Anda di halaman 1dari 67

“PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA BERDASARKAN

TIPE POLA ASUH ORANG TUA PADA SISWA KELAS V DITINJAU


DARI EFIKASI DIRI STUDI KASUS PADA SD NEGERI DI GUGUS DR.
SOETOMO DENPASAR SELATAN TAHUN AJARAN 2019/2020”

OLEH
PUTU PUTRI DENA LAKSMI
NIM 1829021001

PROGRAM STUDI PENELITIAN DAN EVALUASI PENDIDIKAN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2020

1
Tesis oleh Putu Putri Dena Laksmi ini telah diperiksa dan disetujui untuk
Mengikuti Seminar Proposal Tesis

Singaraja, 4 Mei 2020

Pembimbing I

(Prof. Dr. I Made Candiasa, M.I.Kom.)

NIP. 196012311986011004

Pembimbing II

(Dr. Ni Ketut Widiartini, S.Pd., M.Pd.)


NIP. 197508012006042001

i
2
DAFTAR ISI

HALAMAN
LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................... ii

DAFTAR TABEL........................................................................................... iii

A. JUDUL........................................................................................................ 1
B. PENDAHULUAN....................................................................................... 1
1 Latar Belakang Masalah.................................................................... 1
2 Identifikasi Masalah........................................................................... 5
3 Pembatasan Masalah.......................................................................... 5
4 Rumusan Masalah.............................................................................. 6
5 Tujuan Penelitian............................................................................... 6
6 Manfaat Penelitian............................................................................. 7
C. LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS....................... 8
1 Prestasi Belajar Matematika.............................................................. 8
2 Efikasi Diri......................................................................................... 17
3 Pola Asuh Orang Tua......................................................................... 23
4 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan................................................ 29
5 Kerangka Berpikir.............................................................................. 31
6 Perumusan Hipotesis.......................................................................... 36
D. METODE PENELITIAN.......................................................................... 37
1 Rancangan Penelitian......................................................................... 37
2 Populasi dan Sampel Penelitian......................................................... 37
3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel..................... 40
4 Metode Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian....................... 43
5 Metode Analisis Data......................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 52

LAMPIRAN.................................................................................................... 55

ii
3
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
Tabel 1 Efikasi dengan Lingkungan sebagai Prediktor Tingkah Laku....... 21
Tabel 2 Pola Perlakuan Orang Tua terhadap Kepribadian Anak................ 23
Tabel 3 Profil Pola Asuh Orang Tua........................................................... 27
Tabel 4 Komposisi Populasi Siswa Kelas V SD Gugus Dr. Soetomo
Kecamatan Denpasar Selatan......................................................... 38
Tabel 5 Sebaran Sampel dari Setiap Sekolah SD Gugus Dr. Soetomo...... 39
Tabel 6 Ciri-ciri Pola Asuh Orang Tua....................................................... 41
Tabel 7 Pedoman Pemberian Skor Instrumen Angket Efikasi Diri dan Pola
Asuh Orang Tua............................................................................. 44
Tabel 8 Kisi-kisi Instrumen Efikasi Diri..................................................... 55
Tabel 9 Kisi-kisi Instrumen Pola Asuh Orang Tua..................................... 56
Tabel 10 Kuesioner Efikasi Diri................................................................... 57
Tabel 11 Kuesioner Pola Asuh Orang Tua................................................... 60

iii
4
iii
iii
A. JUDUL :“PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA
BERDASARKAN TIPE POLA ASUH ORANG TUA PADA SISWA
KELAS V DITINJAU DARI EFIKASI DIRI STUDI KASUS PADA SD
NEGERI DI GUGUS DR. SOETOMO DENPASAR SELATAN TAHUN
AJARAN 2019/2020”

B. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Penelitian
Ilmu pengetahuan dan teknologi memegang peranan penting serta dapat
mempengaruhi perkembangan di segala bidang, dan bahkan dapat
mengembangkan sumber daya manusia yang lebih baik. Cara yang dapat
ditempuh untuk pengembangan sumber daya manusia adalah dengan
pendidikan. Pada prinsipnya pendidikan diselenggarakan secara demokratis,
terbuka, pembudayaan, dan pemberdayaan, membangun kemajuan,
mengembangkan kreativitas, mengembangkan budaya membaca, menulis,
berhitung bagi semua komponen pendidikan (Depdiknas, 2003). Pendidikan
adalah suatu usaha sadar atau kegiatan teratur dan berencana dengan maksud
mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.
Dalam pendidikan formal, belajar menunjukkan adanya perubahan yang
sifatnya positif sehingga pada tahap akhir akan didapat keterampilan,
pengalaman, kecakapan, dan pengetahuan baru. Sebuah parameter
keberhasilan yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan pendidikan
yang ditempuh oleh siswa adalah prestasi belajar. Tetapi, dalam meraih suatu
prestasi belajar ada yang sangat dibutuhkan yaitu proses belajar.
Proses belajar merupakan hal penting, karena melalui belajar individu
mengenal lingkungan sekitarnya. Sanjaya (2006:112) berpendapat proses
belajar pada hakikatnya merupakan kegiatan mental yang tak dapat dilihat,
artinya proses perubahan yang terjadi dalam diri sesorang yang belajar tidak
dapat kita saksikan, kita hanya dapat melihat dari gejala – gejala perubahan
perilaku yang tampak. Gejala tersebut adalah perubahan perilaku dari hasil
belajar itu sendiri, dimana belajar dianggap sebagai proses perubahan perilaku
sebagai akibat dari pengalaman dan latihan. Dari proses belajar akan

1
menghasilkan prestasi belajar.
Prestasi belajar merupakan hasil yang dicapai siswa dalam usaha
belajarnya yang terlihat dalam bukti fisik seperti hasil rapor. Prestasi belajar
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor intern (intelegensi atau kecerdasan,
bakat, minat, motivasi, dan faktor kesehatan mental) dan faktor eksternal
(lingkungan rumah, sekolah, masyarakat, dan media massa).
Matematika merupakan bidang studi yang memiliki cakupan luas.
Cakupannya meliputi gejala – gejala yang berhubungan dengan angka, sebab -
akibat dan lain – lain yang ada dikehidupan manusia di masyarakat.
Pendidikan matematika memiliki tujuan yaitu untuk memahami dan
mengaplikasikan konsep matematika dalam kehidupan sehari – hari,
menggunakan penalaran pada pola – pola dan sifat matematika, memecahkan
masalah yang meliputi kemapuan memahamami masalah merancang model
matematika, menyelesaikan model matematika, menyelesaikan dan
menafsirkan atau menginterprestasikan solusi yang diperoleh (Jannah, 2011).
Dari tujuan tersebut mata pelajaran matematika merupakan mata pelajaran
yang sepatutnya tidak hanya menjadi teori saja, akan lebih baik jika
pembelajaran matematika dibuat lebih bermakna dengan mengaplikasikannya
dalam kehidupan sehari – hari. Sehingga pengetahuan yang didapat tak hanya
sebatas teori tetapi telah dipraktekkan. Sehingga prestasi belajar siswa tampak
di masyarakat. Namun, dalam penerapannya di sekolah pembelajaran
matematika masih menjadi salah satu mata pelajaran yang kurang diminati
oleh sebagian siswa karena menganggap pembelajaran matematika
membinggungkan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah dan guru wali kelas
V di SD Gugus Dr. Soetomo tahun ajaran 2019/2020 terdapat temuan yaitu
khususnya pada muatan pembelajaran matematika, dikatakan bahwa hampir 5-
8 orang siswa belum memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) di setiap
kelasnya dimana siswa tersebut mendapatkan nilai di bawah 65 dalam mata
pelajaran matematika. Dalam proses pembelajaran di gugus tersebut sudah
diterapkannya Kurikulum 2013 dengan Pendekatan Saintifik dengan
memanfaatkan berbagai model pembelajaran dan media yang digunakan guru

2
dalam proses pembelajaran. Namun belum dapat meningkatkan antusias dan
keaktifan siswa mengikuti pelajaran pada mata pelajaran matematika,
ditemukan juga beberapa siswa tidak fokus dan kurang bersemangat dalam
mengikuti pembelajaran, pemahaman siswa tentang materi matematika masih
kurang. Hal tersebut harus segera dicarikan solusi agar pembelajaran
matematika dapat memenuhi kebutuhan peserta didik sehingga akan
mendukung siswa dalam meningkatkan hasil belajar. Salah satu aspek
psikologis yang mempengaruhi siswa dalam kesiapan belajar yakni keyakinan
diri siswa mampu atau tidak menyelesaikan permasalahan dalam belajar.
Keyakinan ini sebagai upaya diri anak itu sendiri menentukan keberhasilan
atau kegagalannya. Namun, tidak semua anak mengalami peralihan pada usia
yang sama, dan tidak satu pun anak berubah dari tahap satu ke tahap berikut
dengan cepat. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan anak itu sendiri yang meliputi hereditas
(keturunan/pembawaan) dan lingkungan perkembangannya.Masalah akan
muncul ketika anak tidak siap menghadapi kenyataan akibat dari
ketidakyakinan akan diri dan kemampuan mereka sendiri, sehingga membuat
mereka menjadi pasif saat pembelajaran di kelas. Lebih lanjut dukungan serta
peran orang tua yang kurang membangun dapat membuat anak semakin
menjadi tertekan sehingga menyebabkan anak menjadi kurang percaya diri.
Hal ini menjadi masalah serius ketika orang tua memberikan pengasuhan yang
kurang tepat sehingga anak menjadi tidak dapat mandiri. Keyakinan tersebut
dikatakan sebagai Efikasi Diri (Self Efficacy). Sejalan dengan hal tersebut
Albert Bandura (1997) berpendapat, dalam teorinya yang disebut Social
Cognitive Theory menyatakan bahwa faktor sosial, kognitif dan perilaku
merupakan faktor yang penting dalam pembelajaran. Faktor kognitif berupa
ekspektasi siswa untuk meraih keberhasilan dalam pembelajaran. Faktor sosial
mencakup pengamatan siswa terhadap perilaku orang tuanya. Ketiga faktor ini
saling mempengaruhi satu sama lain. Efikasi diri mampu membuat seorang
anak dalam menentukan pilihan, usaha mereka untuk maju, kegigihan dan
ketekunan yang mereka tunjukkan untuk menghadapi suatu permasalahan atau
perubahan-perubahan yang terjadi di sekitarnya. Setiap orang percaya bahwa

3
dirinya memiliki potensi untuk mengubah hal-hal yang ada di sekitarnya dan
bertindak aktif dibandingkan oleh orang yang memiliki efikasi diri yang
rendah. Lebih lanjut di jelaskan bahwa, pembentukan efikasi diri pada
seseorang tidak terlepas dari peran lingkungan sekitar.
Awal pertumbuhan dari efikasi diri berkembang melalui peran orang tua,
kemudian dipengaruhi oleh saudara kandung, teman sebaya, dan orang dewasa
lainnya. Orangtua merupakan orang yang pertama dikenal oleh anak, orang
yang pertama dalam memberikan pemahaman hidup kepada anak, sehingga
orangtua sangat berperan penting dalam pembentukan karakter anak. Akan
tetapi ironisnya keluarga justru menjadi sumber ancaman dan
ketidaktentraman bagi anak, karena salah perlakuan yang diberikan orang tua
terhadap anak. Pada dasarnya hubungan anak dengan orang tua merupakan
sumber emosional dan kognitif bagi anak. Hubungan tersebut memberi
kesempatan bagi anak untuk mengeksplorasi lingkungan maupun kehidupan
sosial, bahkan hubungan anak pada masa-masa awal dapat menjadi model
dalam hubungan-hubungan selanjutnya. Hubungan awal ini dimulai sejak
anak terlahir ke dunia, bahkan sebetulnya sudah dimulai sejak janin berada
dalam kandungan (Sutcliffe, 2002: 15). Senada dengan hal tersebut Ainsworth
dalam Santrock (2002:24) mengatakan bahwa kelekatan yang aman (secure
attachment) dalam tahun pertama memberi landasan yang penting bagi
perkembangan psikologis di kemudian hari.
Keluarga berperan penting dalam pembentukan perilaku anak, perilaku
negatif pada anak dipengaruhi oleh orangtua, orangtua memainkan peranan
penting dalam perkembangan anak. Macam-macam sikap orangtua dalam
mengasuh, dilihat dari cara orangtua merespon dan memenuhi kebutuhan akan
membentuk suatu ikatan emosional antara anak dengan orangtua sebagai figur
pengasuh.
Berdasarkan latar belakang di atas dapat disimpulkan bahwa pola
pengasuhan yang diberikan orang tua akan memberikan dampak pada efikasi
diri anak. Efikasi diri anak yang kuat akan menentukan keberhasilan anak
dalam belajar. Namun berbeda halnya dengan efikasi diri anak yang lemah
akan membuat anak ragu untuk mengambil keputusan sehingga akan

4
mempengaruhi hasil belajar siswa.

2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang proposal penelitian yang telah
diuraikan dapat di identifikasi beberapa masalah sebagai berikut.
1) Orang tua sering menuntut anaknya menjadi yang terbaik dalam
segala hal, sehingga anak memiliki tingkat stress yang tinggi yang
akan menghambat anak tersebut untuk mengembangkan potensi
dirinya.
2) Orang tua sering membandingkan anaknya dengan orang lain,
akibatnya anak menjadi tidak percaya diri.
3) Orang tua yang sering memanjakan anaknya.
4) Orang tua kurang mendukung aktivitas belajar anak.
5) Orang tua kurang mendukung fasilitas belajar anak.
6) Rendahnya kelekatan antara anak dan orang tua.
7) Rendahnya keaktifan siswa di dalam kelas.
8) Dukungan sosial yang rendah menyebabkan siswa sulit beradaptasi
dengan lingkungan.
9) Pola asuh yang diterapkan setiap orang tua berbeda sehingga,
berpengaruh terhadap efikasi diri siswa.
10) Hereditas dan lingkungan perkembangan siswa membuat setiap siswa
berbeda sehingga, setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda.
11) Siswa yang memiliki kelekatan dan kontrol yang tinggi dari orang tua
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk beradaptasi dengan
lingkungan sekitar.

3. Pembatasan Masalah
Penelitian ini memiliki pembatasan permasalahan yang dimaksudkan
untuk memberi gambaran yang jelas berkaitan dengan pelaksanaan penelitian
ini.Masalah penelitian dibatasi pada hal-hal sebagai berikut.
1) Pola asuh orang tua memberikan dampak pada efikasi diri dan prestasi
matematika siswa.

5
2) Efikasi diri dan hubungannnya dengan prestasi matematika siswa.
4. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah, rumusan masalah
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
1) Setelah efikasi diri dikendalikan, apakah terdapat perbedaan prestasi
belajar matematika antara siswa yang mengalami pola asuh orang tua
authoritative dengan pola asuh authoritarian, dan pola asuh permissive?
2) Setelah efikasi diri dikendalikan, apakah terdapat perbedaan prestasi
belajar matematika antara siswa yang mengalami pola asuh orang tua
authoritative dan pola asuh authoritarian?
3) Setelah efikasi diri dikendalikan, apakah terdapat perbedaan prestasi
belajar matematika antara siswa yang mengalami pola asuh orang tua
authoritative dan pola asuh permissive?
4) Setelah efikasi diri dikendalikan, apakah terdapat perbedaan prestasi
belajar matematika antara siswa yang mengalami pola asuh orang tua
authoritarian dan pola asuh permissive?
5) Apakah terdapat hubungan efikasi diri dengan prestasi belajar matematika
siswa kelas V SD Gugus Dr. Soetomo Kecamatan Denpasar Selatan Tahun
Ajaran 2019/2020?

5. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari pembuatan proposal penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1) Untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa
yang mengalami pola asuh orang tua authoritative dengan pola asuh
authoritarian dan pola asuh permissive setelah efikasi diri dikendalikan.
2) Untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa
yang mengalami pola asuh orang tua authoritative dan pola asuh
authoritarian setelah dikendalikan oleh efikasi diri.
3) Untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa
yang mengalami pola asuh orang tua authoritative dan pola asuh
permissive setelah dikendalikan oleh efikasi diri.

6
4) Untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa
yang mengalami pola asuh orang tua authoritarian dan pola asuh
permissive setelah dikendalikan oleh efikasi diri.
5) Untuk mengetahui hubungan efikasi diri dengan prestasi belajar
matematika siswa kelas V SD Gugus Dr. Soetomo Kecamatan Denpasar
Selatan Tahun Ajaran 2019/2020.

6. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat teoretis dan praktis.
1) Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan
sumbangan teoritis, pengembangan iptek dan menambah wawasan
pengetahuan tentang aspek-aspek psikologis.
2) Manfaat Praktis
Penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
pihak-pihak sebagai berikut.
a. Bagi Guru
Dari penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi guru dalam
menghadapi permasalahan siswa di sekolah dasar akibat dari pola
pengasuhan yang di terapkan oleh orang tua khususnya mengenai
kesiapan siswa dalam menerima pelajaran,
b. Peneliti Lain
Penelitian ini nantinya diharapkan mampu memberikan acuan
sebagai dasar refrensi bahan pengembangan bagi peneliti lain,
c. Kepala Sekolah
Penelitian ini dapat sebagai refrensi bagi kepala sekolah untuk
mengambil kebijakan untuk mendukung pelaksanaan
pembelajaran,
d. Orang Tua
Penelitian ini nantinya diharapkan dapat menjadi masukan dalam
mendidik putra dan putrinya dirumah agar kelak orang tua lebih

7
mengerti tentang bagaimana kebutuhan dan perkembangan belajar
anak.
C. LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
1. Prestasi Belajar Matematika
1) Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar berasal dari dua kata yaitu prestasi dan belajar.
prestasi pada dasarnya tidak dapat dilepas dari belajar, karena prestasi
merupakan salah satu hasil dari belajar, berhasil atau tidaknya suatu proses
pembelajaran dapat dilihat dari prestasi belajarnya. Pada dasarnya belajar
tidak hanya harus duduk di kelas, belajar dapat dilakukan dimana saja,
karena hakikatnya belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia
untuk mendapatkan kemampuan, keterampilan dan sikap tersebut
diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai
masa tua melalui rangakaian proses belajar. Menurut McGeoh (dalam
Suryabrata 2004:231)
“learning is a change in performance as a result of practice”
Yang artinya belajar adalah merubah prilaku dari praktek atau latihan.
Sedangkan menurut Hilgard belajar adalah proses perubahan tingkah laku
karena akitifitas latihan (baik di laboratorium atau di lingkungan sekitar
siswa). Maka belajar dikatakan berhasil jika terjadi perubahan dalam diri
siswa, tapi tidak semua perbuhan perilaku dapat dikatakan perubahan
karena belajar. Menurut Muhibbin (2000:116) perubahan tingkah laku
akibat belajar memiliki ciri – ciri sebagai berikut;
a. Perubahan efektif dan fungsional. Perubahan efektif adalah perubahan
yang membawa manfaat tertentu bagi siswa dan perubahan fungsional
adalah perubahan dalam diri siswa tersebut menetap dan dapat
dipraktekkan dikemudian hari.
b. Perubahan intensional. Perubahan ini meliputi perubahan yang terjadi
pada diri siswa, seperti penambahan pengetahuan, keterampilan, dan
perubahan kebiasaan.
c. Perubahan positif dan aktif. Perubahan yang positif adalah perubahan
yang bermanfaat bagi kehidupan dan aktif adalah perubahan yang

8
terjadi karena peran aktif siswa tersebut.

Menurut Gagne (dalam Susanto, 2013:1-2) belajar merupakan


suatu proses dimana suatu organisme berubah perilaunya sebagai akibat
pengalaman. Belajar dimaknai sebagai suatu proses untuk memperoleh
motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku.
Sedangkan menurut Susanto (2013:4) belajar merupakan suatu aktivitas
yang dilakukan seseorang dengan sengaja dalam keadaan sadar untuk
memperoleh suatu konsep, pemahaman, atau pengetahuan baru sehingga
memungkinkan seseorang terjadinya perubahan perilaku yang relatif tetap
baik dalam berfikir, merasa, maupun bertindak. Dari uraian di atas, dapat
disimpulkan belajar merupakan perubahan tingkah laku yang terjadi hasil
dari praktek dan latihan dengan usaha sadar dalam memperoleh informasi.
Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai seseorang karena telah
melakukan sesuatu pada jangka waktu tertentu. Pengertian prestasi belajar
bagi peserta didik adalah segala sesuatu yang telah berhasil dicapai dan
kurun waktu tertentu dan dicatat pada buku rapor siswa. Prestasi belajar
adalah hasil penilaian pendidik terhadap proses belajar dan hasil belajar
siswa sesuai dengan tujuan instruksional yang menyangkut isi pelajaran
dan prilaku yang diharapkan dari siswa. Dari uraian tersebut maka,
prestasi adalah hasil dari seluruh kegiatan pembelajaran yang dicapai
selama kurun waktu yang ditentukan.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi
belajar adalah segala sesuatu yang telah berhasil dicapai oleh siswa
terutama dalam bidang akademik yang menunjukan perubahan
berdasarkan praktek dan pengalaman yang berlangsung dalam kurun
waktu tertentu serta ada bukti konkret berupa rapor. Menurut Suryabrata
(2004:297) rapor merupakan perumusan terakhir yang diberikan oleh guru
mengenai kemajuan atau hasil belajar murid – muridnya selama masa
tertentu itu (4 atau 6 bulan).
Sedangkan prestasi belajar matematika merupakan segala sesuatu yang
telah berhasil dicapai oleh siswa terutama dalam bidang matematika yang
menunjukan perubahan berdasarkan praktek dan pengalaman yang

9
berlangsung dalam kurun waktu tertentu.

2) Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar


Untuk meraih suatu prestasi, tentunya ada faktor – faktor yang
mempengaruhinya. Faktor yang mempengaruhi dapat berasal dari dalam
diri siswa (interen) dan berasal luar diri siswa (eksteren). Menurut
Suryabrata (2004:233) faktor yang mempengaruhi belajar dan prestasi
belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Faktor yang berasal dari dalam diri siswa
Faktor yang berasal dari dalamakan berkenaan dengan konsep diri.
Konsep diri merupakan cara seseorang memahami atau mengenal
dirinya melalui proses adaptasi dengan lingkungan. Salah satu konsep
diri yang menjadi faktor penting dari adanya sebuah tindakan yang
dilakukan oleh seseorang adalah efikasi diri. Faktor ini dapat dibedakan
menjadi dua yaitu faktor fisiologis dan faktor psikologis. Faktor
fisiologis merupakan faktor – faktor yang melekat dalam diri siswa.
Faktor – faktor tersebut meliputi:
a) Kesehatan Badan
Apabila siswa mengalami kondisi yang kurang baik atau sakit, maka
kegiatan belajarnya tentu akan terganggu, karena kondisi yang
tidak memungkinkan untuk melakukan kegiatan pembelajaran.
Untuk menghidari kondisi fisik yang buruk siswa diharapkan
memperhatikan kesehatan dan kondisi diri.
b) Panca Indra
Panca indra merupakan hal yang sangat penting dalam proses
pembelajaran. Apabila ada panca indra yang bermasalah maka
akan mempengaruhi siswa dalam proses pembelajaran. Contohnya
apabila ada siswa yang mengalami masalah dalam pendengaran
maka siswa tersebut akan mengalami masalah dalam
mendengarkan suatu informasi, atau siswa mengalami masalah
dalam pengelihatan maka siswa tersebut akan mengalami kesulitan
dalam melihat sebuah objek.

10
Selain faktor fisiologis, adapula faktor psikologis yang merupakan faktor
yang sangat mempengaruhi perstasi belajar siswa karena faktor ini
merupakan faktor psikis siswa itu sendiri. Faktor psikologis tersebut antara
lain:
a) Kecerdasan/Intellegensi
Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik
dalam mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan
dengan cara yang tepat. Menurut Satiadarma (2003) dalam bukunya
yang berjudul mendidik kecerdasan diketahui bahwa selain
IQ(Intelligency Quentient), terdapat beberapa kecerdasan yang lain
yaitu EQ(Emotional Quentient), AQ(Adversity Quentient), dan SQ
(Spiritual Quentient) dimana kecerdasan ini memiliki makna tersendiri
yang berkaitan dengan potensi yang dimiliki individu.

b) Motivasi
Motivasi bersal dari kata motif. Menurut Hamzah B. Uno motif dapat
dibedakan menjadi tiga macam yaitu; (1) motif biogenetis, motif ini
muncul karena kebutuhan dasar manusia yaitu makan, minum, tempat
tinggal pakaian, dan lain – lain yang menjadi kebutuhan dasar, (2)
motif sosiogenetis, motif ini berkembang sesuai dengan tempat orang
tersebut berada, motif ini tidak berkembang sendiri melainkan
bergerak sesuai dengan keadaan lingkungannnya, (3) motif teologis,
motif ini ada karena manusia adalah makhluk yang Berketuhanan,
seperti beribadah sesuai dengan keyakinan. Motivasi adalah pengerak
perilaku. Motivasi timbul karena adanya kebutuhan dari diri seseorang.
Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak yang timbul dari
diri siswa untuk yang menimbulkan kegiatan belajar. motivasi belajar
merupakan faktor psikis yang yang bersifat non-intellektual. Perannya
adalah dalam semangat dan gairah belajar.

c) Minat

11
Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan
kegairahan yang tinggal atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.
Sedangkan dalam penelitian ini akan dibahas adalah minat belajar.
Minat belajar adalah rasa suka yang timbul dari dalam diri seseorang
karena adanya ketertarikan terhadap suatu kegiatan pembelajaran yang
kemudian dilakukan dan mendatangkan kepuasan dalam dirinya.

d) Bakat

Secara umum, bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan


potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada
masa yang akan datang. Jika ditinjau dalam konteks belajar, maka
bakat adalah kemampuan seseorang yarg menjadi salah satu komponen
yang diperlukan dalam proses belajar seseorang. Apabila bakat
seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya maka bakat
itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan besar ia
akan berhasil.

e) Sikap
Dalam proses belajar, sikap individu dapat mempengaruhi
keberhasilan proses belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang
berdimensi afektif dimana afektif merupakan salah satu dari tiga ranah
yang disebutkan oleh Bloom yaitu ranah kognitif, afektif, dan
psikomotor. Afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau
merespons dengan cara yang relatif tetap terhadap objek, orang,
peristiwa dan sebagainya, baik secara positif maupunnegatif.
b. Faktor yang berasal dari luar diri siswa
Faktor ini secara umum dibedakan menjadi tiga jenis yaitu:
a) Lingkungan keluarga
Faktor ini adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa, namun
sangat dekat dan besar pengaruhnya bagi siswa karena di lingkungan
keluargalah siswa pertama kali dikenalkan dengan dunia tempat
mereka akan berpijak. Faktor lingkungan keluarga ini meliputi:

12
(a) Ekonomi
Apabila orang tua yang kurang mampu dalam ekonomi cenderung
membuat siswa enggan untuk belajar dan lebih memilih untuk
membantu orang tua untuk bekerja, karena mereka akan memenuhi
kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan) dari pada pendidikan
(b) Lingkungan belajar
Siswa yang lahir dilingkungan belajar atau bahkan lahir dari orang
tua yang memiliki kemampuan akademik yang baik, tentunya akan
mendapatkan motivasi dari lingkungannya untuk belajar lebih baik,
sedangkan apa bila siswa tersebut berada dalam lingkungan belajar
yang kurang kondusif maka siswa akan kesulitan dalam belajar.
(c) Pola asuh
Orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya dan jarang
memiliki waktu untuk anaknya cenderung membuat sang anak manja
dan malas, karena merasa segala kebutuhannya cukup dengan
mengatakan dan segalanya ada. Sepatutnya orang tua harus
membimbing dan memberikan dorongan moril juga bahkan hanya
materi, karena setiap anak atau siswa ingin merasakan kasih sayang
dan dorongan semangat serta penguatan dari orang tuanya.

b) Lingkungan Sekolah
Sekolah merupakan tempat belajar dan merupakan tempat
seorang anak yang berstatus siswa mendapatkan pengalaman belajar.
Selain belajar, siswa di sekolah akan mendapatkan teman se-permainan.
Dengan teman se-permainan inilah siswa dapat terpengaruh prestasi
belajarnya, baik pengaruh positif ataupun negatif.

c) Lingkungan Masyarakat
Masyarakat sekitar sangat besar memberikan pengaruhnya
dalam perkembangan kognitif anak. Selain itu dalam masyarakat ada
adat istiadat yang juga bisa mempengaruhi tingkat berfikir dan
berprilaku siswa.

13
Sedangkan menurut Suryabrata (2004:233) faktor dari luar yang
mempengaruhi prestasi belajar ada dua yaitu:
a) Faktor Nonsosial
Faktor – faktor ini sangat dekat dengan siswa dan faktor ini boleh
dikatakan tak terbilang jumlahnya. Faktor ini meliputi keadaan udara,
suhu, cuaca, waktu, tempat, alat yang digunakan untuk belajar dan
sebagainya. Termasuk juga adanya kebisingan, polusi, serta bangunan
sekolah yang harus memenuhi syarat – syarat dalam ilmu kesehatan
sekolah.
b) Faktor Sosial
Menurut Suryabrata (2004:234) yang dimaksud dalam faktor ini
adalah faktor manusia yang ada disekitar siswa. Contohnya adalah saat
siswa sedang ujian atau belajar, tiba – tiba ada orang yang mengetok
pintu dan masuk ke dalam kelas, maka secara tidak langsung perhatian
siswa akan teralihkan dan mengganggu konsentrasi saat itu juga.

3) Pembelajaran Matematika
Matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir,
karena itu matematika sangat diperlukan baik untuk memecahkan masalah
dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk menunjang kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi (Offirston, 2014:1). Ini berarti bahwa belajar
matematika untuk mempersiapkan siswa agar mampu menggunakan pola
pikir matematika dalam kehidupan kesehariannya dan dalam mempelajari
ilmu pengetahuan lain.
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan
teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan
memajukan daya pikir manusia (Depdiknas, 2006:147). Sedangkan
pembelajaran diartikan sebagai suatu usaha yang sengaja melibatkan dan
menggunakan pengetahuan profesional yang dimiliki guru untuk
menjadikan seseorang bisa mencapai tujuan kurikulum (Kosasih,

14
2014:11). Suatu pembelajaran berlangsung secara efektif apabila
tujuannya tercapai sesuai dengan yang telah direncanakan.
Pembelajaran matematika adalah membentuk logika berpikir bukan
sekedar pandai berhitung. Berhitung dapat dilakukan dengan alat bantu,
seperti kalkulator dan komputer, namun menyelesaikan masalah perlu
logika berpikir dan analisis (Fatimah, 2009:8). Oleh karena itu, siswa
dalam belajar matematika harus memiliki pemahaman yan benar dan
lengkap sesuai tahapan, melalui cara dan media yang menyenangkan
dengan menjalankan prinsip matematika.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran matematika di sekolah dasar merupakan salah satu kajian
yang penting untuk diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah
dasar untuk membekali siswa dengan kemampuan menghitung dan
mengolah data. Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa dapat memiliki
kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk
bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan
kompetitif. Pembelajaran matematika juga dapat digunakan untuk sarana
dalam pemecahan masalah dan mengomunikasikan ide atau gagasan
dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain.

Berdasarkan Permendiknas No. 22 Tahun (2006:148) Tentang Standar


Isi Satuan mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut:
1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar
konsep dan mengalikasikan konsep atau logaritma secara luwes,
akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah.
2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyususn bukti atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang diperoleh.

15
4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.
Selain tujuan pembelajaran matematika di atas, ada beberapa tujuan
pembelajaran matematika harus dibedakan menjadi 2 menurut Fatimah
(2009:15) yaitu: 1) Anak pandai menyelesaikan permasalahan (menjadi
problem solver). Hal ini dapat dicapai apabila dalam menerapkan prinsip
pembelajaran matematika dua arah. Anak-anak akan dapat menguasai
konsep-konsep matematika dengan baik. 2) Anak pandai dalam berhitung.
Anak mampu melakukan perhitungan dengan benar dan tepat (cepat bukan
tujuan utama). Kedua tujuan terseut dicapai apabila siswa memahami
operasi dasar matematika, mengahafal dasar matematika (penjumlahan,
pengurangan, perkalian, pembagian).
Berdasarkan uraian di atas, tujuan tersebut merupakan tujuan penting
yang harus dicapai dalam pembelajaran matematika guna menghadapi
kehidupan yang selalu berubah dan berkembang. Menumbuhkan dan
mengembangkan keterampilan berhitung menggunakan bilangan sebagai
alat dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran matematika juga dapat
membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin.

Selain pengertian dan tujuan pembelajaran matematika SD/MI, yang


telah diajabarkan, pembelajaran matematika juga mempunyai beberapa
karakteristik yaitu (Amir, 2014:78-79): a) Pembelajaran matemtika
menggunakan metode spiral, yaitu pembelajaran matematika yang selalu
dikaitkan dengan materi yang sebelumnya. b) Pembelajaran matematika
bertahap, yang dimaksudkan disini adalah pembelajaran matematika yang
dimulai dari hal yang konkret menuju hal yang abstrak, atau dari konsep-
konsep yang sedehana menuju konsep yang lebih sulit. c) Pembelajaran
matematika menggunakan metode induktif, yaitu metode yang
menerapkan proses berrpikir yang berlangsung dari kejadian khusus
menuju umum. d) Pembelajaran matematika menganut kebenaran
konsistensi, artinya tidak ada pertentangan antara kebenaran yang satu

16
dengan yang lain, atau dengan kata lain suatu pertanyaan dianggap benar
apabila didasarkan atas pertanyaan-pertanyaan terdahulu yang diterima
kebenarannya. e) Pembelajaran matematika hendaknya bermakna, yaitu
cara pengajaran materi pembelajaran yang mengutamakan pengertian
daripada hafalan.
Beberapa uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik
pembelajaran matematika di SD adalah pembelajaran matematika yang
menyenangkan. Pembelajaran matematika yang menyenangkan membantu
siswa untuk lebih menyukai matematika. Matematika dikenal dengan mata
pelajaran yang rumit dan sukar itulah yang sudah menjadikan matematika
banyak yang tidak menyukai. Oleh karena itu, karakteristik pembelajaran
matematika hendaknya bermakna dan menyenangkan untuk siswa
khususnya sekolah dasar.

2. Efikasi Diri
Seseorang bertingkahlaku dalam situasi tertentu tergantung kepada
resiprokal antara lingkungan dengan kondisi kognitif, khususnya faktor
kognitif yang berhubungan dengan keyakinan bahwa dia mampu atau tidak
mampu melakukan tindakan yang memuaskan. Taylor (2009) menyebut
keyakinan diri ini sebagai efikasi diri.
Efikasi adalah penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan yang baik
atau buruk, tepat atau salah, bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai dengan
yang dipersyaratkan. Efikasi menggambarkan penilaian kemampuan diri
(Alwisol, 2014).
1) Sumber Efikasi Diri
Dalam sistem Bandura (1977) menyatakan bahwa perubahan tingkah
laku dapat terjadi akibat dari adanya ekspektasi efikasi diri pada seseorang.
Efikasi diri atau keyakinan kebiasaan diri itu dapat diperoleh, diubah,
ditingkatkan atau diturunkan, melalui salah satu atau kombinasi empat
sumber, yakni pengalaman menguasai sesuatu prestasi (performance
accomplishment), pengalaman vikarius (vicarious experience), persuasi

17
sosial (social persuation), dan pembangkitan emosi (emotionall
physiological states).
a. Pengalaman performansi, adalah prestasi yang pernah dicapai
pada masa yang telah lalu. Sebagai sumber, performansi masa
lalu menjadi pengubah efikasi diri yang paling kuat
pengaruhnya. Prestasi di masa lalu yang bagus, meningkatkan
ekspektasi efikasi, sedangkan kegagalan akan menurunkan
efikasi. Mencapai keberhasilan akan memberi dampak efikasi
yang berbeda-beda, tergantung proses pencapaiannya.
b. Pengalaman vikarius, pengalaman yang diperoleh melalui
model sosial. Efikasi akan meningkat ketika mengamati
keberhasilan orang lain, sebaliknya efikasi diri akan menurun
jika mengamati orang yang kemampuannya kira-kira sama
dengan dirinya ternyata gagal. Ketika figur yang diamati
berbeda dengan diri si pengamat, pengaruh vikariusnya
tidaklah besar. Sebaliknya ketika mengamati kegagalan figur
yang setara dengan dirinya, bisa jadi orang tidak mau
mengerjakan apa yang pernah gagal dikerjakan figur yang
diamatinya itu dalam jangka waktu yang lama.
c. Persuasi sosial, efikasi diri juga dapat diperoleh, diperkuat dan
dilemahkan melalui persuasi sosial. Dampak dari sumber ini
terbatas, tetapi pada kondisi yang tepat persuasi dari orang lain
dapat mempengaruhi efikasi diri. Kondisi itu adalah rasa
percaya kepada pemberi persuasi, dan sifat realistik dari apa
yang dipersuasikan.
d. Keadaan emosi, yang mengikuti suatu kegiatan akan
mempengaruhi efikasi di bidang kegiatan itu. Emosi yang kuat,
takut, cemas, stress, dapat mengurangi efikasi diri. Namun, bisa
terjadi peningkatan emosi (yang tidak berlebihan) dapat
meningkatkan efikasi diri.
Perubahan tingkah laku akan terjadi kalau sumber ekspektasi
efikasinya berubah. Pengubahan self-efficacy banyak dipakai untuk

18
memperbaiki kesulitan dan adaptasi tingkah laku orang yang mengalami
berbagai masalah behavioral.

2) Dimensi Efikasi Diri


Efikasi diri dibedakan atas tiga dimensi yaitu; Level/magnitude,
generallity dan strength. Masing-masing dimensi mempunyai implikasi
penting dalam performansi (Bandura, 1997).
a. Level/magnitude, yaitu penilaian kemampuan individu pada
tugas yang sedang dihadapinya. Dimensi ini mengacu pada
tingkat kesulitan dalam menghadapi suatu masalah yang
dipersepsikan berbeda dari setiap individu. Ada yang
menganggap masalah itu sulit untuk dilakukan dan ada pula
yang menganggap mudah untuk dilakukan. Apabila individu
merasa sedikit rintangan yang dihadapi maka masalah tersebut
mudah ditangani. Dengan demikian dimensi ini merupakan
masalah yang berkaitan dengan derajat kesulitan tugas
individu. Komponen ini berimplikasi pada pemilihan perilaku
yang akan dicoba individu berdasarkan harapan atau ekspektasi
efikasi pada tingkat kesulitan tugas tersebut. Individu akan
berupaya melakukan tugas tertentu yang ia harapkan dapat
dilaksanakannya dan ia akan menghindari situasi dan perilaku
yang ia persepsikan diluar batas kemampuannya.Dimensi ini
terbagi atas 3 bagian yaitu: a) analisis pilihan perilaku yang
akan dicoba, yaitu seberapa besar individu merasa mampu atau
yakin untuk berhasil menyelesaikan tugas dengan pilihan
perilaku yang akan diambil; b) menghindari situasi dan
perilaku yang dirasa melampaui batas kemampuannya; c)
menyesuaikan dan menghadapi langsung tugas-tugas yang
sulit.
b. Generality, yaitu dimensi yang mengacu pada penilaian efikasi
individu berdasarkan aktifitas keseluruhan tugas yang pernah
dijalaninya. Generality berkaitan dengan tingkah laku dimana

19
individu merasa yakin terhadap kemampuannya, tergantung
kepada pemahaman kemampuan dirinya yang terbatas pada
suatu aktifitas dan situasi yang lebih luas dan bervariasi. Jadi,
generality dapat dikatakan sebagai keyakinan siswa terhadap
kemampuan yang dimiliki dalam menggeneralisasikan tugas-
tugasnya, berdasarkan dengan pengalamannya.
c. Strength, mengacu pada ketahanan dan keuletan individu dalam
menyelesaikan masalah. Individu yang memiliki keyakinan
yang kuat terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan
masalah akan terus bertahan dalam usahanya meskipun banyak
kesulitan dan tantangan. Dengan efikasi diri, kekuatan untuk
usaha yang lebih besar mampu didapat. Semakin kuat perasaan
efikasi diri dan semakin besar ketekunan, maka semakin tinggi
kemungkinan kegiatan yang dipilih dan dilakukan dengan
berhasil. Pengharapan yang kuat dan mantap pada individu
akan mencapai tujuan, walaupun mungkin belum memiliki
pengalaman yang menunjang. Sebaliknya, pengharapan yang
lemah dan ragu-ragu terhadap kemampuan diri, akan mudah
digoyahkan oleh pengalaman yang tidak menunjang. Jadi, yang
dimaksud strength adalah taraf keyakinan siswa terhadap
kemampuan yang dimilikinya, dalam mengatasi masalah yang
muncul dari penyelesaian tugas-tugasnya.

3) Efikasi Diri sebagai Prediktor Tingkah Laku dalam Prestasi


Belajar Matematika
Menurut Alwisol (2014:290), sumber pengontrol tingkah laku adalah
resiprokal antara lingkungan, tingkah laku dan pribadi. Efikasi diri
merupakan variabel pribadi yang penting, yang digabung dengan tujuan-
tujuan spesifik dan pemahaman mengenai prestasi, akan menjadi penentu
tingkah laku mendatang yang penting. Setiap individu mempunyai efikasi
diri yang berbeda-beda pada situasi yang berbeda, tergantung kepada:
a. Kemampuan yang dituntut oleh situasi yang berbeda itu.

20
b. Kehadiran orang lain, khususnya saingan dalam situasi itu.
c. Keadaan fisiologis dan emosional, kelelahan, kecemasan,
apatis, murung.
Efikasi yang tinggi atau rendah, dikombinasikan dengan lingkungan
yang responsif atau tidak responsif, akan menghasilkan empat
kemungkinan prediksi tingkah laku.

Tabel. 1
Efikasi dengan Lingkungan sebagai Prediktor Tingkah Laku

Efikasi Lingkungan Prediksi hasil tingkah laku

Tinggi Responsif Sukses, melaksanakan tugas sesuai dengan


kemampuannya.

Rendah Tidak Depresi, melihat orang lain sukses pada tugas yang
Responsif dianggapnya sulit.

Tinggi Tidak Berusaha keras mengubah lingkungan menjadi


Responsif responsif, melakukan protes, aktifitas sosial,
bahkan memaksakan perubahan.

Rendah Responsif Orang menjadi apatis, pasrah, merasa tidak


mampu.

Efikasi diri yang tinggi dengan lingkungan responsif dapat sebagai


indikator keberhasilan belajar seseorang terutama pelajaran matematika.
Hal ini di karenakan, keyakinan yang timbul dari dalam diri seseorang
dapat memicu ketekunan dan kegigihan seseorang dalam menyelesaikan
masalah matematika. Efikasi diri merupakan elemen penting bagi
kesehatan fisik dan perasaan subjektif individu (Possel, Baldus, Horn,
Groen,dan Hautzingger, 2005). Individu yang memiliki efikasi diri mampu
menghadapi tugas yang mungkin timbul dan mampu mengatasinya. Siswa
yang lebih yakin atau percaya diri pada kemampuan akademik mereka
cenderung menunjukkan kinerja lebih baik dan semakin banyak terlibat di
sekolah (Caraway, Tucker, Reinke, & Hall, 2003). Salkind (2008)

21
berpendapat bahwa efikasi diri merupakan prediktor yang cukup kuat pada
prestasi belajar. Siswa dengan efikasi diri yang tinggi cenderung ingin
mencapai lebih prestasinya, hal tersebut ditunjukkan dengan ketekunan
yang lebih pada tugas sekolah. Efikasi diri juga merefleksikan prestasi
sebelumnya. Dalam tulisan lain dikatakan bahwa efikasi diri merupakan
prediksi kinerja di masa depan, bahkan ketika kinerja di masa lalu telah
dikontrol. Dengan kata lain bahwa efikasi diri menyediakan informasi
tentang prestasi siswa pada saat ini melalui prestasi siswa di masa lalu. Hal
serupa disampaikan juga oleh Schunk (2012) yang menyatakan bahwa
efikasi diri sangat relevan dengan pembelajaran di sekolah dan situasi-
situasi berprestasi, dimana efikasi diri berpengaruh terhadap pilihan-
pilihan, usaha, keuletan, dan prestasi yang sudah mereka prediksikan
sebelumnya. Pengolahan dan keterlibatan kognitif yang lebih mendalam
sangat berhubungan dengan efikasi diri. Seseorang dengan efikasi diri
yang tinggi cenderung mengeluarkan usaha lebih banyak ketika
menghadapi kesulitan dan ketika memiliki keterampilan yang diperlukan
mereka bertahan untuk menyelesaikan tugas tersebut sampai selesai.
Selain itu, efikasi diri merupakan prediktor yang signifikan dalam proses
pembelajaran setelah prestasi tercapai dengan memperhitungkan
penguasaan keterampilan kognitif sebelumnya. Perubahan ini dimana
siswa menjadi lebih positif dalam menanggapi permasalahannya, menjadi
pribadi yang dapat dipercaya, kompetensi sosial yang baik dan asertif.
Berdasarkan penjelasan dan pemaparan para ahli serta beberapa hasil
penelitian sebelumnya menunjukkan pentingnya peran efikasi diri
matematika terhadap prestasi belajar matematika. Hal ini menjadi penting
karena variabel tersebut dapat menjadi prediktor terhadap prestasi belajar
matematika, karena pada kenyataannya masih banyak siswa yang memiliki
prestasi belajar matematika yang rendah.

3. Pola Asuh Orang Tua

22
Mulyadi dkk (2016) menyebutkan bahwa keharmonisan keluarga sangat
membantu individu melewati masa-masa sulit ketika menjalani proses belajar.
Orang tua memiliki cara yang berbeda-beda dalam mendidik anaknya, salah
satunya dengan menggunakan penerapan pola asuh yang berbeda. Pola asuh
merupakan segala bentuk dan proses interaksi yang terjadi antara orang tua
dan anak yang merupakan pola pengasuhan tertentu dalam keluarga yang akan
memberi pengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak. Pola asuh orang
tua dan interaksi yang baik dengan anggota keluarga merupakan salah satu
faktor pendukung untuk pembentukan efikasi diriyang positif terhadap anak.
Pengajaran dan pengasuhan dapat membentuk kemandirian yang baik pada
anak.
1) Dimensi Pola Asuh Orang Tua
Terdapat dua dimensi yang dianggap signifikan dalam pola asuh. Dua
dimensi tersebut adalah kontrol dan responsivitas (Baumrind dalam
Santrock, 2014). Dimensi kontrol meliputi tuntutan yang diberikan
orangtua pada anak agar anak menjadi individu yang dewasa dan
bertanggung jawab serta memberlakukan aturan dan batasan yang
sudah ditetapkan. Dimensi responsivitas meliputi dukungan
kehangatan dan kasih saying yang ditunjukkan orang tua kepada anak.
Kedua dimensi ini akan memberikan beberapa pola sikap atau
perlakuan orangtua terhadap anak yang masing-masing mempunyai
pengaruh tersendiri terhadap kepribadian anak (Yusuf, 2017) pola-pola
tersebut dapat disimak pada tabel berikut:
Tabel. 2
Pola Perlakuan Orang Tua terhadap Kepribadian Anak

Pola Perlakuan
Perilaku Orangtua Profil Tingkah Laku Anak
Orang Tua

1. Overprotection 1. Kontak yang berlebihan 1. Perasaan tidak aman


(terlalu dengan anak 2. Agresif dan dengki
melindungi) 2. Perawatan/pemberian 3. Mudah merasa gugup
bantuan kepada anak yang 4. Melarikan diri dari
terus-menerus, meskipun

23
Pola Perlakuan
Perilaku Orangtua Profil Tingkah Laku Anak
Orang Tua

anak sudah mampu kenyataan


merawat dirinya sendiri 5. Sangat tergantung
3. Mengawasi kegiatan anak 6. Ingin menjadi pusat
secara berlebihan perhatian
4. Memecahkan masalah 7. Bersikap menyerah
anak 8. Lemah dalam “ego
strength”. Aspiratif dan
toleransi terhadap frustasi
9. Kurang mampu
mengendalikan emosi
10. Menolak tanggung jawab
11. Kurang percaya diri
12. Mudah terpengaruh
13. Peka terhadap kritik
14. Bersikap “yes men”
15. Egois/Selfish
16. Suka bertengkar
17. Troublemaker (Pembuat
Onar)
18. Sulit dalam bergaul
19. Mengalami “homesick”
2. Permissiveness 1. Memberikan kebebasan 1. Pandai mencari jalan
(Pembolehan) untuk berpikir dan keluar
berusaha 2. Dapat bekerja sama
2. Menerima 3. Percaya diri
gagasan/pendapat 4. Penuntut dan tidak
3. Membuat anak merasa sabaran
diterima dan merasa kuat
4. Toleran dan memahami
kelemahan anak

24
Pola Perlakuan
Perilaku Orangtua Profil Tingkah Laku Anak
Orang Tua

5. Cenderung lebih suka


memberi yang diminta
anak daripada menerima
3. Rejection 1. Bersikap masa bodoh 1. Agresif (mudah marah,
(Penolakan) 2. Bersikap kaku gelisah, tidak patuh/keras
3. Kurang memperdulikan kepala, suka bertengkar
kesejahteraan anak dan nakal)
4. Menampilkan sikap 2. Submissive (kurang dapat
permusuhan atau mengerjakan tugas,
dominasi terhadap anak pemalu, suka
mengasingkan diri, mudah
tersinggung dan penakut)
3. Sulit bergaul
4. Pendiam
5. Sadis
4. Acceptance 1. Memberikan perhatian 1. Mau bekerjasama
(Penerimaan) dan cinta kasih yang tulus (kooperatif)
kepada anak 2. Bersahabat (friendly)
2. Menempatkan anak dalam 3. Loyal
posisi yang penting di 4. Emosinya stabil
dalam rumah 5. Ceria dan bersikap
3. Mengembangkan optimis
hubungan yang hangat 6. Mau menerima tanggung
dengan anak jawab
4. Bersikap respek terhadap 7. Jujur
anak 8. Dapat dipercaya
5. Mendorong anak untuk 9. Memiliki perencanaan
menyatakan perasaan atau yang jelas untuk mencapai
pendapatnya masa depan
6. Berkomunikasi dengan 10. Bersikap realistik

25
Pola Perlakuan
Perilaku Orangtua Profil Tingkah Laku Anak
Orang Tua

anak secara terbuka dan (memahami kekuatan dan


mau mendengarkan kelemahan dirinya secara
masalahnya objektif)
5. Domination 1. Mendominasi anak 1. Bersikap sopan dan sangat
(Dominasi) berhati-hati
2. Pemalu, penurut, inferior
dan mudah bingung
3. Tidak dapat bekerjasama
6. Submission 1. Senantiasa memberikan 1. Tidak patuh
(Penyerahan) sesuatu yang diminta anak 2. Tidak bertanggung jawab
2. Memberikan anak 3. Agresif dan teledor/lalai
berperilaku semaunya di 4. Bersikap otoriter
rumah 5. Terlalu percaya diri
7. Punitiveness/Over 1. Mudah memberikan 1. Impulsif
discipline (Terlalu hukuman 2. Tidak dapat mengambil
disiplin) 2. Menanamkan kedisiplinan keputusan
secara keras 3. Nakal
4. Sikap bermusuhan atau
agresif

Dari ketujuh sikap atau perlakuan orang tua itu, tampak bahwa sikap
acceptance merupakan yang baik untuk dimiliki atau dikembangkan
oleh orang tua. Sikap seperti ini ternyata telah memberikan kontribusi
kepada pengembangan kepribadian anak yang sehat.
Yusuf (2017) menyebutkan, hubungan antara karakteristik emosional
dan pola perlakuan keluarga dengan elemen-elemen struktur
kepribadian anak akan menunjukan bahwa:
a. Anak yang memiliki ego strength (kematangan emosional,
integrasi pribadi, otonomi, bertingkah laku rasional, persepsi
diri dan sosial yang akurat, dan keinginan untuk menyelesaikan

26
permasalahan dalam diri dengan harapan-harapan masyarakat),
secara konsisten berkaitan erat dengan pengalamannya di
lingkungan keluarga yang saling mempercayai dan menerima.
b. Anak yang memiliki superego strength (berperilaku secara
efektif yang dibimbing oleh kata hatinya) sangat berkaitan erat
dengan keteraturan dan konsistensi kehidupan keluarganya.
c. Anak yang friendliness dan spontanetty berhubungan erat
dengan iklim keluarga yang demokratis.
d. Anak yang bersikap bermusuhan dan memiliki perasaan gelisah
atau cemas terhadap dorongan-dorongan dari dalam, berkaitan
erat dengan keluarga yang otoriter.

2) Jenis – jenis Pola Asuh


Baumrind dalam (Sigelman & Shaffer, 1995: 396) mengemukakan
hasil penelitiannya melalui observasi dan wawancara terhadap siswa
taman kanak-kanak yang dilakukannya, baik di rumah maupun di
sekolah dengan tujuan untuk menetahui gaya perlakuan orang tua
(parenting style) dan kontribusinya terhadap kompetensi sosial,
emosional dan intelektual siswa. Baumrind melaporkan tiga gaya
perlakuan pengasuhan yakni; Authoritarian, Permissive, Authoritative
(Yusuf, 2017). Berikut gambaran hasil penelitian tersebut.
Tabel. 3
Profil Pola Asuh Orang Tua

Gaya
Sikap/Perilaku Orang tua Profil Perilaku Anak
Pengasuhan

1. Authoritarian 1. Sikap acceptance rendah, 1. Mudah tersinggung


namun kontrolnya tinggi 2. Penakut
2. Suka menghukum secara 3. Pemurung, tidak
fisik bahagia
3. Bersikap mengkomando 4. Mudah terpengaruh
(mengharuskan/memerintah

27
Gaya
Sikap/Perilaku Orang tua Profil Perilaku Anak
Pengasuhan

anak untuk 5. Mudah stres


melakukansesuatu tanpa 6. Tidak mempunyai
kompromi) arah masa depan
4. Bersikap kaku (keras) yang jelas
5. Cenderung emosional dan 7. Tidak bersahabat
bersikap menolak

2. Permissive 1. Sikap acceptance tinggi, 1. Bersikap impulsif


namun kontrolnya rendah dan agresif
2. Memberi kebebasan kepada 2. Suka memberontak
anak untuk menyatakan 3. Kurang memiliki
dorongan/keinginannya rasa percaya diri
dan pengendalian
diri
4. Suka mendominasi
5. Tidak jelas arah
hidupnya
6. Prestasinya rendah
3. Authoritative 1. Sikap acceptance dan 1. Bersikap bersahabat
kontrolnya tinggi 2. Memiliki rasa
2. Bersikap responsif terhadap percaya diri
kebutuan anak 3. Mampu
3. Mendorong anak untuk mengendalikan diri
menyatakan pendapat atau (self control)
pertanyaan 4. Bersikap sopan
4. Memberikan penjelasan 5. Mau bekerja sama
tentang dampak perbuatan 6. Memiliki rasa ingin
yang baik dan yang buruk tahunya yang tinggi
7. Mempunyai
tujuan/arah hidup

28
Gaya
Sikap/Perilaku Orang tua Profil Perilaku Anak
Pengasuhan

yang jelas
8. Berorientasi
terhadap prestasi

Selanjutnya Baumrind (1966) mengemukakan tentang dampak gaya


pengasuhan terhadap perilaku anak, yaitu anak yang orang tuanya bersikap
Authoritarian, cenderung bersikap bermusuhan dan memberontak; kemudian
anak yang orang tuanya bersikap Permissive, cenderung berperilaku bebas
(tidak kontrol); dan yang terakhir gaya pengasuhan anak yang orang tuanya
bersikap Authoritative, cenderung terhindar dari kegelisahan, kekacauan, atau
perilaku nakal.

4. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan


Penelitian relevan yang memperkuat kerangka berfikir ini adalah
penelitian yang dilakukan oleh penelitian sebelumnya, hasil penelitian yang
terkait dalam penelitian ini adalah
1) Penelitian yang dilakukan oleh Aremu dan Tella (2009) menunjukan
bahwa pencapaian prestasi belajar matematika tidak ditentukan oleh
gender namun efikasi diri remaja dalam mencapai prestasi belajar.
Selain itu ada faktor lain yang mendukung efikasi diri matematika
remaja baik dari faktor luar maupun regulasi belajar remaja seperti
pada penelitian yang dilakukan oleh Bandura.
2) Penelitian yang dilakukan oleh Markazia, Leili, dkk (2011)
menunjukan bahwa kelekatan, peluang dan kontrol dalam gaya
mengasuh adalah prediktor penting untuk mengembangkan efikasi diri
dan regulasi belajar yang berkaitan dengan keyakinan, motivasi dan
strategi belajar remaja.
3) Penelitian yang dilakukan oleh Tam, Cai-Lian. Chong, Amanda
Amudha Kadirvelu & Yoon-Ting Khoo (2012) menunjukkan bahwa
gaya pengasuhan otoritatif sangat terkait dengan efikasi diri. Hasil

29
regresi menunjukkan bahwa gaya mengasuh otoritatif menyumbang
12,8% terhadap efikasi diri siswa. Namun, gaya pengasuhan otoriter
dan permisif tidak menghasilkan hubungan yang signifikan ketika
dikaitkan dengan efikasi diri.
4) Penelitian yang dilakukan oleh Saira Yousaf (2015) yang
menunjukkan bahwa gaya pengasuhan otoriter memiliki hubungan
negatif dengan efikasi diri. Selain itu, gaya pengasuhan yang bersifat
permisif dan flexible/otoritatif memiliki hubungan positif yang
signifikan dengan efikasi diri. Dengan hasil dari koefisien regresi
mengungkapkan bahwa gaya pengasuhan (otoriter, permisif dan
fleksibel/otoritatif) menunjukkan hubungan sekitar 83% dengan efikasi
diri siswa. Jadi gaya pengasuhan adalah prediktor yang signifikan
efikasi diri. Dikatakan pula bahwa perbedaan gender tidak menunjukan
hubungan yang signifikan pada efikasi diri.
5) Penelitian yang dilakukan oleh Diah (2019) yang menunjukkan bahwa
terdapat pengaruh yang signifikan pola asuh orang tua kategori otoriter
terhadap hasil belajar matematika sebesar 25.2%; terdapat pengaruh
yang signifikan pola asuh orang tua kategori demokratis terhadap hasil
belajar matematika sebesar 26.8%; terdapat pengaruh yang signifikan
pola asuh orang tua kategori permisif terhadap hasil belajar
matematika sebesar 11.6%; terdapat pengaruh yang signifikan efikasi
diri terhadap hasil belajar matematika sebesar 66.6%; terdapat
pengaruh yang signifikan pola asuh orang tua kategori otoriter
terhadap hasil belajar matematika melalui efikasi diri sebesar 26.3%;
terdapat pengaruh yang signifikan pola asuh orang tua kategori
demokratis terhadap hasil belajar matematika melalui efikasi diri
sebesar 39.3%; terdapat pengaruh yang signifikan pola asuh orang tua
kategori permisif terhadap hasil belajar matematika melalui efikasi diri
sebesar 25.2%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pola pengasuhan
yang berbeda akan memberikan dampak pada hasil belajar matematika
yang secara tidak langsung mempengaruhi efikasi diri siswa.

30
Sehingga berdasarkan dari penelitian diatas pola asuh yang berbeda
akan mempengaruhi pencapaian matematika siswa melalui konsep diri
seseorang. Salah satu konsep diri yang paling signifikan mempengaruhi
pencapaian matematika adalah efikasi diri. Serta dalam penelitian yang
mendukung juga menyebutkan bahwa efikasi diri yang berbeda di
tunjukan oleh pola asuh orang tua yang diterapkan oleh orang tua.

5. Kerangka Berpikir
Perkembangan siswa sekolah dasar berada dalam periode transisi dari
pertumbuhan pesat masa anak-anak. Perubahan perkembangan mental maupun
sosial menjadi ciri khas masa sekolah awal. Pada tahapan ini, siswa
dihadapkan pada berbagai perubahan yang terjadi dalam fase
perkembangannya. Ada tiga aspek perkembangan pada masa anak-anak yang
dikemukakan oleh Slavin (2011) yaitu; Perkembangan fisik, kognisi dan
sosioemosi. Proses pemikiran anak juga mengalami perubahan penting
periode peralihan dari tahap pemikiran pra operasional konkret ke tahap
operasi konket. Untuk dapat berprestasi siswa harus mengembangkan
kemampuannya untuk menyelesaikan masalah. Salah satu faktor yang
mendukung prestasi belajar dari dalam (intra personal) yakni efikasi siswa.
Berdasarkan perumusan dan pembatasan masalah, maka dapat dikembangkan
kerangka berpikir sebagai berikut.

1) Perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang mengalami


pola asuh orang tua authoritative dengan pola asuh authoritarian dan
pola asuh permissive, setelah efikasi diri dikendalikan.
Perbedaan terjadi pada kecerdasan emosional anak. Anak dengan
kecerdasan emosi yang memiliki efikasi matematika rendah akan memiliki
keputusasaan serta stress yang meningkat secara negatif. Kecemasan yang
berlebihan hingga ketakutan untuk mengerjakan soal matematika yang
bagi mereka adalah hal yang sulit, sehingga memberikan dampak pada
prestasi belajar matematika. Berbeda halnya dengan kecerdasan emosi
anak yang memiliki efikasi matematika yang tinggi. Mereka memiliki

31
keyakinan maupun ketahanmalangan dalam menjawab soal matematika
yang dikerjakannya, karena mereka menganggap bahwa soal yang sedang
dikerjakannya adalah sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya. Sehingga akan
berpengaruh pada prestasi belajar siswa. Terlepas dari adanya kecerdasan
intelektual salah satu faktor keberhasilan seseorang dalam menghadapi
permasalahan adalah bagaimana orang tersebut menganggap bahwa
dirinya memiliki keyakinan yang kuat akan hal tersebut dan dapat
melaluinya dengan segala kemampuan yang mereka miliki. Efikasi diri
anak berkembang melalui dukungan orang sekitar. Salah satu dampak
yang paling dominan yang membentuk efikasi diri anak usia sekolah dasar
melalui interaksi orang tua terhadap anaknya. Hal ini dapat diamati lewat
pola asuh orang tua dapat memberikan pengaruh terhadap kemampuan
emosional siswa lewat efikasi diri. Berbeda perlakuan yang diberikan
orang tua akan memberikan dampak pada kecerdasan emosional seseorang
yang akan mempengaruhi prestasi belajar siswa.

2) Perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang mengalami


pola asuh orang tua authoritative danpola asuh authoritarian, setelah
efikasi diri dikendalikan.
Perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang mengalami pola
asuh orang tua authoritative dan pola asuh authoritarian, dimana pola
asuh authoritative anak memiliki kebebasan tanpa adanya paksaan dari
orang tua untuk mengembangkan pemikiran mereka sendiri, bebas
mengeksplorasi dunianya sendiri dan orang tua memberikan tanggung
jawab penuh bagi anak. Anak dengan profil seperti ini memiliki efikasi
diri yang tinggi karena anak terbiasa untuk menghadapi masalahnya
sendiri. Peran orang tua dalam pola asuh ini memberikan kelekatan dan
penerimaan terhadap apapun yang dikerjakan oleh anak, sehingga akan
mempengaruhi kecerdasan emosinya. Banyak anak dalam pola asuh ini
memiliki kemandirian dan semangat yang tinggi. Ketika kecerdasan
intelektual kurang mendukung anak untuk menyelesaikan masalah akan
tetapi anak dengan pola asuh ini memiliki kegigihan untuk mengerjakan

32
soal sampai akhir walaupun dengan membutuhkan waktu yang lebih lama
tetapi anak sanggup untuk menyelesaikannya. Berbeda halnya dengan
anak yang mengalami pola asuh authoritarian, anak memiliki
kecendrungan tertutup dan cemas dengan hal yang baru. Anak tidak
terbiasa untuk menyampaikan hal yang dia pikirkan karena orang tua
memberikan kontrol yang tinggi terhadap anak, sehingga anak terbiasa
untuk tidak memiliki pendapat karena orang tua menganggap anak selalu
tidak mampu untuk menyelesaikan masalah sendiri. Hal ini akan
memberikan dampak secara tidak langsung pada kecerdasan emosi anak.
Anak pola asuh authoritarian memiliki waktu yang lebih lama untuk
beradaptasi dengan lingkungannya hal ini merupakan hambatan bagi
perkembangan efikasi diri anak. Ketika anak asing membaca soalnya, anak
akan memiliki rasa cemas yang berlebih. Hal tersebut akan memberikan
dampak pada performa siswa dalam mengerjakan soal, sehingga akan
mempengaruhi prestasi belajar matematika. Kedua pola asuh ini
memberikan berbagai dampak pada efikasi dan prestasi belajar matematika
siswa. Ada pola asuh yang dapat meningkatkan efikasi diri anak dalam
mengerjakan soal matematika, adapula pola asuh orang tua yang dapat
menurunkan efikasi diri anak dalam mengerjakan soal matematika.

3) Perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang mengalami


pola asuh orang tua authoritative dan pola asuh permissive, setelah
efikasi diri dikendalikan.
Perbedaan prestasi belajar matematika anak yang mengalami pola asuh
authoritative dan pola asuh permissive terjadi saat anak mengerjakan soal.
Anak dengan pola asuh authoritative akan memiliki sifat hati-hati akibat
dari adanya kontrol orang tua, sehingga anak akan lebih teliti
dibandingkan anak yang mengalami pola asuh permissive. Pada pola asuh
permissive, anak memiliki kebebasan untuk bertanggung jawab terhadap
dirinya sendiri namun lemah dalam pengawasan orang tua. Anak dengan
profil pola asuh permissive memiliki kecendrungan menjawab soal dengan
ceroboh karena kurangnya kelekatan dari orang tua untuk membimbing.

33
Hal ini akan berdampak pada prestasi belajar matematika siswa, karena
dalam mengerjakan soal matematika anak dituntut untuk teliti dalam
mengerjakan. Kedua pola asuh ini sama-sama menerapkan kebebasan pada
anak sehingga menjadi faktor yang dapat meningkatkan efikasi diri. Hanya
saja pada pola asuh permissive, efikasi diri anak yang tinggi menyebabkan
anak memiliki kecendrungan untuk ceroboh dalam mengerjakan soal hal
ini disebabkan anak menjadi terlalu percaya diri akan yang dikerjakannya.
Berbeda halnya dengan pola asuh authoritative, anak cenderung memiliki
keyakinan untuk mengerjakan namun penuh dengan kehati-hatian karena
dalam pola asuh ini kontrol orang tua terhadap anak ada dengan proses
kedekatan dengan anak.

4) Perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang mengalami


pola asuh orang tua authoritarian dan pola asuh permissive, setelah
efikasi diri dikendalikan.
Perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang mengalami pola
asuh orang tua authoritarian dan pola asuh permissive, pada pola asuh
authoritarian anak memiliki kontrol yang tinggi sehingga anak akan
memiliki ketelitian dalam mengerjakan soal yang menurut mereka sudah
mereka kuasai atau pahami. Berbeda halnya dengan soal yang menurut
mereka baru, anak akan memiliki tingkat stress yang tinggi karena soal
yang mereka kerjakan tidak dengan kemampuannya hal ini merupakan
dampak dari efikasi diri anak yang rendah, sehingga akan mempengaruhi
performa siswa dalam mengerjakan soal. Berbeda halnya dengan siswa
yang mengalami pola asuh permissive, anak memiliki ketekunan dan
semangat yang tinggi dalam mengerjakan soal apapun namun, karena
kontrol orang tua yang lemah mereka cenderung melakukan kecerobohan
dalam mengerjakan soal. Pola asuh authoritarian dan pola asuh
permissive memberikan dampak pada efikasi diri siswa, karena pada pola
asuh authoritarian efikasi diri rendah menyebabkan mereka hanya mampu
menjawab soal yang menurut mereka sudah dikuasi. Berbeda halnya
dengan pola asuh permissive yang memiliki efikasi diri yang tinggi,

34
sehingga mereka dalam mengerjakan soal yang menurut mereka baru
memiliki kecendrungan mengerjakan sampai tuntas namun anak dengan
profil seperti ini mudah melakukan kecerobohan dalam mengerjakan soal.
Pola asuh authoritarian dan pola asuh permissive memberikan dampak
secara langsung terhadap prestasi belajar matematika
5) Hubungan Efikasi Diri dan Prestasi Belajar Matematika Siswa
Efikasi diri dan prestasi belajar matematika memiliki hubungan yang
sangat erat, dimana efikasi diri yang tinggi maupun rendah akan
mempengaruhi performa siswa dalam mengerjakan soal-soal matematika
HOTS (High Order Thinking Skill) anak dengan efikasi diri yang tinggi
akan memiliki tingkat stress yang stabil dalam mengerjakan soal, sehingga
anak akan mampu mengerjakan soal sampai tuntas. Berbeda halnya
dengan anak yang memiliki efikasi diri yang rendah, anak akan memiliki
tingkat stress yang tinggi hal ini akan mempengaruhi performa anak dalam
mengerjakan soal. Efikasi diri anak dapat menentukan prestasi belajar
matematika.

Selain kecerdasan yang dimiliki siswa, kemampuan personal secara emosi


turut menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan siswa. Anak dengan profil
orang tua yang menekankan pada kebebasan akan memiliki dampak positif pada
efikasi diri siswa. Anak dengan profil orang tua yang mengatur akan memberikan
dampak negatif pada efikasi diri anak. Perlu dipahami bahwa kelekatan antara
anak dan orang tua menjadi salah satu faktor utama peningkatan efikasi diri anak.
Kelekatan ini berisi tuntunan tanpa adanya sikap menuntut dari orang tua ke anak
sehingga anak memiliki kebebasan mengatur dirinya sendiri. Apabila efikasi diri
anak meningkat akan menjadi salah satu faktor pendukung keberhasilan anak,
karena anak akan memiliki sikap yakin terhadap yang dikerjakannya dan tangguh
dalam menghadapi segala rintangan. Anak dengan efikasi diri yang rendah akan
memiliki sikap putus asa dan mudah menyerah, hal ini akan berdampak pada
kemampuan anak dalam menyelesaikan permasalahan, sehingga secara tidak
langsung akan mempengaruhi prestasi belajar matematika siswa.

35
Penelitian ini dikukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Diah (2019)
yang menunjukkan bahwa pola asuh orang tua memberikan dampak pada prestasi
belajar seseorang melalui efikasi diri. Apabila siswa diberikan kebebasan dengan
disertai bimbingan oleh orang tua, menunjukan perilaku yang positif terhadap
prestasi belajarnya. Hal tersebut mengindikasi bahwa pola asuh orang tua
mempengaruhi prestasi belajar melalui efikasi diri siswa.
Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Widiyanti dan
Marheni (2013) dalam Jurnal Psikologi Udayana. Berdasarkan hasil penelitiannya,
bahwa pola asuh orang tua jika ditinjau dari tipe pengasuhannya, memiliki tingkat
efikasi yang berbeda pula sehingga mempengaruhi prestasi siswa dalam belajar.

6. Perumusan Hipotesis
Berdasarkan uraian pada latar belakang, kajian teori dan kerangka berpikir,
maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini sebagai berikut.
1) Setelah efikasi diri dikendalikan, terdapat perbedaan prestasi belajar
matematika antara siswa yang mengalami pola asuh orang tua
authoritative, authoritarian, dan permissive.
2) Setelah efikasi diri dikendalikan, terdapat perbedaan prestasi belajar
matematika antara siswa yang mengalami pola asuh orang tua
authoritative dan pola asuh authoritarian.
3) Setelah efikasi diri dikendalikan, terdapat perbedaan prestasi belajar
matematika antara siswa yang mengalami pola asuh orang tua
authoritative dan pola asuh permissive.
4) Setelah efikasi diri dikendalikan, terdapat perbedaan prestasi belajar
matematika antara siswa yang mengalami pola asuh orang tua
authoritarian dan pola asuh permissive.
5) Terdapat hubungan yang signifikan antara efikasi diri dengan prestasi
belajar matematika siswa kelas V SD Gugus Dr. Soetomo Kecamatan
Denpasar Selatan Tahun Ajaran 2019/2020.

36
D. METODE PENELITIAN
1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian Ex Postfacto yaitu penelitian empiris
dan sistematis, dimana variabel bebas di dapatkan ketika peneliti mulai dengan
pengamatan variabel terikat dalam suatu penelitian (Sukardi, 2016). Desain
penelitian ini menggunakan studi komparasisetelah dikendalikan oleh efikasi
diri terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang
memiliki pola asuh authoritative, authoritarian, dan permissive. Dimana,
perbedaan pola asuh orang tua akan mempengaruhi efikasi diri anak dalam
menyelesaikan permasalahan matematika yang mempengaruhi prestasi belajar
matematika siswa. Apabila digambarkan akan seperti pada konstalasi berikut.

A1 A2 A3

X Y X Y X Y

Keterangan:
A1 : Pola asuh authoritative
A2 : Pola asuh authoritarian
A3 : Pola asuh permissif
X : Efikasi diri
Y : Prestasi Belajar matematika

2. Populasi dan Sampel Penelitian


1) Populasi
Populasi adalah keseluruhan wilayah generalisasi meliputi
obyek/subyek penelitian yang terdiri dari benda yang nyata, abstrak,
peristiwa, ataupun gejala yang merupakan sumber data dan memiliki
karakteristik tertentu yang sama sehingga ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sukandarrumidi, 2006).

37
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD Gugus Dr.
Soetomo Kecamatan Denpasar Selatan. Terdapat 4 SD Negeri, yaitu SD
Negeri 4 Sesetan, SD Negeri 9 Sesetan, SD Negeri 12 Sesetan, SD Negeri
14 Sesetan. Dengan jumlah populasi siswa kelas V sebanyak 203 Siswa.
Berikut adalah tabel populasi siswa kelas V SD Gugus Dr. Soetomo
Kecamatan Denpasar Selatan.
Tabel. 4
Komposisi Populasi Siswa Kelas V SD Gugus Dr. Soetomo Kecamatan
Denpasar Selatan.

No. Nama Sekolah Kelas Jumlah Siswa

VA 35
1. SD Negeri 9 Sesetan
VB 35

VA 28
2. SD Negeri 12 Sesetan
VB 28

4. SD Negeri 4 Sesetan V 40

5. SD Negeri 14 Sesetan V 37

Jumlah 203 Siswa

2) Sampel
Dalam penelitian tidak dimungkinkan mempelajari semua yang ada dalam

populasi, karena ada keterbatasan seperti dana, tenaga dan waktu, maka dapat

digunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Sampel atau cuplikan

merupakan sebagian dari jumlah populasi yang dipilih untuk sumber data yang

memiliki karakteristik sifat yang sama dari obyek/subyek penelitian (Sukardi,

2016). Sampel yang baik adalah sampel yang representatif menurut

(Sukandarrumidi, 2006) lebih lanjut dijelaskan ada dua cara pengambilan sampel

yaitu probability sampling dan nonprobability sampling. Dalam penelitian ini

menggunakan pengambilan sampel probability sampling, mengingat penelitian

38
untuk mendapatkan kesempatan yang sama bagi semua anggota populasi untuk

terpilih sebagai sampel. Penetapan besarnya sampel menggunakan teori R.V.

Krecjie and D.W. Morgan dengan tabel untuk menentukan jumlah sampel yang

diambil dari populasi secara random dengan tingkat ketelitian 95% dan taraf

signifikansi 5% untuk proporsi populasi (Agung, 2014). Populasi dalam penelitian

ini sebanyak 203 siswa dengan laki-laki sebanyak 107 siswa dan perempuan

sebanyak 96 siswa, sehingga banyaknya jumlah sampel sebanyak 132 siswa yang

didasarkan pada tabel sebaran teori R.V. Krecjie and D.W. Morgan. Selanjutnya

dicari tiap-tiap sampel dari sebaran populasi kelas V SD Gugus Dr. Soetomo

Kecamatan Denpasar Selatan dengan teknik sampling yang digunakan yaitu

proposional random sampling. Dengan rumus:

(Sumber; Sugiyono 2017: 73)

Keterangan:

N : sampel yang dicari

∑n : jumlah populasi dari sekolah

∑N : jumlah populasi keseluruhan

Sampel : sampel yang didapat dari pendekatan tabel R.V.

Krecjie and D.W. Morgan.

Berdasarkan Tabel R.V. Krecjie and D.W. Morgan, dengan anggota

populasi sebesar 203 diperoleh sampel 132 Selanjutnya, dengan perhitungan

teknik proposional random sampling, berikut merupakan tabel sebaran sampel

dari setiap sekolah.

Tabel. 5
Sebaran Sampel dari Setiap Sekolah SD Gugus Dr. Soetomo

39
NO. Nama Sekolah Banyaknya Siswa

1. SD Negeri 9 Sesetan 46 Siswa

2. SD Negeri 12 Sesetan 36 Siswa

3. SD Negeri 4 Sesetan 26 Siswa

4. SD Negeri 14 Sesetan 24 Siswa

Jumlah 132 Siswa

3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel


1) Variabel Penelitian
a. Variabel Bebas
Variabel bebas atau (independent variabel) merupakan variabel
yang mempengaruhi variabel lain atau yang menjadi penyebab
bagi variabel lain yang sengaja dipelajari pengaruhnya
(Sukandarrumidi, 2006). Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah pola asuh orang tua, yang diklasifikasikan menjadi tiga
pola perlakuan yang khas dialami oleh anak sebagai berikut.
authoritarian, permissive, authoritative.
b. Variabel Terikat
Variabel terikat atau (dependent variabel) merupakan variabel
yang dipengaruhi atau disebabkan oleh variabel lain yang
keberadaannya bergantung pada variabel bebas (Agung, 2014).
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah prestasi belajar
matematikasiswa.

c. Variabel Kendali

Variabel kendali adalah variabel bebas yang efeknya terhadap


variabel tergantung dikendalikan oleh peneliti dengan cara
menjadikan pengaruhnya netral. Dengan kata lain, variabel
bebas yang semula dibiarkan bervariasi kini dibatasi sehingga

40
variasinya minimal atau hilang sama sekali. (Sugiyono, 2007).
Variabel kendali dalam penelitian ini adalah efikasi diri.

1) Definisi Operasional Variabel


a. Pola Asuh Orang Tua
Pola asuh orang tua adalah proses yang mempengaruhi
seseorang, dimana orang tua menanamkan nilai-nilai yang
dapat dipercayai kepada anak dalam bentuk interaksi meliputi
kepemimpinan, pengasuhan, mendidik, membimbing, dan
melindungi anak yang akan memberi pengaruh terhadap
perkembangan kepribadian anak. Pola asuh orang tua terbagi
menjadi 3 tipe yaitu pola asuh authoritarian, permissive,
authoritative yang memiliki dua dimensi kontrol dan
responsivitas yang dianggap signifikan. Dimensi kontrol
meliputi tuntutan yang diberikan orang tua pada anak agar
menjadi individu yang dewasa dan bertanggung jawab serta
memberlakukan aturan dan batasan yang sudah ditetapkan.
Dimensi responsivitas meliputi dukungan, kehangatan dan
kasih saying yang ditunjukkan orang tua kepada anak. Orang
tua yang memberikan responsivitas dan control secara
seimbang dikategorikan sebagai pola asuh authoritative. Orang
tua yang memberikan control tanpa disertai dengan
responsivitas disebut sebagai authoritarian. Sebaliknya, jika
orang tua memberikan responsivitas tanpa adanya control,
maka disebut sebagai pola asuh permissive. Ciri-ciri pola asuh
orang tua dapat digambarkan sebagai berikut.

Tabel. 6
Ciri-ciri pola asuh orang tua

Jenis Pola
Responsivitas Kontrol
Asuh

Authoritative Menekankan Memberikan tuntunan


komunikasi dua arah, untuk dewasa dan
mengekspresikan afeksi bertanggung jawab,

41
positif (kasih saying,
menjelaskan alasan
kehangatan, dan
dibalik pendisiplinan.
penerimaan)

Memberlakukan
Menjaga jarak dan
aturan yang tegas,
tidak hangat,
authoritarian pendisiplinan
membatasi pertukaran
menggunakan
pendapat
hukuman

Memberikan
Terbuka secara afeksi kebebasan untuk
namun terlalu melakukan apa saja
Permissive memanjakan, yang ingin dilakukan,
memenuhi semua membiarkan anak
keinginan anak. mengatur aktivitasnya
sendiri.

Indikator pengukuran pola asuh orang tua yaitu dengan


menggunakan ciri-ciri pola asuh orang tua. Instrumen
pengukuran dengan menggunakan non tes dengan metode
kuesioner/angket dengan model skala likert yang hasil ukurnya
dilihat berdasarkan skor tiap item kemudian di total, sehingga
di dapat data interval.
b. Efikasi Diri
Efikasi diri adalah keyakinan atau kepercayaan individu
terhadap kemampuan yang dimilikinya dalam melaksanakan
dan menyelesaikan tugas yang dihadapinya sehingga dapat
mengatasi rintangan dan mencapai tujuan yang diharapkannya
(Alwisol, 2014). Indikator pengukuran efikasi diri dengan
menggunakan skala dimensi efikasi diri yang dikemukakan
oleh Bandura (Anwar, 2009) bahwa efikasi diri dibedakan atas
tiga dimensi yaitu; Level/magnitude, generallity dan strength
yang telah di modifikasi. Instrumen pengukuran dengan
menggunakan non tes dengan metode kuesioner/angket dengan
model skala likert yang hasil ukurnya dilihat berdasarkan skor
tiap item kemudian di total, sehingga di dapat data interval.
c. Prestasi Belajar Matematika

42
Prestasi belajar adalah segala sesuatu yang telah berhasil
dicapai oleh siswa terutama dalam bidang akademik yang
menunjukan perubahan berdasarkan praktek dan pengalaman
yang berlangsung dalam kurun waktu tertentu serta ada bukti
konkretberupa rapor atau daftar nilai. Sedangkan prestasi
belajar matematika merupakan segala sesuatu yang telah
berhasil dicapai oleh siswa terutama dalam bidang matematika
yang menunjukan perubahan berdasarkan praktek dan
pengalaman yang berlangsung dalam kurun waktu
tertentu.Instrumen pengukuran dengan menggunakan non tes
dengan metode pencatatan data hasil belajar matematika pada
semester I yang berdasarkan pada nilai pengetahuan dan
keterampilan siswa selama kurun waktu satu semester.

4. Metode Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian


1) Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian yaitu
dengan menggunakan kuesioner pola asuh orang tua dan efikasi diri dan
dokumen pencatatan hasil belajar matematika siswa kelas V dalam
kurun waktu satu semester.
a. KuesionerPola Asuh Orang Tua dan Efikasi Diri
Kuesioner disebut pula dengan angket atau self administrated
questioner adalah teknik pengumpulan data dengan cara
mengirimkan beberapa macam pertanyaan yang berhubungan erat
dengan masalah penelitian yang hendak dipecahkan yang disusun
melalui daftar pernyataan yang nantinya akan diberikan kepada
responden untuk diisi (Sukandarrumidi, 2006). Kuesioner nantinya
disusun berdasarkan dengan 2 indikator pola asuh dan dimensi
efikasi diri. Model skala yang digunakan untuk menskor kuesioner
untuk mendapatkan data interval yakni dengan menggunakan skala
likert. Skala ini nantinya menilai sikap dan tingkah laku yang
diinginkan oleh para peneliti. Nantinya responden dianjurkan untuk

43
memilih kategori jawaban yang telah diatur oleh peneliti.
Kuesioner terdiri dari item positif dan item negatif. Kuesioner pola
asuh orang tua dan efikasi diri diadaptasi dari instrumen
pengumpulan data yang disusun oleh Laksmi (2018) yang
sebelumnya telah melalui uji instrumen sehingga layak sebagai
acuan dalam pengumpulan data.
a) Instrumen Pola Asuh Orang Tua
Berdasarkan aspek dimensi yang dikemukakan oleh Diana
Baumrind menyebutkan bahwa dalam pola yang diberikan
oleh orang tua di dasarkan pada aspek dimensi kontrol dan
responsivitas perlakuan. Dalam penelitian ini sesungguhnya
tidak dibedakan pola pengasuhan hanya melihat
kecendrungan pola perlakukan yang berdampak pada anak.
Oleh karena itu disusunlah angket pola asuh orang tua yang
terdiri dari 6 indikator dengan total keseluruhan item soal
sebanyak 30 pernyataan. Diantaranya 15 pernyataan
favorable dan 15 pernyataan unfavorable. Kisi-kisi angket
dapat dilihat pada lampiran.
b) Instrumen Efikasi Diri
Berdasarkan aspek dimensi yang dikemukakan oleh Albert
Bandura (1997) menyebutkan bahwa Level/magnitude,
generallity dan strength yang dapat digunakan untuk
mengukur kecendrungan efikasi diri siswa. Angket efikasi
diri terdiri dari 9 indikator dengan total keseluruhan item soal
sebanyak 30 pernyataan. Diantaranya 16 pernyataan
favorable dan 14 pernyataan unfavorable. Kisi-kisi angket
dapat dilihat pada lampiran.

Cara pemberian skor efikasi diri dan pola asuh orang tua lebih rinci
akan dijabarkan pada tabel berikut.
Tabel 7

44
Pedoman Pemberian Skor Instrumen Angket Efikasi Diri dan Pola
Asuh Orang Tua

Sangat
Sangat Tidak
Pernyataan Setuju Tidak
Setuju Setuju
Setuju

Favorable 4 3 2 1

Unfavorable 1 2 3 4

b. Dokumen Pencatatan Hasil Belajar Matematika


Data prestasi belajar matematika siswa di kumpulkan dengan
teknik pengumpulan data non-tes. Teknik non-tes ini merupakan
pengumpulan data yang dirancang untuk memahami pribadi siswa
yang pada umumnya bersifat kualitatif. Menurut Sudijono
(2011:76) teknik nontes ini dapat berupa observasi, wawancara,
angket, dan meneliti dokumen - dokumen. Penelitian ini
menggunakan teknik memeriksa dokumen untuk mengumpulkan
data.Untuk mengetahui tentang prestasi belajar matematika dapat
menggunakan cara pencatatan dokumen, dokumen tersebut adalah
daftar nilai guru yang mencangkup nilai harian, nilai PR, nilai
portofolio, dan nilai ulanganumum dalam kurun waktu satu
semester berdasarkan dari penilaian pengetahuan dan keterampilan
siswa.

5. Metode Analisis Data


1) Metode Analisis Data
Metode yang digunakan yaituanalisis statistik inferensial yang
merupakan suatu cara pengolahan data yang dilakukan oleh peneliti
dengan jalan menerapkan rumus-rumus statistik inferensial untuk menguji
suatu hipotesis penelitian yang diajukan dan kesimpulan yang ditarik
berdasarkan hasil pengujian terhadap hipotesis (Agung, 2014). Dengan
menggunakananalisis kovarian satu jalur yang digunakan untuk
mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat yang

45
dikendalikan oleh variabel numerik lainnya. Adapun teknik yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis kovarian satu jalur.
Sebelumnya harus memenuhi asumsi uji anakova yaitu; data berdistribusi
normal; varians dalam kelompok homogen; bentuk regresi linier; koefisien
arah regresi tidak sama dengan nol; dan koefisien arah regresi homogen.

a. Uji Normalitas
Salah satu asumsi uji parametrik adalah kenormalan. Jika
kenormalan tidak terpenuhi, maka tidak boleh menggunakan uji
parametrik. Kenormalan secara inferensial menggunakan uji KS
(Kolmogorov-Smirnov) Hipotesis untuk uji kenormalan
(Kolmogorov-Smirnov)adalah sebagai berikut.

H0: data menyebar normal

H1 : data menyebar tidak normal

Statistik hitungnya adalah:

(Sumber; Mairing, 2017:129)

Keterangan :

i = indeks untuk xi

xi = data berbeda ke-I yang telah diurutkan dari terkecil ke


terbesar

m = banyak data yang berbeda

si =

Fi = frekuensi kumulatif ke - i

46
n = banyak data

pi =

Kriteria ujinya adalah jika , maka tolak Ho

(berarti data tidak normal).

b. Uji Linieritas dan Keberartian Arah Regresi


Asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian anakova
adalah uji linieritas dan keberartian arah regresi. Uji
linieritas dilakukan untuk menguji apakah hubungan dari
variabel bebas dengan variabel terikat bersifat linier atau
tidak. Dengan kata lain bahwa jika digambarkan grafik
hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat
maka grafik yang terbentuk adalah kurva linier. Uji
keberartian arah regresi dilakukan untuk menguji apakah
koefisien regresi yang diperoleh memberikan hubungan
yang signifikan atau berarti.Asumsi kelineran adalah

persamaan linier sesuai dalam menjelaskan

pengaruh peubah bebas X terhadap peubah terikat Y. Uji lack


of fit dapat digunakan untuk mengetahui apakah model regresi
linier sesuai (fit) untuk menjelaskan pengaruh X terhadap Y.
Hipotesisnya sebagai berikut:

H0 : bentuk regresi linier


H1 : bentuk regresi tidak linier
Kriteria uji :
Fhitung> Ftabel, maka tolak H0

Pengujian hipotesis linieritas sebagai berikut :


Hipotesis nol (H0) yang menyatakan bahwa regresi bersifat
linier melawan hipotesis alternatif (Ha) yang menyatakan

47
regresi bersifat non – linier. Pengujian linieritas dilakukan
dengan uji F dengan rumus sebagai berikut.

Keterangan:
RJK (TC) = rerata jumlah kuadrat tuna cocok, yang didapatkan
dengan rumus:

RJK (D) = rerata jumlah kuadrat dalam, yang didapatkan dengan


rumus:

Sebagai pembanding dari nilai Fhitung(TC), terlebih dahulu dicari


nilai Ftabel dengan besar dk pembilang sama dengan dk tuna cocok
atau dk (TC), sedangkan dk penyebut sama dengan dk dalam atau
dk (D). Dari nilai Fhitung(TC) yang didapatkan, jika nilai Fhitung(TC)
lebih dari Ftabel maka hipotesis nol ditolak yang artinya regresi
bersifat non-linier.
Keberartian Arah Regresi
Pengujian keberartian arah regresi dilakukan untuk menguji
apakah koefisien regresi yang didapatkan signifikan (berarti) atau
tidak. Pada uji keberartian arah regresi, hipotesis nol (H 0) yang
diuji menyatakan koefisien regresi (yaitu koefisien b2) tidak
berarti (sama dengan nol) melawan hipotesis alternatif (Ha)
menyatakan koefisien regresi berarti (tidak sama dengan nol).
Pengujian hipotesis nol menggunakan uji F dengan rumus
sebagai berikut.

            Keterangan:
RJK (Reg) = Rerata jumlah kuadrat regresi, yang dihitung
dengan rumus sebagai berikut.

RJK (D) = Rerata jumlah kuadrat dalam, yang dihitung dengan


rumus sebagai berikut:

48
Sebagai pembanding dari nilai F - Reg digunakan nilai Ftabel yang
didapatkan dengan dk pembilang sama dengan dk regresi atau
dk(Reg) dan dk penyebut sama dengan dk dalam atau dk(D).
Dari nilai F - Reg yang didapatkan, jika F - Reg lebih dari F tabel
maka hipotesis nol ditolak. Yang artinya bahwa koefisien regresi
signifikan atau berarti.
c. Uji Homogenitas
Uji homogenitas ini digunakan untuk membandingkan atau
mengkomparasikan data yang sejenis atau yang bersifat homogen
antara variable bebas dan terikat. Jika kedua kelompok data atau
lebih mempunyai varians yang sama besarnya, maka uji
homogenitas tidak perlu dilakukan lagi karena datanya sudah
dianggap homogen. Untuk menguji homogenitas variansi maka
dilakukan uji Levene. Adapun hipotesis untuk uji ini adalah :

Ho : (kedua kelompok populasi memiliki varians yang

homogen)

Ha : (kedua kelompok populasi memiliki varians yang

tidak homogen)
Untuk menghitung nilai statistik uji Levene, rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut.

Keterangan :

dan (Trihendradi,

2005:145)

d. Uji Hipotesis

49
Setelah uji prasyarat dilakukan dan telah terpenuhi sesuai
dengan kriteria dilanjutkan dengan uji hipotesis. Uji hipotesis yang
dilakukan adalah uji hipotesis dengan teknik analisis kovarian satu
jalur. Dalam pengujian hipotesis, perlu adanya hipotesis alternatif
(Ha), maka untuk tujuan analisis data akan dirumuskan juga
hipotesis nol (H0). Adapun hipotesis dalam penelitian dirumuskan
sebagai berikut:
1) Ho: µ*A1 = µ*A2 = µ*A3
Setelah efikasi diri dikendalikan, tidak terdapat perbedaan
prestasi belajar matematika antara siswa yang mengalami
pola asuh orang tua authoritative dengan pola asuh
authoritarian, dan pola asuh permissive.

Ha: Bukan H0
Setelah efikasi diri dikendalikan, terdapat perbedaan
prestasi belajar matematika antara siswa yang mengalami
pola asuh orang tua authoritative dengan pola asuh
authoritarian, dan pola asuh permissive.

2) Ho: µ*A1 = µ*A2


Setelah efikasi diri dikendalikan, tidak terdapat perbedaan
prestasi belajar matematika antara siswa yang mengalami
pola asuh orang tua authoritative dan pola asuh
authoritarian.

Ha: µ*A1 ≠ µ*A2


Setelah efikasi diri dikendalikan, terdapat perbedaan
prestasi belajar matematika antara siswa yang mengalami
pola asuh orang tua authoritative dan pola asuh
authoritarian.

3) Ho: µ*A1 = µ*A3

50
Setelah efikasi diri dikendalikan, tidak terdapat perbedaan
prestasi belajar matematika antara siswa yang mengalami
pola asuh orang tua authoritative dan pola asuh permissive.

Ha: µ*A1 ≠ µ*A3


Setelah efikasi diri dikendalikan, terdapat perbedaan
prestasi belajar matematika antara siswa yang mengalami
pola asuh orang tua authoritative dan pola asuh permissive.

4) Ho: µ*A2 = µ*A3


Setelah efikasi diri dikendalikan, tidak terdapat perbedaan
prestasi belajar matematika antara siswa yang mengalami
pola asuh orang tua authoritarian dan pola asuh permissive.

Ha: µ*A2 ≠ µ*A3


Setelah efikasi diri dikendalikan, terdapat perbedaan
prestasi belajar matematika antara siswa yang mengalami
pola asuh orang tua authoritarian dan pola asuh permissive.

5) Ho:

Tidak terdapat hubungan efikasi diri dengan prestasi belajar


matematika siswa kelas V SD Gugus Dr. Soetomo
Kecamatan Denpasar Selatan Tahun Ajaran 2019/2020.

Ha:

Terdapat hubungan yang signifikan antara efikasi diri


dengan prestasi belajar matematika siswa kelas V SD
Gugus Dr. Soetomo Kecamatan Denpasar Selatan Tahun
Ajaran 2019/2020.

Kriteria pengujian:

51
Tolak Ho jika F*A> F( ; dbA:dbD)
Terima Ho jika F*A< F( ; dbA:dbD)

Dengan rumus sebagai berikut;


RJK * A
F* 
RJK *D

Keterangan :
*

F = Koefisien ANAKOVA
*
A
RK = Rata-rata kuadrat antar
*
D
RK = Rata-rata kuadrat dalam.
*

Masing-masing rata-rata kuadrat (RK ) diperoleh dari:

JK *
RJK  *
*

dk

Keterangan :
*

JK = Jumlah kuadrat
*

dk = derajat kebebasan.

Langkah-langkah analisis anakova sebagai berikut;


a) Membuat Tabel kerja ANAKOVA
b) Melakukan Perhitungan
(a) Sumber Variasi Total (residu)
(b) Sumber Variasi Dalam (JK dalam residu)
(c) Sumber Variasi Antar
(d) Menghitung Derajat Kebebasan

52
(e) Menghitung Rata-rata Kuadrat (RK)
(f) Menghitung harga F
(g) Simpulan

E. DAFTAR PUSTAKA
Agung, A.A.G. 2014. Buku Ajar Metodologi Penelitian Pendidikan. Yogyakarta:
Aditya Media Publishing.
Alwisol. 2014. Psikologi Kepribadian Edisi Revisi. Malang: UMM Press.
American Educational Journal. 45 (1). 2008.
Amir, A. (2014). Kemampuan Penalaran dan Komunikasi dalam Pembelajaran
Matematika. Logaritma,Vol. II, No.01
Anomim. 2013. “Matematika”. Tersedia pada
http://id.wikipedia.org/wiki/Matematika(diakses tanggal 10 Desember
2013).
Anwar, A.I. 2009. “Hubungan antara Self Efficacy dengan Kecemasan Berbicara
di Depan Umum pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas
Sumatra Utara”.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2015. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan Edisi 2. Jakarta:
Bumi Aksara.
Ayotolaa, Aremu. Adedejib, Tella. 2009. “The relationship between mathematics
self-efficacy and achievement in mathematics”. Procedia Social and
Behavioral Sciences 1 (2009) 953–957
Bandura, A. 1977. Self-efficacy: Toward a Unifying Theory of Behavioral
Change. Psychological Review. Vol.84, No.2 (hlm.191-215).
Bandura, A. 1994. Self-efficacy. In V.S. Ramachaudran (Ed.), Encyclopedia of
human behavior, New York: Academic Press. Vol.4, pp. 71-81.
Bandura, A. 1997. Self-Efficacy The Exercise of Control. New York: W.H.
Freeman and Company.
Baron, A. R., dan Byrne, D. 2003. Psikologi Sosial. Terjemahan oleh Ratna
Djuwita. Jakarta: Erlangga.
Baumrind, D. (1966). Effects of Authoritative Parental Control on Child
Behavior, Child Development, 37(4), 887-907.
Caraway, K., Tucker, C. M., Reinke, W. M., & Hall, C. (2003).Self-Efficacy,
Orientation, and Fear of Failure as Predictors of School Engagement in
High School Students.Psychology in the Schools, 40, 417–427.
Dantes, Nyoman. 2012. Metode Penelitian. Yogyakarta: CV. Andi Yogyakarta.
Depdiknas .2006. Permendiknas No 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi. Jakarta :
Depdiknas.
Depdiknas. 2003. Kurikulum Pendidikan Dasar. Jakarta : Depdiknas.
Djaali. 2011. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Emzir. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.
Fatimah. 2009. Fun Math Matematika Asyik Dengan Metode Pemodelan. Penerbit
DAR Mizan. Bandung.

53
Fitasari, Diah.Suniasih, Ni Wayan. Agustika, Gusti Ngurah Sastra. “Pengaruh
Pola Asuh Orang Tua Terhdap Hasil Belajar Matematika dengan Efikasi
Diri Sebagai Intervening”. International Journal of Elementary Education.
Volume 3, Number 4, Tahun 2019, pp. 404-412.
Jannah, Raodatul. 2011. Membuat Anak Cinta Matematika dan Eksak
lainnya.Jogjakarta: DIVA Press.
Japa, I Gusti Ngurah, dkk. 2011. Pendidikan Matematika I. Singaraja: Universitas
Pendidikan Ganesha.
Kosasih, E. 2014. Strategi Belajar dan Pembelajaran Implementasi Kurikulum
2013. Bandung: Yrama Widya.
Koyan, I Wayan. 2007. Statistik Terapan (Teknik Analisis Data
Kuantitatif).Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.
Laksmi, dkk. 2018. Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Efikasi Diri Siswa
Kelas V Gugus I Gusti Ngurah Rai Kecamatan Denpasar Selatan Tahun
Ajaran 2017/2018. Skripsi
Mairing, Jackson Pasini. 2017. Statistika Pendidikan. Yogyakarta: CV. Andi
Yogyakarta.
Markazia, Leili. Badrigargari, Rahim. Vahedic, Shahram. 2011. “The role of
parenting self-efficacy and parenting styles on selfregulation learning in
adolescent girls of Tabriz”. Procedia - Social and Behavioral Sciences 30
(2011) 1758 – 1760
Muhibbin, Syah. 2000. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mulyadi, Seto, dkk. 2016. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Teori-Teori
Baru dalam Psikologi. Jakarta: Rajawali Pers.
Offirston, Topic. 2014. Aktivitas Pembelajaran Matematika Melalui Inkuiri
Berbantuan Software Cinderella. Yogyakarta: Deepublish
Papalia, D. E., Olds, S. W., dan Feldman, R. D. 2009. Human Development:
Psikologi perkembangan. Terjemahan oleh A. K. Anwar. Jakarta:
Kencana.
Pembelajaran Matematika”. Makalah disajikan dalam PembinaanPenataranGuru
Matematika di Yogjakarta. Departemen
PendidikanNasional, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan
Menengah. Yogjakarta2004.
Possel, P., Baldus, C., Horn, A. B., Groen, G., & Hautzinger, M. (2005). Influence
of General Self-Efficacy on the Effects of a School-Based Universal
Primary Prevention Program of Depressive Symptoms in Adolescents:
A Randomized and Controlled Follow-up Study. Journal of Child
Psychology & Psychiatry & Allied Disciplines, 46, 982-994.
Prihandoko, Antonius Cahya. 2006. Pemahaman dan Penyajian Konsep
Matematika Secara Benar dan Menarik. Jakarta : Departemen
Pendidikan Nasional
Retnawati, Heri. 2016. Validitas Reliabilitas & Karakteristik Butir. Yogyakarta:
Parama Publishing.
Salkind, N.J. (Ed). (2008).Self-Efficacy.Encyclopedia of educational psychology.
(Vol. 2, pp. 892-894).Los Angeles: SAGE Publications.
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran. Jakarta : Kencana Prenada Media.

54
Santrock, J. W. 2002. Live Span Development. Terjemahan oleh Achmad
Chusairi dan Juda Damanik. Jakarta: Erlangga.
Santrock, J. W. 2003. Adolescence: Perkembangan remaja. Terjemahan oleh
Shinto dan Sherly Saragih. Jakarta: Erlangga.
Santrock, J. W. 2007. Remaja Jilid 2. Terjemahan oleh Benedictine Widyasinta.
Jakarta: Erlangga.
Satiadarma, Monti P. dan, Fidelis E.Waruwu. 2003. Mendidik Kecerdasan.
Schunk, D.H. (2012). Learning theories: An educational perspective, sixth
edition(E. Hamdiah & R. Fajar, Terj.). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sigelman carol K. & Shaffer D.R. (1995). Life span human development.
California: Brooks/ cole Publishing company
Siregar, Syofian. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana.
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:Rineka Cipta
Slavin, Robert E. 2011. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik. Jakarta: Indeks.
Soedjadi, R. 2000. Kiat Matematika di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral
Pendidikan Nasional.
Stams, J.M., Juffer, F., Ijzendoorn, M.H. (2002). Maternal Sensitivity , Infant
Attachment and Temperament in Early Childhood Predict Adjustment in
Middle Childhood: The Case of Adopted Children and Their Biologically
Unrelated Parents . Journal of Developmental Psychology Volume 33 No
5 806-821. American Psychological Association Inc
Sudijono, Anas. 2011. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta.
Sumardyono. 2004. “Karakteristik Matematika dan Implikasinya
Terhadap
Sugiyono. 2017. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sukandarrumidi. 2006. Metodologi Penelitian Petunjuk Praktis untuk Peneliti
Pemula. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Sukardi. 2016. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya.
Jakarta: Bumi Aksara.
Suryabrata, Sumadi. 2004. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Rajawali Pers.
Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar.Jakarta:
Kencana.
Sutcliffe, J., (2002). Baby Bonding, Membentuk Ikatan Batin dengan Bayi.
Jakarta: Taramedia & Restu Agung.
Tam, Cai-Lian. Chong, Amanda. Amudha Kadirvelu & Yoon-Ting Khoo. 2012.
“Parenting Styles and Self-Efficacy of Adolescents: Malaysian Scenario”.
Global Journal of HUMAN SOCIAL SCIENCE Arts & Humanities
Volume 12 Issue 14 Version 1.0 Year 2012
Taylor, Shelley E, dkk. 2009. Psikologi Sosial. Jakarta: Kencana.
Trihendradi, C. 2005. Step by Step SPSS 13: Analisis Data Statistik. Andi:
Yogyakarta.
Uno, Hamzah B. 2009. Teori motivasi dan Pengukurannya (Analisis di Bidang
Pendidikan). Jakarta : Bumi Aksara.
Widiyanti, Diah dan Marheni, Adijanti. 2013. “Perbedaan Efikasi Diri
Berdasarkan Tipe Pola Asuh Orang Tua pada Remaja Tengah di
Denpasar”, Volume 1, No. 1 (hlm 171-180).

55
Winne, P.H. 1997. “Experimenting to Bootstrap Self Regulated Learning”,
Journal of Education Psychology, (Vol. 89, No. 3, 1997), 397.
Yousaf, Saira. 2015. “Parenting Style and Self-efficacy among Adolescents”.
Research on Humanities and Social Sciences www.iiste.org ISSN
(Paper)2224-5766 ISSN (Online)2225-0484 (Online) Vol.5, No.3, 2015
Yusuf, Syamsu. 2017. Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Zimmerman, Barry J. “Investigating Self-Regulation and Motivation: Historical
Background, Methodological Development, and Future Prospects”.

F. LAMPIRAN (INSTRUMEN PENELITIAN)


Tabel 8
Kisi-kisi Instrumen Variabel Efikasi Diri
Total statemen
Dimensi Indikator
Favorable Unfavorable Jumlah
Level/magnitud Keyakinan terhadap 5, 15 30 3
e kemampuan dalam
mengambil tindakan
yang diperlukan
untuk mencapai suatu
hasil.
Keyakinan terhadap 24 9 2
kemampuan yang
dimiliki untuk
mengatasi hambatan
dalam tingkat
kesulitan tugas yang
dihadapi.
Memiliki pandangan 4, 28, 29 1, 16 5
yang positif terhadap
tugas yang
dikerjakan.
Generality Mampu menyikapi 6, 10, 25 23 4
situasi dan kondisi
yang beragam dengan
sikap positif.
Menggunakan 22 17 2
pengalaman hidup
sebagai suatu langkah
untuk mencapai
keberhasilan.
Menampilkan sikap 3, 7 18, 19 4
yang menunjukan
keyakinan diri pada
seluruh proses

56
Total statemen
Dimensi Indikator
pembelajaran.
Strength Memiliki keyakinan 2, 27 14 4
diri yang kuat
terhadap potensi diri
dalam menyelesaikan
tugas.
Memiliki semangat 8 11, 12, 13 4
juang dan tidak
mudah menyerah
ketika mengalami
hambatan dalam
menyelesaikan tugas.
Memiliki komitmen 26 20, 21 3
untuk menyelesaikan
tugas akademik
dengan baik.
Jumlah 16 14 30

Tabel 9
Kisi-kisi Instrumen Variabel Pola Asuh Orang Tua

Nomer Item
Aspek Dimensi Pola Asuh
No. Jumlah
Orang Tua Favorable Unfavorable
1. Authoritative
a. Kontrol (Memberikan 1, 2, 6 3, 5 5
tuntunan untuk dewasa
dan bertanggung jawab,
menjelaskan alasan
dibalik pendisiplinan)
b. Responsivitas 4, 7 8, 9, 10 5
(Menekankan
komunikasi dua arah,
mengekspresikan afeksi
positif)
2. Authoritarian
a. Kontrol 16, 17, 20 11, 15 5
(Memberlakukan aturan
tegas, pendisiplinan
menggunakan
hukuman)
b. Responsivitas (Menjaga 13, 18 12, 14, 19 5
jarak dan tidak hangat,

57
Nomer Item
Aspek Dimensi Pola Asuh
No. membantasi pertukaran Jumlah
Orang Tua
pendapat)
3. Permissive
a. Kontrol (Memberikan 21, 27, 28 22, 29 5
kebebasan untuk
melakukan apa saja
yang ingin dilakukan,
membiarkan anak
memonitor aktivitasnya
sendiri)
b. Responsivitas 23, 24 25, 26, 30 5
(Memanjakan dan
selalu memenuhi semua
keinginan anak)
Jumlah 15 15 30

Tabel 10
Kuesioner Efikasi Diri

Sangat
Sangat Tidak
No. Pernyataan Setuju Tidak
Setuju Setuju
Setuju
1. Saya tidak yakin akan mendapatkan
nilai yang bagus pada pelajaran
matematika
2. Saya yakin akan mendapatkan nilai
matematika yang memuaskan di
kelas.
3. Saya berusaha dengan tekun untuk
mengerjakan tugas matematika
sampai selesai.
4. Saya yakin soal yang saya jawab lebih
banyak dari soal yang tidak dapat
saya jawab.
5. Tugas matematika yang diberikan
oleh guru akan membuat saya belajar
lebih tekun.
6. Saya selalu yakin dapat

58
Sangat
Sangat Tidak
No. Pernyataan Setuju Tidak
Setuju Setuju
Setuju
menyelesaikan tugas dengan baik.
7. Saya tidak menyerah untuk
menyelesaikan soal matematika
hingga saya menemukan jawabannya.
8. Saya lebih yakin dengan jawaban
saya sendiri dari pada harus
mencontek.
9. Saya malu ikut serta dalam diskusi.
10. Saya yakin dapat menyelesaikan soal
HOTs matematika.
11. Saya mudah menyerah ketika
menghadapi tugas yang sulit dari
guru.
12. Saya tidak mau mengerjakan tugas
yang sulit.
13. Saya malas untuk mengerjakan tugas
yang sulit.
14. Sulit bagi saya untuk mendapatkan
nilai tinggi pada pelajaran matematika
di kelas.
15. Saya tidak mampu mengerjakan tugas
matematika sehingga saya bertanya
kepada guru.
16. Saya malas masuk kelas saat
mendapatkan pelajaran matematika.
17. Saya merasa takut ketika menerima
hasil ulangan.
18. Saya merasa kurang percaya diri
ketika guru menyuruh ke depan kelas
untuk mengerjakan soal.
19. Saya tidak yakin dapat mengerjakan
ulangan matematika dengan baik.
20. Saya tidak mau menyelesaikan tugas
matematika yang sulit.

59
Sangat
Sangat Tidak
No. Pernyataan Setuju Tidak
Setuju Setuju
Setuju
21. Saya berhenti mengerjakan tugas
ketika menemukan soal matematika
yang sulit.
22. Semakin sering saya berlatih, maka
saya yakin akan mampu mengerjakan
soal matematika yang sulit.
23. Saya mendapatkan nilai rendah,
karena ketika mengikuti ulangan
dalam kondisi yang tidak baik.
24. Saya berusaha menyelesaikan
kesulitan yang saya hadapi.
25. Saya senang mendapatkan tugas
rumah, meskipun soal HOTs
matematika.
26. Saya yakin akan mendapatkan tugas
rumah, meskipun pelajarannya tidak
saya sukai.
27. Saya yakin akan mendapatkan nilai
yang tinggi, apabila saya rajin belajar.
28. Saya semakin percaya diri, jika
mendapatkan nilai ulangan lebih
bagus dari teman saya.
29. Saya akan berusaha dengan giat,
apabila orang lain meremehkan saya.
30. Saya tidak mengerti tugas yang
diberikan oleh guru.

Tabel 11

Kuesioner Pola Asuh Orang Tua

60
Sangat
Sangat Tidak
No. Pernyataan Setuju Tidak
Setuju Setuju
Setuju
1. Orang tua mengingatkan saya untuk
bertanggung jawab atas pilihan yang
saya ambil.
2. Orang tua mengingatkan saya untuk
pulang ke rumah tepat waktu.
3. Orang tua menghukum saya tanpa
alasan yang jelas.
4. Orang tua biasanya berdiskusi kepada
saya terlebih dahulu sebelum
mengambil keputusan.
5. Orang tua sering memarahi saya tanpa
alasan.
6. Orang tua menasehati saya untuk
mengerjakan tugas-tugas dari sekolah.
7 Bila saya membuat kesalahan, maka
orang tua akan menasehati saya.
8. Orang tua tidak pernah menanyakan
pendapat saya saat membuat
keputusan.
9. Orang tua jarang memberikan
semangat saat saya menghadapi
kesulitan.
10. Orang tua jarang memberikan
dukungan untuk menenangkan saya
ketika menghadapi suatu
permasalahan.
11. Orang tua tidak marah perilaku saya
yang tidak sesuai dengan aturan
mereka.
12. Orang tua menenangkan saya ketika
sedang menghadapi permasalahan.
13. Saya harus menuruti keinginan orang
tua saya.
14. Orang tua menghargai keputusan

61
Sangat
Sangat Tidak
No. Pernyataan Setuju Tidak
Setuju Setuju
Setuju
yang saya ambil.
15. Orang tua jarang menghukum saya
ketika melakukan kesalahan.
16. Orang tua menuntut saya untuk selalu
berperilaku sesuai dengan kehendak
mereka.
17. Orang tua terkadang memukul ketika
saya berbuat kesalahan.
18. Orang tua jarang meluangkan waktu
untuk mendengarkan cerita saya.
19. Orang tua mebebaskan saya untuk
memlih kegiatan yang saya senangi.
20. Orang tua mengharuskan saya untuk
mengikuti aturan yang dibuat.
21. Orang tua membebaskan saya untuk
melakukan apa saja yang saya
inginkan.
22. Orang tua mengharuskan saya untuk
meminta ijin sebelum berpergian.
23. Orang tua membelikan apapun yang
saya inginkan.
24. Orang tua jarang menolak keinginan
saya.
25. Orang tua mempertimbangkan
manfaat sebelum membelikan barang
yang saya inginkan.
26. Orang tua hanya membelikan barang
yang sangat saya butuhkan.
27. Orang tua tidak marah apakah saya
mengerjakan tugas sekolah ataupun
tidak.
28. Orang tua tidak mengetahui kegiatan
yang saya lakukan di luar rumah.
29. Orang tua memberikan kebebasan

62
Sangat
Sangat Tidak
No. Pernyataan Setuju Tidak
Setuju Setuju
Setuju
untuk bermain tanpa meminta ijin
terlebih dahulu.
30. Orang tua tidak menunjukan perhatian
saat saya sedang merasa sedih.

-TERIMAKASIH-

63

Anda mungkin juga menyukai