gangguan pada
glumerulus menyebakan sisa-sisa metabolisme tidak dapat diekskresi dan
terjadi penyerapan kembali air dan natrium pada tubulus yang tidak
mengalami gangguan yang menyebabkan oliguria sampai anuria, proteinuri,
hematuria.
c. Pola Aktifitas dan latihan :
Pada Klien dengan kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan
tonus karena adanya hiperkalemia. Dalam perawatan klien perlu istirahat
karena adanya kelainan jantung dan dan tekanan darah mutlak selama 2
minggu dan mobilisasi duduk dimulai bila tekanan ddarah sudah normaal
selama 1 minggu. Adanya edema paru maka pada inspeksi terlihat retraksi
dada, pengggunaan otot bantu napas, teraba , auskultasi terdengar rales dan
krekels, pasien mengeluh sesak, frekuensi napas. Kelebihan beban
sirkulasi dapat menyebabkan pemmbesaran jantung (Dispnea, ortopnea
dan pasien terlihat lemah) , anemia dan hipertensi yang juga disebabkan
oleh spasme pembuluh darah. Hipertensi yang menetap dapat
menyebabkan gagal jantung. Hipertensi ensefalopati merupakan gejala
serebrum karena hipertensi dengan gejala penglihatan kabur, pusing,
muntah, dan kejang-kejang. GNK munculnya tiba-tiba orang tua tidak
mengetahui penyebab dan penanganan penyakit ini.
d. Pola tidur dan istirahat :
Klien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena adanya
uremia. keletihan, kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan
tonus
e. Kognitif & perseptual :
Peningkatan ureum darah menyebabkan kulit bersisik kasar dan rasa gatal.
Gangguan penglihatan dapat terjadi apabila terjadi ensefalopati hipertensi.
Hipertemi terjadi pada hari pertama sakit dan ditemukan bila ada infeksi
karena inumnitas yang menurun.
f. Persepsi diri :
Klien cemas dan takut karena urinenya berwarna merah dan edema dan
perawatan yang lama. Anak berharap dapat sembuh kembali seperti
semula
g. Hubungan peran :
Anak tidak dibesuk oleh teman – temannya karena jauh dan lingkungan
perawatann yang baru serta kondisi kritis menyebabkan anak banyak diam.
h. Nilai keyakinan : Klien berdoa memohon kesembuhan sebelum tidur.
6. Pemeriksaan Diagnostik
Pada laboratorium didapatkan:
- Hb menurun ( 8-11 )
- Ureum dan serum kreatinin meningkat.
(Ureum : Laki-laki = 8,84-24,7 mmol/24jam atau 1-2,8 mg/24jam,
wanita = 7,9-14,1 mmol/24jam atau 0,9-1,6 mg/24jam, Sedangkan
Serum kreatinin : Laki-laki = 55-123 mikromol/L atau 0,6-1,4 mg/dl,
wanita = 44-106 mikromol/L atau 0,5-1,2 mg/dl ).
- Elektrolit serum (natrium meningkat, normalnya 1100 g)
- Urinalisis (BJ. Urine meningkat : 1,015-1,025 , albumin , Eritrosit ,
leukosit )
- Pada rontgen: IVP abnormalitas pada sistem penampungan (Ductus
koligentes)
- Pemeriksaan darah
1. LED meningkat.
2. Kadar HB menurun.
3. Albumin serum menurun (++).
4. Ureum & kreatinin meningkat.
5. Titer anti streptolisin meningkat.
3.2 Diagnosa Keperawatan
No Diagnose
1. Kategori : Fisiologis
Subkategori : Nutrisi dan cairan
D.0037 Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit
Definisi : Berisiko mengalami perubahan kadar serum elektrolit
Faktor resiko :
1. Ketidakseimbangan cairan (mis. dehidrasi dan intoksikasi air)
Disfungsi ginjal
Kondisi Klinis Terkait:
2. Gagal ginjal
2. Kategori : Fisiologis
Subkategori : Nutrisi dan cairan
D.0027 Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah
Definisi : Variasi kadar glukosa darah naik/turun dari rentang normal
Penyebab :
1. Gangguan toleransi glukosa darah
2. Disfungsi ginjal kronis
Kondisi Klinis Terkait
1. Hipoglikemia
3.3 Intervensi
No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
1. Kategori : Setelah dilakukan tindakan 1.03121 Pemantauan
Fisiologis keperawatan selama 1x24 Cairan
Subkategori : jam, diharapkan risiko
1. Monitor tekanan darah
Nutrisi dan cairan ketidak seimbangan elektrolit
2. Monitor jumlah, warna
D.0037 Risiko dapat berkurang dengan
dan berat jenis urine
Ketidakseimbangan kriteria hasil sebagai berikut:
3. Monitor intake dan
Elektrolit L.03020 Keseimbangan
output cairan
Cairan
4. Identifikasi tanda-
1. Haluaran urin dari skala 4 tanda hypovolemia
(cukup meningkat) menjadi (mis. prosedur
3 (sedang) pembedahan mayor,
2. Asites dari skala 2 (cukup trauma/perdarahan,
meningkat) menjadi 3 luka bakr, apheresis,
(sedang) obstruksi intestinal,
3. Tekanan darah dari skala 2 peradangan pancreas,
(cukup memburuk) menjadi penyakit ginjal dan
3 (sedang) kelenjar, disfungsi
intestinal)
2. Kategori : Setelah dilakukan tindakan 1.03115 Manajemen
Fisiologis keperawatan selama 1x24 Hiperglikemia
Subkategori : jam, diharapkan risiko
1. Monitor kadar
Nutrisi dan cairan ketidak seimbangan elektrolit
glukosa darah,
D.0027 dapat berkurang dengan jika perlu
Ketidakstabilan kriteria hasil sebagai berikut: 2. Monitor tanda
Kadar Glukosa L.03022 Kestabilan Glukosa dan gejala
Darah Darah hiperglikemia
(mis. polyuria.
1. Pusing dari skala 2 (cukup
Polydipsia,
meningkat) menjadi 3
polifagia,
(sedang)
kelemahan,
2. Kadar glukosa dalam
malaise,
darah dari skala 2 (cukup
pandangan kabur,
memburuk) menjadi 3
sakit kepala)
(sedang)
3. Monitor keton
3. Kadar glukosa dalam urine
urin, kadar
dari skala 2 (cukup
analisa gas darah,
memburuk) menjadi 3
elektrolit, tekanan
(sedang)
darah ortostatik
dan frekuensi
nadi
4. Ajarkan indikasi
dan pentingnya
pengujian keton
urine, jika perlu
BAB 4
ASUHAN KEPERWATAN
Uraian Kasus
An. A. L dengan diagnosa medis Gagal Ginjal Kronik, di Ruangan Kenanga RSUD.
Prof. Dr. Anwar dilakukan pada Senin, 27 Mei 2019 jam 10.00 WIB dengan keluhan
utama bengkak pada kedua kaki, wajah dan perut kembung. Data pengkajian yang
didapatkan adalah: Identitas: An. A. L, Jenis kelamin laki-laki, Lahir tanggal 1 Juni
2002, Umur 16 tahun, NMR 513475, Alamat Fatuhao, Kefamenanu. Riwayat keluhan
utama: Pasien masuk rumah sakit dirujuk dari RSUD Kefamenanu pada tanggal 25
Mei 2019 pukul 23.00 WIB dan diterima melalui UGD dengan keluhan bengkak di
kedua kaki pada bulan Februari dan bengkak sempat turun pada bulan Maret.
Keluhan bengkak kedua kali diikuti perut dan wajah.
Keadaan umum, Pasien tidak tampak lemah, kesadaran composmentis
(GCS: E4V5M6), TTV TD: 120/80 MmHg, RR: 18x/menit, S: 36,70C, N : 97x/menit,
terpasang infus ringer laktat 7 tetes per menit, tidak terpasang alat bantu nafas.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil yaitu albumin 1.7 mg/dl (L).
Hasil pemeriksaan laboratorium hematologi yaitu hemoglobin 6,1 g/dl (L), jumlah
eritrosit 2.82 10^6/ul (L), hematokrit 17,7 % (L), jumlah leukosit 17.00 10^3/ul (L),
RDW-SD 48,8 fL, Eosinofil 0.0% (L), limfosit 16.6 % fL, jumlah trombosit 263
10^3/ul, BUN 124.0 mg/dl (H), kreatinin darah 7.09 mg/dl (H).
4.1 Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas klien Nama : An. A. L
2) Umur : 16 tahun
3) Keluhan utama
Klien mengeluh engkak pada kedua kaki, wajah dan perut kembung.Riwayat
penyakit terdahulu.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada riwayat penyakit keluarga.
b. Pemeriksaan fisik
1. Primary Survey
a. Airway: tidak tampak adanya sumbatan jalan napas , darah (-),
muntahan (-), suara napas tidak ngorok.
b. Breathing : kedua dinding thorak tampak normal, napas spotan, rochi
(-), whezhing (-), reguler, RR 18x/menit.
c. Circulasi : pasien tidak tampak pucat, sianosis (-), HR 110x/menit
reguler.
d. Disability : GCS : eye 4 verbal 5 movement 6 = 15
e. Exposure : pakaian pasien segera dievakuasi guna mengurangi pajanan
berkelanjutan serta menilai luas dan derajat luka bakar.
2. Secondary Survey
1) Status Generalis
a. KeadaanUmum : Tampak sakit berat
b. Kesadaran :Compos mentis
c. Tekanan darah :120/80 mmHg
d. Nadi :97x/mnt, reguler
e. Suhu : 36,70C
f. Pernapasan : 24x/menit
g. Tinggi badan : 165 cm
h. Berat badan : 60 kg
2) Kelenjar Getah Bening
a. Submandibula : tidak teraba
b. Leher : tidak teraba
c. Supraklavikula : tidak teraba
d. Ketiak : tidak teraba
e. Lipat paha : tidak teraba
3) Kepala
a. Ekspresi wajah : menyeringai, menahan sakit
b. Rambut : hitam
c. Simetri muka : simetris tidak ada lebam.
1) Mata
a. Lapang pandang : normal.
b. Pupil : isokor
c. Sklera : tidak ikterik
d. Konjungtiva : tidak anemis
e. Kelopak mata : tidak udema.
f. Reflek : cahaya langsung +/+
2) Telinga
3) Mulut
a. Bentuk : normal
b. Mukosa bibir : kering
4) Leher
Tampak luka bakar pada leher sebelah kiri dengan ukuran 10x2
cm warna kulit merah pucat.
4.4 Intervensi
No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
1. Kategori : Setelah dilakukan tindakan 1.03121 Pemantauan
Fisiologis keperawatan selama 1x24 Cairan
Subkategori : jam, diharapkan risiko
1. Monitor tekanan
Nutrisi dan cairan ketidak seimbangan elektrolit
darah
D.0037 Risiko dapat berkurang dengan
2. Monitor jumlah,
Ketidakseimbangan kriteria hasil sebagai berikut:
warna dan berat jenis
Elektrolit L.03020 Keseimbangan
urine
Cairan
3. Monitor intake dan
1. Haluaran urin dari skala 4 output cairan
(cukup meningkat) 4. Identifikasi tanda-
menjadi 3 (sedang) tanda hypovolemia
2. Asites dari skala 2 (cukup (mis. prosedur
meningkat) menjadi 3 pembedahan mayor,
(sedang) trauma/perdarahan,
3. Tekanan darah dari skala luka bakr, apheresis,
2 (cukup memburuk) obstruksi intestinal,
menjadi 3 (sedang) peradangan pancreas,
penyakit ginjal dan
kelenjar, disfungsi
intestinal)
2. Kategori : Setelah dilakukan tindakan 1.03115 Manajemen
Fisiologis keperawatan selama 1x24 Hiperglikemia
Subkategori : jam, diharapkan risiko
1. Monitor kadar
Nutrisi dan cairan ketidak seimbangan elektrolit
glukosa darah, jika
D.0027 dapat berkurang dengan
perlu
Ketidakstabilan kriteria hasil sebagai berikut:
2. Monitor tanda dan
Kadar Glukosa L.03022 Kestabilan Glukosa
gejala hiperglikemia
Darah Darah
(mis. polyuria.
1. Pusing dari skala 2 (cukup Polydipsia, polifagia,
meningkat) menjadi 3 kelemahan, malaise,
(sedang) pandangan kabur,
2. Kadar glukosa dalam sakit kepala)
darah dari skala 2 (cukup 3. Monitor keton urin,
memburuk) menjadi 3 kadar analisa gas
(sedang) darah, elektrolit,
3. Kadar glukosa dalam urine tekanan darah
dari skala 2 (cukup ortostatik dan
memburuk) menjadi 3 frekuensi nadi
(sedang) 4. Ajarkan indikasi dan
pentingnya pengujian
keton urine, jika perlu
4.5 Implementasi
Diagnosa Waktu/Tanggal Implementasi Paraf
D.0037 Risiko 13 Oktober 2017
Ketidakseimbangan 08.00 1. Memonitor tekanan
Elektrolit darah
08.20 2. Memonitor jumlah,
warna dan berat
jenis urine
08.40 3. Me monitor intake
dan output cairan
09.00 4. Mengidentifikasi
tanda-tanda
hypovolemia (mis.
prosedur
pembedahan
mayor,
trauma/perdarahan
, luka bakr,
apheresis,
obstruksi
intestinal,
peradangan
pancreas, penyakit
ginjal dan kelenjar,
disfungsi
intestinal)
D.0027 13 Oktober 2017
Ketidakstabilan 09.20 1. Memonitor kadar
Kadar Glukosa glukosa darah, jika
Darah perlu
09.40 2. Memonitor tanda
dan gejala
hiperglikemia (mis.
polyuria.
Polydipsia,
polifagia,
kelemahan,
malaise,
pandangan kabur,
10.00 sakit kepala)
3. Memonitor keton
urin, kadar analisa
gas darah,
elektrolit, tekanan
darah ortostatik
10.20 dan frekuensi nadi
4. Mengajarkan
indikasi dan
pentingnya
pengujian keton
urine, jika perlu
4.6 Evaluasi
Diagnosa Evaluasi Paraf
D.0027 S : pasien mengatakan
Ketidakstabilan Kadar sudah tidak merasakan
Glukosa Darah pusing berlebihan
O : hasil tensi pasien
mulai menurun hamper
stabil
A : masalah teratasi
sebagian
P : intervensi di lanjutkan
D.0037 Risiko S : pasien mengatakan
Ketidakseimbangan sudah badannya sudah
Elektrolit mulai bisa digerakan
dengan enak
O:
- wajah pasien tampak
lebih baik
- pasien sudah
mempunyai nafsu makan
A : masalah teratasi
sebagian
P : intervensi di lanjutkan
BAB 5
RESUME JURNAL
5.1 Jurnal 2
Tahun : 2016
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini ialah analitik retrospektif, dan dilakukan di Bagian Ilmu
Kesehatan Anak RSUP Prof. DR.R.D. Kondou Manado. Data diambil dari rekam
medis pasien sindrom nefrotik selama periode 2010-2014. Subjek penelitian
adalah semua pasien dengan diagnosis SNSS dan SNRS.
Bahasan
Sindrom nefrotik lebih banyak diderita oleh anak laki-laki dari pada anak
perempuan dengan perbandingan 2:1. Keluhan utama seorang anak yang
menderita SN ialah edema. Edema timbul karena terdapat akumulasi cairan
ekstrasel pada jaringan interstitial.
Simpulan
5.2 Jurnal 2
Tahun : 2013
Gagal ginjal kronik merupakan permasalahan di bidang nefrologi dengan
angka kejadian yang masih cukup tinggi. Gagal ginjal kronik merupakan masalah
medik, sosial dan ekonomi yang sangat besar bagi pasien dan keluarganya. Gagal
ginjal kronik merupakan proses patofisiologi dengan etiologi yang multipel,
menyebabkan pengurangan sejumlah nefron dan fungsinya secara progresif yang
mendasari terjadinya penyakit ginjal terminal.
Pembahasan
Prognosis terhadap fungsi ginjal pasien buruk karena ginjal sudah tidak
dapat berfungsi sebagaimana mestinya yang dapat terlihat dari kadar ureum dan
kreatinin yang sangat tinggi. Walaupun fungsi ginjal pasien buruk sehingga
pasien harus menjalanai hemodialisis rutin namun hubungan sosialnya dengan
keluarga dan lingkungan sekitar tidak terganggu sehingga dalam kasus ini
prognosis terkait dengan hubungan sosialnya baik.
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3
bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti
proteinuria. Diagnosis GGK ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang
dari 60 ml/menit/1,73m² dengan atau tanpa tanda kerusakan ginjal. Pada pasien
dengan GGK, klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai laju filtrasi glomerulus,
yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang
lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima
stadium Etiologi terbanyak disebabkan oleh penyakit glomerulonefritis.
Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom uremik sangat
kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti kelainan
hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan
neuropsikiatri,dan kelainan kardiovaskular.
Simpulan, GGK adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3
bulan.Etiologi terbanyak disebabkan oleh penyakit glomerulonefritis. Diagnosis
GGKditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60
ml/menit/1,73m²dengan atau tanpa tanda kerusakan ginjal. Salah satu pilihan
terapi GGK terminal adalah dengan hemodialisa.
BAB 6
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau
secara menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan
gejala. Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau
hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan
berwarna merah, biasanya disertai hipertensi (Widayati, 2017).
Glomerulonefritis kronik sering timbul beberapa tahun setelah cidera dan
peradangan glomerulus subklinis yang disertai oleh hematuria (darah dalam urine)
dan proteinuria (protein dalam urine) ringan. Glomerulonefritis kronis merupakan
penyakit yang berjalan progresif lambat dan ditandai oleh inflamasi, sklerosis,
pembentukan parut dan akhirnya gagal ginjal. Biasanya penyakit ini baru
terdeteksi setelah berada pada fase progresif yang biasanya bersifat ireversibel
(Prabowo, 2014).
6.2 Saran
Lebih baik mencegah daripada mengobati. Oleh karena itu jagalah
kesehatan dengan cara pola hidup sehat dan segeralah periksa jika ada tanda-tanda
yang mengarah kepada penyakit glomerulonefritis kronik
DAFTAR PUSTAKA
Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: buku saku. Jakarta: EGC
PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
Prabowo, E., & Pranata, A. E. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem
Perkemihan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Suharyanto, T., & Madjid, A. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: CV Trans Info Media.