Anda di halaman 1dari 7

1.

Keluarga dari salah satu pekerja di sebuah perusahaan menjenguk


keluarganya di luar kota yang terpapar virus corona. Lalu si pekerja
yang menjenguk keluargnya tidak boleh izin lewat dari satu minggu.
Akan tetapi perusahaan tersebut mengeluarkan surat skorsing yang
menuju PHK. Mengapa perusahaan tersebut harus mengeluarkan surat
skorsing yang menuju PHK?
Jawaban :

Perusahaan memberikan skorsing kepada pekerja disebabkan oleh pekerja tidak


memenuhi kewajibannya untuk masuk kerja selama 7 hari berturut-turut tanpa ada
pemberitahuan atau surat keterangan yang diberikan kepada perusahaan. Maka,
kebijakan perusahaan tersebut selaras dengan pasal 168 UU No. 13 Tahun 2003
yang berbunyi :

Pasal 168

(1)Pekerja/buruh yang mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-
turut tanpa keterangan secara ter tulis yang dilengkapi dengan bukti yang
sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan
tertulis dapat diputus hubungan kerjanya karena dikualifikasikan
mengundurkan diri.
(2)Keterangan tertulis dengan bukti yang sah sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) harus diserahkan paling lambat pada hari pertama
pekerja/buruh masuk bekerja.
(3)Pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
pekerja/buruh yang bersangkutan berhak menerima uang penggantian
hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) dan diberikan uang pisah yang
besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Meskipun perusahaan memberi skorsing yang mengarah kepada PHK,


perusahaan tidak dapat serta merta langsung melakukan PHK kepada pekerja
sebagaimana pada pasal 161 UU No. 13 Tahun 2003 yang berbunyi :

Pasal 161

(1)Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur


dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja
bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja,
setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat
peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut.
(2)Surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masing-masing
berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan, kecuali ditetapkan lain dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
(3)Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja dengan alasan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memperoleh uang pesangon
sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan
masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang
penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
2. A bekerja di salah satu pabrik di daerah karawang barat. Tiap harinya
berangakat menggunakan motor tidak mengikuti mobil jemputan. Tiba
tiba hujan deras seketika ketika pulang kerja A kehujanan dan basah
kuyup. Setelah sampai rumah A memasak air namun malang ia
terpeleset di kamar mandi dan tertumpah. A dirawat di rumah sakit
meskipun ia tidak mau. 4-5 hari kawan kawan nya yg memberitahu
perusahaan bahwa A sakit dan tidak membawa surat dokter. Apa
jaminan dari perusahaan bila mana pekerja mengalami kecelakaan diluar
perusahaan?
Jawaban :
Pada dasarnya, setiap pekerja mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan
atas Keselamatan dan Kesehatan Kerja (“K3”). Demikian yang disebut dalam
Pasal 86 ayat (1) huruf a dan Pasal 87 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”). Yang berbunyi :
 
Pasal 86
(1) Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :
a. keselamatan dan kesehatan kerja;
b. moral dan kesusilaan; dan
c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai
agama.

(2)Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan


produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan
kesehatan kerja.
(3)Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang
berlaku.
Pasal 87
(1)Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.
(2)Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen keselamatan
dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

Lebih lanjut dikatakan bahwa untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna


mewujudkan produktivitas kerja yang optimal, diselenggarakan upaya keselamatan dan
kesehatan kerja. Upaya keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk
memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para
pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja,
pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi.
[
 
Sebelum adanya UU Ketenagakerjaan, K3 telah diatur lebih dulu dalam Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (“UU 1/1970”). Yang
diatur oleh UU ini ialah keselamatan kerja dalam segala tempat kerja.
 
Tempat kerja apa yang dimaksud? Pasal 1 angka 1 UU 1/1970 berbunyi:
 
"tempat kerja" ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau
tetap, di mana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk
keperluan suatu usaha dan di mana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya
sebagaimana diperinci dalam pasal 2;

Jaminan Sosial Bagi Pekerja

Mengenai jaminan sosial diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011


tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (“UU BPJS”) dan Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (“UU SJSN”).

Dengan UU BPJS ini dibentuk 2 (dua) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (“BPJS”),
yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan
menyelenggarakan program jaminan kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan
menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan
pensiun, dan jaminan kematian.

Pada dasarnya, setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6
(enam) bulan di Indonesia, wajib menjadi Peserta program Jaminan Sosial.

Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya


sebagai peserta kepada BPJS, sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti
dan pekerja berhak untuk mendaftarkan diri sebagai peserta program jaminan
sosial atas tanggungan pemberi kerja apabila pemberi kerja telah nyata-nyata tidak
mendaftarkan pekerjanya pada BPJS.

Yang dimaksud dengan pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima
gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain. Ini berarti tidak ada perbedaan antara
pekerja tetap (dengan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu) dengan pekerja kontrak
(dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu).

Mengenai kecelakaan kerja, maka ini berhubungan dengan Jaminan Kecelakaan Kerja
(“JKK”). Setiap Pemberi Kerja selain penyelenggara negara wajib mendaftarkan dirinya
dan Pekerjanya sebagai Peserta dalam program JKK dan Jaminan Kematian kepada
BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Setiap orang yang bekerja juga memiliki kewajiban untuk mendaftarkan dirinya.

Dalam hal Pemberi Kerja selain penyelenggara negara nyata-nyata lalai tidak
mendaftarkan Pekerjanya, Pekerja berhak mendaftarkan dirinya sendiri dalam program
jaminan sosial kepada BPJS Ketenagakerjaan sesuai program yang diwajibkan dalam
penahapan kepesertaan.

Adapun sanksi jika perusahaan selain penyelenggara negara tidak melaksanakan


kewajiban mendaftarkan pekerjanya sebagai Peserta kepada BPJS adalah sanksi
administratif. Sanksi administratif itu dapat berupa:

a. teguran tertulis; -> dilakukan oleh BPJS.

b. denda; dan/atau -> dilakukan oleh BPJS.

c. tidak mendapat pelayanan publik tertentu. -> dilakukan oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah atas permintaan BPJS.

Sanksi tidak mendapat pelayanan publik tertentu yang dikenai kepada Pemberi Kerja
Selain Penyelenggara Negara meliputi:[

a. perizinan terkait usaha;

b. izin yang diperlukan dalam mengikuti tender proyek;

c. izin memperkerjakan tenaga kerja asing;

d. izin perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; atau

e. Izin Mendirikan Bangunan (IMB).


Kecelakaan Kerja dan Besarnya Jaminan Kecelakaan Kerja

Berdasarkan UU SJSN, kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi dalam


hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju
tempat kerja atau sebaliknya, dan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja.

Berdasarkan uraian pertanyaan Anda, kecelakaan kerja yang membuat satu ruas jari
tengah kanan Anda diamputasi ini merupakan suatu kondisi yang dalam Pasal 1 angka
15 UU SJSN disebut dengan cacat. Cacat adalah keadaan berkurang atau hilangnya
fungsi tubuh atau hilangnya anggota badan yang secara langsung atau tidak
langsung mengakibatkan berkurang atau hilangnya kemampuan pekerja untuk
menjalankan pekerjaannya. Hal serupa juga disebutkan dalam Pasal 1 angka 7
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program
Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian (“PP 44/2015”) dan Pasal 1
angka 11 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 26 Tahun 2015 tentang Tata
Cara Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian,
dan Jaminan Hari Tua Bagi Peserta Penerima Upah (“Permenaker 26/2015”).

Peserta yang mengalami Kecelakaan Kerja atau penyakit akibat kerja berhak atas
manfaat JKK. Manfaat JKK berupa:

a. pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan medis yang meliputi:

1. pemeriksaan dasar dan penunjang;

2. perawatan tingkat pertama dan lanjutan;

3. rawat inap kelas I rumah sakit pemerintah, rumah sakit pemerintah daerah, atau
rumah sakit swasta yang setara;

4. perawatan intensif;

5. penunjang diagnostik;

6. pengobatan;

7. pelayanan khusus;

8. alat kesehatan dan implan;

9. jasa dokter/medis;

10. operasi;

11. transfusi darah; dan/atau


12. rehabilitasi medik.

b. santunan berupa uang meliputi:

1. penggantian biaya pengangkutan Peserta yang mengalami Kecelakaan Kerja atau


penyakit akibat kerja, ke rumah sakit dan/atau ke rumahnya, termasuk biaya
pertolongan pertama pada kecelakaan;

2. santunan sementara tidak mampu bekerja;

3. santunan Cacat sebagian anatomis, Cacat sebagian fungsi, dan Cacat total
tetap;

4. santunan kematian dan biaya pemakaman;

5. santunan berkala yang dibayarkan sekaligus apabila Peserta meninggal dunia atau
Cacat total tetap akibat Kecelakaan Kerja atau penyakit akibat kerja;

6. biaya rehabilitasi berupa penggantian alat bantu (orthose) dan/atau alat pengganti
(prothese);

7. penggantian biaya gigi tiruan; dan/atau

8. beasiswa pendidikan anak bagi setiap Peserta yang meninggal dunia atau Cacat
total tetap akibat kecelakaan kerja.

Yang dimaksud dengan “cacat sebagian anatomis”, “cacat sebagian fungsi”, dan “cacat
total tetap” adalah sebagai berikut:

· Cacat sebagian anatomis adalah keadaan berkurang atau hilangnya sebagian


anggota badan yang secara langsung atau tidak langsung mengakibatkan berkurang
atau hilangnya kemampuan Pekerja untuk menjalankan pekerjaannya.

· Cacat sebagian fungsi adalah keadaan berkurang atau hilangnya sebagian fungsi
anggota badan yang secara langsung atau tidak langsung mengakibatkan berkurang
atau hilangnya kemampuan Pekerja untuk menjalankan pekerjaannya.

· Cacat total tetap adalah cacat yang mengakibatkan ketidakmampuan seseorang


untuk melakukan pekerjaan.

Kondisi di mana satu ruas jari tengah kanan Anda diamputasi termasuk ke dalam cacat
sebagian anatomis. Atas cacat sebagian tersebut, pekerja berhak untuk mendapatkan
santunan cacat. Santunan cacat meliputi:

a. Cacat sebagian anatomis sebesar: % sesuai tabel x 80 x upah sebulan.


b. Cacat sebagian fungsi sebesar: % berkurangnya fungsi x % sesuai tabel x 80 x upah
sebulan.

c. Cacat total tetap sebesar: 70% x 80 x upah sebulan. 

Tata Cara Pelaporan dan Penetapan Jaminan Bagi Peserta BPJS Ketenagakerjaan

Pemberi Kerja wajib melaporkan setiap kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja
.yang menimpa pekerjanya kepada BPJS Ketenagakerjaan dan dinas yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat tidak lebih dari 2 x 24 jam
sejak terjadinya kecelakaan kerja sebagai laporan tahap I.

Pemberi Kerja wajib melaporkan akibat kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja
kepada BPJS Ketenagakerjaan dan Instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan setempat tidak lebih dari 2 x 24 jam sejak pekerja dinyatakan
sembuh, cacat, atau meninggal dunia sebagai laporan tahap II, berdasarkan surat
keterangan dokter yang menerangkan bahwa:

a. keadaan Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB) telah berakhir;

b. cacat total tetap;

c. cacat sebagian anatomis;

d. cacat sebagian fungsi; atau

e. meninggal dunia.

Berdasarkan Pasal 22 ayat (1) Permenaker 26/2015, Pemberi Kerja wajib membayar
terlebih dahulu biaya pengangkutan peserta yang mengalami Kecelakaan Kerja atau
penyakit akibat kerja ke rumah sakit dan/atau ke rumahnya termasuk biaya pertolongan
pertama pada kecelakaan dan santunan sementara tidak mampu bekerja. 

Bagaimana jika pekerja belum diikutsertakan dalam program JKK? Dalam keadaan
demikian, Pemberi Kerja yang belum mengikutsertakan pekerjanya dalam program
JKK kepada BPJS Ketenagakerjaan, apabila terjadi resiko terhadap pekerjanya,
pemberi kerja wajib membayar hak pekerja sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Anda mungkin juga menyukai