Anda di halaman 1dari 16

DAMPAK COVID-19 TERHADAP PERBANKAN DAN BAGAIMANA

HUKUM TURUT BERPERAN DALAM UPAYA PEMULIHAN KESTABILAN


EKONOMI INDONESIA DENGAN BERBAGAI REGULASI YANG DIPERLUKAN
DEDE SUANA EPENDI
Fakultas Hukum, Universitas Singaperbangsa Karawang
JL. HS. Ronggo Waluyo, Puseurjaya, Teluk Jambe Timur, Kabupaten
Karawang, Jawa Barat 41361
Dedesuanaaa23@gmail.com

ABSTRAK

Pada Bulan Maret 2020 awal, Indonesia memulai peperangan untuk menghadapi
pandemi Virus Corona (Virus Covid 19) yang mulai masuk di Indonesia. Tentunya dengan
masuknya pertama kali Virus Corona (Virus Covid 19) di Indonesia akan memberikan
dampak secara tidak langsung untuk negara Indonesia yang paling terasa adalah dampak dari
Perekonomian dari negera Indonesia.

Sebagai informasi, Virus Corona (Virus Covid 19) adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh coronavirus yang paling baru ditemukan. Virus dan penyakit baru ini tidak
diketahui sebelum wabah dimulai di Wuhan, Cina, pada bulan Desember 2019 dan masih
berlangsung hingga saat ini. Bahkan pada bulan maret WHO mengumumankan bahwa Virus
Corona (Virus Covid 19) ini merupakan pandemi global yang harus diselesaikan bersama-
sama karena sudah meluas disetiap negara.

Survey yang dilakukan oleh Facebook menunjukkan dengan masuknya Virus Corona
(Virus Covid 19) di Indonesia, hampir 80% responden dari negara Indonesia takut tertular
penyakit Virus Corona (Virus Covid 19), tentunya hal ini didasari oleh karena belum adanya
vaksin untuk mengatasi Virus Corona (Virus Covid 19) ini di seluruh Dunia. 

Masyarakat Indonesia sedang mempertimbangkan opsi alternatif, seperti belanja


online atau pengiriman rumah, sudah mulai banyak orang di Indonesia yang Menghabiskan
lebih banyak untuk pembelian online dalam 2 minggu terakhir, bahkan karena sudah banyak
perusahaan yang memberlakukan Work From Home (WFH), banyak masyarakat yang
memanfaatkan jasa Order makanan seperti GRAB FOOD dan GOFOOD sebagai jasa
Pengiriman makanan yang di pesan lebih sering oleh masyarakat Indonesia dalam 2 minggu
terakhir.

Di Indonesia sendiri, seiring dengan WFH juga menunjukkan terjadi peningkatan


konsumsi media pada platform seperti Facebook atau Instagram dimana lebih dari 30%
mengujungi Facebook dan 36% mengunjung Instagram lebih sering dibandingkan biasanya.

Secara umum, kekhawatiran tentang orang lain lebih penting daripada orang yang
terpapar virus. Data dari Google sendiri menjabarkan juga hasil pencarian yang menjadi
tertinggi adalah mengenai perkembangan Virus Corona (Virus Covid 19) di Indonesia.
Dikarenakan tidak adanya vaksin yang ada saat ini untuk Virus Corona (Virus Covid 19)
menyebabkan masyarakat lebih takut dan mulai peduli perihal penyabab Virus Corona (Virus
Covid 19) di Indonesia

Sehubungan dengan itu pula, banyak masyarakat yang mulai mengurangi kegiatan
diluar ruangan. masyarakat lebih banyak beralih ke menghabiskan waktu online. Seperti yang
kita ketahui, Youtube mengalami peningkatan yang signifikan selama terjadinya Virus
Corona (Virus Covid 19) dimana ada 41% pencarian youtube untuk Berita Lokal terkait
perkembangan Virus Corona (Virus Covid 19).

Secara dampak diperekonomian Indonesia sendiri, salah satu faktor dari Virus Corona
(Virus Covid 19) menyebabkan kurs dollar terhadap rupiah meninggi hingga mencapat
16.000 / $US. Bahkan laporan dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan
terjadi penurunan dalam beberapa minggu terkahir. Indeks Harga Saham Gabungan
merupakan salah satu indeks pasar saham yang digunakan oleh Bursa Efek Indonesia. 

Kata kunci: Covid-19 Terhadap Perbankan, Cadangan Rupiah, Virus


PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penulisan

Indonesia adalah salah satu negara yang memberlakukan larangan perjalanan ke dan
dari China untuk mengurangi penyebaran virus Corona. Larangan ini menyebabkan sejumlah
maskapai membatalkan penerbangannya dan beberapa maskapai terpaksa tetap beroperasi
meskipun mayoritas bangku pesawatnya kosong demi memenuhi hak penumpang. Para
konsumen banyak yang menunda pemesanan tiket liburannya karena semakin meluasnya
penyebaran virus Corona. Keadaan ini menyebabkan pemerintah bertindak dengan
memberikan diskon untuk para wisatawan dengan tujuan Denpasar, Batam, Bintan, Manado,
Yogyakarta, Labuan Bajo, Belitung, Lombok, Danau Toba dan Malang. Di Eropa juga
memberlakukan aturan dimana maskapai penerbangan harus menggunakan sekitar 80 persen
slot penerbangan yang beroperasi ke luar benua Eropa agar tidak kehilangan slot ke maskapai
pesaingnya. Bukan hanya di Indonesia yang membatasi perjalanan ke China, namun negara-
negara yang lain seperti Italia, China, Singapura, Rusia, Australia dan negara lain juga
memberlakukan hal yang sama (www.cnnindonesia.com).

Virus Corona juga sangat berdampak pada sektor pariwisata. Data Badan Pusat
Statistik (BPS) menunjukkan bahwa wisatawan asal China mencapai 2.07 juta orang pada
tahun 2019 yang mencakup 12.8 persen dari total wisatawan asing sepanjang 2019.
Penyebaran virus Corona menyebabkan wisatawan yang berkunjung ke Indonesia akan
berkurang. Sektor-sektor penunjang pariwisata seperti hotel, restoran maupun pengusaha
retail pun juga akan terpengaruh dengan adanya virus Corona. Okupansi hotel mengalami
penurunan sampai 40 persen yang berdampak pada kelangsungan bisnis hotel. Sepinya
wisatawan juga berdampak pada restoran atau rumah makan yang sebagian besar
konsumennya adalah para wisatawan. Melemahnya pariwisata juga berdampak pada industri
retail. Adapun daerah yang sektor retailnya paling terdampak adalah Manado, Bali,
Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Medan dan Jakarta. Penyebaran virus Corona juga
berdampak pada sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) karena para wisatawan
yang datang ke suatu destinasi biasanya akan membeli oleh-oleh. Jika wisatawan yang
berkunjung berkurang, maka omset UMKM juga akan menurun. Berdasarkan data Bank
Indonesia, pada tahun 2016 sektor UMKM mendominasi unit bisnis di Indonesia dan jenis
usaha mikro banyak menyerap tenaga kerja.
Beberapa langkah yang dilakukan Indonesia dalam menghadapi dampak dari virus
Corona ini adalah menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps
menjadi 4.75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4.00% dan suku bunga
Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 5.50%. Kebijakan ini dilakukan untuk menjaga
momentum pertumbuhan ekonomi domestik di tengah tertahannya prospek pemulihan
ekonomi global sehubungan dengan terjadinya Covid-19. Bank Indonesia akan mencermati
perkembangan ekonomi global dan domestik untuk menjaga agar inflasi dan stabilitas
eksternal tetap terkendali serta memperkuat momentum pertumbuhan ekonomi
(www.bi.go.id).

Di lain sisi, virus Corona tidak hanya berdampak negatif, namun juga dapat
memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia. Salah satunya adalah terbukanya
peluang pasar ekspor baru selain China. Selain itu, peluang memperkuat ekonomi dalam
negeri juga dapat terlaksana karena pemerintah akan lebih memprioritaskan dan memperkuat
daya beli dalam negeri daripada menarik keuntungan dari luar negeri. Kondisi ini juga dapat
dimanfaatkan sebagai koreksi agar investasi bisa stabil meskipun perekonomian global
sedang terguncang.

Dampak yang disebabkan oleh virus Corona bukan hanya di Indonesia saja melainkan
di beberapa negara di belahan dunia. Pada tanggal 22-23 Februari 2020 telah berlangsung
pertemuan G20 yang diadakan di Arab Saudi. Anggota G20 ini terdiri dari Amerika Serikat,
Argentina, Australia, Brasil, Kanada, China, Perancis, Jerman, India, Indonesia, Italia,
Jepang, Meksiko, Rusia, Arab Saudi, Afrika Selatan, Korea Selatan, Turki, Inggris dan Uni
Eropa. Wabah virus Corona menjadi topik diskusi pada pertemuan tersebut. Dalam
pertemuan G20, negara-negara G20 menyampaikan simpati kepada masyarakat dan negara
yang terdampak virus Corona, khususnya China. Munculnya berbagai tekanan global, salah
satunya adalah Covid-19 mendorong negara-negara G20 untuk meningkatkan kerja sama
dengan mempererat kerja sama internasional. Negara-negara G20 juga sepakat memperkuat
pemantauan terhadap risiko global khususnya yang berasal dari Covid-19, serta
meningkatkan kewaspadaan terhadap berbagai potensi risiko dan sepakat untuk
mengimplementasikan kebijakan yang efektif baik dari sisi moneter, fiskal, maupun
struktural (www.bi.go.id).

Arab Saudi yang menjadi Presidensi G20 pada tahun 2020 mengusung tema
“Realizing The Opportunity of The 21st Century”. Hal ini dilatarbelakangi perkembangan
teknologi yang sangat pesat sehingga mengubah tatanan perekonomian global menuju
ekonomi dan keuangan digital. Namun, partisipasi masyarakat dalam perekonomian
khususnya kelompok muda, perempuan dan UMKM dipandang belum optimal, sehingga
membutuhkan upaya untuk membuka akses kepada mereka dalam kegiatan perekonomian
melalui pemanfaatan teknologi. Selain itu, agenda Presidensi G20 adalah pengembangan
pasar modal domestik dan penguatan pengaturan dan pengawasan sektor keuangan.

Di sektor keuangan, penguatan sistem keuangan melalui implementasi agenda


reformasi sektor keuangan dan pemanfaatan teknologi menjadi fokus para Menteri Keuangan
dan Gubernur Bank Sentral negara-negara G20. Rencana Financial Stability Board (FSB),
Committee on Payments and Market Infrastructure dan Standard Setting Bodies (SSBs)
dalam menyusun peta jalan (roadmap) penguatan sistem pembayaran lintas negara disambut
baik oleh G20. Gubernur Bank Indonesia menyampaikan dukungan Indonesia atas agenda
Presidensi G20 Arab Saudi khususnya cross borde payments dan transisi LIBOR (London
Interbank Offered Rate).1

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Dampak COVID-19 TERHADAP PERBANKAN?
2. Bagaimana Hukum Turut Berperan dalam Upaya Pemulihan Kestabilan
Ekonomi Indonesia Dengan Berbagai Regulasi Yang diperlukan?

C. Metode Penelitian
Metode penulisan yang dipergunakan dalam pembuatan jurnal ini adalah metode
yuridis normatif karena dalam pembuatan jurnal ini menggunakan peraturan-peraturan
tertulis sehingga penelitian ini sangat erat hubungannya pada kepustakaan karena akan
membutuhkan data-data yang bersifat sekunder pada perpustakaan. Dalam penelitian ini,
dikaji dari berbagai aspek seperti aspek teori, filosofi, perbandingan, struktur/komposisi,
konsistensi, penjelasan umum dan penjelasan pada tiap pasal, formalitas dan kekuatan
mengikat suatu undang-undang serta bahasa yang digunakan adalah bahasa hukum.
Sehingga dapat disimpulkan penelitian ini mempunyai cakupan yang luas

1
https://duta.co/dampak-virus-corona-terhadap-perekonomian-global-khususnya-di-indonesia.
PEMBAHASAN

A. Dampak COVID-19 Terhadap Perbankan Di Indonesia

Sampai saat ini terdapat 93 negara yang mengkorfirmasi terkena virus Corona.
Penyebaran virus Corona yang telah meluas ke berbagai belahan dunia membawa dampak
pada perekonomian dunia baik dari sisi perdagangan, investasi dan pariwisata.

China merupakan negara eksportir terbesar dunia. Indonesia sering melakukan


kegiatan impor dari China dan China merupakan salah satu mitra dagang terbesar Indonesia.
Adanya virus Corona yang terjadi di China menyebabkan perdagangan China memburuk. Hal
tersebut berpengaruh pada perdagangan dunia termasuk di Indonesia. Penurunan permintaan
bahan mentah dari China seperti batu bara dan kelapa sawit akan mengganggu sektor ekspor
di Indonesia yang dapat menyebabkan penurunan harga komoditas dan barang tambang.

Penerimaan pajak sektor perdagangan juga mengalami penurunan padahal


perdagangan memiliki kontribusi kedua terbesar terhadap penerimaan pajak. Berdasarkan
data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor migas dan non-migas mengalami penurunan yang
disebabkan karena China merupakan importir minyak mentah terbesar. Selain itu, penyebaran
virus Corona juga mengakibatkan penurunan produksi di China, padahal China menjadi pusat
produksi barang dunia. Apabila China mengalami penurunan produksi maka global supply
chain akan terganggu dan dapat mengganggu proses produksi yang membutuhkan bahan
baku dari China. Indonesia juga sangat bergantung dengan bahan baku dari China terutama
bahan baku plastik, bahan baku tekstil, part elektronik, komputer dan furnitur.

Virus Corona juga berdampak pada investasi karena masyarakat akan lebih berhati-
hati saat membeli barang maupun berinvestasi. Virus Corona juga memengaruhi proyeksi
pasar. Investor bisa menunda investasi karena ketidakjelasan supply chain atau akibat asumsi
pasarnya berubah. Di bidang investasi, China merupakan salah satu negara yang
menanamkan modal ke Indonesia. Pada 2019, realisasi investasi langsung dari China
menenpati urutan ke dua setelah Singapura. Terdapat investasi di Sulawesi berkisar US $5
miliar yang masih dalam proses tetapi tertunda karena pegawai dari China yang terhambat
datang ke Indonesia.2

2
https://duta.co/dampak-virus-corona-terhadap-perekonomian-global-khususnya-di-indonesia
Beberapa langkah yang dilakukan Indonesia dalam menghadapi dampak dari virus
Corona ini adalah menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps
menjadi 4.75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4.00% dan suku bunga
Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 5.50%. Kebijakan ini dilakukan untuk menjaga
momentum pertumbuhan ekonomi domestik di tengah tertahannya prospek pemulihan
ekonomi global sehubungan dengan terjadinya Covid-19. Bank Indonesia akan mencermati
perkembangan ekonomi global dan domestik untuk menjaga agar inflasi dan stabilitas
eksternal tetap terkendali serta memperkuat momentum pertumbuhan ekonomi
(www.bi.go.id).

Merespons dampak virus corona, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia
yang digelar pada 18-19 Maret 2020 lalu telah memutuskan untuk menurunkan BI 7-Day
Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 4,50 persen. Suku bunga Deposit
Facility juga diturunkan sebesar 25 bps menjadi 3,75 persen, dan suku bunga Lending
Facility sebesar 25 bps menjadi 5,25 persen.

Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede menilai kebijakan yang diambil BI
dalam merespon kondisi terkini terkait penyebaran virus corona atau Covid-19 sudah tepat.
Keputusan pelonggaran kebijakan moneter BI tersebut menurutnya juga sejalan dengan arah
suku bunga bank sentral global yang cenderung turun dalam satu-dua bulan terakhir ini, di
mana bank sentral AS sudah menurunkan suku bunga acuan sebesar 1,5 persen pada bulan
ini, serta meningkatkan likuiditas dengan menggelontorkan quantitative easing untuk
memberikan stimulus bagi sektor riil.

Josua memaparkan, langkah bank sentral AS yang agresif tersebut direspon juga oleh
bank sentral global. Bank sentral Inggris, Bank of England (BoE) juga menurunkan suku
bunganya sebesar 50 bps ke level 0,25 persen. Beberapa bank sentral di kawasan Asia &
Pasifik juga turut merespon, di mana bank sentral New Zealand memangkas suku bunga
acuan 75 bps menjadi 0,25 persen, sementara bank sentral Korea memangkas suku bunga 50
bps menjadi 0,75 persen, serta bank sentral Tiongkok juga kembali mengeluarkan stimulus
dengan menyuntikkan likuiditas sebesar Yuan 100 miliar.

Dengan pelonggaran kebijakan moneter BI tersebut, harmonisasi dengan stimulus


fiskal yang bersifat counter cyclical seperti yang dirilis dalam paket stimulus jilid 1 dan 2,
diperkirakan ini dapat membatasi potensi perlambatan ekonomi domestik lebih buruk lagi.
Terkait dengan transmisi moneter melalui jalur suku bunga, Josua memaparkan BI
juga mengeluarkan tujuh kebijakan lainnya untuk dapat memastikan ketersediaan likuiditas
rupiah dan valas, sehingga dampak penurunan suku bunga terhadap penurunan suku bunga
kredit perbankan akan lebih cepat.

Tujuh kebijakan tersebut yaitu :

1. Memperkuat triple intervention;

2. Memperpanjang tenor repo SBN sampai dengan 12 bulan, dan menyediakan lelang
harian dengan jumlah unlimited;

3. Menambah frekuensi lelang FX Swap tenor 1M, 3M,6M, dan 12M dari tiga kali
seminggu menjadi setiap hari;

4. Memperkuat term deposit valas;

5. Mempercepat ketentuan berlakunya rekening Vostro untuk mendorong instrument


hedging DNDF;

6. Memperluas insentif GWM rupiah yang semula hanya ditujukan bagi bank yang
menyalurkan kepada aktivitas ekspor impor, diperluas kepada yang menyalurkan
ke UMKM dan sektor lain;

7. Memperkuat sistem pembayaran.

Sementara itu menurut Kepala Ekonom Bank BNI, Ryan Kiryanto, langkah yang
diambil BI sudah tepat sebagai respon sekaligus antisipasi perlambatan ekonomi domestik
karena tekanan eksternal. Langkah BI ini juga memberikan kepastian terkait obyektivitas
gambaran perekonomian nasional di 2020 ini dan di 2021 nanti. Pelaku pasar diharapkan bisa
lebih tenang, sehingga tekanan ke pasar keuangan, pasar modal dan sektor riil bisa berkurang
atau mereda. Investor portofolio dan investasi langsung diharapkan rebound sehingga IHSG
di BEI dan rupiah bisa kembali menguat karena kepercayaan pasar membaik

Sektor perbankan juga akan terstimulasi untuk menyesuaikan suku bunga guna
merangsang pelaku usaha untuk ekspansi. Tentu di sisi permintaan harus diperkuat melalui
jalur kebijakan fiskal yang pro-pertumbuhan atau countercyclical policy untuk
menggairahkan kegiatan investasi dan ekonomi. Sehingga daya beli masyarakat terjaga,
konsumsi rumah tangga tidak tergerus, belanja pemerintah membaik dibarengi dengan
investasi langsung yang membaik juga.

Terkait dengan nilai tukar rupiah yang semakin melemah, Josua memaparkan
fenomena yang terjadi adalah penguatan dolar AS terhadap mata uang dunia karena investor
global “memarkirkan” dananya ke aset yang lebih aman, yakni dolar AS. Karenanya, BI
mengeluarkan bauran kebijakan yang tidak tertutup hanya kebijakan moneter saja. Misalnya
seperti penurunan GWM valas sebesar 4 persen yang dapat mendorong tambahan likuiditas
valas sekitar US$ 3,2miliar. Selain itu, BI juga akan melalukan lelang FX Swap setiap hari
dan mempercepat aturan ketentuan rekening vostro untuk investor asing, sehingga dapat
diarahkan ke pasar Domestik NDF.

Perlu kita cermati juga bahwa BI berada di pasar untuk melakukan triple intervention
di pasar spot rupiah, DNDF dan pasar SBN. Selain itu, BI juga akan melakukan komunikasi
yang rutin dengan pelaku pasar domestik dan investor asing dalam rangka terus
meningkatkan confidence bagi investor, sehingga pasar keuangan domestik dan nilai tukar
rupiah tetap stabil sesuai dengan fundamentalnya,” ujar Josua.

Gubernur BI, Perry Warjiyo menyampaikan, berkurangnya aliran masuk modal asing
akibat meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global memang telah memberikan
tekanan kepada nilai tukar Rupiah, yang melemah sejak pertengahan Februari 2020. Hingga
18 Maret 2020, Rupiah secara rerata melemah 5,18 persen dibandingkan dengan rerata level
Februari 2020, dan secara point to point harian melemah sebesar 5,72 persen. Dengan
perkembangan ini, Rupiah dibandingkan dengan level akhir 2019 terdepresiasi sekitar 8,77
persen, seiring dengan pelemahan mata uang negara berkembang lainnya.

Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan
fundamentalnya dan bekerjanya mekanisme pasar. Untuk itu, Bank Indonesia terus
meningkatkan intensitas stabilisasi di pasar DNDF, pasar spot, dan pembelian SBN dari pasar
sekunder yang hingga saat ini sudah sebesar Rp 163 triliun. 3

3
https://www.beritasatu.com/ekonomi/611015-kebijakan-bank-indonesia-hadapi-dampak-virus-
corona-dinilai-sudah-tepat
Selain Itu, COVID-19 menghantam sektor perbankan ASEAN melalui pertumbuhan
ekonomi yang lebih lemah, yang mengakibatkan perlambatan pertumbuhan kredit dan
berujung pada menurunnya profitabiltias industri perbankan. Fitch Ratings menilai, bank-
bank di Thailand dan Singapura yang bergantung pada pariwisata, kemungkinan paling
terpengaruh COVID-19.
Perbankan Singapura, sementara itu langsung terdampak oleh Cina lantaran 24 persen
kredit mereka mengalir ke berbagai perusahaan asal Cina. Dengan melambatnya
pertumbuhan ekonomi Cina menjadi 5,2 persen-5,7 persen, maka prospek bank-bank
Singapura menjadi negatif. Sebagai catatan, Cina menjadi negara awal COVID-19 merebak.
dampaknya tergantung pada sebaran virus serta lamanya COVID-19 menggerogoti kedua
negara itu.
Hal yang sama juga melanda perbankan di Vietnam. Berkurangnya pemasukan dari
sektor pariwisata, terganggunya rantai pasok manufaktur serta melemahnya permintaan
ekspor, cenderung memberi tekanan pada keuntungan perusahaan yang pada akhirnya dapat
membebani kualitas aset perbankan. Meskipun, sektor-sektor terkait pariwisata hanya
sebagian kecil dari portofolio kredit yang disalurkan perbankan Vietnam, industri perbankan
Vietnam cenderung menghadapi perlambatan pertumbuhan kredit dan laba. Selain itu, modal
terbatas yang dimiliki bank-bank Vietnam tidak dapat membantu merangsang pertumbuhan
kredit dalam masa pemulihan dari serbuan COVID-19. Perlambatan pertumbuhan ekonomi
juga akan menguji kualitas pinjaman perbankan.
Sementara itu, standar penjaminan kredit perbankan serta kuatnya modal perbankan
Malaysia, diprediksi dapat membantu menahan dampak COVID-19 pada industri perbankan
Malaysia. Tapi, mengingat Cina merupakan pasar ekspor terbesar Malaysia, maka
perlambatan pertumbuhan ekonomi Cina yang tajam dapat mengikis pendapatan perusahaan
dan menurunkan peringkat kredit perbankan. Infografik Dampak Corona ke Sektor
Perbankan Baca juga: WHO Sebut Pembatasan Sosial Saja Tak Cukup untuk Atasi COVID-
19.
Perbankan Indonesia pun tidak luput dari terkoreksinya laba dan NIM. Hal ini karena
profitabilitas perbankan Indonesia dipengaruhi rendahnya pendapatan bunga dan non-bunga
dan biaya provisi yang tinggi.4

4
https://tirto.id/ketika-corona-covid-19-menghantam-sektor-bank-di-berbagai-negara-eE1H
B. Bagimana Hukum Turut Berperan Dalam Upaya Pemulihan Kestabilan
Ekonomi Indonesia Dengan Berbagai Regulasi Yang diperlukan

Upaya pemulihan ekonomi nasional telah ditempuh oleh Pemerintah melalui langkah-
langkah kebijakan yang bersifat menyeluruh yang tidak hanya menyangkut program
stabilisasi makroekonomi (kebijakan moneter dan fiskal) tetapi juga program reformasi di
bidang keuangan dan sektor riil. Dengan melihat strategisnya peran perbankan dalam
perekonomian maka upaya memperbaiki dan memperkuat sektor keuangan, khususnya
perbankan, menjadi sangat penting. Sektor perbankan memiliki peranan yang penting dalam
proses kebangkitan (recovery) perekonomian secara keseluruhan. Di samping peranannya
dalam penyelenggaraan transaksi pembayaran nasional dan menjalankan fungsi intermediasi
(penyaluran dana dari penabung/pemilik dana ke investor), sektor perbankan juga berfungsi
sebagai alat transmisi kebijakan moneter. Dengan industri perbankan yang umumnya
sedang mengalami kesulitan, transmisi kebijakan moneter melalui sektor perbankan tidak
berfungsi sebagaimana diharapkan. Hal ini mengakibatkan kebijakan moneter sering kurang
efektif dalam mencapai sasaran. Dengan kerangka yang demikian, sangatlah sulit
dibayangkan format pemulihan perekonomian nasional melalui program stabilisasi ekonomi
makro apabila sektor perbankan tetap berada dalam kesulitan yang parah.
Untuk mengatasi dampak krisis, apa yang dapat dilakukan segera adalah melakukan
restrukturisasi perbankan. Rangkaian kebijakan tersebut diharapkan dapat kembali
membangun kepercayaan masyarakat dalam dan luar negeri terhadap sistem keuangan dan
perekonomian kita, mengupayakan agar perbankan kita menjadi lebih solvabel sehingga
dapat kembali berfungsi sebagai lembaga perantara yang mendorong pertumbuhan
ekonomi, dan sekaligus meningkatkan efektifitas pelaksanaan kebijakan moneter.
Dengan luasnya cakupan sasaran yang akan dicapai tersebut, strategi umum yang
banyak diterapkan di Asia, khususnya program-program ekonomi, bertumpu pada 4 (empat)
bidang kebijakan pokok:
1. Di bidang moneter, ditempuh kebijakan moneter untuk mengurangi penurunan atau
depresiasi nilai mata uang lokal yang berlebihan, yaitu kebijakan moneter yang ketat.
2. Di bidang Fiskal, ditempuh kebijakan fiskal yang lebih terfokus kepada upaya
realokasi pengeluaran kegiatan-kegiatan yang tidak produktif kepada kegiatan yang
diharapkan dapat mengurangi ‘social cost’ yang ditimbulkan akibat krisis ekonomi yang
terjadi.
3. Di bidang pengelolaan dunia usaha (corporate governance), ditempuh kebijakan
yang akan memperbaiki kemampuan pengelolaan baik di sektor publik atau swasta.
Termasuk di dalamnya upaya untuk mengurangi intervensi pemerintah, monopoli dan
kegiatan-kegiatan yang kurang produktif lainnya.
4. Di bidang perbankan, ditempuh kebijakan yang akan memperbaiki
kelemahankelemahan sistem perbankan berupa restrukturisasi perbankan yang bertujuan
untuk mencapai 2 hal, yaitu mengatasi dampak krisis, dan menghindari terjadinya krisis di
masa yang akan datang.
Program pemulihan ekonomi yang dilakukan di Indonesia pada dasarnya juga
bertumpu pada hal yang sama. Namun demikian, upaya penyehatan dan pemberdayaan
sektor perbankan telah menyita perhatian yang jauh lebih besar khususnya dalam dua tahun
terakhir ini, tidak hanya dari segi waktu dan tenaga yang dicurahkan tetapi juga dari segi
biaya yang dikeluarkan. Hal ini karena krisis yang dialami oleh sektor perbankan begitu
mendalam, tidak hanya terjadi pada tingkat individual bank tetapi telah merupakan krisis
sistem perbankan secara umum. Krisis ini dalam perkembangannya seperti yang kita
saksikan bersama telah memperburuk kinerja perekonomian. Dalam konteks inilah kita
tempuh kebijakan perbankan yang komprehensif yang tidak saja diharapkan dapat
menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi pada tingkat individual bank dan sistem
perbankan, tetapi juga dapat mempercepat pemulihan kegiatan ekonomi nasional.
Upaya pemberdayaan perbankan tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat
program, yakni :
(i) program rekapitalisasi bank-bank yang merupakan langkah strategis untuk
memperbaiki permodalan bank;
(ii) program restrukturisasi kredit yang akan sangat menentukan keberhasilan
program rekapitalisasi perbankan dan program penyehatan ekonomi secara
keseluruhan;
(iii) program pengembangan infrastruktur perbankan untuk meningkatkan daya
tahan bank-bank dalam menghadapi berbagai gejolak, antara lain rencana
pendirian Lembaga Penjamin Simpanan dan pengembangan bank syariah;
(iv) program penyempurnaan pelaksanaan fungsi pengawasan bank.

Keempat aspek dalam rangka restrukturisasi perbankan tersebut berjalan simultan,


dan harus sudah selesai pada sekitar tahun 2001. Dengan demikian, kelemahan sistem
perbankan yang selama ini menjadi sumber dari beratnya kerusakan ekonomi akibat krisis
akan berangsur-angsur hilang, diharapkan kita akan memiliki sistem perbankan yang
mempunyai ketahanan yang tinggi.
Untuk menjaga sustainability kebijakan restrukturisasi perbankan, baik melalui
penyehatan di sisi aktiva maupun pasiva, perlu disertai dengan restrukturisasi sisi
operasional perbankan dan perbaikan ekonomi makro secara umum, termasuk sektor riil.
Untuk itu diperlukan beberapa syarat yang perlu menjadi pemikiran, yaitu:
1. Kondisi ekonomi makro yang stabil. Kondisi ekonomi yang stabil merupakan
persyaratan yang penting bagi terwujudnya kegiatan usaha bank yang sustainable. Dengan
laju inflasi yang rendah, disertai oleh nilai tukar yang stabil, suku bunga dapat diharapkan
untuk terus turun ke tingkat “normal”, sehingga bank-bank tidak lagi harus menanggung
beban negative spread dan bahkan dapat memupuk keuntungan untuk memperkuat
permodalannya. Kestabilan nilai tukar dan kestabilan tingkat harga juga pada dirinya
memberikan kestabilan dan kepastian bagi usaha bank-bank.
2. Dukungan dari program restrukturisasi dunia usaha. Penyehatan usaha bank perlu
didampingi oleh penyehatan sektor riil karena keduanya terdapat keterkaitan yang sangat
erat. Dalam hubungan ini langkah-langkah yang dilakukan melalui program INDRA,
Prakarsa Jakarta, maupun program restrukturisasi kredit bank-bank dengan prokarsa Bank
Indonesia diharapkan dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi dunia usaha, sehingga
dunia usaha dapat mulai berkiprah kembali bersama-sama dunia perbankan.
3. Pembaharuan sistem hukum dan perundang-undangan serta sistem akuntansi.
Perbaikan dari segi hukum dan akuntansi diharapkan untuk menciptakan transparansi dan
kepastian usaha bank dengan tetap memberlakukan azas kehatihatian.
4. Penciptaan pasar yang efisien (Market and institutional deepening). Penciptaan
pasar yang efisien memungkinkan terciptanya fungsi intermediasi yang optimum dan
efektivitas kebijakan moneter. Hal ini dilakukan antara lain melalui penciptaan sistem
insentif yang cocok, yaitu berdasarkan mekanisme pasar.
5. Tenaga-tenaga terlatih yang mempunyai dedikasi dan integritas tinggi untuk
mengelola perbankan. Sehubungan dengan itu, program-program pelatihan dan pembinaan,
serta program pengawasan bank yang efektif dan terus menerus untuk menjamin kualitas
dari sumber daya manusia yang ada di perbankan merupakan hal-hal yang mutlak harus
dilakukan.5

file:///C:/Users/Acer
5

%2014/Downloads/37b7108ef88b4c72a2f5a9cfa26421begubfeb022000.pdf
PENUTUPAN

A. Kesimpulan

Dampak virus Corona terhadap Indonesia tak akan seburuk dampak terhadap
Singapura. Artinya dampaknya ada, namun relatif terbatas dibandingkan dengan Singapura
atau Thailand.

Hal yang harus kita antisipasi adalah dampak menurunnya impor barang modal dan
bahan baku yang dapat memukul investasi dan produksi di Indonesia. Ada baiknya
perusahaan mulai memikirkan substitusi atau sumber impor dari negara lain.

Perhitungan sensitivitas yang dilakukan menunjukkan bahwa jika perekonomian


China melambat sebesar 1 persen, maka perekonomian Indonesia akan menurun sebesar 0,1-
0,3 persen. Saya bisa membayangkan bahwa dampak sepanjang paruh pertama 2020 akan
cukup signifikan.

Dengan skenario ini ada risiko pertumbuhan ekonomi kita akan berada di bawah 5
persen atau dalam kisaran 4,7-4,9 persen di tahun 2020 jika kita tak melakukan mitigasi.
Ekonomi Indonesia sendiri memang sudah tumbuh di bawah 5 persen dalam triwulan IV-
2019.

B. Saran

Mungkin pemerintah bisa membantu untuk mendorong sektor pariwisata dengan,


misalnya, memberikan subsidi berupa potongan harga bagi jasa angkutan pesawat, bus, atau
kereta api, atau penginapan agar sektor pariwisata tetap berjalan untuk beberapa bulan.

Pemerintah juga bisa mendorong agar aktivitas pemerintahan, seperti pertemuan, bisa
dilakukan di daerah wisata di akhir pekan. Tentu bantuan ini sifatnya harus sementara. Apa
lagi? Jaga inflasi. Dan yang paling penting: mengelola ekspektasi. Jangan membuat sinyal
yang membingungkan.

Dari sektor keuangan, jika wabah virus Corona menjadi berkepanjangan, perlu
dipikirkan kemungkinan relaksasi restrukturisasi kredit seperti yang dilakukan dulu.
Di sisi moneter, dengan inflasi yang terjaga dan kemungkinan The Fed untuk
mempertahankan suku bunga, keputusan Bank Indonesia menurunkan bunga adalah langkah
yang tepat dan perlu diapresiasi. Kedepan, jika inflasi terkendali dan The Fed belum akan
menaikkan bunga, masih ada ruang bagi Bank Indonesia untuk menurunkan bunga.

Dari sektor keuangan, jika wabah virus Corona menjadi berkepanjangan, perlu
dipikirkan kemungkinan relaksasi restrukturisasi kredit seperti yang dilakukan dulu.
DAFTAR PUSTAKA
https://duta.co/dampak-virus-corona-terhadap-perekonomian-global-khususnya-di-
indonesia.
https://www.beritasatu.com/ekonomi/611015-kebijakan-bank-indonesia-hadapi-
dampak-virus-corona-dinilai-sudah-tepat

https://tirto.id/ketika-corona-covid-19-menghantam-sektor-bank-di-berbagai-negara-eE1H

file:///C:/Users/Acer
%2014/Downloads/37b7108ef88b4c72a2f5a9cfa26421begubfeb022000.pdf

Anda mungkin juga menyukai