Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH

KEPERAWATAN ANAK 2
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK GLUMERULO NEFROTIK
KRONIK

Dosen Pembimbing :
Firdaus, S. Kep., Ns., M. Kep.

Disusun Oleh :
Kelompok 7/5D
1. Muhammad Fajrul Falah (1130017149)
2. Endar Pristiwana R (1130017153)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2019
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya yang tiada terkira, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK GLUMERULO
NEFROTIK KRONIK” selama pembuatan makalah ini, penulis memperoleh banyak
bantuan dari berbagai sumber. Untuk itu kami mengucapkan terimakasih kepada
dosen pembimbing Firdaus, S. Kep., Ns., M. Kep.. yang telah memberikan dukungan,
dan kepercayaan yang begitu besar. Disanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga
semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan menuntun pada langkah yang lebih
baik baik lagi.
Dalam penulisan makalah ini penyusun menyadari bahwa masih banyak
keliruan dan masih sangat sederhana, karena penegtahuan penyusun masih kurang.
Untuk itu dengan adanya kekurangan tersebut,penyusun mohon maaf. Penyusun
sangat berharap saran dan kritik yang bersifat membangun dan bisa digunakan untuk
perbaikan dimasa mendatang.
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap
akhir dan tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa.
Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan
bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan pada
struktur ginjal yang lain. Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai
untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi
dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis
(Widayati, 2017).
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral.
Peradangan dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria
dan atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron
pada akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit
yang mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang
diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi,
meskipun respon imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk
glomerulonephritis (Widayati, 2017).
Indonesia pada tahun 2017, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di
rumah sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya
(26,5%), kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%),
dan Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan
terbanyak pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6%).
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau
secara menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan
gejala. Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau
hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan
berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar
80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal (Prabowo,
2014).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja anatomi ginjal?
2. Apa saja fisiologi ginjal
3. Apa yang dimaksud dengan Glomerulonefritis Kronik?
4. Apa saja etiologi Glomerulonefritis Kronik?
5. Apa saja manifestasi klinis Glomerulonefritis Kronik?
6. Bagaimana patofisiologi Glomerulonefritis Kronik?
7. Bagaimana pathway Glomerulonefritis Kronik?
8. Apa saja pemeriksaan diagnostic Glomerulonefritis Kronik?
9. Bagaimana penatalaksanaan Glomerulonefritis Kronik?
10. Bagaimana proses asuhan keperawatan pada klien dengan Glomerulonefritis
Kronik pada anak?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui tentang konsep asuhan keperawatan pada klien dengan
masalah Glomerulonefritis Kronik pada anak
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu memahami definisi Glomerulonefritis Kronik
2. Mahasiswa mampu memahami anatomi dan fisiologis dari ginjal pada
penyakit glomerulonefritis kronik
3. Mahasiswa mampu memahami macam-macam Glomerulonefritis
Kronik
4. Mahasiswa mampu memahami penyebab terjadinya Glomerulonefritis
Kronik
5. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi Glomerulonefritis Kronik
6. Mahasiswa mampu memahami pathway Glomerulonefritis Kronik
7. Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinis Glomerulonefritis
Kronik
8. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan Glomerulonefritis
Kronik
9. Mahasiswa mampu memahami komplikasi Glomerulonefritis Kronik
10. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan Glomerulonefritis
Kronik
11. Mahasiswa mampu memahami dalam pembuatan asuhan keperawatan
pada Glomerulonefritis Kronik pada anak
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Ginjal


Ginjal merupakan organ ganda yang terletak di daerah abdomen,
retroperitoneal antara vertebra lumbal 1 dan 4. Pada neonatus kadang-kadang
dapat diraba. Ginjal terdiri dari korteks dan medula. Tiap ginjal terdiri dari 8-
12 lobus yang berbentuk piramid. Dasar piramid terletak di korteks dan
puncaknya yang disebut papilla bermuara di kaliks minor. Pada daerah
korteks terdapat glomerulus, tubulus kontortus proksimal dan distal.

Panjang dan beratnya bervariasi yaitu ±6 cm dan 24 gram pada bayi


lahir cukup bulan, sampai 12 cm atau lebih dari 150 gram. Pada janin
permukaan ginjal tidak rata, berlobus-lobus yang kemudian akan menghilang
dengan bertambahnya umur.

Gambar 0-1 Anatomi Ginjal

Tiap ginjal mengandung ± 1 juta nefron (glomerulus dan tubulus yang


berhubungan dengannya ). Pada manusia, pembentukan nefron selesai pada
janin 35 minggu. Nefron baru tidak dibentuk lagi setelah lahir. Perkembangan
selanjutnya adalah hipertrofi dan hiperplasia struktur yang sudah ada disertai
maturasi fungsional.

Tiap nefron terdiri dari glomerulus dan kapsula bowman, tubulus


proksimal, anse henle dan tubulus distal. Glomerulus bersama denga kapsula
bowman juga disebut badan malphigi. Meskipun ultrafiltrasi plasma terjadi di
glomerulus tetapi peranan tubulus dalam pembentukan urine tidak kalah
pentingnya.

Gambar 0-2 Perdarahan Pada Ginjal

2.1.1 Fungsi Ginjal


Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi
cairan ekstrasel dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan
ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus.

Fungsi utama ginjal terbagi menjadi :

1. Fungsi ekskresi
 Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan
mengubah ekskresi air.
 Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan
kelebihan H+ dan membentuk kembali HCO3ˉ.
 Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam
rentang normal.
 Mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein
terutama urea, asam urat dan kreatinin.
2. Fungsi non ekskresi
 Menghasilkan renin yang penting untuk mengatur tekanan darah.
 Menghasilkan eritropoietin yaitu suatu faktor yang penting dalam
stimulasi produk sel darah merah oleh sumsum tulang.
 Memetabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
 Degradasi insulin.
 Menghasilkan prostaglandin

Fungsi dasar nefron adalah membersihkan atau menjernihkan plasma


darah dan substansi yang tidak diperlukan tubuh sewaktu darah melalui ginjal.
Substansi yang paling penting untuk dibersihkan adalah hasil akhir
metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat dan lain-lain. Selain itu ion-ion
natrium, kalium, klorida dan hidrogen yang cenderung untuk berakumulasi
dalam tubuh secara berlebihan.

Mekanisme kerja utama nefron dalam membersihkan substansi yang


tidak diperlukan dalam tubuh adalah :

1. Nefron menyaring sebagian besar plasma di dalam glomerulus yang


akan menghasilkan cairan filtrasi.
2. Jika cairan filtrasi ini mengalir melalui tubulus, substansi yang tidak
diperlukan tidak akan direabsorpsi sedangkan substansi yang
diperlukan direabsorpsi kembali ke dalam plasma dan kapiler
peritubulus.
Mekanisme kerja nefron yang lain dalam membersihkan plasma dan
substansi yang tidak diperlukan tubuh adalah sekresi. Substansi-substansi
yang tidak diperlukan tubuh akan disekresi dan plasma langsung melewati sel-
sel epitel yang melapisi tubulus ke dalam cairan tubulus. Jadi urine yang
akhirnya terbentuk terdiri dari bagian utama berupa substansi-substansi yang
difiltrasi dan juga sebagian kecil substansi-substansi yang disekresi.

2.1.2 Sistem Glomerulus Normal


Glomerulus terdiri atas suatu anyaman kapiler yang sangat khusus dan
diliputi oleh simpai Bowman. Glomerulus yang terdapat dekat pada
perbatasan korteks dan medula (“juxtame-dullary”) lebih besar dari yang
terletak perifer. Percabangan kapiler berasal dari arteriola afferens,
membentuk lobul-lobul, yang dalam keadaan normal tidak nyata, dan
kemudian berpadu lagi menjadi arteriola efferens. Tempat masuk dan
keluarnya kedua arteriola itu disebut kutub vaskuler. Diseberangnya terdapat
kutub tubuler, yaitu permulaan tubulus contortus proximalis. Gelung
glomerulus yang terdiri atas anyaman kapiler tersebut, ditunjang oleh jaringan
yang disebut mesangium, yang terdiri atas matriks dan sel mesangial. Kapiler-
kapiler dalam keadaan normal tampak paten dan lebar. Di sebelah dalam
daripada kapiler terdapat sel endotel, yang mempunyai sitoplasma yang
berfenestrasi. Di sebelah luar kapiler terdapat sel epitel viseral, yang terletak
di atas membran basalis dengan tonjolan-tonjolan sitoplasma, yang disebut
sebagai pedunculae atau “foot processes”. Maka itu sel epitel viseral juga
dikenal sebagai podosit. Antara sel endotel dan podosit terdapatmembrana
basalis glomeruler (GBM = glomerular basement membrane). Membrana
basalis ini tidak mengelilingi seluruh lumen kapiler. Dengan mikroskop
elektron ternyata bahwa membrana basalis ini terdiri atas tiga lapisan, yaitu
dari arah dalam ke luar ialahlamina rara interna, lamina densa dan lamina rara
externa. Simpai Bowman di sebelah dalam berlapiskan sel epitel parietal yang
gepeng, yang terletak pada membrana basalis simpai Bowman. Membrana
basalis ini berlanjut dengan membrana basalis glomeruler pada kutub
vaskuler, dan dengan membrana basalis tubuler pada kutub tubuler. Dalam
keadaan patologik, sel epitel parietal kadang-kadang berproliferasi
membentuk bulan sabit (”crescent”). Bulan sabit bisa segmental atau
sirkumferensial, dan bisa seluler, fibroseluler atau fibrosa.

Populasi glomerulus ada 2 macam yaitu :

1. Glomerulus korteks yang mempunyai ansa henle yang pendek


berada dibagian luar korteks.
2. Glomerulus jukstamedular yang mempunayi ansa henle yang
panjang sampai ke bagian dalam medula. Glomerulus semacam ini
berada di perbatasan korteks dan medula dan merupakan 20%
populasi nefron tetapi sangat penting untuk reabsoprsi air dan slut.

Gambar 0- 3 Bagian-bagian Nefron

Jalinan glomerulus merupakan kapiler-kapiler khusus yang berfungsi


sebagai penyaring. Kapiler glomerulus dibatasi oleh sel-sel endotel,
mempunyai sitoplasma yang sangat tipis, yang mengandung banyak lubang
disebut fenestra dengan diameter 500-1000 A. Membran basal glomerulus
membentuk suatu lapisan yang berkesinambungan, antara sel endotel dengan
mesangial pada satu sisi dan sel epitel disisi lain.

Membran tersebut mempunyai 3 lapisan yaitu :


1. Lamina dense yang padat (ditengah)
2. Lamnina rara interna, yang terletak diantara lamina densa dan sel
endotel
3. Lamina rara eksterna, yang terletak diantara lamina densa dan sel
epitel

Sel-sel epitel kapsula bowman viseral menutupi kapiler dan


membentuk tonjolan sitoplasma foot process yang berhubungan dengan
lamina rara eksterna. Diantara tonjolan-tonjolan tersebut adalah celah-celah
filtrasi dan disebut silt pore dengan lebar 200-300 A. Pori-pori tersebut
ditutupi oleh suatu membran disebut slit diaphgrma. Mesangium (sel-sel
mesangial dan matrik) terletak dianatara kapiler-kapiler gromerulus dan
membentuk bagian medial dinding kapiler. Mesangium berfungsi sebagai
pendukung kapiler glomerulus dan mungkin bereran dalam pembuangan
makromolekul (seperti komplek imun) pada glomerulus, baik melalui
fagositosis intraseluler maupun dengan transpor melalui saluran-saluran
intraseluler ke regio jukstaglomerular.
Gambar 0- 4 Kapiler Glomerulus Normal

Tidak ada protein plasma yang lebih besar dari albumin pada filtrat
gromerulus menyatakan efektivitas dari dinding kapiler glomerulus sebagai
suatu barier filtrasi. Sel endotel, membran basal dan sel epitel dinding kapiler
glomerulus memiliki kandungan ion negatif yang kuat. Muatan anion ini
adalahhasil dari 2 muatan negatif :proteoglikan (heparan-sulfat) dan
glikoprotein yang mengandung asam sialat. Protein dalam daragh relatif
memiliki isoelektrik yang rendah dan membawa muatan negatif murni.
Karena itu, mereka ditolak oleh dinding kapiler gromerulus yang muatannnya
negatif, sehingga membatasi filtrasi.
Gambar 0- 5 Anatomi Sistem Ginjal

2.2 Fisiologi
2.2.1 Filtarasi glomerulus
Dengan mengalirnya darah ke dalam kapiler glomerulus, plasma
disaring melalui dinding kapiler glomerulus. Hasil ultrafiltrasi tersebut yang
bebas sel, mengandung semua substansi plasma seperti ektrolit, glukosa,
fosfat, ureum, kreatinin, peptida, protein-protein dengan berat molekul rendah
kecuali protein yang berat molekulnya lebih dari 68.000 (seperti albumin dan
globulin). Filtrat dikumpulkan dalam ruang bowman dan masuk ke dalam
tubulus sebelum meningalkan ginjal berupa urin.

Laju filtrasi glomerulus (LFG) atau gromelural filtration rate (GFR)


merupakan penjumlahan seluruh laju filtrasi nefron yang masih berfungsi
yang juga disebut single nefron glomerular filtration rate (SN GFR).besarnya
SN GFR ditentuka oleh faktor dinding kapiler glomerulus dan gaya Starling
dalam kapiler tersebut.
2.3 Definisi

Glomerulus kronis adalah suatu kondisi peradangan yang lama dari sel-
sel glomerulus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang
tidak membaik atau timbul secara spontan. Glomerulonefritis kronik sering
timbul beberapa tahun setelah cidera dan peradangan glomerulus subklinis
yang disertai oleh hematuria (darah dalam urine) dan proteinuria (protein
dalam urine) ringan (Widayati, 2017).
Glomerulonefritis kronis merupakan penyakit yang berjalan progresif
lambat dan ditandai oleh inflamasi, sklerosis, pembentukan parut dan akhirnya
gagal ginjal. Biasanya penyakit ini baru terdeteksi setelah berada pada fase
progresif  yang biasanya bersifat ireversibel (Prabowo, 2014).

2.4 Etiologi

1. Glomerulonefritis akut

Glomerulonefritis akut mengacu pada sekelompok penyakit ginjal


dimana terjadi reaksi inflamasi pada glomerulus. Ini bukan merupakan
penyakit infeksi ginjal, tetapi merupakan akibat dari efek samping mekanisme
pertahanan tubuh (Baughman, 2000).
2. Pielonefritis
Inflamasi infeksius yang mengenai parenkim dan pelvis ginjal. Infeksi
yang bermula dari saluran kemih bawah, kemudian naik sampaik ginjal
(Baughman, 2000).
3. Diabetes mellitus
4. Hipertensi yang tidak terkontrol
5. Obstruksi saluran kemih
6. Penyakit ginjal polikistik
7. Gangguan vaskuler
8. Lesi herediter
9. Agen toksik (timah, kadmium, dan merkuri)
10. Penyebab lain yang tidak diketahui yang ditemui pada stadium lanjut.

2.5 Manifestasi Klinis


1. Kardiovaskuler
1)      Hipertensi
2)      Pembesaran vena leher
3)      Pitting edema
4)      Edema periorbital
5)      Friction rub pericardial     
2. Pulmoner
1)      Nafas dangkal
2)      Krekels
3)      Kusmaul
4)      Sputum kental dan liat
3. Gastrointestinal
1)      Konstipasi/Diare
2)      Anoreksia, mual dan muntah
3)      Nafas berbau amonia
4)      Perdarahan saluran GI
5)      Ulserasi dan perdarahan pada mulut
4. Muskuloskeletal
1)      Kehilangan kekuatan otot
2)      Kram otot
3)      Fraktur tulang
5. Integumen
1)      Kulit kering, bersisik
2)      Warna kulit abu-abu mengkilat
3)      Kuku tipis dan rapuh
4)      Rambut tipis dan kasar
5)      Pruritus
6)      Ekimosis
6. Reproduksi
1)      Atrofi testis
2)      Amenore

2.6 Patofisiologi

Glomerulonefritis kronis, awalnya seperti glomerulonefritis akut atau


tampak sebagai tipe reaksi antigen/antibody yang lebih ringan,kadang-kadang
sangat ringan,sehingga terabaikan. Setelah kejadian berulang infeksi ini,
ukuran ginjal sedikit berkurang sekitar seperlima dari ukuran normal, dan
terdiri dari jaringan fibrosa yang luas, korteks mengecil menjadi lapisan yang
tebalnya 1-2 mm atau kurang. Berkas jaringan parut merusak sistem
korteks,menyebabkan permukaan ginjal kasar dan ireguler. Sejumlah
glomeruli dan tubulusnya berubah menjadi jaringan parut,dan cabang-cabang
arteri renal menebal. Akhirnya terjadi perusakan glomerulo yang parah,
menghasilkan penyakit ginjal tahap akhir (ESRD) (Widayati, 2017).
a. Penurunan GFR
Pemeriksaan klirens kreatinin dengan mendapatkan urin 24 jam untuk
mendeteksi  penurunan GFR. Akibat dari penurunan GFR, maka klirens
kretinin akan menurun, kreatinin akan meningkat, dan nitrogen urea darah
(BUN) juga akan meningkat (Widayati, 2017).
b. Gangguan klirens renal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan
jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens
(substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal) (Widayati, 2017).
c. Retensi cairan dan natrium
Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan
urin secara normal. Terjadi penahanan cairan dan natrium sehingga
meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi
(Widayati, 2017).
d. Anemia
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan
untuk terjadi perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran GI
(Widayati, 2017).
e. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat
Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling timbal
balik, jika salah satunya meningkat, yang lain akan turun. Dengan
menurunnya GFR, maka terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan
sebaliknya akan terjadi penurunan kadar kalsium. Penurunan kadar kalsium
ini akan memicu sekresi paratormon, namun dalam kondisi gagal ginjal, tubuh
tidak berespon terhadap peningkatan sekresi parathormon, akibatnya kalsium
di tulang menurun menyebabkab perubahan pada tulang dan penyakit tulang
(Widayati, 2017).
f. Penyakit tulang uremik (osteodistrofi)
Terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan
parathormone (Widayati, 2017).
2.7 PATHWAY
2.8 Pemeriksaan Dignostik

1. Urin
1) Warna: secara abnormal warna urin keruh kemungkinan disebabkan oleh
pus, bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen. Warna urine kotor,
kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin
2) Volume urine: biasanya kurang dari 400 ml/24 jam bahkan tidak ada urine
(anuria)
3) Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat.
4) Osmolalitas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal
tubular dan rasio urin/serum sering 1:1
5) Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan
kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada
6) Klirens kreatinin: mungkin agak menurun
7) Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium
2. Darah
1) Ht : menurun karena adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl
2) BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir
3) SDM:  menurun, defisiensi eritropoitin
4) GDA: asidosis metabolik, pH  kurang dari 7,2
5) Protein (albumin) : menurun
6) Natrium serum : rendah
7) Kalium: meningkat
8) Magnesium: meningkat
9) Kalsium ; menurun
3. Osmolalitas serum: Lebih dari 285 mOsm/kg
4. Pelogram Retrograd: Abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
5. Ultrasonografi Ginjal : Untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya masa,
kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
6. Endoskopi Ginjal, Nefroskopi: Untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria dan pengangkatan tumor selektif
7. Arteriogram Ginjal: Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskular, masa.
8. EKG: Ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa

2.9 Penatalaksanaan

1. Medis
1) Dialisis
2) Obat-obatan: anti hipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat,
suplemen kalsium, furosemid
3) Diit rendah uremi
4) Pembatasan cairan dan Na, tinggi KH & rendah protein, Rendah K Bila
Ada gagal ginjal. Antibiotik jika ada infeksi pemberian korticosteroid &
Cytotoxic.Anti Hypertensi, diuretic, plasmapheresis.
2.       Keperawatan
1) TTV setiap 4 jam
2) Monitor BUN, Creatinin dan Protein urine
3) Mengganti cairan yang hilang
4) Monitor intake-Output
2.10 Komplikasi
1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi
sebagia akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti
insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia
dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat
pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-
kadang di perlukan.
2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena
hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing,
muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah
lokal dengan anoksia dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah,
pembesaran jantung dan meningginya tekanand arah yang bukan saja
disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh
bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas dan terjadi
gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di
miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis
eritropoetik yang menurun.
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Indentitas klien:
GNA adalah suatu reaksi imunologi yang sering ditemukan pada anak umur
3-7 tahun lebih sering pada pria
2. Riwayat penyakit
Sebelumnya : Adanya riwayat infeksi streptokokus beta hemolitik dan
riwayat lupus eritematosus atau penyakit autoimun lain.
Sekarang : Klien mengeluh kencing berwarna seperti cucian daging,
bengkak sekitar mata dan seluruh tubuh. Tidak nafsu makan, mual , muntah 
dan diare. Badan panas hanya sutu hari pertama sakit.
3. Pertumbuhan dan perkembangan :
a. Pertumbuhan : BB = 9x7-5/2=29 kg , menurut anak umur 9 tahun BB
nya  adalah  BB umur 6 tahun = 20 kg ditambah 5-7 lb pertahun = 26 - 
29 kg, tinggi badan anak  138 cm.  Nadi 80—100x/menit, dan RR 18-
20x/menit, tekanan darah 65-108/60-68 mm Hg. Kebutuhan kalori 70-80
kal/kgBB/hari. Gigi pemanen pertama /molar, umur 6-7 tahun gigi susu
mulai lepas, pada umur 10—11 tahun jumlah gigi permanen 10-11 buah.
b. Perkembangan Psikososial : Anak pada tugas perkembangan industri X
inferioritas, dapat menyelesaikan tugas menghasilkan sesuatu.
4. Pemeriksaan Fisik
1. Aktivitas/istirahat
-       Gejala: kelemahan/malaise
-       Tanda: kelemahan otot, kehilangan tonus otot
2. Sirkulasi
-       Tanda: hipertensi, pucat,edema
3. Eliminasi
-       Gejala: perubahan pola berkemih (oliguri)
-       Tanda: Perubahan warna urine (kuning pekat, merah)
4. Makanan/cairan
-       Gejala: (edema), anoreksia, mual, muntah
-       Tanda: penurunan keluaran urine
5. Pernafasan
-       Gejala: nafas pendek
-      Tanda: Takipnea, dispnea, peningkatan frekwensi, kedalaman
(pernafasan kusmaul)
6. Nyeri/kenyamanan
-       Gejala: nyeri pinggang, sakit kepala
-       Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah
5.    Pengkajian Perpola
a. Pola nutrisi  dan metabolik:
Suhu badan normal hanya panas hari pertama sakit. Dapat terjadi kelebihan
beban sirkulasi karena adanya retensi natrium dan air, edema pada sekitar
mata dan seluruh tubuh. Klien mudah mengalami infeksi karena adanya
depresi sistem imun. Adanya mual , muntah dan  anoreksia  menyebabkan
intake nutrisi yang tidak adekuat. BB meningkat karena adanya edema.
Perlukaan pada kulit dapat terjadi karena uremia.
b. Pola eliminasi :
Eliminasi alvi tidak ada gangguan, eliminasi urin  : gangguan pada
glumerulus menyebakan sisa-sisa metabolisme tidak dapat diekskresi  dan
terjadi penyerapan kembali air dan natrium pada tubulus yang tidak
mengalami gangguan yang menyebabkan oliguria sampai anuria, proteinuri,
hematuria.
c. Pola Aktifitas dan latihan :
Pada Klien dengan kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan
tonus karena adanya hiperkalemia. Dalam perawatan klien perlu istirahat
karena adanya kelainan jantung dan  dan tekanan darah mutlak selama 2 
minggu dan mobilisasi  duduk dimulai  bila tekanan ddarah sudah normaal
selama 1 minggu.  Adanya edema paru maka pada inspeksi terlihat retraksi
dada, pengggunaan otot bantu napas, teraba , auskultasi terdengar rales dan
krekels, pasien mengeluh sesak, frekuensi napas. Kelebihan beban
sirkulasi   dapat  menyebabkan  pemmbesaran jantung (Dispnea, ortopnea
dan pasien terlihat lemah) , anemia dan hipertensi yang juga disebabkan
oleh spasme pembuluh darah. Hipertensi yang  menetap dapat 
menyebabkan gagal jantung.   Hipertensi ensefalopati  merupakan gejala
serebrum karena hipertensi dengan gejala penglihatan kabur, pusing,
muntah,  dan kejang-kejang. GNK munculnya tiba-tiba  orang tua tidak
mengetahui penyebab dan  penanganan penyakit ini.
d. Pola  tidur dan istirahat :
Klien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena adanya
uremia. keletihan, kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan
tonus
e. Kognitif & perseptual :
Peningkatan ureum darah menyebabkan kulit bersisik kasar  dan rasa gatal.
Gangguan penglihatan dapat terjadi apabila terjadi ensefalopati hipertensi.
Hipertemi terjadi pada hari pertama sakit dan ditemukan bila ada infeksi
karena inumnitas yang  menurun.
f. Persepsi diri :
Klien  cemas  dan takut karena urinenya berwarna merah dan edema dan 
perawatan yang  lama. Anak berharap dapat sembuh kembali seperti
semula
g. Hubungan peran :
Anak  tidak dibesuk oleh teman – temannya karena jauh  dan lingkungan
perawatann yang baru serta kondisi kritis menyebabkan anak banyak diam.
h. Nilai keyakinan : Klien berdoa memohon kesembuhan  sebelum tidur.
6. Pemeriksaan Diagnostik
Pada laboratorium didapatkan:
- Hb menurun ( 8-11 )
- Ureum dan serum kreatinin meningkat.
(Ureum : Laki-laki = 8,84-24,7 mmol/24jam atau 1-2,8 mg/24jam,
wanita = 7,9-14,1 mmol/24jam atau 0,9-1,6 mg/24jam, Sedangkan
Serum kreatinin : Laki-laki = 55-123 mikromol/L atau 0,6-1,4 mg/dl,
wanita = 44-106 mikromol/L atau 0,5-1,2 mg/dl ).
- Elektrolit serum (natrium meningkat, normalnya 1100 g)
- Urinalisis (BJ. Urine meningkat : 1,015-1,025 , albumin , Eritrosit ,
leukosit )
- Pada rontgen: IVP abnormalitas pada sistem penampungan (Ductus
koligentes)
- Pemeriksaan darah
1. LED meningkat.
2. Kadar HB menurun.
3. Albumin serum menurun (++).
4. Ureum & kreatinin meningkat.
5. Titer anti streptolisin meningkat.
3.2 Diagnosa Keperawatan
No Diagnose
1. Kategori : Fisiologis
Subkategori : Nutrisi dan cairan
D.0037 Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit
Definisi : Berisiko mengalami perubahan kadar serum elektrolit
Faktor resiko :
1. Ketidakseimbangan cairan (mis. dehidrasi dan intoksikasi air)
Disfungsi ginjal
Kondisi Klinis Terkait:
2. Gagal ginjal
2. Kategori : Fisiologis
Subkategori : Nutrisi dan cairan
D.0027 Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah
Definisi : Variasi kadar glukosa darah naik/turun dari rentang normal
Penyebab :
1. Gangguan toleransi glukosa darah
2. Disfungsi ginjal kronis
Kondisi Klinis Terkait
1. Hipoglikemia

3.3 Intervensi
No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
1. Kategori : Setelah dilakukan tindakan 1.03121 Pemantauan
Fisiologis keperawatan selama 1x24 Cairan
Subkategori : jam, diharapkan risiko
1. Monitor tekanan darah
Nutrisi dan cairan ketidak seimbangan elektrolit
2. Monitor jumlah, warna
D.0037 Risiko dapat berkurang dengan
dan berat jenis urine
Ketidakseimbangan kriteria hasil sebagai berikut:
3. Monitor intake dan
Elektrolit L.03020 Keseimbangan
output cairan
Cairan
4. Identifikasi tanda-
1. Haluaran urin dari skala 4 tanda hypovolemia
(cukup meningkat) menjadi (mis. prosedur
3 (sedang) pembedahan mayor,
2. Asites dari skala 2 (cukup trauma/perdarahan,
meningkat) menjadi 3 luka bakr, apheresis,
(sedang) obstruksi intestinal,
3. Tekanan darah dari skala 2 peradangan pancreas,
(cukup memburuk) menjadi penyakit ginjal dan
3 (sedang) kelenjar, disfungsi
intestinal)
2. Kategori : Setelah dilakukan tindakan 1.03115 Manajemen
Fisiologis keperawatan selama 1x24 Hiperglikemia
Subkategori : jam, diharapkan risiko
1. Monitor kadar
Nutrisi dan cairan ketidak seimbangan elektrolit
glukosa darah,
D.0027 dapat berkurang dengan jika perlu
Ketidakstabilan kriteria hasil sebagai berikut: 2. Monitor tanda
Kadar Glukosa L.03022 Kestabilan Glukosa dan gejala
Darah Darah hiperglikemia
(mis. polyuria.
1. Pusing dari skala 2 (cukup
Polydipsia,
meningkat) menjadi 3
polifagia,
(sedang)
kelemahan,
2. Kadar glukosa dalam
malaise,
darah dari skala 2 (cukup
pandangan kabur,
memburuk) menjadi 3
sakit kepala)
(sedang)
3. Monitor keton
3. Kadar glukosa dalam urine
urin, kadar
dari skala 2 (cukup
analisa gas darah,
memburuk) menjadi 3
elektrolit, tekanan
(sedang)
darah ortostatik
dan frekuensi
nadi
4. Ajarkan indikasi
dan pentingnya
pengujian keton
urine, jika perlu

BAB 4
ASUHAN KEPERWATAN
 
Uraian Kasus  
An. A. L dengan diagnosa medis Gagal Ginjal Kronik, di Ruangan Kenanga RSUD.
Prof. Dr. Anwar dilakukan pada Senin, 27 Mei 2019 jam 10.00 WIB dengan keluhan
utama bengkak pada kedua kaki, wajah dan perut kembung. Data pengkajian yang
didapatkan adalah: Identitas: An. A. L, Jenis kelamin laki-laki, Lahir tanggal 1 Juni
2002, Umur 16 tahun, NMR 513475, Alamat Fatuhao, Kefamenanu. Riwayat keluhan
utama: Pasien masuk rumah sakit dirujuk dari RSUD Kefamenanu pada tanggal 25
Mei 2019 pukul 23.00 WIB dan diterima melalui UGD dengan keluhan bengkak di
kedua kaki pada bulan Februari dan bengkak sempat turun pada bulan Maret.
Keluhan bengkak kedua kali diikuti perut dan wajah.
Keadaan umum, Pasien tidak tampak lemah, kesadaran composmentis
(GCS: E4V5M6), TTV TD: 120/80 MmHg, RR: 18x/menit, S: 36,70C, N : 97x/menit,
terpasang infus ringer laktat 7 tetes per menit, tidak terpasang alat bantu nafas.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil yaitu albumin 1.7 mg/dl (L).
Hasil pemeriksaan laboratorium hematologi yaitu hemoglobin 6,1 g/dl (L), jumlah
eritrosit 2.82 10^6/ul (L), hematokrit 17,7 % (L), jumlah leukosit 17.00 10^3/ul (L),
RDW-SD 48,8 fL, Eosinofil 0.0% (L), limfosit 16.6 % fL, jumlah trombosit 263
10^3/ul, BUN 124.0 mg/dl (H), kreatinin darah 7.09 mg/dl (H).
4.1 Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas klien  Nama : An. A. L
2) Umur : 16 tahun
3) Keluhan utama
Klien mengeluh engkak pada kedua kaki, wajah dan perut kembung.Riwayat
penyakit terdahulu.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada riwayat penyakit keluarga.
b. Pemeriksaan fisik
1. Primary Survey
a. Airway: tidak tampak adanya sumbatan jalan napas , darah (-),
muntahan (-), suara napas tidak ngorok.
b. Breathing : kedua dinding thorak tampak normal, napas spotan, rochi
(-), whezhing (-), reguler, RR 18x/menit.
c. Circulasi : pasien tidak tampak pucat, sianosis (-), HR 110x/menit
reguler.
d. Disability : GCS : eye 4 verbal 5 movement 6 = 15
e. Exposure : pakaian pasien segera dievakuasi guna mengurangi pajanan
berkelanjutan serta menilai luas dan derajat luka bakar.
2. Secondary Survey
1) Status Generalis
a. KeadaanUmum : Tampak sakit berat
b. Kesadaran :Compos mentis
c. Tekanan darah :120/80 mmHg
d. Nadi :97x/mnt, reguler
e. Suhu : 36,70C
f. Pernapasan : 24x/menit
g. Tinggi badan : 165 cm
h. Berat badan : 60 kg
2) Kelenjar Getah Bening
a. Submandibula : tidak teraba
b. Leher : tidak teraba
c. Supraklavikula : tidak teraba
d. Ketiak : tidak teraba
e. Lipat paha : tidak teraba

3) Kepala
a. Ekspresi wajah : menyeringai, menahan sakit
b. Rambut : hitam
c. Simetri muka : simetris tidak ada lebam.
1) Mata
a. Lapang pandang : normal.
b. Pupil : isokor
c. Sklera : tidak ikterik
d. Konjungtiva : tidak anemis
e. Kelopak mata : tidak udema.
f. Reflek : cahaya langsung +/+
2) Telinga

Tidak tampak kelainan.

3) Mulut
a. Bentuk : normal
b. Mukosa bibir : kering
4) Leher

Tampak luka bakar pada leher sebelah kiri dengan ukuran 10x2
cm warna kulit merah pucat.

a. Tekanan Vena Jugularis (JVP) : 2-5 cmH2O


b. Kelenjar Tiroid : tidak teraba membesar
c. Kelenjar Limfe : tidak taraba membesar
5) Dada
a. Bentuk : simetris
b. Pembuluh darah : tidak tampak
c. Retraksi sela Iga : (+)
6) Paru – paru
a. Inspeksi : pergerakan paru simetris, tampak retaksi dinding dada
ringan. Pasien tampak sesak.
b. Palpasi : bentuk normal. Tugor kulit menurun ≥ 2 detik
c. Perkusi : sonor
d. Auskultasi : ronchi (-) whezhing (-)
7) Jantung
a. Inspeksi : tidak tampak iktus kordis
b. Auskultasi : BJ I-II regular , murmur (-) , gallop (-)
c. Lain – lain normal.
8) Perut
a. Inspeksi : datar, tidak ada ascites
b. Palpasi : supel, hati tidak membesar
c. Perkusi : shifting dullness (-)
d. Auskultasi: bising usus (+)normal.
9) Punggung
Tidak ada kelainan
c. Pemeriksaan
Pemeriksaan laboratorium hematologi yaitu hemoglobin 6,1 g/dl (L), jumlah
eritrosit 2.82 10^6/ul (L), hematokrit 17,7 % (L), jumlah leukosit 17.00
10^3/ul (L), RDW-SD 48,8 fL, Eosinofil 0.0% (L), limfosit 16.6 % fL, jumlah
trombosit 263 10^3/ul, BUN 124.0 mg/dl (H), kreatinin darah 7.09 mg/dl (H).

4.2 Analisis Data


No Data Etiologi Masalah
Keperawatan
1. DS: Pasien mengatakan Kelebihan Volume Gangguan
bengkak pada kedua
cairan mekanisme regulasi
kaki, bengkak pada pipi,
perut kembung.

DO: TTV TD 120/80


mmHg, Nadi 97x/menit,
RR 18x/menit, Suhu
36,70C, terdapat udem
pada kedua kaki, pada
wajah khususnya pada
pipi dan palbebra udem
+2, saat ini terpasang
infus Rnger Laktat 7
tpm, BUN 12.0 mg/dL
(H), Hemoglobin 6,1
g/dL (L), konjungtiva
anemis, telapak tangan
tampak pucat, pasien
tidak sesak napas saat
melakukan aktivitas.

2. DS: Pasien mengatakan Ketidakseimbangan Faktor biologis


muntah 1x berisi
nutrisi kurang dari
makanan pada hari
minggu malam dan kebutuhan tubuh
mengatakan rasa tidak
enak di mulut.
DO: Tinggi badan 156
cm, Berat badan saat ini
43 kg, Berat badan
sebelum sakit 49 kg,
IMT 17.6, BBI 50.4, saat
ini pasien mendapat
terapi diet garam, dan
batasi asupan cairan.

4.3 Diagnosa Keperawatan


No Diagnose
1. Kategori : Fisiologis
Subkategori : Nutrisi dan cairan
D.0037 Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit
Definisi : Berisiko mengalami perubahan kadar serum elektrolit
Faktor resiko :
1. Ketidakseimbangan cairan (mis. dehidrasi dan intoksikasi air)
2. Disfungsi ginjal
Kondisi Klinis Terkait:
1. Gagal ginjal
2. Kategori : Fisiologis
Subkategori : Nutrisi dan cairan
D.0027 Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah
Definisi : Variasi kadar glukosa darah naik/turun dari rentang normal
Penyebab :
1. Gangguan toleransi glukosa darah
2. Disfungsi ginjal kronis
Kondisi Klinis Terkait
1. Hiperglikemia

4.4 Intervensi
No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
1. Kategori : Setelah dilakukan tindakan 1.03121 Pemantauan
Fisiologis keperawatan selama 1x24 Cairan
Subkategori : jam, diharapkan risiko
1. Monitor tekanan
Nutrisi dan cairan ketidak seimbangan elektrolit
darah
D.0037 Risiko dapat berkurang dengan
2. Monitor jumlah,
Ketidakseimbangan kriteria hasil sebagai berikut:
warna dan berat jenis
Elektrolit L.03020 Keseimbangan
urine
Cairan
3. Monitor intake dan
1. Haluaran urin dari skala 4 output cairan
(cukup meningkat) 4. Identifikasi tanda-
menjadi 3 (sedang) tanda hypovolemia
2. Asites dari skala 2 (cukup (mis. prosedur
meningkat) menjadi 3 pembedahan mayor,
(sedang) trauma/perdarahan,
3. Tekanan darah dari skala luka bakr, apheresis,
2 (cukup memburuk) obstruksi intestinal,
menjadi 3 (sedang) peradangan pancreas,
penyakit ginjal dan
kelenjar, disfungsi
intestinal)
2. Kategori : Setelah dilakukan tindakan 1.03115 Manajemen
Fisiologis keperawatan selama 1x24 Hiperglikemia
Subkategori : jam, diharapkan risiko
1. Monitor kadar
Nutrisi dan cairan ketidak seimbangan elektrolit
glukosa darah, jika
D.0027 dapat berkurang dengan
perlu
Ketidakstabilan kriteria hasil sebagai berikut:
2. Monitor tanda dan
Kadar Glukosa L.03022 Kestabilan Glukosa
gejala hiperglikemia
Darah Darah
(mis. polyuria.
1. Pusing dari skala 2 (cukup Polydipsia, polifagia,
meningkat) menjadi 3 kelemahan, malaise,
(sedang) pandangan kabur,
2. Kadar glukosa dalam sakit kepala)
darah dari skala 2 (cukup 3. Monitor keton urin,
memburuk) menjadi 3 kadar analisa gas
(sedang) darah, elektrolit,
3. Kadar glukosa dalam urine tekanan darah
dari skala 2 (cukup ortostatik dan
memburuk) menjadi 3 frekuensi nadi
(sedang) 4. Ajarkan indikasi dan
pentingnya pengujian
keton urine, jika perlu

4.5 Implementasi
Diagnosa Waktu/Tanggal Implementasi Paraf
D.0037 Risiko 13 Oktober 2017
Ketidakseimbangan 08.00 1. Memonitor tekanan
Elektrolit darah
08.20 2. Memonitor jumlah,
warna dan berat
jenis urine
08.40 3. Me monitor intake
dan output cairan
09.00 4. Mengidentifikasi
tanda-tanda
hypovolemia (mis.
prosedur
pembedahan
mayor,
trauma/perdarahan
, luka bakr,
apheresis,
obstruksi
intestinal,
peradangan
pancreas, penyakit
ginjal dan kelenjar,
disfungsi
intestinal)
D.0027 13 Oktober 2017
Ketidakstabilan 09.20 1. Memonitor kadar
Kadar Glukosa glukosa darah, jika
Darah perlu
09.40 2. Memonitor tanda
dan gejala
hiperglikemia (mis.
polyuria.
Polydipsia,
polifagia,
kelemahan,
malaise,
pandangan kabur,
10.00 sakit kepala)
3. Memonitor keton
urin, kadar analisa
gas darah,
elektrolit, tekanan
darah ortostatik
10.20 dan frekuensi nadi
4. Mengajarkan
indikasi dan
pentingnya
pengujian keton
urine, jika perlu

4.6 Evaluasi
Diagnosa Evaluasi Paraf
D.0027 S : pasien mengatakan
Ketidakstabilan Kadar sudah tidak merasakan
Glukosa Darah pusing berlebihan
O : hasil tensi pasien
mulai menurun hamper
stabil
A : masalah teratasi
sebagian
P : intervensi di lanjutkan
D.0037 Risiko S : pasien mengatakan
Ketidakseimbangan sudah badannya sudah
Elektrolit mulai bisa digerakan
dengan enak
O:
- wajah pasien tampak
lebih baik
- pasien sudah
mempunyai nafsu makan
A : masalah teratasi
sebagian
P : intervensi di lanjutkan

BAB 5
RESUME JURNAL
5.1 Jurnal 2

Penulis : Robin S. Mamesah, Adrian Umboh, Stevanus Gunawan

Judul : Hubungan aspek klinis dan laboratorik dengan tipe sindrom


nefrotik pada anak

Tahun : 2016

Jurnal : Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 1


Sindrom nefrotik (SN) adalah salah satu penyakit glomerulus yang sering
ditemukan pada anak, yang ditandai dengan proteinuria (˃40 mg/m 2/jam),
hipoalbumin (˂2,5 g/dL), hiperkolestronemia (˃250 mg/dL) dan edema.

Metode Penelitian

Jenis penelitian ini ialah analitik retrospektif, dan dilakukan di Bagian Ilmu
Kesehatan Anak RSUP Prof. DR.R.D. Kondou Manado. Data diambil dari rekam
medis pasien sindrom nefrotik selama periode 2010-2014. Subjek penelitian
adalah semua pasien dengan diagnosis SNSS dan SNRS.

Bahasan

Sindrom nefrotik lebih banyak diderita oleh anak laki-laki dari pada anak
perempuan dengan perbandingan 2:1. Keluhan utama seorang anak yang
menderita SN ialah edema. Edema timbul karena terdapat akumulasi cairan
ekstrasel pada jaringan interstitial.

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian pada anak dengan sindrom nefrotik di RSUP


Prof. Dr.R.D Kandau Manado periode 2010 sampai 2014 dapat disimpulkan tidak
terdapat hubungan bermakna antara beberapa aspek klinis dan laboratorium yaitu
usia, edema, hipertensi, proteinuria, hematuria, albumin, dan kolestrol dengan
respon pengobatan sindrom nefrotik sensitif steroid dan sindrom nefrotik resisten
steroid.

5.2 Jurnal 2

Penulis : Pahlevi A, Bachtiar M

Judul : Gagal Ginjal Kronik Et Causa Glomerulonefritis Kronis yang


Disertai Gastroenteritis

Tahun : 2013
Gagal ginjal kronik merupakan permasalahan di bidang nefrologi dengan
angka kejadian yang masih cukup tinggi. Gagal ginjal kronik merupakan masalah
medik, sosial dan ekonomi yang sangat besar bagi pasien dan keluarganya. Gagal
ginjal kronik merupakan proses patofisiologi dengan etiologi yang multipel,
menyebabkan pengurangan sejumlah nefron dan fungsinya secara progresif yang
mendasari terjadinya penyakit ginjal terminal.

Pembahasan

Prognosis terhadap fungsi ginjal pasien buruk karena ginjal sudah tidak
dapat berfungsi sebagaimana mestinya yang dapat terlihat dari kadar ureum dan
kreatinin yang sangat tinggi. Walaupun fungsi ginjal pasien buruk sehingga
pasien harus menjalanai hemodialisis rutin namun hubungan sosialnya dengan
keluarga dan lingkungan sekitar tidak terganggu sehingga dalam kasus ini
prognosis terkait dengan hubungan sosialnya baik.

Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3
bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti
proteinuria. Diagnosis GGK ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang
dari 60 ml/menit/1,73m² dengan atau tanpa tanda kerusakan ginjal. Pada pasien
dengan GGK, klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai laju filtrasi glomerulus,
yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang
lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima
stadium Etiologi terbanyak disebabkan oleh penyakit glomerulonefritis.
Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom uremik sangat
kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti kelainan
hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan
neuropsikiatri,dan kelainan kardiovaskular.

Simpulan, GGK adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3
bulan.Etiologi terbanyak disebabkan oleh penyakit glomerulonefritis. Diagnosis
GGKditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60
ml/menit/1,73m²dengan atau tanpa tanda kerusakan ginjal. Salah satu pilihan
terapi GGK terminal adalah dengan hemodialisa.

BAB 6
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau
secara menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan
gejala. Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau
hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan
berwarna merah, biasanya disertai hipertensi (Widayati, 2017).
Glomerulonefritis kronik sering timbul beberapa tahun setelah cidera dan
peradangan glomerulus subklinis yang disertai oleh hematuria (darah dalam urine)
dan proteinuria (protein dalam urine) ringan. Glomerulonefritis kronis merupakan
penyakit yang berjalan progresif lambat dan ditandai oleh inflamasi, sklerosis,
pembentukan parut dan akhirnya gagal ginjal. Biasanya penyakit ini baru
terdeteksi setelah berada pada fase progresif  yang biasanya bersifat ireversibel
(Prabowo, 2014).
6.2 Saran
Lebih baik mencegah daripada mengobati. Oleh karena itu jagalah
kesehatan dengan cara pola hidup sehat dan segeralah periksa jika ada tanda-tanda
yang mengarah kepada penyakit glomerulonefritis kronik

DAFTAR PUSTAKA

Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: buku saku. Jakarta: EGC

Ngastiyah. 2014. Perawatan Anak Sakit EDISI 2. Jakarta: EGC.

PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP PPNI.

PPNI. 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP PPNI.

Prabowo, E., & Pranata, A. E. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem
Perkemihan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Suharyanto, T., & Madjid, A. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: CV Trans Info Media.

Widayati, N. A. 2017. Gangguan Pada Sistem Perkemihan Dan Penatalaksanaan


Keperawatan. Yogyakarta: CV Budi Utama.

Wilkinson, J. M. 2013. BUKU SAKU Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai