Anda di halaman 1dari 46

ANTI FRAUD SEARCH

Auditing, Risk Management & Anti Fraud Corner

Cuplikan
Buku Sistem
Pengendalian
Fraud
Perbankan -
Nurharyanto

May 10, 2015

SHARE

1
Labels
Pengungkapan
dan Fakta Fraud Anti Fraud
Permasalahan Fraud

Global

Fraud merupakan
masalah global, bukan

hanya masalah suatu

negara yang bersifat

tunggal. Fraud dapat

terjadi pada setiap

organisasi, kapan saja dan

selalu bersifat dinamis.

Signifikasi fraud terus

mengalami peningkatan

seiring dengan terjadinya

krisis keuangan global. Pada

umumnya tindakan fraud

dilakukan oleh karyawan

yang memahami dan paling

mengerti operasi internal di

tempat kerja mereka dan

pelaku pada umumnya

memanfaatkan keuntungan

atas kelemahan

pengendalian intern

perusahaan. Hal yang paling


sulit adalah mengukur

apakah fraud benar-benar

terjadi dan nilai kerugian

yang ditimbulkan cukup

signifikan? Tindakan yang

dikategorikan sebagai fraud

dapat mencakup setiap

tindakan pengelabuan atau

tindakan kekeliruan yang

dilakukan oleh nasabah,

karyawan atau pihak ketiga

dengan tujuan untuk

mendapatkan keuntungan

secara tidak wajar.

Masyarakat umum

seringkali menyatakan

bahwa, tindakan dianggap

fraud ketika terjadi

kerugian, sementara

keuntungan dari tindakan ini

tidak hanya tentang uang.

Terungkapnya

berbagai kasus fraud di


sektor perbankan yang

merugikan nasabah

dan/atau sektor bisnis

perbankan di Indonesia

akhir-akhir ini telah

mendorong pihak regulator,

para manajemen, pengelola,

pegawai dan pihak-pihak

yang terkait dengan sektor

industri perbankan, agar

lebih berhati-hati untuk

mengantisipasi terjadinya

skandal fraud di organisasi

mereka.

Kasus global yang

belum lama mengguncang

industri sektor perbankan

adalah skandal dugaan

manipulasi suku bunga

LIBOR. Kasus ini semakin

mengemuka karena kasus ini

mencakup dugaan

manipulasi suku bunga yang

paling legendaris dan paling

digunakan sebagai referensi


(benchmark) transaksi

keuangan sedunia, yaitu

London Inter-bank Offered

Rate (LIBOR). Paling tidak,

sekitar 3,5 trilliun US Dollar

transaksi keuangan sedunia

menggunakan acuan suku

bunga Libor ini, termasuk

oleh pelaku bisnis di

Indonesia.

Tidak tanggung-

tanggung, tiga otoritas

terkemuka dunia termasuk

dengan melibatkan

kementrian hukumnya, di

AS, Jepang dan Inggris

melakukan investigasi.

Terakhir otoritas di Swiss

pun melakukan investigasi

serupa, untuk mengungkap

skenario besar dibalik

dugaan skandal yang

menghebohkan dunia

perbankan tersebut. Bahkan

investigasi sudah mengarah


ke dugaan tindak kriminal.

Beberapa bank raksasa

dunia menjadi obyek

investigasi ini, seperti

Barclays, JP Morgan,

Deutsche Bank, UBS, RBS,

Bank of America dan

groups. Posisi terakhir hasil

investigasi atas kasus ini

salah satu hasilnya seperti

ditulis oleh media (Gambar

1.1) di bawah ini.

Barclays, salah satu bank

raksasa dunia yang

bermarkas di London

baru saja dijatuhi sanksi

berupa denda sebesar

290 juta pound sterling

atau sekitar 530 juta US

Dollar oleh otoritas di

Inggris dan AS sebagai

hasil investigasi terkait

dugaan manipulasi suku

bunga Libor. Pimpinan

Barclays, Bob Diamond,

kini juga mulai mendapat


tekanan untuk

mengundurkan diri

meskipun dia menyatakan

akan membatalkan bonus

tahunannya dan pejabat

eksekutif di bank yang

dipimpinnya setelah

dijatuhi hukuman denda

ini.

Tragedi atau krisis

seringkali menguak

banyak hal. Saat inipun

demikian. Kini kita

semakin tahu bahwa

dunia terbukti makin

penuh dengan manipulasi.

Bukan hanya terkait

kegiatan politik, seperti

yang sering terdengar

dalam kaitan dengan

pemungutan suara suatu

jabatan publik, di dunia

perbankan dan pasar

keuangan, bahkan dalam

konteks pelakunya adalah

pemerintahan suatu
negara pun demikian.

Terkait yang terakhir tadi

misalnya terlihat dari salah

satu pemicu krisis Eropa

yang awalnya adalah

terkuaknya manipulasi

jumlah utang pemerintah

Yunani, yang ternyata

jauh lebih tinggi dari yang

sebelumnya diketahui.

Sebagian utangnya

tersembunyi secara

akuntansi di dalam

pembukuan transaksi

yang disebut cross-

currency swap antara

pemerintah Yunani

dengan Goldman Sach.

Gambar1.1

Sumber:

FT/WSJTelegraph/Re

uters/Bloomberg - di

download Selasa 7-

08-2012

Kelemahan utama
mengapa fraud perbankan

sering kali terlambat dikenali

dan dideteksi, umumnya

karena pelaku bisnis

beranggapan bahwa industri

perbankan merupakan

sektor bisnis yang sarat

dengan pagar pengaman

(regulasi). Pihak-pihak yang

terkait dengan bisnis ini,

terutama manajemen bank

selama ini mereka memiliki

keyakinan yang sangat tinggi

bahwa fraud tidak/kecil

kemungkinan terjadi di

lingkungan bisnis mereka.

Fraud Perbankan di

Indonesia

Secara realitas kondisi

fraud di perbankan di

Indonesia ditunjukkan oleh

banyaknya kasus-kasus

perbankan yang terungkap

dan telah ditangani oleh

aparat penegak hukum.

Pengamat perbankan
mengemukakan bahwa fraud

perbankan dapat terjadi

karena berbagai faktor,

seperti pendapat-pendapat

dalam (Gambar 1.2) dibawah

ini.

Kompas.com, Jos Luhukay, pengamat Perbankan Strategic

Indonesia, mengatakan, modus kejahatan perbankan bukan hanya

soal kecurangan (fraud), tetapi lemahnya pengawasan internal

control bank terhadap sumber daya manusia juga menjadi titik

celah kejahatan perbankan. "Internal control menjadi masalah

utama perbankan. Bank Indonesia harus mengatur standard

operating procedure (SOP)," kata Jos Luhukay, Senin

(2/5/2011)

TEMPO Interaktif, Jakarta - Maraknya

kejahatan perbankan yang terjadi akhir-


akhir ini dinilai Ahli Hukum Perbankan

Yenti Ganarsih sebagai bukti lemahnya


pengawasan bank. Baik yang yang dilakukan

Bank Indonesia maupun manajemen

perbankan Indonesia. Yenti menyebut


kasus kejahatan perbankan di Citibank dan

Bank Mandiri lebih karena lemahnya

pengawasan bank dan kepercayaan yang

terlalu berlebihan terhadap petugas. Kalau


ini dibiarkan akan semakin rentan terhadap
penyalahgunaan kewenangan oleh pegawai

bank.

Gambar 1.2

Sumber: Kompas.com

dan Tempo Interaktif

di download 29 Mei

2012

Berdasarkan pendapat

tersebut ternyata bahwa

fraud bisa terjadi dimana

saja, termasuk sektor

perbankan yang sangat ketat

dalam regulasi dan kebijakan

pengendaliannya sekalipun.

Kasus-kasus fraud perbankan

yang selama ini telah

terpublikasi ke masyarakat

yang berasal dari; pendapat

pemerhati, analis, maupun

hasil pengungkapan aparat

penegak hukum sebenarnya

relatif masih lebih kecil jika

dibandingkan dengan
kejadian kasus fraud yang

sesungguhnya.

Dalam beberapa

modus pengungkapan kasus

fraud yang ditemukan oleh

unit pengawasan internal

bank, langkah penyelesaian

yang ditempuh umumnya

lebih banyak dilakukan

secara diam-diam. Hal ini

terutama terkait dengan

adanya dampak terhadap

risiko reputasi jika kasus

tersebut ter-ekspose secara

terbuka ke publik. Dari sisi

kepraktisan operasional,

alasan utama pihak

manajemen dapat dipahami,

khususnya berkaitan dengan

risiko reputasi. Fakta inilah

yang menunjukkan bahwa

sektor perbankan juga

memiliki kerentanan yang

sangat tinggi terhadap risiko

fraud.

Kerentanan bisnis
perbankan terhadap risiko

fraud digambarkan seperti

hasil penanganan fraud oleh

aparat penegak hukum yang

telah dipublikasikan oleh

media massa (Gambar 1.3)

di bawah ini:

Sembilan kasus

perbankan

pada kuartal

pertama tahun

2011 yang

dihimpun oleh

Strategic

Indonesia

melalui Badan

Reserse

Kriminal Mabes

Polri:

1. Pembobolan

Kantor Kas

Bank BRI TM

Square.

Melibatkan

supervisor
kantor kas

tersebut

dibantu empat

pelaku dari luar

bank.

Modusnya,

membuka

rekening atas

nama pelaku di

luar bank. Uang

ditransfer ke

rekening

tersebut

sebesar 6 juta

dollar AS.

Kemudian uang

ditukar dengan

dollar hitam

(dollar AS palsu

berwarna

hitam) menjadi

60 juta dollar

AS.

2. Pemberian

kredit dengan
dokumen dan

jaminan fiktif

pada Bank BII,

Melibatkan

account officer

BII Cab Pang

Jay. Total

kerugian Rp 3,6

miliar.

3. Pencairan

deposito dan

melarikan

pembobolan

tabungan

nasabah Bank

Mandiri.

Melibatkan lima

pelaku, salah

satunya

customer

service bank

tersebut.

Modusnya

memalsukan

tanda tangan di
slip penarikan,

kemudian

ditransfer ke

rekening

pelaku. Kasus

dilaporkan

dengan nilai

kerugian Rp 18

miliar.

4. Bank BNI Cab

Margd Dpk.

Pelaku seorang

wakil pimpinan

BNI cabang

tersebut.

Modusnya,

pelaku

mengirim berita

teleks palsu

berisi perintah

memindahkan

slip surat

keputusan

kredit dengan

membuka
rekening

peminjaman

modal kerja.

5. Pencairan

deposito Rp 6

miliar milik

nasabah oleh

pengurus BPR

tanpa

sepengetahuan

pemiliknya di

BPR PAS, Bks.

Jawa Barat.

Pada saat jatuh

tempo deposito

itu tidak ada

dana. Kasus ini

melibatkan

Direktur Utama

BPR, dua

komisaris,

komisaris

utama, dan

seorang pelaku

dari luar bank.


6. Head teller

Bank Danamon

Cab Mnr Bank

Danamon

menarik uang

kas nasabah

berulang-ulang

sebesar Rp 1,9

miliar dan

110.000 dollar

AS.

7. Penggelapan

dana nasabah

yang dilakukan

Kepala Operasi

Panin Bank

Cabang Metro

Sunter dengan

mengalirkan

dana ke

rekening

pribadi.

Kerugian bank

Rp 2,5 miliar.

8. Pembobolan
uang nasabah

prioritas

Citibank

Landmark

senilai Rp 16,63

miliar yang

dilakukan

senior

relationship

manager (RM)

bank tersebut.

Inong Malinda

Dee, selaku

RM, menarik

dana nasabah

tanpa

sepengetahuan

pemilik melalui

slip penarikan

kosong yang

sudah

ditandatangani

nasabah.

9. Konspirasi

kecurangan
investasi/depos

ito senilai Rp

111 miliar

untuk

kepentingan

pribadi Kepala

Cabang Bank

Mega Jababeka

dan Direktur

Keuangan PT

Elnusa Tbk.

Gambar 1.3

Sumber:

Kontan.co.id di

download Selasa 29

Mei 2012

Meskipun

masyarakat, praktisi anti-

korupsi dan para peneliti

meyakini bahwa fraud di

Indonesia, baik secara

jumlah maupun frekuensi


kejadiannya dari tahun ke

tahun terus meningkat

secara tajam, namun secara

faktual sulit untuk dapat

mengkuantifikasi kerugian

(nyata) suatu perbuatan

fraud. Hal tersebut

dikarenakan kebanyakan

fraud sulit ditemukan dan

diungkap secara tuntas.

Mengapa? sulit untuk

mengidentifikasi dan

membedakan antara ketidak

hati-hatian (carelessness)

dan kelemahan metode

pencatatan (poor record

keeping) dengan unsur

perbuatan fraud itu sendiri.

Disamping itu dalam

beberapa kasus pimpinan

suatu organisasi cenderung

untuk menangani kasus

fraud secara diam-diam atau

bahkan menutup-nutupinya

karena khawatir kasusnya

diketahui publik, dengan


dalih pembinaan terhadap

instansi.

(Nurharyanto:2008)

Dampak Fraud

Berbagai survey yang

dilakukan oleh lembaga

independen seperti ACFE,

KPMG, BDO, PwC, NFA

(UK) dan EY mencoba

untuk mengestimasi

seberapa besar skala

kejadian fraud dan dampak

kerugian yang

ditimbulkannya, baik

dampak terhadap sektor

finansial maupun dampak

sosial lain yang terjadi.

Hasil survey yang

dilakukan oleh Association

Certified Fraud Examiners

(ACFE) dalam laporan

Report to the Nations on

Occupational Fraud and

Abuse 2012 Global Fraud

Study menunjukkan garis


besar simpulan sebagai

berikut:

Responden

memperkirakan

bahwa secara khusus

organisasi kehilangan

5% dari

pendapatannya akibat

perbuatan fraud

setiap tahunnya. Jika

prosentase tersebut

diproyeksikan dengan

Produk Dunia (Gross)

tahun 2011, maka

fraud setiap tahunnya

akan mengakibatkan

perusahaan

kehilangan lebih dari

US$ 3,5 triliun.

Kerugian rata-rata

(median) yang

disebabkan oleh kasus

fraud yang terkait

dengan
jabatan/pekerjaan

adalah US $ 140.000

dan lebih dari

seperlima dari kasus-

kasus yang terjadi

menyebabkan

kerugian setidaknya

mencapai jumlah di

atas US$ 1 juta.

Perbuatan fraud rata-

rata membutuhkan

waktu paling cepat 18

bulan untuk

terdeteksi dan dapat

diungkapkan

kasusnya.

Skema fraud

penyalahgunaan aset

merupakan jenis

fraud yang paling

umum terjadi pada

lingkungan kerja,

dengan pelaporan

mencapai 87% fraud


ini juga menimbulkan

dampak yang paling

besar dengan

kerugian rata-rata

mencapai $ 120.000.

Fraud skema

keuangan hanya 8%

dari total kasus,

namun menyebabkan

kerugian rata-rata

sebesar US$ 1 juta.

Skema Korupsi

berada pada posisi di

tengah, terjadi hanya

sepertiga dari kasus

yang dilaporkan dan

menyebabkan

kerugian rata-rata

US$ 250.000.

Fraud di lingkungan

kerja paling banyak

terdeteksi

berdasarkan

tips/petunjuk,
dibandingkan dengan

metode-metode

lainnya. Mayoritas

pelaporan tips

terjadinya fraud

berasal dari karyawan

pada organisasi yang

menjadi korban

perbuatan fraud

mencapai 43,3%

seperti tampak pada

Gambar 1.4 di bawah

ini.

1.

Sumber:

ACFE Report to the

Nations 2012

Korupsi dan skema


penagihan biaya

merupakan perbuatan

yang menimbulkan

risiko fraud terbesar

terhadap organisasi di

seluruh dunia.

Penyalahgunaan

wewenang dan fraud

di lingkungan kerja

merupakan ancaman

signifikan terhadap

usaha kecil.

Organisasi kecil dalam

penelitian ini

menunjukkan

kerugian dengan

median terbesar.

Organisasi-organisasi

ini umumnya tidak

mengimplementasika

n pengendalian anti-

fraud disbanding

perusahaan yang lebih

besar, sehingga
meningkatkan

kerentanan terhadap

fraud.

Sektor industri

perbankan dan jasa

keuangan selama 10

tahun terakhir masih

menempati peringkat

pertama sebagai

korban atau tempat

perbuatan fraud

dilakukan. Intensitas

dan frekuensi

kejadian fraud pada

industri perbankan

dan jasa keuangan

pada tahun 2012

meningkat menjadi

16,7% dari 16,6%

dibandingkan tahun

2010. Lihat Gambar

1.5 di bawah ini.

G
ambar

1.5

Sumber:

ACFE Report to the

Nations 2012

Keberadaan

pengendalian anti-

fraud berkorelasi

dengan penurunan

yang signifikan dalam

jumlah kerugian dan

intensiatas terjadinya

skema fraud pada

lingkungan kerja.

Organisasi yang

memiliki dan

menerapkan salah

satu dari 16

pengendalian umum

anti- fraud mengalami

kerugian dan

intensitas kejadian

fraud yang lebih

rendah.

Pelaku fraud yang


memiliki tingkat

otoritas yang lebih

tinggi cenderung

menyebabkan

kerugian yang jauh

lebih besar, fraud

yang dilakukan oleh

pemilik /eksekutif

mencapai US$

573.000 rata-rata

kerugian oleh pelaku

dengan jabatan

manajer sebesar US$

180.000 sementara

kerugian fraud yang

dilakukan oleh

karyawan adalah US$

60.000.

Semakin

berpengalaman

seorang pelaku fraud,

maka jika ia

melakukan perbuatan

fraud kerugian yang


diderita perusahaan

cenderung menjadi

lebih tinggi. Pelaku

fraud dengan

berpengalaman masa

kerja lebih dari

sepuluh tahun

menyebabkan

kerugian rata-rata

US$ 229.000. Sebagai

perbandingan, rata-

rata kerugian yang

disebabkan oleh

pelaku yang

melakukan fraud

pada tahun-tahun

pertama mereka

bekerja hanya

mencapai US$

25.000.

Sebagian besar (77%)

dari semua fraud

dilakukan oleh

individu yang bekerja

di salah satu dari


enam departemen/

bagian berikut ini:

akuntansi,

operasional,

penjualan,

eksekutif/top

manajemen, layanan

pelanggan dan

pembelian. Distribusi

bagian /departemen

yang paling banyak

melakukan fraud ini

sangat mirip dengan

yang ditemukan atau

terjadi pada tahun

2010.

Hal yang cukup

mengejutkan adalah

bahwa pelaku fraud

kebanyakan adalah

mereka yang baru

pertama kali

melakukan

pelanggaran dan

memiliki riwayat
pekerjaan yang

relative bersih.

Sekitar 87% pelaku

fraud belum pernah

dituntut atau dijatuhi

hukuman karena

terbukti melakukan

pelanggaran terkait

dengan fraud, dan

84% diantaranya

belum pernah

dijatuhi hukum atau

dihentikan dari

pekerjaannya terkait

perilaku fraud.

Temuan dan modus-

modus fraud sangat

beragam, sangat sulit

mendapatkan gambaran

kejadian sesungguhnya.

Namun secara umum hasil

survey baik yang dilakukan

oleh KPMG- Fraud survey

report 2011, EY_11 th

Global fraud survey telah


mengindikasikan bahwa

fraud tetap menjadi

ancaman yang serius bagi

organisasi dan secara tidak

terduga dapat menjadi

skandal dengan nilai

kerugian yang sangat

signifikan. Bahkan

diprediksikan bahwa risiko

fraud terus mengalami

peningkatan, sejalan dengan

globalisasi ekonomi, pasar

yang semakin kompetitif,

perkembangan teknologi

yang cepat dan krisis

ekonomi yang melanda pada

beberapa negara maju.

Temuan-temuan fraud yang


signifikan umumnya
menyoroti:

Organisasi dapat

mengalami

kehilangan sampai

6% dari total

revenue tahunan
mereka akibat

perbuatan fraud.

Kasus korupsi

diperkirakan

membebani

ekonomi global

sebesar US$.1,5juta

triliun.

Hanya bagian yang

sangat kecil dari

nilai fraud yang

dapat dipulihkan

(recovery) oleh

organisasi.

Prosentase terbesar

fraud dilakukan

oleh para manajer

senior dan

eksekutif korporasi.

Keserakahan

merupakan

motivasi utama

atas perbuatan

fraud yang
dilakukan.

Pelaku fraud

umumnya bekerja

pada sektor/bidang

keuangan.

Fraud tidak hanya

terjadi pada sektor atau

wilayah-wilayah tertentu.

Perbuatan fraud meningkat

sangat cepat pada pasar

uang dan pasar modal.

Survey ini juga menunjukkan

bahwa peristiwa fraud

membutuhkan rata-rata

waktu 25 bulan untuk

ditemukan dan diungkapkan

kejadiannya. Waktu ini lebih

lama dibandingkan dengan

hasil survey yang dilakukan

oleh ACFE, yang

menyebutkan waktu yang

tidak kurang dari 18 bulan

untuk mendeteksi dan

mengungkapkan terjadinya
fraud. Fraud berbasiskan

teknologi informasi dengan

estimasi kerugian di atas

US$. 25juta (online,

computer dan credit card

fraud), meningkat frekuensi

kejadiannya di atas 50%

pada setiap tahunnya.

Upaya Mengatasi
Insiden Fraud
Perbankan

Lahirnya Surat Edaran

Bank Indonesia (SE-BI)

mengenai sistem kendali

kecurangan bank dan

peraturan yang terkait telah

meningkatkan tuntutan

peran senior manajer, jajaran

direksi dan dewan komisaris,

yang saat ini harus

memandang fraud dan

penyalahgunaan wewenang

sebagai ancaman yang lebih

besar dan mereka harus

mampu mengarahkan
penanganan permasalahan

fraud secara lebih rinci.

Pengujian pengendalian

intern secara berkala yang

dilakukan oleh para pucuk

pimpinan manajemen CEOs

dan CFOs, akan menjadi

tidak memiliki makna

apabila fraud yang terjadi

dalam skala besar terlambat

diketahui terjadinya. Mereka

akan dihadapkan pada

jumlah kerugian yang besar

baik dari jumlah nilai uang,

risiko reputasi, karir bahkan

ancaman hukuman yang

sangat berat.

Sebagai bagian dari

upaya untuk meminimalkan

insiden fraud perbankan,

Bank Indonesia sebagai

regulator telah menyiapkan

seperangkat langkah

pengaturan dan regulasi

telah digabungkan untuk


mempertegas peranan

program antifraud dan

tanggungjawab pemain

utama (kunci) dalam

perusahaan.

Dewan Komisaris dan

Komite Audit secara aktif

mengawasi rancangan dan

penerapan pengendalian

intern atas pelaporan

keuangan yang ditetapkan

oleh manajemen sehingga

mereka merasa yakin bahwa

pengendalian ini telah

berjalan secara efektif.

Dewan dan jajaran direksi

harus secara proaktif

menjalankan tugas-tugas

yang mencakup:

Program

pengendalian

dan kebijakan

anti-fraud,

termasuk upaya

manajemen
untuk

mengidentifikasi

risiko fraud dan

implementasi

pengukuran

program

antifraud.

Potensi

terjadinya

tumpang tindih

pengendalian

atau kebijakan

yang tidak tepat.

Penciptaan

mekanisme

kepedulian

karyawan untuk

melaporkan

indikasi

terjadinya fraud.

Penerimaan dan

pengujian secara

berkala atas

laporan atau
informasi yang

menggambarkan

sifat, bentuk,

status atau

perbuatan yang

dicurigai

mengandung

unsur fraud dan

penyalahgunaan.

Rencana internal

audit yang

ditujukan untuk

menilai risiko

fraud dan suatu

mekanisme

untuk

meyakinkan

bahwa internal

audit dapat

menunjukkan

kepeduliannya

atas komitmen

manajemen

untuk
melaksanakan

pengendalian

intern secara

tepat dan

melaporkan

perbuatan yang

diduga fraud

atau

penyalahgunaan.

Keterlibatan atau

peran para ahli

hukum,

akuntansi, dan

konsultan ahli

lainnya yang

diperlukan

dalam rangka

investigasi setiap

dugaan indikasi

fraud yang

memerlukan

bantuan mereka.

LABELS: ANTI FRAUD

SHARE
Comments

ENDOS-NESOS
November 30,
2015 at 7:17 AM

selamat malam ...


Saya haturkan
salam saya kepada
Bapak Nurharyanto
Nur.
sudikah kiranya
bapak memberi
informasi dimana
saya dapat
memperoleh buku
yang berjudul
"sistem kendali
kecurangan
perbankan" sebab
teman saya
membutuhkan
buku tersebut
untuk menjadi
acuan teoritis pada
tesisnya.
atas perhatian
Bapak saya
haturkan
Terimakasih.
REPLY

Enter your
comment...

Popular posts from this blog

Penceg
ahan
dan
Pendet
eksian
Fraud
Pada
Sektor
Publik
April 14, 2016

Pendekatan

Teori
Permainan

dan Konsep

SHARE
POST A
COMMENT
READ MORE

Memah
ami
Dasar-
dasar
Audit
Berbasi
s Risiko
(ABR)
May 10, 2015

Latar
Belakang

Peran internal

audit

SHARE

1 COMMENT
READ MORE

Profile Pribadi

Nurharyanto Nur
Follow 45

VISIT PROFILE

Archive
Labels

Report Abuse

Powered by Blogger

Anda mungkin juga menyukai