Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan zaman mendorong berbagai negara untuk melakukan pembangunan
infrastruktur di berbagai sektor (Nursatyo 2012). Pembangunan infrastruktur dikembangkan
sebagai sarana pemenuhan kebutuhan masyarakat. Salah satu sektor yang berkembang adalah
konstruksi. Jasa konstruksi merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam
pembangunan Indonesia. Melalui sektor inilah secara fisik kemajuan pembangunan dapat dilihat
langsung, misalnya pembangunan gedung bertingkat maupun tidak bertingkat, gedung
apartemen/rusunnawa, mall yang tersebar di kota-kota, perumahan hunian serta jembatan, jalan,
pabrik, bendung dan bendungan irigasi, termasuk pembangunan pembangkit listrik dan transmisi
serta distribusinya dan banyak lagi bangunan konstruksi yang ada di sekitar kita(Rachenjantono
2008) . Kegiatan jasa konstruksi telah terbukti memberikan kontribusi penting dalam
perkembangan dan pertumbuhan ekonomi disemua negara di dunia, termasuk Indonesia, baik
yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta (Christina, Ludfi, and Thoyib 2012).
Pembangunan pembangunan industri konstruksi yang sedang dilaksanakan menuntut adanya
jaminan Keselamatan dan Kesehatan Tenaga Kerja yang sangat penting artinya untuk
melindungi tenaga kerja dari resiko kecelakaan.(Mintje 2013)
Kegiatan konstruksi merupakan unsur penting dalam pembangunan (Indrayani n.d.),
namun dalam kegiatan konstruksi kecelakaan konstruksi relatif tinggi dibandingkan dengan
kegiatan lainnya. Kegiatan konstruksi menimbulkan berbagai dampak yang tidak diinginkan
yang menyangkut aspek keselamatan kerja dan lingkungan. Kegiatan proyek konstruksi
memiliki karakteristik antara lain: Memiliki masa kerja terbatas dengan jumlah tenaga kerja
yang besar, banyak terdapat tenaga kerja kasar (labour) yang berpendidikan relatif rendah,
intensitas kerja yang tinggi, bersifat multidisiplin dan multi crafts, menggunakan peralatan kerja
beragam, jenis, teknologi, kapasitas dan kondisinya, serta memerlukan mobilisasi yang tinggi
(peralatan, material dan tenaga kerja).
Pekerja konstruksi terlibat dalam banyak kegiatan yang dapat menghadapkan mereka
dengan bahaya yang serius. Bahaya akan jatuh, terbentur, tertimpa, transport dan hal hal lain
yang membahayakan. Pekerja konstruksi menghadapi bahaya kerja 2 - 4 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan pekerja-pekerja lain pada umumnya. Keselamatan dan kesehatan kerja
harus dikelola dengan benar. Aspek K3 tidak akan bisa berjalan seperti apa adanya tanpa adanya
intervensi dari manajemen berupa upaya terencana untuk mengelolanya. Menurut Kepmenaker
05 tahun 1996, Sistem Manajemen K3 adalah bagian dari sistem secara keseluruhan yang
meliputi struktur organisasi, perencanaan/desain, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur,
proses, dan sumber daya yang dibutuhkan, bagi pengembangan, penerapan, pencapaian,
pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam pengendalian
resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien
dan produktif.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada makalah sebagai berikut:
1. Apa saja unsur yang terkait dalam proyek konstruksi?
2. Bagaiman tahapan pengelolaan K3 Proyek?
3. Bagaimana cara pencegahan kecelakan dalam proyek?
4. Bagaimana strategi penerapan K3 di proyek konstruksi?
5. Apa saja yang menjadi elemen K3 Proyek?

1.3 Tujuan
Tujuan pada makalah sebagai berikut:
1. Mengetahui apa saja unsur yang terkait dalam proyek konstruksi?
2. Mengetahui bagaimana tahapan pengelolaan K3 Proyek?
3. Mengetahui bagaimana cara pencegahan kecelakan dalam proyek?
4. Mengetahui bagaimana strategi penerapan K3 di proyek konstruksi?
5. Mengetahui apa saja yang menjadi elemen K3 Proyek?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Dasar Hukum K3 Di Indonesia
Dasar hukum pelaksanaan K3 di Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Undang-undang No. 1 Tahun 1951 tentang Kerja
2. Undang-undang No. 2 Tahun 1952 tentang Kecelakaan Kerja
3. Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
4. Permenaker No. 4 Tahun 1995 Tentang Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan
Kerja
5. Instruksi Menaker RI No. 5 Tahun 1996 Tentang Pengawasan dan Pembinaan K3 pada
Kegiatan Konstruksi Bangunan
6. Permenaker No. 5 Tahun 1996 tentang SMK3 (Sistem Manajemen K3)
2.2 Unsur Terkait dalam Proyek Konstruksi
Penyelenggaraan proyek pembangunan secara menyeluruh dimulai dari perencanaan,
perencanaan, perancangan, pelaksanaan pembangunan fisik sampai dengan pemanfaatannya,
merupakan proses atau tahapan yang harus dikerjakan secara sistematik. Dalam kegiatan proyek
konstruksi terdapat beberapa pihak yang terkait dengan uraian sebagai berikut
1. Pemilik proyek
Pemilik proyek atau pemberi tugas adalah orang atau badan yang memiliki proyek dan
memberikan pekerjaan kepada pihak penyedia jasa dan yang membayar biaya pekerjaan
tersebut.
2. Kontraktor
kontraktor dapat disamakan dengan orang atau suatu badan hukum atau badan usaha yang di
kontrak atau di sewa untuk menjalankan proyek pekerjaan berdasarkan isi kontrak yang
dimenangkannya dari pihak pemilik proyek.
3. Sub kontraktor
Orang atau badan yang menerima perkejaan dari kontraktror utama dan menyelenggarakan
pelaksanaan perkerjaan sesuai bidang yang dimiliki atau penerima pekerjaan khusus dari
suatu konstruksi. Dengan biaya yang telah ditetapkan berdasarkan gambar rencana dan
peraturan serta syarat-syarat yang ditetapkan.
4. Pekerja proyek
5. Pekerja subkon
6. Pemasok
Menyediakan layanan jasa pengadaan bahan, misalnya beton siap pakai (readymix), baja, dll.
Pengadaan peralatan, misalnya peralatan konstruksi seperti drump truck, crane, dll.
Pengaadan peralatan bangunan seperti AC, lift, dll.
7. Masyarakat
8. Instansi teknis
2.3 Tahapan pengelolaan K3 Proyek
Tahapan K3 Proyek konstruksi meliputi:
1. Tahapan I: Conceptual Engineering
Aspek Keselamatan harus telah dimulai sejak proyek dirancang dengan mempertimbangkan
Keselamatan dalam pembangunan atau pengoperasiannya.
2. Tahapan II: Basic Engineering
Dilakukan Analisa Keselamatan terhadap rancangan Proyek dengan mengidentifikasi
potensi Bahaya serta standar dan perundangan yang terkait dengan rancangan
3. Tahapan III: Detailed Engineering
Dilakukan Analisa Keselamatan lebih rinci setelah rancangan detail konstruksi selesai dan
ada rincian peralatan dan sistim yang akan digunakan terhadap rancangan Proyek
4. Tahapan IV: Equipment procurement
Penerapan K3 dalam kegiatan fisik konstruksi dengan menerapkan manajemen K3 proyek:
- SMK3
- Safety Audit
- Safety Review
5. Tahapan V: Commissioning & Start-Up
Sebelum fasilitas dijalankan dan konstruksi dinyatakan selesai diadakan kajian ulang untuk
meyakinkan standar keselamatan yang ada untuk fasilitas tersebut sudah memenuhi:
- PreStart-up Safety Review
- Safety Inspection
6. Tahap VI: Operation & Maintenance
Penerapan K3 dalam operasi (Operational Safety) sesuai ketentuan yang berlaku untuk
kegiatan yang bersangkutan
7. Tahap VII: Demolition
2.4 Pencegahan Kecelakaan Proyek
K3 dalam proyek konstruksi meliputi safety engineering > construction safety> personl
safety.
2.4.1 Penyebab Kecelakaan Konstruksi
1. Faktor manusia
Faktor manusia menjadi faktor yang sangat dominan dilingkungan konstruksi. Penyebab
terjadinya kecelakaan ini merupakan Pekerja Heterogen, Tingkat skill dan edukasi berbeda,
Pengetahuan tentang keselamatan rendah Pencegahan faktor ini dapat dilakukan dengan
Pemilihan Tenaga Kerja, Pelatihan sebelum mulai kerja, serta Pembinaan dan pengawasan
selama kegiatan berlangsung
2. Faktor Teknis
Berkaitan dengan kegiatan kerja Proyek seperti penggunaan peralatan dan alat berat,
penggalian, pembangunan, pengangkutan dsb. Disebabkan kondisi teknis dan metoda kerja
yang tidak memenuhi standar keselamatan (substandards condition).
Pencegahan Faktor Teknis :
 Perencanaan Kerja yang baik.
 Pemeliharaan dan perawatan peralatan.
 Pengawasan dan pengujian peralatan kerja.
 Penggunaan metoda dan teknik konstruksi yang aman.
 Penerapan Sistem Manajemen Mutu.

2.5 Strategi Penerapan K3 Proyek Konstruksi


1. Identification
Setiap proyek memiliki karakteristik berbeda, misalnya proyek bangunan bertingkat,
pembangunan bendungan, pabrik dsb. Lakukan identifikasi potensi bahaya dalam kegiatan
konstruksi yang akan dilaksanakan. Buat mapping potensi bahaya menurut area atau
bidang kegiatan masing-masing
2. Evaluation
Adakan evaluasi tentang potensi bahaya untuk menentukan skala prioritas berdasarkan
Hazards Rating. Susun Risk Rating dari semua kegiatan konstruksi yang akan dilakukan
3. Develop the Plan
Berdasarkan hasil Identifikasi dan Evaluasi susun rencana pengendalian dan pencegahan
kecelakaan Terapkan konsep Manajemen Keselamatan Kerja yang baku Susun Program
Implementasi dan program-program K3LL yang akan dilakukan (buat dalam bentuk
elemen kegiatan)
4. Implementation
Rencana kerja yang telah disusun implementasikan dengan baik. Sediakan sumberdaya
yang diperlukan untuk menjalankan program K3LL. Susun Kebijakan K3LL terpadu
5. Monitoring
Buat program untuk memonitor pelaksanaan K3 dalam perusahaan. Susun sistim audit dan
inspeksi yang baik sesuai dengan kondisi perusahaan.
2.6 Elemen K3 Proyek
1. Kebijakan K3
Pihak manajemen harus membuat kebijakan K3 yang akan menjadi landasan keberhasilan
K3 dalam kegiatan proyek konstruksi. Isi kebijakan merupakan komitmen dan dukungan
dari manajemen puncak terhadap pelaksanaan K3. Kebijakan K3 tersebut harus
direalisasikan kepada seluruh karyawan dan digunakan sebagai kesadaran kebijakan proyek
yang lain.
2. Administrasi dan Proseder
Menetapkan sistem organisasi pengelolaan K3 dalam proyek serta menetapkan personil
dan petugas yang menangani K3 dalam proyek. Menetapkan prosedur dan system kerja K3
selama proyek berlangsung termasuk tugas dan wewenang semua yang terkait. Kontraktor harus
memiliki:
- Organisasi yang mempunyai K3 yang besarnya sesuai dengan kebutuhan dan lingkup
kegiatan.
- Akses kepada penanggung jawab proyek.
- Personal yang cukup yang bertanggung jawab mengelola kegiatan K3 dalam perusahaan yang
jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan.
- Personil atau pekerja yang cakap dan kompeten dalam menangapi setiap jenis pekerjaan serta
mengetahui sistem cara kerja aman untuk masing-masing kegiatan.
- Kelengkapan dokumen kerja dalam perizinan yang berlaku
- Manual K3 sebagai kebijakan K3 dalam perusahaan/proyek
- Prosedur kerja akan sesuai dengan jenis pekerjaan dalam kontrak yang dikerjakan
3. Identifikasi bahaya
Sebelum memulai suatu pekerjaan, harus dilakukan identifikasi bahaya, guna mengetahui
potensi bahaya dalam setiap pekerjaan. Identifikasi bahaya dilakukan bersamaan dengan
pengadaan pekerjaan dan safety departement atau P2K3. Identifikasi bahaya menggunakan
teknik yang sudah baru seperti check list, what if, hazard dan sebagainya. Semua hasil
identifikasi bahaya harus didokumentasikan dengan baik dan dijadikan pedoman dalam
melakukan setiap kegiatan. Identifikasi bahaya harus dilakukan pada setiap kegiatan pekerjaan
konstruksi yang meliputi:
- Tahap perencanaan (Design Phase)
- Pengadaan/ Pelelangan (Procurement)
- Konstruksi
- Pengujian dalam rangka serah terima (Commisioning dan start up)
- Penyerahan kepada pemilik
- Masa pemeliharaan/perawatan bangunan
4. Project Safety Review
Sesuai dengan perkembangan proyek, dilakukan kajian K3 yang mencakup kehandalan K3
dalam rancangan da pelaksanaan pembangunannya. Kajian K3 dilaksanakan untuk meyakinkan
bahwa proyek dibangun dengan standar keselamatan yang baik sesuai dengan persyaratan. Bila
diperlukan kontraktor harus melakukan project safety review untuk setiap tahapan kegiatan kerja,
terutama bagi kontraktor EPC (Engineering, Procurement, Contruction). Projet safety
review bertujuan untuk mengevaluasi potensi bahaya dalam setiap tahapan project secara
sistematis.
5. Pembinaan dan Pelatihan
Pembinaan dan pelatihan K3 untuk semua karyawan dari level terendah sampai level
tertinggi dan dilakukan suatu proyek dimulai dan dilakukan secara berkala. Materi pembinaan
dan pelatihan antara lain:
- Kebijakan K3 Proyek
- Cara bekerja dengan aman
- Cara penyelamatan dan penanggulangan dalam keadaan darurat.
6. Safety Committee (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
P2K3 merupakan salah satu penyangga keberhasilan K3 dalam proyek konstruksi serta
merupakan saluran untuk membina keterlibatan dan kepedulian semua terhadap K3. Kontraktor
harus membentuk P2K3 yang beranggotakan wakil dari masing-masing fungsi yang ada dalam
kegiatan kerja P2K3 membahas permasalahan K3 dalam kegiatan proyek konstruksi serta
memberikan masukan dan pertimbangan kepada manajemen untuk meningkatkan K3.
7. Promosi K3
Selama kegiatan proyek berlangsung diselenggarakan program-program promosi K3 yang
bertujuan untuk mengingatkan dan meningkatkan awareness para karyawan proyek. Kegiatan
promosi berupa poster, spanduk, bulletin, lomba K3 dan sebagainya yang sebanyak mungkin
melibatkan tenaga kerja.
8. Safe Working Practices
Harus disusun pedoman K3 untuk setiap pekerjaan berbahaya di lingkungan proyek,
misalnya:
- Pekerjaan pengelasan
- Pemasangan perancah/scaffolding
- Bekerja di ketinggian
- Penggunaan bahan kimia berbahaya
- Bekerja di ruang terbatas (confined spaces)
- Bekerja di peralatan mekanik
- Dan sebagainya
9. Sistem Ijin Kerja
Untuk mencegah kecelakaan dan berbagai kegiatan berbahaya, perlu dikembangkan izin
kerja. Semua pekerjaan berbahaya hanya boleh dimulai jika telah memiliki izin kerja yang
dikeluarkan oleh fungsi berwenang (pengawas proyek atau ahli K3). Izin kerja memuat cara
melakukan pekerjaan, safety precaution, dan peralatan keselamatan yang diperlukan.
10. Safety Inspection
Safety inspection merupakan program penting dalam phase konstruksi untuk meyakinkan
bahwa tidak ada “unsafe act” maupun “unsafe condition” di lingkungan kegiatan proyek.
Inspeksi harus dilakukan secara berkala dan dapat dilakukan oleh petugas K3 atau dibentuk joint
inspection semua unsur dan sub kontraktor.
11. Equipment Inspection
Semua peralatan (mekanis, proyek tools, alat berat, dsb) harus diperiksa oleh ahlinya
sebelum diizinkan digunakan dalam proyek. Semua peralatan yang sudah diperlukan diberi
sertifikat penggunaan dilengkapi dengan label. Pemeriksaan harus dilakukan secara berkala.
12. Contractor Safety
Kontraktor merupakan unsur penting dalam perusahaan sebagai mitra yang membantu
kegiatan operasi perusahaan. Untuk mencegah terjadinya kecelakaan yang meminta kontraktor
maupun sub kontraktor harus memenuhi standar keselamatan yang telah ditetapkan dan setiap
sub kontraktor harus memiliki petugas K3. Pelatihan K3 harus diberikan secara berkala kepada
karyawan sub kontraktor.
- Standar PSM (Process Safety Management)
Kegiatan Kontraktor harus dikelola dengan baik untuk menjamin keselamatan dalam setiap
kegiatan kerja kontraktor yang dapat membahayakan operasi perusahaan. Perusahaan harus
menerapkan Contractor Safety Management System (CSMS).
- CSMS
CSMS adalah suatu sistem manajemen untuk mengelola kontraktor yang bekerja di
lingkungan perusahaan. CSMS merupakan sistem komprehensif dalam pengelolaan
kontraktor sejak tahap perencanaan sampai pelaksanaan pekerjaan.
Tujuan CSMS:
a. Untuk meyakinkan bahwa kontraktor yang bekerja dilingkungan perusahaan telah
memenuhi standar dan kriteria K3 yang ditetapkan perusahaan.
b. Sebagai alat untuk menjaga dan meningkatkan kinerja Keselamatan di lingkungan
kontraktor
c. Untuk mencegah dan menghindarkan kerugian yang timbul akibat aktivitas kerja
kontraktor
13. Keselamatan Transportasi
Kegiatan proyek melibatkan aktivitas transportasi yang tinggi, sehingga diperlukan
pembinaan dan pengawasan transportasi baik diluar maupun di dalam lokasi proyek. Semua
kendaraan angkutan proyek harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
14. Pengelolaan Lingkungan
Pengelolaan lingkugan menjadi hal yang perlu diperhatikan. Selama proyek berlangsung
dampak negatif yang ditimbulkan harus ditekan seminimal mungkin guna untuk menhindari
kerusakan terhadap lingkungan. Perlu adanya pengelolaan lingkungan yang mengacu pada
dokumen AMDAL/UKL dan UPL.
Menurut UU RI No.32 tahun 2009, Analisis mengenai dampak lingkungan hidup, yang
selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau
kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Amdal juga menjadi salah satu
persyaratan utama dalam memperoleh izin lingkungan yang mutlak dimiliki sebelum diperoleh
izin usaha.
Menurut PP No. 27 tahun 2012, Setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki
Amdal atau UKL-UPL wajib memiliki Izin Lingkungan. Izin Lingkungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diperoleh melalui tahapan kegiatan yang meliputi:
a. penyusunan Amdal dan UKL-UPL;
b. penilaian Amdal dan pemeriksaan UKL-UPL; dan
c. permohonan dan penerbitan Izin Lingkungan.
Penyusunan Amdal dituangkan ke dalam dokumen yang terdiri atas:
- Dokumen Kerangka Acuan;
- Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (Andal); dan
- Dokumen RKL-RPL.

Anda mungkin juga menyukai