Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

“HEMATOLOGI DAN IMUNOLOGI”


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah: Ilmu Biomedik Dasar
Dosen pengampu: Ns. Grace Carol Sipasulta, M.Kep., Sp.Kep.Mat.

Disusun Oleh:
Hafidatul Aulia P07220120078

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KALIMANTAN TIMUR


PRODI D-III KEPERAWATAN KELAS BALIKPAPAN
TINGKAT I/SEMESTER I
TAHUN AJARAN
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat taufik dan hidayah-
Nya, makalah ini dapat di selesaikan. Makalah ini sendiri di buat guna memenuhi
salah satu tugas kuliah dari dosen mata kuliah ilmu biomedik dasar dengan judul
“HEMATOLOGI DAN IMUNOLOGI”.
Makalah ini disusun berdasarkan sumber-sumber yang ada namun kami
menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran demi perbaikan dan penyempurnaan akan kami terima dengan senang hati.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih.

Balikpapan, 04 September 2020

Pemateri

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................................2
C. Tujuan.........................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................4
A. System transfort: Peredaran darah sistemik dan peredaran darah pulmonal serta
peredaran limfatik............................................................................................................................4
B. Darah: Sel darah merah, putih, dan pembekuan darah serta pembentukan sel-sel
darah menurut usia dan sifat-sifatnya..............................................................................................6
C. Eritreofoesis dan oksigenisasi jaringan sebagai dasar pengaturan sel darah merah.....................
12
D. Pembentukan Hb dan transport O2 dan hubungan asam folat dengan vitamin B12.....................
15
E. Metabolisme Fe (Zat besi).........................................................................................................19
F. Mekanisme homestatis dan pembekuan darah pada saat cidera................................................21
BAB III PENUTUP......................................................................................................................26
A. Kesimpulan...............................................................................................................................26
B. Saran..........................................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................27

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hematologi adalah cairan yang ada pada manusia sebagai alat transportasi
berfungsi untuk mengirimkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan
tubuh, mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme, dan juga sebagai
pertahanan tubuh terhadap virus atau bakteri. Sistem kekebalan atau sistem imun
adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan
organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar,
sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta
menghancurkan sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Jika sistem kekebalan
melemah, kemampuannya melindungi tubuh juga berkurang, sehingga
menyebabkan patogen, termasuk virus yang menyebabkan demam dan flu, dapat
berkembang dalam tubuh. Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan
terhadap sel tumor, dan terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan
meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker.
Pada tubuh manusia, terdapat alat transportasi yang berfungsi sebagai
pengedar oksigen dan zat makanan ke seluruh sel-sel tubuh serta mengangkut
karbon dioksida dan zat sisa ke organ pengeluaran. Alat transportasi pada
manusia terkoordinasi dalam suatu sistem yang disebut sistem peredaran darah.
Sistem peredaran darah manusia terdiri atas darah, jantung, dan pembuluh darah.
Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali
tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi untuk mengirimkan zat-zat dan oksigen
yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh, mengangkut bahan-bahan kimia hasil
metabolisme, dan juga sebagai pertahanan tubuh terhadap virus atau bakteri.
Istilah medis yang berkaitan dengan darah diawali dengan kata hemo atau hemato
yang berasal dari kata Yunani yang berarti haima yang berarti darah.

1
Darah manusia berwarna merah, namun dalam hal ini warna darah ada dua
jenis warna merah pada darah manusia. Warna merah terang menandakan bahwa
darah tersebut mengandung banyak oksigen, sedangkan warna merah tua
menandakan bahwa darah tersebut mengandung sedikit oksigen atau dalam arti
lain mengandung banyak karbondioksida. Warna merah pada darah disebabkan
oleh adanya hemoglobin. Hemoglobin adalah protein pernafasan (respiratory
protein) yang mengandung besi (Fe) dalam bentuk heme yang merupakan tempat
terikatnya molekul-molekul oksigen.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana system transfort: Peredaran darah sistemik dan peredaran
darah pulmonal serta peredaran limfatik?
2. Bagaimana darah: Sel darah merah, putih, dan pembekuan darah serta
pembentukan sel-sel darah menurut usia dan sifat-sifatnya?
3. Bagaimana eritreofoesis dan oksigenisasi jaringan sebagai dasar
pengaturan sel darah merah?
4. Bagimana pembentukan Hb dan transport O2 dan hubungan asam folat
dengan vitamin B12?
5. Bagaimana metabolisme Fe (Zat besi)?
6. Bagaimana mekanisme homestatis dan pembekuan darah pada saat cidera?

C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami system transfort: Peredaran darah sistemik
dan peredaran darah pulmonal serta peredaran limfatik.
2. Mengetahui dan memahami darah: Sel darah merah, putih, dan
pembekuan darah serta pembentukan sel-sel darah menurut usia dan sifat-
sifatnya.
3. Mengetahui dan memahami eritreofoesis dan oksigenisasi jaringan sebagai
dasar pengaturan sel darah merah.

2
4. Mengetahui dan memahami pembentukan Hb dan transport O2 dan
hubungan asam folat dengan vitamin B12.
5. Mengetahui dan memahami metabolisme Fe (Zat besi).
6. Mengetahui dan memahami mekanisme homestatis dan pembekuan darah
pada saat cidera.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sistem Transfort: Peredaran Darah Sismetik dan Peredaran Darah
Pulmonal serta Peredaran Limfatik

1. Peredaran Darah Sismetik


Sirkulasi darah dimulai ketika darah mengalir dari kedua atria (dua bilik
jantung bagian atas) ke ventrikel (dua bilik bawah). Fase berikutnya disebut
periode ejeksi, yaitu ketika kedua ventrikel memompa darah ke arteri besar.
Dalam sirkulasi sistemik, ventrikel kiri memompa darah yang kaya oksigen ke
arteri utama (aorta). Darah mengalir dari arteri utama ke arteri yang lebih besar
dan lebih kecil lalu masuk ke jaringan kapiler. Di dalam jaringan kapiler, darah
melepaskan oksigen, nutrisi dan zat-zat penting lainnya. Dalam tahap ini, darah
juga mengambil karbon dioksida dan zat-zat hasil metabolisme dalam tubuh.
Setelah mengambil zat-zat tersebut, darah mengalir kembali ke jantung melalui
serambi kanan. Proses ini dilakukan pembuluh darah dengan tujuan untuk
membersihkan darah.

2. Peredaran Darah Pulmonal

Sistem peredaran darah manusia yang kedua atau sistem pulmonal bekerja
memompa darah dari ventrikel kanan. Darah yang memiliki kadar oksigen rendah
dipompa menuju arteri pulmonalis. Dari arteri pulmonalis, aliran darah bercabang
menuju arteri dan kapiler yang semakin kecil. Di sinilah karbon dioksida
dilepaskan dari darah ke dalam vesikel paru, dan oksigen segar memasuki aliran
darah. Ketika kita bernapas, karbon dioksida meninggalkan tubuh kita. Darah
yang kaya oksigen mengalir melalui vena paru dan atrium kiri ke ventrikel kiri.
Detak jantung berikutnya memulai siklus baru sirkulasi sistemik.

4
3. Peredaran Limfatik

Aliran darah dibandingkan dengan Aliran Limfatik Aliran darah yang


dipompa oleh jantung diedarkan di seluruh tubuh dan dibersihkan dengan menjadi
disaring oleh ginjal. Sistem limfatik tidak memiliki pompa untuk membantu
dalam alirannya, sistem ini dirancang sedemikian rupa sehingga hanya getah
bening mengalir keatas melalui tubuh perjalanan dari ekstremitas (kaki dan
tangan) dan keatas melalui tubuh menuju leher. kemudian berjalan melalui tubuh,
melewati getah bening kelenjar getah bening di mana ia disaring. Pada pangkal
leher, getah bening memasuki vena subklavia dan sekali lagi menjadi plasma
dalam aliran darah.

Limfatik kapiler, setelah meninggalkan jaringan, getah bening harus


memasukkan sistem limfatik melalui kapiler limfatik khusus. Sekitar 70 persen di
antaranya kapiler dangkal yang terletak dekat, atau hanya di bawah, kulit. 30
persen sisanya, yang dikenal sebagai kapiler limfatik dalam, mengelilingi
sebagian besar organ tubuh. Kapiler limfatik mulai sebagai pembuluh buta-
berakhir yang hanya satu sel di tebal. Sel-sel ini disusun dalam pola sedikit
tumpang tindih, sangat mirip dengan herpes zoster di atap rumah. Masing-masing
sel individu diikat ke jaringan terdekat oleh penahan filamen. Tekanan dari fluida
yang mengelilingi gaya kapiler sel-sel untuk memisahkan sejenak untuk
memungkinkan getah bening untuk memasuki kapiler. Kemudian sel-sel dari
dinding berdekatan. Ini tidak memungkinkan getah bening untuk meninggalkan
kapiler. Melainkan dipaksa untuk bergerak maju.

Kapiler limfatik secara bertahap bergabung bersama untuk membentuk


jaringan mesh-seperti tabung yang terletak lebih dalam tubuh. Saat mereka
menjadi lebih besar, struktur ini dikenal sebagai pembuluh limfatik. Limfe Nodes
Ada antara 600-700 kelenjar getah bening hadir dalam tubuh manusia rata-rata.

5
Limfe nodes ini berperan untuk menyaring kelenjar getah bening sebelum dapat
dikembalikan ke sistem peredaran darah. Meskipun node dapat menambah atau
mengurangi ukuran sepanjang hidup, setiap node yang telah rusak atau hancur,
tidak beregenerasi. Pembuluh limfatik aferen membawa unfiltered getah bening
ke node. Produk-produk limbah sini, dan beberapa cairan, yang disaring. Di
bagian lain dari node, limfosit, yang khusus sel darah putih, membunuh patogen
yang mungkin ada. Hal ini menyebabkan pembengkakan umumnya dikenal
sebagai pembengkakan kelenjar bengkak. Kelenjar getah bening juga perangkap
sel-sel kanker dan memperlambat penyebaran kanker sampai mereka kewalahan
oleh itu. Pembuluh limfatik eferen membawa keluar getah bening disaring dari
node untuk melanjutkan kembali ke sistem peredaran darah.

B. Darah: Sel darah merah, putih dan pembekuan darah serta


pembentukan sel-sel darah menurut usia dan sifatnya
1. Sel darah merah (eritrosit)

Eritrosit merupakan bagian sel darah yang mengandung hemoglobin (Hb).


Hemoglobin adalah biomolekul yang mengikat oksigen. Sedangkan darah yang
berwarna merah cerah dipengaruhi oleh oksigen yang diserap dari paru-paru. Pada
saat darah mengalir ke seluruh tubuh, hemoglobin melepaskan oksigen ke sel dan
mengikat karbondioksida. Jumlah hemoglobin pada orang dewasa kira-kira 11,5-
15 gram dalam 100 cc darah. Normal Hb wanita 11,5 mg% dan laki-laki 13,0 mg
%. Sel darah merah memerlukan protein karena strukturnya terdiri dari asam
amino dan memerlukan pula zat besi, sehinnga diperlukan diet seimbang zat besi.
Di dalam tubuh banyaknya sel darah merah ini bisa berkurang, demikian juga
banyaknya hemoglobin dalam sel darah merah.

Eritrosit memiliki warna merah pekat, jumlah sel darah merah dalam tubuh
cukup banyak, sel ini berbentuk bulat serta dilengkapi bikonkaf (cekungan) di

6
bagian tengahnya. Uniknya, sel darah merah dilengkapi dengan protein khusus
disebut hemoglobin.

Fungsi sel darah merah dengan hemoglobinnya adalah membantu membawa


oksigen ke paru guna diedarkan ke seluruh tubuh dan juga mengangkut karbon
dioksida dari seluruh tubuh untuk dikeluarkan dari paru-paru. Tak sama dengan
sel darah yang lain, sel darah merah ini diketahui tidak memiliki inti (nukleus)
sehingga bentuknya mampu berubah dengan mudah, hal inilah yang membuat sel
darah melakukan penyesuaian diri ketika melewati beragam pembuluh darah.

2. Sel darah putih (leukosit)

Leukosit atau sel darah putih dalam tubuh jumlahnya lebih sedikit jika
dibandingkan dengan sel darah merah. Akan tetapi, fungsinya sangat-sangat
beragam dan sangat diperlukan oleh tubuh manusia.

Fungsi dari sel dari putih adalah melawan infeksi virus, jamur, bakteri yang
dapat menimbulkan risiko tubuh terserang beragam penyakit, sel darah putih juga
akan memproduksi sifat antibodi yang mampu memerangi beberapa zat asing
dalam tubuh. Perlu Anda pahami, sel darah putih ini diproduksi oleh bagian
sumsum tulang dengan jenis yang berbeda, mulai dari neutrofil, monoctyes,
basofil, eosinofil, dan limsofit. Masa bertahan hidup dari sel darah putih ini cukup
lama. Ia mampu bertahan dalam hitungan hari, bulan hingga tahun tergantung
pada jenisnya masing-masing.

Dalam sirkulasi darah, leukosit terlihat sebagai sel yang tidak bergerak apabila
tidak terdapat zat asing. Namun jika ada zat asing, sel tersebut langsung bergerak
dan bekerja. Jumlah lebih sedikit dibandingkan dengan eritrosit. Sebenarnya
jumlah leukosit ini tergantung pada usia, jenis kelamin dan juga kondisi tubuh
seseorang. Jumlah leukosit pada orang dewasa yang sehat kurang lebih 6.000-

7
10.000/L. Leukosit dibuat dalam sumsum merah, limpa, dan kelenjar limpa
(kelenjar getah bening).

Leukosit atau sel darah putih mempunyai beberapa macam, sampai saat ini
menurut para ahli ada 5 jenis dan setiap jenisnya memiliki kadar yang berbeda-
beda. Berikut adalah jenis-jenis leukosit beserta penjelasannya.

a. Basofil

Kadar basofil yang terkandung dalam darah hanya sekitar 1% dari jumlah


leukosit. Fungsi dari basofil sendiri adalah untuk penyembuhan dalam
peradangan.

b. Eosinofila

Kadar eosinofil ini berkisar dari 2% – 4% dari jumlah leukosit. Eosinofil  ini


mempunyai peran untuk mematikan parasit berupa cacing dan alergi jika ada.

Eosinofil adalah sel darah putih yang banyak berpartisipasi dalam reaksi
alergi dan imunologi. Penyebab tingginya eosinofil yaitu arthritis, infeksi parasit,
reaksi alergi, dan kondisi kulit seperti ruam kulit.

c. Monosit

Monosit adalah jenis leukosit yang memiliki inti lonjong. Kadar di dalamnya
sekitar 3% – 8% dari jumlah leukosit. Monosit mempunyai fungsi untuk
pertahanan tubuh dari protozoa, virus, dan memakan sel-sel yang sudah berumur
tua.

d. Neutrofilia

Neutrofil mempunyai kadar sekitar 60% – 70% dari leukosit yang bersirkulasi
dalam darah. Dalam sitoplasmanya, neutrofit mengandung glikogen. Sel ini dapat
bertahan pada kondisi yang kurang oksigen. Berumur 1 – 4 hari. Fungsi dari

8
neutrofil sendiri adalah sebagai pertahanan dari mikroorganisme, khususnya
bakteri.

Jumlah neutrofil yang meningkat itu merupakan reaksi tubuh dalam melawan
infeksi atau zat asing yang sifatnya akut. Infeksi oleh bakteri, jamur, virus dan
parasit semuanya itu dapat meningkatkan jumlah neutrofit dalam darah.

Neutrofit juga dapat meningkat terhadap orang yang sedang cedera, seperti
luka bakar atau patah tulang. Selain itu beberapa obat juga mengakibatkan
peningkatan jumlah neutrofil seperti leukimia dan kortikosteroid.

e. Limfositotis

Di antara semua jenis sel darah putih yang ada, hanya limfosit yang tidak bisa
bergerak. Limfosit berfungsi sebagai imunitas atau kekebalan tubuh, zat asing, sel
kanker, dan juga virus. Sedangkan yang lainnya bersifat fogositosis. Kadar
limfosit sekitar 20% – 30% dari jumlah leukosit. Umur limfosit bervariasi, ada
yang beberapa hari sampai bertahun-tahun. Jumlah limfosit yang tinggi bisa
disebabkan oleh peresponan terhadap infeksi terutama pada virus. Beberapa
infeksi bakteri juga dapat meningkatkan leukosit limsofit seperti tuberkulosis.
Bisa juga disebabkan karena limfoma, leukimia limfositik kronis.

3. Pembekuan darah

Proses pembekuan darah atau koagulasi adalah proses kompleks, di mana


darah membentuk gumpalan (bekuan darah) guna menutup dan memulihkan luka,
serta menghentikan pendarahan. Proses pembekuan darah tidak akan terjadi tanpa
adanya aktor yang berperan. Koagulasi melibatkan trombosit dan komponen
faktor koagulasi.

a. Trombosit

9
Trombosit atau keping darah adalah elemen berbentuk cakram di dalam darah.
Trombosit digolongkan sebagai sel darah, tetapi sebenarnya trombosit adalah
bagian dari sel-sel sumsum tulang yang disebut dengan megakaryocytes.
Trombosit berperan untuk membantu membentuk bekuan darah, guna
memperlambat atau menghentikan perdarahan, serta penyembuhan luka.

b. Faktor koagulasi (faktor pembekuan)

Faktor koagulasi adalah protein, sebagian besar diproduksi oleh organ hati.
Ada 13 faktor koagulasi dalam darah dan jaringan tubuh manusia.

Selain kedua zat di atas, unsur yang juga berperan penting pada pembekuan
darah adalah vitamin K. Vitamin ini merupakan nutrisi yang berperan penting
dalam membantu tubuh menghasilkan faktor pembekuan darah. Orang yang
kekurangan vitamin K rentan mengalami perdarahan. Kondisi ini sering
ditemukan pada bayi baru lahir, karena itu mereka seringkali membutuhkan
suntikan vitamin K.

4. Pembentukan sel-sel darah menurut usia dan sifat-sifatnya

Sel-sel darah dalam tubuh manusia berkembang dari sel embrionik yang
disebut Haematopoietic Stem Cell (HSC). HSC adalah sel-sel heterogen yang
mampu berdiferensiasi menjadi berbagai sel darah. Misalnya sel darah merah, sel
darah putih dan platelet. Perkembangan HSC menjadi sel-sel darah dikontrol oleh
sejumlah zat pengontrol seperti haematopoietic growth factor dan beberapa jenis
sitokinin. Singkatnya, definisi hematopoiesis adalah proses diferensiasi sel punca
hematopoietik menjadi berbagai jenis komponen seluler darah. Proses ini
dikontrol oleh berbagai zat pengontrol khususnya haematopoietic growth factor.

Pada individu dewasa, sel-sel HCS bersumber dari sumsum tulang, baik
sumsung tulang belakang dan tulang besar lain seperti tulang femur, pelvic

10
maupun sternum. Sedangkan pada embrio yang mengalami perkembangan, HSC
bersumber dari suatu agregat sel darah yang disebut blood island, dan pada
perkembangan selanjutnya, sel-sel darah akan dibentuk di limpa, hari dan nodus
limfatik. Setelah sumsum tulang terbentuk, jaringan tersebut menghandle
produksi darah. Namun, pematangan dan aktivasi sel-sel darah terjadi di nodus
limfatik. Manusia memiliki lokasi diferensiasi sel darah berbeda. Pada juvenile,
sel darah dihasilkan dan berkembang di tulang panjang seperti tibia dan femur.
Sedangkan pada individu dewasa, terletak pada pelvic, sternum, kranium dan
tulang belakang.

Fase-fase berdiferensiasinya HCS menjadi sel darah disebut Hematopoiesis


dari gambar 1. dapat dilihat bahwa HPC berkembang menjadi sel-sel darah
fungsional melalui beberapa tahap. Tahapan perkembangan sel darah tersebut
antara lain:

Mesoblastik: Fase yang terjadi saat embrio berumur 2 – 10 minggu. Terjadi di


dalam yolk sac. Yang dihasilkan adalah HbG1, HbG2, dan Hb Portland.

Hepatik: Fase yang dimulai sejak embrio umur 6 minggu terjadi di hati
Sedangkan pada limpa terjadi pada umur 12 minggu dengan produksi yang lebih
sedikit dari hati. Pada fase ini, Hb (haemoglobin) mulai dihasilkan pada sel darah
merah

Mieloid Dimulai pada usia kehamilan 20 minggu terjadi di dalam sumsum


tulang, kelenjar limfonodi, dan timus. Di sumsum tulang, hematopoiesis
berlangsung seumur hidup terutama menghasilkan HbA, granulosit, dan
trombosit. Pada kelenjar limfonodi terutama sel-sel limfosit, sedangkan pada
timus yaitu limfosit, terutama limfosit T.

11
C. Eritreofoesis dan oksigenisasi jaringan sebagai dasar pengaturan sel
darah merah

Eritropoesis adalah proses pembentukan eritrosit (sel darah merah). Pada janin
dan bayi proses ini berlangsungdi limfa dan sumsum tulang, tetapi pada orang
dewasa terbatas hanya pada sumsum tulang (Dorland, Edisi 31). Eritropoiesis
adalah proses pembentukan eritrosit yang terjadi di sumsum tulang hingga
terbentuk eritrosit matang dalam darah tepi yang dipengaruhi dan dirangsang oleh
hormon eritropoietin. Eritropoietin adalah hormonglikoprotein yang terutama
dihasilkan oleh sel-sel interstisium peritubulus ginjal, dalam respon terhadap
kekurangan oksigen atas bahan globulin plasma, untuk digunakan oleh sel-sel
induk sumsum tulang. Eritropoietin mempercepat produksi eritrosit pada semua
stadium terutama saat sel induk membelah diri dan proses pematangan sel
menjadi eritrosit. Di samping mempercepat pembelahan sel, eritropoietin juga
memudahkan pengambilan besi, mempercepat pematangan sel dan
memperpendek waktu yang dibutuhkan oleh sel untuk masuk dalam sirkulasi.

Siklus eritropoesis. Rubriblast disebut juga pronormoblast atau proeritroblast,


merupakan sel termuda dalam sel eritrosit. Sel iniberinti bulat dengan beberapa
anak inti dan kromatin yang halus. Ukuran sel rubriblast bervariasi 18-25 mikron.
Dalam keadaan normal jumlah rubriblast dalam sumsum tulang adalah kurang
dari 1 % dari seluruh jumlah sel berinti.

12
Prorubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast basofilik. Ukuran
lebih kecil dari rubriblast. Jumlahnya dalam keadaan normal 1-4 % dari seluruh
sel berinti.

Rubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast polikromatik.


Inti sel ini mengandung kromatin yang kasar dan menebal secara tidak teratur, di
beberapa tempat tampak daerah-daerah piknotik. Pada sel ini sudah tidak terdapat
lagi anak inti, inti sel lebih kecil daripada prorubrisit tetapi sitoplasmanya lebih
banyak, mengandung warna biru karena asam ribonukleat (ribonucleic acid-RNA)
dan merah karena hemoglobin. Jumlah sel ini dalam sumsum tulang orang dewasa
normal adalah 10-20 %.

Metarubrisit. Sel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast


ortokromatik. Inti sel ini kecil padat dengan struktur kromatin yang menggumpal.
Sitoplasma telah mengandung lebih banyak hemoglobin sehingga warnanya
merah walaupun masih ada sisa-sisa warna biru dari RNA. Jumlahnya dalah
keadaan normal adalah 5-10%.

Retikulosit. Pada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin


dan penglepasan inti sel, masih diperlukan beberapa hari lagi untuk melepaskan
sisa-sisa RNA. Sebagian proses ini berlangsung di dalam sumsum tulang dan
sebagian lagi dalam darah tepi. Setelah dilepaskan dari sumsum tulang sel normal
akan beredar sebagai retikulositselama 1-2 hari. Dalam darah normal terdapat 0,5
-2,5% retikulosit.6.

Eritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkaf dengan ukuran


diameter 7-8 mikron dan tebal 1,5- 2,5mikron. Bagian tengah sel ini lebih tipis
daripada bagian tepi. Dengan pewarnaan Wright, eritrosit akan berwarna
kemerah-merahan karena mengandung hemoglobin. Umur eritrosit adalah sekitar
120 hari dan akan dihancurkanbila mencapai umurnya oleh limpa.

13
Proses Oksigenasi. Sistim pernafasan terdiri dari organ pertukaran gas yaitu
paru-paru dan sebuah pompa ventilasi yang terdiri atas dinding dada, otot-otot
pernafasan, diagfragma, isi abdomen, dinding abdomen dan pusat pernafasan di
otak. Pada keadaan istirahat frekuensi pernafasan 12-15 kali per menit. Ada 3
langkah dalam proses oksigenasi yaitu ventilasi, perfusi paru dan difusi (Guyton,
2005).

a. Ventilasi

Ventilasi adalah proses keluar masuknya udara dari dan ke paru-paru,


jumlahnya sekitar 500 ml. Ventilasi membutuhkan koordinasi otot paru dan
thoraks yang elastis serta persyarafan yang utuh. Otot pernafasan inspirasi
utama adalah diafragma. Diafragma dipersyarafi oleh saraf frenik, yang
keluarnya dari medulla spinalis pada vertebra servikal keempat. Udara yang
masuk dan keluar terjadi karena adanya perbedaan tekanan, yang keluarnya
dari medulla spinalis pada vertebra servikal keempat. udara antara intrapleura
dengan tekanan atmosfer, dimana pada inspirasi tekanan intrapleural lebih
negative (725 mmHg) daripada tekanan atmosfer (760 mmHG) sehingga
udara masuk ke alveoli.

Kepatenan ventilasi terganutung pada faktor kebersihan jalan nafas,


adanya sumbatan atau obstruksi jalan napas akan menghalangi masuk dan
keluarnya udara dari dan ke paru-paru. Kuatnya sistem saraf pusat dan pusat
pernafasan. Kuatnya pengembangan dan pengempisan paru-paru.
Kemampuan otot-otot pernafasan seperti diafragma, eksternal interkosa,
internal interkosa, otot abdominal.

b. Perfusi

14
Paru Perfusi paru adalah gerakan darah melewati sirkulasi paru untuk
dioksigenasi, dimana pada sirkulasi paru adalah darah deoksigenasi yang
mengalir dalam arteri pulmonaris dari ventrikel kanan jantung. Darah ini
memperfusi paru bagian respirasi dan ikut serta dalam proses pertukaan
oksigen dan karbondioksida di kapiler dan alveolus. Sirkulasi paru merupakan
8-9% dari curah jantung. Sirkulasi paru bersifat fleksibel dan dapat
mengakodasi variasi volume darah yang besar sehingga digunakan jika
sewaktu-waktu terjadi penurunan volume atau tekanan darah sistemik.

c. Difusi

Oksigen terus-menerus berdifusi dari udara dalam alveoli ke dalam aliran


darah dan karbon dioksida (CO2) terus berdifusi dari darah ke dalam alveoli.
Difusi adalah pergerakan molekul dari area dengan konsentrasi tinggi ke area
konsentrasi rendah. Difusi udara respirasi terjadi antara alveolus dengan
membrane kapiler. Perbedaan tekanan pada area membran respirasi akan
mempengaruhi proses difusi. Misalnya pada tekanan parsial (P) O2 di alveoli
sekitar 100 mmHg sedangkan tekanan parsial pada kapiler pulmonal 60
mmHg sehingga oksigen akan berdifusi masuk ke dalam darah. Berbeda
halnya dengan CO2 dengan PCO2 dalam kapiler 45 mmHg sedangkan pada
alveoli 40 mmHg maka CO2 akan berdifusi keluar alveoli.

D. Pembentukan Hb dan Transport O2 dan Hubungan Asam Folat dengan


B12

Tahap pembentukan Hb dimulai dalam eritroblast dan terus berlangsung


sampai tingkat normoblast dan retikulosit. Dari penyelidikan dengan isotop
diketahui bahwa bagian hem dari hemoglobin terutama disintesis dari asam asetat

15
dan glisin. Sebagian besar sintesis ini terjadi didalam mitokondria. Langkah awal
sintesis adalah pembentukan senyawa pirol, selanjutnya 4 senyawa pirol bersatu
membentuk senyawa protoporfirin yang kemudian berikatan dengan besi
membentuk molekul hem, akhirnya keempat molekul hem berikatan dengan satu
molekul globin. Satu globin yang disintesis dalam ribosom retikulom endoplasma
membentuk Hb. (Azhar, 2009).

Sintesis Hb dimulai dari suksinil koA yang dibentuk dalam siklus krebs
berikatan dengan glisin yang dipengaruhi oleh enzim asam aminolevolinat (ALA)
molekul pirol. Koenzim pada reaksi tersebut yaitu piridoksal fosfat (vitamin B6)
yang dirangsang oleh eritropoetin, kemudian empat pirol bergabung untuk
membentuk protoporfirin IX yang kemudian bergabung dengan rantai polipeptida
panjang yang disebut globin yang disintesis di ribosom membentuk sub unit yang
disebut rantai Hb. (Azhar, 2009).

Pembentukan Hb dalam sitoplasma terjadi bersamaan dengan proses


pembentukan DNA dalam inti sel. Hb merupakan unsur terpenting dalam plasma
eritrosit. Molekul Hb terdiri dari globin, protoporfirin dan besi. Globin dibentuk
disekitar ribosom sedangkan protoporfirin dibentuk disekitar mitokondria, besi
didapat dari transferin. Pada permulaan sel , eritrosit berinti terhadap reseptor
transferin. Gangguan dalam pengikatan besi untuk membentuk Hb akan
mengakibatkan terbentuknya eritrosit dengan sitoplasma yang kecil dan kurang
mengandung Hb. Tidak berhasilnya sitoplasma sel eritrosit berinti mengikat fe
untuk pembentukan Hb dapat disebabkan oleh rendahnya kadar fe untuk
pembentukan Hb dapat disebabkan oleh rendahnya kadar fe dalam darah.

Pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi di antara paru-paru dan darah.


Sebagian besar dari oksigen berdifusi ke dalam darah dan pada saat yang sama,
karbon dioksida berdifusi keluar. Berikut pertanyaannya adalah di mana oksigen
akan pergi.

16
Yang paling bagian oksigen (sekitar 97%) kini dilakukan oleh eritrosit atau
BPR Cs. Yang menggabungkan dengan hemoglobin, pigmen yang mengandung
besi pernapasan bawah konsentrasi tinggi membentuk senyawa kimia longgar
oxy-hemoglobin.

Hemoglobin adalah berwarna ungu tapi oxy-hemoglobin warna merah terang.


Seiring aliran darah selama sirkulasi, oxy-hemoglobin mencapai jaringan,
memecah melepaskan sebagian oksigen, dan mendapatkan kembali warna normal
ungu sebagai hemoglobin, ada oleh darah bertindak sebagai pembawa oksigen
yang efisien.

Transport oksigen. Sebagian kecil dari oksigen (sekitar 3%) juga larut dalam
plasma dan dilakukan dalam bentuk solusi untuk aliran darah jaringan. Sekarang
ini oksigen bebas, sebelum masuk ke dalam melewati jaringan tepat pertama ke
dalam cairan jaringan dan kemudian memasuki jaringan dengan difusi. Sebagai
imbalannya, karbon dioksida diberikan oleh jaringan, larut dalam cairan jaringan
dan akhirnya masuk ke dalam aliran darah dan disampaikan dari darah 10-26
volume oksigen per 100 volume darah.

Pengangkutan oksigen dari paru ke jaringan tercapai karena hemoglobin


memiliki afinitas tertinggi untuk oksigen pada 100 mm Hg PO2 (yang hampir
hadir di udara alveolar) dan afinitas rendah untuk oksigen pada 40 mm Hg PO 2
yang lazim di jaringan. Jadi oksigen siap dikombinasikan dengan hemoglobin
darah yang berkurang Venus di paru-paru dan ini mudah dilepaskan ke jaringan
oleh darah arteri. Pelepasan oksigen dari darah lebih jauh meningkat oleh
penurunan pH meningkat CO 2 ketegangan, dan kenaikan suhu dll.

17
Hubungan asam folat dengan vitamin B12. Asam folat dan vitamin B12
adalah substansi yang penting untuk proses metabolisme intrasel pada tubuh manusia.
Asupan vitamin diperoleh dari berbagai jenis makanan maupun suplemen tambahan.
Pada kenyataannya, jumlah vitamin B12 yang inadekuat mempengaruhi proses
metabolisme intrasel dari asam folat melalui serangkaian interaksi yang kompleks.
Sumber utama asam folat dapat diperoleh dari sayuran hijau, hati dan gandum.
Sedangkan defisiensi vitamin B12 dapat dengan mudah terjadi pada kaumvegetarian
karena sumber utama vitamin tersebut berasal dari produk hewani.

Asam folat dan vitamin B12 berkorelasi dalam proses metabolisme di dalam
tubuh. Keduanya saling berpengaruh dalam hal kebutuhan. Defisiensi salah satu atau
keduanya pada waktu yang bersamaan dapat menyebabkan anemia makrositik
megaloblastik dan kegagalan sintesis DNA. Faktor-faktor yang mempengaruhi
defisiensi tersebut antara lain, jumlah asupan, peningkatan kebutuhan, malabsorpsi,
dan konsumsi obat-obatan. Defisiensi yang dialami oleh kaum vegetarian murni dapat
memberikan dampak negatif pada proses metabolisme tubuh mereka.

Asam folat dan vitamin B12 memainkan peranan penting dalam tubuh kita.
Menghindari terjadinya defisiensi, kita harus menjaga pola makan kita, yaitu dengan

18
mengkonsumsi produk nabati dan produk hewani yang kaya akan vitamin tersebut.
Bagi kaum vegetarian, produk hewani dapat disubstitusi oleh produk makanan nabati
yang kaya oleh vitamin B12. Susu kedelai, tempe, tauco, oncom, dan sereal adalah
sebagian kecil dari contoh produk makanan tersebut.

E. Metabolisme Fe (Zat Besi)

19
Tahap awal pada metabolism zat besi adalah proses absorpsi, dimana zat besi
dibedakan menjadi 2 bentuk ( Zat besi heme & non-heme ). Pada saat makanan dalam
bentuk zat besi heme masuk kedalam saluran cerna, pada lambung dan duodenum
terjadi pelepasan zat besi heme dari makanan oleh enzim protease, dan zat besi heme
yang mengandung ikatan besi berupa cincin porfirin akan dipecah oleh
hemoksigenase sehingga zat besi dilepaskan dan dapat langsung di absorpsi kedalam
enterosit melalui heme transporter. Sedangkan pada makanan dalam bentuk Zat besi
non heme (Kacang, telur, bayam) agar dapat diabsorpsi harus direduksi dari bentuk
Ferri ( Fe3+ ) menjadi Ferro (Fe2+ ) oleh enzim ferri reductase yang dikatalis oleh HCl
( Karena pada Susana pH hingga 7 dalam duodenum, sebagian besar besi dalam
bentuk Ferri (Fe3+).

Setelah menjadi bentuk Ferro, Ferro akan masuk atau diabsorpsi kedalam
enterosit melalui DMT 1, didalam sel usus sebagain Ferro diikat oleh apo-feritin
menjadi ferritin sebagai simpanan besi dalam sel, sementara sebagian lagi Ferro
menuju sirkulasi darah melalui Ferroportin & Ferro dioksidasi oleh Hephaestin
menjadi bentuk Ferri sebelum masuk menuju sirkulasi darah.

Setelah masuk sirkulasi darah Ferri akan diikat oleh apo-transferin (apo-
transferin disekresikan oleh hati kedalam empedu yang mengalir menuju ductus
biliaris kedalam duodenum) menjadi bentuk transferrin. 75 % transferrin darah
menuju ke prekoursor eritroid di sumsum tulang, saat transferrin masuk kedalam sel
eritroid matang, setelah itu pd sel-sel eritroid terdapat reseptor transferrin dan
mengikat transferrin. Fe dibebaskan dan direduksi menjadi bentuk Ferro, diangkut
melalui DMT 1 ke dalam sitoplasma untuk proses sintesis heme & menjadi Hb.

Setelah Hb sudah berumur ± 120 hari, eritosit akan difagosit oleh makrofag
yang berada pada sirkulasi, lien, sumsum tulang ataupun hati, setelah difagosit,
eritrosit dipecah dan Fe dilepas memasuki sirkulasi darah melalui ferroportin &

20
nantinya akan berikatan dgn apo-tranferin untuk diantarkan untuk sintesis Hb baru
ataupun disimpan dalam bentuk ferritin.

Sisanya sekitar 10-20%, transferrin menuju kehepar, pd permukaan hepar


terdapat reseptor transferrin yang akan mengikat Ferri masuk kedalam sel hepar
melalui proses endositosis, setelah itu Ferri dilepas dari Transferrin dan disimpan
dalam hepar dalam bentuk ferritin sedangkan apo-transferin akan keluar menuju
sirkulasi untuk mengikat Ferri yang lain.

F. Mekanisme Homestatis dan Pembekuan Darah saat Cedera

Hemostasis adalah upaya tubuh untuk mencegah terjadinya perdarahan dan


mempertahankan keenceran darah di dalam sirkulasi supaya tetap bisa mengalir
dengan baik. Proses hemostasis ada empat mekanisme utama, yaitu konstriksi,
pembuluh darah, pembentukan sumbatan platelet/trombosit, pembekuan darah,
pembentukan jaringan fibrosa.

Konstriksi pembuluh darah terjadi seketika apabila pembuluh darah


mengalami cedera akibat trauma. Prosesnya itu terjadi akibat spasme miogenik
lokal pembuluh darah, faktor autakoid lokal yang berasal dari jaringan yang
mengalami trauma, kemudian akibat refleks saraf terutama saraf-saraf nyeri di
sekitar area trauma. Selain itu konstriksi juga terjadi karena trombosit yang pecah
melepaskan vasokonstriktor bernama tromboksan A2 pada sekitar area trauma
tsb, sehingga pembluh darahnya berkonstriksi.

21
Setelah pembuluh darah mulai berkonstriksi, secara bersamaan sebenarnya
trombosit di sekitar area yang cedera tersebut akan segera melekat menutupi
lubang pada pembuluh darah yang robek tsb. Hal ini bisa terjadi karena di
membran trombosit itu terdapat senyawa glikoprotein yang hanya akan melekat
pada pembuluh yang mengalami cedera, sedangkan ia ntar malah mencegah
trombosit untuk melekat di pembuluh darah yang normal. Nah, ketika trombosit
ini bersinggungan dengan epitel pembuluh darah yang cedera tadi, ia kemudian
menjadi lengket pada protein yang disebut faktor von Willebrand yang bocor dari
plasma menuju jaringan yang cedera tadi. Seketika itu morfologinya berubah
drastis. Trombosit yang tadinya berbentuk cakram, tiba-tiba menjadi ireguler dan
bengkak. Tonjolan-tonjolan akan mencuat keluar permukaannya dan akhirnya
protein kontraktil di membrannya akan berkontraksi dengan kuat sehingga
lepaslah granula-granula yang mengandung faktor pembekuan aktif, diantaranya
ADP dan tromboksan A2 tadi. Secara umum, proses ini disebut dengan adhesi
trombosit.

Ketika trombosit melepas ADP dan tromboksan A2, zat-zat ini akan
mengaktifkan trombosit lain yang berdekatan. Ia seolah-olah menarik perhatian
trombosit lainnya untuk mendekat. Karena itu, kerumunan trombosit akan
seketika memenuhi area tersebut dan melengket satu sama lain. Semakin lama
semakin banyak hingga terbentuklah sumbat trombosit hingga seluruh lobang
luka tertutup olehnya. Peristiwa ini disebut agregasi trombosit.

Nah, setelah terbentuk sumbat trombosit, dalam waktu 15 sampai 20 menit


bila perdarahannya hebat, atau 1 sampai 2 menit bila perdarahannya kecil, zat-zat
aktivator dari pembuluh darah yang rusak dan trombosit tadi akan menyebabkan
pembekuan darah setempat. Prosesnya sangat kompleks, berupa kaskade yang
saling mengaktifkan satu sama lain hingga sampai terbentuknya benang fibrin

22
untuk menutup luka. Jika satu saja komponen penghatif itu terganggu, proses
keseluruhannya dapat terganggu. Mekanismenya adalah sebagai berikut.

Pembentukan aktivator prothrombin. Pembentukan aktivator protrombin


berasal dari dua mekanisme kompleks yang melibatkan berbagai faktor
pembekuan, yaitu jalur ekstrinsik dan jalur instrinsik.

1) Jalur ekstrinsik

Ketika dinding vaskuler mengalami cedera, ia akan melepaskan berbagai


faktor jaringan atau tromboplastin jaringan atau faktor III teraktivasi. Faktor ini
terdiri dari kompleks fosfolipid dan lipoprotein yang terutama berfungsi sebagai
enzim proteolitik. Nah, faktor jaringan ini nantinya akan mengaktifkan faktor VII
menjadi faktor VII teraktivasi (VIIa). Bersama-sama, faktor jaringan dan faktor
VII teraktivasi serta dengan bantuan ion Kalsium (Ca2+/ faktor IV) akan merubah
faktor X menjadi faktor X teraktivasi (Xa). Kemudian, faktor Xa itu akan
berikatan dengan fosfolipid pada faktor jaringan tadi (atau dengan fosfolipid
tambahan yang dilepas trombosit), dan mereka bergabung dengan faktor V untuk
membentuk aktivator protrombin. faktor V dihasilkan oleh trombin, senyawa
yang dihasilkan dari aktifitas aktivator protrombin nantinya. Pada kejadian
pertama kali, faktor V ini inaktif, namun setelah terbentuk trombin, trombin ini
akan mengaktifkan faktor V tersebut sehingga ia akan membantu pembentukan
faktor protrombin tadi.

23
2) jalur instrinsik

Untuk jalur instrinsik, dimulai ketika darah itu sendiri mengalami


trauma atau darah itu berkontak dengan jaringan yang mengalami trauma. Hal
ini akan menyebabkan faktor XII inaktif berubah menjadi aktif, atau faktor
XII teraktivasi (XIIa). Selain itu, trombosit yang hancur juga akan melepaskan
fosfolipid yang mengandung lipoprotein yang disebut faktor 3 trombosit.
Faktor XIIa akan mengaktifkan faktor XI menjadi faktor XI teraktivasi (XIa)
dengan bantuan senyawa bernama kininogen HMW. Faktor XIa ini dengan
bantuan Ca2+ akan mengaktifkan faktor IX menjadi faktor IX teraktivasi
(IXa). Nah, kemudian faktor IXa ini akan bekerja sama dengan faktor VIII
teraktivasi (Faktor VIII telah tersedia dalam darah, sampai saat ini belum
diketahui siapa yang menghasilkan, kemungkinan oleh endotel, gromerular,
dan tubular vaskuler serta sel sinusoid hati. Faktor ini tidak dimiliki oleh
pasien hemofilia klasik (hemofilia A). Ia diaktivkan oleh trombin menjadi
faktor VIII teraktivasi), faktor 3 trombosit tadi serta dengan Ca2+, untuk
mengubah faktor X menjadi faktor X teraktivasi (Xa). Sama dengan jalur
ekstrinsik, faktor Xa ini akan bergabung dengan fosfolipid dan faktor V untuk
membentuk aktivator protrombin.

24
Perbedaan antara jalur ekstrinsik dan instrinsik adalah, jalur ekstrinsik
prosesnya lebih cepat, bisa berlangsung dalam 15 detik, sedangkan instrinsik lebih
lambat, biasanya perlu waktu 1 sampai 6 menit untuk menghasilkan pembekuan.

Setelah aktivator protrombin terbentuk, langkah selanjutnya adalah aktivator


protrombin ini akan mengaktifkan prothrombin. Protrombin akan aktif menjadi
trombin. Prosesnya lagi-lagi membutuhkan peranan ion kalsium (Ca2+). Nantinya,
trombin ini akan menyebabkan polimerisasi dari molekul-molekul fibrinogen menjadi
benang-benang fibrin dalam waktu 10 – 15 detik. Prosesnya, trombin ini akan
melepas 4 molekul peptida kecil dari setiap molekul fibrinogen, sehingga membentuk
satu fibrin monomer, selanjutnya fibrin monomer ini secara otomatis mampu
berpolimerisasi dengan sesamanya membentuk benang fibrin. Jadi, setelah beberapa
detik, akan muncul banyak benang-benang fibrin yang panjang. Tapi benang-benang
ini ikatannya masih lemah, karena cuma berikatan secara ikatan hidrogen. Untuk itu,
trombin akan mengaktivasi suatu zat yang disebut faktor stabilisasi fibrin. Faktor
inilah yang nantinya akan memperkuat ikatan benang-benang fibrin tadi menjadi
lebih kuat, yakni dengan cara menimbulkan ikatan kovalen pada benang-benang
tersebut.

Protrombin adalah senyawa protein plasma, yang dihasilkan oleh hepar dengan
bantuan vitamin K. Makanya jika seseorang kekurangan vitamin K, perdarahan akan
mudah terjadi dan pembekuan sulit terjadi. Konsentrasinya dalam plasma sekitar 15
mg/dl.

Fibrinogen adalah protein dengan BM yang besar. Konsentrasi dalam plasma


sekitar 100 – 700 mg/dl. Disintesis di hepar.

25
Faktor stabilisasi fibrin terdapat dalam jumlah kecil dalam bentuk globulin
plasma, tapi juga dilepaskan oleh trombosit yang terperangkap dalam bekuan.

Jika benang-benang fibrin terbentuk, perdarahan akan berhenti. Pada jaringan dan
endotel pembuluh darah yang teluka, akan dilepaskan suatu aktivator kuat yang
disebut aktivator plasminogen jaringan (t-PA). t-PA ini akan mengaktifkan
plasminogen menjadi plasmin. Plasmin ini adalah zat anti-koagulan dalam darah.
Plasmin bekerja dengan cara mencerna benang-benang fibrin dan protein koagulan
lain seperti fibrinogen, faktor V, faktor VIII, protrombin dan faktor XII. t-PA ini
hanya akan dihasilkan pada hari-hari berikutnya, jika pembuluh darah yang luka
sudah tertutup. Sehingga, proses pembentukan benang-benang fibrin juga akan
terhenti.

Setelah terbentuk benang-benang fibrin tersebut secara sempurna, dan darah juga
membentuk bekuan, bekuan itu akan diinvasi oleh fibroblas yang kemudian
membentuk jaringan ikat pada seluruh bekuan tersebut, atau dapat juga bekuan itu
dihancurkan. Proses ini didukung oleh faktor pertumbuhan yang disekresikan oleh
trombosit, dan akan berlangsung berkelanjutan hingga bekuan tersebut akan menjadi
jaringan fibrosa dalam waktu sekitar 1 sampai 2 minggu. Struktur jaringan sekitar
trauma akan bekerja sedemikian rupa untuk memperbaiki kondisinya seperti semula.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hematologi adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari darah, organ


pembentukdarah dan penyakitnya. Pemeriksaan panel hematologi (hemogram)
terdiri dari leukosit, eritrosit, hemoglobin, hematokrit, indeks eritrosit dan
trombosit. Sel darah merah merupakan sel darah yang jumlahnya terbanyak dalam

26
tubuh manusia. Jumlah sel darah merah dapat memberikan informasiyang
mengindikasikan adanya gangguan hematologi.

Eritrosit merupakan bagian sel darah yang mengandung hemoglobin (Hb).


Hemoglobin adalah biomolekul yang mengikat oksigen. Leukosit atau sel darah
putih dalam tubuh jumlahnya lebih sedikit jika dibandingkan dengan sel darah
merah. Akan tetapi, fungsinya sangat-sangat beragam dan sangat diperlukan oleh
tubuh manusia.

Asam folat dan vitamin B12 berkorelasi dalam proses metabolisme di dalam
tubuh. Keduanya saling berpengaruh dalam hal kebutuhan. Defisiensi salah satu
atau keduanya pada waktu yang bersamaan dapat menyebabkan anemia
makrositik megaloblastik dan kegagalan sintesis DNA. Faktor-faktor yang
mempengaruhi defisiensi tersebut antara lain, jumlah asupan, peningkatan
kebutuhan, malabsorpsi, dan konsumsi obat-obatan.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini penulis jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaannya makalah ini. Akhirnya semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.sehatq.com/artikel/apa-perbedaan-peredaran-darah-besar-dan-kecil

https://moam.info/makalah-sistem-limfe-
wordpresscom_59d457cc1723dd9acbaf9b9d.html

https://luvidwiastuti.wordpress.com/2012/09/07/leukosit-sel-darah-putih/

https://biologicalreviews.net/hematopoiesis-proses-pembentukan-sel-darah/

https://www.academia.edu/9012400/Memahami_dan_Menjelaskan_Eritropoesis

27
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-anatriwija-7592-3-babiis-
a.pdf

https://dustygerbera.wordpress.com/2015/10/12/zat-besi/

28

Anda mungkin juga menyukai