Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

TYPHOID

A. PENGERTIAN
Demam tifoid atau Typhoid Fever atau Typhus Abdominalis adalah penyakit yang
disebabkan oleh bakteri Salmonella typhii yang merupakan bakteri gram negatif berbentuk
batang yang masuk melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Tapan, 2004).
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi oleh bakteri Salmonella typhii dan bersifat
endemik yang termasuk dalam penyakit menular (Cahyono, 2010).
Demam tifoid adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhii (Elsevier,
2013).
Jadi, demam tifoid merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri gram
negatif (bakteri Salmonella typhii ) yang menurunkan sistem pertahanan tubuh dan masuk
melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Aspek paling penting dari infeksi ini
adalah kemungkinan terjadinya perfusi usus, karena organisme memasuki rongga perut
sehingga menyebabkan timbulnya peritonitis yang mengganas.

B. ETIOLOGI
1. Salmonella typhii
2. S. Paratyphii A, S. Paratyphii B, S. Paratyphii C.
3. S typhii atau S. paratyphii hanya ditemukan pada manusia.
4. Demam bersumber dari makanan-makanan atau air yang dikontaminasi oleh manusia
lainnya.
5. Di USA, kebanyakan kasus demam bersumber baik dari wisatawan mancanegara atau
makanan yang kebanyakan diimpor dari luar.
Salmonella typii, Salmonella paratyphii A, Salmonella Paratyphii B, Salmonella
Paratyphii C merupakan bakteri penyebab demam tifoid yang mampu menembus dinding
usus dan selanjutnya masuk ke dalam saluran peredaran darah dan menyusup ke dalam sel
makrofag manusia. Bakteri ini masuk melalui air dan makanan yang terkontaminasi dari
urin dan feses yang terinfeksi dengan masa inkubasi 3-25 hari.
Pemulihan mulai terjadi pada minggu ke-empat dalam perjalanan penyakit. Orang yang
pernah menderita demam tifoid akan memperoleh kekebalan darinya, sekaligus sebagai
karier bakteri. Jadi, orang yang pernah menderita tipus akan menjadi orang yang
menularkan tipus pada yang belum pernah menderita tipus.

C. MANIFESTASI KLINIK
Manisfestasi klinis dari demam tifoid adalah:
1. Gejala pada anak: Inkubasi antara 5- 40 hari dengan rata-rata 10-14 hari.
2. Demam meninggi sampai akhir minggu pertama
3. Demam turun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak tertangani akan menyebabkan
shock, stupor dan koma.
4. Ruam muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari.
5. Nyeri kepala
6. Nyeri perut
7. Kembung
8. Mual, muntah
9. Diare
10. Konstipasi
11. Pusing
12. Nyeri otot
13. Batuk
14. Epistaksis
15. Bradikardi
16. Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta tremor)
17. Hepatomegaly
18. Splenomegaly
19. Meteroismus
20. Gangguan mental berupa somnolen
21. Delirium atau spikosis
22. Dapat timbul dengan gejala yang tidak tipikal terutama pada bayimuda sebagai penyakit
demam akut disertai syok dan hipotermia. (Sudoyo Aru, 2009)
Masa inkubasi biasanya 7-14 hari, tetapi dapat berkisar antara 3-30 hari tergantung pada
besar inokulum yang tertelan:
1. Anak Usia Sekolah dan Remaja
Gejala awal demam, malaise, anokreksia, mialgia, nyeri kepala dan nyeri perut
berkembang selama 2-3 hari. Mual dan muntah dapat menjadi tanda komplikasi, terutama
jika terjadi pada minggu kedua atau ketiga. Pada beberapa anak terjadi kelesuan berat,
batuk, dan epistaksis. Demam yang terjadi bisa mencapai 40 derajat celsius dalam satu
minggu.
Pada minggu kedua, demam masih tinggi, anak merasa kelelahan, anoreksia, batuk, dan
gejala perut bertambah parah. Anak tampak sangat sakit, bingung, dan lesu disertai
mengigau dan pingsan (stupor). Tanda-tanda fisik berupa bradikardia relatif yang tidak
seimbang dengan tingginya demam. Anak mengalami hepatomegali, splenomegali dan
perut kembung dengan nyeri difus. Pada sekitar 50% penderita demam tifoid dengan
demam enterik, terjadi ruam makulaatau makulo popular (bintik merah) yang tampak
pada hari ke tujuh sampai ke sepuluh. Biasanya lesi mempunyai ciri tersendiri, eritmatosa
dengan diameter 1-5 mm. Lesi biasanya berkhir dalam waktu 2 atau 3 hari. Biakan lesi
60% menghasilkan organisme Salmonella.
2. Bayi dan balita
Pada balita dengan demam tifoid sering dijumpai diare, yang dapat menimbulkan
diagnosis gastroenteritis akut.
3. Neonatus
Demam tifoid dapat meyerang pada neonatus dalam usia tiga hari persalinan. Gejalanya
berupa muntah, diare, dan kembung. Suhu tubuh bervariasi dapat mencapai 40,5 derajat
celsius. Dapat terjadi kejang, hepatomegali, ikterus, anoreksia, dan kehilangan berat
badan.
4.KLASIFIKASI THYPOID

Menurut WHO (2003) ada tiga macam klasifikasi demam thypoid dengan perbedaan gejala klinis

1.Demam thypoid akut non komplikasi

Demam thypoid akut di karakteristikan dengan adanya demam berkepanjangan abnormalis,


fungus bowel (konsipasi pada pasien dewasa, diare pada anak-anak). Sakit kepala, makuse dan
anoreksia. Bentuk bronckutis biasa terjadi pada fase awal penyakit salama periode demam,
sampai 25% penyakit menunjukan adanya rosespot pada dada, abdomen dan punggung.

2.Demam thypoid dengan komplikasi

Pada demam thypiod akut, keadaan mungkin dapat berkembang menjadi komplikasi parah.
Bergantung pada kualitas pengobatan dan keadaan kliniknya, hingga 100% pasien dapat
mengalami komplikasi, mulai dengan menelan, perforasi usus dan peningkatan ketidaknyamanan
abdomen.

3.Keadaan karier

Keadaan karier thypoid terjadi pada 1-5% pasien, tergantung umur pasien, karier thypoid bersifat
kronis dalam hal sekresi salmonellatyphi difeser.
PATOFISIOLOGI
Bakteri Salmonella typhi bersama makanan/minuman masuk kedalam tubuh melalui
mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH < 2) banyak bakteri yang mati.
Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria, gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor
histamin H2, inhibitor pompa proton atau antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi
dosis infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus, bakteri
melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding usus,
tepatnya di ileum dan jejunum. Sel-sel M, sel epitel khusus yang melapisi Peyer’s patch,
merupakan tempat internalisasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus,
mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik
sampai ke jaringan RES di organ hati dan limpa. Salmonella typhi mengalami multiplikasi di
dalam sel fagosit mononuklear di dalam folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika, hati dan
limfe. (Soedarmo, dkk, 2012).
Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya ditentukan oleh jumlah
dan virulensi kuman serta respons imun pejamu maka Salmonella typhi akan keluar dari
habitatnya dan melalui duktus torasikus masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini
organisme dapat mencapai organ manapun, akan tetapi tempat yang disukai oeh Salmonella
typhi adalah hati, limpa, sumsum tulang belakang, kandung empedu dan Peyer’s patch dari ileum
terminal. Invasi kandung empedu dapat terjadi baik secara langsung dari darah atau penyebaran
retrograd dari empedu.

Komplikasi yang disebabkan oleh tifus biasanya hanya terjadi pada orang yang belum diobati
dengan antibiotik yang tepat atau yang terlambat berobat.

Dalam kasus seperti ini, sekitar satu dari 10 orang mengalami komplikasi. Biasanya, komplikasi
berkembang pada minggu infeksi.

Dua komplikasi yang paling umum pada demam tifoid yang tidak diobati adalah:

1. Pendarahan internal dalam sistem pencernaan.

2. Perforasi bagian sistem pencernaan atau usus, yang menyebarkan infeksi ke jaringan di
dekatnya.

>Pendarahan internal
Kebanyakan perdarahan yang terjadi pada tifus tidak mengancam jiwa, tetapi bisa membuat
Anda merasa sangat tidak enak.

Gejala pendarahan internal antara lain adalah:

- Merasa lelah sepanjang waktu

- Sesak napas

- Kulit pucat

- Detak jantung tak teratur

- Muntah darah

- Feses berwarna sangat gelap

Tansfusi darah mungkin diperlukan untuk mengganti darah yang hilang, dan operasi dapat
dilakukan untuk memperbaiki organ yang mengalami pendarahan.

>Perforasi

Perforasi berpotensi menimbulkan komplikasi yang sangat serius. Hal ini terjadi karena bakteri
yang hidup di dalam sistem pencernaan Anda dapat berpindah ke perut dan menginfeksi
lapisan perut (peritoneum). Kondisi ini dikenal dengan sebutan peritonitis.

Peritonitis adalah keadaan darurat medis, karena seharusnya jaringan peritoneum steril (bebas
kuman). Tidak seperti bagian lain dari tubuh, seperti kulit, peritoneum tidak memiliki
mekanisme pertahanan untuk melawan infeksi.

Pada peritonitis, infeksi dengan cepat dapat menyebar ke dalam darah (sepsis), sebelum
menyebar ke organ lain. Ini membawa risiko kegagalan organ-organ tubuh.

Jika tidak diobati dengan benar, peritonitis dapat menyebabkan kematian. Gejala yang paling
umum dari peritonitis adalah sakit perut tiba-tiba yang dengan cepat semakin memburuk.

Penderita peritonitis sebaiknya dirawat di rumah sakit. Pasien akan diberi suntikan
antibiotik.Pembedahan mungkin akan dilakukan untuk menutup lubang di dinding usus.

>Komplikasi demam thypoid

Perdarahan perforasi usus, peritonistis, koma, diare, dehidrasi, syok septic, miokarditis,
pneumonia osteomilitis dan anemia.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan fisis
Pemeriksaan fisis pada penderita demam tipoid dilakukan secara berulang dan regular.
Semua tanda-tanda vital merupakan petunjuk yang relevan. Perhatian khusus harus
diberikan pada pemeriksaan jasmani harian yang kadang-kadang harus dilakukan lebih
sering sampai kepastian diagnosis didapat dan respon yang diperkirakan terhadap
pengobatan penyakitnya sudah tercapai. Begitu juga dilakukan pemeriksaan secara teliti
pada kulit, kelenjar limfe, mata, dasar kuku, sistem kardiovaskuler, dada, abdomen, sistem
musculoskeletal dan sistem saraf.
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Hematologi
Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan usus.

b. Kimia darah
Pemeriksaan elektrolit, kadar glukosa, blood urea nitrogen dan kreatinin harus
dilakukan.
c. Imunorologi
Widal : pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya antibody di dalam
darah terhadap antigen kuman Salmonella typhi. Hasil positif dinytakan dengan adanya
aglutinasi. Hasil negative palsu dapat disebabkan oleh karena antara lain penderita
sudah mendapatkan terapi antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu
sakit, keadaan umum pasien buruk, dan adanya penyakit imunologik lain.
d. Urinalis
Protein: bervariasi dari negative sampai positif (akibat demam).
Leukosit dan eritrosit normal : bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit
e. Mikrobiologi
Sediaan apus dan kultur dari tenggorok, uretra, anus, serviks dan vagina harus dibuat
dalam situasi yang tepat. Pemeriksaan sputum diperlukan untuk pasien yang demam
disertai batuk-batuk. Pemeriksaan kultur darah dan kultur cairan abnormal serta urin
diperlukan untuk mengetahui komplikasi yang muncul.
f. Radiologi
Pembuatan foto toraks biasanya merupakan bagian dari pemeriksaan untuk setiap
penyakit demam yang signifikan.
g. Biologi molekuler
Dengan PCR (Polymerase Chain Reaction), dilakukan dengan perbanyakan DNA
kuman yang kemudian diidentifikasi dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji
ini dapat mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit (sensifitas tinggi) serta
kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula. Specimen yang digunakan dapat berupa darah,
urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan pada demam tifoid adalah sebagai berikut:
1. Perawatan
Pasien dengan demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi dan
pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau
kurang lebih 14 hari. Mobilisasi pasien harus dilakukan secara bertahap, sesuai dengan
pulihnya kekuatan pasien.
Pasien dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus di ubah – ubah pada
waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus.
Defekasi dan buang air kecil perlu di perhatikan karena kadang – kadang terjadi obstipasi
dan retensi air kemih.
2. Diet
Makanan yang dikonsumsi adalah makanan lunak dan tidak banyak serat.
3. Obat
a. Obat - obat antimikroba yang sering dipergunakan ialah:
1) Kloramfenikol
Menurut Damin Sumardjo, 2009. Kloramfenikol atau kloramisetin adalah
antibiotik yang mempunyai spektrum luas, berasal dai jamur Streptomyces
venezuelae. Dapat digunakan untuk melawan infeksi yang disebabkan oleh
beberapa bakteri gram posistif dan bakteri gram negatif. Kloramfenikol dapat
diberikan secara oral. Rektal atau dalam bentuk salep. Efek samping penggunaan
antibiotik kloramfenikol yang terlalu lama dan dengan dosis yang berlebihan
adalah anemia aplastik. Dosis pada anak : 25 - 50 mg/kg BB/hari per oral atau 75
mg/kg BB/hari secara intravena dalam empat dosis yang sama.
2) Thiamfenikol
Menurut Tan Hoan Tjay & Kirana Raharja, (2007, hal: 86). Thiamfenikol
(Urfamycin) adalah derivat p-metilsulfonil (-SO2CH3) dengan spektrum kerja dan
sifat yang mirip kloramfenikol, tetapi kegiatannya agak lebih ringan. Dosis pada
anak : 20 - 30 mg/kg BB/hari.
3) Ko – trimoksazol
Adalah suatu kombinasi dari trimetoprim-sulfametoksasol (10 mg TMP dan 50
mg SMX/kg/24 jam). Trimetoprim memiliki daya kerja antibakteriil yang
merupakan sulfonamida dengan menghambat enzim dihidrofolat reduktase. Efek
samping yang ditimbulkan adalah kerusakan parah pada sel – sel darah antara lain
agranulositosis dan anemia hemolitis, terutama pada penderita defisiensi
glukosa-6-fosfodehidrogenase. efek samping lainnya adalah reaksi alergi antara
lain urticaria, fotosensitasi dan sindrom Stevens Johnson, sejenis eritema
multiform dengan risiko kematian tinggi terutama pada anak – anak.
kotrimoksazol tidak boleh diberikan pada bayi di bawah usia 6 bulan. Dosis pada
anak yaitu trimetoprim-sulfametoksasol (10 mg TMP dan 50 mg SMX/kg/24
jam, secara oral dalam dua dosis). Pengobatan dengan dosis tepat harus
dilanjutkan minimal 5-7 hari untuk menghindarkan gagalnya terapi dan cepatnya
timbul resistensi, (Tan Hoan Tjay & Kirana Rahardja, 2007, hal:140).
4) Ampisilin dan Amoksilin
Ampisilin : Penbritin, Ultrapen, Binotal. Ampisilin efektif terhadap E.coli,
H.Inflienzae, Salmonella, dan beberapa suku Proteus. Efek samping,
dibandingkan dengan perivat penisilin lain, ampisilin lebih sering menimbulkan
gangguan lambung usus yang mungkin ada kaitannya dengan penyerapannya
yang kurang baik. Begitu pula reaksi alergi kulit (rash,ruam) dapat terjadi. Dosis
ampisilin pada anak (200mg/kg/24 jam, secara intravena dalam empat sampai
enam dosis). Dosis amoksilin pada anak (100 mg/kg/24 jam, secara oral dalam
tiga dosis).
b. Obat – obat simptomatik:
1) Antipiretika (tidak perlu diberikan secara rutin)
2) Kortikosteroid (dengan pengurangan dosis selama 5 hari)
3) Vitamin B komplek dan C sangat di perlukan untuk menjaga kesegaran dan
kekutan badan serta berperan dalam kestabilan pembuluh darah kapiler.
Secara fisik :
a. Mengawasi kondisi klien dengan : pengukuran suhu secara berkala setiap 4 – 6 jam.
Perhatikan apakah anak tidur gelisah, sering terkejut, atau mengigau. Perhatikan pula
apakah mata anak cenderung melirik keatas, atau apakah anak mengalami kejang – kejang.
Demam yang disertai kejang yang terlalu lama akan berbahaya bagi perkembangan otak,
karena oksigen tidak mampu mencapai otak. Terputusnya sulai oksigen ke otak akan
berakibat rusaknya sel otak. Dalam kedaan demikian, cacat seumur hidup dapat terjadi
berupa rusaknya intelektual tertentu.
b. Bukalah pakaian dan selimut yang berlebihan
c. Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan
d. Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai oksigen ke otak yang akan
berakibat rusaknya sel – sel otak.
e. Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak – banyaknya. Minuman yang diberikan
dapat berupa air putih, susu (anak diare menyesuaikan), air buah atau air teh. Tujuannya
agar cairan tubuh yang menguap akibat naiknya suhu tubuh memperoleh gantinya.
f. Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
g. Kompres dengan air hangat pada dahi, ketiak, lipat paha. Tujuannya untuk menurunkan
suhu tubuh di permukaan tubuh anak.
DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, J.B. Suharyo B. 2010. Vaksinasi, Cara Ampuh Cegah Penyakit Infeksi. Yogyakarta:
Kanisius

Damin, Sumardjo. 2009. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan
Program Strata I Fakultas Bioeksata. Jakarta: EGC

http://www.slideshare.net/septianraha/penatalaksanaan-medik. Diakses pada tanggal senin, 3


maret 2014, 16:05 WIB

Muslim. 2009. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC

Rubenstein, David. et all. 2007. Kedokteran Klinis. Jakarta: Erlangga

Soedarmo, Sumarmo S Poorwo., dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: IDAI

Sukandarrumidi. 2010. Bencana Alam dan Bencana Anthoropogene. Yogyakarta: Kanisius

Sidoyo Aru, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat. Jakarta: Internal
Publishing

Tapan, Erik. 2004. Flu, HFMD, Diare pada Pelancong, Malaria, Demam Berdarah, Tifus.
Jakarta: Pustaka Populer Obor

Team Elsevier. 2013. Ferri’s Clinical Advisor 2013: 5 Books in 1. Philadelphia: Elsevier, Inc

Tjay, Tan Hoan dan Raharja, Kirana. 2007. Obat-obat Penting: Kasiat, Penggunaan, dan Efek –
Efek Sampingnya. Ed 6. Jakarta: EGC

Weller, Barbara F. 2005. Kamus Saku Perawat. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai