Diajukan Kepada:
Pembimbing: dr. Dini Adriani Sp.S
Disusun Oleh:
Leilevina Mega S 1820221154
Laporan Kasus:
“SPACE OCCUPYING LESSION”
Disusun Oleh:
Leilevina Mega S 1820221154
Pembimbing,
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan berkah dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus ini. Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
kepaniteraan klinik bagian Departemen Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran
UPN Veteran Jakarta di RS Bhayangkara Tk. 1 R. Said Sukanto. Penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada dr. Dini Adriani selaku pembimbing laporan
kasus ini dan kepada seluruh dokter yang telah membimbing selama kepaniteraan.
Tidak lupa ucapan terimakasih kepada seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan
satu persatu. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun agar makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya. Terima kasih
atas perhatiannya, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pihak
yang terkait dan kepada seluruh pembaca.
Penulis
BAB I
LAPORAN KASUS
1.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis kepada pasien pada tanggal 8
Desember 2020 pukul 13.30 WIB di ECU Kelas II, RS Bhayangkara Tk. I R. Said
Sukanto, Kramat Jati.
.
Keluhan Utama:
Pasien merasakan keluhan pengelihatan tampak buram dan gelap
4) PEMERIKSAAN SENSORIK
WAJAH
+/+
EKSTREMITAS ATAS
Sensasi taktil (raba) +/+
Sensasi nyeri superfisial +/+
Sensasi suhu Tidak
Dilakukan
Sensasi gerak dan posisi +/+
Sensasi getar Tidak
dilakukan
Sensasi tekan +/+
EKSTREMITAS BAWAH
Sensasi taktil (raba) +/+
Sensasi nyeri superfisial +/+
Sensasi suhu Tidak
dilakukan
Sensasi gerak dan posisi +/+
Sensasi getar Tidak
dilakukan
Sensasi tekan +/+
5) PEMERIKSAAN MOTORIK
EKSTREMITAS ATAS
Atrofi Tonus otot Tidak ada atrofi
Kekuatan motorik Normotoni / Normotono
5555 / 5555
EKSTREMITAS BAWAH
Atrofi Tonus otot Tidak ada atrofi
Kekuatan motorik Normotoni / Normotoni
5555 / 5555
6) PEMERIKSAAN REFLEKS
1) Refleks Fisiologis
EKSTREMITAS ATAS
Refleks Biceps +2 / +2
Refleks Triceps +2 / +2
EKSTREMITAS BAWAH
Refleks Patellar +2 / +2
Refleks Achilles +2 / +2
2) Refleks Patologis
EKSTREMITAS ATAS
Refleks Hoffman-Tromner - / -
EKSTREMITAS BAWAH
Refleks Babinski -/-
Refleks Chaddock -/-
Refleks Gordon -/-
Refleks Schaeffer -/-
Refleks Oppenheim -/-
1.7 DIAGNOSIS
Diagnosis Neurologis
Diagnosis Klinis : Anopia homonim dextra, Hemianopia
bitemporal sinistra.
Diagnosis Topis : Kompresi pada kiasma optikus dengan dominasi
mengenai nervus II (optikus) dextra
Diagnosis Etiologis : SOL ec Susp Craniofaringioma dd/ Tumor
Adenoma Hipofisis
Diagnosis Tambahan
-
1.8 PLANNING
1) IVFD NaCl 20 tpm
2) Dexametason 2 x 0,5 mg
3) Mecobalamin 3x500 mcg
4) Operatif : Pembedahan dan biopsy
1.9 PROGNOSIS
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia
Ad Sanationam : dubia
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
II.1 Pendahuluan
II.1.1 Anatomi Otak
Otak adalah organ yang sangat kompleks. Terdiri dari 100 miliar neuron dan
prosesus neuronal dan sinapsis tak terhitung jumlahnya. Otak terdiri dari empat
komponen utama: otak besar (serebrum), otak kecil (serebelum), diensefalon, dan
batang otak (brainstem). Otak manusia mencapai 2% dari keseluruhan berat
tubuh, mengkonsumsi 25% oksigen dan menerima 1,5% curah jantung.1
A. Serebrum (Otak besar) berfungsi mengontrol persepsi sadar, pikiran, dan
aktivitas motorik sadar; bisa mengabaikan kebanyakan sistem lainnya.
Mengontrol aktivitas otot dan postur; umumnya menghambat gerakan
yang tidak disengaja saat istirahat.
Terdiri dari 4 lobus, antara lain : Lobus frontal, lobus pariental, lobus
oksipital, dan lobus temporal.
B. Diencephalon terdiri dari epithalamus, dorsal thalamus, dan hipotalamus
dan membentuk inti pusat otak. Memiliki fungsi menghubungkan batang
otak ke otak besar; memiliki banyak fungsi pengiriman impuls dan
homeostasis, seperti yang tercantum di bawah setiap subdivisi.
- Talamus : Pusat pengiriman impuls sensorik utama. Menerima dan
menyampaikan impuls saraf sensorik (kecuali bau) ke otak dan
impuls saraf motorik ke pusat otak yang lebih rendah.
- Hipotalamus : Mempengaruhi mood dan gerakan, memberikan
kesadaran penuh terhadap nyeri, sentuhan, tekanan, dan suhu.
Hipotalamus juga berfungsi sebagai pusat integrasi utama dari sistem
saraf otonom. Sehingga memiliki fungsi untuk mengatur suhu tubuh
(termoregulator), asupan makanan, keseimbangan air dan mineral,
denyut jantung dan tekanan darah rasa haus, lapar, pengeluaran urin,
dan respon seksual. Mempengaruhi perilaku dan emosi. Terlibat
dalam siklus tidur-bangun dan emosi kemarahan dan ketakutan.
Hipotalamus juga mengatur fungsi dari kelenjar hipofisis.
- Epitalamus : Mengandung inti yang merespon terhadap stimulasi
penciuman dan mengandung kelenjar pineal yang memproduksi
hormone melatonin.
C. Otak tengah, bagian rostral batang otak, terletak di persimpangan fossa
kranial tengah dan posterior. CN III dan IV berhubungan dengan otak
tengah. Mengandung traktur saraf asending dan desending;
mengirimkan impuls saraf sensorik dari sumsum tulang belakang ke
talamus dan impuls saraf motorik dari otak ke sumsum tulang belakang.
Mengandung pusat refleks yang mrnggrrakkan bola mata, kepala, dan
leher dalam menanggapi rangsangan visual dan pendengaran.
D. Pons adalah bagian dari batang otak antara otak tengah rostral dan
medula oblongata kaudal; itu terletak di bagian anterior fossa kranial
posterior. CN V dikaitkan dengan pons. Mengandung traktus saraf
asending dan desending; menyampaikan informasi dari otak besar
(serebrum) dan otak kecil (serebelum); pusat refleks; membantu medula
dalam mengontrol pernapasan.
E. Medula oblongata (medulla) adalah subdivisi paling kaudal dari batang
otak yang bersambung dengan sumsum tulang belakang; itu terletak di
fossa kranial posterior. CN IX, X, dan XII berhubungan dengan medula,
sedangkan CN VI-VIII berhubungan dengan sambungan pons dan
medula. Jalur untuk traktus saraf asending dan desending; pusat untuk
beberapa refleks penting (misalnya, denyut jantung dan kekuatan
kontraksi, diameter pembuluh darah, pernapasan, menelan, muntah,
batuk, bersin, dan cegukan)
F. Otak kecil berfungsi mengontrol gerakan otot dan tonus; mengatur
keseimbangan dan postur yang tepat; mengatur tingkat gerakan yang
disengaja; terlibat dalam keterampilan pembelajaran motorik.
Berkontribusi terhadap perencanaan, pemrograman. massa otak besar
yang terletak di posterior pons dan medula dan inferior ke bagian
posterior serebrum.1 Itu terletak di bawah tentorium cerebelli di fossa
kranial posterior. Ini terdiri dari dua belahan lateral yang disatukan oleh
bagian tengah yang sempit, vermis.2
II.2.2 Epidemiologi
Di antara Intra-Cranial Space Occupying Lession (ICSOL), tuberkuloma
sangat umum di negara berkembang tetapi di negara maju neoplasma serebral
lebih sering terjadi. Sebuah studi yang dilakukan oleh departemen Neuropatologi,
institut ilmu neurologi, Glasgow, di antara 2,7 juta populasi selama 5 tahun
menunjukkan kejadian astrositoma anaplastik 40%, meningioma 15%, metastasis
12%, astrositoma 8% dan adenoma hipofisis 4% pada orang dewasa. Di antara
tumor infratentorial, schwanoma adalah yang paling umum (6%). Kejadian SOL
yang disebabkan oleh metastasis adalah 4% sehingga menjadi yang paling umum
kedua.6
II.2.4 Patofisiologi
Pertambahan volume dari suatu kompartemen hanya dapat terjadi jika
terdapat penekanan (kompresi) pada kompartemen yang lain. Satu-satunya bagian
yang memilik kapasitas dalam mengimbangi (buffer capacity) adalah terjadinya
kompresi terhadap sinus venosus dan terjadi perpindahan LCS ke arah aksis
lumbosakral. Ketika manifestasi di atas sudah maksimal maka terdapat
kecenderungan terjadinya peningkatan volume pada kompartemen (seperti pada
massa di otak) akan menyebabkan peningkatan tekanan intracranial dan
menimbulkan manifestasi klinis.5
II.2.5 Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda umum biasanya disebabkan oleh meningkatnya TIK,
infiltrasi difus dari massa neoplasma, oedema serebri, atau hidrosefalus.
Gambaran klinis umum yang lebih sering terlihat adalah nyeri kepala, muntah,
kejang, perubahan status mental. Tanda klinisnya berupa oedema pada papil
nervus optikus (N.II).8
Durasi gejala klinis ditentukan oleh antara lain letak atau topis neoplasma.
Neoplasma pada lobus temporal anterior atau lobus frontal anterior dapat tumbuh
tanpa diketahui hingga mencapai ukuran cukup besar untuk menyebabkan gejala
umum sebagai gambaran awal. Neoplasma pada fossa posterior atau lobus frontal,
parietal, dan oksipital dapat menyebabkan gejala-gejala fokal sebelum terjadi
disfungsi umum.8
II.2.6 Diagnosa
Diagnosis neoplasma intrakranial ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologi dan
patologi anatomi. Pemeriksaan klinis kadang sulit menegakkan diagnosa
neoplasma intrakranial karena gejala klinis yang ditemukan tergantung dari topis
neoplasma intrakranial, kecepatan pertumbuhan massa neoplasma intrakranial dan
cepatnya timbul gejala peningkatan TIK serta efek massa neoplasma intrakranial
ke jaringan otak yang dapat menyebabkan kompresi, invasi dan destruksi dari
jaringan otak.8
A. Computed Tomography scan (CT scan)
Pemeriksaan ini kini menjadi prosedur diagnostik yang paling
penting pada pasien yang diduga menderita neoplasma intrakranial. CT
scan tidak hanya dapat mendeteksi adanya neoplasma intrakranial tetapi
juga dapat mengungkap perbedaan antara jenis neoplasma yang satu
dengan yang lain, karena masing-masing jenis neoplasma intrakranial
mempunyai karakteristik tertentu pada gambaran CT scan.
Kelebihan CT-Scan adalah relatif mudah, sederhana, non invasif,
tidak berbahaya, waktu pemeriksaan lebih singkat, meliputi penilaian
adakah tanda proses desak ruang berupa pergeseran struktur garis tengah
otak, maupun penekanan dan perubahan bentuk ventrikel otak, adakah
kelainan densitas pada lesi berupa hipodens, hiperdens atau kombinasi,
kalsifikasi maupun perdarahan, serta adakah oedema perifokal.
Kekurangan CT scan adalah kurang peka dalam mendeteksi massa
neoplasma yang kecil, massa yang berdekatan dengan struktur tulang
kranium (misalnya adenoma hipofisis, neurinoma akustikus), dan massa
pada batang otak.8
B. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pemeriksaan ini lebih sensitif dalam mendeteksi massa yang
berukuran kecil, memberikan visualisasi yang lebih detail terutama untuk
daerah basis kranium, batang otak, dan fossa posterior. MRI juga lebih
baik dalam memberikan gambaran lesi perdarahan, kistik, atau massa
padat jaringan neoplasma intrakranial. Penggunaan kontras gadolinium
akan memperjelas gambaran lesi massa. MRI dengan kontras ini perlu
diperhatikan biaya yang relative mahal dibandingkan dengan CT-Scan
dengan kontras.8
II.2.7 Tatalaksana
Secara umum penatalaksaan peningkatan tekanan intracranial bertujuan
untuk menghindari hipoksia (PaO2 < 60 mmHg) dengan mengoptimalkan
oksigenasi (Saturasi O2 >94% atau PaO2 >80 mmHg) dan menghindari hipotensi
(tekanan darah sistol ≤ 90 mmHg). Penatalaksaan tersebut antara lain.5
1. Mengatur posisi kepala lebih tinggi sekitar 30-45o, dengan tujuan
memperbaiki venous return
2. Mengusahakan tekanan darah yang optimal, tekanan darah yang sangat
tinggi dapat menyebabkan edema serebral, sebaliknya tekanan darah
terlalu rendah akan mengakibatkan iskemia otak dan akhirnya juga akan
menyebabkan edema dan peningkatan TIK.
3. Mencegah dan mengatasi kejang
4. Menghilangkan rasa cemas, agitasi dan nyeri
5. Menjaga suhu tubuh normal < 37,5oC. Hal ini disebabkan karena
adanya gejala kejang, gelisah, nyeri dan demam akan menyebabkan
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan akan substrat
metabolisme. Di satu sisi terjadi peningkatan metabolisme serebral, di
lain pihak suplai oksigen dan glukosa berkurang, sehingga akan terjadi
kerusakan jaringan otak dan edema. Hal ini pada akhirnya akan
mengakibatkan peninggian TIK.
6. Koreksi kelainan metabolik dan elektrolit. Hiponatremia akan
menyebabkan penurunan osmolalitas plasma sehingga akan terjadi
edema sitotoksik, sedangkan hipernatremia akan menyebabkan lisisnya
sel-sel neuron.
7. Hindari kondisi hiperglikemia
8. Pasang kateter vena sentral untuk memasukkan terapi hiperosmolar atau
vasoaktif jika diperlukan. MAP < 65 mmHg harus segera dikoreksi.
9. Atasi hipoksia. Pasien dengan kekurangan oksigen akan menyebabkan
terjadinya metabolisme anaerob, sehingga akan terjadi metabolisme
tidak lengkap yang akan menghasilkan asam laktat sebagai sisa
metabolisme. Peninggian asam laktat di otak akan menyebabkan
terjadinya asidosis laktat, selanjutnya akan terjadi edema otak dan
peningkatan TIK.
10. Pertahankan kondisi normokarbia (PaCO2 35 - 40 mmHg)
11. Hindari beberapa hal yang menyebabkan peninggian tekanan abdominal
seperti batuk, mengedan dan penyedotan lendir pernafasan yang
berlebihan.
Sedangkan penatalaksaan secara khusus, dilakukan dengan menyesuaikan
penyebab dari peningkatan tekanan intracranial tersebut.5
1. Mengurangi efek Massa
Pada kasus tertentu seperti hematom epidural, subdural maupun
perdarahan intraserebral spontan maupun traumatik serta tumor maupun
abses intrakranial tentunya akan menyebabkan peninggian TIK dengan
segala konsekuensinya. Sebagian dari kondisi tersebut memerlukan
tindakan pembedahan untuk mengurangi efek massa. Kraniektomi
dekompresi dapat dilakukan untuk peningkatan yang refrakter terhadap
terapi konservatif dan menunjukkan penurunan TIK mencapai 70%.
2. Sedasi dan/atau paralisis bila diperlukan, misalnya pada pasien agitasi,
atau terjadinya peningkatan TIK karena manuver tertentu seperti
memindahkan pasien ke meja CT scan. Paralitik dapat digunakan untuk
menurunkan TIK refrakter, tetapi beresiko terjadinya myopati/neuropati
dan dapat menyebabkan kejang.
3. Mengurangi volume cairan serebrospinal
- Mengurangi cairan serebrospinal biasanya dilakukan apabila
didapatkan hidrosefalus sebagai penyebab peningkatan TIK seperti
halnya pada infeksi meningitis atau kriptokokkus. Ada tiga cara yang
dapat dilakukan dalam hal ini yaitu : memasang kateter intraventrikel,
lumbal punksi, atau memasang kateter lumbal. Pemilihan metode yang
dipakai tergantung dari penyebab hidrosefalus atau ada/tidaknya
massa intrakranial.
- Pengaliran cairan serebrospinal dengan kateter lumbal dapat
dikerjakan apabila diyakini pada pemeriksaan imaging tidak
didapatkan massa intrakranial atau hidrosefalus obstruktif. Biasanya
dipakai kateter silastik 16 G pada intradura daerah lumbal. Dengan
kateter ini disamping dapat mengeluarkan cairan serebrospinal, dapat
juga dipakai untuk mengukur TIK. Keuntungan lainnya adalah teknik
ini tidak terlalu sulit dan perawatan dapat dilakukan di luar ICU.
4. Mengoptimalkan CPP dengan menambahkan vasopressor dan /atau
cairan isotonik jika CPP < 60 mmHg.
5. Mengurangi volume darah intravascular
Hiperventilasi akan menyebabkan alkalosis respiratorik akut, dan
perubahan pH sekitar pembuluh darah ini akan menyebabkan
vasokonstriksi dan tentunya akan mengurangi CBV sehingga akan
menurunkan TIK. Efek hiperventilasi akan terjadi sangat cepat dalam
beberapa menit. Tindakan hiperventilasi merupakan tindakan yang
efektif dalam menangani krisis peningkatan TIK namun akan
menyebabkan iskemik serebral. Sehingga hal ini hanya dilakukan dalam
keadaan emergensi saja karena dapat menyebabkan vasokonstriksi dan
peningkatan resiko iskemik jaringan. Sehingga hanya dilakukan dalam
waktu jangka pendek hingga mencapai PaCO2 25-30 mmHg.
Hemodilusi dan anemia mempunyai efek yang menguntungkan
terhadap CBF dan penyampaian oksigen serebral. Hematokrit sekitar
30% (viskositas darah yang rendah) akan lebih berefek terhadap diameter
vaskuler dibanding terhadap kapasitas oksigen, sehingga akan terjadi
vasokonstriksi dan akan mengurangi CBV dan TIK.
6. Terapi osmotic
Terapi osmotik menarik air ke ruang intravaskuler, baik mannitol
maupun salin hipertonik memiliki manfaat dalam menurunkan viskositas
darah dan menurunkan volume dan rigiditas sel darah merah.
II.2.8 Prognosis
Dengan penanganan yang baik maka persentase angka ketahahan hidup
diharapkan dapat meningkat. Angka ketahanan hidup sekitar 5 tahun berkisar 50-
60% dan angka ketahanan hidup 10 tahun berkisar 30- 40%. Prognosis juga akan
berbeda karena tergantung pada tipe tumornya. Bila pasien sudah mengangkat
seluruh tumornya maka akan mempengaruhi (recurrens rates) atau angka residif
kembali. Hasil penelitian dari ‘The Mayo Clinic Amerika’ menunjukkan bahwa:
25% dari seluruh penderita tumor otak yang telah dilakukan reseksi total, sepuluh
tahun kemudian tumornya residif kembali, sedangkan pada penderita yang hanya
dilakukan reseksi subtotal, 61% yang residif kembali.7
II.3.4 Epidemiologi
Insidensi tumor intracranial berkisar 4,2-5,4 per 100.000 penduduk.
Tampaknya insidensi tumor cenderung naik dengan bertambahnya umur, namun
tidak diketahui secara pasti perbedaan insidensi menurut ras, tempat tinggal
ataupun iklim.9
II.3.6 Diagnosa
Evaluasi diagnostic pada penderita yang dicurigai menderita tumor otak
harus dimulai dengan anamnesis dan pemeriksaan neurologic yang teliti.9 :
1. Foto rontgen
Untuk diagnostic ini, sekurang-kurangnya diambil dari dua arah
(AP dan lateral). Pada peningkatan tekanan intracranial yang sudah lama,
akan muncul gambaran impressions digitate atau gambaran cranium yang
seperti “aspek berawan”. Pada anak dengan tumor otak, selain ada
gambaran aspek berawan juga bisa dijumpai pelebaran sutura. Pelebaran
fosa hipofisis dan destruksi tulang disebabkan oleh tumor hipofisis atau
tumor di sekitarnya.
2. Tomografi
Pemeriksaan ini memberikan gambaran yang lebih jelas, Sebagian
besar tumor akan terlihat seperti massa abnormal yang menggeser
struktur normal. Tumor bisa juga menyebabkan edema vasogenic yang
pada CT-Scan tampak lebih rendah densitasnya daripada jaringan normal
lainnya.
II.3.8 Penatalaksaan
- Pemberian kortikosteroid dan mannitol untuk edema otak
- Pembedahan
- Radioterapi
- Kemoterapi
Pemilihan jenis terapi tergantung pada beberapa faktor, antara lain kondisi
umum pasien, tersedianya alat diagnostic yang lengkap, tingkat pengertian
penderita dan keluarganya, luasnya metastasis dan sebagainya.9
DAFTAR PUSTAKA
9. Harsono. Buku ajar neurologis klinis. Gadjah Mada University Press; 2015.