Anda di halaman 1dari 34

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

CEDERA KEPALA

NAMA : ENGGAR TEGUH MUSTIKO

NIM : 1711011017

Fakultas Ilmu Kesehatan Prodi S-1 Keperawatan


Universitas Muhammadiyah Jember
Tahun 2020
LAPORAN PENDAHULUAN

CEDERA KEPALA

A. Definisi

Cedera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan

bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan

perlambatan (accelerasi-deceleasi) yang merupakan perubahan bentuk

dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan factor dan

penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan

juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan

(Rendy & Margareth, 2012).

Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit

kepala, tengkorak, dan otak. Cedera kepala adalah suatu gangguan

traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan

interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak

(Ristanto et al., 2016)

B. Etiologi

Menurut (Bararah & Jauhar, 2013) penyebab utama terjadinya

cedera kepala sebagai berikut:

1. Kecelakaan Lalu Lintas

Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kendaraan bermotor

bertabrakan dengan kendaraan yang lain atau benda lain sehingga


menyebabkan kerusakan atau kecederaan kepada pengguna jalan

raya

2. Jatuh

Menurut KBBI, jatuh didefenisikan sebagai (terlepas) turun atau

meluncur ke bawah dengan cepat karena gravitasi bumi, baik

ketika masih di gerakkan turun turun maupun sesudah sampai ke

tanah

3. Kekerasan

Menurut KBBI, kekerasan di defenisikan sebagai suatu perihal atau

perbuatan seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera

atau matinya orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik pada

barang atau orang lain (secara paksa).

Menurut (Wijaya & Putri, 2013) ada dua macam cedera kepala

yaitu:

1. Trauma Tajam

Adalah trauma oleh benda tajam yang menyebabkan cedera

setempat dan menimbulkan cedera lokal. Kerusakan lokal meliputi

Contusio serebral, hematom serebral, kerusakan otak sekunder

yang disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia.

2. Trauma Tumpul

Adalah trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera

menyeluruh (difusi). Kerusakannya menyebar secara luas dan


terjadi dalam 4 bentuk: cedera akson, kerusakan otak hipoksia,

pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multiple pada otak

koma terjadi karena cedera menyebar pada hemisfer cerebral,

batang otak atau kedua-duanya.

C. Patofisiologi

Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang

membungkusnya. Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut akan mudah

untuk mengalami cedera dan kerusakan. Cedera kepala dapat

mengakibatkan malapetakan besar bagi seseorang. Tepat diatas tengkorak

terletak galea aponeurotika, yaitu jaringan fibrosa padat, dapat digerakkan

dengan bebas yang membantu menyerap kekuatan trauma eksternal

diantara kulit dan galea terdapat suatu lapisan lemak dan lapisan membran

dalam yang mengandung pembuluh-pembuluh besar. Bila robek

pembuluh-pembuluh ini sukar mengadakan vasokonstriksi dan dapat

menyebabkan kehilangan darah bermakna pada penderita laserasi kulit

kepala.

Apabila fraktur tulang tengkorak menyebabkan terkoyaknya salah

satu dari arteri, perdarahan arteri yang diakibatkan tertimbun dalam ruang

epidural bisa mengakibatkan fatal. Kerusakan neurologik disebabkan oleh

suatu benda atau serpihan tulang yang menembus dan merobek jaringan

otak oleh pengaruh kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak dan oleh

efek akselerasi - deselerasi pada otak. Derajat kerusakan yang disebabkan


bergantung pada kekuatan yang menimpa, makin besar kekuatan maka

makin parah kerusakan yang terjadi.

Kerusakan yang tejadi karena benda tajam berkecepatan rendah

dengan sedikit tenaga. Kerusakan fungsi neurologik terjadi pada tempat

tertentu dan disebabkan oleh benda atau fragmen tulang yang menembus

duramater pada tempat serangan. Cedera menyeluruh sering dijumpai pada

trauma tumpul kepala. Kerusakan terjadi waktu energi atau kekuatan

diteruskan ke otak. Banyak energi yang diserap oleh lapisan pelindung

yaitu rambut, kulit kepala dan tengkorak, tetapi pada trauma hebat

penyerapan ini tidak cukup untuk melindungi otak. Bila kepala bergerak

dan berhenti secara mendadak dan kasar (pada kecelakaan) kerusakan

tidak hanya terjadi akibat cedera setempat pada jaringan saja tetapi juga

akibat akselerasi dan deselerasi.


Pathway

Kecelakaan Kecelakaan Kecelakaan Kecelakaan

Cedera
Kepala

Hematoma
Trauma Trauma
subdural kronis
Tajam Tumpul

Kerusakan
Rupture vena hematoma dan Fraktur tulang
dalam srebral sel darah merah tengkorak

Hematoma Peningkatan Arteri meningen


subdural TIK media otak rusak

Hematoma Gangguan MK : RISIKO


subdural akut autoregulasi INFEKSI

Tekanan jaringan Hipoksia, MK: KETIDAK EFEKTIFAN


otak meningkat hipoksemia PERFUSI JARINGAN
SEREBRAL
Herniasi
batang otak

Gangguan
pernafasan

Sesak nafas, MK: KETIDAKEFEKTIFAN


obstruksi jalan nafas POLA NAFAS
D. Maifestasi Klinis

Menurut (Wijaya & Putri, 2013)

1. Cedera Kepala Ringan – Sedang

a. Disorientai ringan

b. Amnesia post trauma

c. Hilang memori sesaat

d. Sakit kepala

e. Mual dan muntah

f. Vertigo dalam perubahan posisi

g. Gangguan pendengaran

2. Cedera Kepala Sedang – Berat

a. Oedema pulmonal

b. Kejang

c. Infeksi

d. Tanda herniasi otak

e. Hemiparise

f. Gangguan akibat saraf cranial

E. Pemeriksaan Penunjang

1. X-Ray/CT-Scan

2. MRI (dengan/tanpa mempengaruhi kontras)

3. EEG
4. BAER (Brain Auditory Evoked Respons) : menentukan fungsi

korteks dan batang otak

5. PET (Positron Emission Tomograpfy) : menunjukan perubahan

aktivitas metabolism pada otak.

F. Penatalaksanaan

1. Non-Bedah

a. Glukokortikoid (dexamethazone) untuk mengurangi edema

b. Diuretic osmotic (manitol) diberikan melalui jarum dengan

filter untuk mengeluarkan kristal-kristal mikroskopis

c. Diuretic loop (misalnya furosemide) untuk mengatasi

peningkatan tekanan intracranial

d. Obat paralitik (pancuronium) digunakan jika klien dengan

ventilasi mekanik untuk megontrol kegelisahan atau agitasi

yang dapat meningkatkan resiko peningkatan tekanan

intracranial

2. Pembedahan

Kraniotomi diindikasikan untuk:

a. Mengatasi subdural atau epidural hematoma

b. Mengatasi peningkatan tekanan cranial yang tidak

terkontrol

c. Mengobati hidrosefalus
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

CEDERA KEPALA

A. Pengkajian

1. Identitas Pasien

Berisi biodata pasien yaitu nama, umur, jenis kelamin, tempat

tanggal lahir, golongan darah, pendidikan terakhir, agama, suku,

status perkawinan, pekerjaan, TB/BB, alamat.

2. Keluhan Utama

Keluhan yang sering menjadi alasan klien untuk memnita

pertolongan kesehatan tergantung dari seberapa jauh dampak

trauma kepala disertai penurunan tingkat kesadaran. Biasanya klien

akan mengalami penurunan kesadaran dan adanya benturan serta

perdarahan pada bagian kepala klien yang disebabkan oleh

kecelakaan ataupun tindaka kejahatan.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Berisikan data pasien pernah mangalami penyakit system

persyarafan, riwayat trauma masa lalu, riwayat penyakit darah,

riwayat penyakit sistemik/pernafasan cardiovaskuler, riwayat

hipertensi, riwayat cedera kepala sebelumnya, diabetes melitus,

penyakit jantung, anemia, penggunaan obat-obat antikoagulan,

aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan konsumsi alkohol


4. Riwayat Penyakit Sekarang

Berisikan data adanya penurunan kesadaran (GCS <15), letargi,

mual dan muntah, sakit kepala, wajah tidak simetris, lemah,

paralysis, perdarahan, fraktur, hilang keseimbangan, sulit

menggenggam, amnesia seputar kejadian, tidak bias beristirahat,

kesulitan mendengar, mengecap dan mencium bau, sulit

mencerna/menelan makanan

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Berisikan data ada tidaknya riwayat penyakit menular seperti

hipertensi, diabetes mellitus, dan lain sebagainya

6. Pemeriksaan Fisik

a. Tingkat kesadaran

b. Pemeriksaan motorik

c. Pemeriksaan reflek fisiologis

d. Pemeriksaan reflek patologis

e. Pemeriksaan aspek neurologis

f. Pemeriksaan aspek kardiovaskuler

g. Pemeriksaan sistem pernafasan

h. Kebutuhan dasar

i. Pengkajian fisiologis

7. Pemeriksaan Penunjang

a. X-Ray/CT-Scan

b. MRI (dengan/tanpa mempengaruhi kontras)


c. EEG

d. BAER (Brain Auditory Evoked Respons) : menentukan

fungsi korteks dan batang otak

e. PET (Positron Emission Tomograpfy) : menunjukan

perubahan aktivitas metabolism pada otak.

B. Diagnosa

1. Resiko Ketidakefektifan pola nafas b/d kerusakan neurovaskuler,

obstruksi trakeobronkial, kerusakan medula oblongata.

2. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak b/d gangguan

serebrovaskular, edema cerebri, meningkatnya aliran darah ke otak

(TIK).

3. Resiko infeksi b/d jaringan trauma, kerusakan kulit kepala


C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa NIC NOC


Keperawatan
1 Ketidakefektifan 1. Respiratory rate dalam 1. Monitor TD, nadi,
pola nafas rentang normal suhu, dan RR
2. Tidak ada retraksi 2. Catat adanya
dinding dada fluktuasi tekanan
3. Tidak mengalami darah
dispnea saat istirahat 3. Monitor vital sign
4. Tidak ditemukan saat pasien
orthonea berbaring, duduk
5. Tidak ditemukan atau berdiri
atelektasis 4. Monitor TD, nadi,
RR sebelum, selama
dan setelak aktivitas
5. Monitor kualitas
nadi
6. Monitor frekuensi
dan irama
pernapasan
2 Ketidakefektifan 1. Mempertahankan 1. Monitor tekanan
perfusi jaringan tekanan intrakranial perfusi serebral
serebral 2. Tekanan darah dalam 2. Catat respon pasien
rentang normal terhadap stimulasi
3. Tidak ada nyeri kepala 3. Monitor tekanan
4. Tidak ada muntah intrakranial pasien
5. Memonitor tingkat dan respon
kesadaran neurologi terhadap
aktifitas
4. Monitor intake dan
output cairan
D. Implementasi

Implementasi adalah proses membantu pasien untuk mencapai tujuan yang

telah ditetapkan. Tahap ini dimulai setelah rencana tindakan disusun.

Perawat mengimplementasi tindakan yang telah diindentifikasi dalam

rencana asuhan keperawtan. Dimana tujuan implementasi keperawatan

adalah meningkatkan kesehatan klien, mencegah penyakit, pemulihan dan

memfasilitasi koping klien (Hutahaean, 2010).

E. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan dan merupakan

tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang

menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan

pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Perawat mengevaluasi kemajuan

pasien terhadap tindakan keperawtan dalam mencapai tujuan dan merevisi

data dasar dan perencanaan (Hutahaean, 2010). Tujuan evaluasi adalah

untuk melihat kemampuan klien dalam mecapai tujuan. Hal ini bisa

dilaksanakan dengan mengadakajn hubungan dengan klien, macam-

macam evaluasi.
Daftar Pustaka

Bararah, T., & Jauhar, M. (2013). Asuhan Keperawatan panduan lengkap menjadi
perawat profesional. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.

Hutahaean, S. (2010). Konsep dan dokumentasi proses keperawatan. Jakarta:


Trans Info Media.

Rendy, M. C., & Margareth, T. H. (2012). Asuhan keperawatan medikal bedah


dan penyakit dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.

Ristanto, R., Indra, M. R., Poeranto, S., & Rini, I. S. (2016). Akurasi revised
trauma score sebagai prediktor mortality pasien cedera kepala. Jurnal
Kesehatan Hesti Wira Sakti, 4(2), 76–90.

Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan medikal bedah. Yogyakarta:


Nuha Medika.
LAPORAN KEGIATAN KELOMPOK

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KMB

MINGGU KE………….. PERIODE TANGGAL………………

Hari dan Waktu Topik Jumlah mahasiswa Keterangan


Tanggal Hadir Tidak Hadir Bukti Kegiatan
Jumat, 18 Des 10.30 Diskusi analisis 4 - -
2020 jurnal
FORM KEP MEDIKAL BEDAH

DEPARTEMEN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Tgl / jam MRS : 30 Mei 2017 / 06.30 Ruang : ………………….…


Tgl. Pengkajian : 30 Mei 2017 No. Register : 98.00.05
Diagnosa Medis : CK GCS 10

A. IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn. J Suami / Istri / Orang tua :
Umur : 16 th Nama : Ny. N
Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam Alamat :
Suku / Bangsa : Jawa
Bahasa : Jawa/Indonesia Penanggung jawab :
Pendidikan : SD Nama :…………………..
Pekerjaan : Petani Alamat :…………………..
Status : Belum Kawin
Alamat : Kampung Parik Korong Galoro Pasaman

B. KELUHAN UTAMA
Pasien mengalami penurunan kesadaran sejak 6 jam sebelum masuk RS, sebelumnya pasien
mengalami kecelakaan lalu lintas sepeda motor, pasien mengalami muntah proyektil dan keluar
darah dari telinga

C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Ditemukan keluhan pasien seperti pasien mengalami penurunan kesadaran dengan GCS 10, E2 V3
M5, tampak ada bekas memar pada kepala, mata sembab
Terapi yang telah diberikan : terpasang oksigen 6 L/i, terpasang infus NACL 0,9% 28 tetes/menit

D. RIWAYAT KESEHATAN DAHULU


Keluarga pasien mengatakan pasien tidak memiliki penyakit bawaan ataupun penyakit keturunan
dan pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya.

E. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA


Keluarga pasien mengatakan pasien tidak memiliki penyakit bawaan ataupun penyakit keturunan dan pasien
tidak pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya.

Dok Prodi Ners Kep 1


FIKes UNMUH Jember
FORM KEP MEDIKAL BEDAH

Genogram :

16 th

F. Keadaan Lingkungan Yang Mempengaruhi Timbulnya Penyakit


Karena kecelakaan

G. POLA FUNGSI KESEHATAN


1. Pola persepsi dan tata laksana kesehatan
………………………………………………………………………………………….............
………………………………………………………………………………………….............
………………………………………………………………………………………….............
2. Pola nutrisi dan metabolisme
SMRS : Makan sehari 3x sehari satu porsi, minum kurang lebih 1,5 liter
MRS : pasien belum makan

3. Pola eliminasi
• BAK
SMRS : BAK lancar 4-5x setiap hari
MRS : pasien dipasang kateter dengan BAK 200-500 cc
• BAB
SMRS : BAB 1x sehari rutin
MRS : pasien belum BAB

4. Pola aktifitas
SMRS : Bekerja sebagai petani untuk membantu orang tua
MRS : Hanya terbaring diatas tempat tidur

5. Pola istirahat – tidur


SMRS : Pasien tidur malam 8-9 jam. Tidak tidur siang karena di sawah
MRS : Pasien tidur malam 9-11 jam. Tidur siang 3-4 jam

6. Pola kognitif dan persepsi sensori


Saat ditanya pasien bisa menjawab tetapi tidak sempurna

Dok Prodi Ners Kep 2


FIKes UNMUH Jember
FORM KEP MEDIKAL BEDAH

7. Pola konsep diri


………………………………………………………………………………………….............
………………………………………………………………………………………….............
………………………………………………………………………………………….............
………………………………………………………………………………………….............
………………………………………………………………………………………….............
………………………………………………………………………………………….............
8. Pola hubungan – peran
Hubungan pasien dengan keluarga sangat erat dan juga hubungan dengan tetangga sekitar

9. Pola fungsi seksual – seksualitas


Pasien belum menikah

10. Pola mekanisme koping


………………………………………………………………………………………….............
………………………………………………………………………………………….............
………………………………………………………………………………………….............
………………………………………………………………………………………….............
………………………………………………………………………………………….............
………………………………………………………………………………………….............
11. Pola nilai dan kepercayaan
Pasien beragama islam

H. STATUS MENTAL ( PSIKOLOGIS)


………………………………………………………………………………………….............…
………………………………………………………………………………………....................
…………………………………………………………………………………………................
…………………………………………………………………………………………................
…………………………………………………………………………………………................
I. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status kesehatan umum
Keadaan / penampilan umum :
Kesadaran : Delirium G C S : E2, V3, M5
BB sebelum sakit :…………………………. T B : ..…………………….
BB saat ini :…………………………. BB ideal:………………………
Tanda– tanda Vital :
TD : 160/90 mmHg Suhu : 36,8C
N : 114 x/mnt RR : 24 x/mnt
2. Kepala
Inspeksi : Terdapat luka terbuka dan bengkak pada kepala. Wajah pasien tampak sembab,
memar. Mata tampak membengkak, tampak edema. Telinga ada bekas darah yang sudah
mengeras. Mukosa mulut kering, bibir pucat, kulit kering.
Palpasi : mata terdapat nyeri tekan

Dok Prodi Ners Kep 3


FIKes UNMUH Jember
FORM KEP MEDIKAL BEDAH

3. Leher
Inspeksi : tidak kelainan pada bagian leher
Palpasi : tidak ada nyerei tekan

4. Thorax (dada)
Pemeriksaan Paru Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : bentuk dada simetris Inspeksi : bentuk simetris
Palpasi : tidak ada benjolan Palpasi : tidak ada benjolan
Perkusi : sonor Perkusi : sonor
Auskultasi : suara nafas stridor Auskultasi : tidak terdapat bunyi tambahan

5. Abdomen
Inspeksi : terdapat luka bekas goresan
Palpasi : tidak ada benjolan
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus 17x/menit

6. Tulang belakang
Tidak terdapat kelianan lordosis(-), kifosis(-), skoliosis(-)

7. Ekstrimitas
Terdapat luka gores pada kaki sebelah kiri. Pada tangan
Sebelah kanan terdapat selang infus.

8. Integumen
Nadi 114x/menit, CRT ˃ 3 detik, akral teraba dingin

9. Genetalia dan anus


Tidak terkaji

10. Pemeriksaan neurologis


GCS E2, V3, M5

Dok Prodi Ners Kep 4


FIKes UNMUH Jember
FORM KEP MEDIKAL BEDAH

J. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Tgl Jenis Pemeriksaan Hasil
30 Mei 2017 Hemoglobin 14,0

Leukosit 17.610

Trombosit 299.000

Hematokrit 40

CT SCAN Hematoma Serebral

K. TERAPI
Nama Obat Rute Dosis Efek Samping Nama Obat Rute Dosis Efek Samping
1 ceftriaxone Inj 2x1 gr 6
2 ranitidine Inj 2x1 amp 7
3 luminal Inj 2x1 amp 8
4 PCT infus Inj 3x1 amp 9
5 10

……………., …………………
Mahasiswa,

NIM : …………………….

Dok Prodi Ners Kep 5


FIKes UNMUH Jember
FORM KEP MEDIKAL BEDAH

A. Analisa Data

No Analisa Data Masalah Etiologi


1 DS : “Pasien mengalami penurunan Risiko Perfusi Serebral Cedera Kepala
kesadaran sejak 6 jam sebelum masuk Tidak Efektif
RS”
DO :
• GCS 10
• TD 160/90mmHg
• Terdapat luka terbuka di kepala
2 DS : “ Risiko Infeksi Kerusakan Integritas
DO : Kulit
• Trombosit 17.610
• Terdapat luka dikepala

B. Diagnosa Keperawatan

1. Risiko perfusi serebral tidak efektif b.d cedera kepala d.d GCS 10

2. Risiko infeksi b.d kerusakan integritas kulit d.d terdapat luka di kepala

Dok Prodi Ners Kep 6


FIKes UNMUH Jember
FORM KEP MEDIKAL BEDAH

C. Intervensi Keperawatan

No Tujuan dan Rencana Tindakan Rasional


Kriteria Hasil
1 Perfusi serebral 1. Lakukan manajemen perfusi 1. Manajemen perfusi serebral
pasien meningkat serebral a. Mengetahui
dalam waktu 3x24 a. Tingkatkan frekuensi perkembangan neurologis
jam pemantauan neurologis pasien
Kriteria Hasil: b. Pasang monitor jantung b. Dapat mengetahui kerja
• GCS normal selama terapi trombolitik jantung secara detail
• TTV normal dan 12-24 jam setelahnya c. Asupan oksigen yang
c. Berikan oksigen untuk cukup akan membuat
mempertahankan SaO2 jaringan serebral segera
˃94% pulih
d. Pertahankan tirah baring d. Tirah baring selama 6 jam
selama 6 jam setelah akan membuat keadaan
terapi pasien lebih membaik
e. Berikan agen trombolik e. Agen trombolik yang
sesuai dengan indikasi sesuai akan mempercepat
2. Lakukan monitoring & kesembuhan pasien
evaluasi terhadap: 2. Monitoring & evaluasi
a. Tingakat kesadaran pasien a. Tingkat kesedaran pasien
b. TTV pasien yang lebih baik
3. Jelaskan pada pasien dan menandakan keberhasilan
keluarga tentang perawtan terapeutik
risiko perfusi serebral b. TTV merupakan respon
autonomik tubuh
3. Pengetahuan yang ade kuat
merupakan modal sehat yang
permanen
2 Risiko infeksi pasien 1. Lakukan manajemen risiko 1. Manajemen risiko infeksi
pasien menurun infeksi a. Tempat tidur dan
dalam waktu 2x24 a. Sediakan tempat tidur lingkungan yang bersih
jam dan lingkungan yang akan terhindar dari
Kriteria Hasil: bersih dan nyaman infeksi
• Kadar sel b. Ganti balutan sesuai b. Mengganti balutan yang
darah putih dengan jumlah eksudat sesuai dapat terhindar
• Luka di dan drainase dari proses infeksi
kepala c. Pertahankan teknik steril c. Teknik steril dapat
membaik saat melakukan mecegah infeksi
perawatan luka d. NaCl bersifat isotonik
d. Bersihkan luka dengan sehingga tidak
cairan NaCl mengganggu proses
e. Pasang balutan sesuai penyembuhan luka
dengan jenis luka e. Balutan yang sesuai
2. Lakukan monitoring & dengan luka dapat
evaluasi terhadap: menghindari terjadinya
a. Jumlah trombosit pasien infeksi
b. Luka di kepala pasien 2. Monitoring & evaluasi
3. Jelaskan pada pasien dan a. Jumlah trombosit yang
keluarga tentang perawatan normal menandakan
risiko infeksi turunnya tanda-tanda
infeksi
b. Luka yang tertutup
Dok Prodi Ners Kep 7
FIKes UNMUH Jember
FORM KEP MEDIKAL BEDAH

menunjukan proses
perkembangan
3. Pengetahuan yang ade kuat
merupakan modal sehat yang
permanen

D. Implementasi Keperawatan
Tgl/Jam DX Rencana Tindakan Paraf
30 Mei 2017 2 Membersihkan luka dengan cairan NaCl
14.00
30 Mei 2017 2 Menganti balutan sesuai dengan jumlah eksudat dan
14.00 drainase

31 Mei 2017 1 Memasang monitor jantung selama terapi trombolitik


09.30 dan 12-24 jam setelahnya

31 Mei 2017 1 Memberikan agen trombolik sesuai dengan indikasi


11.00
1 Juni 2017 1 Memberikan oksigen untuk mempertahankan SaO2
09.00 ˃94%

1 Juni 2017 2 Sediakan tempat tidur dan lingkungan yang bersih


11.30 dan nyaman

Dok Prodi Ners Kep 8


FIKes UNMUH Jember
FORM KEP MEDIKAL BEDAH

E. Evaluasi

Tgl/Jam Masalah Keperawatan Catatan Perkembangan Paraf


31 Mei 2017 Risiko perfusi serebral S : “ibu pasien mengatakan anaknya
09.30 tidak efektif sudah sadar tetapi masih belum bisa
pulih”
O:
• GCS 12
• TD 160/80mmHg
• Luka terbuka di kepala
A : masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan
31 Mei 2017 Risiko infeksi S:-
09.30 O:
• Trombosit 162.000
• Terdapat luka pada kepala
A : masalah belum tertasi
P : intervensi dilanjutkan

Dok Prodi Ners Kep 9


FIKes UNMUH Jember
FORM KEP MEDIKAL BEDAH

ANALISIS JURNAL MENGGUNAKAN METODE VIA

A. Judul
Hubungan Respiratory Rate (RR) dan Oxygen Saturation (SpO2) Pada Klien Cedera Kepala

B. Penulis
Riki Ristanto, Amin Zakaria
C. Abstrak
Latar Belakang. Evaluasi fungsi respirasi pada pasien cedera kepala merupakan intervensi
penting saat penatalaksanaan pasien cedera kepala. Evaluasi fungsi respirasi dilakukan melalui
pengukuran RR dan SpO2. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara
RR dan SpO2 pada klien yang mengalami cedera kepala. Metode. Penelitian observasional
analitik dengan pendekatan desain cohort retrospektif ini dilaksanakan di Rumah Sakit dr. Iskak
Tulungagung pada bagian Rekam Medis. Data diambil dari semua rekam medis pasien bulan
Januari 2016 hingga Juli 2017 berjumlah 150 rekam medis. Variabel yang digunakan adalah
jumlah RR dan Kadar SpO2 saat pasien masuk Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit. Data
yang didapatkan kemudian diolah dengan SPSS 20.0 menggunakan Uji Korelasi Spearman’s
Rho. Hasil. Berdasarkan hasil analisis Uji Korelasi Spearman’s Rho didapatkan p= 0,002, r= -
0,247. Kesimpulan. Pada pasien cedera kepala, komponen RR memiliki hubungan yang
bermakna dengan kadar SpO2 dengan kekuatan lemah dan arah korelasi negatif.

Dok Prodi Ners Kep 10


FIKes UNMUH Jember
FORM KEP MEDIKAL BEDAH

D. Telaah Jurnal

VALIDITY
NO PENILAIAN KETERANGAN
1 Apakah rancangan penelitian Tujuan Penelitian: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
yang dipilih sesuai dengan menganalisis hubungan antara RR dan SpO2 pada klien
pertanyaan penelitian ? yang mengalami cedera kepala.
Metode Penelitian: Penelitian observasional analitik
dengan pendekatan desain cohort retrospektif ini
dilaksanakan di Rumah Sakit dr. Iskak Tulungagung pada
bagian Rekam Medis
2 Apakah dijelaskan cara Data diambil dari semua rekam medis pasien bulan Januari
menentukan sampel ? 2016 hingga Juli 2017 berjumlah 150 rekam medis.
3 Apakah dijelaskan mengenai kriteria inklusi adalah data rekam medis dengan nilai ISS ≥
kriteria inklusi & eksklusi? 15, memiliki data RR, dan SpO2 pada lembar triage, dan
data dengan rentang usia pasien 20-65 Tahun. Kriteria
ekslusinya adalah data rekam medis dengan luka bakar
serius, intoksikasi dan PPOK, dan data pasien rujukan.
4 Apakah dijelaskan kriteria Data diambil dari semua rekam medis pasien bulan Januari
pemilihan sampel ? 2016 hingga Juli 2017 berjumlah 150 rekam medis dengan
kriteria inklusi adalah data rekam medis dengan nilai ISS ≥
15, memiliki data RR, dan SpO2 pada lembar triage, dan
data dengan rentang usia pasien 20-65 Tahun. Kriteria
ekslusinya adalah data rekam medis dengan luka bakar
serius, intoksikasi dan PPOK, dan data pasien rujukan.
5 Apakah dalam pemilihan sampel Tidak. Karena kriteria inklusi adalah data rekam medis
dilakukan randomisasi ? dengan nilai ISS ≥ 15, memiliki data RR, dan SpO2 pada
lembar triage, dan data dengan rentang usia pasien 20-65
Tahun. Kriteria ekslusinya adalah data rekam medis dengan
luka bakar serius, intoksikasi dan PPOK, dan data pasien
rujukan.
6 Apakah dijelaskan jenis uji Analisis Uji Korelasi Spearman’s Rho didapatkan p= 0,002,
hipotesis yang dilakukan dalam r= -0,247
penelitian ?

IMPORTANCE
NO PENILAIAN KETERANGAN
1 Subyek Penelitian Data diambil dari semua rekam medis pasien bulan Januari
2016 hingga Juli 2017 berjumlah 150 rekam medis.
2 Analisa Analisis Uji Spearman’s Rho pada Tabel 4.5 dapat
diketahui bahwa p value = 0,002 dan nilai r = -0.247
3 Nilai P Hasil analisis Uji Spearman’s Rho pada Tabel 4.5 dapat
diketahui bahwa p value = 0,002 dan nilai r =
-0.247, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara RR dan SpO2
4 Intervensi Kepercayaan Tidak tertulis dalam penelitian ini

Dok Prodi Ners Kep 11


FIKes UNMUH Jember
FORM KEP MEDIKAL BEDAH

APPLICABILITY

NO PENILAIAN KETERANGAN
1 Apakah subjek penelitian sesuai Ya
dengan karakteristik penelitian
yang akan dihadapi ?
2 Apakah Setting lokasi penelitian Tidak
dapat diaplikasikan di situasi
kita ?
3 Apakah hasil penelitian dapat Ya
diaplikasikan pada pasien di
institusi kita?
4 Apakah terdapat kemiripan Ya
pasien di tempat praktek/institusi
dengan hasil penelitian ?

Dok Prodi Ners Kep 12


FIKes UNMUH Jember
FORM KEP MEDIKAL BEDAH

RESEUME VIDIO CEDERA KEPALA

Cedera kepala merupakan cedera yang terjadi karena adanya tekanan mekanik eksternal yang mengenai

kranium dan komponen intrakanial sehingga menimbulkan kerusakan sementara atau permanen pada

otak. Klasifikasi kepala dibagi menjadi beberapa bagian. Yang pertama berdasarkan patologi. ada

cederea kepala primer yaitu cedera awal yang dapat menyebabkan gangguan integritas fisik, fisik, kimia,

dan listrik dari sel di area tersebut. Lalu ada cedera kepala sekunder yaitu cedera yang terjadi setelah

trauma sehingga dapat menyebabkan kerusakan otak TIK yang tidak terkendali seperti respon fisiologis,

cedera otak, edema serebral, dan infeksi lokal. Berdasarkan jenis cedera yang pertama ada cedera terbuka

yaitu cedera yang menembus tengkorak dan jaringan otak sehingga dapat menyebabkan fraktur tulang

tengkorak dan laserasi diameter. Lalu yang kedua ada cedera kepala tertutup yaitu cedera gagar otak

ringan dengan cedera serebral yang luas. Berdasarkan GCS cedera kepala dibagi menjadi 3. Pertama

cedera kepala ringan dengan ciri-ciri GCS 14-15, dapat terjadi hilang kesadaran kurang dari 30 menit,

dan tidak terdapat fraktur tengkorak, kontusia serebral dan hematoma. Kedua cedera kepala sedang

dengan ciri-ciri GCS 9-13, kehilangan kesadaran lebih dari 30 menit namun tidak lebih dari 24 jam, dan

dapat mengalami fraktur tengkorak, contusia serebral, laserasia, dan hematoma intrakanial. Yang ketiga

cedera kepala berat dengan ciri-ciri GCS 3-8, kehilangan kesadaran lebih dari 24 jam, mengalami

kontusia serebral, dan hematoma intrakranial.

https://www.youtube.com/watch?v=DoaIADB-1ZM&t=303s

Dok Prodi Ners Kep 13


FIKes UNMUH Jember
FORM KEP MEDIKAL BEDAH

Hubungan Respiratory Rate (RR) dan Oxygen Saturation (SpO2)


Pada Klien Cedera Kepala

Riki Ristanto1, Amin Zakaria2


1
Dosen Prodi Keperawatan Poltekkes RS. dr. Soepraoen Malang
2
Dosen Prodi Keperawatan Poltekkes RS. dr. Soepraoen Malang

ABSTRAK
Latar Belakang. Evaluasi fungsi respirasi pada pasien cedera kepala merupakan intervensi penting saat
penatalaksanaan pasien cedera kepala. Evaluasi fungsi respirasi dilakukan melalui pengukuran RR dan
SpO2. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara RR dan SpO2 pada klien yang
mengalami cedera kepala. Metode. Penelitian observasional analitik dengan pendekatan desain cohort
retrospektif ini dilaksanakan di Rumah Sakit dr. Iskak Tulungagung pada bagian Rekam Medis. Data diambil
dari semua rekam medis pasien bulan Januari 2016 hingga Juli 2017 berjumlah 150 rekam medis. Variabel
yang digunakan adalah jumlah RR dan Kadar SpO2 saat pasien masuk Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah
sakit. Data yang didapatkan kemudian diolah dengan SPSS 20.0 menggunakan Uji Korelasi Spearman’s
Rho. Hasil. Berdasarkan hasil analisis Uji Korelasi Spearman’s Rho didapatkan p= 0,002, r= -0,247.
Kesimpulan. Pada pasien cedera kepala, komponen RR memiliki hubungan yang bermakna dengan kadar
SpO2 dengan kekuatan lemah dan arah korelasi negatif.
Kata Kunci: Pasien cedera kepala, Respiratory Rate (RR), Saturasi Oksigen (SpO2).

Proposal IPAL
Correlation Respiratory Rate (RR) and Oxygen Saturation (SpO2)
In Head Injury Client

ABSTRACT

Background. Evaluation of respiratory function in patients with head injury is an important intervention
when the management of head injury patients. Evaluation of respiratory function is done by measuring RR
and SpO2. The purpose of this study was to analyze the relationship between RR and SpO2 in clients who
suffered head injury. Method. The observational analytic study with this retrospective cohort design
approach was carried out in dr. Iskak Tulungagung Hospital at the Medical Record section. Data taken from
all patient medical records from January 2016 to July 2017 amounted to 150 medical records. The variables
used were the number of RR and SpO2 levels when the patient entered the Emergency Department. The data
obtained was then processed with SPSS 20.0 using Spearman's Rho Correlation Test. Results. Based on
Spearman's Rho correlation test results obtained p = 0,002, r = -0,247. Conclusion. In head injury patients,
the RR component has a significant relationship with SpO2 levels with weak strength and negative
correlation direction.
Keywords: Head injury patient, Respiratory Rate (RR), Oxygen Saturation (SpO2).

PENDAHULUAN Namun, saat ini masih belum ada sistem


Evaluasi fungsi respirasi pada pasien evaluasi fungsi respirasi yang ideal untuk
cedera kepala merupakan intervensi penting diterapkan pada kasus cedera kepala, karena
saat penatalaksanaan pasien cedera kepala. baik RR maupun SpO2 sama-sama memiliki
Fungsi respirasi merupakan fungsi yang kelebihan dan kekurangan ketika diterapkan.
menjamin kebutuhan oksigenasi pada otak Respiratory Rate (RR) adalah jumlah
yang sedang mengalami cedera (Bruijns et al., siklus pernafasan (inspirasi dan ekspirasi
2014). Evaluasi fungsi respirasi, umumnya penuh) yang dihitung dalam waktu 1 menit
dilakukan melalui pengukuran RR dan SpO2. atau 60 detik (Perry & Potter, 2005).

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


FORM KEP MEDIKAL BEDAH

Frekuensi pernafasan merupakan salah satu terutama otak pasca terjadinya cedera kepala
komponen tanda vital, yang bisa dijadikan merupakan tujuan utama yang dilakukan pada
indikator untuk mengetahui kondisi pasien, saat penanganan awal pasien dengan cedera
terutama kondisi pasien kritis (Muttaqin, kepala. Oleh karena itu evaluasi fungsi
2010; Smith & Roberts, 2011). Menurut hasil respirasi merupakan komponen penting yang
penelitian Bruijns et al. (2014), bahwa perlu dilakukan untuk mengetahui adanya
frekuensi pernafasan merupakan prediktor perburukan kondisi sedini mungkin. Tujuan
yang baik untuk mengetahui outcome pasien dari penelitian ini adalah untuk menganalisis
cedera kepala, bersama dengan tekanan darah hubungan antara RR dan SpO2 pada klien
sistolik. Namun, hasil pengukuran RR yang mengalami cedera kepala.
dipengaruhi oleh banyak faktor, meliputi: METODE
latihan atau olah raga, keadaan emosi Penelitian observasional analitik
(kecemasan/takut), polusi udara, ketinggian, dengan pendekatan desain cohort retrospektif
obat-obatan (narkotik, amfetamin), suhu, ini dilaksanakan di Rumah Sakit dr. Iskak
gaya hidup, usia, jenis kelamin, dan nyeri Tulungagung pada bagaian Rekam Medis.
akut (Muttaqin, 2010) Data diambil dari semua rekam medis pasien
Alat ukur kedua dari fungsi respirasi bulan Januari 2016 hingga Juli 2017

Proposal IPAL
adalah saturasi oksigen (SpO2). Menurut
Brooker (2005) oxygen saturation merupakan
presentase hemoglobin (Hb) yang mengalami
saturasi oleh oksigen. Observasi oxygen
saturation dilakukan untuk mencegah dan
berjumlah 150 rekam medis dengan kriteria
inklusi adalah data rekam medis dengan nilai
ISS ≥ 15, memiliki data RR, dan SpO2 pada
lembar triage, dan data dengan rentang usia
pasien 20-65 Tahun. Kriteria ekslusinya
mengenali risiko terjadinya hipoksia jaringan. adalah data rekam medis dengan luka bakar
Hipoksia jaringan akan menyebabkan risiko serius, intoksikasi dan PPOK, dan data pasien
trauma sekunder pada jaringan otak yang akan rujukan. Dilakukan pengumpulan data dasar
berakibat pada kematian pasien (McMulan et berupa: jenis kelamin, dan mekanisme cedera.
al., 2013). Menurut Brooker (2005), bacaan Data RR dan SpO2 diambil pada data rekam
saturasi oksiegen memiliki beberapa faktor medis saat pasien masuk IGD rumah sakit.
yang mempengaruhi, yaitu hemoglobin (Hb), Data yang didapatkan kemudian diolah
sirkulasi, aktivitas, suhu tubuh, adanya dengan SPSS 20.0 menggunakan Uji Korelasi
hiperbilirubinemia, dan adanya hipoksemia. Spearman’s Rho.
Menurut Wilensky et al. (2009) kondisi HASIL
cerebral ischemic injury terjadi pada 90% Tabel 1. Karakteristik Responden Penelitian
yang meninggal akibat cedera kepala. n %
Jenis Kelamin
Menjaga kecukupan oksigenasi jaringan Laki-laki 107 71,3

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


FORM KEP MEDIKAL BEDAH

Perempuan 43 28,7 lemah dengan arah korelasi negatif (semakin


Mekanisme Cedera
Kecelakaan lalu lintas 133 88,7 tinggi nilai RR maka menunjukkan semakin
Jatuh 10 6,7 rendahnya SpO2).
Trauma benda tumpul 7 4,7
Total 150 100
Sumber: Data primer hasil penelitian
PEMBAHASAN
Tabel 2. Diskriptif data Responden Penelitian
Data yang didapat menunjukkkan
Variabel Rerata Median Minimum Maksimu
m bahwa pada periode pengambilan sampel,
Usia 40,17 40 19 68
ISS 25,19 26 17 38 rerata usia penderita cedera kepala adalah
GCS 9,06 9 3 14
RR 23,99 22 14 60 40,17 (19-68) tahun, dengan prevalensi laki-
SpO2 85,96 88,45 50 99
Sumber: Data primer hasil penelitian laki yang terbanyak (71,3%), dan mekanisme
Pada tabel 1 yang merupakan cedera terbanyak adalah kecelakaan lalu lintas
karakteristik responden penelitian, didapatkan (88,7%). Hasil tersebut bersesuaian dengan
bahwa trauma kepala lebih banyak terjadi hasil penelitian Tjahjadi et al. (2013) yang
pada laki-laki (71,3%), dengan mekanisme menyatakan bahwa jumlah pasien laki-laki
cedera terbanyak kecelakaan lalu lintas yang mengalami cedera kepala (61 orang atau
(88,7%). Berdasarkan hasil pada tabel 2, 81.96%) lebih banyak dibandingkan jumlah
kejadian cedera kepala rata-rata terjadi pada pasien perempuan (11 orang atau 18.04%).

Proposal IPAL
usia 40,17 (19-68) tahun. Berdasarkan Menurut Amanda & Marbun (2014),
penilaian Score ISS, diperoleh nilai laki-laki adalah korban kecelakaan yang
mediannya 26 dengan rerata 25,19 (17-38), paling banyak di Indonesia, bahkan
dan terbanyak mengalami cedera kepala jumlahnya termasuk dalam lima besar
sedang dengan rerata GCS 9,06 (3-14). Pada penyebab utama kematian di Indonesia.
data RR responden didapatkan rerata 23,99 Menurut Spesialis Keselamatan Lalu Lintas di
(14-60), SpO2 responden didapatkan rerata Bank Dunia, Jose Luis Irigoyen, negara-
85,96 (50-99). negara berkembang seperti Indonesia
Tabel 3. Hasil Uji Korelasi Spearman’s Rho. menyumbang 90% jumlah kematian akibat
SpO2 kecelakaan lalu lintas. Setiap hari rata-rata
r -0,247
RR p 0,002 120 orang meninggal akibat kecelakaan lalu
n 150 lintas di Indonesia dengan 60% kematian
Sumber: Data primer hasil penelitian

Berdasarkan hasil analisis Uji berasal dari pengendara roda dua atau tiga dan

Spearman’s Rho pada Tabel 4.5 dapat 80%nya korbannya adalah laki-laki.

diketahui bahwa p value = 0,002 dan nilai r = Dengan Uji Spearman’s Rho didapatkan

-0.247, sehingga dapat disimpulkan bahwa bahwa RR memiliki hubungan yang

terdapat hubungan yang bermakna antara RR bermakna (p= 0,002) dan memiliki arah

dan SpO2 dengan kekuatan hubungan yang korelasi negatif (r= -0.247) dengan kadar

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


FORM KEP MEDIKAL BEDAH

SpO2. Semakin tinggi nilai RR maka dimungkinkan karena peningkatan variabel


menunjukkan semakin rendahnya SpO2. RR dapat disebabkan karena berbagai kondisi.
Adanya hubungan yang lemah dengan Komponen RR memiliki faktor lain yang
arah korelasi negatif antara RR dan SpO2 dapat mempengaruhi hasil penghitungannya.
menunjukkan bahwa upaya tubuh dalam Menurut Bouzat et al. (2015); Kondo et al.
meningkatkan RR merupakan pertanda (2011); Laytin et al. (2015), banyak faktor
adanya hipoksia jaringan yang ditandai oleh yang dapat mempengaruhi RR pasien yang
adanya penurunan saturasi oksigen atau mengalami cedera kepala, diantaranya adalah
SpO2. Upaya tersebut merupakan pertanda usia, mekanisme terjadinya injuri, dan adanya
tubuh sedang melakukan mekanisme penggunaan ventilasi mekanik. Sedangkan
kompensasi yang bertujuan untuk menurut Warfield & Bajwa (2004),
mempertahankan perfusi jaringan cerebral. menyebutkan bahwa komponen RR dapat
Adanya kerusakan jaringan otak akan memicu dipengaruhi oleh beberapa keadaan, antara
terjadinya gangguan sistemik yang salah lain rasa tidak nyaman atau nyeri, pengaruh
satunya berupa hipermetabolisme pada respons sistem saraf simpatis, keadaan
jaringan otak. Cedera otak yang diikuti asidosis metabolik, kebutuhan oksigenasi
dengan adanya kenaikan penggunaan energi tubuh, suhu tubuh, dan keadaan saluran

Proposal IPAL
dan metabolisme basal akan
kebutuhan oksigen yang lebih tinggi dari
kondisi normal (Werner & Engelhard, 2007).
Maka secara reflek tubuh akan berusaha untuk
memenuhi kebutuhan oksigen dan menjaga
memicu pernafasan.
Penggunaan komponen RR juga tidak
dapat dijadikan dasar dalam pemberian berapa
liter O2 yang harus diberikan kepada pasien.
Berbeda dengan SpO2, yang dapat
perfusi jaringan otak dengan cara memberikan gambaran langsung dari jumlah
meningkatkan jumlah RR per menit, total oksigen yang dialirkan darah ke jaringan
harapannya dengan meningkatnya jumlah RR setiap menit atau disebut dengan oxygen
maka FiO2 akan meningkat dan berdampak delivery (McMulan et al., 2013). Sehingga
pula pada peningkatan PaO2 dan saturasi penggunaan dari hasil pengukuran SpO2 dapat
oksigen jaringan. Maka dapat disimpulkan dijadikan acuan dalam penentuan jumlah
bahwa pada kondisi pasien cedera kepala oksigen yang perlu diberikan kepada pasien.
yang masih terkompensasi, maka nilai RR Oxygen saturation memiliki positif korelasi
yang didapatkan belum bisa menggambarkan dengan jumlah oksigen yang diberikan,
kondisi pasien cedera kepala yang dengan artian bahwa semakin tinggi kadar
sebenarnya. oksigen yang diberikan, maka kadar oxygen
Kekuatan hubungan yang lemah saturation juga akan mengalami peningkatan
antara RR dan SpO2 (r= -0.247), (Silvestri, 2011). Nilai normal dari oxygen

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


FORM KEP MEDIKAL BEDAH

saturation adalah antara 95 – 100% memperfusi jaringan, utamanya jaringan


(Merenstein & Gardner, 2002). cerebral.
Dari hasil penelitian ini didapatkan KESIMPULAN
fakta bahwa adanya kesamaan berupa Pada pasien cedera kepala, komponen
penurunan GCS pasien yang diikuti oleh RR memiliki hubungan yang bermakna
penurunan dari SpO2 pasien. Kondisi hipoksia dengan kadar SpO2 dengan kekuatan lemah
yang terjadi pada pasien merupakan dampak dan arah korelasi negatif.
dari beratnya kerusakan otak pasca cedera DAFTAR PUSTAKA
kepala yang tergambar pada skor GCS pasien. Amanda, Gita & Marbun, Julkifli. (2014).
Indonesia Urutan Pertama Peningkatan
Dari seluruh pasien yang meninggal
Kecelakaan Lalu Lintas.
didapatkan data bahwa 100% mengalami http//republika.co.id. Diakses tanggal 24
Juli 2016 Pukul 09.11 WIB.
hipoksia, dengan kondisi terbanyak
Bouzat, Pierre, Legrand, Robin, Gillois,
mengalami hipoksia sedang. Skor GCS pasien Pierre, Ageron, François-Xavier, Brun,
yang meninggal sebagian besar menunjukkan Julien, Savary, Dominique, Payen, Jean-
François. (2015). Prediction of intra-
hasil GCS ≤8 sejumlah 19 pasien atau 79%. hospital mortality after severe trauma:
Menurut Sharf dan El-Gebali (2013) yang which pre-hospital score is the most
accurate? Injury. doi:
menyatakan bahwa GCS dan saturasi oksigen http://dx.doi.org/10.1016/j.injury.2015.1

Proposal IPAL
merupakan faktor prediktor mortality yang 0.035
kuat pada pasien dengan cedera kepala berat. Brooker, C. (2005). Ensiklopedi
Keperawatan. (Andry Hartono, Brahm
Sehingga dapat disimpulkan bahwa berat U. P, Dwi Widiarti:trans). Jakarta:
ringannya kondisi pasien cedera kepala yang EGC.
tergambar pada GCS maka akan terlihat juga Bruijns, S., Guly, H., Bouamra, O., Lecky, F.,
& Wallis, L. (2014). The value of the
pada nilai SpO2 nya. Komponen SpO2 adalah difference between ED and
gambaran presentase rasio antara jumlah prehospital vital signs in predicting
outcome in trauma. Emergency
oksigen aktual yang terikat oleh hemoglobin Medicine, 31, 579-582
(Djojodibroto, 2007). Maka dengan Djojodibroto, D. (2007). Respirologi:
mengetahui berapa nilai hasil pengukuran Respirasi medicine. Jakarta: EGC

SpO2 akan membantu untuk mengetahui Kondo, Y., Abe, T., Kohshi, K., Tokuda, Y.,
Cook, E.F. and Kukita, I. (2011).
berapa besaran konsentrasi oksigen yang Revised trauma scoring system to
benar-benar bisa dimanfaatkan untuk predict In hospital mortality in the
emergency department:
Glasgow Coma Score, Age, and systolic scoring system in low- and middle-
blood pressure score. Critical Care, 15: income countries: Lessons from
R191. Mumbai. Injury, 46(12), 2491-2497.
doi:
Laytin, Adam D., Kumar, Vineet, Juillard,
http://dx.doi.org/10.1016/j.injury.2015.0
Catherine J., Sarang, Bhakti, Lashoher,
6.029
Angela, Roy, Nobhojit, & Dicker,
Rochelle A. (2015). Choice of injury

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


FORM KEP MEDIKAL BEDAH

McMullan, J., Rodrigues, D., Hart, K. W., Smith, J., & Roberts, R. (2011). Vital signs
Lindsell, C. J., Voderschmidt, K., for nurses an introduction to clinical
Wayne, B., Branson, R. (2013). observations. London: Wiley-
Prevalence of prehospital hypoxemia Blackwell.
and oxygen use in trauma patients. Tjahjadi, M., Arifin, M. Z., Gill, A. S., &
Military Medicine. 178(10): 5. Faried, A. (2013). Early mortality
Merenstein, G. B., & Gardner, S. L. (2002). predictor of severe traumatic brain
Hanbook of nenonatal intensive care. injury: A single center study of
Missouri: Mosby, Inc. prognostic variables based on admission
characteristics. The Indian Journal of
Muttaqin, A. (2008). Pengantar asuhan
Neurotrauma, 10(1), 3-8. doi:
keperawatan klien dengan gangguan
http://dx.doi.org/10.1016/j.ijnt.2013.04.
sistem persyarafan. Jakarta: Salemba
007.
Medika
Warfield, C.A., Bajwa, Z.H. (2004).
Perry & Potter. (2005). Fundamental
Principles and practice of pain
keperawatan: konsep, proses, dan
medicine. 2nd ed. US: McGraw-Hill.
praktik. Jakarta: EGC.
Werner, C., & Engelhard. (2007).
Sharf, M.S., El-Gebali, M.A. (2013).
Pathophysiology of traumatic brain
Correlation between glasgow coma
injury. British Journal of Anaesthesia,
Score and jugular venous oxygen
99(1), 4-9. doi: 10.1093/bja/aem131.
saturation in severe traumatic brain
injury. Egyptian Journal of Anaesthesia. Wilensky, E. M., Gracias, V., Itkin, A.,
29, 267-272. Hoffman, K., Bloom, S., Yang, W.,
http://dx.doi.org/10.1016/j.egja.2013.02 Christian, S., LeRoux, PD. (2009). Brain

Proposal IPAL
.008. tissue oxygen and outcome after severe
traumatic brain injury: A Systematic
Silvestri, Linda Anne. (2011). Saunders Review. Critical Care Medecine Journal.
Comprehensive Review For The NCLEX- 37(6), 2057-2063.
RN Examinatioan. US: Elsevier Inc.

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)

Anda mungkin juga menyukai