Anda di halaman 1dari 136

Perpajakan Lanjutan

Restitusi (Pengembalian) PPN dan


PPnBM

ACCOUNTING PROGRAM
Objectives
1. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan dasar hukum dan
mekanisme permohonan restitusi PPN
2. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan wajib pajak
Contents
1. Kelebihan Pembayaran PPN & Proses Restitusi
2. Konfirmasi Faktur Pajak kriteria tertentu yang
diberikan kemudahan dalam restitusi
Kelebihan Pembayaran PPN &
Proses Restitusi
Kelebihan Pembayaran PPN
Kelebihan pembayaran PPN ini dapat terjadi karena hal sebagai berikut:
1. Jumlah pajak masukan lebih besar daripada jumlah pajak keluaran
dalam suatu masa pajak karena:
a. Pengusaha Kena Pajak mengekspor BKP
b. Pengusaha Kena Pajak menyerahkan BKP dan/atau JKP kepada
pemungut PPN
c. Pengusaha Kena Pajak menyerahkan BKP dan/atau JKP sehubungan
Proyek Pemerintah yang danannya berasal dari bantuan luar negeri
baik berupa hibah maupun pinjaman
d. Pengusaha Kena Pajak melakukan penyerahan BKP untuk diolah lebih
lanjut kepada Entrepot Produksi untuk Tujuan Ekspor (EPTE)
e. Bahan baku atau bahan pembantu dan/atau JKP kepada Perusahaan
Eksportir Tertentu (PET)
2. Kesalahan Pemungutan Pajak yang Dilakukan PKP
Pajak Masukan &
Permohonan Restitusi
Pasal 9 ayat (4) Undang-Undang PPN dan PPnBM mengatur, bila
terjadi Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar dibanding Pajak
Keluaran, maka terhadap kelebihan Pajak Masukan tersebut tidak dapat
diminta kembali pada masa pajak yang bersangkutan tetapi
dikompensasikan ke masa pajak berikutnya. Tetapi, terdapat unsur
pengecualian, sehingga berpeluang bagi Wajib Pajak untuk mengajukan
permohonan restitusi yaitu kelebihan Pajak Masukan yang terjadi pada
Masa Pajak akhir Tahun Buku, sehingga kelebihan Pajak Masukan diajukan
permohonan restitusi pada akhir tahun.
Pajak Masukan &
Permohonan Restitusi
Tata cara pengajuan permohonan restitusi yaitu:
1. PKP dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pajak
dengan menggunakan:
a. Surat Pemberitahuan Masa PPN yang mencantumkan tanda
permohonan pengembalian kelebihan pajak dengan cara mengisi
kolom “Dikembalikan (Restitusi)”
b. Surat permohonan tersendiri, apabila kolom “Dikembalikan (Restitusi)”
dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN tidak diisi atau tidak
mencantumkan tanda permohonan pengembalian kelebihan pajak

2. Permohonan pengembalian kelebihan pajak diajukan kepada Kepala


KPP di tempat PKP dikukuhkan
3. Permohonan pengembalian kelebihan pajak untuk 1 Masa Pajak
Pengecualian Restitusi
Bila terjadi kelebihan Pajak Masukan dapat diajukan permohonan
pengembalian pada setiap Masa Pajak oleh:
1. PKP yang melakukan ekspor BKP berwujud
2. PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau Penyerahan JKP kepada
pemungut PPN
3. PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP yang PPN nya tidak
dipungut
4. PKP yang melakukan BKP tidak berwujud
5. PKP yang melakuakan ekspor JKP
6. PKP dalam Tahap belum berproduksi
Jangka Waktu Penyelesain Pengembalian
(Restitusi)
Mengacu pada Pasal 17 B Undang-Undang KUP menyatakan bahwa
setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak, Dirjen Pajak harus menerbitkan surat
ketetapan paling lambat 12 bulan sejak surat permohonan diterima
lengkap. Nomor Keputusan 160/PJ/2001 Tanggal 21 Februari 2001
mengatur:

1. Setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan


pembayaran pajak yang diajukan oleh PKP yang melakukan ekspor BKP atau
melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pemungut PPN, Dirjen Pajak
harus menerbitkan surat ketetapan pajak paling lambat:
a. 2 bulan sejak saat permohonan diterima dalam keadaan lengkap oleh KPP,
kecuali permohonan yang penyelesaiannya dilakukan melalui pemeriksaan
untuk semua jenis pajak
b. 12 bulan sejak saat permohonan diterima dalam keadaan lengkap
sepanjang penyelesaiannya dilakukan melalui pemeriksaan untuk semua
jenis pajak
Jangka Waktu Penyelesain Pengembalian
(Restitusi)
2. Bila jangka waktu tersebut telah terlampaui, Dirjen Pajak tidak
menerbitkan surat keteapan pajak, berarti permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak dikabulkan dan surat ketetapan pajak
lebih bayar harus diterbitkan dalam jangka waktu 1 bulan setelah
jangka waktu tersebut berakhir

3. Khusus bagi PKP kriteria tertentu, ditetapkan:


a) Dirjen Pajak dapat melakukan pemeriksaan stelah melakukan
pengembalian pendahuluan kelebihan pajak
b) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, Dirjen Pajak
menerbitkan SKPKB, jumlah kekurangan pajak ditambah dengan
sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari jumah
pajak yang kurang bayar sesuai dengan Pasal 17 C ayat (5) UU KUP
Jangka Waktu Penyelesain Pengembalian
(Restitusi)

Pasal 17C ayat (1) UU KUP menyatakan Surat Keputusan Pengembalian


Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) diterbitkan paling lambat yaitu:
1. 3 bulan untuk pajak penghasilan
2. 1 bulan untuk PPN, sejak permohonan diterima dalam keadaan
lengkap

Terdapat aturan yang mengikat dalam melaksanakan restitusi PPN ini yang
menyangkut SKPPKP lagi yaitu dalam Surat Edaran Nomor 05/Pj.33/2001
tetapi mengkit kepada Kepala KPP dengan ketentuan SKPPKP terbit paling
lambat:
1. 2 bulan sejak diterimanya permohonan restitusi pajak penghasilan
2. 7 hari sejak saat diterimanya permohonan restitusi PPN
Wajib Pajak Kriteria Tertentu
Wajib pajak kriteria tertentu sesuai dengan Pasal 17 C UU KUP &
Keputusan Menkeu Nomor 544/KMK.04/2000, diberikan pengembalian
pendahuluan kelebihan pembayaran pajak, yaitu:
a. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam
2 tahun terakhir
b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak kecuali
memperoleh izin
c. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindakan pidana di
bidang perpajakan dalam waktu 10 tahun terakhir
d. Laporan keuangan diaudit dengan pendapat wajar tanpa pengecualian
atau pendapat wajar dengan pengecualian dan pengecualian tersebut
tidak mempengaruhi laba rugi fiscal
Konfirmasi Faktur Pajak
Konfirmasi Faktur Pajak

1. Apakah faktur pajak diterbitkan oleh pengusaha yang


telah dikukuhkan sebagai PKP

2. Apakah faktur pajak diterbitkan oleh PKP sehubungan


dengan penyerahan BKP dan/atau JKP yang terutang PPN

3. Apakah faktur pajak telah dilaporkan PKP penerbit


sebagai Pajak keluaran pada SPT masa PPN
Dengan modernisasi KPP bahwa setiap KPP telah menerapkan
program Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP) menggantikan
sistem informasi perpajakan (SIP). Hasil konfirmasi faktur pajak berupa:
1. Faktur pajak (pajak masukan) yang dilaporkan oleh PKP pembeli
sesuai dengan Pajak Keluaran yang dilaporkan oleh PKP penjual
2. Faktur pajak (pajak masukan) yang dilaporkan oleh PKP pembeli
sesuai dengan pajak keluaran yang dilaporkan oleh PKP penjual.
Ketidaksesuaian disebabkan antara lain kode seri dan nomor faktur
pajak dan/atau jumlah yang dipungut pada rekaman data faktur pajak
PKP pembeli berbeda dengan yang dilaporkan PKP penjual
3. Tidak terdapat data pembanding yang mungkin disebabkan PKP
penjual belum/tidak melaporkan pajak keluarannya atau KPP tempat
PKP penjual diadministrasikan, belum melakukan perekaman
4. PKP pembeli belum melaporkan sebagai pajak masukan tetapi PKP
penjual telah melaporkan pajak keluarannya
Perpajakan Lanjutan
Perlakuan PPN atas Penyerahan BKP
oleh Real Estate/Industrial Estate &
Kegiatan Membangun Sendiri

ACCOUNTING PROGRAM
Objectives
1. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan perlakuan PPN atas
penyerahan BKP oleh Real Estate/Industrial Estate
2. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan perlakuan PPN atas
kegiatan membangun sendiri
Contents
1. Pengertian Pengusaha Real Estate/Industrial Estate
& Pengenaan PPN
2. PPN atas kegiatan membangun sendiri
Pengertian Pengusaha Real
Estate/Industrial Estate & Pengenaan
PPN
Pengusaha Real
estate/industrial estate adalah
pabrikan dari BKP yang menurut
sifat atau hukumnya adalah
barang tidak bergerak berupa Perhitungan DPP atas penyerahan
bangunan beserta ikutannya. yang dilakukan oleh pengusaha real
Maksud dari ikatannya adalah estate/industrial estate sesuai dengan Surat
bidang tanah yang di atasnya Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
berdiri bangunan, bidang tanah 1376/Pj.3/1986 Tanggal 19 Mei 1986, yaitu:
sebagai pekarangan bangunan, 1. Penyerahan yang dilakukan tanah
pagar pekarangan sekeliling matang saja, maka DPP dihitung dari
bangunan dan saluran harga jual tanah matang dikurangi 20%
air/got/roil, saran jalan, pipa dari harga jual tanah matang
ledeng, tiang dan kabel listrik 2. Penyerahan bangunan beserta tanah,
yang merupakan kelengkapan DPP dihitung dari harga jual bangunan
bangunan tersebut. beserta tanahnya dikurangi dengan 20%
dari harga jual tanah matang.
Kewajiban Bagi Pengusaha Cara Penghitungan PPN
Real Estate atas Kegiatan
Membangun Sendiri
1. Melaporkan transaksi penjualan
tanah kapling kepada Kepala KPP Atas kegiatan membangun sendiri
yang wilayah kerjanya meliputi dikenakan PPN dengan tariff 10%
tempat tanah kapling berada
dengan mengirimkan tembusan dikalikan dengan DPP. DPP atas
formulir “Surat Pernyataan kegiatan membangun sendiri sebesar
Kesanggupan Membayar PPN atas 40% dari seluruh biaya yang
Kegiatan Membangun Sendiri” dikeluarkan dan/atau dibayarkan
paling lambat 1 bulan sejak
tanggal penandatanganan untuk membangun bangunan
formulir. tersebut, tidak termasuk harga
2. Melaporkan dimulainya kegiatan perolehan tanah.
membangun sendiri dilakukan
oleh pemilik kapling di atas tanah
kapling paling lambat 1 bulan 10% x 40% x jumlah biaya yang dikeluarkan
setelah akhir bulan kegiatan atau yang dibayarkan pada setiap bulannya
membangun sendiri dimulai.
Contoh Perhitungan:
PT Mutiara sebagai perusahaan real estate melakukan penyerahan bangunan atau penyerahan
kapling siap bangun. Untuk harga kapling siap bangun
Rp 150.000.000,- . DPP dan PPN terutang dihitung sebagai berikut:
1. Penyerahan kapling siap bangun
Harga Pembebasan Tanah Rp 90.000.000,-
Biaya Pematangan Rp 30.000.000,-
Biaya Lain-lain Rp 5.000.000,-
Margin Laba Rp 25.000.000,-
Harga Jual Tanah Matang Rp 150.000.000,-

DPP penyerahan tanah = Rp 150.000.000 – (20% x Rp 150.000.000)


= Rp 120.000.000
PPN terutang = 10% x Rp 120.000.000
= Rp 12.000.000
Contoh Perhitungan:
2. Penyerahan bangunan beserta tanah:
Harga pembebanan tanah = Rp 90.000.000
Biaya Pematangan = Rp 30.000.000
Biaya Bangunan = Rp 200.000.000
Biaya lain-lain untuk:
- Tanah Rp 5.000.000
- Bangunan Rp 10.000.000+ = Rp 15.000.000
-Margin Laba Untuk:
• Tanah Rp 25.000.000
• Bangunan Rp 42.000.000+ = Rp 67.000.000+
Harga jual bangunan dan tanah = Rp 402.000.000
Harga jual bangunan = (Rp 252.000.000)
Harga jual tanah = Rp 150.000.000
DPP penyerahan bangunan dan tanah = 𝑅𝑝 402.000.000 − 20% 𝑥 𝑅𝑝 150.000.000 =
372.000.000
PPN penyerahan bangunan dan tanah= 10% 𝑥 𝑅𝑝 372.000.000 = 𝑅𝑝 37.200.000
Contoh Perhitungan:
3. Harga jual bangunan termasuk tanah Rp 100.000.000
Harga jual tanah saja Rp 40.000.000
Dasar pengenaan pajak:
Rp 100.000.000 – (Rp 40.000.000 x 20%) Rp 92.000.000
PPN terutang:
Rp 92.000.000 x 10% Rp 9.200.000
PPN atas Kegiatan Membangun
Sendiri
PPN atas kegiatan Kewajiban Bagi Orang Pribadi atau Badan
membangun sendiri terutang yang Melakukan Kegiatan Membangun
pada saat mulai dibangunnya Sendiri
bangunan dengan arti lain
dimulainya kegiatan membangun
sendiri secara fisik seperti 1. Kegiatan membangun sendiri dikenakan
penggalian fondasi, pemasangan PPN sebesar 10% dari DPP.
tiang pancang atau kegiatan fisik 2. DPP atas kegiatan membangun sendiri
lainnya. Sedang tempat adalah 20% dari jumlah biaya yang
terutangnya berada di tempat dikeluarkan dan atau dibayarkan untuk
bangunan didirikan. membangun bangunan, tidak termasuk
Kegiatan membangun sendiri harga perolehan tanah.
yang dilakukan oleh orang pribadi 3. Termasuk dalam penegrtian jumlah biaya
atau badan yang digunakan yang dikeluarkan dan atau dibayarkan untuk
sebagai tempat tinggal atau membangun sendiri adalah juga jumlah PPN
tempat usaha dapat pula yang dibayar atas perolehan bahan dan jasa
dilakukan di dalam kawasan real untuk kegiatan membangun sendiri
estate yang dilakukan oleh tersebut.
pemilik kapling, pengenaan PPN
nya berlaku 10% dari DPP
Penyetoran dan Pelaporan

Aturan penyetoran dan pelaporan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No.
38/PMK 03/2010:
1. PPN yang terutang atas kegiatan membangun sendiri harus disetorkan ke Kas
Negara setiap bulannya paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah
berakhirnya masa pajak dan sebelum laporan disampaikan setelah bulan
terjadinya pengeluaran biaya yang dikeluarkan atau dibayarkan.
2. Bila bangunan yang didirikan dalam rangka kegiatan membangun sendiri berada
di KPP tempat orang pribadi atau badan terdaftar, kolom NPWP pada SSP agar diisi
sesuai NPWP orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun
sendiri.
3. Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri, wajib
melaporkan pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan berada
dengan menggunakan lembar ketiga.
4. Batas waktu pelaporan dan pembayaran yaitu paling lama akhir bulan berikutnya
setelah berakhirnya masa pajak
Pengawasan PPN Membangun Sendiri
Sebagai bentuk pengawasan KPP atas penyelesaian kewajiban perpajakan atas
kegiatan membangun sendiri di wilayah KPP yang bersangkutan:
1. Apabila orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun
sendiri belum melaksanakan penyetoran dan pelaporan PPN membangun
sendiri maka KPP menerbitkan dan menyampaikan surat teguran
2. Apabila jangka waktu 14 hari sejak diterbitkan surat teguran ternyata belum
menyetor dan melaporkan PPN membangun sendiri terutang, maka KPP akan
melakukan pemeriksaan untuk menetapkan PPN membangun sendiri
3. Dari hasil pemeriksaan pada butir 2, KPP menerbitkan surat ketetapan pajak
4. Apabila orang pribadi atau badan belum memiliki NPWP akan diterbitkan
NPWP secara jabatan
5. Apabila orang pribadi atau badan telah memiliki NPWP tetapi berbeda
wilayahnya dengan tempat bangunan didirikan, maka KPP akan menerbitkan
NPWP status cabang
Perpajakan Lanjutan
Jenis Pajak Lainnya

ACCOUNTING PROGRAM
Objectives
1. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan objek dan tarif Bea
Materai
2. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan dokumen yang tidak
dikenakan Bea Materai
3. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan pihak yang harus
membayar PBB dan Objek PBB
4. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan dasar hukum pengenaan
BPHTB
5. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan secara rinci pengertian
objek, subjek, DPP dan tarif pajak BPHTB
Contents
1. Bea Materai
2. Pajak Bumi dan Bangunan Sebagai Pajak Daerah dan Pajak
Pusat
3. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Sebagai Pajak
Daerah
Bea Materai
Bea materai adalah pajak atas dokumen.

Dasar hukum pengenaan Bea Materai adalah UU Nomor


13 Tahun 1985 atau disebut juga UU Bea Materai. UU ini
berlaku sejak tanggal 1 Januari 1986. Selain itu, untuk
Dasar mengatur pelaksanaannya, telah dikeluarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 7 Tahun 1995 sebagaiman telah
Hukum diubah dengan Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 2000
tentang Perubahan Tarif Bea Materai dan Besarnya
Pengenaan Harga Nominal yang dikenakan Bea Materai.

Dikenakannya Bea Materai atas dokumen yang berbentuk:


1. Surat perjanjian, surat kuasa, surat hibah, surat pernyataan
2. Akta-akta notaris termasuk salinannya
3. Akta-akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah
Pengenaan/ termasuk rangkap-rangkapnya
Objek Bea 4. Surat yang memuat jumlah uang lebih Rp 1.000.000
Materai 5. Surat berharga
6. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun
7. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di
depan pengadilan
TARIF BEA MATERAI
TARIF BEA MATERAI Rp.6.000 TARIF BEA MATERAI Rp.3.000
1. Surat perjanjian, surat kuasa, surat hibah, 1. Surat yang memuat jumlah uang >
surat pernyataan Rp.250.000 tetapi < Rp.1.000.000
2. Akta-akta notaris termasuk salinannya 2. Surat berharga yang nominalnya >
3. Akta-akta yang dibuat oleh pejabat Rp.250.000 tetapi < Rp.1.000.000
pembuat akta tanah termasuk rangkap- 3. Efek dengan nama dan dalam bentuk
rangkapnya apapun yang nominalnya > Rp.250.000
4. Surat yang memuat jumlah uang lebih Rp tetapi < Rp.1.000.000
1.000.000 4. Cek dan BG dengan harga nominal
5. Surat berharga yang nominalnya > berapa pun
Rp.1.000.000
6. Efek dengan nama dan dalam bentuk
apapun yang nominalnya > Rp.1.000.000
7. Dokumen yang akan digunakan sebagai
alat pembuktian di depan pengadilan Apabila suatu dokumen (kecuali Cek
atau BG) mempunyai nominal <
Rp.250.000 maka atas dokumen
tersebut tidak terutang Bea Materai
Tidak Dikenakan Bea
Materai
1. Dokumen yang berupa:
• Surat penyimpanan barang Saat Terutangnya Bea
• Surat angkutan penumpang barang Materai
• Bukti untuk penerimaan dan
pengiriman barang Saat terutangnya Bea Materai
ditentukan dalam hal:
2. Segala bentuk ijazah
1. Dokumen yang dibuat oleh
3. Tanda terima gaji, uang tunggu,
satu pihak, adalah pada saat
pension, uang tunjangan dan lainnya
dokumen itu diserahkan
4. Tanda bukti penerimaan uang Negara
dari Kas Negara, Kas Pemerintah 2. Dokumen yang dibuat oleh
Daerah dan Bank lebih dari satu pihak, adalah
pada saat selesainya dokumen
5. Tanda terima uang yang dibuat untuk
keperluan intern organisasi
itu dibuat
6. Surat gadai yang diberikan oleh Perum 3. Dokumen yang dibuat di luar
Pegadaian negeri adalah pada saat
digunakan di Indonesia
Pajak Bumi dan Bangunan Sebagai
Pajak Daerah dan Pajak Pusat
Dasar Hukum

Pemungutan PBB didasarkan pada UU


Nomor 12 Tahun 1985 tentang PBB
sebagaimana telah diubah dengan UU
Nomor 12 Tahun 1994 dan UU Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Retribusi
Daerah yang berlaku efektif sejak 1 Januari
2010

Yang menjadi objek PBB adalah


Permukaan Bumi dan/atau
bangunan. Pengertian bumi adalah
Objek permukaan bumi dan tubuh bumi
yang ada dibawahnya, sedangkan
Pajak bangunan adalah kontruksi teknik
yang ditanam atau dilekatkan
secara tetap pada tanah dan/atau
perairan
Termasuk dalam pengertian bangunan adalah:
1. Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel,
pabrik dan emplasemennya dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan
kompleks bangunan tersebut
2. Jalan tol
3. Kolam renang
4. Pagar mewah
5. Tempat olah raga
6. Galangan kapal, dermaga
7. Taman mewah
8. Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak
9. Fasilitas lain yang memberikan manfaat
Objek Pajak yang tidak dikenakan PBB
Kategori objek pajak yang tidak dikenakan PBB adalah objek pajak yang:
1. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang
ibadah, social kesehatan, pendidikan dan kebidayaan nasional yang
tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan
2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau sejenis dengan
itu
3. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman
nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa dan tanah
Negara yang belum dibebani suatu hak
4. Digunakan perwakilan diplomatic, konsulat berdasarkan asas
perlakuan timbal balik
5. Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang
ditentukan oleh Menteri Keuangan
Subjek pajak dalam PBB adalah orang atau
badan yang secara nyata mempunyai suatu hak
Subjek atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas
Pajak bumi dan/atau memiliki menguasai dan/atau
memperoleh manfaat atas bangunan

1. DPP adalah NJOP


2. Besarnya NJOP ditetapkan setiap 3 tahun oleh
Kantor Wilayah DJP atas nama Menkeu
dengan mempertimbangkan pendapat
Gubernur/Bupati/Walikota (Perda) setempat
DASAR PENGENAAN
3. DPP yang ditetapkan serendah-rendahnya
20% dan setinggi-tingginya 100% dari nilai PAJAK
NJOP
4. Besarnya persentase ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan
kondisi ekonomi nasional
1. Sebesar 40% dari NJOP untuk:
• Objek Pajak Perkebunan
• Objek Pajak Kehutanan
• Objek Pajak lainnya, yang wajib pajak perorangan
Persentase dengan NJOP atas bumi dan bangunan >=
NJKP Rp.1.000.000.000
2. Sebesar 20% dari NJOP untuk:
• Objek Pajak Pertambangan
• Objek Pajak lainnya yang NJOP-nya <
Rp.1.000.000.000

Besarnya NJOPTKP ditetapkan masing-masing


kabupaten/kota dengan besar setinggi-tingginya
Rp.12.000.000 untuk setiap WP. Apabila seorang WP
mempunyai beberapa OP, yang diberikan NJOPTKP NJOPTKP
hanya salah satu OP yang nilainya terbesar, sedangkan
OP lainnya tetap dikenakan secara penuh tanpa
dikurangi NJOPTKP
Rumus PBB terutang:

PBB Terutang = Tarif Pajak x NJKP

NJKP = Persentase NJKP x (NJOP – NJOPTK)

Tarif Pajak yang dikenakan atas Objek Pajak adalah sebesar 0,5%
Contoh:
Tuan Abadi mempunyai Objek Pajak Berupa:
1. Tanah seluas 1.000 m2 di Jakarta dengan harga
jual Rp 1.500.000,- per m2
2. Bangunan seluas 400 m2 dengan nilai jual Rp
3.500.000,- per m2
3. Taman Mewah seluas 200 m2 dengan nilai jual Rp
300.000,- per m2
4. Pagar Mewah sepanjang 150 m dan tinggi rata-
rata pagar 1,5 m dengan nilai jual Rp 500.000,-
per m2
1. Perhitungan NJOP:
a. Tanah 1.000 x Rp 1.500.000,- = Rp 1.500.000.000,-
b. Bangunan 400 x Rp 3.500.000,- = Rp 1.400.000.000,-
c. Taman Mewah 200 x Rp 300.000,- = Rp 60.000.000,-
d. Pagar mewah 150 x 1,5 x Rp 500.000,- = Rp 112.500.000,-
NJOP sebagai DPP = Rp 3.072.500.000,-
NJOPTKP = Rp 12.000.000,-
Nilai Jual Objek Pajak untuk Penghitungan Pajak = Rp 3.060.500.000,-

2. PBB terutang = 0,5% (40% x Rp 3.060.500.000,-) = Rp 6.121.000,-


Sanksi Administrasi
Sanksi administrasi dalam pengenaan PBB:
1. WP yang tidak menyampaikan SPOP walaupun telah ditegur secara
tertulis, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 25%
dihitung dari pokok pajak
2. WP yang berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata
jumlah pajak yang terutang tersebut ditambah/dikenakan sanksi
administrasi berupa denda sebesar 25% dari selisih pajak yang
terutang
3. WP tidak membayar atau kurang bayar pada saat jatuh tempo
pembayaran, maka dikenakan sanksi 2% sebulan yang dihitung dari
saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka
waktu paling lama 24 bulan
Batas Waktu Pembayaran
1. Wajib Pajak yang telah menerima SPPT harus melunasi pajak terutang
berdasar SPPT selambat-lambatnya 6 bulan sejak tanggal diterimanya SPPT
tersebut
2. Wajib Pajak yang telah menerima SKP harus melunasi pajaknya selambat-
lambatnya 1 bulan sejak tanggal diterimanya SKP tersebut
3. Wajib Pajak yang telah menerima Surat Tagihan Pajak atas sanksi
administrasi berupa denda sebagai akibat Wajib Pajak tidak atau kurang
membayar pajak terutang pada saat jatuh tempo pembayarannya, harus
melunasi utangnya selambat-lambatnya 1 bulan sejak tanggal diterimanya
Surat Tagihan Pajak tersebut

Objek Pajak PBB Perdesaan & Perkotaan


Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah Bumi
dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai dan/atau dimanfaatkan oleh
orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk
kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan.
Termasuk dalam pengertian bangunan adalah:
1. Jalan lingkungan yang terletak dalam satu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik dan emplasemennya
yang merupakan suatu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut
2. Jalan tol
3. Kolam renang
4. Pagar mewah
5. Tempat olah raga
6. Galangan kapal, dermaga
7. Taman mewah
8. Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak
9. menara

Pengecualian Objek PBB Perdesaan & Perkotaan


Objek Pajak yang tidak dikenakan PBB Perdesaan dan Perkotaan adalah objek pajak yang:
1. Digunakan oleh pemerintah dan daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan
2. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, soial,
kesehatan pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh
keuntungan
3. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau sejenis dengan itu
4. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
penggembalaan yang dikuasai oleh desa dan tanah Negara yang belum dibebani suatu hak
5. Digunakan oleh perwakilan diplomatic dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik
6. Digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan
peraturan Menteri Keuangan
Subjek, Dasar Pengenaan dan Tarif PBB Perdesaan &
Perkotaan

• Orang Pribadi
Subjek PBB atau Badan

Dasar • NJOP
• NJOPTKP
Pengenaan paling rendah
PBB Rp.10.000.000

• Paling tinggi
Tarif PBB 0,3%
Tata cara perhitungan PBB
Perdesaan & Perkotaan
𝑷𝑩𝑩 𝑻𝒆𝒓𝒖𝒕𝒂𝒏𝒈 = 𝑻𝒂𝒓𝒊𝒇 𝑷𝒂𝒋𝒂𝒌 𝒙 (𝑵𝑱𝑶𝑷 − 𝑵𝑱𝑶𝑷𝑻𝑲𝑷)

PBB Sebagai Pajak Pusat

PBB Sektor PBB Sektor


Perkebunan Perhutanan

PBB Sektor
Pertambangan
Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan
Bangunan Sebagai Pajak Daerah
Sehubungan dengan berlakunya UU Nomor 28 Tahun 2009 Tanggal 15
September 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, wewenang untuk
memungut BPHTB diserahkan ke pemerintah kabupaten/kota. Penyerahan
BPHTB kepada pemerintah kabupaten/kota mulai Januari 2011.

1. Pemenuhan kewajiban BPHTB adalah berdasarkan


sistem self assessment.
2. Besarnya tarif ditetapkan sebesar 5% dari NPOPKP
3. Agar pelaksana UU BPHTB dapat berlaku secara efektif,
baik kepada wajib pajak maupun kepada pejabat-
pejabat umum yang melanggar ketentuan atau tidak
melaksanakan kewajibannya, dikenakan sanksi menurut
Prinsip-Prinsip peraturan perundang-undangan yang berlaku.
UU BPHTB 4. Hasil penerimaan BPHTB merupakan penerimaan
negara yang sebagian besar diserahkan kepada Perda
untuk meningkatkan pendapatan daerah guna
membiayai pembangunan daerah dan dalam rangka
memantapkan otonomi daerah.
5. Semua pungutan atas perolehan hak atas tanah dan
atau bangunan di luar ketentuan ini tidak
diperkenankan.
1. UU Nomor 21 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah
dengan UU Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan.
Dasar Hukum
2. UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah

Pasal 1 Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 sebagaimana


telah diubah dengan Undang-undang No.20 Tahun 2000
tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
menyatakan bahwa Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau
Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas Perolehan Hak
atas Tanah dan/atau Bangunan, dengan demikian yang
menjadi objek pajak BPHTB, yaitu: Objek Pajak
1. Tanah termasuk tanaman di atasnya
2. Tanah dan Bangunan
3. Bangunan
Objek Pajak Yang Tidak Dikenakan
BPHTB
Adapun objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah obek pajak yang
diperoleh:
1. Perwakilan diplomatic, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik
2. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan/atau untuk
pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum
3. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan
Peraturan Menteri Keuangan
4. Orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan
hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama
5. Orang pribadi atau badan karena wakaf
6. Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah
Subjek & Tarif Pajak

Subjek Pajak
• Orang Pribadi atau Badan

Tarif Pajak
• Paling Tinggi 5%
DASAR PENGENAAN PAJAK
1. Harga Transaksi, dalam hal jual-beli
2. Nilai Pasar Objek Pajak dalam hal;
• Tukar-menukar
• Hibah, Hibah Wasiat
• Waris
• Pemasukan dalam perseroan atau badan hokum lainnya
• Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan hak
• Peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap
• Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak
• Pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak
• Penggabungan usaha
• Pemekaran usaha
• Hadiah
3. Harga Transaksi yang tercantum dalam risalah lelang, dalam hal penunjukan pembeli dalam lelang
4. NJOP PBB, apabila besarnya NPOP sebagaimana dimaksud dalam poin 1 dan 2 tidak diketahui atau
NPOP lebih rendah daripada NJOP PBB
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak

Kepala Daerah menetapkan besarnya NPOPTKP paling rendah


Rp.60.000.000 untuk setiap wajib pajak.
Kecuali, dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat
yang diterima oleh orang pribadi yang masih dalam hubungan
keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat atau satu
derajat kebawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri,
NPOPTKP ditetapkan paling rendah Rp.300.000.000. Besarnya
Objek Pajak Tidak Kena Pajak untuk waris atau hibah dimaksud
ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak
Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak ditetapkan:

Nilai Perolehan Objek Pajak - Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak

Pajak Terutang dihitung dengan perhitungan:

Tarif Pajak x Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak


Saat Terutangnya Pajak
1. Sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
2. Sejak tanggal penunjukan pemenang lelang, untuk
lelang
3. Sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai
kekuatan hukum yang tetap, untuk putusan hakim
4. Sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan
peralihan haknya ke kantor bidang pertanahan, untuk
waris
5. Sejak tanggal diterbitkannya surat keputusan
pemberian hak
BPHTB yang terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak. BPHTB
yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat tanah dan atau bangunan
berbeda.
CONTOH
1. Pada tanggal 1 Mei 2018 Tuan Agus membeli tanah dan
bangunan dengan NPOP Rp.100.000.000 dan NJOP PBB
tersebut yang digunakan dalam pengenaan PBB adalah
Rp.120.000.000 dan tarif pajaknya 5%. Hitunglah BPHTB yang
terutang?
2. Pada tanggal 9 Agustus 2018 Tuan Edi membeli tanah di Medan
dengan NPOP Rp.45.000.000,-. Nilai Perolehan Objek Pajak
Tidak Kena Pajak Rp 60.000.000,-. . Hitunglah BPHTB yang
terutang?
3. Pada tanggal 1 September 2018, Ibu Maya membeli tanah dan
bangunan dengan NPOP Rp.150.000.000. Sedangkan
NPOPTKP yang berlaku di kabupaten/kota tempat tanah dan
bangunan yang dibeli Ibu Maya Rp.80.000.000 dan tarif
pajaknya 5%. Hitunglah BPHTB yang terutang?
Perpajakan Lanjutan
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

ACCOUNTING PROGRAM
Objectives
1. Mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskan sistem
pemungutan pajak daerah
2. Mahasiswa diharapkan mampu membedakan objek pajak provinsi dan
kota/kabupaten
3. Mahasiswa diharapkan mampu menjelasksn persentase bagi hasil pajak
provinsi dan kota/kabupaten
4. Mahasiswa diharapkan mampu memahami tata cara pemungutan pajak
daerah
5. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan jenis-jenis retribusi daerah
6. Mahasiswa diharapkan mampu memahami peraturan-peraturan yang
berhubungan dengan pengenaan retribusi daerah
Contents

1. Sistem Pemungutan Pajak Daerah


2. Tarif, Jenis dan Bagi Hasil Pajak
3. Sistem Pemungutan Pajak Daerah
4. Tata Cara Pemungutan
5. Jenis-Jenis Retribusi Daerah
Sistem Pemungutan Pajak Daerah
Pajak Daerah

Kontribusi wajib kepada daerah


yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan undang-
undang dengan tidak
mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk
keperluan daerah bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat
Ciri yang melekat dalam pengertian Pajak Daerah:

Pajak daerah dapat berasal dari pajak asli daerah maupun


1 pajak Negara yang diserahkan kepada daerah sebagai
pajak daerah

Pajak daerah dipungut oleh daerah terbatas di dalam wilayah


2 administrative yang dikuasai

Hasil pungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai


3 urusan rumah tangga daerah atau untuk membiayai
pengeluaran daerah sebagai badan hukum

Pajak daerah dipungut oleh daerah berdasarkan kekuatan


peraturan daerah (Perda), maka sifat pemungutan pajak
4 daerah dapat dipaksakan kepada masyarakat yang wajib
membayar dalam lingkungan administrative kekuasaannya
Berdasarkan undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, pajak daerah dibedakan menjadi 2 jenis,
yaitu:

Pajak Provinsi:
• Pajak Kenderaan Bermotor Pajak Kabupaten:
• Pajak Bahan Bakar Kendaraan • Pajak Hotel
Bermotor • Pajak Restoran
• Bea Balik Nama Kenderaan • Pajak Hiburan
Bermotor • Pajak Reklame
• Pajak Air Permukaan • Pajak Penerangan Jalan
• Pajak Rokok • Pajak Mineral bukan Logam &
Bantuan
• Pajak Parkir

Pajak Daerah !! • Pajak Sarang Burung Walet


• PBB Pedesaan & Perkotaan
• Bea Perolehan Hak atas Tanah
& Bangunan
Ketentuan tentang objek, subjek dan dasar pengenaan pajak diatur
dengan Peraturan Pemerintah, dengan Peraturan Daerah dapat ditetapkan
jenis pajak kabupaten/kota memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Bersifat pajak dan bukan retribusi
2. Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupaten/kota
yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta
hanya melayani masyarakat di wilayah daerah kabupaten/kota
bersangkutan
3. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan
kepentingan umum
4. Objek pajak bukan merupakan objek pajak provinsi dan/atau objek
pajak pusat
5. Potensinya memadai
6. Tidak memberikan dampak ekonomi yang negative
7. Memerhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat
8. Menjaga kelestarian lingkungan
Tarif, Jenis & Bagi Hasil Pajak
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, tarif untuk tiap
jenis pajak daerah untuk provinsi ditetapkan sebagai berikut:

Pajak Kenderaan Bermotor


a. Untuk kepemilikan Kenderaan Bermotor pertama paling rendah sebesar 1% dan
paling tinggi sebesar 2%
b. Untuk kepemilikan Kenderaan Bermotor kedua dan seterusnya tarif dapat
ditetapkan secara progresif paling rendah sebesar 2% dan paling tinggi sebesar
10%
c. Tarif Pajak Kenderaan Bermotor angkutan umum, ambulan, pemadam
kebakaran, lembaga social dan keagamaan, pemerintah/TNI/POLRI, Pemerintah
daerah ditetapkan paling rendah sebesar 0,5% dan paling tinggi sebesar 1%
d. Tarif Pajak Kenderaan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar ditetapkan
paling rendah sebesar 0,1% dan paling tinggi 0,2%

DPP = Hasil Perkalian dari Nilai Jual kendaraan bermotor dan bobot yang
mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan/atau pencemaran
lingkungan akibat pengguna kendaraan bermotor.
Pajak Bahan Bakar Kenderaan Bermotor
a. Paling tinggi 10%
b. Khusus tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor berupa kendaraan
umum dapat ditetapkan paling sedikit 50% lebih rendah dari tarif pajak
bahan bakar kendaraan bermotor untuk kendaran pribadi.
Note : Apabila terjadi kenaikan harga minyak dunia melebihi 130% dari
asumsi harga minyak dunia yang ditetapkan dalam UU APBN tahun
berjalan dan diperlukan stabilisasi harga bahan bakar minyak untuk
jangka waktu paling lama 3 tahun sejak ditetapkannya UU ini maka
pemerintah dapat mengubah tarif pajak yang sudah ditetapkan dengan
perpres. Tetapi, apabila harga minyak sudah kembali normal maka perpres
dicabut dalam jangka waktu paling lama dua bulan.

DPP = Nilai Jual bahan bakar kendaraan bermotor sebelum dikenakan PPN
Bea Balik Nama Kenderaan Bermotor

a. Bea Balik Nama Kenderaan Bermotor, penyerahan pertama sebesar 20% dan
penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1%
b. Untuk kenderaan alat-alat berat dan alat-alat besar yang tidak menggunakan
jalan umum tarif pajak ditetapkan paling tinggi untuk penyerahan pertama
sebesar 0,75% penyerahan kedua dan seterusnya 0,075%

DPP = Nilai Jual Kendaraan Bermotor


Pajak Rokok DPP = Cukai yang ditetapkan oleh
pemerintah terhadap rokok
10% dari cukai rokok

Pajak Air Permukaan


Paling tinggi sebesar 10%

DPP = Nilai Perolehan Air Permukaan


Sedangkan untuk tiap jenis pajak daerah untuk
Kota/Kabupaten ditetapkan tarif pajak sebagai berikut:
1. Pajak Hotel setinggi-tingginya 10%
2. Pajak Restoran setinggi-tingginya 10%
3. Pajak Hiburan setinggi-tingginya 35%, kecuali untuk hiburan berupa
pagelaran busana, kontes kecantikan, panti pijat dan mandi uap/spa, tarif
Pajak Hiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75% dan Hiburan
kesenian rakyat/tradisional dikenakan tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling
tinggi sebesar 10%
4. Pajak Reklame setinggi-tingginya 25%
5. Pajak Penerangan Jalan setinggi-tingginya 10%, Penggunaan tenaga listrik
dari sumber lain oleh industry, pertambangan minyak bumi dan gas alam,
tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 3% dan
Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, tarif Pajak Penerangan
Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 1,5%
6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, tarif setinggi-tingginya 25%
7. Pajak Parkir, tarif setinggi-tingginya 30%
8. Pajak Sarang Burung Walet, setinggi-tingginya 10%
Menurut Pasal 94 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009, hasil penerimaan
pajak provinsi sebagian diperuntukkan bagi daerah kabupaten/kota di
wilayah/provinsi yang bersangkutan dengan ketentuan sebagai berikut:

Hasil penerimaan Pajak Kenderaan Bermotor dan Bea Balik Nama


1 Kenderaan Bermotor diserahkan kepada Kabupaten/Kota sebesar 30%

2 Hasil penerimaan Pajak Bahan Bakar Kenderaan Bermotor


diserahkan kepada kabupaten/kota sebesar 70%

Hasil penerimaan Pajak Air Permukaan diserahkan


3 kepada kabupaten/kota sebesar 50%

Hasil penerimaan Pajak Rokok


4 diserahkan kepada kabupaten/kota
sebesar 70%
Sistem Pemungutan Pajak Daerah
Sistem Pemungutan Pajak Daerah
Aparat pajak aktif dalam pelaksanaan pemungutan pajak,
Pemungutan sedangkan wajib pajak lebih bersifat pasif, jadi secara
dengan sistem formal wajib pajak terutang pajak apabila wajib pajak yang
Surat Ketetapan bersangkutan sudah menerima Surat Ketetapan Pajak
(SKP)
(SKP)

Pada sistem ini yang lebih aktif adalah wajib pajak,


Pemungutan sedangkan aparat pajak bersifat pasif dan jika ada
dengan Sistem ketidakbenaraan maka aparat perpajakan harus dapat
membuktikannya berbanding terbalik dengan Sistem
Setor Tunai Ketetapan Pajak

Pemungutan Sistem ini dibedakan menjadi dua sistem, yaitu Pembayaran


dengan Sistem
Pembayaran Di Muka (PDm) sebagai ketetapan defenitif dan
Dimuka Pembayaran Di Muka (PDm) sebagai pungutan
pendahuluan
Sistem Pemungutan Pajak Daerah

Pemungutan Pungutan pajak daerah dikaitkan pada suatu pelaksanaan


dengan
Sistem atau kepentingan wajib pajak.
Pengaitan

Pemungutan Sistem pemungutan ini umumnya digunakan untuk


dengan Sistem memungut retribusi daerah, seperti retribusi parkir
Benda Berharga

Pemungutan Sistem ini menggunakan kartu sebagai tanda terima


dengan Sistem (memiliki nilai uang) dan kartu sebagai tempat membayar
Kartu
Tata Cara Pemungutan
Tata Cara
Pemungutan

1. Surat Ketetapan Pajak


2. Surat Tagihan Pajak
3. Tata Cara Pembayaran dan Penagihan
4. Keberatan
5. Banding
6. Hasil Keputusan atas Keberatan - Banding
Retribusi Daerah
1. Retribusi Pelayanan Kesehatan
Pengertian Umum

Retribusi pelayanan kesehatan adalah pungutan yang dilakukan oleh


pemerintah daerah atas pelayanan kesehatan yang terdiri dari pelayanan
kesahatan di Rumah Sakit Umum Daerah, Puskesmas, Pelayanan di Pavilyun
Rumah Sakit Umum dan penggunaan mobil ambulance dan mobil jenazah serta
penyedia lahan praktik atau penelitian bagi siswa dan mahasiswa

Objek & Subjek Retribusi

1. Objek retribusi adalah setiap orang yang mendapat


pelayanan fasilitas kesehatan yang ada dalam puskesmas
dan rumah sakit umum daerah
2. Subjek retribusi adalah orang pribadi atau badan yang
mendapatkan pelayanan kesehatan
Prinsip, sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif

Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif


retribusi dimaksudkan untuk menutup biaya penyelenggaraan pelayanan
kesehatan antara lain biaya prestasi, biaya operasional dan pemeliharaan

Ketentuan Pelayanan

Dikecualikan dari pemungutan retribusi yaitu:


1. Penduduk atau msyarakat yang tidak mampu atau orang-
orang di bawah asuhan rumah-rumah social lainnya yang
dibuktikan dengan surat dari kepala desa/kelurahan setempat
dapat diberikan pemeriksaan, perawatan dan pengobatan
Cuma-Cuma
2. Janda atau duda dari pensiunan PNS serta keluarganya sesuai
dengan ketentuan pembiayaan ASKES
2. Retribusi Kebersihan
Dasar Hukum

1. UU No. 12 Drt tahun 1957 tentang Peraturan


Umum Retribusi Daerah
2. UU No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Pemerintah Daerah
3. Peraturan Daerah No. 1 tahun 1988 tentang
Kebersihan Lingkungan Dalam Wilayah DKI
Jakarata
4. Peraturan Daerah No. 1 tahun 2006 tentang
Retribusi Daerah
Objek Retribusi 1. Pelayanan pengangkutan dan pembungan kotoran/sampah
dan air kotor
2. Pelayanan penyediaan lokasi pembuangan sampah dan air
kotor
3. Pelayanan pemberian izin atas penyelenggaraan usaha di
bidang kebersihan
4. Pelayanan penggunaan pembuangan air kecil dan besar

Subjek/Wajib
orang atau badan yang mendapatkan pelayanan kebersihan dari
Retribusi
pemerintah daerah, yaitu:
1. Kepala keluarag bagi rumah tinggal
2. Pemilik/pengusaha bagi toko, rumah makan, bioskop, apotek,
industry dan yang sejenisnya
3. Retribusi Pasar Grosir
Subjek Retribusi

Subjek dari retribusi pasar grosir adalah orang pribadi atau badan
yang menggunakan atau menikmati pelayanan dari jasa usaha yang
bersangkuta

Retribusi pasar grosir yaitu retribusi yang dipungut atau


dikenakan atas pelayanan yang disediakan oleh Pemda
yang sudah digunakan atau dinikmati oleh orang pribadi
atau badan yang berada di pasar grosir.
Penghitungan dan Pelaksanaan Pemungutan

Besarnya retribusi yang terutang oleh orang pribadi atau


badan yang menggunakan jasa terentu dihitung dengan cara
mengalikan tarif retribusi dengan tingkat penggunaan jasa.
Tarif retribusi ditinjau kembali paling lama 5 tahun sekali. Tata
cara pelaksanaan pemungutan retribusi telah ditetapkan oleh
Kepala Daerah dengan berpedoman kepada Keputusan Menteri
Dalam Negeri
4. Retribusi Alat Pemadam
Kebakaran
Objek Retribusi Subjek Retribusi

Objek retribusi adalah pelayanan Subjek retribusi adalah orang


pemeriksaan dan/atau alat pemdam pribadi atau badan yang
kebakaran yang dilakukan pemerintah memanfaatkan pelayanan
daerah, yang meliputi: pemeriksaan dan/atau alat
1. Pemeriksaan/pengujian alat pengujian alat pemadam
pemadam kebakaran bagi pemilik kebakaran
alat pemadam kebakaran
2. Pemanfaatan mobil pompa (Mobil
PMK)
3. Penggantian/pemasangan tanda
“Dilarang Masuk”, “Dilarang
Meroko”
4. Pemeriksaan penyimpanan barang-
barang berbahaya dan perizinannya
5. Pemeriksaan penyimpanan barang-
barang berbahaya dan perizinannya
Ketentuan Alat Pemadam Kebakaran

1. Setiap alat pemadam kebakaran yang akan digunakan


harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh kepala
daerah atau pejabat yang ditunjuk
2. Setiap alat pemadam kebakaran harus dilengkapi dengan
petunjuk penggunaan alat tersebut
5. Retribusi Rumah Potong Hewan
Objek dan Subjek Retribusi

Objek retribusi adalah pelayanan penyediaan fasilitas rumah


potong hewan yang meliputi:
1. Penyewa kandang
2. Pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dipotong
3. Pemakaian tempat pemotongan
4. Pemakaian tempat pelayuan daging pelayanan
pengangkutan daging dari rumah potong hewan

Subjek retribusi adalah orang pribadi atau badan yang


memakai/menggunakan fasilitas rumah potong hewan

Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jenis pelayanan


dan jenis serta jumlah hewan yang akan dipotong
Struktur dan besar tarif

1. Hewan yang dipotong untuk keperluan hajat, dikenakan


retribusi sebesar 100%
2. Hewan yang dipotong akibat kecelakan dan dipergunakan
untuk usaha, dikenakan tambahan retribusi 100%
3. Hewan yang dipotong untuk keperluan upacara keagamaan
dan/atau adat, dapat dilakukan di rumah potong hewan
dan dibebaskan dari pengenaan retribusi pemeriksaan
6. Retribusi Pemakaian Kekayaan
Daerah
Objek Retribusi Objek retribusi adalah pelayanan pemberian hak
pemakaian kekayaan daerah untuk jangka waktu
tertentu yang meliputi:
1. Pemakaian tanah
2. Pemakaian bangunan
3. Pemakaian kendaraan/alat-alat berat

Subjek Retribusi Subjek retribusi adalah orang pribadi atau badan yang
memanfaatkan atau memakai kekayaan daerah

Struktur & Besarnya Tarif retribusi digolongkan berdasarkan jenis kekayaan


Tarif daerah yang digunakan dan jangka waktu pemakaian
Pemakaian Tanah 1. Permanen Rp 500/bulan
2. Tidak permanen Rp 750/bulan
3. Papan /panggung reklame Rp 1.000/bulan
4. Kain reklame, spanduk Rp 2.000/bulan

Rumah Dinas Pemda

1. Asrama putri Rp 10.000/bulan


2. Wisma delta:
Tidak bertingkat Rp 10.000/bulan
Bertingkat Rp 5.000/bulan
Puskesmas Kecamatan Rp 10.000/bulan
Perpajakan Lanjutan
Pajak – Pajak Provinsi

ACCOUNTING PROGRAM
Objectives
1. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan jenis-jenis pajak provinsi
2. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan subjek, objek, tarif dan
dasar pengenaan pajak dari setiap jenis pajak provinsi
3. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan perhitungan pajak terutang
dari setiap jenis pajak
Contents

1. Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)


2. Bea Balik Nama
3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
4. Pajak Air Permukaan
5. Pajak Rokok
1. Pajak Kenderaan Bermotor
(PKB)
Dasar Hukum
Yang menjadi dasar hukum Pajak Kendaraan Bermotor adalah
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah

Pasal 1 angka 12 Undang – Undang PDRD


menyatakan bahwa Pajak Kendaraan bermotor
adalah pajak atas kepemilikan dan/atau
penguasaan kendaraan bermotor. Kendaraan
bermotor dimaksudkan yaitu semua
kendaraan beroda, beserta gandengannya
yang digunakan disemua jenis jalan darat, dan
digerakkan oleh peralatan teknik berupa
motor atau peralatan lainnya.
Jenis Pajak yang Dapat Dikenakan terhadap
Kendaraan Bermotor

Troy J. Cauley dalam literaturnya menyebutkan


bahwa beberapa pajak dapat dikenakan atas kendaraan
bermotor, yaitu:
1. Motor Fuels Tax/MFT (Pajak minyak atas kendaraan
bermotor)
2. Motor Vehicle Licence Tax/MVLT (pajak lisensi atas
kendaraan bermotor)
3. Licence Tax/DLT (pajak atas surat izin mengemudi)
4. Motor Vehicle Purchase Tax/MVPT (pajak pembelian
atas kendaraan bermotor)
Teori tentang Dasar Pengenaan Pajak
Kendaraan Bermotor

Gross Weight/Net Weight (Berat kotor


atau berat besrih kendaraan bermotor)

Horse Power (Kekuatan Mesin)

Ownership (Kepemilikan)

Seat Capacity (Kapasitas Tempat


Duduk)

Type (Jenis Kendaraan)


Subjek, Objek & Wajib Pajak
Orang Pribadi
Objek atau Badan yang
Subjek
memiliki atau
menguasai
Kepemilikan
kendaraan
dan/atau
bermotor
penguasaan
kenderaan
bermotor
Pengecualian Objek Pajak Kendaraan Bermotor
1. Kendaraan bermotor yag digunakan untuk keperluan
pertahanan dan keamanan Negara
2. Kendaraan bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai
kedutaan, konsulat, perwakilan Negara asing dengan
asas timbal balik dan lembaga-lembaga internasional
yang memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari
pemerintah
3. Kereta api,
Dasar Pengenaan Pajak, Tarif
& Cara Penghitungan Pajak

Dasar Pengenaan 1. Nilai jual kenderaan bermotor


Pajak 2. Bobot yang mencerminkan secara relative
kadar kerusakan jalan dan pencemaran
lingkungan sebagai akibat dari penggunaan
kendaraan bermotor

1. Untuk pemilik kendaraan pertama paling rendah


Tarif Pajak 1% dan paling tinggi 2%
Kendaraan 2. Untuk kepemilikan kedua dan seterusnya
ditetapkan secara progresif paling rendah 2% dan
Bermotor paling tinggi 10%
3. Pajak kendaraan bermotor angkutan umum,
ambulan, pemadam kebakaran, lembaga social
dan keagamaan paling rendah 0,5% dan paling
tinggi 1%
4. Kendaraan alat berat paling rendah 0,1% paling
tinggi 0,2%
Pengurangan dan Kepala daerah dapat memberikan keringanan,
Pembebasan pengurangan atau pembebasan PKB
Kendaraan bermotor yang digunakan untuk
Pajak ambulan dan mobil jenazah dapat diberikan
keringanan, pengurangan atau pembebasan PKB
bermotor yang ditetapkan oleh Gubernur Kepala
Daerah

Masa pajak, saat


terutang & SPT
Pajak kendaraan bermotor dikenakan untuk Masa
Pajak 12 bulan berturut-turut terhitung mulai saat
pendaftaran kendaraan bermotor dan pajaknya dibayar
sekaligus dimuka.
1. Kendaraan Pertama 1,5%
Tarif Pajak 2. Kendaraan Kedua 2%
Progresif 3. Kendaraan Ketiga 2,5%
4. Kendaraan Keempat dan seterusnya 4%
UU memperkenankan pajak progresif hingga 10%

Sanksi
Contoh Perhitungan PKB
1. Pak Iwan memiliki 5 motor yang tipe dan tahunnya sama. Diketahui PKB
dan SWDKLLJ masing-masing motornya pun sama yaitu Rp 450.000 dan
Rp 50.000
Diminta:
Hitunglah Pajak untuk setiap motor yang dimiliki Pak Iwan!

2. Jeslin memiliki motor dan telat membayar motor selama 6 bulan.


Jumlah Pajak Kendaran Bermotor yang tertera di STNK adalah
Rp200.000 dan SWDKLLJ nya sebesar Rp32.000.
Diminta:
Hitunglah besaran denda dan total pembayaran pajak Jeslin?
2. Bea Balik Nama
Dasar Hukum
Menurut sejarahnya, dasar
hukum yang melandasi
diberlakukannya UU tentang Bea
Balik Nama Kendaraan Bermotor
Pengertian BBNKB sesuai
adalah UU Nomor 27 Prp. Tahun Pasal 1 angka 14 UU PDRD adalah
1959 (Lembaga Negara 1959 pajak atas penyerahan hak milik
No.144). Dengan UU Nomor 10 kendaraan bermotor sebagai
Tahun 1968, BBNKB diserahkan akibat perjanjian dua pihak atau
kepada daerah. Selama ini telah perbuatan sepihak atau keadaan
berlaku UU Nomor 18 Tahun 1997, yang terjadi Karena jual beli,
terakhir dengan UU Nomor 34 Tahun tukar menukar, hibah, warisan
2000 tentang Pajak Daerah dan atau pemasukan ke dalam badan
Retribusi Daerah. Dalam
pelaksanaannya telah diatur oleh
usaha.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 65
Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.
Terakhir diberlakukannya UU Nomor
28 Tahun 2009
Tujuan Pembayaran Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor
Secara umum tujuan dari pembayaran BBNKB adalah untuk memperoleh
Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB). Sedangkan tujuan dari pembayaran
BBNKB yang II, III dan seterusnya ditujukan sebagai syarat untuk
memperpanjang masa berlakunya STNK.
Dalam membayar BBNKB baik yang I, II, III dan seterusnya, pemilik
kendaraan bermotor harus membayar biaya-biaya sebagai berikut:
1. BBNKB
2. Biaya formulir BBNKB
3. Biaya pengolahan data elektronik
4. Biaya administrasi pembuatan BPKB
Subjek, Objek & Wajib Pajak BBNKB

Subjek BBNKB
Pengecualian objek pajak:
a. Untuk dipakai sendiri oleh
Objek BBNKB orang pribadi yang
Orang bersangkutan
Pribadi atau b. Untuk diperdagangkan
1. Penyerahan kendaraan c. Untuk dikeluarkan kembali
Badan bermotor dalam hak milik dari wilayah pabean
2. Penguasaan kendaraan d. Objek lain yang ditetapkan
bermotor melebihi 12 peraturan daerah
bulan dapat dianggap
sebagai penyerahan
Dasar Pengenaan, Tarif & Cara
Perhitungan BBNKB

Dasar pengenaan
pajak Tarif Pajak
Besarnya tarif BBNKB ditetapkan sebagai berikut:
1. Nilai jual kendaraan a. Untuk penyerahan pertama sebesar 20%
bermotor b. Untuk penyerahan kedua dan selanjutnya
2. Bobot kendaraan bermotor sebesar 1%
yang mencerminkan secara
relatif kadar kerusakan Khusus untuk kendaraan bermotor alat-alat
jalan dan pencemaran berat dan alat-alat besar yang tidak
lingkungan akibat menggunakan jalan umum tarif pajak paling
penggunaan kendaraan tinggi sebagai berikut:
bermotor 1. Penyerahan pertama 0,75%
2. Penyerahan kedua dan seterusnya 0,075%

BBNKB terutang = Tarif BBNKB x Dasar Pengenaan BBNKB


Contoh Perhitungan:
1. Pada bulan Maret tahun 2017 Tuan A membeli mobil baru merk Toyota
Alphard dengan harga Rp 650.000.000,-. Sebelumnya Tuan A telah
memiliki Motor Harley Davidson dengan Nilai Kendaraan Rp
350.000.000,- atas nama Tuan A, serta mobil Toyota Innova dengan Nilai
Kendaraan Rp 220.000.000 atas nama Istri Tuan A. Jika Nilai Jual
Kendaraan Bermotor dianggap sama dengan harga pembelian, hitung
besarnya PKB dan BBNKB atas kendaraan tersebut pada tahun 2017!

2. Pada tahun 2010, Tuan A tidak membayarkan Pajak Kendaraan


Bermotor atas mobilnya. Jika diasumsikan pada 5 tahun pertama
kendaraan tersebut mengalami depresiasi 10% per tahun, hitunglah
besarnya Pajak Kendaraan Bermotor dan BBNKB atas kendaraan
tersebut jika pada bulan Januari 2012 kendaraan tersebut dijual
kepada Tuan B!
3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan
Bermotor
Dasar Hukum
Dasar hukum Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah
mengikuti sejarah perundang-undangan sebagai berikut:
a. UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah
b. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1997 tentang Pajak Bahan
Bakar Kendaraan Bermotor
c. Keputusan Presiden RI Nomor 45 Tahun 2001 tentang Harga Jual
Eceran Bahan Bakar Minyak Dalam Negeri
d. UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah

Pajak Kendaraan Bermotor adalah Pajak bahan bakar yang


disediakan atau dianggap untuk kendaraan bermotor
Subjek, Objek dan Wajib Pajak

Subjek
Subjek pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah konsumen
bahan bakar kendaraan bermotor. Artinya setiap orang yang membeli
bahan bakar kendaraan bermotor merupakan subjek Pajak Bahan
Bakar Kendaraan Bermotor

Objek Objek pajak bahan bakar kendaraan bermotor


adalah bahan bakar kendaraan bermotor yang
disediakan atau yang digunakan untuk kendaraan
bermotor

Yang menjadi wajib pajak adalah penyedia bahan bakar kendaraan


bermotor. Di Indonesia pada awalnya pertamina merupakan penyedia
bahan bakar tunggal.
Dasar Pengenaan Pajak, Tarif & Cara
Penghitungan Pajak

Dasar Pengenaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah


harga jual bahan bakar, di mana harga jual tersebut tidak termasuk
PPN.
Berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah &
Retribusi Daerah Pasal 19 ayat (1), tarif untuk Pajak Bahan Bakar
Kendaraan Bermotor paling tinggi ditetapkan sebesar 10%, namun
pada setiap daerah memberlakukan tarif pajak 5%.

Tarif Pajak x DPP (Harga Jual


Tanpa PPN)
Contoh Perhitungan:
Pertamina mengantarkan Bahan Bakar Pertamax
ke salah satu SPBU yang ada diwilayah Jakarta
Selatan. Di dalam surat delivery order permintaan
bahan bakar tersebut sebanyak 5.000 liter.
Apabila pemerintah menetapkan harga jual
pertamax dengan PPN misalnya Rp 11.000 per liter,
berapa pajak PBBKB terutang yang harus disetorkan
menurut delivery order?
4. Pajak Air Permukaan
Dasar Hukum
Dasar Hukum diberlakukannya Pajak Air Permukaan adalah:
a. UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah
b. UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU No. 18
Tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah
c. UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi
daerah

Semula pajak ini dinamakan Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah


dan Air Permukaan yang bertujuan sebagai pungutan daerah atas
pemanfaatan air bawah tanah dan/atau air permukaan. Berdasarkan
UU yang baru maka Pajak Air Permukaan ditujukan untuk objek
pajak Air Permukaan di mana akan dikenakan pajak atas
pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan.
Objek Pajak
Pengecualian objek pajak:
a. Pengambilan dan/atau pemanfaatan air
Objek pajak pengambilan permukaan untuk keperluan dasar rumah
dan/atau pemanfaatan air tangga, pengairan pertanian dan perikanan
permukaan: rakyat, dengan tetap memerhatikan
a. Pengambilan air kelestarian lingkungan dan peraturan
permukaan perundang-undangan
b. Pemanfaatan air b. Pengambilan dan/atau pemanfaatan air
permukaan permukaan lainnya yang ditetapkan dalam
peraturan daerah

1. Subjek pajak air permukaan


Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan
yang dapat melakukan
pengambilan dan/atau
pemanfaatan air permukaan
2. Adapun wajib pajak air
Tarif permukaan adalah orang pribadi
Pajak 10% atau badan yang melakukan
pengambilan dan/atau
pemanfaatan air permukaan
Harga Dasar Pemanfaatan Air Permukaan

Industri, penggelontaran, pendinginan, pengisian kolam, pencucian rumah tangga dan


pabrik/perusahaan.
a. 01 d/d 10.000 m3 = Rp 100,00
b. 10,001 s/d 100.000 m3 = Rp 125,00
c. 100.001 s/d 500.000 m3 = Rp 150,00
d. 500.001 s/d 1.000.000 m3 = Rp 175,00
e. 1.000.000 ke atas = Rp 50,00

Perusahaan Air Minum 01 s/d 10.000 m3 = Rp 50,00

Perusahaan Perkebunan
a. Tebu giling = Rp 200.000,00/Ha/tahun
b. Tebu bibit = Rp 160.000,00/Ha/tahun
c. Tebu tunas = Rp 120.000,00/Ha/tahun
d. Tanaman lain = Rp 120.000,00/Ha/tahun
Harga Dasar Pemanfaatan Air Permukaan

Perkebunan (Unit Usaha Kecil atau Koperasi)


a. Tebu giling = Rp 50.000,00/Ha/tahun
b. Tebu bibit = Rp 40.000,00/Ha/tahun
c. Tebu tunas = Rp 30.000,00/Ha/tahun
d. Tanaman lain = Rp 30.000,00/Ha/tahun

Perikanan/Pertambakan
a. Intensif = Rp 200.000,00/Ha/tahun
b. Semi intensif = Rp 150.000,00/Ha/tahun
c. Tradisional = Rp 100.000,00/Ha/tahun
Rumus Penghitungan Pajak

Pajak = 10% x (Volume Pemakaian Air x Harga Dasar Air)


1. Menghitung pemakaian air per bulan tanpa memakai meter: = kapasitas pompa
(liter/detik) x penggunaan per hari (jam/hari) x 3.600 x penggunaan per bulan
(hari/bulan : 1.000 x 1 m3
2. Menghitung pemakaian air per bulan dengan memakai meter: =meter hari ini – meter
bulan lalu = . . . M3
5. Pajak Rokok
Dasar Hukum Pajak rokok merupakan pajak provinsi dan
pertamakali baru diundangkan pada UU Nomor 28
Tahun 2009 yang merupakan dasar hukum utama
pajak ini.
Objek
Pengecualian
Pajak Objek Pajak
1. Objek pajak rokok
Pengecualian diberlakukan pada
adalah para
rokok yang tidak dikenai cukai
pengonsumsi rokok
berdasarkan peraturan perundang-
2. Pengertian rokok
undangan dibidang cukai. Rokok – rokok
yaitu meliputi
yang tidak dikenai cukai biasanya
sigaret, cerutu dan
diproduksi oleh bukan kalangan
rokok dalam bentuk
pabrikan
dan dikonsumsi dari
daun tembakau atau
cengkeh.
Subjek Pajak & Wajib Pajak
Subjek pajak rokok adalah konsumen rokok, sedangkan wajib pajak
rokok yaitu pengusaha pabrik rokok/produsen dan importer rokok yang
memiliki izin berupa Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai

Contoh Perhitungan:
1. Tarif cukai spesifik Rp 200/batang
2. Tarif advalorum 40% dari harga jual eceran (HJE) yang
ditetapkan pemerintah
3. Jika pemerintah hanya mengenakan tarif spesifik,
dasar pengenaan pajak adalah Rp 200/batang
4. Jika pemerintah hanya mengenakan tarif advalorum,
dasar pengenaan pajak adalah 40% x HJE

Pajak rokok dipungut oleh instansi pemerintah yang berwenang


memungut cukai bersamaan dengan pemungutan cukai rokok, sedangkan
hasil pemungutannya disetor ke rekening kas umum daerah provinsi
secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk.
Dasar Pengenaan Pajak adalah cukai yang
DPP ditetapkan oleh pemerintah terhadap rokok

1. Tarif pajak rokok ditetapkan sebesar 10% dari


cukai rokok
Tarif & Pokok
2. Besaran pokok pajak rokok yang terutang
Pajak dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak
dengan DPP

Penerimaan pajak rokok, baik bagi provinsi


Pemanfaatan maupun bagian kabupaten/kota dialokasikan
Pajak Rokok paling sedikit 50% untuk mendanai pelayanan
kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh
aparat yang berwenang

Anda mungkin juga menyukai