Anda di halaman 1dari 21

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

RUMAH SAKIT

TOPIK 2
ORGANISASI RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2020
Program Studi Profesi Apoteker – FMIPA – Universitas Udayana
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit

Topik 2. Organisasi Rumah Sakit dan Instalasi Farmasi Rumah Sakit

A. Klasifikasi RS
Klasifikasi Berdasarkan Jenis Pelayanan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 tahun 2020, Jenis
Pelayanan Rumah Sakit dibedakan menjadi Rumah Sakit Umum dan Rumah
Sakit Khusus.
1. Rumah Sakit Umum
Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit berdasarkan pelayanan,
sumber daya manusia, peralatan, dan bangunan dan prasarana, Adapun jenis-
jenis dari Rumah Sakit Umum adalah sebagi berikut:
a. Rumah sakit umum Tipe A
Rumah Sakit Umum Tipe A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan paling sedikit meliputi pelayanan medik dan penunjang medik,
pelayanan keperawatan dan kebidanan serta pelayanan non medik.
Pelayanan non medik termasuk di dalamnya adalah farmasi. Pelayanan
Medik paling sedikit terdiri dari Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Medik
Spesialis Dasar, Pelayanan Medik Spesialis Penunjang, Pelayanan Medik
Spesialis Lain, Pelayanan Medik Subspesialis, Pelayanan Medik Spesialis Gigi
dan Mulut. Pelayanan gawat darurat harus diselenggarakan 24 (dua puluh
empat) jam sehari secara terus menerus. Tenaga medis terdiri dari 18 dokter
umum, 4 dokter gigi, 6 dokter spesialis untuk spesialis dasar, 3 dokter
spesialis untuk spesialis penunjang, 3 dokter spesialis untuk spesialis lain,
2 dokter subspesialis, 1 dokter gigi spesialis gigi mulut. Tenaga kefarmasian
paling sedikit terdiri dari 15 apoteker. Jumlah tenaga keperawatan sama
dengan jumlah tempat tidur pada instalasi rawat inap.
Pelayanan Medik Spesialis Dasar meliputi Pelayanan Penyakit Dalam,
Kesehatan Anak, Bedah, dan Obstetrik dan Ginekologi. Pelayanan Medik
Spesialis Penunjang terdiri dari Pelayanan Radiologi, Patologi Klinik, Patologi

1
Program Studi Profesi Apoteker – FMIPA – Universitas Udayana
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit

Anatomi dan Rehabilitasi Medik. Pelayanan Medik Spesialis Lain meliputi


Pelayanan Mata, Telinga Hidung Tenggorokan, Anestesiologi, Syaraf, Kulit
dan Kelamin, Jantung dan Pembuluh Darah, Kedokteran Jiwa, Paru, Bedah
Syaraf, Bedah Plastik, Orthopedi, Urologi, dan Kedokteran Forensik.
Pelayanan Medik Subspesialis terdiri dari Subspesialis Bedah, Penyakit
Dalam, Obstetri dan Ginekologi, Mata, Telinga Hidung Tenggorokan,
Kesehatan Anak, Syaraf, Kulit dan Kelamin, Jiwa, Paru, Orthopedi, Jantung
dan Pembuluh Darah, Urologi, Bedah Plastik, Bedah Syaraf dan Gigi Mulut
(pelayanan bedah mulut, konservasi,/endodonsi, periodonti, orthodonti,
prosthodonti, pedodonsi, dan penyakit mulut).
Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan
dan bahan medis habis pakai, dan pelayanan farmasi klinik. Pelayanan
keperawatan dan kebidanan meliputi asuhan keperawatan generalisasi dan
spesialis serta asuhan kebidanan. Pelayanan Penunjang Klinik meliputi
Pelayanan bank darah, Perawatan intensif untuk semua golongan umur dan
jenis penyakit, gizi, sterilisasi instrumen dan rekam medik. Pelayanan
Penunjang Non Klinik terdiri dari jasa boga/dapur, teknik dan pemeliharaan
fasilitas, pelayanan laundry/linen, pengelolaan limbah, gudang, sistem
informasi, ambulance, pemulasaraan jenazah, pemadam kebakaran,
pengelolaan gas medik dan penampungan air bersih. Pelayanan rawat inap
harus dilengkapi dengan fasilitas yang terdiri dari jumlah tempat tidur
perawatan kelas III paling sedikit 30% dari seluruh tempat tidur untuk
rumah sakit milik pemerintah. 20% dari seluruh tempat tidur untuk rumah
sakit milik swasta. Rumah Sakit umum kelas A merupakan Rumah Sakit
umum yang memiliki jumlah tempat tidur paling sedikit 250 (dua ratus lima
puluh) buah.
b. Rumah sakit umum Tipe B
Rumah Sakit Umum Tipe B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan paling sedikit meliputi pelayanan medik dan penunjang medik,
pelayanan keperawatan dan kebidanan serta pelayanan non medik.

2
Program Studi Profesi Apoteker – FMIPA – Universitas Udayana
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit

Pelayanan non medik termasuk di dalamnya adalah farmasi. Pelayanan


Medik paling sedikit terdiri dari Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Medik
Spesialis Dasar, Pelayanan Medik Spesialis Penunjang, Pelayanan Medik
Spesialis Lain, Pelayanan Medik Subspesialis, Pelayanan Medik Spesialis Gigi
dan Mulut. Pelayanan gawat darurat harus diselenggarakan 24 (dua puluh
empat) jam sehari secara terus menerus. Tenaga medis terdiri dari 12 dokter
umum, 3 dokter gigi, 3 dokter spesialis untuk spesialis dasar, 2 dokter
spesialis untuk spesialis penunjang, 1 dokter spesialis untuk spesialis lain,
1 dokter subspesialis, 1 dokter gigi spesialis gigi mulut. Tenaga kefarmasian
paling sedikit terdiri dari 13 apoteker. Jumlah tenaga keperawatan sama
dengan jumlah tempat tidur pada instalasi rawat inap.
Pelayanan Medik Spesialis Dasar, Pelayanan Medik Spesialis Penunjang, 8
dari 13 Pelayanan Medik Spesialis Lainnya, dan 2 dari 4 Pelayanan Medik
Subspesialis Dasar, 3 Pelayanan Medik Spesialis Gigi dan Mulut. Pelayanan
kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan
medis habis pakai, dan pelayanan farmasi klinik. Pelayanan keperawatan
dan kebidanan meliputi asuhan keperawatan dan asuhan kebidanan.
Pelayanan Penunjang Klinik meliputi Perawatan intensif untuk semua
golongan umur dan jenis penyakit, gizi, sterilisasi instrumen dan rekam
medic, dan Pelayanan bank darah. Pelayanan Penunjang Non Klinik terdiri
dari pelayanan laundry/linen, teknik dan pemeliharaan fasilitas, jasa
boga/dapur, pengelolaan limbah, gudang, sistem informasi, ambulance,
pemulasaraan jenazah, pengelolaan gas medik, pemadam kebakaran, dan
penampungan air bersih. Pelayanan rawat inap harus dilengkapi dengan
fasilitas yang terdiri dari jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling
sedikit 30% dari seluruh tempat tidur untuk rumah sakit milik pemerintah.
20% dari seluruh tempat tidur untuk rumah sakit milik swasta. Rumah Sakit
umum kelas B merupakan Rumah Sakit umum yang memiliki jumlah tempat
tidur paling sedikit 200 (dua ratus) buah.

3
Program Studi Profesi Apoteker – FMIPA – Universitas Udayana
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit

c. Rumah sakit umum Tipe C


Rumah Sakit Umum Tipe C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan paling sedikit meliputi pelayanan medik dan penunjang medik,
pelayanan keperawatan dan kebidanan serta pelayanan non medik.
Pelayanan non medik termasuk di dalamnya adalah farmasi. Pelayanan
Medik paling sedikit terdiri dari Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Medik
Umum, Pelayanan Medik Spesialis Dasar, Pelayanan Medik Spesialis
Penunjang, Pelayanan Medik Spesialis Lain, Pelayanan Medik Subspesialis,
Pelayanan Medik Spesialis Gigi dan Mulut. Pelayanan gawat darurat harus
diselenggarakan 24 (dua puluh empat) jam sehari secara terus menerus.
Tenaga medis terdiri dari 9 dokter umum, 2 dokter gigi, 2 dokter spesialis
untuk spesialis dasar, 1 dokter spesialis untuk spesialis penunjang, 1 dokter
gigi spesialis gigi mulut. Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri dari 8
apoteker. Jumlah tenaga keperawatan sama dengan jumlah tempat tidur
pada instalasi rawat inap.
Pelayanan Medik Umum meliputi pelayanan medik dasar, medik gigi mulut,
kesehatan ibu dan anak, dan keluarga berencana. Pelayanan Medik
Spesialis Dasar meliputi Pelayanan Penyakit Dalam, Bedah, Kesehatan
Anak, Obstetrik dan Ginekologi. Pelayanan Medik Spesialis Penunjang
meliputi radiologi, anestesiologi dan patologi klinik, Pelayanan Medik
Spesialis Gigi dan Mulut. Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan
sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai, dan
pelayanan farmasi klinik. Pelayanan keperawatan dan kebidanan meliputi
asuhan keperawatan dan asuhan kebidanan. pelayanan penunjang klinik
meliputi pelayanan bank darah, perawatan intensif untuk semua golongan
umur dan jenis penyakit, gizi, sterilisasi instrumen dan rekam medik.
pelayanan penunjang non klinik terdiri dari pelayanan laundry/linen, jasa
boga/dapur, teknik dan pemeliharaan fasilitas, pengelolaan limbah, gudang,
ambulance, sistem informasi, pemulasaraan jenazah, pengelolaan gas
medic, pemadam kebakaran dan penampungan air bersih. Pelayanan rawat

4
Program Studi Profesi Apoteker – FMIPA – Universitas Udayana
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit

inap harus dilengkapi dengan fasilitas yang terdiri dari jumlah tempat tidur
perawatan kelas III paling sedikit 30% dari seluruh tempat tidur untuk
rumah sakit milik pemerintah. 20% dari seluruh tempat tidur untuk rumah
sakit milik swasta. Rumah Sakit umum kelas C merupakan Rumah Sakit
umum yang memiliki jumlah tempat tidur paling sedikit 100 (seratus) buah.
d. Rumah sakit umum kelas D
Rumah Sakit Umum Kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan paling sedikit meliputi pelayanan medik dan penunjang medik,
pelayanan keperawatan dan kebidanan serta pelayanan non medik.
Pelayanan non medik termasuk di dalamnya adalah farmasi. Pelayanan
Medik paling sedikit terdiri dari Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Medik
Umum, Pelayanan Medik Spesialis Dasar, Pelayanan Medik Spesialis
Penunjang. Pelayanan gawat darurat harus diselenggarakan 24 (dua puluh
empat) jam sehari secara terus menerus. Pelayanan Medik Umum meliputi
pelayanan medik dasar, medik gigi mulut, kesehatan ibu dan anak, dan
keluarga berencana. Pelayanan Medik Spesialis Dasar sekurang-kurangnya
2 dari 4 jenis pelayanan spesialis dasar meliputi Pelayanan Penyakit Dalam,
Kesehatan Anak, Bedah, Obstetri dan Ginekologi. Pelayanan Medik Spesialis
Penunjang yaitu laboratorium dan Radiologi.
Tenaga medis terdiri dari 4 dokter umum, 1 dokter gigi, 1 dokter spesialis
untuk spesialis dasar. Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri dari 3
apoteker. Jumlah tenaga keperawatan dihitung dengan perbandingan 2
perawat untuk 3 tempat tidur pada instalasi rawat inap.
Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai, dan pelayanan farmasi klinik.
Pelayanan keperawatan dan kebidanan meliputi asuhan keperawatan dan
asuhan kebidanan. pelayanan penunjang klinik terdiri dari perawatan high
care unit, pelayanan darah, gizi, farmasi, sterilisasi instrumen dan rekam
medik. Pelayanan penunjang non klinik terdiri dari pelayanan
laundry/linen, jasa boga/dapur, teknik dan pemeliharaan fasilitas,

5
Program Studi Profesi Apoteker – FMIPA – Universitas Udayana
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit

pengelolaan limbah, gudang, ambulance, komunikasi, kamar jenazah,


pemadam kebakaran, pengelolaan gas medik dan penampungan air bersih.
Pelayanan rawat inap harus dilengkapi dengan fasilitas yang terdiri dari
jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 30% dari seluruh
tempat tidur untuk rumah sakit milik pemerintah. 20% dari seluruh tempat
tidur untuk rumah sakit milik swasta. Rumah Sakit umum kelas D
merupakan Rumah Sakit umum yang memiliki jumlah tempat tidur paling
sedikit 50 (lima puluh) buah.
2. Rumah Sakit Khusus
Rumah Sakit Khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama
pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu,
golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya. Rumah sakit
khusus dapat memberikan layanan rawat inap di luar kekhususannya.
Pelayanan rawat inap untuk pelayanan lain di luar kekhususannya paling
banyak 40% dari seluruh jumlah tempat tidur. Yang termasuk rumah sakit
khusus adalah Rumah Sakit Ibu dan Anak, Rumah Sakit Mata, Rumah Sakit
Gigi dan Mulut, Rumah Sakit ginjal; Rumah Sakit jiwa; Rumah Sakit infeksi;
Rumah Sakit telinga-hidung-tenggorok kepala leher; Rumah Sakit paru; Rumah
Sakit ketergantungan obat; Rumah Sakit bedah; Rumah Sakit otak; Rumah
Sakit orthopedi; Rumah Sakit kanker; dan Rumah Sakit jantung dan pembuluh
darah.

Klasifikasi Berdasarkan Pengelolaan Rumah Sakit


Menurut Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
rumah sakit dibedakan berdasarkan pengelolaan, yaitu Rumah Sakit publik dan
Rumah Sakit privat:
1. Rumah Sakit Publik
Rumah sakit publik dapat dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan
badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah Sakit publik yang dikelola
Pemerintah dan Pemerintah Daerah diselenggarakan berdasarkan

6
Program Studi Profesi Apoteker – FMIPA – Universitas Udayana
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit

pengelolaan Badan Layanan Umum (BLU) atau Badan Layanan Umum


Daerah (BLUD) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Rumah Sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah tidak
dapat dialihkan menjadi Rumah Sakit privat.
2. Rumah Sakit Privat
Rumah Sakit Privat dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang
berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero.

Klasifikasi Berdasarkan Afiliasi Pendidikan


1. Rumah Sakit Pendidikan
Menurut Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
rumah sakit pendidikan merupakan rumah sakit yang menyelenggarakan
pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang pendidikan profesi
kedokteran, pendidikan kedokteran berkelanjutan, dan pendidikan tenaga
kesehatan lainnya.
Rumah Sakit dapat ditetapkan menjadi Rumah Sakit Pendidikan setelah
memenuhi persyaratan dan standar rumah sakit pendidikan yang mana
ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan Menteri yang
membidangi urusan pendidikan. Dalam penyelenggaraan Rumah Sakit
Pendidikan dapat dibentuk Jejaring Rumah Sakit Pendidikan.
2. Rumah Sakit Non-Pendidikan
Rumah sakit non pendidikan merupakan rumah sakit yang tidak memiliki
program pelatihan residensi dan tidak ada afiliasi rumah sakit dengan
universitas.

B. Struktur organisasi RS
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang rumah sakit, pada pasal 33 disebutkan bahwa suatu rumah sakit harus
memiliki organisai yang efektif, efisien dan akuntabel. Organisasi rumah sakit
paling sedikit terdiri atas kepala rumah sakit atau direktur rumah sakit, unsur

7
Program Studi Profesi Apoteker – FMIPA – Universitas Udayana
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit

pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis,


satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan. Pada
pasal 34 disebutkan bahwa kepala rumah sakit harus merupakan seorang
tenaga medis yang mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang
perumahsakitan. Tenaga struktural yang menduduki jabatan sebagai pemimpin
harus berkewarganegaraan Indonesia. Pemilik rumah sakit tidak boleh
merangkap menjadi kepala rumah sakit.
Struktur organisasi rumah sakit milik pemerintah daerah umumnya ditetapkan
melalui peraturan Bupati. Rumah sakit umum daerah dipimpin oleh seorang
direktur/pimpinan dan dibantu oleh beberapa wakil direktur seperti wakil
direktur pelayanan medis, wakil direktur penunjang medis dan wakil direktur
administrasi umum dan keuangan. Wakil direktur akan membawahi beberapa
kepala bidang. Kepala bidang kemudian akan membawahi beberapa kepala sub
bidang. Kepala sub bidang kefarmasian berada di bawah kepala bidang
penunjang medis.

C. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RS


Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu unit di rumah sakit tempat
penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan ataupun pelayanan kefarmasian
yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit dan pasien. Pelayanan
kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada
pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil
yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pelayanan
kefarmasian di rumah sakit meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, bahan medis habis pakai dan pelayanan farmasi klinik (Permenkes
RI, 2016). Untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasia di rumah sakit, harus
dilakukan pengendalian mutu pelayanan kefarmasian yang meliputi monitoring
dan evaluasi. Instalasi Farmasi sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan di
rumah sakit dipimpin oleh seorang Apoteker sebagai penanggung jawab. Kepala
Instalasi Farmasi diutamakan telah memiliki pengalaman bekerja di Instalasi

8
Program Studi Profesi Apoteker – FMIPA – Universitas Udayana
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit

Farmasi minimal 3 (tiga) tahun. Kepala instalasi farmasi akan membawahi


apoteker fungsional dan struktural. Apoteker struktural bertanggung jawab
sebagai kepala unit ataupun kepala koordinasi bidang tertentu, misalnya
Gudang farmasi, farmasi rawat jalan, farmasi rawat inap dan sebagainya.

D. Standar Pelayanan FRS


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 72 tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Instalasi Farmasi adalah unit
pelaksana fungsional yang menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan
kefarmasian di Rumah Sakit. Instalasi Farmasi dipimpin oleh seorang apoteker
sebagai penanggung jawab.
Dalam Permenkes No. 72 Tahun 2016, disebutkan bahwa pengaturan standar
pelayanan kefarmasian diperlukan untuk meningkatkan mutu pelayanan
kefarmasian, menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian, dan
melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional
dalam rangka keselamatan pasien (patient safety). Standar pelayanan
kefarmasian di rumah sakit meliputi pelayanan farmasi klinik dan melakukan
pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis pakai.

E. Panitia Farmasi dan Terapi/Komite Farmasi dan Terapi


Komite Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili hubungan
komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi. Komite Farmasi dan
Terapi merupakan unit kerja dalam memberikan rekomendasi kepada pimpinan
Rumah Sakit mengenai kebijakan penggunaan Obat di Rumah Sakit yang
anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili semua spesialisasi yang ada di
Rumah Sakit, Apoteker Instalasi Farmasi, serta tenaga kesehatan lainnya
apabila diperlukan. Pembentukan komite farmasi dan terapan memiliki tujuan
untuk menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan
obat serta evaluasinya dan melengkapi staf profesional di bidang kesehatan

9
Program Studi Profesi Apoteker – FMIPA – Universitas Udayana
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit

dengan pengetahuan terbaru yang berhubungan dengan obat dan penggunaan


obat sesuai dengan kebutuhan.
Komite/Tim Farmasi dan Terapi dapat diketuai oleh seorang dokter atau
seorang Apoteker, apabila diketuai oleh dokter maka sekretarisnya adalah
Apoteker, namun apabila diketuai oleh Apoteker, maka sekretarisnya adalah
dokter. Pada umumnya, Ketua Panitia Farmasi dan Terapi dipilih dari dokter
yang ada di dalam kepanitiaan dan jika rumah sakit tersebut mempunyai ahli
farmakologi klinik, maka sebagai ketua adalah Farmakologi. Sekretaris dijabat
oleh Apoteker dari instalasi farmasi atau apoteker yang ditunjuk. Komite/Tim
Farmasi dan Terapi harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 (dua)
bulan sekali dan untuk Rumah Sakit besar rapat diadakan sekali dalam satu
bulan. Rapat Komite/Tim Farmasi dan Terapi dapat mengundang pakar dari
dalam maupun dari luar Rumah Sakit yang dapat memberikan masukan bagi
pengelolaan Komite/Tim Farmasi dan Terapi, memiliki pengetahuan khusus,
keahlian-keahlian atau pendapat tertentu yang bermanfaat bagi Komite/Tim
Farmasi dan Terapi.
Komite/Tim Farmasi dan Terapi mempunyai tugas yaitu untuk
mengembangkan kebijakan tentang penggunaan Obat di Rumah Sakit;
melakukan seleksi dan evaluasi Obat yang akan masuk dalam formularium
Rumah Sakit; mengembangkan standar terapi; mengidentifikasi permasalahan
dalam penggunaan Obat; melakukan intervensi dalam meningkatkan
penggunaan Obat yang rasional; mengkoordinir penatalaksanaan Reaksi Obat
yang Tidak Dikehendaki; mengkoordinir penatalaksanaan medication error;
menyebarluaskan informasi terkait kebijakan penggunaan Obat di Rumah
Sakit.

F. Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba


Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba yang selanjutnya disingkat KPRA
adalah komite yang dibentuk oleh Kementerian Kesehatan dalam rangka
mengendalikan penggunaan antimikroba secara luas baik di fasilitas pelayanan

10
Program Studi Profesi Apoteker – FMIPA – Universitas Udayana
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit

kesehatan dan di masyarakat. Pengendalian Resistensi Antimikroba adalah


aktivitas yang ditujukan untuk mencegah dan/atau menurunkan adanya
kejadian mikroba resisten. Resistensi Antimikroba adalah kemampuan mikroba
untuk bertahan hidup terhadap efek antimikroba sehingga tidak efektif dalam
penggunaan klinis.
Strategi Program Pengendalian Resistensi Antimikroba dilakukan dengan cara:
a. Mengendalikan berkembangnya mikroba resisten akibat tekanan seleksi oleh
antibiotik, melalui penggunaan antibiotik secara bijak; dan
b. Mencegah penyebaran mikroba resisten melalui peningkatan ketaatan
terhadap prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi.
Setiap rumah sakit harus melaksanakan Program Pengendalian Resistensi
Antimikroba secara optimal. Pelaksanaan Program Pengendalian Resistensi
Antimikroba dilakukan melalui:
a. Pembentukan tim pelaksana program Pengendalian Resistensi Antimikroba;
b. Penyusunan kebijakan dan panduan penggunaan antibiotik;
c. Melaksanakan penggunaan antibiotik secara bijak; dan
d. Melaksanakan prinsip pencegahan pengendalian infeksi.
Tim pelaksana Program Pengendalian Resistensi Antimikroba dibentuk melalui
keputusan kepala/direktur rumah sakit. Susunan tim pelaksana Program
Pengendalian Resistensi Antimikroba terdiri atas ketua, wakil ketua, sekretaris
dan anggota dengan keanggotaan minimal sebagai berikut:
1. Klinisi perwakilan SMF/bagian;
2. Keperawatan;
3. Instalasi farmasi;
4. Laboratorium mikrobiologi klinik;
5. Komite/tim Pencegahan Pengendalian Infeksi (PPI); dan
6. Komite/tim Farmasi dan Terapi (KFT).

11
Program Studi Profesi Apoteker – FMIPA – Universitas Udayana
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit

G. Akreditasi RS
Akreditasi Rumah Sakit di Indonesia dilaksanakan untuk menilai kepatuhan
rumah sakit terhadap standa akreditas. Menurut Permenkes No. 34 tahun 2017,
akreditasi adalah pengakuan terhadap mutu pelayanan Rumah Sakit, setelah
dilakukan penilaian bahwa Rumah Sakit telah memenuhi Standar Akreditasi
yang berisi tingkat pencapaian yang harus dipenuhi oleh rumah sakit dalam
meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien. Standar Nasional
Akreditasi Rumah Sakit merupakan standar akreditasi baru yang diberlakukan
secara nasional di Indonesia. Keputusan pemberian akreditasi suatu rumah
sakit didasarkan pada tingkat kepatuhan terhadap standar di seluruh
organisasi rumah sakit yang bersangkutan. Pengelompokan Standar Nasional
Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1 (SNARS Edisi 1) sebagai berikut:
1. Sasaran Keselamatan Pasien
Adapun beberapa sasaran yang harus dicapai adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi pasien dengan benar
b. Meningkatkan komunikasi yang efektif
c. Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai (High Alert
Medications)
d. Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar,
pembedahan pada pasien yang benar
e. Mengurangi risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
f. Mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh
2. Standar Pelayanan Berfokus Pasien
a. Akses ke Rumah Sakit dan Kontinuitas Pelayanan (ARK) Hak Pasien dan
Keluarga (HPK)
b. Asesmen Pasien (AP)
c. Pelayanan dan Asuhan Pasien (PAP)
d. Pelayanan Anestesi dan Bedah (PAB)
e. Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat (PKPO)
f. Manajemen Komunikasi dan Edukasi (MKE)

12
Program Studi Profesi Apoteker – FMIPA – Universitas Udayana
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit

3. Standar Manajemen Rumah Sakit


a. Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP)
b. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
c. Tata Kelola Rumah Sakit (TKRS)
d. Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK)
e. Kompetensi dan Kewenangan Staf (KKS)
f. Manajemen Informasi dan Rekam Medis (MIRM)
4. Program Nasional
a. Menurunkan Angka Kematian Ibu dan Bayi
b. Menurukan Angka Kesakitan HIV/AIDS
c. Menurukan Angka Kesakitan TB Pengendalian Resistensi Antimikroba
(PPRA)
d. Pelayanan Geriatri
Akreditasi rumah sakit dilakukan oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS).
Standar akreditasi yang ditetapkan oleh KARS menekankan pada subsistem
proses (kepatuhan dan konsistensi implementasi seluruh dokumen),
struktur/input sebagai pedoman proses, sedangkan output sebagai bukti ada
tidaknya peningkatan kinerja RS, proporsi persentase: struktur/input 30%,
proses 50% output 20%.
Standar akreditasi rumah sakit dikelompokkan menurut fungsi penting yang
umum dalam pengorganisasian rumah sakit. Standar dikelompokkan menurut
fungsi-fungsi yang terkait dengan penyediaan layanan bagi pasien, upaya
menciptakan organisasi rumah sakit yang aman, efektif, dan terkelola dengan
baik. Adapun pengelompokkan Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit
Menurut KARS tahun 2017 adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit
Kelompok Standar Cakupan
1) Sasaran Sasaran I:
keselamatan Mengidentifikasi pasien dengan benar
rumah sakit Sasaran II:

13
Program Studi Profesi Apoteker – FMIPA – Universitas Udayana
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit

Meningkatkan komunikasi yang efektif


Sasaran III:
Meningkatkan keamanan obat yang perlu
diwaspadai (High Alert Medications)
Sasaran IV:
Memastikan lokasi pembedahan yang
benar, prosedur yang benar, pembedahan
pada pasien yang benar
Sasaran V:
Mengurangi resiko infeksi terkait pelayan
kesehatan
Sasaran VI:
Mengurangi risiko cedera pasien akibat
terjatuh
2) Standar Bab 1. Akses ke pelayanan dan
pelayanan kontinuitas pelayanan (ARK)
berfokus pada Bab 2. Hak pasien dan keluarga (HPK)
pasien Bab 3. Asessment pasien (AP)
Bab 4. Pelayanan dan asuhan pasien (PAP)
Bab 5. Pelayanan anestesi dan bedah
(PAB)
Bab 6. Pelayanan Kefarmasian dan
Penggunaan Obat (PKPO)
Bab 7. Manajemen Komunikasi dan
Edukasi (MKE)
3) Kelompok Bab 1. Peningkatan mutu dan
standar keselamatan pasien (PMKP)
manajemen Bab 2. Pencegahan dan pengendalian
rumah sakit infeksi (PPI)
Bab3. Tata kelola rumah sakit (TKRS)

14
Program Studi Profesi Apoteker – FMIPA – Universitas Udayana
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit

Bab 4. Manajemen fasilitas dan


keselamatan (MFK)
Bab 5. Kompetensi dan Kewenangan Staf
(KKS)
Bab 6. Manajemen informasi dan rekam
medis (MIRM)
4) Program Sasaran I:
Nasional Menurunkan Angka Kematian Ibu dan
Bayi
Sasaran II:
Menurunkan angka kesakitan HIV/AIDS
Sasaran III:
Penurunan angka kesakitan TB
Sasaran IV :
Pengendalian Resistensi Antimikroba
(PPRA)
Sasaran V :
Pelayanan geriatri

Standar Pelayanan Kefarmasian yang diterapkan dalam Standar Nasional


Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) tahun 2017 diatur dalam BAB 6 yaitu
Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat (PKPO). Pelayanan Kefarmasian
dan Penggunaan Obat dilakukan sebagai upaya multidisiplin, dalam koordinasi
para staf rumah sakit, menerapkan prinsip rancang proses yang efektif,
implementasi dan peningkatan terhadap seleksi, pengadaan, penyimpanan,
pemesanan/peresepan, pencatatan (transcribe), pendistribusian, persiapan
(preparing), penyaluran (dispensing), pemberian, pendokumentasian dan
pemantauan terapi obat. Bahasan Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan
Obat dalam SNARS 2017 terdiri dari:
A. PKPO 1 (Pengorganisasian)

15
Program Studi Profesi Apoteker – FMIPA – Universitas Udayana
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit

Pengorganisasian dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian dan penggunaan


obat bukan hanya tanggung jawab dari apoteker tetapi juga dari para manajer
dan praktisi asuhan klinis. Pengaturan pembagian tanggung jawab tergantung
pada struktur organisasi dan staffing. Manajemen obat mencakup bagian-
bagian dalam rumah sakit yang memerlukan obat seperti unit rawat inap, rawat
jalan maupun unit khusus. Undang-undang dan peraturan yang berlaku
dimasukkan ke dalam struktur organisasi dan operasional sistem manajemen
obat di rumah sakit. Untuk memastikan manajemen dan penggunaan obat yang
efektif, rumah sakit memberlakukan suatu sistem review sekurang-kurangnya
sekali setahun. Review tahunan mengumpulkan semua informasi dan
pengalaman yang berhubungan dengan manajemen pengobatan. Informasi dan
pengalaman termasuk, contoh sebagai berikut:
1. Seberapa baik sistem itu berjalan sehubungan dengan
a. seleksi dan pengadaan obat
b. penyimpanan
c. pemesanan/peresepan dan pencatatan (transcribe)
d. persiapan (preparing) dan penyaluran (dispensing)
e. pemberian dan pemantauan
2. Monitoring sebagai hasil perubahan di dalam formularium, seperti
penambahan obat.
a. Monitoring kesalahan obat (medication error) dan KNC (near misses)
b. Setiap edukasi perlu diidentifikasi
c. Pertimbangan untuk praktek berbasis bukti yang baru
Tinjauan ulang (review) membuat rumah sakit memahami kebutuhan dan
prioritas perbaikan sistem berkelanjutan dalam hal mutu dan keamanan
penggunaan obat.
B. PKPO 2 (Seleksi dan Pengadaan)
Rumah sakit melalui Instalasi Farmasi Rumah Sakit menetapkan obat yang
harus tersedia untuk diresepkan dan dipesan oleh praktisi pelayanan
kesehatan. Penetapan dalam seleksi dan pengadaan obat didasarkan pada misi

16
Program Studi Profesi Apoteker – FMIPA – Universitas Udayana
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit

rumah sakit sakit, kebutuhan pasien, dan jenis pelayanan yang disiapkan.
Rumah sakit menyusun suatu formularium yang berisikan semua obat yang
ada di stok atau sudah tersedia, dari sumber luar. Dalam beberapa kasus,
undang-undang atau peraturan bisa menentukan obat dalam daftar atau
sumber obat tersebut. Pemilihan obat adalah suatu proses kerja
sama/kolaboratif yang mempertimbangkan kebutuhan dan keselamatan
pasien, efektivitas terapi, maupun kondisi ekonomi pasien. Dalam hal seleksi
dan pengadaan obat, terdapat suatu proses untuk mengingatkan para pembuat
resep tentang kekurangan obat tersebut dan saran substitusi (penggantinya).
C. PKPO 3 (Penyimpanan)
Penyimpanan obat dilakukan pada instalasi farmasi, gudang, atau di unit
asuhan pasien pada unit-unit farmasi atau di nurse station dalam unit klinis.
Dalam semua lokasi tempat obat disimpan, hal berikut ini adalah jelas:
1. Rumah sakit menetapkan tata laksana penyimpanan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang baik, bernar, serta aman.
2. Rumah sakit mengatur tata kelola bahan berbahaya, obat narkotika dan
psikotropika yang baik, benar, dan aman sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
3. Rumah sakit mengatur tata kelola penyimpanan elektrolit konsentrat yang
baik, benar, dan aman sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
4. Rumah sakit menetapkan pengaturan penyimpanan dan pengawasan
penggunaan obat tertentu.
5. Rumah sakit menetapkan regulasi untuk memastikan obat emergensi yang
tersimpan di dalam maupun di luar unit farmasi tersedia, tersimpan aman,
dan dimonitor.
6. Rumah sakit memiliki sistem penarikan kembali (recall), pemusnahan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai tidak layak
digunakan karena rusak, mutu substandar, atau kadaluwarsa.
7. Rumah sakit menetapkan dan melaksanakan identifikasi dalam proses
penarikan kembali (recall) oleh Pemerintah, pabrik, atau pemasok.

17
Program Studi Profesi Apoteker – FMIPA – Universitas Udayana
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit

8. Rumah sakit juga harus menjamin bahwa sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis yang tidak layak pakai karena rusak, mutu
substandard, atau kadaluwarsa tidak digunakan serta dimusnahkan.
D. PKPO 4 (Pemesanan dan Pencatatan)
Peresepan, pemesanan dan pencatatan yang aman diarahkan oleh kebijakan
dan prosedur rumah sakit. Staf medis, perawatan, farmasi dan administratif
berkolaborasi untuk mengembangkan dan memonitor kebijakan dan prosedur
peresepan, pemesanan, dan pencatatan. Staf yang terkait dilatih untuk praktek
penulisan resep, pemesanan dan pencatatan yang benar. Karena peresepan obat
yang tidak terbaca atau pemesanan yang mengacaukan keselamatan pasien
bisa menunda pengobatan, maka kebijakan rumah sakit mengatur tindakan
untuk mengurangi tidak terbacanya resep. Ada daftar dari semua obat terkini
dicatat dalam status pasien dan tersedia di farmasi, keperawatan dan dokter.
Rumah sakit menetapkan suatu prosedur untuk membandingkan daftar obat
pasien yang diminum sebelum masuk rawat inap terhadap order pertama obat.
E. PKPO 5 (persiapan dan penyaluran)
Pelayanan farmasi atau kefarmasian menyiapkan dan mengeluarkan obat
dalam lingkungan yang bersih dan aman sesuai undang-undang, peraturan dan
standar praktek profesional. Untuk menjamin keamanan, mutu, manfaat, dan
khasiat obat yang disiapkan dan diserahkan pada pasien maka rumah sakit
diminta menyiapkan dan menyerahkan obat dalam lingkungan yang aman bagi
pasien, petugas, dan lingkungan serta untuk mencegah kontaminasi tempat
penyiapan obat harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan
praktik profesi seperti :
a. Pencampuran obat kemoterapi harus dilakukan di dalam ruang yang
bersih (clean room) yang dilengkapi dengan cytotoxic handling drug safety
cabinet dengan petugas sudah terlatih dengan teknik aseptik serta
menggunakan alat perlindung diri yang sesuai;
b. Pencampuran obat intravena, epidural, dan nutrisi parenteral serta
pengemasan kembali obat suntik harus dilakukan dalam ruang yang

18
Program Studi Profesi Apoteker – FMIPA – Universitas Udayana
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit

bersih (clean room) yang dilengkapi dengan laminary airflow cabinet dan
petugas sudah terlatih dengan teknik aseptik serta menggunakan alat
perlindung diri yang sesuai;
c. Staf yang menyiapkan produk steril terlatih dengan prinsip penyiapan obat
dan teknik aseptik.
F. PKPO 6 (pemberian)
Pemberian obat kepada pasien membutuhkan pengetahuan dan pengalaman
yang spesifik. Setiap rumah sakit bertanggung jawab untuk mengidentifikasi
petugas dengan pengetahuan dan pengalaman sesuai persyaratan dan yang
juga diijinkan berdasarkan lisensi, sertifikasi, undang-undang atau peraturan
untuk pemberian obat. Suatu rumah sakit bisa membuat batasan bagi petugas
dalam pemberian obat, seperti bahan yang diawasi atau radioaktif dan obat
investigatif. Dalam situasi emergensi, rumah sakit mengidentifikasi setiap
petugas tambahan yang diijinkan untuk memberikan obat.
G. PKPO 7 (pemantauan)
Standar ini bertujuan agar apabila timbul efek samping obat dapat dilaporkan
oleh profesional pemberi asuhan (PPA) kepada tim farmasi dan terapi yang
selanjutnya dilaporkan pada Pusat Meso Nasional. Apoteker mengevaluasi efek
obat untuk memantau secara ketat respons pasien dengan melakukan
pemantauan terapi obat (PTO). Apoteker bekerjasama dengan pasien, dokter,
perawat, dan tenaga kesehatan lainnya untuk memantau pasien yang diberi
obat. Rumah sakit menetapkan regulasi untuk efek samping obat yang harus
dicatat dan dilaporkan.
Rumah sakit menetapkan proses identifikasi dan pelaporan bila terjadi
kesalahan penggunaan obat (medication error), kejadian yang tidak diharapkan
(KTD) termasuk kejadian sentinel, serta kejadian tidak cedera (KTC) maupun
kejadian nyaris cedera (KNC). Proses pelaporan kesalahan penggunaan obat
(medication error) menjadi bagian dari program kendali mutu dan keselamatan
pasien rumah sakit. Laporan ditujukan kepada tim keselamatan pasien rumah
sakit dan laporan ini digunakan untuk mencegah kesalahan di kemudian hari.

19
Program Studi Profesi Apoteker – FMIPA – Universitas Udayana
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit

Terdapat tindak lanjut dan pelatihan dalam rangka upaya perbaikan untuk
mencegah kesalahan obat agar tidak terjadi di kemudian hari. PPA
berpartisipasi dalam pelatihan ini.

20

Anda mungkin juga menyukai