Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Salah satu masalah dunia yang belum bisa terselesaikan hingga saat ini
dan menjadi global issues adalah penyalahgunaan Napza. Napza merupakan
singkatan dari Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya yang
merupakan bahan atau zat yang dapat mempengarui kondisi kejiwaan atau
psikologi berupa pikiran, perasaan (mood) dan perilaku seseorang, serta
dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan atau psikologi (UU Nomor 35,
2009).

Napza adalah zat yang bisa mengubah mood seseorang atau disebut mood
altering substance. Setiap orang rentan dengan Napza dalam tingkat yang
berbeda-beda, salah satunya karena faktor lingkungan yang mempengaruhi
seseorang. Orang yang menyalahgunakan Napza dan dalam ketergantungan
pada Napza baik secara fisik maupun psikis disebut pecandu Napza (Humas
BNN, 2019).

Peningkatan jumlah penyalahguna Napza dari tahun ke tahun menunjukkan


angka yang memprihatinkan, demikian dengan peredarannya.
Berdasarkan data World Drugs Reports (2018) yang diterbitkan oleh United
Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), menyebutkan bahwa 275
juta penduduk dunia atau 5.6% dari penduduk dunia (usia 15-64 tahun)
pernah mengonsumsi Napza (PUSLITDATIN, 2019).

Menurut Badan Narkotika Nasional (2020) di lihat dari data statistik P4GN
tahun 2015 sampai tahun 2019 telah di laporkan oleh seluruh provinsi di
Indonesia dengan total kasus Napza sebanyak 6.207 kasus, 8.735 total
tersangka kasus Napza, dan 23.314 total pasien penyalahgunaan Napza.

1
2

Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (2020) kasus Napza tertinggi di


Provinsi Kalimantan Selatan sebanyak 901 kasus dan kasus Napza terendah
di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebanyak 14 kasus.

Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional Kota Banjarbaru (2020) jumlah


pasien rehabilitasi penyalahgunaan Napza pada bulan Januari sampai
September berjumlah 36 kasus yaitu di wilayah Banjarbaru Selatan sebanyak
6 kasus, Banjarbaru Utara sebanyak 6 kasus dan Cempaka sebanyak 9 kasus.

Penyalahgunaan Napza harus mendapatkan perhatian dengan prioritas


tinggi. Dampak penyalahgunaan Napza tidak hanya merugikan bagi diri
sendiri tetapi juga bagi keluarga, masyarakat, dan bangsakarena
ketergantungan mental jauh lebih sulit untuk dipulihkan daripada
ketergantungan fisik (Pieter, Zan, & Dkk, 2011). Contoh dampak buruk
dari penyalahgunaan Napza adalah dapat menyebabkan depresi, gangguan
kejiwaan (Psikotik), ketergantungan, gangguan kecemasan (ansietas), dan
melakukan tindak kejahatanuntuk itu harus dilakukan intervensiatau
penanganbaik berupa pencegahan, penyembuhan, dan rehabilitasi terhadap
masalah penyalahgunaan Napza (The colombo Plan Asian Centre for
Certification, 2011).

Masa remaja sebagai masa peralihan sering tidak terkontrol hingga


mudah terjerumus pada perilaku yang berdampak buruk bagi dirinya
maupun orang lain. Kecenderungan mencoba hal-hal baru akan sangat
rentan bagi remaja untuk melakukan penyalahgunaan Napza (Lestari,
2012).

Penyalahgunaan NAPZA dapat disebabkan salah satunya karena faktor


keluarga terutama orang tua. Keluarga merupakan unit terkecil dalam
suatu masyarakat. Penyebab penyalahgunaan NAPZA pada lingkungan
keluarga salah satunya yaitu karena keharmonisan dan peran orang tua
3

(Hadi, 2016). Menurut Sudarsono (2014) menyebutkan orang tua


mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan pendidikan dan
pembentuk karakter pada anak. Orang tua tidak akan bisa lepas dalam
mengasuh seorang anak mulai dari pertumbuhan sampai perkembangan
anak dalam keluarga.

Menurut Sugiyatno (2010) kesibukan orang tua yang terlalu padat akan
membuat berkurangnya waktu bersama anaknya sehingga akan lupa dengan
hak seorang anak untuk mendapatkan kasih sayang dari orang tua. Hal ini
akan mempengaruhi baik fisik, mental, maupun sosial emosionalnya,
sehingga anak akan cenderung lari dalam pergaulan negatif di luar rumah.
menyebutkan bahwa frekuensi pertemuan orang tua dengan anak semakin
tinggi maka akan semakin besar pengaruh positif kepada anak, karena
dengan semakin tinggi frekuensi pertemuan orang tua dengan anak, akan
membuat komunikasi orang tua dengan anak akan lebih efektif, sehingga
anak akan merasa mendapat perhatian dari orang tua.

Menurut Rahmadona dan Agustin (2014) juga menyebutkan bahwa peran


keluarga memiliki risiko 4,2 kali lebih besar terhadap penyalahguna NAPZA
terlebih jika memiliki keluarga yang kurang berperan dalam pencegahan
penyalahgunaan NAPZA.

Sudah banyak upaya pemberantasan Napza yang dilakukan, akan tetapi


masih sedikit kemungkinan untuk menghindarkan Napza di kalangan remaja.
Saat ini, upaya yang paling efektif untuk mencegah penyalahgunaan
narkoba pada anak-anak dan remaja adalah pendidikan keluarga. Para
orangtua diharapkan dapat mengawasi dan mendidik anak-anak
mereka sehingga selalu menjauhi penyalahgunaan narkoba. Peran
orangtua harus diperkuat dalam mengantisipasi bahaya Napza.
4

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan


penelitian tentang “Hubungan peran orang tua dengan kecenderungan
penyalahgunaan Napza pada remaja di Wilayah Puskesmas Rawat Inap
Cempaka Kota Banjarbaru Tahun 2020”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis membuat
rumusan masalah penelitian sebagai berikut,“Apakah ada hubungan peran
orang tua dengan kecenderungan penyalahgunaan Napza pada remaja di
Wilayah Puskesmas Rawat Inap Cempaka Kota Banjarbaru Tahun 2020”?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan umum
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan peran orang tua
dengan kecenderungan penyalahgunaan Napza pada remaja di Wilayah
Puskesmas Rawat Inap Cempaka Kota Banjarbaru Tahun 2020.
1.3.2 Tujuan khusus
1.3.2.1 Mengidentifikasi peran orang tua remaja di Wilayah
Puskesmas Rawat Inap Cempaka Kota Banjarbaru Tahun
2020.
1.3.2.2 Mengidentifikasi penyalahgunaan Napza pada remaja di
Wilayah Puskesmas Rawat Inap Cempaka Kota Banjarbaru
Tahun 2020.
1.3.2.3 Menganalisis hubungan hubungan peran orang tua dengan
kecenderungan penyalahgunaan Napza pada remaja di
Wilayah Puskesmas Rawat Inap Cempaka Kota Banjarbaru
Tahun 2020.
5

1.4 Manfaat Penelitian


Berdasarkan tujuan di atas, diharapkan penelitian ini dapat digunakan untuk:
1.4.1 Bagi Peneliti
Peneliti berharap penelitian ini dapat meningkatkan kemampuan di
bidang penelitian serta melatih kemampuan analisis penelitian dan
dapat meningkatkan pengetahuan peneliti mengenai penyalahgunaan
Napza pada remaja.
1.4.2 Bagi remaja
Peneliti berharap dengan adanya penelitian ini remaja merubah
perilaku kearah yang positif untuk tidak melakukan penyalahgunaan
Napza.
1.4.3 Bagi Dinas Kesehatan
Peneliti berharap penelitian ini sebagai informasi data yang dapat
dijadikan acuan untuk pembentukan dan meningkatkan program-
program pencegahan penyalahgunaan Napza dan zat adiktif lainnya.
1.4.4 Bagi Stikes Muhammadyah Banjarmasin
Peneliti berharap penelitian ini sebagai bahan perbandingan serta
dapat dijadikan referensi bagi mahasiswa lain yang ingin melakukan
penelitian selanjutnya.

1.5 Penelitian Lain Terkait


Nama peneliti,
No judul dan tahun Metode penelitian Hasil Penelitian Perbedaan
peneliti
1. Sri Asmoro, Dwi Jenis penelitian Hasil penelitian menunjukkan Terletak pada
Oktavia (2016) merupakan adanya pengaruh pada metode,
Pengaruh penelitian kuantitatif lingkungan keluarga yaitu variabel
Lingkungan dengan metode keharmonisan keluarga tempat dan
Keluarga terhadap observasional dengan (pvalue= 0,026 ; OR = 6,179), waktu
Penyalahgunaan pendekatan cross kesibukan orang tua (pvalue= penelitian.
NAPZA pada sectional. Penelitian 0,032; OR = 5,677), orang tua
Remaja ini dilakukan di permisif (pvalue = 0,015; OR
BNN Kota Surabaya = 8,001), ibadah dalam
di mana subjek keluarga (pvalue = 0,021; OR
penelitian adalah = 6,401) sedangkan yang
remaja pengguna paling dominan berpengaruh
NAPZA yang sedang dari faktor lingkungan
menjalani rehabilitasi keluarga terhadap
6

rawat jalan di BNN penyalahgunaan NAPZA pada


Kota remaja adalah ibadah dalam
Surabaya.Populasi keluarga (pvalue= 0,021; OR
dalam penelitian ini = 6,401; CI = 1,321 – 31,025).
sebanyak 56 remaja
dan besar sampel
didapatkan 53
responden. Teknik
pengambilan sampel
dilakukan dengan
cara simple random
sampling. analisis
data dilakukan
dengan menggunakan
uji regresi binary
logistik.Pengumpulan
data dilakukan
dengan cara
wawancara
berdasarkan panduan
kuesioner pada
remaja penyalahguna
NAPZA
2. Rahayuningrum, Penelitian ini Hasil penelitian menunjukkan Terletak pada
Lina Madyastuti menggunakan design separuh orang tua menerapkan metode,
(2019) Hubungan cross sectional. pola asuh otoriter (50%). variabel
Pola Asuh Metode sampling Kejadian penyalahgunaan tempat dan
Orangtua Dengan menggunakan Total narkoba remaja paling banyak waktu
Kejadian sampling, dengan pada kategori pecandu penelitian.
Penyalahgunaan jumlah sampel (66,7%). Hasil perhitungan
Narkoba Pada sebanyak 12 orang. didapatkan nilai spearman
Remaja Di Klinik Variabel independen rank test antara pola asuh
Pratama BNN adalah pola asuh orang tua dengan kejadian
Gresik orang tua. Variabel penyalahgunaan narkoba
(Relationship Of dependen adalah remajaÂ Ï = 0,006 dengan
Parenting With kejadian nilai koefisien r = 0,742.
The Occurrence penyalahgunaan Artinya ada hubungan yang
Of Drug Abuse In narkoba pada remaja. signifikan antara pola asuh
Teenager At The Data diambil dengan orang tua dengan kejadian
Pratama Clinic Of lembar kuesioner penyalahgunaan narkoba pada
BNN Gresik ) pola asuh dan remaja di Klinik Pratama
penyalahgunaan BNN Kabupaten Gresik
narkoba. Analisa data dengan tingkat hubungan yang
menggunakan kuat.
spearman rank.
3. Yuliastiti, Poppy Jenis penelitian Hasil penelitian pengawasan Terletak pada
(2017) descriptive orang tua berada pada metode,
Pengawasan correlative dengan kategori otoritatif sebanyak variabel
Orangtua teknik pengambilan 59 responden (89,4%) dan tempat dan
Terhadap risiko sampel proportional risiko penggunaaan NAPZA waktu
Napza pada stratified sampling berada pada kategori rendah penelitian.
Remaja berjumlah 66 sebanyak 36 orang (54,5%).
responden. Metode Hasil pengolahan data
pengumpulan data hubungan pengawasan orang
dengan tua dengan risiko
7

menggunakan penggunaan NAPZA


kuesioner terdiri dari diperoleh nilai p-value 1,00,
28 pernyataan yang sehingga menunjukkan H0
dibagikan langsung diterima yang berarti tidak
kepada 66 responden. terdapat hubungan yang
Penelitian ini signifikan antara pengawasan
menggunakan analisa orang tua dengan risiko
univariat dan analisa penggunaan NAPZA pada
bivariat. remaja di SMA Negeri 1 Ingin
Jaya
4. Muhamad Jenis penelitian yang Hasil penelitian dapat dilihat Terletak pada
Sodikin (2016) digunakan peneliti dari uji Regresi Linier metode,
Pengaruh Pola adalah penelitian Sederhana dengan nilai variabel
Asuh Orang survei, penelitian signifikansi sebesar 0,044, tempat dan
Tua Terhadap survei adalah dengan alpha sebesar 0,05. waktu
Penyalahgunaan penelitan yang Karna nilai signifikasi lebih penelitian.
Narkoba Pada mengambil sample kecil dari alpha maka terdapat
Remaja di Lapas dari suatu populasi pengaruh antara pola asuh
Kelas II A (Narapidana Lapas orang tua (X) terhadap
Narkotika Kelas II A penyalahgunaan narkoba
Cipinang, Jakarta Narkotika Cipinang, (Y). Dan pola asuh
Timur. Jakarta) dengan penelantarlah yang
menggunakan menyebabkan seseorang
kuesioner sebagai remaja menjadi penyalahguna
alat pengumpulan narkoba. Hasil ini dapat
data pokok dilihat dari hasil analisis
koefisien korelasi antara
variabel pola asuh
penelantar (X3) terhadap
penyalahgunaan narkoba
dengan nilai signifikansi
0,001, dengan nilai alpha
sebesar 0,05, maka memiliki
hubungan antara pola asuh
penelantar terhadap
penyalahgunaan narkoba (Y)
5. Issetianto, Widia Metode penelitian Hasil penelitian ini Terletak pada
Anggi (2015) menggunakan menunjukkan bahwa terdapat metode,
Risiko metode kuantitatif. hubungan negatif antara variabel
Penyalahgunaan Analisa data kelekatan orang tua-anak tempat dan
Napza Ditinjau menggunakan terhadap risiko waktu
Dari Kelekatan analisis korelasi penyalahgunaan NAPZA penelitian.
Orangtua-Anak Product Moment anak yang dapat dilihat dari
Dan Kelekatan dari person dan adanya nilai korelasi (r)
Teman Sebaya spearman sebesar -0,334 dengan
signifikanii p = 0,000 ( p <
0,05), dan ada hubungan
negatif antara kelekatan
teman sebaya dengan risiko
penyalahgunaan NAPZA yang
dapat dilihat dari adanya nilai
korelasi (r) sebesar -0,369
dengan signifikansi p =
0,000 (p < 0,05). Hasil
kategirisasi menunjukkan
8

tingkat risiko penyalahgunaan


NAPZA pada subjek
penelitian ini tergolong dalam
kategori rendah, tingkat
kelekatan orang tua-anak
pada subjek penelitian ini
tergolong dalam kategori
tinggi, dan tingkat kelekatan
teman sebaya pada subjek
penelitian ini tergolong dalam
kategori tinggi. Kelekatan
orang tua-anak diketahui
berkontribusi sebesar 11,2%,
dan kelekatan teman sebaya
diketahui berkontribusi
sebesar 10,4%. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat
78,4 % faktor lain yang
mempengaruhi risiko
penyalahgunaan NAPZA.

6. Ikawati (2016) Jenis penelitian Hasil penelitian menunjukkan, Terletak pada


Kontribusi adalah penelitian ada hubungan secara regresi metode,
Ketahanan korelasional antara variabel bebas (x) variabel
Keluarga terhadap (correlational dalam hal ini ketahanan tempat dan
Sikap Remaja studies). Penentuan keluarga baik secara fisik waktu
dalam lokasi secara (x1), psikis (x2), sosial (x3) penelitian.
Penyalahgunaan purposive di kota dan spritual (x4), terhadap
Narkoba Yogyakarta. Subyek variabel taut (y), dalam hal ini
penelitian ditentukan sikap remaja dalam
secara purposive, penyalahgunaan narkoba.
sebanyak 30 Kesimpulan, variabel
responden. Obyek ketahanan keluarga baik
penelitian adalah secara fisik, psikis, sosial dan
ketahanan keluarga spritual mempengaruhi atau
dan sikap remaja menyumbangkan sikap remaja
dalam dalam penyalahgunaan
penyalahgunaan narkoba.
narkoba. Teknik
pengumpulan data
dengan angket,
wawancara dan
observasi. Analisis
data menggunakan
teknik regresi.
7. Riri Maharani, Metode penelitian Hasil penelitian Terletak pada
Rahayu (2018) adalah analitik menunjukkan terdapat metode,
Faktor yang kuantatif dengan hubungan antara variabel
Berhubungan desain penelitian pengetahuan P Value 0,018, tempat dan
Dengan cross sikap P Value 0,026, keluarga waktu
Penyalahgunaan sectional.Sampel P Value 0,012, teman sebaya penelitian.
Narkoba Pada penelitian ini P Value 0,032, lingkungan
Narapidana adalah narapidana masyarakat P Value 0,037
9

Remaja Di remaja dengan dengan penyalahgunaan


Lembaga berbagai kasus narkoba (P< 0.05)
Pemasyarakatan kriminal di
Kelas II.A Lembaga
Tembilahan Pemasyarakatan
Kelas II.A
Tembilahan
berjumlah 61
responden. Teknik
pengambilan sampel
adalah non random
sampling dengan
metode purposive
sampling. Analisis
yang digunakan
adalah analisis
univariat dan
bivariat dengan uji
Chi-square, alat
ukur kuesioner dan
pengolahan data
menggunakan
komputerisasi.
10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyalahgunaan Napza


2.1.1 Pengertian Napza
NAPZA adalah singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan
adiktif lainnya, meliputi zat alami atau sintetis yang bila
dikonsumsi menimbulkan perubahan fungsi fisik dan psikis, serta
menimbulkan ketergantungan (BNN, 2017).

NAPZA (narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lain) adalah


bahan/ zat/ obat yang bila masuk ke dalam tubuh manusia akan
mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat, sehingga
menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi
sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta
ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA. Penyalahgunaan
NAPZAadalah penggunaan salah satu atau beberapa jenis
NAPZAsecara berkala atau teratur diluar indikasi medis,
sehingga menimbulkan gangguan kesehatan fisik, psikis dan
gangguan fungsi sosial (Azmiyati, 2014).

NAPZA adalah zat yang mempengaruhi struktur atau fungsi


beberapa bagian tubuh orang yang mengkonsumsinya. Manfaat
maupun risiko penggunaan NAPZA bergantung pada seberapa
banyak, seberapa sering, cara menggunakannya, dan bersamaan
dengan obat atau NAPZA lain yang dikonsumsi (Kemenkes RI, 2010).
11

2.1.2 Jenis-Jenis NAPZA


Menurut Eko (2014) jenis-jenis NAPZA meliputi :
2.1.2.1 Heroin yaitu serbuk putih seperti tepung yang bersifat opioid atau
menekan nyeri dan juga depressan SSP.
2.1.2.2 Kokain yaitu diolah dari pohon Coca yang punya sifat
halusinogenik.
2.1.2.3 Putau yaitu golongan heroin
2.1.2.4 Ganja yaitu berisi zat kimia delta-9-tetra hidrokanbinol, berasal
dari daun Cannabis yang dikeringkan, konsumsi dengan cara
dihisap seperti rokok tetapi menggunakan hidung.
2.1.2.5 Shabu-shabu yaitu kristal yang berisi methamphetamine,
dikonsumsi dengan menggunakan alat khusus yang disebut Bong
kemudian dibakar.
2.1.2.6 Ekstasi yaitu methylendioxy methamphetamine dalam bentuk
tablet atau kapsul, mampu meningkatkan ketahanan seseorang
(disalahgunakan untuk aktivitas hiburan di malam hari).
2.1.2.7 Diazepam, Nipam, Megadon yaitu obat yang jika dikonsumsi
secara berlebih menimbulkan efek halusinogenik.
2.1.2.8 Alkohol yaitu minuman yang berisi produk fermentasi
menghasilkan atanol, dengan kadar diatas 40% mampu
menyebabkan depresi susunan saraf pusat, dalam kadar tinggi
bisa memicu Sirosis hepatic, hepatitis alkoholik maupun
gangguan system persyarafan.

Menurut Partodiharjo (2008) NAPZA terbagi menjadi tiga jenis


dan terbagi menjadi beberapa kelopok :
a. Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman baik sintesis maupun semisintetis.
Zat ini dapat mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri
dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika memiliki
12

daya adiksi (ketagihan) yang sangat berat. Narkotika juga


memiliki daya toleren (penyesuaian dan daya habitual
(kebiasaan) yang sangat tinggi. Ketiga sifat narkotika inilah
yang menyebabkan pemakai narkotika tidak dapat lepas
dari “cengkraman”nya.

Berdasarkan Undang-Undang No.35 Tahun 2009 jenis


narkotika dibagi ke dalam 3 kelompok, yaitu narkotika
golongan I, golongan II, dan golongan III.
1) Narkotika Golongan I
Narkotika yang berbahaya, zat adiktifnya sangat tinggi,
dan tidak untuk digunakan dengan kepentingan apapun
kecuali untuk ilmu pengetahuan dan penelitian.
Contohnya ganja, heroin, kokain, morfin, opium, dan
lain-lain.
2) Narkotika Golongan II
Narkotika yang memiliki daya adiktif kuat, memiliki
manfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya
adalah petidin dan turunannya, benzetidin, betametadol,
dan lain-lain.
3) Narkotika Golongan III
Narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi
bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya
adalah kodein.
b. Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat bukan narkotika, baik
alamiah maupun sintetis, bukan yang berkhasiat psikoaktif
melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku (UU No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika).
13

Psikotropika dibedakan dalam golongan-golongan sebagai


berikut :
1) Psikotropika Golongan I
Psikotropika dengan daya adiktif yang sangat kuat,
belum diketahui manfaat untuk pengobatan, dan
sedang diteliti khasiatnya. Contohnya adalah MDMA,
ekstasi, LSD, dan STP.
2) Psikotropika Golongan II
Psikotropika dengan daya adiktif kuat serta berguna
untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah
amfetamin, metamfetamin, dan metakualon.
3) Psikotropika Golongan III
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi sedang
mengakibatkansindroma ketergantungan (Contoh :
pentobarbital, flunitrazepam).
4) Psikotropika Golongan IV
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas
digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan sindrom ketergantungan (Contoh:
diazepam, bromazepam, fenobarbital, klonozepam,
klordiazepoxide, nitrazepam, seperti pil KB, pil Koplo,
Rohip, Dum, MG)
c. Bahan adiktif lainnya
Golongan adiktif lainnya adalah zat-zat selain
narkotika dan psikotropika yang dapat menimbulkan
ketergantungan. Contohnya: rokok, kelompok alkohol dan
minuman lain yang memabukkan dan menimbulkan
ketagihan dan thinner dan zat-zat lain, seperti lem kayu,
14

penghapus cair, aseton, cat, bensin, yang bila dihisap,


dihirup, dan dicium dapat memabukkan. Jadi alkohol, rokok,
serta zat-zat lain yang memabukkan dan menimbulkan
ketagihan juga tertolong NAPZA.

2.1.3 Rentang Respon


Rentang Respon ini berfluktuasi dari kondisi yang ringan sampai
dengan yang berat. Indikator dari rentang respon berdasarkan
perilaku yang ditampakkan oleh remaja dengan gangguan penggunaan
zat adiktif.
Respon Respon
adaptif Maladaptif

Ekperimental Rekreasional Situasional Penyalahgunaan Ketergantungan

Gambar 2.1 Rentang Respon Penyalahgunaan NAPZA


( Prabowo, E. 2014)
Keterangan :
a. Eksperimental ialah kondisi penggunaan pada taraf awal,
disebabkan rasa ingin tahu, ingin memiliki pengalaman yang
baru, atau sering dikatakan taraf coba-coba.
b. Rekreasional ialah menggunakan zat od saat berkumpul
berama-sama dengan teman sebaya, yang bertujuan untuk
rekreasi bersama teman sebaya.
c. Situasional ialah orang yang menggunakan zat mempunyai
tujuan tertentu secara individual, sudah merupakan kebutuhan
bagi dirinya sendiri, seringkali penggunaan zat ini merupakan
cara untuk melarikan diri atau mengatasi masalah yang
dihadapinya. Biasanya digunakan pada saat sedang konflik,
stress, frustasi.
15

d. Penyalahgunaan zat adiktif ialah penggunaan zat yang sudah


bersifat patologis, sudah mulai digunakan secara rutin, paling
tidak sudah berlangsung selama 1 bulan, dan terjadi
penyimpangan perilaku dan mengganggu fungsi dalam peran di
lingkungan sosial dan pendidikan.
e. Ketergantungan zat adiktif ialah penggunaan zat yang cukup
berat, telah terjadi ketergantungan fisik dan psikologis.
Ketergantungan fisik ditandai oleh adanya toleransi dan sindroma
putus zat. Yang dimaksud sindroma putus zat adalah suatu
kondisi dimana orang yang biasa menggunakan secara rutin,
pada dosis tertentu berhenti menggunakan atau menurunkan
jumlah zat yang biasa digunakan, sehingga menimbulkan
gejala pemutusan zat.

2.1.4 Proses Terjadinya Masalah


Menurut Farida dan Yudi (2010) proses terjadinya masalah adalah :
2.1.4.1 Faktor Predisposisi
a. Faktor biologis
1) Keluarga terutama orangtua yang menyalahgunakan napza.
2) Metabolik yaitu perubahan metabolisme alkohol yang
mengakibatkan respons fisiologis.
3) Infeksi pada otak yaitu gejala sisa dari ensefalitis,
meningitis.
4) Penyakit kronis : kanker, asma, dan lain-lain.
b. Faktor psikologis
1) Tipe kepribadian yaitu dependen, ansietas, depresi, psikopat.
2) Harga diri rendah akibat penganiayaan masa anak-anak.
3) Disfungsi keluarga yaitu keluarga tidak stabil, role model
negatif, orang tua pengguna.
4) Individu yang mempunyai prasaan tidak aman.
5) Cara pemecahan masalah yang menyimpang.
16

6) Individu dengan krisis identitas.


7) Permusuhan dengan orang tua.
c. Faktor sosial kultural
1) Sikap masyarakat yang ambivalen tentang penggunaan zat
2) Norma kebudayaan seperti menggunakan halusinogen
atau alkohol untuk upaca adat.
3) Lingkungan seperti diskotik, mall, lokalisasi, lingkungan
rumah kumuh dan padat
4) Kontrol masyarakat kurang terhadap pengguna napza
5) Kehidupan agama yang kurang
6) Perilaku tindak kriminal pada usia dini.

2.1.4.2 Faktor Prespitasi


a. Pernyataan untuk mandiri dan membutuhkan teman sebaya
sebagai pengakuan.
b. Reaksi sebagai prinsip kesenangan: menghindari rasa sakit,
relaks agar menikmati hubungan interpersonal
c. Kehilangan sesuatu yang berarti: rumah, sekolah, kelompok
teman sebaya
d. Dampak kompleksitas era globalisasi seperti film/iklan,
transportasi lancar.

2.1.5 Tanda dan Gejala


Menurut Eko (2014) tanda dan gejala dapat dilihat sebagai berikut :
2.1.5.1 Tingkah laku pasien pengguna zat sedatif hipnotik
a. Menurunnya sifat menahan diri
b. Jalan tidak stabil, koordinasi motorik kurang
c. Bicara cadel, bertele-tele
d. Sering datang ke dokter untuk minta resep
e. Kurang perhatian
17

f. Sanggat gembira, berdiam, (depresi), dan kadang bersikap


bermusuhan
g. Gangguan dalam daya pertimbangan
h. Dalam keadaan yang over dosis, kesadaran menurun, koma
dan dapat menimbulkan kematian
i. Meningkatkan rasa percaya diri
2.1.5.2 Tingkah laku pasien pengguna ganja
a. Kontrol diri menurunbahkan hilang
b. Menurunnya motivasi perubahan diri
c. Ephoria ringan
2.1.5.3 Tingkah laku pasien pengguna alcohol
a. Sikap bermusuhan
b. Kadang bersikap murung, berdiam
c. Kontrol diri menurun
d. Suara keras, bicara cadel, dan kacau
e. Agresi
f. Minum alkohol pagi hari atau tidak kenal waktu
g. Partisipasi di lingkungan sosial kurang
h. Daya pertimbangan menurun
i. Koordinasi motorik terganggu, akibat cenderung mendapat
kecelakaan.
j. Dalam keadaan over dosis, kesadaran menurun bahkan
sampai koma.
2.1.5.4 Tingkah laku pasien pengguna opioda
a. Terkantuk-kantuk
b. Bicara cadel
c. Koordinasi motorik terganggu
d. Acuh terhadap lingkungan, kurang perhatian
e. Perilaku manipulatif, untuk mendapatkan zat adiktif
f. Kontrol diri kurang.
18

2.1.5.5 Tingkah laku pasien pengguna kokain


a. Hiperaktif
b. Euphoria, agitasi, dan sampai agitasi
c. Iritabilitas
d. Halusinasi dan waham
e. Kewaspadaan yang berlebih
f. Sangat tegang
g. Gelisah
h. Insomnia
i. Tampak membesar-besarkan sesuatu
2.1.5.6 Tingkah laku pasien pengguna halusinogen
a. Tingkah laku tidak dapat diramalkan
b. Tingkah laku merusak diri sendiri
c. Halusinasi, ilusi
d. Distorsi (gangguan dalam penilaian, waktu dan jarak)
e. Sikap merasa diri benar
f. Kewaspadaan meningkat
g. Depersonalisasi
h. Pengalaman yang gaib/ajaib.

2.1.6 Dampak Penyalahgunaan NAPZA


Menurut Alatas (2010), penyalahgunaan NAPZA akan berdampak
sebagai berikut :
2.1.6.1 Terhadap kondisi fisik
a. Akibat zat itu sendiri
Termasuk di sini gangguan mental organik akibat zat, misalnya
intoksikasi yaitu suatu perubahan mental yang terjadi
karena dosis berlebih yang memang diharapkan oleh
pemakaiannya. Sebaliknya bila pemakaiannya terputus akan
terjadi kondisi putus zat.
19

1) Ganja : pemakaian lama menurunkan daya tahan


sehingga mudah terserang infeksi. Ganja juga
memperburuk aliran darah koroner.
2) Kokain: bisa terjadi aritmia jantung, ulkus atau perforasi
sekat hidung, jangka panjang terjadi anemia dan turunannya
berat badan.
3) Alkohol: menimbulkan banyak komplikasi misalnya
gangguan lambung, kanker usus, gangguan hati,
gangguan pada otot jantung dan saraf, gangguan
metabolisme, cacat janin dan gangguan seksual.
4) Akibat bahan campuran/pelarut: bahaya yang mungkin
timbul antara lain infeksi, emboli.
a) Akibat cara pakai atau alat yang tidak steril. Akan
terjadi infeksi, berjangkitnya AIDS atau hepatitis.
b) Akibat pertolongan yang keliru misalnya dalam
keadaan tidak sadar diberi minum.
c) Akibat tidak langsung misalnya terjadi stroke pada
pemakaian alkohol atau malnutrisi karena gangguan
absorbsi pada pemakaian alkohol.
d) Akibat cara hidup pasien: terjadi kurang gizi,
penyakit kulit, kerusakan gigi dan penyakit kelamin.
2.1.6.2 Terhadap kehidupan mental emosional
Intoksikasi alkohol atau sedatif-hipnotik menimbulkan
perubahan kehidupan mental emosional yang bermanifestasi
pada gangguan perilaku tidak wajar. Pemakaian ganja yang
berat dan lama menimbulkan sindromamotivasional. Putus obat
golongan amfetamin dapat menimbulkan depresi sampai bunuh diri.
2.1.6.3 Terhadap kehidupan social
Gangguan mental emosional pada penyalahgunaan obat akan
mengganggu fungsinya sebagai anggota masyarakat, bekerja
atau sekolah. Pada umumnyaprestasi akan menurun, lalu
20

dipecat/dikeluarkan yang berakibat makin kuatnya dorongan untuk


menyalahgunakan obat. Dalam posisi demikian hubungan
anggota keluarga dan kawan dekat pada umumnya terganggu.
Pemakaian yang lama akan menimbulkan toleransi, kebutuhan
akan zat bertambah. Akibat selanjutnya akan memungkinkan
terjadinya tindak kriminal, keretakan rumah tangga sampai
perceraian. Semua pelanggaran baik norma sosial maupun
hukumnya terjadi karena kebutuhan akan zat yang mendesak
dan pada keadaan intoksikasi yang bersangkutan bersifat
agresif dan impulsive.

2.2 Konsep Peran Orang Tua


2.2.1 Pengertian Peran Orang Tua
Orang tua adalah ayah dan ibu seorang anak baik melalui hubungan
biologis maupun sosial. Orang tua adalah orang yang dituakan yang
diberi tanggung jawab untuk merawat dan mendidik anaknya menjadi
manusia dewasa. Orang tua memiliki peranan yang sangat penting
dalam membesarkan anak (Sofyan, 2010).

Menurut Lestari (2012) peran orang tua merupakan cara yang


digunakan oleh orang tua berkaitan dengan pandangan mengenai tugas
yang harus dijalankan dalam mengasuh anak. Menurut Hadi (2016)
menyatakan bahwa orang tua memiliki kewajiban dan tanggung
jawab untuk mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi
anak.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa peran


orang tua yaitu cara yang digunakan oleh orang tua atau keluarga
dalam menjalankan tugas dalam mengasuh, mendidik, melindungi,
dan mempersiapkan anak dalam keidupan bermasyarakat. Peran
orang tua sangat penting dalam perkembangan anak baik dari
21

aspek kognitif, efektif dan psikomotor. Selain itu peran orang tua
juga sangat penting dalam keluarga.
2.2.2 Peran Orang Tua Dalam Keluarga
Peran keluarga menurut Jhonson (2010) sebagai berikut:
2.2.2.1 Ayah berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan
pemberi rasa aman, serta sebagai kepala keluarga.
2.2.2.2 Ibu berperan sebagai pengurus rumah tangga, pelindung, pengasuh,
dan pendidik anak-anaknya
2.2.2.3 Anak-anak melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan
tingkat perkembangannya.

Peran orang tua dalam keluarga yaitu sebagai pendidik, pelindung,


pengarah, penasehat dan penanggung jawab. Selain peran yang harus
dilakukan oleh orang untuk anak-anaknya (Hadi, 2016).

Menurut Hadi (2016) peran orang tua sebagai berikut :


a. Orang tua sebagai pendidik
Peran orang tua dalam hal ini tetap yang paling mendasar. Didalam
keluarga, anak diajarkan tentang sopan santun, tentang
bagaimana seharusnya bersikap terhadap orang lain dan tentang
mengembangkan kemampuannya. Orang tua mengambil peran
sebagai pendidik, mengajarkan tentang mana hal yang baik,
dan mana hal yang buruk. Orang tua sebagai pendidik disini
disebut sebagai guru ketika anak-anaknya dirumah. Karena guru
itu tidak cukup disekolahan saja. Jadi peran orang tua sebagai
pendidik itu yang menjadi guru yang kedua untuk anak-anak.
b. Orang tua sebagai pelindung
Orang tua adalah pelindung anak-anaknya, penjelasan yang
sangat mudah untuk dipahami. Dalam perannya yang ini, orang
tua ibarat tameng atau pelindung yang siap sedia kapanpun
untuk melindungi anak-anaknya dari berbagai hal yang tidak
22

baik. Jenis perlindungan yang bisa dan biasa diberikan orang tua
kepada anak-anaknya terdiri atas perlindungan terhadap
kesehatan anak-anaknya, perlindungan terhadap keamanan anak-
anaknya, dan perlindungan terhadap jaminan kesejahteraan bagi
anak-anaknya.
c. Orang Tua Sebagai Pengarah
Peran orang tua yang ini tidak berbeda dengan peran orang tua
terhadap anak sebagai pendidik. Dalam perannya kali ini, tugas
orang tua adalah mengarahkan anak-anaknya. Tentu saja
mengarahkan pada hal-hal baik yang akan berguna bagi
kehidupannya. Peran ini sangat dituntut berlebihketika anak
sudahmenginjak masa remaja. Mereka anak-anak remaja, dikenal
memiliki kelabilan emosi. Pada masa ini mereka menjalani tahap
memilih serta mencari hal yang dianggap benar. Tidak jarang
mereka menyerap, mengambil semua yang ditemuinya dijalan
dan tugas orangtua yang membantu mengarahkan bukan hanya
mengarahkan, tetapi orang tua dituntut untuk mengawasi agar
anak tidak melanggar peraturan-peraturan di rumah dan di luar
rumah.
d. Peran orang tua sebagai penasehat
Peran orang tua terhadap anak yang satuini boleh dikatakan
sebagai peran lanjutan dari peran pendidik dan tenaga
pengarah. Memberi nasihat adalahsesuatu yang sangat identik
dengan orang tua. Namun, dalammenjalankan perannya ini, tidak
sedikit orang tua yang menemui hambatan sehingga cukup
kesulitan. Pada dasarnya, tidak ada manusia yang suka
dinasehati, mereka akan merasa apabila mendapat
nasehatmembuat dirinya terlihat bodoh, terlihat tidak berguna dan
salah. Oleh karena itu, sebagai orang tua juga dituntut pintar ketika
akan memberikan nasihat, pastikan caranya berbeda dan tidak
berkesan menggurui.
23

e. Peran Orang Tua Sebagai Penanggung Jawab


Peran orang tua sebagai penanggung jawab anak adalah bentuk
perlindungan kepada anak-anaknya. Dalam kehidupan, tidak
semuanya berjalan dengan baik sesuai yang diharapkan, termasuk
berkenaan dengan anak-anak dalam perjalanannya menjadi
dewasa. Anak-anak bukan hal yang mustahil mengalami hal-hal
yang tidak baik. Misalnya, membuat masalah dilingkungan
sekolahnya dan sebagainya. Hal itu tentu menjadi tanggung jawab
orang tuanya, menyikapi hal ini, orang tua harus memiliki
kesabaran dan kekuatan yang ekstra. Jika hal-hal yang seperti ini
membuat marah dan kecewa tentu saja wajar tetapi orang tua
juga harus bisa menahan diri.

2.2.3 Orang Tua penyebab Remaja Menggunakan Napza


Menurut Hawari (2010) Ada banyak faktor yang bisa menyebabkan
seorang remaja menggunakan Napza salah satunya adalah kondisi
keluarga yang kurang kondusif (Disfungsi Keluarga) merupakan
faktor kontribusi bagi terjadinya penyalahgunaan Napza diantaranya:
a. Kematian orang tua (Broken Home by death)
b. Kedua orang tua bercerai atau pisah (broken by separation)
c. Hubungan kedua orang tua (ayah dan ibu) tidak harmonis (poor
marriage)
d. Hubungan antara orang tua dan anak tidak baik ( poor
parent-child relationship)
e. Suasana rumah tangga yang tegang (high tension)
f. Suasana rumah tanpa kehangatan (low warmth)
g. Orang tua sibuk dan jarang dirumah (absence)
h. Orang tua mempunyai kelainan kepribadian (personality disorder)
24

Kebanyakan sikap orang tua ketika dihadapkan pada seorang anak


yang mempunyai masalah, adalah mengatakan sesuatu berupa
memberi perintah, mengingatkan, sok moralis, menggurui, memberi
nasehat, mengkritik, mengejek, menganalisis, membesarkan hati,
memuji, mengusut atau mengalihkan perhatian. Reaksi atau
tanggapan seperti itu menjadi pembuntu komunikasi karena reaksi
tersebut sering menghalangi komunikasi lebih lanjut dengan anak.
Kalau sudah begitu, bisa jadi orang tua salah memperlakukan anak
(Supriyono, 2010).

Orang tua dituntut untuk mampu menjalin komunikasi yang baik


dengan anak, bukan hanya itu saja tetapi juga harus bisa
meluangkan waktu bersama anak, lalu memberikan perhatian lebih
kepada anak, memberikan pujian, mengajak anak berdiskusi dan
menyelesaikan masalah yang ada pada anak karena dengan
demikian seorang anak tidak hanya menganggap orang tua sebagai
seorang yang harus dihormati tetapi juga bisa menjadi seorang
sahabat, guru dan tumpuan hidupnya. (MuchliS, 2010).

2.3 Konsep Remaja


2.3.1 Pengertian Remaja
Remaja diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa
anak- anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis,
kognitif, dan sosial emosional (Santrock, 2010).

Menurut Ali & Asrori (dalam Monks dkk, 2012) bahwa remaja
sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas. Mereka sudah tidak
termasuk golongan anak-anak tetapi belum juga diterima secara
penuh untuk masuk pada golongan orang dewasa. Oleh karena itu
remaja sering kali di kenal dengan fase “mencari identitas diri” atau
fase “topan dan badai”. Karena remaja masih belum mampu
25

menguasai dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun


psikisnya.

Dari pendapat di atas menurut Monks dan Knoers (2012)


mengemukakan pendapatnya jika terdapat beberapa aspek
perkembangan dalam masa remaja, yang secara global berlangsung
antara umur 12-21 tahun, dengan pembagian 12-15 tahun masa remaja
awal, 16-18 tahun untuk masa remaja pertengahan dan 19-21 tahun
untuk masa remaja akhir. Lalu dengan adanya pola perkembangan dari
remaja sendiri dan juga Ditinjau dari bidang kesehatan, masalah yang
terutama dirasakan mendesak mengenai kesehatan remaja adalah
kehamilan yang terlalu awal.

Menurut Kartono (2007) awal masa remaja dimulai kisaran usia


14 tahun dan akan berakhir pada usia 17 tahun. Sedangkan masa
remaja akhir berakhir kisaran usia 19 tahun sampai dengan usia 21
tahun.
Selanjutnya menurut E.B Hurlock (2009) awal masa remaja
berlangsung dari umur 13 tahun sampai dengan 16 atau 17 tahun,
dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 tahun sampai 18
tahun, yaitu usia matang secara hukum.

Sehingga WHO (2010) menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai


batasan usia remaja. Kemudian WHO membagi kurun usia tersebut
dalam 2 bagian,yaitu remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20
tahun. Berbeda dengan pengertian menurut UNFPA yang mengatakan
bahwa rentang usia remaja adalah 15-24 tahun. Minat pada karir,
pacaran, dan eksplorasi identitas seringkali lebih nyata dalam masa
remaja akhir dibandingkan dalam masa remaja awal.
26

2.3.2 Cira-ciri remaja


Masa remaja merupakan masa transisi (masa peralihan) dari masa anak-
anak menuju masa dewasa, yaitu saat manusia tidak mau lagi di
perlakukan oleh lingkungan keluarga dan masyarakat sebagai anak-
anak, tetapi dilihat dari pertumbuhan fisik, perkembangan psikis
(kejiwaan) dan mentalnya belum menunjukkan tanda-tanda dewasa.
Pada masa ini (masa remaja) manusia banyak mengalami perubahan
yang sangat fundamental dalam kehidupannya baik perubahan fisik dan
psikis (kejiwaan dan mental) (Irianto,2014).

Terjadinya perubahan kejiwaan tersebut menimbulkan banyak


kebingungan dan keanehan-keanehan sebagai sesuatu yang baru dalam
kehidupan remaja, dengan demikian masa remaja adalah masa yang
penuh dengan gejolak emosi dan ketidakseimbangan yang tercakup
dalam strom dan stres. Karena itu, remaja mudah terkena pengaruh oleh
lingkungan. Remaja yang akan di ombang-ambingkan oleh munculnya:
a. Kekecewaan dan penderitaan.
b. Meningkatkan konflik, pertentangan, dan kritis penyesuaian diri.
c. Impian dan khayalan
d. Pacaran dan percintaan.
e. Terasingkan dari kehidupan dewasa dan norma kebudayaan
(Irianto,2014).

2.3.3 Faktor – Faktor yang mempengaruhi perkembangan remaja


Menurut Gunarsa (2010) menjelaskan bahwa secara umum terdapat
beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pada masa perkembangan
remaja, antara lain adalah :
2.2.3.1 Faktor Endogen
Dalam pandangan ini dinyatakan bahwa perubahan fisik dan
psikis dipengaruhi oleh faktor yang bersifat herediter yaitu yang
27

diturunkan oleh orang tuanya, misalnya postur tubuh, bakat,


minat, kecerdasan, kepribdian dan lain sebagainya.
2.2.3.2 Faktor Eksogen
Dalam pandangan ini menyatakan bahwa perubahan dan
perkembangan individu sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
yang berasal dari luar diri individu sendiri.Faktor ini diantaranya
berupa lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.

2.2.4 Tahap Perkembangan Remaja


Menurut Sarwono (2011) dalam proses penyesuaian diri menuju
kedewasaan ada tiga tahap perkembangan remaja, yaitu :
2.2.4.1 Remaja awal
Seorang remaja awal masih terheran-heran akan perubahan yang
terjadi pada dirinya sendiri dan dorongan-dorongan yang
menyertai perubahan itu. Kepekaan yang berlebihan ditambah
dengan berkurangnya kendali terhadap “ego” menyebabkan para
remaja awal ini sulit mengerti dan dimengeti orang dewasa.
2.2.4.2 Remaja madya
Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan teman-temannya.
Memiliki kecenderungan untuk mencintai diri sendiri dan
menyukai teman-teman yang memiliki sifat yang sama
dengan dirinya. Selain itu, mereka juga berada dalam kondisi
kebingungan karena mereka tidak tahu harus memilih yang
mana antara dua situasi yang saling bertentangan.
2.2.4.3 Remaja akhir
Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa
dan ditandai denganpencapaian lima hal, yaitu :
a. Minat yang semakin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.
b. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang lain
dan dalam pengalaman baru.
c. Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.
28

d. Egosentris diganti dengan keseimbangan antara kepentingan


diri sendiri dengan orang lain.
e. Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private
self) dan masyarakat umum (the public)
2.2.4.4 Remaja akhir
a. Perubahan peranan
Perubahan peranan dari masa anak ke masa remaja membawa
perubahan pada diri seseorang individu. Kalau pada masa
anak ia berperan sebagai seorang individu yang bertingkah
laku dan bereaksi yang cenderung selalu bergantung dan
dilindungi, maka pada masa remaja ia diharapkan untuk
mampu berdiri sendiri dan ia pun berkeinginan untuk
mandiri, tetapi juga perlu di pahami jika sebenarnya ia
masih membutuhkan perlindungan dan tempat bergantung
dari orang tuanya dalam hal tertentu
b. Daya Fantasi Berlebihan
Keterbatasan kemampuan yang ada pada diri remaja
menyebabkan ia tidak selalu mampu untuk memenuhi
berbagai macam dorongan kebutuhan dirinya. Hal ini
mendorong remaja untuk berpikir egosentris. Egosentrisme
remaja menggambarkan meningkatnya kesadaran diri remaja
yang terwujud pada keyakinan mereka bahwa orang lain
memiliki perhatian sangat besar terhadap diri dan keunikan
mereka ( Santrock,2010)
c. Ikatan Kelompok yang kuat (Konformitas)
Konformitas muncul ketika individu meniru sikap orang lain
dikarenkan adanya tekanan yang nyata maupun yang
dibayangkan oleh mereka (Santrock,2010). Konformitas
terhadap tekanan teman sebaya pada remaja dapat
berbentuk positif seperti misalnya berpakaian seperti
teman-temannya dan ikut bersama teman-temannya dalam
29

suatu aktivitas sosial atau bahkan berbentuk negative


seperti misalnya perilaku merokok pada remaja dengan
alasan agar mereka diterima dan diakui di dalam
kelompoknya (Santrock, 2010).
d. Krisis Identitas
Krisis identitas merujuk pada saat masa remaja ketika
individu terlibat secara aktif dalam pemilihan alternatif
pekerjaan atau kepercayaan.
30

2.3 Kerangka Konsep

Kecenderungan
Peran Orang Tua penyalahgunaan
Napza pada remaja

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

2.4 Hipotesis
Ada pun Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
H1 : Ada hubungan peran orang tua dengan kecenderungan
penyalahgunaan Napza pada remaja di Wilayah Puskesmas
Rawat Inap Cempaka Kota Banjarbaru Tahun 2020.

Anda mungkin juga menyukai