Anda di halaman 1dari 11

Aplikasi PCR dan Forensik

Uji Kekerabatan

Disusun oleh :
Firda Anggraini
Yuli Permatasari

Poltekkes Kemenkes Banten Teknik Laboratorium Medis

Jl. Dr Sitanala, komplek SPK Keperawatan Tangerang,


Karangsari, Neglasari, KotaTangerang, Banten
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha ESA yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada penyusun sehingga penulis berhasil
menyelesaikan Makalah ini dengan tepat pada waktunya yang berjudul materi ‘ Uji
Kekerabatan” Makalah ini berisikan tentang informasi tentang Uji Paternitas dan
Identifikasi Sisa Tubuh Manusia

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, penyusun sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan
senantiasa melancarkan segala usaha kita. Aamiin.

Tangerang Selatan,12 Januari 2021


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Era Globalisasi saat ini membawa dampak yang begitu besar bagi
perubahan tatanan kehidupan umat manusia, di mana berbagai persoalan dengan
tingkat kompleksitas yang sangat tinggi, timbul sebagai salah satu bentuk
implikasi dari dunia yang tanpa batas atau borderless world ini. Salah satu
persoalan yang timbul adalah adanya perselisihan keayahan (paternity disputed)
atau perselisihan keibuan (maternity disputed) maupun gabungan keduanya
(parentage disputed), yang semakin hari semakin meningkat (Atmaja, 1992).
Sebagai gambaran di sini adalah bahwa selama kurun waktu dua tahun terakhir
ini, RSU Dr. Soetomo, TDC telah melakukan pemeriksaan atau tes pada kasus
yang berhubungan dengan perselisihan anak, terutama dalam hal penentuan
keayahan si anak (paternity disputed test) sebanyak lebih dari 40 kasus, di mana
bila dibandingkan dengan jumlah tahun-tahun sebelumnya,terdapat
kecenderungan terjadi peningkatan jumlah kasus, baik itu pemeriksaan atau tes
paternitas pada kasus anak sudah dilahirkan yang biasanya sampel diperoleh dari
buccal swab, maupun pada saat anak masih dalam kandungan ibunya (unborn
child), yakni melalui pengambilan cairan amnion (laporan TDC human genetic's
team, 2004).
Seperti halnya uji paternitas, uji maternitas juga dapat digunakan untuk
identifikasi personal ataupun untuk menentukan kebenaran identitas seseorang
yang diduga ibu dari seorang anak/bayi. Identifikasi ini dapat dilakukan pada
kasus-kasus yang berhubungan dengan pelacakan keturunan dari jalur ibu,
misalnya yang berkaitan dengan anak yang hilang/ diculik, ataupun dalam
jumlah yang kecil pada kasus-kasus abortus yang baru terbongkar setelah terjadi
beberapa waktu yang lalu.
Peranan ilmu kedokteran forensik dalam membantu menyelesaikan
kasus-kasus yang berhubungan dengan parentage disputed, baik itu paternity
disputed maupun maternity disputed adalah sangat besar. Baik itu melalui
pemeriksaan serologi forensik yang sudah mulai ditinggalkan karena
keterbatasan-keterbatasan yang ada, maupun dengan pemeriksaan tes DNA inti
maupun tes DNA mitokhondria.
B. Rumusan Masalah
1. Uji Paternity
2. Identifikasi Sisa Tubuh Manusia
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui mekanisme uji paternity
2. Untuk mengetahui cara mengidentifikasi sisa tubuh manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
Dewasa ini aplikasi ilmu forensik tidak saja dipergunakan pada penyelesaian
kasus dengan korban yang telah meninggal tetapi juga kasus-kasus yang melibatkan
orang yang masih hidup. Analisa forensik dilaksanakan terhadap bukti-bukti untuk
membantu peradilan menemukan fakta-fakta fisik sehingga kasus-kasus kriminal
maupun sipil dapat diselesaikan. Salah satu kasus di bidang hukum yang memerlukan
penjelasan forensik adalah kasus perdebatan status keayahan.Tes paternitas adalah
usaha untuk mengeksklusi seseorang yang dituduh sebagai orang tua biologis dari
seorang anak.
Setiap sel dalam tubuh manusia memiliki 24 pasang kromosom. Pada induk sel
sperma dan sel telur terjadi pembelahan yang disebut meiosis sehingga 24 pasang
kromosom tersebut berpisah sehingga sel-sel induk menghasilkan sel sperma atau sel
ovum yang memiliki 24 kromosom. Pada saat pembuahan sel sperma ayah (24
kromosom) akan bersatu dengan sel ovum ibu (24 kromosom) sehingga kromosom dari
pihak ayah akan berpasang-pasangan dengan kromosom dari pihak ibu dan membentuk
zigot. Pada saat inilah rangkaian deoxyribo nucleic acid (DNA) dari ayah dan ibu
diturunkan kepada anaknya, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi 50
persen terhadap DNA anak (Roberts dan Pembrey, 1995).
Terdapat berbagai jenis metode tes paternitas yaitu metode konvensional dengan
analisis fenotip pada berbagai sistem golongan darah dan metode forensik molekular
yaitu dengan tes DNA. Analisis fenotip hanya dapat memberikan jawaban pasti jika si X
bukan ayah si anak, sedangkan tes DNA didasarkan pada analisis informasi genetik
yang sangat spesifik dalam membedakan ciri setiap individu sehingga dapat
menentukan identitas seseorang hampir 100% pasti sebagai ayah biologis si anak
(Plueckhahn dan Cordner, 1991).
Penentuan status keayahan tidak hanya menyangkut masalah psikologi namun
juga penting dalam aspek hukum dan aspek medis. Dalam aspek hukum masalah ini
berhubungan dengan pembuatan akta kelahiran, hak waris dan pernikahan.
Diketahuinya ayah biologis juga berguna dari aspek medis dalam hal pendonoran darah
atau transplantasi organ. Penentuan status keayahan terhadap seorang anak dapat
dilakukan dengan metode paling sederhana yaitu dengan menentukan atau
mencocokkan tingkat kesuburan atau fertilitas seorang pria yangdituduh sebagai ayah
dan waktu terjadinya konsepsi.
Selain itu kasus-kasus disputed paternity juga dapat diselesaikan dengan
melakukan tes paternitas, yaitu suatu tes untuk menentukan apakah seorang pria adalah
ayah biologis dari seorang anak. Adapun kasus paternitas dalam kaitannya dengan
penelusuran hubungan kekerabatan antara seorang anak dengan laki-laki yang diduga
sebagai ayah biologisnya, saat ini merupakan salah satupermasalahan yang umum
terjadi. Tes paternitas membanding-kan pola DNA anak dengan terduga ayah untuk
memeriksa bukti pewarisan DNA yang menunjukkan kepastian adanya hubungan
biologis. Proses pembuktian seorang anak terhadap ayah biologisnya melalui tes DNA
memiliki kekuatan hukum karena dilakukan oleh para ahli dan mencerminkan kepastian
hukum karena sampel yang diperoleh melalui tes DNA akan dinyatakan tidak
terbantahkan secara ilmiah serta tidak akan pernah berubah.
1. Perolehan dan Penyimpanan Sampel
Perolehan sampel DNA untuk pemeriksaan DNA forensik sangat beragam tergantung
banyak sampel yang diperoleh dari sisa-sisa tempat kejadian perkara (TKP) atau
sengaja diambil dari individu yang akan diperiksa seperti keluarga korban, atau
tersangka, dan untuk uji paternitas.Contoh spesimen yang dapat digunakan untuk
pemeriksaan DNA adalah darah, urine, semen, buccal swab, swab vagina, rambut, gigi,
tulang , jaringan dan spesimen biologis pada tempat kejadian perkara: pada baju /tubuh
korban, pada benda yang digunakan, di lokasi kejadian.
Penanganan barang dengan spesimen DNA harus dilakukan dengan hati-hati supaya
menghindari kontaminasi, penanganan harus dilakukan tanpa menyentuh benda dengan
tangan kosong, tidak batuk atau bersin di depan benda, setiap barang harus dibungkus
secara terpisah, penyimpanan spesimen harus dalam keadaan kering, dan setiap benda
harus diberi label dengan jelas mengenai identitas (bila diketahui) dan waktu
pengambilan sampel.
1.1 Ekstraksi dan kuantifikasi DNA
Ekstraksi DNA
Sampel biologis yang didapat dari TKP dalam bentuk darah, semen, atau jaringan
mengandung beberapa substansi selain DNA. Molekul DNA harus dipisahkan dari
materi seluler lainnya sebelum dapat diperiksa karena dapat mengurangi
kemampuan analisis DNA. Langkah-langkah dasar pada ekstraksi DNA adalah,
pertama pelisisan sel untuk melepas molekul DNA, kedua memisahkan molekul
DNA dari materi seluler lainnya, ketiga pengisolasian DNA sehingga
memungkinkan untuk dilakukan analisa untuk melihat profil DNA.
a. Ekstraksi Organik
Ekstraksi organik, juga disebut ekstraksi fenol-kloroform, telah digunakan paling lama
dan dapat digunakan untuk situasi di mana RFLP dan atau PCR digunakan. DNA
dengan berat molekul tinggi yang penting untuk metode RFLP dapat diperoleh paling
efektif melalui cara ini namun metode ini memakan waktu lama, melibatkan bahan
kimia berbahaya dan memerlukan pemindahan bahan melalui beberapa tabung sehingga
menaikkan risiko kontaminasi

b. Metode Chelex
Metode ini dapat mengekstraksi DNA lebih cepat dari metode organik. Selain itu,
ekstraksi Chelex melibatkan lebih sedikit langkah sehingga kontaminasi bisa
diminimalisisasi. Tes ini juga menghilangkan inhibitor PCR sehingga dapat menjadi
suatu keuntungan untuk PCR.

c. FTA paper
FTA paper adalah kertas serap berbasis selulosa. Metode ini memiliki
keuntungan karena menghasilkan data konsisten dan dapat diautomatisasi.

d. Ekstrasi fase-solid
Merupakan ekstraksi di mana DNA diikat secara selektif pada sebuah substrat
seperti silica dan dilepaskan pada pencucian yang memisahkan DNA dari
protein dan komponen seluler lainnya.

e. Differential extraction
Modifikasi ekstraksi organikyang memisahkan sel epitel dan sel sperma. Metode
ini umum digunakan untuk mengisolasi DNA pria dan wanita pada barang bukti
kasus-kasus perkosaan yang mengandung campuran kedua jenis DNA tersebut.

2.1 Kuantifikasi DNA


Pada tahapan ini, dilakukan prosedur penghitungan jumlah DNA dalam sampel
yang telah diambil, baik evidence maupun reference.Setelah preparasi aseptis
selesai dilakukan, terlebih dahulu Quantifiler Standard dan Quantifiler Master Mix
dipersiapkan. Kemudian, Human Primer Mix sebanyak 10 μl dicampurkan dengan
PCR Reaction Mix sebanyak 12,5 μl ke dalam tube steril. Quantifiler Mix sebanyak
23 μl dimasukkan ke dalam setiap tube. Tube kemudian di-vortexselama 10 detik
untuk memastikan seluruh reagen sudah tercampur rata. Sampel DNA yang akan
diidentifikasi kemudian dimasukkan ke dalam tubesebanyak 2 μl kemudian
ditambahkan 2 μl Buffer TE. Tube berisi sampel dan reagen disentrifugasi dengan
kecepatan 3000 rpm selama satu menit untuk menghilangkan gelembung yang ada
pada tube. Sampel DNA kemudian diproses dengan mesin 7500 Real-Time PCR
System.

3.1 Tahap Amplifikasi


Pada tahapan ini, dilakukan prosedurperbanyakan jumlah DNA dalam sampel yang
telah diambil, baik evidence maupun reference.Tahap pertama yang harus
dilakukan yaitu prosespreparasi amplifikasi denganAmplification Kit. Master Mix
dan Primer Set yang akan digunakan di-vortexselama 3 detik.Master mixsebanyak
7,5 μldan Primer setsebanyak 2,5 μldimasukkan ke dalam tube.Campuran di-
vortexselama 3 detik, kemudian disentrifugasi selama beberapa detik. Sebanyak 10
μl campuran dipindahkan ke dalam setiaptube.Tahap selanjutnya yang harus
dilakukan yaitu mempersiapkansampel kontrol negatif berisi 15 μl low-TE buffer,
sampel target tesyaitu 15 μl DNAdan kontrol positif berisi 10 μl control DNA (0.1
ng/ μl)5 μl low-TE bufferkemudianditambahkan ke dalam tubeyang
dikehendaki(volume akhir 25 μl).Tube disentrifugasipada kecepatan 3000
rpmselama 20 detik.Proses amplifikasi dilakukan dengan menggunakan PCR
System9700. PCR memanfaatkan proses enzimatik yang memperbanyak rantai
DNA pada daerah spesifik.

4.1 Tahap Capillary Electrophoresis


Pada tahapan ini, dilakukan proseduridentifikasi STR pada sampel yang telah
diambil, baik evidence maupun reference.Tahap selanjutnya yaitu 96-well reaction
plate ditempatkan pada base plate. Hi-Di Formamide ditambahkan sebanyak 15 μl
ke dalam well. Sampel dimasukkan ke dalam setiap well sebanyak 1μl. Reaction
plate kemudian ditutup dengan 96-well separator. Reaction plate
disentrifugasidengan kecepatan 3000 rpm selama 1 menit. Reaction plate diproses
denaturasi dengan thermal cycler dengan suhu 95°C, kemudian reaction plate
dimasukkan kedalam freezer selama tiga menit.
Sampel yang sudah diproses amplifikasi dan kuantifikasi kemudian dilakukan
identifikasi STR dengan menggunakan mesin Genetic Analyzer 3500 xL. Hasil
dari proses CE akan dianalisis menggunakan software GeneMapper ID. Label
warna mengeluarkan emisi fluoresen pada panjang gelombang tertentu yang
kemudian dideteksi oleh mesin berdasarkan sinar laser yang ditembakkan.
Informasi panjang gelombang disimpan dan dianalisis oleh piranti lunak yang
kemudian diterjemahkan sebagai puncak-puncak grafik (elektroforegram). Data
yang muncul berupa grafik dengan kode STR serta kromosom dari sampel.

5.1 Analisis Data


Pada tahapan ini, dilakukan prosedur identifikasi kesamaan alel antara sampel
evidence maupun reference.Pada tahap terakhir, hasil analisis data berupa diagram
elektroforegram diolah menjadi tabel proyeksi kecocokkan alel antara sampel
evidence maupun reference.

2. Identifikasi Sisa Tubuh Manusia


2.1 Identifikasi Forensik
Identifikasi adalah proses pengenalan atau penetapan suatu benda mati dan mahkluk
hidup. Manusia sehari-hari dapat mengenali dan menamai suatu objek dikarenakan
sudah mengidentifikasinya terlebih dahulu melalui kelima indra yang dimilikinya.
Proses tersebut dapat terjadi dikarenakan suatu objek memiliki ciri-ciri yang dapat
dibedakan dengan objek lainnya.
Identifikasi dapat diterapkan pada berbagai disiplin ilmu, yang salah satunya adalah
kedokteran forensik. Dalam praktiknya, kedokteran forensik sering dihadapkan
dengan proses identifikasi. Identifikasi dalam kedokteran forensik merupakan
upaya membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi
dalam kedokteran forensik sendiri dapat dibagi dua yaitu identifikasi pada orang
hidup dan jenazah.
Identifikasi orang hidup adalah proses pengenalan seseorang berdasarkan ciri-ciri
yang berbeda dengan orang lain. Sedangkan identifikasi pada jenazah dilakukan
pada korban atau jenazah tidak dikenali yang sudah membusuk, utuh dan tidak
utuh. Pemeriksaan pada identifikasi jenazah secara umum yaitu:
1. Umum
 Kerangka manusia atau bukan.
 Penentuan jenis kelamin.
 Perkiraan tinggi badan.
 Perkiraan umur.
 Penentuan ras.

2. Khusus
 Pemeriksaan sidik jari.
 Pemeriksaan golongan darah.
 Gigi-geligi.
 Warna kulit, mata ,rambut
 Cacat atau kelainan bawaan.
 Bekas tato dan bekas luka/parut.

Gambar 2.3 Bagan Identifikasi Forensik


Pada kasus bencana massal, tim Disaster Victim Investigation menggunakan
dua metode identifikasi yang terdiri dari identifikasi primer dan sekunder.
Tinggi badan merupakan data identitas seseorang atau jenazah pada
identifikasi sekunder. Tinggi badan juga merupakan salah satu dari empat
profil biologis utama selain usia, ras, dan jenis kelamin.

2.2 Antropologi Forensik


Bencana alam, kecelakaan, dan kasus kriminal sama-sama dapat merenggut
korban jiwa. Banyak korban jiwa dengan penyebab-penyebab diatas yang
tidak dikenali ataupun susah dikenali identitasnya. Tulang yang ditemukan
dapat berupa tulang kering maupun masih terdapat jaringan atau segar, dan
keduanya memiliki perbedaan hasil pengukuran. Proses identifikasi forensik
tidak dapat lepas dari disiplin ilmu antropologi. Antropologi berasal dari kata
Anthropos yang berarti orang dan Metron yang berarti ukuran. Jadi
antropometri merupakan pengukuran terhadap manusia. Ilmu antropologi
sendiri, memiliki pendekatan bidang yang lebih spesifik seperti
bioantropologi, antropologi budaya, etnologi, dan arkeologi.
Antropologi forensik adalah cabang spesifik dari ilmu bioantropologi. Dalam
penerapannya, antropologi sering berhubungan dengan identifikasi forensik.
Basis utama dalam antropologi forensik adalah osteologi dan anatomi
manusia. Secara umum antropologi forensik erat kaitannya dengan tulang-
belulang. Maka dari itu antropologi forensik dapat didefinisikan sebagai
identifikasi sisa hayat manusia yang jaringan lunaknya telah hilang sebagian
atau seluruhnya.

2.3 Antropometri
2.3.1 Metode Antropometri
Antropometri adalah suatu teknik identifikasi yang dilakukan untuk
mengukur bagian tubuh manusia.Antropometri merupakan terapan
dari ilmu antropologi forensik. Oleh karena itu antropometri dibutuh
kan dalam upaya identifikasi jenazah atau sisa-sisa tubuh manusia.
Antropometri dapat dibagi menjadi dua yaitu somatometri dan
osteometri.

1. Somatometri
Somatometri merupakan pengukuran bagian tubuh manusia yang
masih hidup dan kadaver termasuk pengukuran kepala dan wajah.

2. Osteometri
Osteometri didefinisikan sebagai teknik pengukuran yang
dilakukan pada bahan kerangka.Pada studi antropometri
pengukuran pada orang hidup tetap dapat dilakukan. Penelitian-
penelitian sudah menjelaskan pengukuran antropometri
khususnya panjang tulang orang hidup dengan akurat yang
dilakukan secara per-cutaneous.Tetapi pengukuran dilakukan pada
waktu yang sama untuk seluruh subjek penelitian, demi
menghindari diurnal variation yang dapat memengaruhi hasil
pengukuran tersebut.

2.3.2 Kesalahan Pengukuran Antropometri


Kesalahan pengukuran pada penelitian antropometri sering terjadi.
Penyebab kesalahan pengukuran dapat berasal dari individu yang
melakukan pengukuran, prosedur pengukuran,teknik pengukuran, dan
alat ukur yang dipakai. Terdapat berbagai istilah yang dapat
menjelaskan kesalahan pengukuran antropomerti yang salah satunya
adalah imprecision. Istilah kesalahan tersebut dikaitkan dengan
antropometris nya. Untuk meminimalisir terdapat rumus yang dapat
digunakan untuk menghindari kesalahan pada pengukuran tersebut.
Technical Error of Measurement (TEM) merupakan akar kuadrat dari
variasi kesalahan pengukuran. TEM diperoleh dengan melakukan
sejumlah pengulangan pengukuran pada subjek yang sama, baik oleh
pengamat yang sama, atau oleh dua atau lebih pengamat yang
berbeda, kemudian hasil pengukuran tersebut dimasukkan ke dalam
rumus. Kesalahan pengkuran antropometri masih dapat diterima
apabila r < 0,9 dan rTEM < 5%.
Daftar Pustaka:

file:///C:/Users/AKBARF~1/AppData/Local/Temp/Roy%20Abednego
%20Purba.pdf
http://repository.lppm.unila.ac.id/10340/1/Biospecies.pdf

Anda mungkin juga menyukai