Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

KDM GANGGUAN RASA NYAMAN NYERI

A. Konsep Teori kebutuhan dasar nyeri


1. Definisi
Kenyamanan/rasa nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya
kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu
kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan
(kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu
yang melebihi masalah dan nyeri).
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan
bersifat sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang
dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat
menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya. Definisi medis
tentang nyeri menurut Arthur C.Curton (1983) mengatakan bahwa nyeri
merupakan suatu mekanisme produksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan
sedang rusak, dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk
menghilangkan rasa nyeri (Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri,2010 )
Menurut Bahrudin, 2017 mengungkapkan bahwa nyeri adalah
pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat
kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan
dalam bentuk kerusakan tersebut. Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik
yang multidimensional. Fenomena ini dapat berbeda dalam intensitas
(ringan,sedang, berat), kualitas (tumpul, seperti terbakar, tajam), durasi
(transien, intermiten,persisten), dan penyebaran (superfisial atau dalam,
terlokalisir atau difus).
2. Anatomi fisiologi nyeri
Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi, dan perilaku. Cara
yang paling baik untuk memahami pengalaman nyeri, akan membantu
untuk menjelaskan tiga komponen fisiologis berikut yakni: resepsi,
persepsi, dan reaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls
melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medulla spinalis
dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di
dalam massa berwarna abu-abu di medulla spinalis. Terdapat pesan nyeri
dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri
sehingga tidak mencapai otak atau di transmisi tanpa hambatan ke korteks
serebral, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses
informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi
kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri (fundamental
Keperawatan vol 2, 2006).
Sistem saraf perifer terdiri atas saraf sensorik primer yang khusus
bertugas mendeteksi kerusakan jaringan yang membangkitkan sensasi
sentuhan, panas, dingin, nyeri dan tekanan. Reseptor yang bertugas
merambatkan sensasi nyeri disebut nosiseptor. Nosiseptor merupakan
ujung-ujung saraf perifer yang bebas dan tidak bermielin atau sedikit
bermielin. Reseptor nyeri tersebut dapat di rangsang oleh stimulus
mekanis, suhu dan kimiawi. Sedangkan proses fisiologis terkait nyeri
disebut nosisepsi. Proses ini terdiri dari empat fase, yakni :
1) Transduksi
Pada fase ini, stimulus atau rangsangan yang membahayakan
(misalnya bahan kimia, suhu, listrik atau mekanis) memicu
pelepasan mediator biokimia yang mensensitisasi nosiseptor.
2) Transmisi
Fase transmisi nyeri terdiri atas tiga bagian. Pada bagian
pertama, nyeri merambat dari serabut saraf perifer ke medulla
spinalis dua jenis serabut nosiseptor yang terlibat dalam proses
tersebut adalah serabut C yang mentransmisikan nyeri tumpul
dan menyakitkan, serta serabut A- Delta yang mentransmisikan
nyeri yang tajam dan terlokalisasi. Bagian kedua adalah
transmisi nyeri dari medulla spinalis menuju batang otak dan
thalamus melalui jaras spinotalamikus (spinothalamic tract
(STT)). STT merupakan sistem diskriminatif yang membawa
informasi mengenai sifat dan lokasi stimulus ke thalamus.
Selanjutnya pada bagian ketiga, sinyal tersebut di teruskan ke
korteks sensorik somatic tempat nyeri di persepsikan. Impuls
yang di transmisikan melalui STT mengaktifkan respon
otonomi dan limbik.
3) Persepsi
Pada fase ini individu mulai menyadari adanya nyeri.
Tampaknya persepsi nyeri tersebut terjadi di struktur korteks
sehingga memungkinkan munculnya berbagai strategi perilaku-
kognitif untuk mengurangi komponen sensorik dan afektif
nyeri.
4) Modulasi
Fase ini di sebut juga “sistem desenden”. Padafase ini, neuron
di batang otak mengirimkan sinyal-sinyal kembali ke medulla
spinalis. Serabut desenden tersebut melepaskan substansi
seperti opioid, serotonin, dan norepinefrin yang akan
menghambat impuls asenden yang membahayakan dibagian
dorsal medulla spinalis (Mubarak & Chayatin, 2008).
3. Faktor predisposisi (pendukung) dan Presipitasi (pencetus)
a. Pengalaman sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalam nyeri. Pengalaman nyeri
sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan
menerima nyeri lebih baik pada masa yang akan datang. Apabila
individu sejak lama sering mengalami serangkaian episode nyeri tanpa
pernah sembuh atau menderita nyeri yang berat, maka ansietas atau
bahkan rasa takut dapat muncul. Sebaliknya, apabila individu mengalai
nyeri, dengan jenis yang sama berulang-ulang, tetapi kemudian nyeri
tersebut dengan berhasil dihilangkan, akan lebih mudah bagi individu
tersebut untuk menginterpretasikan sensasi nyeri. Akibatnya, klien
akan lebih siap untuk melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan
untuk menghilangkan nyeri. Apabila seorang klien tidak pernah
merasakan nyeri, meka persepsi pertama nyeri dapat mengganggu
koping terhadap nyeri (fundamental Keperawatan vol 2, 2006)
b. Pengalaman Masa Lalu Dengan Nyeri
Pengalaman masa lalu dengan nyeri adalah menarik untuk berharap
dimana individu yang mempunyai pengalaman multiple dan
berkepangjangan dengan nyeri akan lebih sedikit gelisah dan lebih
toleran terhadap nyeri dibanding orang yang hanya mengalami sedikit
nyeri. Bagi kebanyakan orang, bagaimanapun hal ini tidak selalu
benar. Seringkali, lebih berpengalaman individu dengan nyeri yang
dialami, makin takut individu tersebut terhadap peristiwa menyakitkan
yang akan diakibatkan. Individu ini mungkin akan lebih sedikit
mentoleransi nyeri, akibatnya ia akan nyerinya segera reda dan
sebelum nyeri tersebut menjadi lebih parah (Keperawatan Medikal
Bedah vol 1, 2002)
c. Usia
Usia merupakan variable penting yang mempengaruhi nyeri,
khususnya pada anak-anak dan lansia. Perbedaan perkembangan, yang
ditemukan di antara kelompok usia ini dapat mempengaruhi
bagaimana anak-anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri. Anak yang
masih kecil mampunyai kesulitan memahami nyeri dan prosedur yang
dilakukan perawatan yang menyebabkan nyeri. Secara kognitif anak-
anak pra sekolah tidakmampu mengingat penjelasan tentang nyeri
sebagai pengalaman yang dapat terjadi sebagai di berbagai situasi.
Pada lansia yang mengalami nyeri, perlu dilakukan pengkajian,
diagnosis, dan penatalaksaan secara agresif. Namun individu yang
berusia lanjut memiliki resiko tinggi mengalami situasi-situasi yang
membuat mereka merasakan nyeri. Karena lansia telah hidup lebih
lama, mereka kemungkinan lebih tinggi untuk mengalami kondisi
patologis yang menyertai nyeri. Namun, ketika seorang lansia
mengalami bingung, maka ia akan mengalami kesulitan mengingat
pengalaman nyeri dan memberi penjelasan yang rinci. Herr dan
Mobily mencatat bahwa klien lansia tidak melaporkan nyeri dengan
alasan sebagai berikut:
1) Klien lansia yakin bahwa nyeri merupakan sesuatu yang harus
mereka terima.
2) Klien lansia mungkin menyangkal bahwa mereka merasakan nyeri
karena takut akan konsekuensi yang tidak diketahui
3) Klien lansia memilih untuk tidak mengakui bahwa mereka
merasakan nyeri karena ketakutan akan mengalami penyakit yang
berat atau meninggal.
4) Klien lansia menggunakan istilah yang berbeda uuntuk
mendeskripsikan pengalaman nyeri. Istilah, seperti
ketidaknyamanan, sakit, atau disakiti digunakan untuk menyangkal
bahwa mereka merasakan nyeri.
5) Banyak klien lansia yakin bahwa merupakan hal yang tidak dapat
diterima apabila memperlihatkan respons terhadap nyeri. Seringkali
klien lansia menggunakan berbagai cara untuk mengalihkan
perhatian dari nyeri(fundamental Keperawatan vol 2, 2006)
d. Jenis Kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna
dalam merespons terhadap nyeri. Diragukan apakah hanya jenis kelamin
saja yang merupakan suatu faktor dalam mengekspresikan nyeri.
Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin (menganggap
laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan seorang anak
perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama (fundamental
Keperawatan vol 2, 2006)
e. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu
mengatasi nyeri. Individu mepelajari apa yang diharapkan dan apa yang
diterima oleh kebudayaan mereka. Petugas kesehatan seringkali
berasumsi bahwa cara yang mereka lakukan dan apa yang mereka yakini
adalah sama dengan cara dan keyakinan orang lain. Dengan demikian
mereka mencoba mengira bagaimana klien akan berespons terhadap
nyeri. (fundamental Keperawatan vol 2, 2006).
f. Makna Nyeri
Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi
pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Hal ini
juga dikaitkan secara dekat dengan latar belakang budaya individu
terssebut. Individu akan mempersiapkan nyeri dengan cara berbeda-beda.,
apabila nyeri tersebut member kesan ancaman, suatu kehilangan,
hukuman, dan tantangan. (fundamental Keperawatan vol 2, 2006)
g. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan
dengan nyeri yang meningkat sedangkan upaya pengalihan dihubungkan
dengan respons nyeri yang menurun. Konsep ini merupakan salah satu
konsep yang perawat terapkan di berbagai terapi untuk menghilangkan
nyeri, seperti relaksasi, teknik imajinasi terbimbing, dan masase.
(fundamental Keperawatan vol 2, 2006)
h. Ansietas
Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifak kompleks. Ansietas
seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat
menimbulkan suatu perasaan ansietas. Pola bangkitan otonom adalah
sama dalam nyeri dan ansietas. Sulit untuk memastikan dua sensai.paice
melaporkan suatu bukti bahwa stimulus nyeri mengaktifkan bagian
system limbic yang diyakini mengendalikan emosi seseorang, khususnya
ansietas. (fundamental Keperawatan vol 2, 2006)
i. Keletihan
Keletihan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan
menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan
kemampuan koping. Hal ini dapat menjadi masalah umum pada setiap
individu yang menderita penyakit dalam jangka lama. Apabila keletihan
disertai kesulitan tidur, maka persepsi nyeri bahkan dapat terasa lebih
berat lagi. Nyeri seringkali lebih berkurang setelah individu mengalami
suatu periode tidur yang lelap disbanding pada akhir hari yang
melelahkan.(fundamental Keperawatan vol 2, 2006)
j. Gaya Koping
Pengalaman nyeri dapat menjadi suatu pengalaman yang mebuat
anda merasa kesepian. Apabila klien mengalami nyeri di keadaan
perawatan kesehatan,seperti di rumah sakit,klien akan merasa tidak
berdaya dengan rasa sepi itu. Hal yang sering terjadi adalah klien merasa
kehilangan control terhadap lingkungan atau kehilangan control terhapap
hasil akhir dari peristiwa-peristiwa yang terjadi. Dengan demikian, gaya
koping mempengaruhi kemampuan individu tersebut untuk mengatasi
nyeri. (fundamental Keperawatan vol 2, 2006)
k. Dukungan Keluarga dan Sosial
Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respon nyeri ialah
kehadiran orang-orang terdekat klien dan bagaimana sikap mereka
terhadap klien. Individu dari kelompok socialbudaya yang berbeda
memiliki harapan yang berbeda tentang orang tempat mereka
menumpahkan keluhan mereka tentang nyeri. Individu yang mengalami
nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat
untuk memperoleh dukungan,bantuan, atau perlindungan. Walaupun
nyeri tetep dirasakan klien, kehadiran orang yang dicintai klien akan
meminimalkan kesepian dan ketakutan. Apabila tidak ada keluarga atau
teman, seringkali pengalaman nyeri membuat klien semakin tertekan.
Kehadiran orang tua sangat penting bagi anak-anak yang sedang
mengalami nyeri.(fundamental Keperawatan vol 2, 2006)
l. Efek plasebo
Efek plasebo terjadi ketika seseorang berespons terhadap
pengobatan atau tindakan lain karena suatu harapan bahwa pengobatan
atau tindakan tersebut akan memberikan hasil bukan karena tindakan
atau pengobatan tersebut benar-benar bekerja. Menerima pengobatan
atau tindakan saja sudah memberikan efek positif.
Efek plasebo timbul dari produksi alamiah (endogen) endorfin
dalam sistem kontrol desenden. Efek ini merupakan respons fisiologis
sejati yang dapat diputar-balik oleh nalokson, suatu antagonis narkotik.
Karena kesalahan persepsi tentang plasebo dan efek plasebo,
prinsip-prinsip dan petunjuk-petujuk berikut harus selalu diingat :
1) Efek plasebo bukan suatu indikasi bahwa seseorang tidak
mengalami nyeri ; sebaiknya, adalah suatu respons fisiologis yang
nyata
2) Plasebo tidak boleh digunakan untuk menguji kejujuran seseorang
tentang nyeri atau sebagai pengobatan garis depan
3) Respons positif terhadap plasebo, yaitu menurunkan nyeri, jangan
pernag menginterprestasikan sebagai suatu indikasi bahwa nyeri
yang dialami pasien tidak nyata.
4) Pasien jangan pernah diberikan suatu plasebo (“pil gula”) sebagai
suatu pengganti analgesik. Meskipun plasebo dapat menghasilkan
analgesia, pasien yang menerima plasebo dapat melaporkan
nyerinya hilang atau mereka mengatakan merasakan sedikit lebih
baik agar tidak mengecewakan pasien (Keperawatan Medikal
Bedah vol 1, 2002).
4. Gangguan terkait KDM nyeri
a. Manifestasi Klinis
Menurut NANDA (2017) menifestasi klinis yang dapat ditemukan
pada nyeri akut diantaranya :
1) Bukti nyeri dengan menggunakan standar periksa nyeri untuk
pasien yang tidak dapat mengungkapkannya (misalnya: Neonatal
Infant Pain Scale, Pain Assessment Checklist for Senior With
Limited Ability to Communicate).
2) Diaforesis.
3) Dilatasi pupil .
4) Ekspresi wajah nyeri (misalnya: mata kurang bercahaya, tampak
kacau, gerakan mata berpencar atau tetap pada satu fokus,
meringis).
5) Fokus menyempit (misalnya : persepsi waktu, proses berpikir
interaksi dengan orang dan lingkungan).
6) Fokus pada diri sendiri
7) Perubahan selera makan
8) Keluhan tentang intensitas nyeri (misalnya : skala Wong-Baker
FACES, Skala analog visual, skala penilaian numerik)
9) Keluhan tentang karakteristik nyeri dengan menggunakan standar
instrumen nyeri (misalnya : McGill Pain Questionnaire Brief Pain
Inventory)
10) Laporan tentang perilaku nyeri/ perubahan aktivitas (misalnya:
anggota keluarga, pemberi asuhan)
11) Mengekspresikan prilaku (Misalnya: gelisah, merengek,
menangis, waspada)
12) Perilaku distraksi (Misalnya : berjalan monad-mandir mencari
orang lain dana tau aktivitas lain, aktivitas yang berulang)
13) Perubahan pada parameter fisiologis (misalnya: tekanan darah,
frekuensi jantung, frekuensi pernapasan, saturasi oksigen, dan
end-tidal karbon dioksida [CO2])
14) Perubahan posisi untuk menghindari nyeri.
15) Putus asa.
16) Sikap melindungi area nyeri.
17) Sikap tubuh melindungi.
18) Indikasi nyeri yang dapat diamati.
19) Melaporkan nyeri secara verbal.
20) Gangguan tidur.
b. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien dengan nyeri akut
diantaranya.
1) Edema pulmonal
2) Kejang
3) Masalah mobilisasi
4) Hipertensi
5) Hipertermie
6) Gangguan pola istirahat dan tidur
7) Hipovolemik
5. Pemeriksaan Diagnostik / Pemeriksaan penunjang nyeri
a) Pengukuran nyeri
Ada tiga macam skala dalam hal mengukur intensitas nyeri pasien,
guna membedakan batasan-batasam khusus antara nyeri ringan, sedang
dan berat yaitu :
1. Skala numerik (numerical rating scale, NRS )
Skala yang digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi
data. Dalam hal ini, pasien menilai nyeri dengan skala 0-10.
Angka 0 diartikan kondisi klien tidak merasakan nyeri,
angka 10 mengindikasikan nyeri paling berat yang dirasakan klien.
Skala ini efektif digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri
sebelum dan sesuadah intervensi terapeutik. Sebagai contoh : pada
hari pertama post operasi klien menyatakan skala nyeri yang ia
rasakan pada angka 8, kemudian hari kedua post operasi saat
dilakukan pengkajian klien melaporkan adanya penurunan nyeri
yang ia rasakan pada angka 4. (Konsep dan Proses Keperawatn
Nyeri,2010)

Skema NRS :

A Pain Intensity Scale (Doris weinstock)


0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak nyeri nyeri ringan nyeri sedang nyeri berat nyeri sangat berat
(dikutip dari buku Keperawatan Medikal Bedah vol 1, 2002)

2. Skala Deskriptif Verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS)


Ini merupakan salah satu alat ukur tingkat keparahan yang
lebih bersifat objektif. Skala deskriptif verbal ini merupakan
sebuah garis yang terdiri dari beberapa kalimat pendeskripsi yang
tersusun dalam jarak yang sama sepanjang garis. Kalimat
pendeskripsi ini diranking dari tidak ada nyeri sampai nyeri paling
hebat. Perawat menunjukkan skala tersebut pada klien dan
meminta untuk menunjukkan intensitas nyeri terbaru yang ia
rasakan. (Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri,2010 )

Skema VDS :

Tidak Nyeri Nyeri Nyeri Nyeri Nyeri


Ada Ringan Sedang Hebat Sangat Paling
Nyeri Hebat
(dikutip dari buku Konsep dan Proses Keperawatn Nyeri,2010 )

3. Skala Analog Visual ( Visual Analog Scale, VAS)


Ini merupakan suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri
yang terus menerus dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada setiap
ujungnya. Skala ini memberikan kebebasan penuh pada pasien untuk
mengidentifikasi tingkat keparahan nyeri yang ia rasakan. Skala analog
visual merupakan pengukur keparahan nyeri yang lebih sensitif karena
pasien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian daripada
dipaksa memilih satu kata atau satu angka (McGuire,1984).
Skema VAS :

Tidak ada nyeri Nyeri paling hebat


(dikutip dari buku (Konsep dan Proses Keperawatn Nyeri,2010 )

6. Penatalaksanaan Medis
a. Penatalaksanaan Terapi nyeri farmakologis
Terapi Analgesik merupakan metode yang paling umum mengatasi
nyeri. Ada tiga jenis pengobatan yang bisa digunakan untuk
mengendalikan nyeri, yaitu:
1) Analgesik nonopioid, asetaminofen dan aspirin adalah dua jenis
analgesic nonopioid yang paling sering digunakan. Obat-obatan
ini bekerja terutama pada tingkat perifer untuk mengurangi nyeri.
2) Opioid, analgesic opioid bekerja dengan cara melekat diri pada
reseptor-reseptor nyeri speripik di dala SSP.
3) Adjuvant. Adjuvan bukan merupakan analgesik yang sebenernya,
tetapi zat tersebut dapat membantu jenis-jenis nyeri tertentu,
terutama nyeri kronis.
Efek samping tanda-tanda dari reaksi yang tidak diinginkan
mungkin tidak dikenali karena tanda-tanda tersebut menggambarkan
tanda-tanda gangguan pada lansia seperti konfusi, tremor, depresi,
konstipasi, dan hilangnya nafsu makan
b. Terapi nyeri nonfarmakologi
1. Kompres panas dan dingin
Reseptor panas dan dingin mengaktivasi serat-serat A-beta
ketika temperatur mereka berada antara 4°-5° C dari temperatur
tubuh. Reseptor-reseptor ini mudah beradaptasi, membutuhkan
temperatur untuk disesuaikan pada interval yang sering berkisar
tiap 5-15 menit.
Pemberian panas merupakan cara yang baik dalam
menurunkan atau meredakan nyeri sehingga disetujui termasuk
kedalam otonomi keperawatan. Kompres panas dapat diberikan
dengan menghangatkan peralatan (seperti bantal pemanas, handuk
hangat).
Kompres dingin juga dapat menurunkan atau meredakan
nyeri, dan perawat dapat mempertimbangakan metode ini. Es dapat
digunakan untuk mengurangi atau mengurangi nyeri dan untuk
mencegah atau mengurangi edema dan inflamasi (M. Black &
Hokanson Hawks, 2014).
4. Akupresur
Akupresur memungkinkan alur energi yang terkongesti
untuk meningkatkan kondisi yang lebih sehat. Perawat ahli terapi
mempelajari alur energi atau meridian tubuh dan memberikan
tekanan pada titik-titik tertentu disepanjang alur.
5. Nafas dalam
Napas dalam untuk relaksasi mudah dipelajari dan
berkontribusi dalam menurunkan atau meredakan nyeri dengan
mengurangi tekanan otot dan ansietas (M. Black & Hokanson
Hawks, 2014).
6. Distraksi
Perhatian dijauhkan dari sensasi nyeri atau rangsangan
emosional negatif yang dikaitkan dengan episode nyeri. Penjelasan
teoritis yang utama adalah bahwa seseorang mampu untuk
memfokuskan perhatiannya pada jumlah fosi yang terbatas.
Dengan memfokuskan perhatian secara aktif pada tugas kognitif
dianggap dapat membatasi kemampuan seseorang untuk
memperhatikan sensasi yang tidak menyenangkan (M. Black &
Hokanson Hawks, 2014).
B. Tinjauan Teori Askep Kebutuhan Dasar Nyeri
1) Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dimana
dilakukan pengumpulan data, pengelompokan data, serta analisa data yang
menghasilkan suatu masalah keperawatan yang dikumpulkan melalui
wawancara, pengumpulan riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium dan diagnostic, dan review catatan sebelumnya.
a. Pengumpulan data
1. Identitas pasien
Identitas pasien yang terdiri dari, Nama, Umur, Jenis
kelamin, status perkawinan, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, nomer telepon, nomer register dan tanggal
masuk rumah sakit.
2. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama masuk rumah sakit
Keluhan yang membuat pasien datang untuk memeriksakan
kesehatannya ke rumah sakit. Misalnya, saat masuk rumah sakit
pasien mengeluh nyeri di bagian femur saat kecelakaan.
b) Keluhan utama saat pengkajian
Keluhan yang disampaikan oleh pasien pada saat dilakukan
pengkajian.Misalnya, klien mengeluh nyeri, badannya merasa
lemas, klien merasa cemas karena nyeri yang dirasakan tidak
berkurang dan merasa tidak nyaman dengan kondisinya.
c) Riwayat penyakit sekarang
Pengakjian dapat dilakukan dengan cara PQRST :
- P (Provocing) : Provoking atau pemicu, yaitu faktor
yang memicu timbulnya nyeri.
- Q (Quality) :Kualitas nyeri seperti tersayat/ tertusuk.
- R (Region) : Daerah perjalanan nyeri ke daerah lain.
- S (severity) : keparahan atau intensitas nyeri
- T (time) : Lama/waktu serangan atau frekuensi
Nyeri.
d) Riwayat penyakit sebelumnya
Kaji tentang riwayat kesehatan yang pernah dialami klien.
Apakah klien pernah mengalami nyeri sebelumnya.Bagaimana
penanggulangannya jika terjadi nyeri.
e) Riwayat penyakit keluarga
Kaji riwayat kesehatan keluarga.Apakah ada keluarga yang
menderita penyakit seperti klien.
7. Pola Kebiasaan
a) Gerak dan aktivitas
Kaji kemampuan gerak dan aktivitas klien.Aktivitas klien
terbatas akibat nyeri yang dirasakan.
b) Istirahat dan tidur
Kaji pola istirahat dan tidur klien, klien dengan keluhan nyeri
biasanya susah untuk beristirahat ataupun tidur akibat nyeri
yang dirasakan
c) Rasa nyaman
Kaji kenyamanan klien. Adanya nyeri yang dirasakan klien akan
mengganggu kenyamanan klien
d) Rasa aman
Kaji rasa aman klien, Klien merasa cemas, gelisah akibat nyeri
yang dirasakan
8. Pemeriksaan Fisik
Meliputi :- inspeksi, palpasi, perkus, dan auskultasi.
- TTV
- Prilaku
- Ekspresi wajah
b. Data fokus
1) Data Subjektif
Data yang berasal dari ungakapan pasien ataupun keluarga pasien
seperti :
a) Pasien mengeluh nyeri, tidak bisa tidur.
b) Pasien cemas karena nyerinya tidak berkurang.
c) Pasien mengatakan merasa tidak nyaman dengan kondisinya
2) Data Objektif
Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan.
a) Observasi perilaku :
Pasien tampak gelisah, menangis keras, berteriak.
b) Observasi perubahan musculoskeletal :
Pasien tampak mengalami kekakuan otot seperti mengatupkan
tangan, menggertakan gigi, mengkontraksikan tungkai, kekakuan
tubuh.
c) Observasi perubahan kulit :
kemerahan,
d) Observasi jantung dan pernafasan :
Denyut jantung meningkat, tekanan darah, pernafasan meningkat.
e) Perubahan sensoris :
Peka terhadap rangsangan
f) Perubahan proses berfikir :
Merasa bersalah, menganggap penyakitnya sebagai suatu hukuman
2) Diagnosa Keperawatan
Keberadaan nyeri pada klien dapat mencetuskan masalah keperawatan
lainnya.
Diagnosa-diagnosa keperawatan lain yang mungkin muncul pada klien
dengan gangguan nyeri :
1. Nyeri akut berhubungan dengan :
a) Cedera fisik/trauma
b) Penurunan suplai darah ke jaringan
c) Proses melahirkan
2. Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan :
a) Nyeri musculoskeletal
b) Nyeri insisi
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri yang dirasakan
4. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive
3) Perencanaan
1. Prioritas Diagnosa Keperawatan
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (prosedur operasi)
b) Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan proses insisi
c) Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri yang dirasakan
d) Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
2. Rencana Asuhan Keperawatan

Dx Kriteria hasil Rencana tindakan Rasional


Nyeri akut Setelah diberikan asuhan a. Kaji nyeri secara konprehensif a. Untuk mengetahui tingkat
keperawatan 3 x 24 jam di termasuk lokasi, karakteristik,
berhubungan nyeri pasien
harapkan rasa nyeri yang di durasi, frekuensi, kualitas dan factor
dengan agen cedera presipitasi.
rasakan pasien dapat hilang atau
b. Observasi reaksi nonverbal dari
fisik (prosedur berkurang dengan kriteria hasil : b.Untuk mengetahui tingkat
ketidaknyamanan.
operasi) a. Mampu mengontrol nyeri ketidaknyamanan dirasakan
(tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik oleh pasien
c. Gunakan tehnik komunikasi
nonfarmakologi untuk terapeutik untuk mengetahui c.Untuk mengalihkan perhatian
mengurangi nyeri, mencari pengalaman nyeri pasien.
bantuan ). pasien dari rasa nyeri
d. Kaji kultur yang mempengaruhi
b. Melaporkan bahwa nyeri respon nyeri. d.Untuk mengetahui apakah nyeri
berkurang dengan
menggunakan manajemen yang dirasakan klien
nyeri. berpengaruh terhadap yang
c. Mampu mengenali nyeri e. Evaluasi pengalaman nyeri masa
(skala, intensitas, frekuensi lainnya
lampau.
dan tanda nyeri) e.Untuk mengurangi factor yang
d. Menyatakan rasa nyaman f. Evaluasi bersama pasien dan tim
setelah nyeri berkurang. dapat memperburuk nyeri yang
kesehatan lain tentang
ketidakefektipan control nyeri masa dirasakan klien
lampau.
f. untuk mengetahui apakah
terjadi pengurangan rasa nyeri
atau nyeri yang dirasakan klien
g. Bantu pasien dan keluarga untuk
bertambah.
mencari dan menemukan dukungan.
g.Pemberian “health education”
dapat mengurangi tingkat
kecemasan dan membantu klien
h. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu dalam membentuk mekanisme
ruangan, pencahayaan dan koping terhadap rasa nyeri
kebisingan .
h.Untuk mengurangi tingkat
i. Kurangi faktor presipitasi nyeri. ketidaknyamanan yang
dirasakan klien.
j. Pilih dan lakukan penanganan nyeri i. Agar nyeri yang dirasakan klien
(Farmakologi, non farmakologi dan
inter personal ) tidak bertambah.
j. Agar klien mampu
k. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi. menggunakan teknik
l. Ajarkan tentang tehnik non nonfarmakologi dalam
farmakologi.
m. Kolaborasikan dengan dokter dalam memanagement nyeri yang
pemeberian analgetik dirasakan.
a.
k. Pemberian analgetik dapat
mengurangi rasa nyeri pasien
l. Untuk mengurangi rasa nyeri
m. Obat – obatan analgetik
akan membantu proses
hilangnya rasa nyeri

Hambatan Setelah diberikan asuhan a. Kaji kemampuan pasien dalam a. Untuk mengetahui
mobilisasi kemampuan pasien dalam
mobilisasi fisik keperawatan 3 x 24 jam di
harapkan rasa nyeri yang di b. Kaji adanya atau tingkat nyeri melakukan ativitas
berhubungan terkait olahraga dan perubahan b. Memeriksa perkembangan
rasakan pasien dapat hilang atau
mobilitas sendi atau resesi komplikasi.
dengan proses insisi berkurang dengan kriteria hasil :
c. Kaji pemahaman pasien tentang Mungkin perlu menunda
a. Klien meningkat dalam imobilitas dan implikasinya latihan tambahan
aktivitas fisik terhadap pasien c. Perlu dipertimbangkannya
b. Mengerti tujuan dari d. Pantau kebutuhan nutrisi terkait efek imobilitas seperti
peningkatan mobilitas dengan imobilisasi kelemahan otor, kerusakan
c. Memverbalisasikan e. Evaluasi kebutuhan alat bantu kulit
perasaan dalam f. Monitoring vital sign d. Nutrisi yang baik juga
meningkatkan kekuatan sebelum/sesudah latihan dan lihat memberi energy yang
dan kemampuan
berpindah respons pasien saat latihan dibutuhkan
d. Memperagakan g. Ajarkan pasien dan keluarga e. Penggunaan alat bantu
penggunaan alat bantu tentang tehnik mobilisasi dini yang benar akan
untuk mobilisasi (walker) sesuai tahapan meningkatkan aktivitas dan
h. Latih pasien dalam pemenuhan mengurangi bahaya jatuh
ADLs secara mandiri sesuai f. Untuk mengetahui kondisi
kemampuan kesehatan pasien
i. Ajarkan pasien cara merubah g. Untuk meningkatkan
posisi dan berikan bantuan jika proses penyembuhan dan
diperlukan kemampuan koping
emosional pada pasien
h. Untuk mempercepat proses
penyembuhan
i. Untuk memberikan
pengetahuan kepada pasien
mengenai perubahan posisi
Gangguan pola Setelah diberikan asuhan a. Kaji pola tidur pasien a. Untuk mengetahui
b. Kaji faktor yang menyebabkan kesulitan tidur pasien
tidur berhubungan keperawatan 3 x 24 jam di
harapkan rasa nyeri yang di gangguan tidur b. Untuk mengidentifikasi
dengan nyeri yang c. Jelaskan pentingnya tidur yang penyebab actual dari
rasakan pasien dapat hilang atau
adekuat gangguan tidur
dirasakan berkurang dengan kriteria hasil : d. Berikan obat yang dapat c. Pemberian informasi yang
a. Jumlah jam tidur dalam membantu pasien tidur tepat dapat memotivasi
batas norma 6-8 jam/hari pasien agar berusaha
b. Pola tidur, kualitas dalam memperbaiki kualitas
batas normal tidurnya
c. Perasaan segar sesudah d. Untuk membantu
tidur atau istirahat mempermudah tidur pasien
d. Mampu mengidentifikasi
hal – hal yang
meningkatkan tidur
Resiko infeksi Setelah diberikan asuhan a. Monitoring karakteristik, warna, a. Untuk mengetahui keadaan
keperawatan 3 x 24 jam di ukuran, cairan dan bau luka luka dan perkembangannya
berhubungan
harapkan rasa nyeri yang di b. Rawat luka dengan konsep steril b. Agar menghindari infeksi
dengan efek c. Ajarkan klien dan keluarga untuk dan terpapar kuman atau
rasakan pasien dapat hilang atau
melakukan perawatan luka bakteri
prosedur invasif berkurang dengan kriteria hasil : d. Berikan penjelasan kepada klien c. Untuk memandirikan
a. Klien terbebas dari tanda dan keluarga mengenai tanda dan pasien dan keluarga
dan gejala infeksi gejala dari infeksi d. Agar pasien dan keluarga
b. Mendeskripsikan prises e. Kolaborasi pemberian antibiotic mengetahui tanda dan
penularan penyakit, gejala infeksi
faktor yang e. Pemberian antibiotic untutk
mempengaruhi penularan mencegah timbulnya
serta penatalaksanaannya. infeksi
c. Menunjukkan
kemampuan untuk
mencegah timbulnya
infeksi
d. Menunjukan prilaku
hidup bersih dan sehat.
4) Pelaksanaan/implementasi
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas
yang telah dicatatat dalam rencana keperawatan pasien. Agar implementasi
atau pelaksanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu
mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon
pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta
mendokumentasikan pelaksanaan perawatan (Eko dan Andi,2014)
5) Evaluasi
Evaluasi keperawatan terhadap pasien dengan masalah nyeri dilakukan
dengan menilai kemampuan dalam merespon rangsangan nyeri,
diantaranya: klien melapor adanya penurunan rasa nyeri, mampu
mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki, mampu
menggunakan terapi yang diberikan untuk mengurangi rasa nyeri
6) Daftar Pustaka
Eko,dan Andi.2014. Asuhan Keperawatan . Yogyakarta: Nusa Medika.
Bahrudin, M. 2017. Patofisiologi Nyeri.
http://ejournal.umm.ac.id/index .php/ sainmed/article/view/5449/5246
NANDA Internasional Inc. 2017. Diagnosa Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2015-2017 edisi : 10.Jakarta. EGC.
Tim POKJA SDKI DPP PPN. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan
Indonesia. Jakarta. Dewan Pengurus Pusat
7) WOC nyeri

Anda mungkin juga menyukai