Anda di halaman 1dari 7

TUGAS 1

Manajemen Investigasi Tindak Kriminal


Dosen : Yudi Prayudi, S.Si., M.Kom

Disusun oleh:
Ahmad Subki
15917102

PROGRAM PASCA SARJANA TEKNIK INFORMATIKA


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2016

Manajemen Investigasi Tindak Pidana Kriminal


1) Definisi dan Sejarah Ilmu Forensik
(a) Definisi Ilmu Forensik
Ilmu forenisk merupakan setiap ilmu yang digunakan sebagai barang bukti pada
hukum pengadilan. Hal ini juga diartikan analisis ilmiah dan perbandingan yang
digunakan dalam deteksi dan investigasi kejahatan.

(b) Sejarah Ilmu Forensik


Kata forensik diambil dari kata sifat forensis dalam bahasa latin yg artinya "di luar
forum/sebelum forum". Dalam masyarakat romawi kuno, terlibatnya kasus kriminal
ditunjukkan oleh sekelompok individu yg ada di luar forum. Korban maupun tersangka
akan memberikan keterangan masing-masing mengenai kejadiannya/kronologisnya.
Argumen terbaik akan diputuskan sebagai hasil dari kasus tersebut.
Meskipun ada beberapa contoh forensik telah ada pada zaman kuno, ide
menggunakan ilmu dalam memerangi kejahatan tidak menjadi populer sampai akhir abad
pertengahan, karena tingginya frekuensi keracunan manusia di seluruh Eropa.
Keracunan itu sulit dideteksi karena gejala yang mirip dengan banyak penyakit menular.
Pada awal abad ke-19, langkah pertama yang dilakukan untuk menunjukkan penggunaan
racun yaitu dengan menganalisis mayat manusia.
Menjelang akhir abad ke-19, penerimaan bahwa setiap orang memiliki sidik jari
yang berbeda-beda membuat kesan besar pada deteksi kejahatan, seperti penemuan
bahwa setiap orang memiliki golongan darah yang berbeda, sehingga noda darah yang
tertinggal di TKP atau yang ditemukan pada pihak yang dirugikan dapat dikaitkan untuk
menyelidiki tersangka.
Ilmu forensik semakin dipopulerkan oleh seorang penulis seperti Sir Arthur Conan
Doyle, melalui karakter terkenal nya Sherlock Holmes, dan melalui banyak serial TV
kontemporer seperti CSI, Dexter dan Bones. Hal ini juga telah menciptakan harapan yang
tidak realistis dari ilmu forensik yang dikenal sekarang sebagai "CSI Effect".
(http://www.forensicscience.ie/Services/History-of-Forensic-Science/)

2) Definisi dan Sejarah Forensika Digital (Yurindra S.Kom, 1987)


(a) Definisi Forensika Digital
Komputer

forensik

adalah

menentukan potensi bukti legal

penyelidikan

dan

analisis

komputer

untuk

Bertahun-tahun yang lalu, kebanyakan bukti

dikumpulkan pada kertas. Saat ini, kebanyakan bukti bertempat pada komputer,

membuatnya lebih rapuh, karena sifat alaminya Data elektronik bisa muncul dalam
bentuk dokumen, informasi keuangan, e-mail, job schedule, log, atau transkripsi voicemail.
Komputer forensik (kadang-kadang dikenal sebagai ilmu komputer forensik)
adalah cabang dari ilmu forensik digital yang berkaitan dengan bukti yang ditemukan di
komputer dan media penyimpanan digital. Tujuan dari komputer forensik adalah untuk
memeriksa media digital secara forensik suara dengan tujuan mengidentifikasi,
melestarikan, memulihkan, menganalisis dan menyajikan fakta dan opini tentang
informasi digital.
Meskipun paling sering dikaitkan dengan penyelidikan dari berbagai kejahatan
komputer, komputer forensik juga dapat digunakan dalam proses sipil. Disiplin ilmu yang
melibatkan teknik yang sama dan prinsip-prinsip untuk pemulihan data, tetapi dengan
pedoman tambahan dan praktek yang dirancang untuk membuat hukum jejak audit.
Bukti dari investigasi forensik komputer biasanya tunduk pada pedoman dan
praktik dari bukti digital lain yang sama. Ini telah digunakan dalam sejumlah kasus besar
dan diterima secara luas di sistem pengadilan AS dan Eropa
(https://en.wikipedia.org/wiki/Computer_forensics)
Beberapa definisi komputer forensik menurut para ahli:
(1) Definisi

sederhana

Penggunaan

sekumpulan

prosedur

untuk

melakukan

pengujian secara menyeluruh suatu sistem komputer dengan mempergunakan


software dan tool untuk mengekstrak dan memelihara barang bukti tindakan
kriminal
(2) Menurut Judd Robin, seorang ahli komputer forensik: Penerapan secara
sederhana dari penyelidikan komputer dan teknik analisisnya untuk menentukan
bukti-bukti hukum yang mungkin
(3) New Technologies memperluas definisi Robin dengan: Komputer forensik
berkaitan dengan pemeliharaan, identifikasi, ekstraksi dan dokumentasi dari
bukti-bukti komputer yang tersimpan dalam wujud informasi magnetik.

3) Definisi Locard's Exchange Prinsiple (Ken Zatyko and Dr. John Bay)
(a) Secara umum
Dalam ilmu forensik, Locard's Exchange Principle (kadang dsebut juga dengan
Locard's Principle) memegang prinsip bahwa pelaku kejahatan akan selalu membawa
sesuatu ke dalam sensor kriminal dan berkecimpung di dalamnya, dan hal tersebut
sangat mungkin dapat digunakan sebagai bukti forensik. Dr. Edmond Locard (13
Desember 1877 - 4 Mei 1966) adalah seorang pelopor dalam ilmu forensik yang dikenal

sebagai Sherlock Holmes Perancis. Ia merumuskan prinsip dasar ilmu forensik sebagai:
"Setiap adanya kontak pasti akan meninggalkan jejak". Paul L. Kirk menyatakan prinsip
sebagai berikut: "Dimanapun dia melangkah, apapun yg disentuh, apapun yg
ditinggalkan, meskipun tak berdaya, akan memberikan saksi bisu terhadap dirinya. Tidak
hanya sidik jarinya, tapi juga rambutnya, noda di pakaiannya, gelas yg dipecahkannya,
alat-alat yg diitinggalkannya, lukisan/gambaran yg ditorehkan, darah atau mani yg
dikeluarkan atau dikumpulkan. Semuanya dan banyak lagi, menunjang saksi bisu yg
bertentangan dengannya. Ini bukti yg tidak bisa di pandang sebelah mata. Tidak
dikelabuhi oleh kehebohan suasana. Tidak luput oleh saksi hidup yg ada. Ini bukti yg
nyata. Bukti fisik tidak akan salah, dia tidak akan membela diri, tidak dapat terabaikan.
Hanya saja kegagalan manusia yg menemukannya, mempelajari, dan memahaminya,
dapat mengurangi nilainya.
Fragmentaris atau jejak bukti adalah setiap kontak antara dua permukaan, seperti
sepatu dan penutup lantai atau tanah, atau serat dari mana seseorang duduk di kursi
berlapis kain. Ketika kejahatan terjadi, jejak atau bukti harus dikumpulkan dari tempat
kejadian. Sebuah tim teknisi polisi khusus pergi ke TKP. Mereka berdua merekam video
dan mengambil foto-foto TKP, korban (jika ada) dan barang bukti. Jika perlu, mereka
melakukan pemeriksaan senjata api dan balistik. Mereka memeriksa sepatu dan ban,
memeriksa kendaraan apapun dan memeriksa sidik jari.

(b) Kaitan Locard's Exchange Principle dengan Digital Forensik


Prinsip dasar Locard's Exchange Principle yang sering dikutip dalam publikasi
forensik, "Setiap ada kontak dua buah benda pasti meninggalkan jejak." Dalam dunia
cyber, pelaku mungkin tidak kontak fisik dengan TKP, dengan demikian, ini membawa
aspek baru untuk analisis TKP. Hipotesis kami adalah bahwa Locard's Exchange Principle
tidak berlaku untuk kejahatan cyber yang melibatkan jaringan komputer, seperti
pencurian identitas, penipuan bank elektronik, atau serangan layanan, bahkan jika pelaku
tidak secara fisik datang dalam kontak dengan TKP. Meskipun pelaku dapat melakukan
kontak virtual dengan TKP melalui penggunaan mesin proxy, kami yakin dia masih akan
"meninggalkan jejak" dan bukti digital akan ada.
Untuk menggambarkan penerapan Locard's Exchange Principle untuk kejahatan
cyber, kita ambil contoh pencurian identitas di mana identitas seseorang dicuri dan
pelaku berniat untuk menggunakan informasi yang dicuri untuk keuntungan kriminal.
Lebih lanjut diduga pelaku mencuri identitas melalui penggunaan Trojan horse dan
keyboard logger pada komputer korban. Orang bisa berpendapat bahwa selama ini jenis
kejahatan cyber dengan Locard's Exchange Principle tidak berlaku. Alasannya adalah
bahwa karena manusia tidak di TKP tidak ada bukti jejak dari manusia pada komputer

atau media digital di lokasi kejadian. Namun, dalam kenyataannya mungkin ada banyak
bukti digital seperti Trojan horse itu sendiri, password, log digital, dan sebagainya.
Dengan demikian, dalam contoh ini, ada jejak di, ke, dan dari tempat kejadian. Ini
mungkin melibatkan bukti di lokasi selain hanya satu TKP. Key logger dapat ditambahkan
software atau hardware atau keduanya, tetapi dalam kedua kasus itu tetap di balik layar
untuk keperluan penyidik.
4) Latar Belakang Frye dan Daubert

(a) Frye Standar


Mahkamah Agung Florida mengadopsi standar Frye untuk mengevaluasi
kesaksian ahli pada tahun 1985. Bundy v. State, 471 So.2d 9, 18 (Fla 1985.);.. (. Fla 1989)
Stokes v State, 548 So.2d 188, 195 ; lihat juga, Marsh v Valyou, 977 So.2d 543, 546. (Fla
2007.). Berdasarkan standar Frye "untuk mengakui kesaksian ahli harus disimpulkan dari
prinsip ilmiah yang diakui ataupun penemuan," harus dipastikan bahwa suatu hal yg
ditarik dari kesimpulan adalah dibuat seperlunya untuk memperoleh dukungan secara
umum dalam bidang khusus yg diikuti. "Frye v. United States, 293 F. 1013, 1014 (D.C. Cir.
1923). Standar ini secara luas dikenal sebagai standar "penerimaan umum" di mana
kesaksian ahli, bergantung pada proses ilmiah baru ataupun teknik, dan tunduk pada
standar review yang mempertanyakan apakah teknik ini berlaku pada pembahasan
komunitas ilmiah. Marsh, 977 So.2d at 546; see also, Daubert v. Merrell Dow Pharms.,
509 U.S. 579, 588 (1993).

(b) Doubert Standar


Standar bukti ilmuan baru Florida bercermin pada peraturan federal bukti 702
dan memerlukan pengadilan untuk mempertimbangkan tiga buah pertimbangan yg
disebutkan ketika menentukan yg mana bukti yg dapat diterima dalam percobaan.
Khususnya, pengadilan Florida harus menentukan yg mana:

1) pendapat ahli/ilmuan berdasarkan data dan bukti yg cukup;


2) pendapat ahli adalah prinsip dan metode yg dapat dipercaya;
3) ilmuan/ahli menerapkan prinsip dan metode terdahulu yg terpercaya terhadap
fakta khusus dalam kasus.
Sehingga, pengadilan harus memahami dan menerapkan ketiga persyaratan
tersebut sesuai dengan tes Daubert bagian ke-4, yg membantu menganalisa manakah
prinsip dan metode terpercaya yg digunakan oleh ilmuan.

Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Fraye Standar menyatakan bahwa suatu barang bukti dapat diterima dipengadilan
selama sudah terbukti secara ilmiah dan teruji dari segala aspek.
2. Doubert Criteria menyatakan bahwa walaupun tidak ada publikasi ilmiah secara
lengkap asalkan yang menyampaikan adalah seorang pakar/ahli maka bisa
diterima.

REFRENSI
1. Yurindra S.Kom, M. (1987). IT Forensik. Stmk Atmaluhur Pangkalpinang, 2013(1),
118. Retrieved from
http://jurnal.atmaluhur.ac.id/wpcontent/uploads/2012/03/Forensik.pdf
2. R. Thomas Roberts, Esq., Michael J. DeCandio, Esq. and Amanda Ingersoll . From
Frye to

Daubert: What You Need to Know About Admitting Expert

Testimony in Florida State

Courts.

01

September

http://www.marshalldennehey.com/defense-digest-

2014.

articles/frye-

daubert-what-you-need-know-about-admitting-expert-testimony-florida
3. Zatyko , Ken ; Bay, John. The Digital Forensics Cyber Exchange Principle . 17
Desember

2013.

locards-exchange-

http://www.forensicmag.com/articles/2014/01/applyprinciple-digital-forensics

Anda mungkin juga menyukai