Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan nasional pada saat ini meliputi segala bidang dan tentunya

perlu mendapat perhatian serius baik dari pihak pemerintah pada khususnya

maupun masyarakat pada umumnya. Pelaksanaan otonomi daerah tidak hanya

dapat dilihat dari seberapa besar daerah akan memperoleh dana perimbangan,

tetapi hal tersebut harus diimbangi dengan sejauh mana instrument atau sistem

pengelolaan keuangan daerah mampu memberikan nuansa manajemen

keuangan yang lebih adil, rasional, transparan, partisipatif, dan bertanggung

jawab (Daris, 2008).

Di era otonomi ini diharapkan daerah menjadi mandiri dalam pengelolaan

kewenangannya. Hal ini ditandai dengan makin kuatnya Kapasitas Fiskal atau

Pendapatan Asli Daerah serta Dana Bagi Hasil. Daerah yang mungkin masih

kekurangan dana diberi bantuan dari pemerintah pusat dalam bentuk dana

perimbangan. Akan tetapi tujuan pelaksanaan otonomi adalah mewujudkan

Kapasitas Fiskal Daerah (KFD) yang kuat dalam menciptakan kemandirian

daerah.

Upaya meningkatkan kapasitas fiskal daerah tidak hanya melalui

peningkatan PAD, melainkan optimalisasi sumber – sumber penerimaan

daerah. Peningkatan kapasitas fiskal bukan berarti jumlah anggran yang besar,

1
2

tetapi juga optimalisasi anggaran, karena peran pemerintah daerah ke depan

lebih bersifat sebagai fasilisaptor dan motivator dalam menggerakkan

pembangunan di daerah (Osborne and Gaebler, 1993 dalam Anggito, 2005:

28). Pada dasarnya pemerintah daerah dihadapkan pada persoalan tingginya

kebutuhan fiskal daerah (fiscal need) sementara kapasitas fiskal tidak

mencukupi.

Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Republik

Indonesia di bagi atas daerah – daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri atas

daerah – daerah kabupaten dan kota. Tiap – tiap daerah mempunyai hak dan

kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk

meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan dan

pelayanan kepada masyarakat.

Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan dua sumber yang mengatur

kapasitas fiskal dan setiap daerah mempunyai dasar pengenaan pajak yang

berbeda – beda tergantung dari kebijakan pemerintah daerah setempat. Untuk

daerah dengan kondisi perekonomian yang memadai, akan dapat diperoleh

pajak yang cukup besar. Tetapi untuk daerah yang tertinggal, pemerintah

daerah hanya dapat memungut pajak dalam jumlah yang terbatas. Demikian

halnya dengan retribusi daerah yang berbeda – beda untuk tiap daerah.

Kemampuan daerah untuk menyediakan pendanaan yang berasal dari daerah

sangat tergantung pada kemampuan merealisasikan potensi ekonomi tersebut

menjadi bentuk – bentuk kegiatan ekonomi yang mampu menciptakan


3

perguliran dana untuk pembangunan daerah yang berkelanjutan (Darwanto

dan yustikasari, 2007).

Untuk menyelenggarakan pemerintahannya daerah berhak mengenakan

pungutan kepada masyarakat. Berdasarkan undang – undang dasar Negara

Republik Indonesia tahun 1945 yang menempatkan perpajakan sebagai salah

satu perwujudan kenegaraan. Di tegaskan bahwa penempatan beban kepada

rakyat, seperti pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa, di atur dengan

undang – undang. Dengan demikian, pemungutan pajak daerah dan retribusi

daerah harus didasarkan pada undang – undang.

Desentralisasi atau otonomi daerah membuat daerah memiliki

kewenangan yang lebih besar dalam mengatur urusan rumah tangganya. Hal

ini menuntut pemerintah daerah untuk lebih bijak dalam hal pemungutan

pajak daerah dan retribusi daerah. Selain itu pemerintah daerah juga di tuntut

untuk mengalokasikan hasil penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah.

Permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah daerah dalam organisasi sektor

publik adalah mengenai pengalokasian anggaran. Pengalokasian anggaran

merupakan jumlah alokasi dana untuk masing – masing program. Dengan

sumber daya yang terbatas, penerimaan daerah harus dapat mengalokasikan

penerimaan yang diperoleh untuk pengelolaan kapasitas fiskal yang bersifat

produktif. Kapasitas fiskal merupakan suatu gambaran kemampuan keuangan

masing – masing daerah yang dicerminkan melalui penerimaan anggaran

pendapatan dan belanja daerah.


4

Dalam Undang-Undang No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah, yang dimaksud dengan pajak daerah adalah kontribusi

wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang

bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan

imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat. Pajak Daerah yang merupakan salah satu

sumber penting dan utama PAD ini akan sangat berpengaruh pada kinerja

keuangan pemerintah daerah. Jika pendapatan pajak daerah tinggi atau sesuai

target yang ditetapkan, maka hal ini menunjukkan kinerja keuangan yang

bagus dari daerah tersebut.

Retribusi menurut UU No. 28 Tahun 2009 adalah pungutan daerah

sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus

disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan

pribadi atau badan. Berbeda dengan pajak pusat seperti Pajak Penghasilan dan

Pajak Pertambahan Nilai yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak, jenis

pos retribusi daerah dapat dikelompokkan menjadi (1) Retribusi Jasa Umum,

(2) Retribusi Jasa usaha, dan (3) Retribusi Perizinan. Retribusi daerah yang

merupakan salah satu sumber PAD yang paling besar ini juga menjadi salah

satu indikator penting untuk mengetahui dan mengevaluasi kinerja keuangan

pemerintah daerah. Seperti halnya pajak daerah, apabila retribusi daerah tinggi

atau sesuai target, maka hal ini menunjukkan kinerja keuangan yang bagus

dari daerah tersebut.


5

Pemberian kewenangan kepada daerah untuk memungut pajak dan

retribusi daerah telah mengakibatkan pemungutan berbagai jenis pajak dan

retribusi daerah yang berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Pemungutan ini harus dapat dipahami oleh masyarakat sebagai sumber

penerimaan yang dibutuhkan oleh daerah untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat di daerah. Agar dapat dipungut secara efektif, pemahaman

masyarakat, petugas pajak, dan setiap pihak yang terkait dengan pemungutan

tersebut harus sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang

serta peraturan daerah yang mengatur tentang pajak dan retribusi daerah.

Hal ini kemudian disikapi pemerintah dengan penerapan otonomi daerah

lebih luas, nyata dan bertanggungjawab yang bertujuan untuk meningkatan

pelayanan publik dan memajukan perekonomian daerah (Mardiasmo 2002).

Sehingga dapat memacu peningkatan aktivitas perekonomian di daerah yang

pada akhirnya memperkuat perekonomian nasional. Penerapan otonomi

daerah. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah, yang mensyaratkan adanya perimbangan

keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Sebagaimana diatur dalam

Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004, adalah suatu sistem pembiayaan

pemerintah dalam kerangka negara kesatuan yang mencakup pembagian

keuangan antara pusat dan daerah serta pemerataan antardaerah secara

proporsional, adil, demokratis dan transparan.


6

Kapasitas Fiskal menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor

224/PMK.07/2008 adalah gambaran kemampuan keuangan masing-masing

daerah yang dicerminkan melalui penerimaan Angaran Pendapatan dan

Belanja Daerah (tidak termasuk dana alokasi khusus, dana darurat, dana

pinjaman lama dan penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk

membiayai pengeluaran tertentu) untuk membiayai tugas pemerintahan

setelah dikurangi belanja pegawai dan dikaitkan dengan jumlah penduduk

miskin.

Peningkatan kapasitas fiskal bukan berarti jumlah anggaran yang besar ,

tetapi juga optimalisasi anggaran, karena peran pemerintah daerah kedepan

lebih bersifat fasilisator dan motivator dalam menggerakkan pembangunan di

daerah (Osborne and Gaebler, 1993 dalam anggito, 2005: 28). Pada dasarnya

pemerintah daerah di hadapkan pada persoalan tingginya kebutuhan fiskal

daerah (fiscal need) sementara kapasitas fiskal di daerah tidak mencukupi.

Hal ini menyebabkan kesenjangan fiskal (Mardiasmo, 2002 : 147). Jadi

pada dasarnya kesenjangan fiskal adalah selisih negatif antara kebututuhan

fiskal daerah dengan kapasitas fiskal daerah. Hal tersebut bukan hanya

menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, kita sebagai masyarakat juga

memiliki kewajiban terhadap pencapaian kesejahteraan dengan sumbangsih

pajak yang di bayarkan tepat pada waktunya. Melihat kondisi diatas maka

dari itu penulis tertarik untuk mengetahui analisis pengaruh penerimaan pajak
7

daerah dan retribusi daerah terhadap kapasitas fiskal di Kantor Pajak Pratama

Palopo.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka yang menjadi permasalahan

dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah penerimaan pajak daerah berpengaruh terhadap kapasitas fiskal

pada Kantor Pajak Pratama Palopo ?

2. Apakah penerimaan retribusi daerah berpengaruh terhadap kapasitas fiskal

pada Kantor Pajak Pratama Palopo ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh penerimaan pajak daerah terhadap kapasitas

fiskal.

2. Untuk mengetahui pengaruh penerimaan retribusi daerah terhadap

kapasitas fiskal.

D. Manfaat penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh bagi beberapa pihak dari penelitian ini

mengenai analisis pengaruh penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah

terhadap kapasitas fiskal antara lain :

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini sebagai khazanah pengembangan pengetahuan dan

wawasan keilmuan pada bidang Akuntansi Perpajakan dan menjadi sarana


8

pengembangan wawasan serta pengalaman dalam menganalisis

permasalahan khususnya di bidang akuntansi perpajakan.

2. Manfaat Praktis

Dilihat dari segi praktis, penelitian ini bermanfaat sebagai berikut :

a. Bagi penulis, di harapkan penelitian ini dapat menambah

pengetahuan dan pengalaman di waktu yang akan datang

b. Bagi perusahaan yang bersangkutan, di harapkan penelitian ini

dapat di jadikan sebagai referensi atau masukan untuk kebijakan

perusahaan pada periode selanjutnya.

c. Bagi pihak lain, di harapkan hasil penelitian dapat bermanfaat

untuk menambah pengetahuan serta menjadi referensi dalam

penelitian serupa pada penelitian yang akan datang.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Rasionalitas

Salah satu pertimbangan kepatuhan pajak didasarkan pada pertimbangan

ekonomi atas manfaat-biaya yang diekspektasi. Teori rasional berasumsi bahwa

setiap manusia pada dasarnya rasional dengan selalu mempertimbangkan prinsip

efesiensi dan efektivitas dalam melakukan setiap tindakan. Alfrad Marshall (1842

- 1924), menyatakan bahwa manusia selalu cenderung memaksimalkan

rasionalitasnya, selalu cendrung menghitung nilai sesuatu (utility) yang hendak

dipertukarkan. Adam Smith berpendapat bahwa perilaku manusia dituntun oleh

rasionalitas instrumental yang terkait dengan kepentingan pribadi (self-interest)

dan ditarik oleh prospek imbalan.

Tindakan rasional terkait dengan hasil. Rasionalitas mengatakan, jika kita

ingin mencapai Y, lakukanlah X. Pada dasarnya rasionalitas bersyarat dan

berorientasi masa depan (Elster,1989). Dalam kaitan dengan kepatuhan pajak,

rasionalitas yang merupakan landasan dalam teori ekonomi dalam menghasilkan

keputusan apakah menaati aturan perpajakan atau tidak.

B. Teori Moral Pajak

Teori moral pajak menurut Frey dalam Simajuntak dan Mukhlis (2012)

adalah motivasi intrinsic individu untuk bertindak, yang didasari oleh nilai-nilai

yang dipengaruhi oleh norma-norma budaya. Prinsipprinsip moral atau nilai-nilai

9
10

yang diyakini seseorang mengapa membayar pajak. Beberapa faktor yang

mempengaruhi moral pajak seperti: persepsi adanya kejujuran, sikap membantu

atau melayani dari petugas pajak, kepercayaan terhadap instansi pemerintah,

penghargaan atau rasa hormat dari aparat pajak (respect), dan sifat-sifat individu

lainnya.

Teori ini dengan pendekatan psikologi masyarakat, berpandangan bahwa

antara masyarakat dan pemerintah terdapat kontrak implisit, yang mana

masyarakat menyadari bahwa mereka memiliki hak dan kewajiban. Kebajikan

warga negara akan muncul sebagai akibat hak-hak partisipasi masyarakat secara

kolektif dihormati. Misalnya perlakuan jujur aparat berwenang, akan direspons

masyarakat secara positif, sistem pajak dan pelayanan administrasi pajak yang

baik membuat masyarakat puas dan menjadi faktor pendorong wajib pajak

meningkatkan kepatuhannya (Simajuntak dan Mukhlis, 2012).

C. Teori Fiskal Federalism

Teori Fiskal Federalism merupakan teori yang dikembangkan oleh hayek

(1945), Musgrave (1959), dan Oates (1972). Dalam teori ini ditekankan bahwa

pertumbuhan ekonomi dicapai dengan jalan desentralisasi fiskal atau

pendelegasian wewenang oleh pusat kepada daerah untuk mengatur rumah

tangga pemerintahan daerahnya sendiri atau sering disebut dengan otonomi

daerah (otda). Teori fiskal federalism terbagi atas dua perspektif teori yakni

traditional theories (first generation theory) dan new perspective theories

(second generation theories).


11

Penekanan terhadap keuntungan alikatif dari desentralisasi untuk

mendapatkan kemudahan informasi dari masyarakat merupakan pandangan teori

tradisional tentang fiskal federalism sementara menurut maggi dan ladurner

(2009) new perspective theories lebih menekankan untuk melihat ke dalam setiap

keputusan politik yang diambil oleh pemerintah, bagaimana pemrintah (eksekutif

dan legislatif ) berperilaku, berperan dan berfikir beserta lembaga – lembaga

mereka.

D. Penerimaan Pajak Daerah

Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009, yang dimaksud dengan pajak daerah

adalah kontribusi wajib pajak kepada daerah yang terutang oleh pribadi atau

badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang – undang, dengan tidak

mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah

bagi sebesar – besarnya kemakmuran rakyat. Pengertian diatas sejalan dengan

pendapat Erly Suandy : pajak daerah yang selanjutnya disebut dengan pajak

adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah

tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan

peraturan perundang – undangan yang berlaku dan digunakan untuk membiayai

penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. Untuk

membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Pajak

daerah terdiri dari :

1) Pajak provinsi adalah pungutan pajak yang ditetapkan oleh gubernur selaku

kepala daerah (tingkat I) sebagai bagian dari pendapatan provinsi. Pajak


12

provinsi terdiri dari lima jenis penerimaan pajak diantaranya Pajak

Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan, Pajak Bahan Bakar

Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaan, dan Pajak Rokok.

2) Pajak kabupaten/kota adalah punggutan pajak yang ditetapkan oleh bupati

atau walikota selaku kepala daerah (tingkat II) sebagai bagian dari

pendapatan kabupaten/kota. Pajak kabupaten/kota terdiri dari beberapa jenis

pajak kabupatn/kota yakni Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Bumi dan

Bangunan Perkotaan dan Pedesaanb (PBB), Pajak Hiburan, Pajak Reklame,

Pajak Penerangan Jalan, Pajak Parkir, pajak mineral bukan logam dan

baruan, pajak sarang burung walet, Bea perolehan atas tanah dan bangunan,

dan pajak air tanah.

E. Penerimaan Retribusi Daerah

Retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang

penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan

pembangunan daerah. Dalam UU No. 28 Tahun 2009 disebutkan bahwa retribusi

daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai

pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan

dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau

badan. Retribusi daerah untuk masing – masing kabupaten/kota dapat di lihat dari

pos PAD dalam laporan realisasi APBD. Jenis retribusi daerah dapat dibedakan

menjadi 3 jenis yaitu Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha, dan Retribusi

Perizinan Tertentu. (Frida febriana, 2009).


13

Berdasarkan penelitian terdahulu oleh Dina anggraeni yang menyatakan

bahwa pajak daerah dan retribusi daerah memilik pengaruh signifikan terhadap

pendapatan asli daerah (PAD) secara bersama – sama. Dan menurut Salman

Alfarisih yang menyatakan bahwa pajak daerah, retribusi daerah signifikan

positif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Sedangkan dana

perimbangan berpengaruh signifikan negatif terhadap kinerja keuangan

pemerintah daerah. Serta menurut Renidia Dewanti dari hasil penelitiannya

menyatakan bahwa pajak daerah dan retribusi daerah tidak berpengaruh terhadap

belanja modal. Sehingga apabila terjadi kenaikan pajak daerah dan retribusi

daerah tidak akan mempengaruhi belanja modal tersebut. Sedangkan frida

febriana fajrin menyatakan bahwa kemandirian daerah yang kuat diukur dari

struktur PAD yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah dan BUMD.

Dimana penetapan target selama ini bersifat inkremental dan belum pada potensi

dan kapasitas penerimaan PAD yang sesungguhnya sehingga PAD belum

optimal menjadi sumber utama APBD. Potensi dan kapasitas fiskal merupakan

pencerminan dari kemandirian daerah.

F. Kapasitas Fiskal

Berdasrkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor

37/PMK.07/2016 Tentang Peta Kapasitas Fiskal. Merupakan gambaran

kemampuan keuangan masing – masing daerah yang dicerminkan melalui

penerimaan umum anggaran pendapatan dan belanja daerah ( tidak termasuk

dana alokasi khusus, dana darurat, dana pinjaman lama, dan penerimaan lain
14

yang penggunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu) untuk

mmbiayai tugas pemerintahan setelah dikurangi belanja pegawai dan dikaitkan

dengan jumlah penduduk miskin.

1) Komponen Kapasitas Fiskal Daerah

a) Perhitungan kapasitas fiskal daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota

sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a yang didasarkan pada

formula sebagai berikut : (Innike franstika, 2017)

KF = (PAD + DAU + DBH + Otsus + Transfer prov + LP) – BP


Jumlah Penduduk Miskin

Keterangan :

KF = Kapasitas Fiskal

PAD = Pendapatan Asli Daerah

DBH = Dana Bagi Hasil

DAU = Dana Alokasi Umum

DAK = Dana Alokasi Khusus

Otsus = dana otonomi khusus

Transfer Prov = Transfer Pemerintah Provinsi ke kabupaten/ kota

dan (bernilai positif untuk kabupaten/kota dan bernilai

negatif untuk provinsi

LP = Lain – Lain Pendapatan Daerah Yang Sah

BP = Belanja Pengawai
15

b) Perhitungan Indeks Kapasitas Fiskal daerah Provinsi dan daerah

kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf b didasarkan

pada formula sebagai berikut :

IKF = KF
(KF/n)

Keteranagan :

IKF = Indeks Kapasitas Fiskal Suatu Daerah

KF = Kapasitas Fiskal Suatu Daerah

n = jumlah provinsi
16

G. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai “analisis pengaruh penerimaan pajak daerah dan

retribusi terhadap kapasitas fiskal di KPP Pratama Palopo” ini menggunakan

beberapa acuan terdahulu yang dilakukan oleh sebagai berikut :

Tabel 2.1

Tinjauan penelitian terdahulu

No Nama Penelitian Judul Hasil Penelitian


1 Dina Anggraeni Analisis Pengaruh a. hasil analisis menunjukkan

(2010) Penerimaan pajak bahwa pajak daerah memiliki

daerah dan retribusi pengaruh signifikan terhadap

daerah terhadap pendapatan asli daerah (PAD),

peningkatan b. dan retribusi daerah memiliki

pendapatan asli pengaruh yang signifikan

daerah (PAD) terhadap pendapatan asli

daerah, serta

c. Pajak daerah dan retribusi

daerah secara bersama – sama

berpengaruh terhadap PAD.

2 Salman Pengaruh Pajak Adapun hasil pnelitian dari:


17

Alfarisih(2015) Daerah , Retribusi a. Pajak daerah berpengaruh

Daerah dan Dana signifikan positif terhadap

Perimbangan kinerja keuangan pemerintah

terhadap Kinrja daerah . penerimaan pajak

Keuangan darah yang tinggi

Pemerintah Daerah. menunjukkan kinerja keuangan

pemerintah yang baik.

b. Retribusi daerah berpengaruh

signififikan positif terhadap

kinerja keuangan pemerintah

daerah.

c. Dana perimbangan

berpengaruh signifikan negatif

terhadap kinrja keuangan

pemerintah darah.

3 Frida Febriana Analisis Faktor – Hasil penelitian ini menunjukkan pada

Fajrin (2005) Faktor yang kemandirian daerah yang kuat di ukur

Berpengaruh dari struktur PAD yang antara lain

Terhadap Kapasitas terdiri dari pajak daerah, retribusi

Daerah. daerah dan BUMD. Penetapan target

PAD yang dilakukan selama ini


18

bersifat incremental dan belum pada

potensi dan kapasitas penerimaan

PAD yang sesungguhnya sehingga

PAD belum optimal menjadi sumber

utama dana APBD. Potensi dan

kapasitas fiskal merupakan

pencerminan kemandirian daerah.


4 Habibatul Pengaruh pajak 1. Dari hasil uji estimasi data

Mukarramah daerah dan retribusi panel menyatakan bahwa

(2017) daerah terhadap terdapat hubungan antara

kemandirian variabel dependen dengan

keuangan daerah di variabel independen dengan 83

lima kabupaten/kota persn variasi nilai kemandirian

provinsi jawa barat. keuangan daerah di lima

kab/kota provinsi jawa barat

dapat dijelaskan oleh pajak

daerah dan retribusi daerah.

2. Hasil estimasi data panel

secara simultan menyatakan

bahwa pajak daerah dan

retribusi berpengaruh

signifikan secara bersama –


19

sama terhadap kemandirian

keuangan daerah di lima

kab/kota provinsi jawa barat.

3. Hasil estimasi data panel

secara parsial mnyatakan

bahwa pajak daerah

brpengaruh signifikan terhadap

kemandirian daerah di lima

kab/kota provinsi jawa barat.

Sedangkan retribusi daerah

tidak berpengaruh signifikan

terhadap kemandirian

keuangan daerah di lima

kab/kota provinsi jawa barat.


5 Renidia Dewanti Pengaruh pajak dan Berdasarkan hasil penelitian

Putri Priwikasari retribusi daerah menyatakan bahwa :

(2014) terhadap belanja 1. Pajak daerah tidak berpengaruh

modal pada dinas terhadap belanja modal,

pendapatan , sehingga apabila terjadi

pengelolaan kenaikan pajak daerah tidak

keuangan dan asset akan mempengaruhi belanja

(DPPKA) Daerah modal. Dan


20

istimwa Yogyakarta. 2. Retribusi daerah tidak

berpengaruh terhadap belanja

modal. Sehingga apabila terjadi

kenaikan terhadap retribusi

daerah,maka tidak akan

berpengaruh terhadap belanja

modal.

3. Tingkat pencapaian ralisasi

pajak daerah, retribusi daerah,

dan belanja modal tahun 2009

– 2013 dalam setiap tahun

anggaran realisasi pajak daerah

dan belanja modal melebihi

target,

H. Kerangka Konseptual

Dalam konteks penelitian ini, maka aspek – aspk yang di ukur dalam

penerimaan pajak daerah dan retribusi terhadap kapasitas fiskal di KPP Pratama
21

Palopo ini meliputi : Pajak daerah (X1), Retribusi (X2) Terhadap Kapasitas

Fiskal.

Gambar 2.2

Kerangka Konseptual

I. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara dari permasalahan yang menjadi

objek penelitian dimana kebenarannya perlu diuji.


22

1. Berdasarkan Penelitian Anggraeni tahun 2010, tentang Analisis Pengaruh

Penerimaan Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Peningkatan

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

H1 : Diduga Penerimaan pajak daerah berpengaruh terhadap

peningkatan kapasitas fiskal di KPP Pratama Palopo

2. Berdasarkan Penelitian Alfarisih tahun 2009, tentang Pengaruh Pajak Daerah

Dan Retribusi Daerah Dan Dana Perimbangan Terhadap Kinerja Keuangan

Pemerintah Daerah.

H2 : Diduga Penerimaan retribusi daerah berpengaruh terhadap

peningkatan kapasitas fiskal di KPP Pratama Palopo


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP)

Pratama yang berlokasi di Jalan Andi Djemma guna untuk memperoleh data

tentang Analisis Pengaruh Penaerimaan Pajak Daerah Dan Retribusi Terhadap

Kapasitas Fiskal , maka penelitian ini akan dilakukan dari bulan maret – april

2018.

B. Jenis dan Sumber Data

Jenis penelitian ini akan menggunakan penelitian lapangan yang bersifat

kuantitatif, penulis menggunakan penelitian lapangan yang bersifat kuantitatif

untuk men ganalisa data dan mendeskripsikan bagaimana tingkat penerimaan

pajak daerah dan retribusi terhadap kapasitas fiskal.

1. Data Primer

Data Primer adalah data yang dikumpulkan secara langsung dari

objek yang di teliti dan untuk kepentingan studi. Data primer dalam

penelitian ini angket yang tersebar terdiri dari beberapa pertanyaan yang

berkenaan dengan analisis pengaruh penerimaan pajak daerah dan

retribusi terhadap kapasitas fiskal serta jawaban yang di design dengan

menggunakan skala likert. Data tersebut digunakan untuk mencari

23
24

informasi tentang penerimaan pajak daerah dan retribusi terhadap

kapasitas fiskal.

2. Data Sekunder

Data Sekunder merupakan data pendukung yang diperoleh dari

berbagai tulisan mulai dari buku, jurnal dan sumber – sumber lain yang

dapat memperkuat hasil analisa

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah suatu kumpulan menyeluruh dari suatu objek yang

merupakan perhatian peneliti. Objek penelitian dapat berupa mahluk hidup,

benda – benda dan sistem prosedur, fenomena dan lain – lain. (Adi Riyanto

Suprayitno dan Sapar, 2012) jadi populasi dalam penelitian ini berupa

penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah pada tahun 2013- 2017.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang karakteristiknya hendak

diselidiki dan dianggap bisa mewakili seluruh populasi dan jumlahnya

lebih sedikit dari pada jumlah populasinya. Dimana penerimaan pajak

daerah berupa pajak hotel, pajak restoran dan pajak hiburan serta retribusi

daerah yang meliputi retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi

perizinan tertentu pada tahun 2013 – 2017 yang akan dijadikan sampel.
25

D. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan penulis

adalah :

1. Studi Lapangan

Penulis berusaha untuk melakukan penelitian lapangan guna

mengumpulkan data – data mengenai pajak daerah, retribusi daerah dan

kapasitas fiskal yang dapat dilihat pada laporan realisasi APBD.

2. Studi Pustaka

Dalam melakukan studi pustaka, penulis berusaha untuk memperoleh

gambaran yang lebih jelas, komprehensif, mengnai peraturan perundang –

undangan dan peraturan pelaksanaannya, serta referensi – referensi lain

yang berkaitan dengan masalah penelitian yang diangkat dalam penulisan

penelitian ini.

3. Time Series Analysis

Analisis ini pada hakekatnya adalah melihat pengukuran dari waktu

ke waktu tertentu. Pengukuran dapat dilihat dari berbagai cara dan yang

paling sring adalah dengan cara frekuensi, presentase atau dengan cara

melihat pusat kecenderungan (cental cendency) dari suatu gejala atau

kejadian. Data yang akan dianalisa dalam metode time series ini adalah

data – data mengenai kapasitas fiskal di Kabupaten/Kota Palopo yang

meliputi data – data pajak daerah dan retribusi daerah.


26

E. Metode Analisis Data

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan populasi dan

sampel kabupaten/kota palopo Sulawesi selatan. Data dalam penelitian ini

bersumber dari laporan APBD pemerintah daerah kabupaten/kota palopo

yakni data pajak daerah dan retribusi daerah dan penerimaan lain – lain yang

diperoleh dari kantor pusat badan statistik (BPS) Republik Indonesia.

Analisis data dilakukan setelah data terkumpul. Analisis data

menggunakan analisis regresi berganda (multiple regression) untuk menguji

pengaruh variabel – variabel independen terhadap variabel dependen dengan

menggunakan alat analisis SPSS 21. Hubungan antara variabel tersebut dapat

ditulis dengan persamaan sebagai berikut : (Sandry Yossi dan Krest, 2013).

Y = a + b1 X1 + b2X2 + e

Dimana :

Y = Kapasitas Fiskal

X1 = Pajak Daerah

X2 = Retribusi Darah

a = Konstanta

b1b2 = Koefisien Regresi

e = Error
27

Uji Normalitas data

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,

variabel model penganggu atau residual memiliki distribusi normal. Jika

terdapat normalitas, maka residual akan didistribusikan secara normal dan

independen, yaitu perbedaan antara nilai prediksi dengan skor yang

sesungguhnya atau error yang akan terdistribusi secara simetri di sekitar nilai

means sama dengan nol (Ghozali, 2006:55).

Uji Asumsi Klasik

untuk menentukan sebuah persamaan regresi dengan metode kuadrat

terkecil, layak digunakan dalam analisis. Maka data yang diolah memenuhi 4

asumsi klasik regresi, yaitu :

Uji Multikolinearitas

Uji Multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi

yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen.

Menurut Santoso (2001). Pada umumnya jika VIF lebih besar dari 5, maka

variabel tersebut mempunyai persoalan multikolinearitas dengan variabel

bebas lainnya.
28

Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi digunakan untuk mngetahui ada atau tidak

penyimpangan asumsi klasik autokorelasi, yaitu korelasi yang terjadi antara

residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi

(Priyanto, 2008:47). Dalam penelitian ini uji autokorelasi yang digunakan

adalah uji durbin – Watson ( uji DW) dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Jika d lebih kecil dari dL atau lebih besar (4-dL) maka hipotsis ditolak,

yang berarti terdapat autokorelasi.

2. Jika d terletak diantara dU dan (4-dU), maka hipotesis diterima, yang

berarti tidak ada autokorelasi

3. Jika d terletak diantara dL dan dU atau diantara (4-dU) dan (4-dL), maka

tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti.

Uji Heteroskedastisitas

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi

kesamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain.

Variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka

disebut Homoskedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas.

Cara untuk mendeteksinya dengan melihat grafik plot antara nilai (reduksi

variabel dependen ZPRED dengan residualnya SRESID (Ghozali, 2006:115)

Uji Hipotesis
29

1. Analisis Determinasi (R2)

Analisis determinasi dalam regresi linear berganda digunakan untuk

mengetahui persentase sumbangan pengaruh variabel independen secara

serentak terhadap variabel dependen. Analisis regresi linear berganda

adalah hubungan secara linear antara dua atau lebih variabel independen

dengan satu variabel dependen (Priyatno, 2008:73).

Dalam hal ini penulis ingin melihat seberapa besar pengaruh penerimaan

pajak daerah dan retribusi terhadap kapasitas fiskal di kota palopo.

2. Uji F

Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh semua variabel

independennya yang dimaksudkan dalam model regresi secara bersama –

sama terhadap variabel dependen yang diuji pada tingkat signifikan 0,05

(5%). Kriteria pengujian uji F adalah, apabila nilai signifikan F terhitung

lebih rendah dari 0,05 (5%), maka dapat disimpulkan bahwa semua

variabel independen yang diteliti secara bersama – sama mempengaruhi

variabel independen.

3. Uji t

Uji t digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh masing

– masing variabel independen secara individual terhadap variabel

dependen yang diuji pada tingkat signifikan 0,05 (5%). Apabila t hitung

lebih besar dari t tabel, maka dapat disimpulkan bahwa masing – masing
30

variabel independen secara individual berpengaruh terhadap variabel

dependen.

F. Definisi Operasional

1. Pajak Daerah

Pajak daerah merupakan iuran wajib yang dilakukan oleh orang

pribadi atau badan kepada daerah yang bersifat memaksa serta tidak

mengharapkan imbalan secara langsung sesuai dengan peraturan

perundang – undangan yang berlaku, pajak daerah digunakan untuk

membiayai penyelenggaran pemerintah daerah, pembangunan daerah,

serta pembangunan infrastruktur daerah setempat.

2. Retribusi Daerah

Retribusi daerah merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran

atas jasa atau suatu pemberian izin tertentu yang khusus disediakan oleh

pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi maupun badan. Dan

retribusi daerah untuk tingkat provinsi terdiri dari tiga jenis retribusi yaitu:

jasa umum, jasa usaha, dan perizinan tertentu.

3. Kapasitas Fiskal

Kapasitas Fiskal merupakan sebuah kemampuan daerah yang

digambarkan melalui penerimaan anggaran pendapatan dan belanja

daerah. (tidak termasuk dana alokasi khusus, dana daruruat, dana

pinjaman lama, dan penerimaan lain yang penggunaannya di batasi untuk

membiayai pengeluaran tertentu.


31

Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Pada Bab ini didalamnya diuraikan diantaranya latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan serta manfaat penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dimana pada Bab ini diuraikan beberapa teori yang dapat

digunakan sebagai landasan penelitian meliputi : teori

rasionalitas, teori moral pajak, teori fiskal federalism,

penerimaan pajak daerah, penerimaan retribusi daerah,

kapasitas fiskal, penelitian terdahulu, kerangka konseptual, dan

hipotesis.

BAB III METODE PENELITIAN

Dalam Bab ini diuraikan tentang lokasi dan waktu penelitian,

jenis dan sumber data, populasi dan sampel, metode

pengumpulan data, metode analisis data, uji normalitas data, uji

asumsi klasik, uji multikolinearitas, uji autokorelasi, uji

heteroskedasitas, uji hipotesis, definisi operasional, dan

sistematika penulisan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


32

Bab ini akan dibahas mengenai gambaran umum perusahaan,

gambaran umum responden, analisis data serta pembahasan.

BAB V PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan – kesimpulan yang didapat dari

hasil penelitian dan saran – saran sebagai masukan bagi

penelitian selanjutnya.
33

DAFTAR PUSTAKA

Alfarisih, Salma. 2015. Pengaruh Pajak Daerah, Dan Retribusi Daerah, Dan Dana
Perimbangan Terhadap Kinerja Ke uangan : Studi Empiris Pada Kabupaten
Dan Kota Di Provinsi Sumatera Barat. Universitas Negeri Padang.

Amanda, innike. 2017. Pengaruh Kapasitas Fiskal Dan Belanja Modal Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi. Skripsi. Lampung : Program Sarjana (S1) Universitas
Lampung.

Anggraeni, Dina.2010. Analisis Pengaruh Penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi


Daerah Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Skripsi.
Bengkulu : Program sarjana (S1) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.

Darise, Nurlan, 2008, Akuntansi Keuangan Darah (Akuntansi Sektor Publik), PT


Indeks, Jakarta.

Darwanto dan Yulia Yustikasari, 2007. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Pendapatan


Asli Daerah Dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Anggaran
Belanja Modal, Symposium Nasional Akuntansi X. Makassar.

David Osborne Ted Gaebler. 2008. Mewirausahakan Birokrakrasi (Reinventing


Government). Truna Gravika : Jakarta.

Erlysuandy. 2005. Hukum Pajak. Jakarta : Salemba Empat.

Fajrin, Frida Febriana.2009.Analisis Faktor – Faktor Yang Berpengaruh Terhadap


Kapasitas Fiskal Daerah. Skripsi. Tiga Puluh Provinsi Di Indonesia : Program
Sarjana (S1) Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Ghozali, Iman, 2006. Ekonometrika. Universitas Di Ponegoro.

Ghozali, Iman. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 19
Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Hayek, Friendrich. 1945. The Use Of Knowledg In Sociaty.” American Ekonomic


Review, 35: 59 – 530.

Kressnandar, A.A. Ngurah Agung. Erawati, Ni Made Adi. 2013. Pengaruh Pajak
Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Tingkat Pengangguran Dengan
Belanja Modal Sebagai Variabel Pemoderasi. Bali. Universitas Udayana.
34

Machfud Sidik, Optimalisasi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Dalam Rangka
Meningkatkan Kemampuan Keuangan Daerah, Orasi Ilmiah Dengan Tema
“Strategi Meningkatkan Kemampuan Keuangan Daerah Melalui Panggalian
Potensi Daerah Dalam Rangka Otonomi Daerah”. Acara Wisuda XXI STIA
LAN Bandung, 10 April 2002.

Maggi, Eva Maria Dan Ladurner, Ulrich. 2009. Federal Features and Financial
Decentralization. In House Seminar. Eurac Research.

Mamonto, SY. Kalangi, JB.Tolosang, KD.2013. Pengaruh pajak daerah dan


retribusi daerah terhadap belanja modal. Manado : Universitas Sam Ratulangi.

Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Andi. Yogyakarta.


Mukarramah, Habibatul. 2017. Pengaruh Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap
Kemandirian Keuangan Daerah Di Lima Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat.
Skripsi. Jawa barat: program sarjan (S1) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.

Musgrave, Richard. 1959. Theory Of Public Finance : A Study In Public. Economy,


New York : McGrow.

Nugroho, Adi. 2012. Analisis Pengaruh Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah
Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Jawa Tengah. Universitas Dian
Nuswantoro.

Oates, W.E. 1972. “ Fiscal Decentralization and Economic Development” National


Tax Journal 46.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 37/PMK.07/2016 Tentang


Peta Kapasitas Fiskal. 2016.

Prasetyo, Rudi. 2017. Analisis Pengaruh Penerimaan Pajak Daerah Dan Retribusi
Daerah Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah. Surabaya. Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia

Priwikasari, Renidia. 2014. Pengaruh Pajak Dan Retribusi Daerah Terhadap


Belanja Modal Pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Dan Asset.
Skripsi. Yogyakarta : Profesi Ahli Madya (D3) Universitas Negeri Yogyakarta.

Priyanto, dan Batubara, L. 2008. Farmakologi Dasar, 77 - 78, Leskonfi, Jakarta.

Priyatno, 2008. Mandiri Belajar SPSS. Cetakan Ketiga. Yogyakarta : Media Kom.
35

Runtu, Virgini Gabriela. Walewangko, Een Novritha. Tolosan, KD. 2015. Pengaruh
Pajak Dan Retribusi Terhadap Belanja Modal. Manado. Universitas Sam
Ratulangi.

Santoso, 2001. Model Regresi Yang Baik Seharusnya Tidak Terjadi Korelasi
Diantara Variable Independen. SPSSI Versi 10 Mengelola Data Statistik.

Sarwono, Edy. 2011. Pengaruh Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Pendapatan
Lainnya Yang Sah, Dan Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap Belanja
Daerah. Indonesia. Universitas Dian Nuswantoro.

Simajuntak, T.H dan Mukhlis Imam (2012). “ Dimensi Ekonomi Perpajakan Dalam
Pembangunan Ekonomi”. Penerbit Raih Asa Sukses, Jakarta.
Smith, A. (1776 [1965]). “An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations”,
Modern Library. New York.

Suprayitno dan Sapar. 2012. Pengantar Metode Penelitian. Makaria Printing Plus Jl.
Agasti, Kampus IPB Darmaga Bogor.

Anda mungkin juga menyukai