Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Pembuluh darah koroner merupakan saluran pembuluh darah yang membawa

darah mengandung O2 dan makanan yang dibutuhkan oleh miokard agar dapat

berfungsi dengan baik. Penyakit Jantung Koroner adalah penyakit jantung yang

disebabkan arterioskelerosis atau pengerasan pembuluh darah nadi, yang dikenal

sebagai atherosclerosis. Pada keadaan ini pembuluh darah nadi menyempit karena

terjadi endapan – endapan lemak pada dindingnya.

Penyakit kardovaskuler ini merupakan nilai kematian terbesar di Indonesia.

Sehingga diperlukan strategi penatalaksanaan dalam menegakkan diagnose Sindroma

Koroner Akut (SKA) secara optimal. Secara klinis infark akut tanpa elevasi ST

( NSTEMI ) sangat mirip dengan angina tidak stabil. Dalam kaitannya dengan

jantung, sindroma ini disebut Angina Pectoris, yang disebabkan oleh karena

ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokard dengan penyediaanya. Yang

membedakan adalah adanya enzyme petanda jantung yang positif dan terdiri dari

infark miokard akut dengan atau tanpa elevasi segmen ST serta angina pectoris yang

tak stabil.

B.     Rumusan Masalah


1.      Apakah NSTEMI?

2.      Penyebab NSTEMI?

3.      Patofisiologi NSTEMI?

4.      Manifestasi Klinis NSTEMI?

5.      Asuhan Keperawatan pasien NSTEMI?

C.    Tujuan Pembahasan

1.      Untuk mengetahui pengertian NSTEMI

2.      Untuk mengetahui penyebab NSTEMI

3.      Untuk mengetahui Patofisiologi NSTEMI

4.      Untuk mengetahui manifestasi klinis NSTEMI

5.      Untuk mengetahui asuhan keperawatan NSTEMI

                                                           
BAB II

Menejemen Oksigenasi pada Pasien

Non ST Elevasi Miokardial Infark (NONSTEMI)

A.    Pengertian

Infark miokard gelombang non-Q atau infark miokard tanpa elevasi segmen

ST (Non-ST elevation myocardial infarction/ NSTEMI), dan infark miokard

gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation

myocardial infarction / STEMI).

Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang

disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur plak

ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Pada Non

STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh

lumen arteri koroner (Kalim, 2001).

B.     Etiologi

NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan peningkatan

kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi

karena thrombosis akut atau proses vasokonstrikai koroner, sehingga terjadi eskemia

miokard dan dapat menyebabkan nekrosis jaringan miokard dengan derajat lebih
kecil, biasanya terbatas pada subendokardium. Keadaan ini tidak dapat menyebabkan

elevasi segmen ST, namun menyebabkan pelepasan penandanekrosis.

Penyebab paling umum adalah penurunan perfusi miokard yang dihasilkan

dari penyempitan arteri koroner disebabkan oleh thrombus nonocclusive yang telah

dikembangkan pada plak aterosklerotik terganggu. Penyempitan abnormal dari arteri

koroner mungkin juga bertanggung jawab.

a.       Faktor resiko

1.      Yang tidak dapat diubah

  Umur

  Jenis kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat setelah  

menopause

  r i w a y a t p e n y a k i t p e n y a k i t j a n t u n g k o r o n e r p a d a a n g g o t a k e l u a r g a

diusia muda (anggota keluarga laki-laki muda dari usia 55 tahun

a t a u anggota keluarga perempuan yang lebih muda dari usia 65)

  hereditas

  Ras: lebih tinggi insiden pada kulit hitam.

2.      Yang dapat diubah

1.      Mayor: hiperlipidemia, hipertensi, Merokok, Diabete, Obesitas, Diet tinggi lemak

jenuh, kalori

2.      Minor: Inaktifitas fisik, emosional, agresif, ambisius, kompetitif, stress psikologis

berlebihan.
3.      Faktor penyebab

NO Penyebab APST/Nstemi

(1) Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada

(2) Obstruksi dinamik (spasme koroner atau vasokonstriksi)

(3) Obstruksi mekanik yang progresif

(4) Inflamasi dan atau infeksi

(5) Faktor atau keadaan pencetus

a.       Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada

Penyebab paling sering SKA adalah penurunan perfusi miokard oleh karena

penyempitan arteri koroner sebagai akibat dari trombus yang ada pada plak

aterosklerosis yang robek/pecah dan biasanya tidak sampai menyumbat. Mikroemboli

(emboli kecil) dari agregasi trombosit beserta komponennya dari plak yang ruptur,

yang mengakibatkan infark kecil di distal, merupakan penyebab keluarnya petanda

kerusakan miokard pada banyak pasien.

b.      Obstruksi dinamik

Penyebab yang agak jarang adalah obstruksi dinamik, yang mungkin

diakibatkan oleh spasme fokal yang terus menerus pada segmen arteri koroner

epikardium (angina prinzmetal). Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot


polos pembuluh darah dan/atau akibat disfungsi endotel. Obstruksi dinamik koroner

dapat juga diakibatkan oleh konstriksi abnormal pada pembuluh darah yang lebih

kecil.

c.       Obstruksi mekanik yang progresif

Penyebab ke tiga SKA adalah penyempitan yang hebat namun bukan karena

spasme atau trombus. Hal ini terjadi pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis

progresif atau dengan stenosis ulang setelah intervensi koroner perkutan (PCI).

d.       Inflamasi dan/atau infeksi

Penyebab ke empat adalah inflamasi, disebabkan oleh/yang berhubungan

dengan infeksi, yang mungkin menyebabkan penyempitan arteri, destabilisasi plak,

ruptur dan trombogenesis. Makrofag dan limfosit-T di dinding plak meningkatkan

ekspresi enzim seperti metaloproteinase, yang dapat mengakibatkan penipisan dan

ruptur plak, sehingga selanjutnya dapat mengakibatkan SKA.

e.       Faktor atau keadaan pencetus

Penyebab ke lima adalah SKA yang merupakan akibat sekunder dari kondisi

pencetus diluar arteri koroner. Pada pasien ini ada penyebab berupa penyempitan

arteri koroner yang mengakibatkan terbatasnya perfusi miokard, dan mereka biasanya

menderita angina stabil yang kronik. SKA jenis ini antara lain karena:

1.      Peningkatan kebutuhan oksigen miokard, seperti demam, takikardi dan tirotoksikosis

2.      Berkurangnya aliran darah koroner

3.      Berkurangnya pasokan oksigen miokard, seperti pada anemia dan hipoksemia.
Kelima penyebab SKA di atas tidak sepenuhnya berdiri sendiri dan banyak

terjadi tumpang tindih. Dengan kata lain tiap penderita mempunyai lebih dari satu

penyebab dan saling terkait.

C.    Patofisiologi

Non ST elevation myocardial Infarction (NSTEMI) dapat disebabkan oleh

penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang

diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena trombosis akut atau

prosesvasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada arteri koroner diawali dengan

adanya ruptur plak yang tidak stabil.

Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti lipid yang besar, densitas

otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi faktor jaringan yang

tinggi. Inti lemak yang cenderung ruptur mempunyai konsentrasi ester kolesterol

dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat

dijumpai sel makrofag dan limfosit T yang menunjukkan adanya proses inflamasi.

Sel-sel ini akan mengeluarkan sitokin proinflamasi seperti TNF α , dan IL-6.

Selanjutnya IL-6 merangsang pengeluaran hsCRP di hati.

D.    Manifestasi Klinis NSTEMI

1.      Nyeri Dada

Nyeri yang lama yaitu minimal 30 menit, sedangkan pada angina kurang dari

itu. Disamping itu pada angina biasanya nyeri akan hilang dengan istirahat akan tetapi

pada infark tidak. Nyeri dan rasa tertekan pada dada itu bisa disertai dengan

keluarnya keringat dingin atau perasaan takut. Biasanya nyeri dada menjalar ke
lengan kiri, bahu, leher sampai ke epigastrium, akan tetapi pada orang tertentu nyeri

yang terasa hanya sedikit. Hal tersebut biasanya terjadi pada manula, atau penderita

DM berkaitan dengan neuropathy.

2.      Sesak Nafas

Sesak nafas bisa disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan akhir

diastolik ventrikel kiri, disamping itu perasaan cemas bisa menimbulkan

hipervenntilasi. Pada infark yang tanpa gejala nyeri, sesak nafas merupakan tanda

adanya disfungsi ventrikel kiri yang bermakna.

3.      Gejala Gastrointestinal

Peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan muntah, dan biasanya

lebih sering pada infark inferior, dan stimulasi diafragma pada infak inferior juga bisa

menyebabkan cegukan.

4.      Gejala Lain

Termasuk palpitasi, rasa pusing, atau sinkop dari aritmia ventrikel, gelisah.

E.     Pemeriksaan Penunjang    

a.       Biomarker Jantung

1. Troponin T dan Troponin I

Petanda biokimia troponin T dan troponin I mempunyai peranan yang sangat

penting pada diagnostik, stratifikasi dan pengobatan penderita Sindroma Koroner

Akut (SKA). Troponin T mempunyai sensitifitas 97% dan spesitifitas 99% dalam

mendeteksi kerusakan sel miokard bahkan yang minimal sekalipun (mikro infark).
Sedangkan troponin I memiliki nilai normal 0,1. Perbedaan troponin T dengan

troponin I:

1.      Troponin T (TnT) dengan berat molekul 24.000 dalton, suatu komponen inhibitorik

yang berfungsi mengikat aktin.

2.      Troponin I (TnI) dengan berat molekul 37.000 dalton yang berfungsi mengikat

tropomiosin.

b.      EKG (T Inverted dan ST Depresi)

Pada pemeriksaan EKG dijumpai adanya gambaran T Inverted dan ST

Depresi yang menunjukkan adanya iskemia pada arteri koroner. Jika terjadi iskemia,

gelombang T menjadi terbalik (inversi), simetris, dan biasanya bersifat sementara

(saat pasien simptomatik). Bila pada kasus ini tidak didapatkan kerusakan

miokardium, sesuai dengan pemeriksaan CK-MB (creatine kinase-myoglobin)

maupun troponin yang tetap normal, diagnosisnya adalah angina tidak stabil. Namun,

jika inversi gelombang T menetap, biasanya didapatkan kenaikan kadar troponin, dan

diagnosisnya menjadi NSTEMI. Angina tidak stabil dan NSTEMI disebabkan oleh

thrombus non-oklusif, oklusi ringan (dapat mengalami reperfusi spontan), atau oklusi

yang dapat dikompensasi oleh sirkulasi kolateral yang baik.

c.       Echo Cardiografi  pada Pasien Non Stemi

1.      Area Gangguan


 

2.       Fraksi Ejeksi

Fraksi ejeksi adalah daya sembur jantung dari ventrikel ke aorta. Freksi pada

prinsipnya adalah presentase dari selisih volume akhir diastolik dengan volume akhir

sistolik dibagi dengan volume akhir diastolik. Nilai normal > 50%. Dan apabila < dari

50% fraksi ejeksi tidak normal.

d.      Angiografi koroner (Coronari angiografi)

Untuk menentukan derajat stenosis pada arteri koroner. Apabila pasien

mengalami derajat stenosis 50% pad pasien dapat diberikan obat-obatan. Dan apabila
pasien mengalami stenosis lebih dari 60% maka pada pasien harus di intervensi

dengan pemasangan stent.

F.     Asuhan Keperawatan pada Pasien Nstemi

a.      Pengkajian

1.      Kualitas Nyeri dada: seperti terbakar, tercekik, rasa menyesakkan nafas atau seperti

tertindih barang berat.

2.       Lokasi dan radiasi: retrosternal dan prekordial kiri, radiasi menurun ke lengan kiri

bawah dan pipi, dagu, gigi, daerah epigastrik dan punggung.

3.      Faktor pencetus: mungkin terjadi saat istirahat atau selama kegiatan.

4.      Lamanya dan faktor-faktor yang meringankan: berlangsung lama, berakhir lebih dari

20 menit, tidak menurun dengan istirahat, perubahan posisi ataupun minum

Nitrogliserin.

5.      Tanda dan gejala: Cemas, gelisah, lemah sehubungan dengan keringatan, dispnea,

pening, tanda-tanda respon vasomotor meliputi : mual, muntah, pingsan, kulit dinghin

dan lembab, cekukan dan stress gastrointestinal, suhu menurun.

6.      Pemeriksaan fisik: mungkin tidak ada tanda kecuali dalam tanda-tanda gagalnya

ventrikel atau kardiogenik shok terjadi. BP normal, meningkat atau menurun,

takipnea, mula-mula pasien reda kemudian kembali normal, suara jantung S3, S4

Galop menunjukan disfungsi ventrikel, sistolik mur-mur, disfungsi, left ventrikel dan

perikordial friksin rub, pulmonary crackles, urin output menurun, Vena jugular

amplitudonya meningkat (LV disfungsi), RV disfungsi, ampiltudo vena jugular

menurun, edema periver, hati lembek.


7.      Parameter Hemodinamik: penurunan PAP, PCWP, SVR, CO/CI.

8.      Aktivitas: kelemahan,kelelahan,tidak dapat tidur, pola tidur menetap,jadwal olahraga

tak teratur ditandai dengan takikardi,dispnea pada istirahat atau aktivitas.

9.      Sirkulasi:  riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, GJK masalah TD,

diabetes melitus.

10.  Makanan atau cairan: mual,kehilangan nafsu makan, bersendawa, nyeri ulu

hati/terbakar.

11.  Neurosensori: pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun.

12.  Pernapasan: dispnea dengan atau tanpa kerja, dispnea nokturnal, batuk, dengan/tanpa

produksi sputum,riwayat merokok penyakit perpasan kronis.

b.      Diagnosa Pada Pasien Nonstemik

1.       Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan terhadap sumbatan arteri ditandai

dengan:

a.       Nyeri dada dengan/tanpa penyebaran

b.      Wajah meringis

c.       Gelisah

d.      Delirium

e.       Perubahan nadi, tekanan darah.

Tujuan:

Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan selama di RS

Kriteria Hasil:

a.       Nyeri dada berkurang misalnya dari skala 3 ke 2, atau dari 2 ke 1


b.      Ekspresi wajah rileks, tenang/tidak tegang

c.       Tidak gelisah

d.      Nadi 60-100 x/menit

e.       TD 120/80 mmHg

2.         Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan faktor-faktor

listrik, penurunan karakteristk miokard.

Tujuan:

Curah jantung membaik / stabil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di

RS.

Kriteria Hasil:

a.       Tidak ada edema

b.      Tidak ada disritmia

c.        Haluaran urin normal

d.      TTV dalam batas normal

3.         Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan : iskemik, kerusakan otot jantung,

penyempitan/ penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria ditandai dengan:

a.       Daerah perifer dingin

b.      EKG elevasi segmen ST dan Q patologis pada lead tertentu

c.       RR lebih dari 24 x / menit

d.      Kapiler refill lebih dari 3 detik

e.       Nyeri dada

f.       Gambaran foto torak terdapat pembesaran jantung dan kongestif paru (tidak selalu)
g.      HR lebih dari 100x/menit, TD 120/80 AGD dengan : pa O2 < 80 mmHg pa Co2 >45

mmHg dan Saturasi < 80 mmHg.

h.      Nadi lebih dari 100 x/menit

i.        Terjadi peningkatan enzim jantung yaitu CK, AST, LDL/HDL.

Tujuan:

Jaringan perfusi jaringan berkurang / tidak meluas selama dilakukan tindakan

perawatan di RS.

Kriteria Hasil:

a.       Daerah perifer hangat

b.      Tidak dianosis

c.       Gambaran EKG tidak menunjukkan perluasan infark

d.      RR 16-24 x/menit

e.       Tidak terdapat clubbing finger

f.       Kapiler retill 3-5 detik

g.      TD 120/80 mmHg

4.        Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan penurunan

perfusi ginjal, peningkatan natrium/retensi air, peningkatan takanan hidrostatik,

penurunan protein plasma.

Tujuan:

Keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan selama dilakukan tindakan

perawatan di RS.
Kriteria Hasil:

a.       Tekanan darah dalam batas normal

b.       Tidak ada distensivena perifer/ vena dan edema dependen.

c.       Paru bersih

d.      Berat badan ideal (BB klealTB-100 ± 10%)

5.        Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke alvioli atau

kegagalan utama paru-paru, perubahan membran alveolar-kapiler (atelektasis, kolaps

jalan nafas/ alveolar edema paru/efusi, sekresi berlebihan / perdarahan aktif ) ditandai

dengan:

a.       Dipnea berat

b.       Gelisah

c.       Sianosis

d.       Perubahan GDA

e.       Hipoksemia

Tujuan:

Oksigenasi dengan GDA dalam rentang normal (pa O2 < 80 mmHg, pa CO2

> 45 mmHg dan saturasi < 80 mmHg) setelah dilakukan tindakan perawatan di RS.

Kriteria Hasil:

a.       Tidak sesak nafas

b.      Tidak gelisah

c.       GDA dalam batas normal (pa O2 < 80 mmHg, pa CO2 > 45 mmHg dan saturasi < 80

mmHg)
6.         Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai oksigen

miocard dan kebutuhan, adanya istemik/ nekrotik jaringan miocard ditandai dengan

gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya disritmia dan

kelemahan umum.

Tujuan:

Terjadinya peningkatan toleransi pada pasien setelah dilaksanakan tindakan

keperawatan selama di RS.

Kriteria Hasil:

a.       Pasien berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan pasien.

b.      Frekuensi jantung 60-100 x/menit

c.        TD 120-80 mmHg.

7.    Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas biologi.

Tujuan:

Cemas hilang/ berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di

RS.

Kriteria Hasil:

a.       Pasien tampak rileks

b.      Pasien tampak beristirahat

c.       TTV dalam batas nomal

8.    Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang fungsi

jantung/implikasi penyakit jantung dan status kesehatan yang datang. Kebutuhan


perubahan pola hidup ditandai dengan pernyataan masalah, kesalahan konsep,

pertanyaan dan terjadinya komplikasi yang dapat di cegah.

Tujuan:

Pengetahuan pasien tentang kondisi penyakitnya menguat setelah diberi

pendidikan kesehatan selama di RS.

Kriteria Hasil:

a.              Menyatakan pemahaman tentang penyakit jantung, rencana pengobatan, tujuan

pengobatan, dan efek samping/ reaksi merugikan.

b.            Menyebutkan gangguan yang memerlukan perhatian cepat.

c. Intervensi Keperawatan  Pada Pasien Nonstemik

1. Intervensi:

a. Observasi karakteristik, lokasi, waktu, dan perjalanan rasa nyeri dada tersebut.

b. Anjurkan pada pasien untuk menghentikan aktivitas selama ada serangan dan istirahat.

c. Bantu pasien melakukan teknik relaksasi, misalnya: nafas dalam, perilaku distraksi,

visualisasi atau bimbingan imajinasi.

d. Pertahankan oksigen dengan birasal kanul, contohnya (2-4 L/menit).

e.  Monitor  tanda-tanda vital (nadi dan tekanan darah) tiap dua jam.

f.  Kolaborasi dengan tim kesehatan dalam pemberian analgetik.

2. Intervensi:

Pertahankan tirah baring selama fase akut

a.       Kaji dan laporkan adanya tanda penurunan COP, TD

b.      Monitor haluaran urin


c.       Kaji dan pantau TTV tiap jam

d.      Kaji dan pantau EKG tiap hari

e.       Auskultasi pernafasan dan jantung tiap jam sesuai indikasi

f.       Pertahankan cairan parenteral dan obat-obatan sesuai kebutuhannya.

g.      Hindari valsava manuver, mengejan (gunakan laxsan)

h.      Berikan obat-obat lausatif (pelunak feses)

3.      Intervensi:

a.       Monitor frekuensi dan irama jantung

b.      Observasi perubahan status mental

c.       Observasi warna dan suhu kulit / membran mukosa

d.      Kolaborasi: berikan cairan IV I sesuai indikasi.

e.       Pantau pemeriksaan diagnostik dan laboratorium, misalnya EGD, elektrolit, GDA

(Pa O2, Pa CO2 dan saturasi O2). Dan pemberian oksigen.

4.      Intervensi:

a.       Ukur masukan / haluaran, catat penurunan, pengeluran, sifat konsentrasi, hitung

keseimbangan jaringan.

b.      Observasi adanya oedema dependen

c.        Timbang BB tiap hari

d.       Pertahankan masukan total cairan 2000 ml/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler

e.        Kolaborasi: pemberian diet rendah natrium, berikan diuetik.

5.      Intervensi:

a.       Catat frekuensi dan kedalaman pernafasan, penggunaan otot bantu pernafasan
b.      Auskultasi paru untuk mengetahui penurunan /tidak adanya bunyi nafas dan adanya

bunyi tambahan, misalnya krakles, ronki dan lain-lain.

c.       Lakukan tindakan untuk memperbaiki/ mempertahankan jalan nafas misalnya: batuk,

penghisapan lendir dan lain-lain.

d.      Tinggikan kepala atau tempat tidur sesuai kebutuhan/ toleransi pasien.

e.       Kaji tolenransi aktivitas, misalnya keluhan kelemahan / kelelahan selama kerja atau

tanda vital berubah.

6.      Intervensi:

a.       Catat prekuensi jantung, irama dan perubahan TD selama dan sesudah aktifitas.

b.      Tingkatkan istirahat (di tempat tidur)

c.       Batasi aktivitas pada dasar nyeri dan berikan aktivitas sensori yang tidak berat.

d.      Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas, contoh bangun dari kursi

bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selama 1 jam setelah makan.

e.       Kaji ulang tanda gangguan yang menunjukkan tidak toleran terhadap aktifitas atau

memerlukan pelaporan pada dokter.

7.      Intervensi:

a.       Kaji tanda dan respon verbal serta non verbal terhadap ansietas

b.      Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman

c.       Ajarkan teknik relaksasi

d.      Minimalkan rangsang yang membuat stres

e.       Diskusikan dan orientasikan pasien dengan lingkungan dan peralatan


f.       Berikan setuhan pada pasien dan ajak pasien berbincang-bincang dengan suasana

tenang.

g.      Berikan support mental

h.      Kolaborasi pemberian sedatif sesuai indikasi

8.      Intervensi:

a.       Berikan informasi dalam bentuk belajar yang berfariasi, contoh buku, program

audio/visual, tanya jawab, dan lain-lain.

b.       Beri penjelasan faktor resiko, diet (rendah lemak dan rendah garam) dan aktifitas

yang berlebihan.

c.       Peringatan untuk menghindari paktifitas manuver valsava

d.      Latih pasien sehubungan dengan aktivitas yang bertahap, contoh: jalan, kerja,

rekreasi dan lain-lain.

D.    Evaluasi

a.       Nyeri yang dirasakan pasien sudah berkurang.

b.      Mual muntah yang dialami pasien sudah berkurang.

c.        Pernafasan sudah mulai normal (sesak nafas hilang)

d.       kapillary refill.

e.       TTV sudah stabil.

f.       Kecemasan sudah berkurang.

g.      Sebagian aktifitas sudah mampu dilakukan sendiri.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Penyakit kardovaskuler ini merupakan nilai kematian terbesar di Indonesia.

Sehingga diperlukan strategi penatalaksanaan dalam menegakkan diagnose Sindroma

Koroner Akut (SKA) secara optimal. Secara klinis infark akut tanpa elevasi ST

( NSTEMI ) sangat mirip dengan angina tidak stabil. Dalam kaitannya dengan

jantung, sindroma ini disebut Angina Pectoris, yang disebabkan oleh karena

ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokard dengan penyediaanya. Yang

membedakan adalah adanya enzyme petanda jantung yang positif dan terdiri dari

infark miokard akut dengan atau tanpa elevasi segmen ST serta angina pectoris yang

tak stabil.

Anda mungkin juga menyukai