Anda di halaman 1dari 114

RENCANA TEKNIS REKLAMASI PADA LAHAN

TIMBUNAN TANAH AREA PARAK KOPI


PT. SEMEN PADANG (PERSERO) INDARUNG
PROVINSI SUMATERA BARAT

SKRIPSI

Oleh :
ALDRIN FEBRIANSYAH
112142002

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK PERTAMBANGAN


JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2017
RENCANA TEKNIS REKLAMASI PADA LAHAN
TIMBUNAN TANAH AREA PARAK KOPI
PT. SEMEN PADANG (PERSERO) INDARUNG
PROVINSI SUMATERA BARAT

SKRIPSI

Disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik dari
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Oleh :
ALDRIN FEBRIANSYAH
112142002

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK PERTAMBANGAN


JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2017
RENCANA TEKNIS REKLAMASI PADA LAHAN
TIMBUNAN TANAH AREA PARAK KOPI
PT. SEMEN PADANG (PERSERO) INDARUNG
PROVINSI SUMATERA BARAT

SKRIPSI

Oleh :
ALDRIN FEBRIANSYAH
112142002

Disetujui untuk

Program Studi Sarjana Teknik Pertambangan


Jurusan Teknik Pertambangan
Fakultas Teknologi Mineral
Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Yogyakarta
Tanggal :................................

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Wawong Dwi Ratminah, MT Ir. Ketut Gunawan, MT


Dipersembahkan Untuk
Kedua Orang Tua Tercinta
RINGKASAN

PT. Semen Padang terletak di kelurahan Indarung, Kecamatan Lubuk


Kilangan, Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat. Kegiatan penambangan yang
dilakukan PT. Semen Padang adalah penambangan batu gamping dan silika.
Permasalahan yang timbul pada lahan bekas penambangan PT. Semen
Padang, Indarung, Sumatera Barat, antara lain : Kondisi lahan bekas
penambangan yang belum tertata dengan baik, permukaan lahan yang tidak rata
dan banyaknya tebing yang relatif curam sehingga bahaya longsor. Beberapa
lokasi yang tidak terganggu oleh kegiatan produksi belum dilakukan reklamasi.
Rencana reklamasi yang akan dilakukan mencakup penataan lahan,
pengendalian erosi dan sedimentasi, serta revegetasi dan pemeliharaan.
Berdasarkan kondisi lahan yang ada, lahan akan ditata dan dibentuk terasan
berupa teras bangku. Penataan lahan dilakukan untuk menyiapkan lahan menjadi
lahan siap tanam dengan tanamannya yaitu tanaman jabon merah dan rumput
gajah, yang pengerjaannya dilakukan selama 14 hari. Setelah itu dilakukan
perencanaan pengendalian erosi dan sedimentasi dengan pembuatan teras dan
pembuatan saluran terbuka. Dari hasil perhitungan yang dilakukan, dimensi
saluran terbuka berbentuk trapesium dengan lebar penampang atas masing-masing
jenjang 1,5 m, lebar penampang bawah 1 m, kedalaman 1 m dan kemiringan sisi
60o. Lama waktu pengerjaan pembuatan saluran selama 8 hari. Revegetasi
dilakukan dengan menggunakan tanaman jabon merah sebanyak 288 bibit dan
rumput gajah sebanyak 90.000 bibit. Pengelolaan tanah pucuk, penanaman, dan
pengisian lubang tanaman untuk jabon merah dan rumput gajah dilakukan selama
39 hari dengan tenaga manusia.
Dari perencanaan reklamasi yang telah dilakukan, terjadi penurunan
Tingkat Bahaya Erosi (TBE) dari 2.018,47 (Kategori Sangat Berat)
menjadi 44,92 ( Kategori Ringan).

v
ABSTRACT

PT. Semen Padang (Persero) is a company that produces cement needs, in


an effort to meet the needs of domestic industry as well as for the export needs of
overseas consumers. PT. Semen Padang is located in kelurahan Indarung,
kecamatan Lubuk Kilangan, Padang, West Sumatera. Mining activities conducted
by PT. Semen Padang is a mining of limestone and silica.
Problems arising on the former mining of PT. Semen Padang, Indarung,
West Sumatera, among others: Condition of former mining land that has not been
well ordered, uneven surface of the land and the number of relatively steep cliffs
so that the danger of landslides. Some locations that are not disturbed by
production activities have not been reclaimed.
Reclamation plans to be carried out include land management, erosion and
sedimentation control, and revegetation and maintenance. Arrangement of land is
done to prepare the land into ready-to-plant land with plants that are Jabon merah
and Rumput gajah. After that is done erosion control planning and sedimentation
with making of terrace and open channel making. From the calculations
performed, the trapezoidal open channel dimension with cross-sectional width of
each ladder is between 1.5 m, the lower cross-sectional width of 1 m, the depth of
1 m and the slope of the 60o side . Duration of 8 days of drafting time.
Revegetation is done by using Jabon Merah as much as 288 seeds and Rumput
gajah as much as 90,000 seedlings. Planting distance 4 m x 4 m for Jabon Merah
and 0.5 m x 0.5 m for Rumput gajah. Based on existing land conditions, the land
will be arranged and formed terasan in the form of garden terrace. Top soil
management, planting, and filling plant holes for Jabon merah and Rumput gajah
for 39 days with human effort. Maintenance of plants Jabon Merah done by
embroidery, fertilization, pruning and weeding weeds.
From the reclamation planning that has been done, there is a decrease of
Erosion Hazard from 2,018.47 to be 44.92 / year
(light category).

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan Skripsi yang berjudul Rencana Teknis Reklamasi
Pada Lahan Bekas Timbunan Tanah Area Parak Kopi PT. Semen Padang
(Persero), Indarung, Provinsi Sumatera Barat.
Skripsi ini disusun sebagai satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Teknik pada Program Studi Sarjana Teknik Pertambangan, Jurusan Teknik
Pertambangan, Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Yogyakarta. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang
dilaksanakan pada tanggal 15 Maret 2017 hingga 17 April 2017.
Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Ir. Sari Bahagiarti K, M.Sc. Rektor UPN “Veteran”
Yogyakarta.
2. Bapak Dr. Ir. Suharsono, MT. Dekan Fakultas Teknologi Mineral.
3. Bapak Dr. Edy Nursanto, ST, MT. Ketua Jurusan Teknik Pertambangan.
4. Ibu Ir. Wawong Dwi Ratminah, MT. Koordinator Program Studi Sarjana
Teknik Pertambangan.
5. Ibu Ir. Wawong Dwi Ratminah,. MT. Pembimbing I Skripsi.
6. Bapak Ir. Ketut Gunawan,. MT. Pembimbing II Skripsi.
7. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan umumnya dan ilmu pertambangan khususnya.

Yogyakarta, September 2017 Penulis

Aldrin Febriansyah

vii
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................. iii


RINGKASAN ..................................................................................................................... v
ABSTRACT ......................................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ x
DAFTAR TABEL .............................................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................... xii
BAB
I. PENDAHULUAN.......................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................................................... 1
1.2. Permasalahan ............................................................................................................ 1
1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................................................... 2
1.4. Batasan Masalah ...................................................................................................... 2
1.5. Metode Pelaksanaan Penelitian ........................................................................... 2
1.6. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................... 3
1.7. Manfaat Penelitian .................................................................................................. 4
1.8. Diagram Alir Penelitian ......................................................................................... 4
II. TINJAUAN UMUM .................................................................................................... 6
2.1. Lokasi dan Kesampaian Daerah .......................................................................... 6
2.2. Kondisi Iklim dan Curah Hujan .......................................................................... 6
2.3. Fisiografi, Geologi, dan Stratigrafi Daerah Penelitian ................................. 7
2.4. Kegiatan Penambangan ......................................................................................... 12
III.DASAR TEORI ............................................................................................................ 17
3.1. Reklamasi .................................................................................................................. 17
3.2. Persiapan Lahan ....................................................................................................... 19
3.3. Penataan Lahan ........................................................................................................ 20
3.4. Erosi ............................................................................................................................ 31
3.5. Kebutuhan Tanah Pucuk ....................................................................................... 40
3.5. Pembuatan Saluran Pembuangan Air ................................................................ 41

viii
IV. HASIL PENELITIAN ............................................................................................... 44
4.1. Areal Lahan Reklamasi ......................................................................................... 44
4.2. Ketersediaan Tanah Pucuk ................................................................................... 47
4.3. Tingkat Bahaya Erosi ............................................................................................. 47
V. PEMBAHASAN ........................................................................................................... 48
5.1. Tingkat Bahaya Erosi ............................................................................................. 48
5.2. Penataan Areal Reklamasi .................................................................................... 48
5.3. Penebaran Tanah Pucuk ........................................................................................ 51
5.4. Revegetasi.................................................................................................................. 52
5.5. Pembuatan SPA ....................................................................................................... 52
5.6. Penurunan Tingkat Bahaya Erosi ....................................................................... 53
VI. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................... 54
6.1. Kesimpulan ............................................................................................................... 54
6.2. Saran............................................................................................................................ 55
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 57
LAMPIRAN

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1. Diagram Alir Penelitian ......................................................................................... 5


2.1. Peta Kesampaian Lokasi ........................................................................................ 7
2.2. Peta Geologi Lembar Padang ............................................................................... 9
2.3. Stratigrafi Daerah Bukit Karang Putih ............................................................... 11
2.4. Lokasi area 242 penambangan batu gamping di Bukit Karang Putih ....... 12
2.5. Aktivitas marking ..................................................................................................... 13
2.6. Aktivitas Pengeboran .............................................................................................. 14
3.1. Teras Gulud................................................................................................................ 24
3.2. Teras Kredit ............................................................................................................... 26
3.3. Teras kebun ................................................................................................................ 27
3.4. Teras Bangku dan Saluran Pengendali Air ....................................................... 29
3.5. Teras Individu ........................................................................................................... 30
3.6. Grafik Nomograph Erodibilitas Tanah .............................................................. 36
3.7. Nomograf penentuan nilai LS .............................................................................. 37
3.8. Bentuk Saluran Terbuka ......................................................................................... 42
4.1. Kegiatan pengukuran dan rona lereng timbunan Parak Kopi ...................... 45
4.2. Hasil sayatan geometri dilapangan ..................................................................... 45
4.3. Geometeri Timbunan Tanah Parak Kopi .......................................................... 46
5.1. Penataan Geometri Jenjang Rencana.................................................................. 49
5.2. Geometri Jenjang Rencana .................................................................................... 49
5.3. Hasil sayatan geometri rencana............................................................................ 50
5.4. Contoh gambar dimensi isi terasering RL 364 dan RL 347 ........................ 51

x
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
3.1. Kode Struktur Tanah Untuk Menghitung Nilai K dengan
Nomograf ................................................................................................ 35
3.2. Kode Permeabel Tanah Untuk Menghitung Nilai K dengan
Nomograf ................................................................................................ 35
3.3. Faktor Erodibilitas (K) dari Departemen Kehutanan RI......................... 36
3.4. Indeks pengelolaan tanaman (nilai C) untuk pertanaman tunggal .......... 38
3.5. Nilai P untuk Berbagai Tindakan Konservasi......................................... 39
3.6. Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi ........................................................... 40
3.7. Tipikal harga koefisien kekasaran saluran .............................................. 42
4.1. Tabel geometri timbunan area Parak Kopi ............................................. 46
4.2. Volume Tanah pada Geometri Jenjang Sebenarnya ............................... 46
5.1. Hasil Akhir Penataan Pada Jenjang ........................................................ 50

xi
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN Halaman
A. SPESIFIKASI ALAT ................................................................................................. 58
B. DATA CURAH HUJAN TAHUN 2007-2016 ................................................... 60
C. PETA TOPOGRAFI ................................................................................................... 71
D. PETA LOKASI REKLAMASI PENELITIAN .................................................. 72
E. PETA REVEGETASI DAN SPA ........................................................................... 73
F. PETA DAERAH TANGKAPAN HUJAN .......................................................... 74
G. PERHITUNGAN TINGKAT BAHAYA EROSI .............................................. 75
H. PERHITUNGAN DIMENSI DAN PEMBUATAN SPA................................ 78
I. PERHITUNGAN TANAH PUCUK ....................................................................... 90
J. PERHITUNGAN WAKTU PEMBUATAN DAN PENGISIAN
LUBANG TANAM ..................................................................................................... 98
K. PERHITUNGAN WAKTU PENATAAN LAHAN .......................................... 101

xii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kegiatan penambangan yang dilakukan PT. Semen Padang membutuhkan
lokasi penimbunan tanah dari hasil penggalian tanah penutup. Salah satu lokasi
penimbunan tanah penutup adalah di area Parak Kopi, yang berjarak ±40 meter
kearah barat dari proyek Crusher Indarung VI.
Lokasi tersebut harus dikelola untuk menghindari dampak lingkungan
yang merugikan seperti erosi, sedimentasi, dan drainase yang buruk. Pengelolaan
yang akan dilakukan adalah dengan cara melakukan kegiatan reklamasi pada
lahan penimbunan tanah penutup tersebut.
Reklamasi merupakan salah satu dari kegiatan pertambangan (UU nomor 4
tahun 2009 dan Keputusan Menteri ESDM no 7 tahun 2014) yang memiliki tujuan
untuk mencegah dan memperbaiki dampak negatif penambangan seperti erosi,
sedimentasi, dan drainase yang buruk. Reklamasi terdiri dari beberapa tahapan
seperti penataan guna lahan hingga pemeliharaan lahan.
Penataaan lahan merupakan kegiatan yang utama dalam tahapan kegiatan
reklamasi. Penataan lahan bertujuan untuk menentukan pemanfaatan lahan untuk
masa yang akan datang. Perhatian khusus dan perancangan yang baik sangat
diperlukan agar dapat menyesuaikan bentuk tatanan lahan dengan kegunaan lahan
kedepannya.

1.2. Permasalahan
Permasalahan yang timbul pada lahan timbunan tanah PT. Semen Padang,
Indarung, Sumatera Barat adalah kondisi lahan timbunan tanah yang berada di
area Parak Kopi belum tertata dengan baik dan relatif curam, sehingga rawan
terjadinya erosi.

1
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini yaitu :
1. Penelitian untuk menentukan tingkat bahaya erosi.
2. Penelitian untuk penataan area reklamasi
3. Penelitian untuk menghitung volume tanah pucuk dan waktu yang dibutuhkan
untuk menebar tanah pucuk.
4. Penelitian untuk revegetasi area reklamasi
5. Pembuatan saluran pembuangan air
6. Mengurangi dampak bahaya erosi yang dapat merugikan PT. Semen Padang,
dikarenakan terdapat beberapa aset berharga yang berdekatan dengan lokasi
penimbunan tanah.
1.4. Batasan Masalah
Batasan dari penelitian ini adalah :
1. Luas area penelitian sebesar 3,2 Ha yang berada pada koordinat 00 58’ 43,2”
LS dan 00 58’ 49,2” LS hingga 1010 28’ 19,6” BT dan 1010 28’ 24,6” BT.
Berlokasi ± 40 m disebelah barat proyek Crusher Indarung VI.
2. Tanah pucuk yang tersedia digunakan dari ketersediaan periode april 2017.
3. Penelitian ini hanya membahas teknis penataan lahan dan tidak
mempertimbangkan masalah biaya.
4. Rencana penataan lahan meliputi penentuan sistem yang digunakan, penentuan
alat dan waktu yang dibutuhkan.
1.5. Metode Penelitian
Pelaksanaan rencana teknis pengelolaan reklamasi pada lahan bekas
timbunan tanah area Parak Kopi PT. Semen Padang, Indarung, Padang adalah
sebagai berikut:

1. Studi literatur
Studi literatur ini dilakukan dengan cara mempelajari literatur, peraturan
perundangan dan buku hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan daerah
kajian. Hal ini dilakukan untuk mengetahui data yang akan diambil yang dapat
bersumber dari hasil penelitian sebelumnya, buku atau arsip daerah. Adapun data
yang dibutuhkan seperti data iklim dan curah hujan, peta lokasi kesampaian
daerah serta peta kondisi morfologi lahan bekas tambang. Peraturan perundangan

2
yang dipelajari adalah peraturan yang sesuai dan bersangkutan dengan daerah
penelitian yaitu Propinsi Sumatera Barat.

2. Observasi lapangan
Observasi lapangan dilakukan dengan pengamatan secara langsung
terhadap proses yang terjadi dan mencari informasi pendukung yang terkait
dengan permasalahan yang akan dibahas. Adapun data yang dibutuhkan antara
lain kemiringan lereng, jenis vegetasi yang ada, serta keadaan sosial dan budaya
masyarakat setempat.

3. Pengambilan Data
Penelitian ini sebagian besar bersumber dari data sekunder. Data sekunder
adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian atau penyelidikan sebelumnya
(pihak lain), meliputi data curah hujan, peta topografi, profil lingkungan daerah,
dan peraturan setempat yang berlaku mengenai penambangan rakyat. Selain data
sekunder, data primer yang diambil antara lain vegetasi sekitar, kemiringan
lereng, pengelolaan tanah pucuk, dan lainnya.

4. Pengolahan dan Analisis Data


Setelah data yang diperlukan terkumpul, kemudian diolah dengan
melakukan beberapa perhitungan dan penggambaran, yang selanjutnya dianalisis
untuk mempersiapkan rencana penataan lahan, sehingga didapatkan tata lahan
yang baik dan memadai untuk menunjang rencana reklamasi.

5. Kesimpulan
Kesimpulan diperoleh setelah dilakukan koreksi antara hasil pengolahan
data yang telah dilakukan dengan permasalahan yang diteliti. Kesimpulan ini
merupakan suatu hasil akhir dari semua aspek yang telah dibahas. Pada penelitian
ini kesimpulan berupa rencana reklamasi yang akan dilakukan di lahan timbunan
tanah PT. Semen Padang, yang selanjutnya dapat dijadikan masukan bagi
perusahaan yang bersangkutan.

1.6. Lokasi dan Waktu Penelitian


Daerah penelitian berlokasi di PT. Semen Padang, Indarung, Sumatera
Barat. Waktu penelitian dimulai tanggal 16 Maret 2017 dan berakhir pada tanggal
17 April 2017.

3
1.7. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini akan didapatkan manfaat sebagai berikut :
1. Masukan bagi PT. Semen Padang untuk mempersiapkan kegiatan reklamasi
lahan timbunan tanah area Parak Kopi.
2. Sebagai bahan studi perbandingan untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan
dengan kegiatan reklamasi.

1.8. Diagram Alir Penelitian


Secara garis besar metoda penelitian yang akan dilaksanakan seperti
diagram alir yang tertera pada Gambar 1.1 pada halaman 5.

4
Mulai

Identifikasi Masalah
Timbunan Tanah Area Parak Kopi
Rawan Terjadi Erosi

Studi Literatur

Pengamatan dan Pengumpulan Data

Data Primer: Data Sekunder :


1. Panjang Lereng 1. Curah Hujan
2. Ketinggian Lereng 2. Peta Topografi
3. Lebar Teras 3. Peta DTH
4. Indeks Erodibilitas Tanah, 4. Jumlah Tanah Pucuk Tersedia
Konservasi Lahan dan 5. Spesifikasi Alat
Tanaman

Pengolahan dan Analisis Data


Tingkat Bahaya Erosi yang terjadi, Rencana Penataan
Lahan, Penanggulangan Erosi dan Sedimentasi,
Rencana Revegetasi, dan Rencana Tata Cara
Pemeliharaan.

Pembuatan Pemodelan Rencana Teknis


Reklamasi

Kesimpulan dan Saran

Gambar 1.1
Diagram Alir Penelitian

5
BAB II
TINJAUAN UMUM

2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah


Lokasi penambangan PT. Semen Padang berada di Bukit Karang Putih
terletak di kelurahan Indarung, Padang, Sumatera Barat. Letak astronomisnya
adalah 101028’4” BT sampai 101030’15” BT dan 0057’40” LS sampai 058’56” LS.
Luas lokasi penambangan batugamping di Bukit Karang Putih adalah seluas
206,96 Ha dan area pengembangan seluas 242 Ha.
Lokasi Penambangan PT. Semen Padang dapat ditempuh dengan
menggunakan kendaraan roda 2 atau roda 4 dengan jarak ±85 Km dengan waktu
tempuh ±1,5 jam dari Bandar Udara Internasional Minangkabau ke arah
kabupaten Solok. Peta kesampaian daerah dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Berikut ini merupakan batas daerah lokasi penambangan :
a. Batas Sebelah Utara : Kecamatan Pauh
b. Batas Sebelah Selatan : Kecamatan Lubuk Kilangan
c. Batas Sebelah Barat : Kota Padang
d. Batas Sebelah Timur : Kabupaten Solok

2.2. Kondisi Iklim dan Curah Hujan


Lokasi PT. Semen Padang terletak di daerah beriklim tropis yang
mempunyai dua musim setiap tahunnya, yaitu musim kemarau dan musim hujan.
Suhu udara di Kota Padang cukup tinggi, yaitu antara 23 °C–32 °C pada
siang hari dan 22 °C–28 °C pada malam hari, dengan kelembabannya berkisar
antara 78%–81%. Begitu juga suhu perairan pulau-pulau kecil rata-rata mencapai
28 °C–30 °C.
Berdasarkan data curah hujan kota Padang tahun 2007-2016, curah hujan
rata-rata bulanan sebesar 348,5 mm/bulan dan rata-rata jumlah hari hujan per
bulan adalah 15 hari. (Lampiran B Data Curah Hujan).

6
7
Sumber : PT. Semen Padang

Gambar 2.1
Peta Kesampaian Lokasi
2.3 Keadaan Geologi Daerah Penelitian
2.3.1 Fisiografi Daerah Penelitian
Menurut Tobbler (1992) di dalam Van Bemmelen (1949) daerah Sumatera
dapat dibagi menjadi 7 zona fisiografi, yaitu Daratan Alluvial Pantai Utara
Sumatera, Dataran Rendah Bergelombang, Zona Depresi Sub-Barisan Sumatera
Tengah, Pegunungan Barisan Depan, Sekis Barisan, Pegunungan Barisan dan
Dataran Alluvial Pantai Barat Sumatera. Derah penelitian termasuk ke dalam zona
Pegunungan Barisan. Sedangkan Van Bemmelen (1949), membagi fisiografi
Sumatera menjadi 4 bagian, yaitu Pegunungan Barisan, Zona sesar semangko,
Pegunungan Tiga Puluh Kota, serta Dataran Rendah bergelombang. Daerah
penelitian termasuk ke dalam zona Pegunungan Barisan. Secara umum morfologi
daerah Bukit Karang Putih termasuk ke dalam perbukitan lemah - kuat dan karst
dengan kemiringan lereng 200 sampai dengan 650. Daerah Bukit Karang Putih
adalah perbukitan yang terjal, terletak pada ketinggian 150 m hingga 560 m dari
permukaan laut, yang didominasi oleh litologi batu lempung yang telah
mengalami perubahan menjadi batu lempung tufa (batu lempung kersikan)
terdapat di Tenggara – Selatan daerah penelitian, secara menjadi diendapkan
batuan vulkanik. Disamping itu dijumpai batuan terobosan yang berkomposisi
basaltis.

2.3.2 Struktur Geologi


Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi
daerah padang dan sekitarnya terdiri dari batuan Pretersier, Tersier dan Kwarter.
Batuan Pratersier terdiri dari : Filit dan serpih anggota formasi kuantan,
terutama filit dan serpih warna kemerahan sampai coklat dengan interkilasi tipis
sabak, kuarsit, serpih, rijang dan aliran lava berkomposisi andesitik sampai
basaltik. Batuan ini dijumpai disekitar indarung dan berumur perm.

a. Batugamping anggota Formasi Kuantan, berwarna putih sampai abu – abu,


masif, berinterkalasi tipis dengan sabak, filit, serpih, dan kuarsit umumnya
membentuk topografi karst, dijumpai di daerah Bukit Karang Putih, Bukit Batu
Gadang, Bukit Tarjarang dan Indarung. Umur batuan adalah Permokarbon.

8
b. Formasi Barsan : Filit, sabak, batugamping, hornfels, dan greywacke berumur
perm.
c. Formasi Siguntur: Kuarsit, serpih dan sabak dijumpai di daerah siguntur
berumur Trias.

Batuan Tersier terdiri dari :


a. Formasi Painan. Batuan vulkanik mengandung lava, breksi, breksi tufa,
umumnya berkomposisi andesitik dan dasitik, dijumpai sepajang pesisir Barat
Padang. Umur batuan ini adalah Oligosen.
b. Intrusi Granit, berumur Miosen atas, berwarna abu – abu terang sampai abu –
abu kehijauan, komposisi berkisar antara biotit granit sampai granit.
Endapan Kwarterter terdiri dari :
a. Produk Gunung Api Kerinci dan Gunung Tujuh, terdiri dari breksi tufa, lahar
dan aliran lava.
b. Endapan Paling muda terdiri dari kipas alluvial dan endapan alluvial.

Peta geologi lembar padang dapat dilihat pada Gambar 2.2 dibawah ini.

Sumber: PT. Semen Padang (2017)


Gambar 2.2
Peta geologi lembar Padang, skala 1:250.000 (Kastowo dkk, 1973, PT. SP)

9
2.3.3 Stratigrafi
Struktur yang berkembang di Provinsi Sumatera Barat adalah struktur
perlipatan (antiklinorium) dan struktur sesar dengan arah umum barat laut –
tenggara, yang mengikuti struktur regional Pulau Sumatera. Kondisi stratigrafi
dari struktur geologi sumatera barat adalah sebagai berikut :

a. Kelompok Pra Tersier : kelompok ini mencakup masa Paleozoikum –


Mesozoikum, dipisahkan menjadi kelompok batuan ultrabasa; kelompok
batuan melange, kelompok batuan malihan; kelompok batuan gunungapi dan
kelompok batuan terobosan.
b. Kelompok batuan ultrabasa Pra Tersier disusun oleh batuan harzburgit, dunit,
serpentinit, gabro dan basalt.
c. Kelompok Melange Pra Tersier merupakan kelompok batuan campur aduk
yang disusun oleh batuhijau, graywake, tufa dan batugamping termetakan,
rijang aneka warna. Kelompok batuan malihan Pra Tersier disusun oleh batuan
sekis, filit, kwarsit, batusabak, batugamping termetakan.
d. Kelompok batuan sedimen Pra Tersier yang didominasi oleh batugamping
hablur sedangkan kelompok batuan terobosan Pra Tersier disusun oleh granit,
diorit, granodiorit, porfiri kuarsa, diabas dan basalt.
e. Kelompok transisi Pra Tersier – Tersier Bawah yang merupakan kelompok
batuan terobosan yang terdiri dari batuan granodiorit dan granit.
f. Kelompok Tersier dipisahkan menjadi kelompok batuan ultrabasa; kelompok
batuan melange; kelompok batuan sedimen; kelompok batuan gunungapi dan
kelompok batuan terobosan. Kelompok batuan ultrabasa Tersier disusun oleh
batuan serpentinit, piroksenit dan dunit.
g. Kelompok batuan melang Tersier yang merupakan batuan campur aduk
disusun oleh graywake, serpih, konglomerat, batupasir kwarsa, arkose,
serpentinit, gabro, lava basalt dan batusabak.
h. Kelompok batuan sedimen Tersier disusun oleh konglomerat, aglomerat,
batulanau, batupasir, batugamping, breksi dan napal.
i. Kelompok batuan gunungapi Tersier disusun oleh batuan gunungapi bersifat
andesitik-basaltik, lava basalt sedangkan kelompok batuan terobosan Tersier
terdiri dari granit, granodiorit, diorit, andesit porfiritik dan diabas.

10
j. Kelompok transisi Tersier – Kwarter (Plio-Plistosen) dapat dipisahkan menjadi
kelompok batuan sedimen; kelompok batuan gunungapi dan kelompok batuan
terobosan.
k. Kelompok batuan sedimen Plio-Plistosen disusun oleh konglomerat polimik,
batupasir, batulanau dan perselingan antara napal dan batupasir.
l. Kelompok batuan gunungapi Plio-Plistosen disusun oleh batuan gunungapi
andesitik-basaltik, tufa, breksi dan endapan lahar sedangkan kelompok batuan
terobosan Plio-Plistosen terdiri dari riolit afanitik, retas basalt dan andesit
porfir.
m. Kelompok Kwarter dipisahkan menjadi kelompok batuan sedimen; batuan
gunungapi dan aluvium.

Sumber: PT. Semen Padang (2016)


Gambar 2.3
Stratigrafi Daerah Bukit Karang Putih

11
2.4 Kegiatan Penambangan
Kegiatan penambangan batugamping dan silika di Bukit Karang Putih PT.
Semen Padang menerapkan sistem penambangan terbuka. Metode penambangan
yang digunakan adalah penambangan side hill quarry yang merupakan metode
penambangan bahan galian pada daerah perbukitan. Kegiatan penambangan
batugamping di PT. Semen Padang dimulai dari kegiatan pembersihan lahan atau
land clearing, pemboran dan peledakan, pemuatan dan pengangkutan, dilanjutkan
dengan crushing dan conveying.
2.4.1 Pembersihan Lahan
Kegiatan penambangan batugamping dan silika di PT. Semen padang
dimulai dari pembersihan lahan (land clearing). Kegiatan ini bertujuan sebagai
penyiapan area penambangan.
Pembersihan lahan pada penambangan batugamping dan silika PT. Semen
Padang terdapat di lokasi 242 atau area pengembangan. Kegiatan pembersihan
lahan pada lokasi tersebut dimulai dengan pembersihan tanaman, pengupasan
tanah pucuk dan tanah penutup, dan dilakukan perataan permukaan kerja agar
memudahkan pada saat penggalian, pemuatan, dan pengangkutan. Lokasi area
pengembangan 242 dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4
Lokasi area pengembangan 242 di Bukit Karang Putih

12
2.4.2 Pemboran
Pengeboran merupakan kegiatan yang bertujuan untuk membuat lubang
ledak sesuai dengan kedalaman, posisi dan pola geometri peledakan yang telah
direncanakan. Adapun tahapan pemboran yang dilakukan di tambang
batugamping PT Semen Padang yaitu sebagai berikut :
a. Marking
Marking merupakan kegiatan awal yang dilakukan sebelum pengeboran.
Kegiatan ini bertujuan untuk mendesain dimensi peledakan, menentukan pola
pengeboran, dan menandakan lokasi dan titik yang akan dilakukan pengeboran.
Marking dilakukan oleh bagian perencanaan dan pemetaan evaluasi tambang
dengan menggunakan berbagai macam alat, seperti meteran yang berfungsi untuk
menentukan ukuran spacing dan burden, beberapa batu dan pita untuk
menandakan titik titik yang akan dibor. Aktivitas Marking dapat dilihat pada
Gambar 2.5

Gambar 2.5
Aktivitas marking

b. Pemboran
Pemboran bertujuan untuk membuat lubang ledak sesuai dengan geometri
yang telah ditentukan dalam proses marking. Kedalaman lubang ledak dibuat
sesuai dengan kondisi geometri dan kondisi lahan yang ada.

13
Pemboran di PT Semen Padang dilakukan oleh kontraktor, dalam hal ini
dikerjakan oleh PT. Fajar Rawayan Utama dengan menggunakan mesin bor
Furukawa HCR 1500 D-II, yang merupakan mesin bor hidrolik dengan jenis top
hammer drilling dengan diameter alat bor sebesar 4,5 inch.
Operasi pemboran dilakukan 3 shift (24 jam) dengan rata-rata jam efektif
18 jam/hari, sehingga untuk menunjang kebutuhan produksi batugamping sebesar
± 30.000 ton/hari dan pekerjaan pengembangan, maka dibutuhkan jumlah lubang
ledak rata-rata 45-70 lubang/hari. Proses pemboran menggunakan alat bor
Furukawa HCR 1500 D-II dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6
Pemboran

2.4.3 Peledakan
Kegiatan peledakan dilakukan setiap hari yaitu pada jam istirahat siang
antara pukul 12:00 hingga pukul 13:00 WIB. Jarak aman tenaga kerja yang
direkomendasikan ±500 m dan peralatan ±300 m, sebagai acuan standar nasional
yang diberlakukan di PT. Semen Padang.
Adapun peledakan di PT. Semen Padang meliputi berbagai proses berikut
ini :

14
a. Inspeksi lubang ledak
Kegiatan ini bertujuan untuk mengecek kembali hasil pengeboran sesuai
dengan geometri yang telah ditentukan.
b. Mendesain pola rangkaian peledakan
PT. Semen Padang menggunakan surface delay 25 ms, 42 ms, dan 67 ms pada
proses peledakan nonel. Geometri peledakan yang digunakan yaitu dengan
Burden 5,5 m, Spacing 6,5 m, kedalaman rata-rata lubang 11 m, dan diameter
lubang ledak 5,5 inchi.
c. Persiapan bahan peledak
PT. Semen Padang bekerja sama dengan PT. Dahana sebagai kontraktor dalam
pembuatan bahan peledak. Bahan peledak yang digunakan adalah bahan
peledak Dabex ( Dahana Bulk Emulsion Metric ). Pembuatan Dabex dilakukan
dengan melakukan pencampuran antara emulsion dan Anfo dengan
perbandingan 70 : 30.
d. Persiapan peralatan dan perlengkapan peledakan
Peralatan peledakan merupakan komponen dalam peledakan yang dapat
dipakai berulang kali, seperti : blasting machine, blasting ohmmeter, dan lead
wire.
Perlengkapan peledakan adalah komponen dalam peledakan yang hanya
dipakai sekali setiap peledakan, seperti : booster, detonator, bahan peledak,
inhole delay, dan surface delay.
e. Pelaksanaan peledakan
Pelaksanaan peledakan dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu : pengisian
primer, pengisian bahan peledak, penutupan lubang ledak, pemasangan seluruh
rangkaian peledakan, melakukan pengecekan, dan melakukan peledakan.
f. Analisa hasil peledakan
Setelah peledakan dilakukan selanjutnya dilakukan analisa hasil peledakan.
Analisa yang dilakukan yaitu pemeriksaan terhadap gas-gas beracun dan
memeriksa kemungkinan adanya lubang yang gagal meledak (missfire).
Peledakan bertujuan untuk memberaikan batugamping agar mempermudah
proses penggalian, pemuatan dan pengangkutan.

15
2.3.4 Pemuatan dan Pengangkutan
Kegiatan penggalian dan pemuatan material di PT. Semen Padang
menggunakan alat muat Excavator Hitachi tipe Ex-1800, Ex-2500 dan Ex-3500.
Pada kegiatan pengangkutan menggunakan Dump Truck type HD (Hauling
Dump) dengan jumlah 7 unit Komatsu tipe 785 dan 3 unit Caterpillar tipe 777.
Material batuan yang telah diledakan dimuat dengan Excavator kemudian
diangkut dengan menggunakan HD untuk dibawa ketempat peremukan Crusher
Plant atau Stock pile.

2.3.5 Peremukan
Peremukan merupakan tahap lanjutan setelah proses pemuatan dan
pengangkutan. Bahan galian yang telah di tambang akan ditumpahkan ke unit
crusher untuk direduksi.
PT. Semen Padang memiliki 2 unit mobile crusher (mosher), 1 unit
bertenaga listrik dan 1 unit bertenaga diesel. Kapasitas mobile crusher masing-
masing memiliki produktivitas 2000 ton/jam. Umpan untuk mobile crusher adalah
batugamping dan silika.
PT. Semen padang juga memiliki 3 unit Hammer Crusher, yaitu LSC
(Limestone Crusher) 2 dan LSC 3A yang memiliki produktivitas 1400 ton/jam,
dan LSC 3B yang memiliki produktivitas 1800 ton/jam. Umpan untuk hammer
crusher adalah batugamping.
Setelah bahan galian di reduksi, maka proses selanjutnya adalah proses
pengiriman menuju pabrik pengolahan dengan menggunakan belt conveyor untuk
diolah lebih lanjut.

16
BAB III
DASAR TEORI

3.1 Reklamasi
Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang usaha pertambangan
untuk menata, memulihkan dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem
agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukkannya. Pengertian reklamasi dalam
bidang pertambangan adalah setiap pekerjaan yang bertujuan untuk
mengembalikan fungsi tanah yang terganggu akibat usaha pertambangan. Untuk
memperbaiki dan memanfaatkan lingkungan yang telah ditambang semaksimal
mungkin dapat dilakukan dengan cara menanami kembali areal yang telah
ditambang menjadi kawasan hijau dan menjadi lahan lain yang lebih bermanfaat.
Secara umum reklamasi dilakukan dengan tujuan untuk menata guna dan
memperbaiki kondisi lahan yang rusak pada suatu tambang untuk beberapa
kegunaan tertentu sesuai yang direncanakan, diantara tujuannya adalah :
1. Mengupayakan keadaan seimbang serasi, dan berkesinambungan serta
mempertahankan kelestarian lingkungan.
2. Mengurangi adanya kerusakan dan pencemaran lingkungan setelah kegiatan
penambangan berakhir.
3. Mengembangkan alternatif bentuk penataan lingkungan pasca penambangan
yang sesuai dengan kondisi lingkungan dan rencana tata ruang wilayah
tersebut.
4. Mengembalikan dan meningkatkan daya dukung tanah terhadap lingkungan.

3.1.1 Dasar Hukum Reklamasi


Adapun landasan hukum penelitian rencana penataan lahan reklamasi ini
terdiri dari beberpa peraturan diantaranya :
1. Undang – undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan
batubara (Pasal 90 dan 99).
2. PP no 78 tahun 2010 tentang reklamasi dan pasca tambang (Pasal 1-4).

17
3. Permenhut Nomor : P.32/Menhut-II/2009 tentang rencana teknik rehabilitasi
hutan dan daerah aliran sungai.
4. Permenhut Nomor : P.4/Menhut-II/2011 tentang pedoman reklamasi hutan
(Pasal 30-39, Lampiran 1,4 dan 5).
5. Permen ESDM no 7 tahun 2014 tentang pelaksanaan reklamasi dan pasca
tambang pada kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara (Pasal 2).

3.1.2 Bentuk-Bentuk Reklamasi


Secara umum, reklamasi lahan bekas tambang dapat meliputi satu atau
beberapa kegiatan sebagai berikut :
1. Reklamasi dengan perbaikan bentuk lahan
Reklamasi dengan perbaikan bentuk lahan dilakukan apabila :
a. Pada lantai penambangan terjadi atau terdapat relief, lobang, bongkahan
batu, dan sebagainya.
b. Diperlukan pengembalian tanah penutup dari lokasi penimbunan.
2. Reklamasi dengan perbaikan kesuburan tanah
Reklamasi dengan perbaikan kesuburan tanah dilakukan apabila :
a. Lahan bekas tambang berada pada lokasi penimbunan sebagai lahan
pertanian.
b. Keadaan sekitar penambangan mempunyai tingkat erosi tinggi.
c. Terganggunya atau rusaknya sistem penirisan di lokasi bekas tambang
akibat penggalian.
d. Lapisan tanah subur/tanah pucuk hilang atau tererosi, menurunnya
kemampuan tanah menyerap air.
3. Reklamasi dengan revegetasi
Alternatif reklamasi dengan cara ini dapat dibedakan menjadi dua macam
tujuan, yaitu :
a. Revegetasi sementara, yaitu lahan bekas tambang belum mempunyai
peruntukan yang jelas, namun mempunyai tanah yang relatif subur
sehingga revegetasi yang dilakukan bersifat sementara.
b. Revegetasi sesuai peruntukan, yaitu lahan bekas tambang sudah
mempunyai peruntukan yang jelas, misal sebagai kawasan hutan,
perkebunan, pertanian, dan sebagainya.

18
4. Reklamasi untuk Peruntukan Tertentu
Reklamasi untuk peruntukan tertentu dilakukan apabila lahan bekas
tambang berada pada lokasi yang sudah mempunyai rencana peruntukan yang
pasti berdasarkan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) misalnya hutan,
kawasan perumahan, kawasan industri, dan lain sebagainya.

Menurut David K. Norman dalam Best Management Practices for


Reclaiming Surface Mines in Washington and Oregon (1997), membagi 4 bentuk
strategi reklamasi, antara lain :
1. Reklamasi pasca tambang, yaitu reklamasi yang dilakukan setelah semua
sumber daya yang dimiliki telah habis ditambang.
2. Reklamasi sementara, yaitu reklamasi sementara untuk menstabilkan daerah
yang terganggu.
3. Reklamasi bersamaan (progresif atau terus menerus), yaitu reklamasi yang
dilakukan saat mineral diambil langsung digantikan dengan tanah pucuk atau
tanah penutup.
4. Reklamasi segmen, yaitu reklamasi setelah menipisnya mineral dilokasi
tambang (Norman dan Lingley, 1992).

3.1.3 Tahap-Tahap Pelaksanaan Reklamasi


Berdasarkan Peraturan Menteri Menteri ESDM RI Nomor 7 Tahun 2014
tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang pada Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara bahwa pelaksanaan reklamasi meliputi
kegiatan :
1. Persiapan
2. Penataan Lahan
3. Pengendalian erosi dan sedimentasi
4. Revegetasi (penanaman kembali) dan
5. Pemeliharaan

3.2 Persiapan lahan


Metode tambang terbuka memberikan dampak kerusakan lingkungan yang
buruk bagi lingkungan, seperti hilangnya vegetasi, hilangnya tanah pucuk, lapisan

19
pucuk teraduk-aduk, dan rusaknya bentang alam. Untuk menanggulangi dampak
tersebut, reklamasi berperan besar dalam pelaksanaannya dengan berbagai macam
metodenya. Pekerjaan persiapan lahan merupakan tahapan awal kegiatan
reklamasi yang dilakukan. Pekerjaan persiapan lahan yang dilakukan adalah
menata bentuk lahan bekas tambang yang tidak teratur menjadi lahan yang tertata
sesuai dengan penggunaan lahan kedepannya. Kegiatan penyiapan lahan yang
dilakukan meliputi menentukan penimbunan tanah hasil pengupasan tanah pucuk
dan tanah penutup untuk penataan lahan.

3.3 Penataan Lahan


Kegiatan penatagunaan lahan adalah menata bentuk lahan menjadi lahan
yang tertata, dan diarahkan sesuai dengan penggunaaan lahan selanjutnya.
Penataan lahan meliputi penataan tanah hasil pengupasan, yang terdiri dari tanah
pucuk (top soil) dan tanah penutup (overburden).
Adapun kegiatan penataan lahan sebagai berikut :
1. Pengaturan bentuk lereng
a. Pengaturan bentuk lereng dimaksudkan untuk mengurangi kecepatan air
larian (run-off), erosi dan sedimentasi serta longsor.
b. Lereng jangan terlalu tinggi atau terjal dan dibentuk teras-teras.
2. Pengaturan saluran pembuangan air (SPA)
a. Pengaturan saluran pembuangan air (SPA) ini dimaksudkan untuk mengatur
air agar mengalir pada tempat tertentu dan dapat mengurangi kerusakan
lahan.
b. Jumlah/kerapatan dan bentuk SPA tergantung dari bentuk lahan (topografi)
dan luas areal yang direklamasi.
3. Penebaran tanah pucuk
Proses reklamasi dilakukan dengan cara pengembalian lapisan tanah pucuk
(top soil) dari daerah penimbunan ke daerah yang hendak dilakukan revegetasi.
Kegiatan penebaran tanah pucuk memperhitungkan beberapa faktor, diantaranya
menghitung luas pengelolaan tanah pucuk yang dipindahkan harus sesuai dengan
perencanaan reklamasi.

20
3.3.1 Cara Penataan Lahan
Tanah hasil pembersihan lahan terdiri dari tanah pucuk (top soil) dan tanah
penutup. Tanah pucuk (top soil) merupakan lapisan tanah bagian atas yang
merupakan lapisan tanah yang relatif subur karena mengandung unsur-unsur hara
berbentuk humus organik serta variabel zat-zat mineral yang mengandung unsur-
unsur hara berbentuk humus organik serta variabel zat-zat mineral yang sangat
diperlukan oleh tanaman.
Menurut Sitanala Arsyad (1989), alternatif yang dapat digunakan dalam
kegiatan penimbunan tanah pucuk (top soil) adalah sebagai berikut :
1. Sistem perataan tanah
Dilakukan dengan menata timbunan tanah kembali dengan lapisan tanah
penutup dan tanah pucuk yang telah diratakan sesuai permukaan tanah. Cara ini
diterapkan apabila jumlah tanah pucuk dan tanah penutup cukup untuk menutupi
seluruh permukaan lahan bekas tambang (covering). Tebal perataan lapisan tanah
pucuk disesuaikan dengan kriteria tebal tanah pucuk untuk tanaman revegetasi
untuk tumbuh.
2. Sistem guludan
Sistem guludan berfungsi sebagai penahan aliran permukaan dan pertikel-
partikel tanah sebelum tererosi ke bagian hilir, dengan demikian partikel-partikel
tanah akan terhenti di bagian guludan tersebut.
3. Sistem pot / lubang tanam
Sistem ini dilakukan apabila jumlah hasil pengupasan tanah pucuk yang
tersedia relatif kecil atau terbatas. Kegiatan yang dilakukan ialah membuat lubang
tanam/pot dengan dimensi dan jarak tanam disesuaikan dengan kriteria tanam
revegetasi untuk tumbuh.

3.3.2 Penataan Lahan Pada Lereng


A. Terasering
Terasering adalah bangunan konservasi lahan dan air secara mekanis yang
dibuat untuk memperpendek panjang lereng dan memperkecil kemiringan lereng
dengan jalan pengendalian dan pengurugan tanah melintang lereng. Terasering
juga disebut pola bercocok tanam dengan sistem ber teras-teras (bertingkat) untuk
mencegah terjadinya erosi tanah. Erosi yang berlangsung secara terus menerus

21
akan berakibat fatal bagi kehidupan manusia. Hilangnya sumber daya alam yang
ada, khususnya tanah dan berkurangnya kesuburan tanah akibat dari lahan yang
longsor hasil dari bekas penambangan akan merugikan manusia. Dengan tera
sering dapat menghambat terkikisnya tanah oleh aliran air hujan dan memperkecil
terjadinya longsor. Adapun Fungsi terasering :
1. Menambah stabilitas lereng
2. Memudahkan dalam konservasi lereng
3. Memperpanjang daerah resapan air
4. Memperpendek panjang lereng dan atau memperkecil kemiringan lereng
5. Mengurangi kecepatan aliran permukaan (run off)
6. Dapat digunakan untuk land scaping.

B. Jenis – Jenis Teras


Berdasarkan permenhut teras terdiri atas beberapa jenis sesuai dengan
fungsinya masing-masing yang ditentukan berdasarkan tabel berikut, yaitu :
1. Teras Datar
Sesuai dengan namanya, teras ini biasanya digunakan pada daerah yang
relatif datar namun untuk mencegah terjadinya erosi, diperlukan pembuatan teras
dengan standar teknis seperti berikut :
a. Kemiringan lereng < 5 %
b. Solum tanah dangkal < 30 cm
c. Drainase baik
d. Kemiringan tanah olahan tetap
e. Tanggul tanah ditanami vegetasi/rumput
Menurut Arsyad (1989), teras datar dibuat tepat menurut arah garis kontur
dan pada tanah-tanah yang permeabilitasnya cukup besar sehingga tidak terjadi
penggenangan dan tidak terjadi aliran air melalui tebing teras. Teras datar pada
dasarnya berfungsi menahan dan menyerap air, dan juga sangat efektif dalam
konservasi air di daerah beriklim agak kering pada lereng sekitar dua persen.
Dalam Sukartaatmadja (2004) dijelaskan bahwa tujuan pembuatan teras
datar adalah untuk memperbaiki pengaliran air dan pembasahan tanah, yaitu
dengan pembuatan selokan menurut garis kontur. Tanah galian ditimbun di tepi

22
luar sehingga air dapat tertahan dan terkumpul. Di atas pematang sebaiknya
ditanami tanaman penguat teras berupa rumput makanan ternak.
Menurut Schwab et al (1966), tujuan utama dari teras datar ini adalah
konservasi air / kelembaban tanah, sedangkan pengendalian erosi adalah tujuan
sekunder. Karena itu teras tipe ini dibangun di daerah dengan curah hujan rendah
sampai sedang untuk menahan dan meresapkan air ke lapisan tanah. Di daerah
yang permeabilitasnya tinggi, teras tipe ini dapat digunakan untuk tujuan yang
sama di daerah dengan curah hujannya tinggi.
2. Teras Gulud
Gulud atau guludan yang dimaksud adalah tumpukan tanah yang dibuat
memanjang memotong kemiringan lereng. Fungsinya adalah untuk menghambat
aliran permukaan, menyimpan air di bagian atasnya, dan untuk memotong
panjang lereng. Bentuk teras gulud seperti yang terlihat pada gambar 3.1.
a. Persyaratan
1) Cocok untuk kemiringan lahan antara 10-40%, dapat juga digunakan pada
kemiringan 40-60%, namun kurang efektif.
2) Dapat dibuat pada tanah-tanah agak dangkal (> 20 cm). Tetapi mampu
meresapkan air dengan cepat.
b. Pembuatan dan pemeliharaan
1) Buat garis kontur sesuai dengan interval tegak (IV = interval vertikal) yang
diinginkan.
2) Pembuatan guludan dimulai dari lereng atas dan berlanjut ke bagian
bawahnya.
3) Teras gulud dan saluran airnya dibuat membentuk sudut 0,1- 0,5% dengan
garis kontur menuju ke arah saluran pembuangan air.
4) Saluran air digali dan tanah hasil galian ditimbun di bagian bawah lereng
dijadikan guludan.
5) Tanami guludan dengan rumput penguat seperti Paspalum notatum, bebe
(Brachiaria brizanta), bede (Brachiaria decumbens), atau akarwangi
(Vetiveria zizanioides) agar guludan tidak mudah rusak.
6) Diperlukan SPA yang diperkuat rumput Paspalum notatum agar aman.

23
Sumber : Lampiran Permenhut P.4/Permenhut-II/2011

Gambar 3.1
Teras Guludan
Teras guludan adalah suatu teras yang membentuk guludan yang dibuat
melintang lereng dan biasanya dibuat pada lahan dengan kemiringan lereng 10
hingga 15 %. Sepanjang guludan sebelah dalam terbentuk saluran air yang landai
sehingga dapat menampung sedimen hasil erosi. Saluran tersebut juga berfungsi
untuk mengalirkan aliran permukaan dari bidang olah menuju saluran pembuang
air. Kemiringan dasar saluran 0,1%. Teras guludan hanya dibuat pada tanah yang
bertekstur lepas dan permeabilitas tinggi. Jarak antar teras guludan 10 meter tapi
pada tahap berikutnya di antara guludan dibuat guludan lain sebanyak 3 – 5 jalur
dengan ukuran lebih kecil. (Sukartaatmadja, 2004)
Sedangkan menurut Priyono et. al. (2002), teras guludan adalah bangunan
konservasi tanah berupa guludan tanah dan selokan / saluran air yang dibuat
sejajar kontur, dimana bidang olah tidak diubah dari kelerengan permukaan asli.
Di antara dua guludan besar dibuat satu atau beberapa guludan kecil. Teras ini
dilengkapi dengan SPA sebagai pengumpul limpasan dan drainase teras.
Tata cara pembuatan teras guludan adalah sebagai berikut :
a. Persiapan lapangan dengan pemancangan patok-patok menurut garis kontur
dengan menggunakan ondol-ondol dan atau waterpass sederhana. Jarak patok
dalam baris 5 m dan jarak antar baris rata-rata 10 m (sama dengan jarak antara
dua guludan).

24
b. Pembuatan selokan teras dilakukan dengan menggali tanah mengikuti arah
larikan patok. Ukuran selokan teras: dalam 30 cm, lebar bawah 20 cm, dan
lebar atas 50 cm.
c. Tanah hasil galian pada pembuatan selokan teras ditimbunkan di tepi luar
(bagian bawah saluran) sehingga membentuk guludan dengan ukuran: lebar
atas 20 cm, lebar bawah 50 cm dan tinggi 30 cm. Guludan dan selokan dibuat
tegak lurus garis kontur. Pembuatan teras dimulai dari bagian atas lereng.
d. Penanaman tanaman penguat teras pada guludan, dapat berupa jenis kayu-
kayuan yang ditanam dengan jarak 50 cm bila menggunakan stek / stump, atau
ditabur jika menggunakan benih/biji, dan jarak tanam 30 – 50 cm jika
menggunakan jenis rumput.
Pemeliharaan yang harus dilakukan terhadap teras guludan yang dibuat
adalah:
a. Mengeruk tanah akibat erosi yang menimbun selokan teras untuk digunakan
memperbaiki guludan.
b. Memperbaiki guludan dan memelihara tanaman penguat teras.

3. Teras Kredit
Teras Kredit dengan standar teknis sebagai berikut :
a. Kemiringan lereng 8-40%
dan untuk tanaman semusim <15%
b. Guludan ditanami legum atau rumput dan dipangkas secara reguler
c. Guludan ditutup dengan mulsa hasil pangkasan
d. Beda tinggi antar guludan + 1,25 m
e. Solum tanah dangkal dan berpasir
f. Kemiringan bidang olahan diusahakan tetap
g. Permeabilitas tanah cukup tinggi

Teras kredit biasanya dibuat pada tempat dengan kemiringan lereng antara
3 sampai 10 persen, dengan cara membuat jalur tanaman penguat teras (lamtoro,
kaliandra, gamal) yang ditanam mengikuti kontur. Jarak antara larikan 5 sampai
12 meter. Tanaman pada larikan teras berfungsi untuk menahan butir-butir tanah
akibat erosi dari sebelah atas larikan. Lama kelamaan permukaan tanah bagian

25
atas akan menurun, sedangkan bagian bawah yang mendekat dengan jalur
tanaman akan semakin tinggi. Proses ini berlangsung terus-menerus sehingga
bidang olah menjadi datar atau mendekati datar. (Sukartaatmadja, 2004). Lebih
lanjut dijelaskan, untuk mempercepat proses tersebut dapat ditempuh dengan
beberapa jalan yaitu: (a) menarik tanah dari sebelah atas larikan ke arah larikan
tanaman penguat teras, (b) pembuatan guludan sepanjang tanaman sehingga
sedimentasi diperbesar, (c) pemberian serasah atau limbah pertanian atau batu-
batuan sepanjang tanaman dan sebagainya sehingga sedimentasi diperbesar.
Bentuk teras kredit seperti yang terlihat pada gambar 3.2.

Sumber : Lampiran Permenhut P.4/Permenhut-11/2011


Gambar 3.2
Teras Kredit

4. Teras Kebun
Teras jenis ini adalah jenis teras yang sering digunakan untuk perkebunan
dengan kemiringan lereng yang relatif sedang. Lebar teras yang digunakan
biasanya disesuaikan dengan jenis tanaman yang ditanam. Selain itu, adanya
kemiringan lahan olahan ke dalam adalah dimaksudkan supaya air dapat terarah
menuju Saluran Air.
Berikut adalah standar teknis teras kebun :
a. Kemiringan lereng 10-30 %
b. Solum tanah > 30 cm
c. Lebar teras ± 1,5 m

26
d. Teras miring kedalam ± 1 %
e. Di luar teras ditanami tanaman penutup teras
f. Cocok untuk ditanami tanaman perkebunan/tahunan
g. Cocok untuk tanah dengan daya serap lambat.

Bentuk teras kebun dapat dilihat pada Gambar 3.3 dibawah ini.

Sumber : Lampiran Permenhut P.4/Permenhut-11/2011


Gambar 3.3
Teras kebun

Teras kebun dibuat pada lahan-lahan dengan kemiringan lereng antara 10


hingga 30 % yang direncanakan untuk areal penanaman jenis tanaman
perkebunan. Pembuatan teras hanya dilakukan pada jalur tanaman sehingga pada
areal tersebut terdapat lahan yang tidak diteras dan biasanya ditutup oleh vegetasi
penutup tanah. Ukuran lebar jalur teras dan jarak antar jalur teras disesuaikan
dengan jenis komoditas. Dalam pembuatan teras kebun, lahan yang terletak di
antara dua teras yang berdampingan dibiarkan tidak diolah. (Sukartaatmadja,
2004).
Dalam Yuliarta, et. al., 2002, dijelaskan bahwa teras kebun merupakan
bangunan konservasi tanah berupa teras yang dibuat hanya pada bagian lahan
yang akan ditanami tanaman tertentu, dibuat sejajar kontur dan membiarkan
bagian lainnya tetap seperti keadaan semula, biasanya ditanami tanaman penutup

27
tanah. Teras ini dibuat pada lahan dengan kemiringan 10 – 30 %, tetapi dapat
dilakukan sampai kemiringan 50 % jika tanah cukup stabil / tidak mudah longsor.

5. Teras Bangku
Teras bangku atau teras tangga dibuat dengan jalan memotong lereng dan
meratakan tanah di bidang olah sehingga terjadi suatu deretan berbentuk tangga.
Ada 3 jenis teras bangku : datar, miring ke luar, miring ke dalam, dan teras
irigasi. Teras bangku datar adalah teras bangku yang bidang olahnya datar
o
(membentuk sudut 0 dengan bidang horizontal). Teras bangku miring ke luar
adalah teras bangku yang bidang olahnya miring ke arah lereng asli, namun
kemiringannya sudah berkurang dari kemiringan lereng asli. Teras bangku miring
ke dalam (gulir kampak) adalah teras bangku yang bidang olahnya miring ke arah
yang berlawanan dengan lereng asli.
a. Persyaratan
1) Tanah mempunyai solum dalam dan kemiringan 10-60%. Solum tanah lebih
90 cm untuk lereng 60% dan lebih 40 cm kalau lereng 10%.
2) Tanah stabil, tidak mudah longsor.
3) Tanah tidak mengandung bahan beracun seperti aluminium dan besi dengan
konsentrasi tinggi. Tanah Oxisols, Ultisols, dan sebagian Inceptisols yang
berwarna merah atau kuning (podsolik merah kuning) biasanya
mengandung aluminium dan atau besi tinggi.
4) Ketersediaan tenaga kerja cukup untuk pembuatan dan pemeliharaan teras.
5) Memerlukan kerjasama antar petani yang memiliki lahan di sepanjang SPA.
b. Cara pembuatan teras bangku
1) Pembuatan teras dimulai dari bagian atas dan terus ke bagian bawah lahan
untuk menghindarkan kerusakan teras yang sedang dibuat oleh air aliran
permukaan bila terjadi hujan.
2) Tanah bagian atas digali dan ditimbun ke bagian lereng bawah sehingga
terbentuk bidang olah baru. Tampingan teras dibuat miring, membentuk
sudut 200% dengan bidang horizontal. Kalau tanah stabil tampingan teras
bisa dibuat lebih curam (sampai 300%).

28
Air aliran permukaan dari setiap bidang olah mengalir dari bibir teras ke
saluran teras dan terus ke SPA sehingga hampir tidak pernah terjadi pengiriman
air aliran permukaan dari satu teras ke teras yang di bawahnya.. Selain itu bagian
bidang olah di sekitar saluran teras merupakan bagian yang kurang/tidak subur
karena merupakan bagian lapisan tanah bawah (subsoil) yang tersingkap di
permukaan tanah. Namun jika dibuat dengan benar, teras bangku gulir kampak
sangat efektif mengurangi erosi. Bentuk teras bangku seperti yang terlihat pada
gambar 3.4.

Sumber : Lampiran Permenhut P.4/Permenhut-11/2011


Gambar 3.4
Teras Bangku dan Saluran Pengendali Air
3) Kemiringan bidang olah berkisar antara 0% sampai 3% mengarah ke saluran
teras.
4) Bibir teras dan bidang tampingan teras ditanami rumput atau legum pakan
ternak. Contohnya adalah rumput Paspalum notatum, Brachiaria brizanta,
Brachiaria decumbens, atau Vetiveria zizanioides dll. Sedangkan contoh
legum pohon adalah Gliricidia, Lamtoro (untuk tanah yang pH-nya >6), turi,
stylo, dll.
5) Sebagai kelengkapan teras perlu dibuat saluran teras, saluran pengelak,
saluran pembuangan air serta terjunan. Ukuran saluran teras dengan lebar
15-25 cm, dalam 20-25 cm.

29
6) Untuk mengurangi erosi dan meningkatkan infiltrasi, pembuatan rorak bisa
dilakukan dalam saluran teras atau saluran pengelak.
7) Kalau tidak ada tempat untuk membuat SPA, bisa dibuat teras bangku
miring ke dalam.
8) Perlu mengarahkan air aliran permukaan ke SPA yang ditanami rumput
Paspalum notatum dan bangunan terjunan air.

6. Teras Individu
Teras individu yang dimaksud adalah pembuatan satu guludan untuk satu
tanaman seperti yang terlihat pada Gambar 3.5.

Sumber : Lampiran Permenhut P.4/Permenhut-11/2011


Gambar 3.5
Teras Individu
Berikut adalah standar teknis teras individu :
a. Kemiringan lereng 10-50 %
b. Solum tanah > 30 cm
c. Jenis erosi : erosi permukaan
d. Penggunaan lahan dengan tanaman kayu dengan penutup tanah

Teras individu dibuat pada lahan dengan kemiringan lereng antara 30%
hingga 50% yang direncanakan untuk areal penanaman tanaman perkebunan di
daerah yang curah hujannya terbatas dan penutupan tanahnya cukup baik sehingga
memungkinkan pembuatan teras individu.

30
Teras dibuat berdiri sendiri untuk setiap tanaman (pohon) sebagai tempat
pembuatan lobang tanaman. Ukuran teras individu disesuaikan dengan kebutuhan
masing – masing jenis komoditas. Cara dan teknik pembuatan teras individu
cukup sederhana yaitu dengan menggali tanah pada tempat rencana lubang
tanaman dan menimbunnya ke lereng sebelah bawah sampai datar sehingga
bentuknya seperti teras bangku yang terpisah. Tanah di sekeliling teras individu
tidak diolah (tetap berupa padang rumput) atau ditanami dengan rumput atau
tanaman penutup tanah. (Sukartaatmadja, 2004).

3.4 Erosi
Erosi adalah penggerusan lapisan tanah bagian atas atau top soil yang
disebabkan oleh air dan angin (Nurpilihan, 2000). Top soil atau lapisan bagian
paling atas tanah merupakan media tumbuh tanaman yang amat subur. Tebal
lapisan tanah pucuk ini sangat bervariasi. Bila tanah pucuk atau top soil terus
menerus tergerus oleh proses erosi maka dipermukaan tanah akan timbul sub soil.
Lapisan tanah sub soil ini tidak dapat mendukung pertumbuhan tanaman sehingga
pada gilirannya akan menurunkan produktivitas lahan dan produksi tanaman.
Menurut David K. Norman (1997), erosi dipengaruhi oleh empat faktor
utama, yaitu :
1. Iklim, yang menentukan berapa banyak hujan dan salju akan turun pada sebuah
tempat.
2. Karakteristik tanah, yang menentukan erodibilitas dan infiltrasi.
3. Topografi atau kemiringan, yang menentukan kecepatan limpasan air yang
menyebabkan erosi.
4. Vegetasi, yang memperlambat limpasan dan mencegah erosi pada tanah.

3.4.1 Mekanisme Terjadinya Erosi


Mekanisme terjadinya erosi oleh Schwab (1999) diidentifikasikan menjadi
tiga tahap yaitu :
1. Detachment yaitu penghancuran tanah dari agregat tanah menjadi partikel-
partikel tanah.
2. Transportation yaitu pengangkutan partikel tanah oleh limpasan hujan atau run
off .

31
3. Sedimentation yaitu sedimen/pengendapan tanah tererosi, tanah tererosi akan
terendapkan pada cekungan-cekungan atau pada daerah-daerah bagian bawah.
Cekungan-cekungan yang menampung partikel-partikel tanah akibat top soil
yang tergerus kan menjadi area pertanian yang subur.

Nurpilihan (2000) berpendapat dilihat dari tekstur tanah maka tekstur pasir
lebih mudah terhancurkan oleh butiran-butiran hujan dibandingkan dengan
terkstur lainnya, karena daya ikat antar partikel tanah yang lemah atau sedikitnya
tekstur liat (yang berfungsi sebagai semen diantara partikel-parikel tanah).
Sedangkan tekstur liat paling mudah diangkut (transportasi) dibandingkan tekstur
lainnya karena ukuran partikel tanah yang kecil dibandingkan dengan tekstur
lainnya.

3.4.2 Erosi Menurut Jenisnya


Erosi ditinjau dari jenisnya dibagi menjadi lima yaitu :
1. Erosi lembar (sheet erosion)
yaitu erosi yang akibatnya tidak dapat dilihat secara kasat mata karena
pengikisan tanah yang diakibatkan oleh limpasan hujan sangat tipis
(sheet/lembar). Keadaan ini baru dapat dirasakan bila kejadian sudah berulang
kali atau bertahun-tahun dan produksi tanaman terus menurun atau bila kita
membuat profil tanah setiap saat.
2. Erosi alur (reel erosion)
yaitu tingkat erosi yang terjadi sudah menunjukkan gejala adanya alur-alur
jalannya air hujan yang memyerupai parit-parit kecil di atas permukaan lahan.
Besarnya alur-alur jalannya air ini amat tergantugn dari kemiringan lereng dan
besarnya intensitas hujan, makin miring lahan dan makin besar intensitas hujan
maka makin besar alur jalannya air hujan.
3. Erosi parit ( gully erosion)
yaitu tingkat erosi yang akibatnya menimbulkan parit diatas permukaan lahan.
Bentuk parit ini bervariasi yaitu bila bentuk pari menyerupai huruf U
menandakan bahwa tekstur lahan tersebut adalah tekstur pasir, sementara bila
bentuk paritnya menyeruoai huruf V maka dapat diprediksi tekstur liat sulit
dihancurkan oleh butir-butir hujan semntara tekstur pasir sangat mudah

32
dihancurkan oleh butiran-butiran hujan sehingga menyebabkan perbedaan
bentuk yang ditimbulkannya.
4. Erosi tebing sungai (streambank erosion)
yaitu erosi yang terjadi pada tebing sungai. Air sungai yang mengalir akan
menghantam tebing sungai sehingga lahan yang berada di tebing sungai
semakin lama semakin tergerus oleh erosi tebing sungai yang pada giilirannya
lahan pertanian sekitar tebing sungai akan mengecil sementara lebar sungai
akan menjadi lebih lebar. Biasanya petani menanam tanaman bambu di sekitar
tebing sungai untuk menahan erosi yang terjadi.
5. Longsor
Ada beberapa pakar teknik tanah dan air yang berpendapat bahwa longsor ini
masuk pada proses erosi, namun bila dilihat teori dai erosi yang menyebutkan
bahwa erosi adalah proses penggerusan lapisan tanah bagian atas oleh air atau
angin, maka longsor ini perlu dikaji apakah termasuk proses erosi atau tidak.

3.4.3 Perhitungan Tingkat Bahaya Erosi


Tingkat bahaya erosi dapat dihitung dengan cara membandingkan tingkat
erosi disuatu lahan dan kedalaman tanah efektif pada satuan lahan tersebut. Dalam
hal ini tingkat erosi dihitung dengan menghitung perkiraan rata-rata tanah hilang
tahunan akibat erosi lapis dan alur yang dihitung dengan rumus Universal Soil
Loss Equation (USLE). Rumus USLE (Permenhut P.32/menhut-II/2011), dapat
dinyatakan :

A = R x K x LS x C x P…………………………………………………(Pers. 3.1)

Keterangan :
A = jumlah tanah hilang (ton/ha/tahun)
R = erosivitas curah hujan tahunan rata-rata (biasanya dinyatakan sebagai
energi dampak curah hujan (MJ/ha) x intensitas hujan Maksimal (mm/jam)
K = indeks erodibilitas tanah
LS = indeks Panjang dan kemiringan lereng
C = indeks pengelolaan tanaman
P = indeks upaya konservasi tanah

33
Rincian bagaimana menentukan indeks-indeks tersebut dapat dilihat
sebagai berikut :
A. Indeks erovitas curah hujan (R)
Indeks erovitas curah hujan ditentukan untuk setiap satuan lahan. Data
curah hujan jarang didapat didaerah tangkapan air, terutama data tentang
intensitas dan lam hujan, serta frekuensi terjadinya hujan. Timnbul permasalahan
dalam ekstrapolasi data curah hujan dari stasiun cuaca di daerah hilir dan
penerapan data tersebut sehubungan dengan perbedaan curah hujan didaerah hulu.
Metode perhitunga erosivitas curah hujan tergantung pada jenis data curah hujan
yang tersedia. Disarankan agar menggunakan rumus Bols jika diketahui jumlah
curah hujan bulanan rata-rata, jumlah hari hujan dalam bulan tertentu dan curah
hujan harian rata-rata maksimal pada bulan tertentu. Rumus indeks erosivitas
curah hujan adalah :

( ) ( ) ( ) …………(Pers. 3.2)

Keterangan :
Rm = Erosivitas curah hujan bulanan rata-rata ( )
(Rain)m = Jumlah curah hujan bulanan rata-rata maksimum (cm)
(Days)m = Jumlah hari hujan bulanan rata-rata maksimum (hari)
(Max P) = Curah hujan harian rata-rata maksimal maksimum (cm)

B. Indeks Erodibilitas Tanah (K)


Erodibilitas tanah merupakan faktor kepekaan tanah terhadap erosi, yaitu
mudah tidaknya tanah terkena erosi oleh air hujan. Nilai erodibilitas tanah yang
tinggi pada suatu lahan menyebabkan erosi yang terjadi menjadi lebih besar dan
sebaliknya. Besarnya nilai faktor erodibilitas tanah sangat tergantung dari sifat
tanah tersebut yang dipengaruhi oleh tekstur, struktur, kadar bahan organik dan
permeabilitas tanah (Suripin, 2002). Faktor erodibilitas tanah dengan kadar debu
dan pasir sangat halus kurang dari 70% dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan dari Wischmeier, Johnson, dan Cross (1971) dalam Permenhut
P.32/menhut-II/2009. Adapun persamaanya sebagai berikut :

34
( ) ( ) ( ) ( )
K= ………(Pers. 3.3)

Keterangan :
K : Erodibilitas tanah
M : (%debu + %pasir sangat halus)(100-%lempung)
a : Bahan organik (%C organik x 1,724)
b : Harkat struktur tanah
c : Harkat tingkat permeabilitas tanah

Tabel 3.1
Kode Struktur Tanah Untuk Menghitung Nilai K Dengan Nomograf

Kelas Struktur Tanah ( ukuran diameter) Kode

Granuler sangat halus(<1 mm) 1

Granuler halus ( 1 sampai 2 mm) 2

Granuler sedang sampai kasar (2 sampai 10 mm) 3

Berbentuk blok, blocky, plat, masif 4


Sumber : (Permenhut P.32/menhut-II/2009)

Tabel 3.2
Kode Permeabel Tanah Untuk Menghitung Nilai K Dengan Nomograf

Kelas Permeabilitas Kecepatan (cm/jam) Kode

Sangat lambat <0.5% 6

Lambat 0.5-2.0 5

Lambat sampai sedang 2.0-6.3 4

Sedang 6.3-12.7 3

Sedang sampai cepat 12.7-25.4 2

Cepat >25.4 1
Sumber : (Permenhut P.32/menhut-II/2009)

35
Apabila kandungan debu dan pasir sangat halus lebih dari 70 % maka
faktor erodibilitas tanah ditetapkan menggunakan nomograf erodibilitas tanah
Wischmeier et.al (1971), seperti ditunjukkan pada Gambar 3.6.

Sumber : (Permenhut P.32/menhut-II/2009)


Gambar 3.6
Grafik Nomograph Erodibilitas Tanah

Departemen Kehutanan Republik Indonesia menetapkan nilai erodibilitas


tanah untuk berbagai jenis tanah di Indonesia seperti pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3.
Faktor Erodibilitas (K) dari Departemen Kehutanan RI

No. Jenis Tanah Nilai K


1. Latosol coklat kemerahan dan litosol 0.43
2. Latosol kuning kemerahan dan litosol 0,36
3. Komplek mediteran dan litosol 0,46
4. Latosol kuning kemerahan 0,56

36
Lanjutan Tabel 3.3
No. Jenis Tanah Nilai K
5. Grumusol 0,20
6. Aluvial 0,47
7. Regusol 0,40
Sumber : (Permenhut P.32/menhut-II/2009)

C. Faktor panjang dan kemiringan lereng (LS)


Informasi kemiringan lereng dan panjang lereng yang diperoleh dari
pengukuran lereng di lapangan yang kemudian dibagi tiap satuan lahan, menjadi
satuan lahan yang lebih kecil dan terinci, berdasarkan kemiringan lereng dan
panjang lereng. Informasi tersebut dapat digunakan untuk menghitung nilai LS
pada nomograf yang dimodifikasi seperti Gambar 3.7.

Sumber : (Permenhut P.32/menhut-II/2009)

Gambar 3.7
Nomograf penentuan nilai LS

37
Cara penggunaan nomograf LS adalah sebagai berikut :
1. Panjang lereng (L) ditetapkan pada titik yang sesuai pada sumber horisontal
nomograf
2. Ditarik garis vertikal hingga memotong garis yang menunjukan kemiringan
lereng (S)
3. Dari titik perpotongan ini tarik garis horisontal hingga memotong sumbu
vertikal dimana nilai LS dapat dibaca.

D. Indeks Penutupan Lahan (Vegetasi) (C)


Untuk faktor pengelolaan tanaman (C), diperoleh berdasarkan kondisi
vegetasi pada daerah penelitian, seperti yang terdapat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4
Indeks pengelolaan tanaman (nilai C) untuk pertanaman tunggal

No Jenis Tanaman Nilai Faktor C


1 Tanah terbuka, tanpa tanaman 1,0
2 Hutan 0,001
3 Sawah 0,01
4 Tanah kosong tidak diolah 0,95
5 Tegalan 0,7
6 Perladangan 0,4
7 Ubi kayu 0,8
8 Jagung 0,7
9 Kedelai 0,399
10 Kentang 0,4
11 Kacang tanah 0,2
12 Padi gogo 0,561
14 Pisang 0,6
15 Akar wangi (sereh wangi) 0,4
16 Rumput bede (tahun pertama) 0,287
17 Kopi dengan penutup tanah buruk 0,2
18 Talas 0,85
19 Kebun campuran
Kerapatan tinggi 0,1
Kerapatan sedang 0,2
Kerapatan rendah 0,5

38
Lanjutan Tabel 3.4

No Jenis Tanaman Nilai Faktor C

21 Hutan alam
Serasah banyak 0,001
Serasah sedikit 0,005
22 Hutan produksi
Tebang habis 0,5
Tebang pilih 0,2
23 Semak belukar, padang rumput 0,3
Sumber : (Permenhut P.32/menhut-II/2009)

E. Indeks Pengelolaan Konservasi Lahan (P)


Untuk indeks konservasi tanah (P), diperoleh berdasarkan upaya
konservasi tanah yang dilakukan pada daerah penelitian seperti pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5
Nilai P untuk Berbagai Tindakan Konservasi

Teknik Konservasi Tanah Nilai P


Tanpa tindakan pengendalian erosi 1,00
Teras Bangku
- Konstruksi Baik 0,04
- Konstruksi sedang 0,15
- Konstruksi Kurang Baik 0,35
Strip Tanaman
- Rumput Bahia 0,40
- Clotararia 0,64
- Dengan Kontur 0,20
Pengolahan Tanah dan Penanaman menurut garis
kontur
0,50
- Kemiringan 0-8%
0,75
- Kemiringan 8-20%
0,90
- Kemiringan >20%
Sumber : (Permenhut P.32/menhut-II/2009)

F. Kelas tingkat bahaya erosi


Hasil perhitungan nilai laju erosi dengan menggunakan rumus USLE
kemudian diklasifikasi menjadi lima kelas, yaitu sangat ringan, ringan, sedang,
berat, dan sangat berat. Tabel 3.6 menunjukkan klasifikasi TBE.

39
Tabel 3.6
Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi (The classification of erosion danger level)

Kehilangan Tanah
Kelas TBE Keterangan
Ton/Ha/Thn
I ≤ 15 Sangat Ringan
II > 15-60 Ringan
III > 60-180 Sedang
IV > 180-480 Berat
V > 480 Sangat Berat
Sumber : (Permenhut P.32/menhut-II/2009)

3.4.4 Penanganan dan Pengawasan Erosi


Menurut David K. Norman dalam Best Management Practices for
Reclaiming Surface Mines in Washington and Oregon (1997), rencana
penanganan dan pengawasan erosi dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu rencana
jangka pendek dan rencana jangka panjang.
Rencana penanganan dan pengawasan erosi jangka pendek seperti :
1. Penanaman mulsa
2. Bal jerami
3. Pagar Kain
4. Jaring goni
Rencana penanganan dan pengawasan erosi jangka panjang seperti :
1. Vegetasi
2. Parit pengalih
3. Kontur, Tanggul, Sengkedan, Selokan

3.5 Kebutuhan Tanah Pucuk


Tanah pucuk memiliki unsur hara yang tinggi, sehingga sangat diperlukan
sebagai media penanaman. Adapun sistem perhitungan kebutuhan tanah pucuk,
antara lain :
1. Sistem perataan tanah
Untuk mengetahui volume tanah pucuk (top soil) yang akan digunakan
dalam kegiatan penataan lahan dengan sisitem perataan tanah dapat digunakan
rumus sebagai berikut :

40
Volume top soil = Luas (L) x Tebal top soil.…………………………(Pers. 3.4)

2. Sistem guludan
a. Jumlah guludan per Ha
= 10.000 m2 / (spasi guludan + lebar) x panjang).…………………(Pers. 3.5)
b. Volume kebutuhan top soil
= Luas area x jumlah guludan/ha x volume topsoil per guludan. ...(Pers. 3.6)

3. Sistem pot/ lubang tanam


Untuk menghitung volume kebutuhan tanah pucuk dengan sistem pot
dapat menggunakan rumus sebagai berikut :
= Luas penampang atas x Luas penampang bawah x tinggi .……(Pers. 3.7)

3.6 Pembuatan Saluran Pembuangan Air


Kegiatan penambangan berakibat pada terbentuk lubang bukaan tambang
dan lorong-lorong didalam tanah dengan ukuran dan kondisi fisik yanng berbeda-
beda, semntara itu untuk kepentingan sistem penyaliran tambang secara sitematis
dan terencana belum ada hal ini dikarenakan air tanah yang masuk kelubang
bukkan tambang dianggap tidak mengganggu kegiatan penambangan, dan
kehadiran air tambang selama ini dapat diatasi dengan mengalirkan secara bebas
melalui parit kecil pada dasar bukaan tambang.
Paritan digunakan untuk mengalirkan debit air limpasan dari air hujan.
Bentuk saluran penampang dibuat persegi empat berbentuk trapesium dengan
kemiringan sisi 600. Bentuk penampang dibuat trapesium karena supaya lebih
mudah pembuatannya dan juga memiliki debit yang lebih besar dibandingkan
bentuk saluran penampang yang lain.
Dalam merancang sistem penyaliran tambang, perhitungan dimensi
saluran dilakukan dengan menggunakan rumus Manning :
1
Q= x R2/3 x S1/2 x A………………………………………………… (Pers. 3.8)
n
Keterangan:
Q = Debit aliran (m³/detik)
n = Koefisien kekasaran saluran
A = luas penampang saluran (m2)

41
R = jari – jari hidrolis (m)
S = kemiringan dasar saluran (%)

Gambar 3.8
Bentuk Saluran Terbuka

Bentuk saluran penampang dibuat persegi empat berbentuk trapesium dengan


kemiringan sisi 600, digunakan rumus :

Z = 1/tan (600) = 0,58 ………………………………………… (Pers. 3.9)

b = 2{(Z2 + 1)1/2 – Z}.d = 1,152.d ……………………………………… (Pers. 3.10)

R = d/2 ……………………………………………(Pers. 3.11)

B = (b + Z).d = 1,732 .d ………………………………………(Pers. 3.12)

Tabel 3.7
Tipikal harga koefisien kekasaran saluran (n)
(Sumber : Gautama, 1999)

No. Tipe saluran Harga n


Minimum Normal Maksimum
1 Beton
a) Gorong-Gorong lurus dan bebas 0,01 0,011 0,013
dari kotoran
b) Gorong-gorong dengan 0,011 0,013 0,014
lengkungan dan sedikit kotoran
c) Beton dipoles 0,011 0,012 0,014
d) Saluran pembuangan dengan bak 0,013 0,015 0,017
control

42
Lanjutan Tabel 3.7
No. Tipe saluran Harga n
Minimum Normal Maksimum
2 Tanah, lurus dan seragam
a) Bersih baru 0,016 0,018 0,02
b) Bersih telah melapuk 0,018 0,022 0,025
c) Berkerikil 0,022 0,025 0,03
d) Berumput pendek, sedikit tanaman 0,022 0,027 0,033
pengganggu
3 Saluran alam
a) Bersih lurus 0,025 0,03 0,033
b) Bersih berkelok-kelok 0,033 0,04 0,045
c) Banyak tanaman pengganggu 0,05 0,07 0,08
d) Dataran banjir berumput pendek – 0,025 0,03 0,035
tinggi
e) Saluran di belukar 0,035 0,05 0,07

43
BAB IV
HASIL PENELITIAN

Pada Penelitian yang dilakukan di PT. Semen Padang didapatkan beberapa


informasi yang dapat menujang tujuan dilakukan penelitian diantaranya yaitu
Area lahan reklamasi, ketersediaan tanah pucuk, tingkat bahaya erosi, serta
pengendalian erosi dan sedimentasi.

4.1 Area Lahan Reklamasi


Metode penambangan yang diterapkan PT Semen Padang secara side hill
quarry yang merupakan metode penambangan bahan galian pada daerah
perbukitan. Operasi penambangan dilakukan pada lahan seluas 206 Ha, dengan
luas lokasi rencana reklamasi pada penelitian ini adalah 3,2 Ha yang berlokasi di
area Parak Kopi, ±40 m barat crusher VI. Peta topografi Parak Kopi dapat dilihat
pada Lampiran D.
Kegiatan penataan lahan yang akan dilakukan adalah menata bentuk lahan
penimbunan tanah yang tidak teratur menjadi lahan yang tertata, dan kemudian
siap digunakan untuk kegiatan revegetasi. Penataan lahan yang dimaksud adalah
upaya-upaya yang akan dilakukan untuk mengatur bentuk lahan untuk
penanganan erosi serta penataan tanah pucuk (top soil). Untuk itu, kegiatan
penataan lahan disesuaikan dengan kondisi perusahaan.
Hasil pengamatan dan pengukuran geometri jenjang dilapangan diketahui
bahwa tiap jenjangnya memiliki lebar jenjang, tinggi jenjang, panjang jenjang,
dan slope yang beragam. Pengelolaan lahan daerah timbunan berupa teras bangku
konstruksi kurang baik dan tanpa tanaman.
Geometri jenjang yang beragam dan tanpa tindakan pengelolaan lahan dan
tanaman tersebut nantinya direncanakan dengan tindakan pengelolaan lahan dan
tanaman, agar mengurangi dampak erosi dan memiliki nilai estetika visual.
Kegiatan pengukuran geometri area timbunan tanah Parak Kopi dilakukan
dengan jarak interval pengukuran 50 m untuk lebar teras dan 100 m untuk panjang

44
lereng. Kegiatan pengukuran dan rona lereng timbunan Parak Kopi dapat dilihat
pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1
Kegiatan pengukuran dan rona lereng timbunan Parak Kopi

Dari hasil sayatan peta topografi Parak Kopi pada Lampiran D, didapatkan
rona timbunan tanah yang akan dilakukan kegiatan reklamasi. Hasil sayatan
timbunan tanah dan Crusher VI, dapat dilihat pada Gambar 4.2

Gambar 4.2
Hasil sayatan geometri dilapangan
Geometri timbunan tanah sebelum dilakukan kegiatan reklamasi dari hasil
sayatan timbunan tanah dan crusher VI, dapat dilihat pada Gambar 4.3 dan Tabel
4.1.

45
Gambar 4.3
Geometeri Timbunan Tanah Parak Kopi

Tabel 4.1
Tabel geometri timbunan area Parak Kopi
Tinggi Bank Panjang
Elevasi Lebar
Jenjang Jenjang Width kemiringan
(mdpl) Teras (m)
(m) (m) Lereng (m)
1 411-381 30 37,89 9 48,33
2 381-347 34 35,32 12 49,03
3 347-342 5 3,32 10 6
4 342-338 4 4,47 10 6
5 338-331 7 8,22 0 10,8

Dari data panjang, lebar dan tinggi geometri timbunan tanah Parak Kopi,
diketahui volume tanah yang ada pada kondisi sebenarnya adalah 1.254.773 m3,
perhitungannya dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2
Volume timbunan tanah Parak Kopi
Luas Sebenarnya (tinggi x Panjang Volume,
Jenjang
lebar), m² Teras, m m³
1 563,0455 242 136.257
2 2183,95 251 548.171
3 478,92 306 145.937
4 438,5 306 134.181
5 882,15 329 290.227
Jumlah 1.254.773

46
4.2 Ketersediaan Tanah Pucuk
Pemilihan sistem penanaman didasarkan pada jumlah tanah pucuk yang
tersedia dilapangan, berkaitan dengan hal itu diketahui jumlah tanah pucuk yang
tersedia hingga periode april 2017 sebanyak 840 m3 (sumber : Dept. Perencanaan
PT. Semen Padang). Ketersediaan tanah pucuk tersebut didapatkan dari volume
tanah pucuk hasil pembukaan lahan area Pengembangan yang sedang dalam
proses pembersihan lahan.
Sistem penebaran tanah pucuk yang dipilih pada kegiatan penelitian ini
adalah menggunakan sistem pot. Alasan dipilihnya sistem tersebut dikarenakan
tanah pucuk yang tersedia tidak cukup untuk sistem perataan tanah maupun sistem
guludan.
Metoda sistem pot ini dilakukan dengan cara membuat pot/lubang tanam
pada area timbunan tanah area Parak Kopi yang telah diratakan, kemudian diisi
dengan menggunakan tanah pucuk.

4.3 Tingkat Bahaya Erosi (TBE)


Berdasarkan hasil perhitungan tingkat bahaya erosi untuk lahan timbunan
tanah area Parak Kopi, diketahui nilai tingkat bahaya erosi yang terjadi adalah
2.018,47 ( Kategori Sangat Berat). Perhitungan tingkat bahaya erosi

dapat dilihat pada Lampiran G.


Agar lahan yang telah ditata tidak mudah rusak serta tanah pucuk yang
telah ditata tidak hanyut terbawa air maka perlu dilakukan tindakan-tindakan
pengendalian erosi. Salah satu cara untuk membatasi kecepatan air limpasan
adalah dengan pembuatan teras dan saluran pembuangan air.
Kondisi timbunan tanah area Parak Kopi sebelum dilaksanakannya
reklamasi belum memiliki saluran pembuangan air, sehingga air limpasan hujan
akan langsung mengalir ke dasar timbunan tanah.

47
BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Tingkat Bahaya Erosi Sebelum Reklamasi


Tingkat bahaya erosi yang terjadi pada timbunan tanah sebelum dilakukan
kegiatan reklamasi adalah 2.018,447 , dengan kategori sangat berat.

Untuk meminimalisir tingkat bahaya erosi, maka akan dilakukan kegiatan


reklamasi pada lahan timbunan tanah parak kopi.

5.2 Penataan Area Reklamasi


Geometri timbunan tanah dilapangan memiliki bentuk yang beragam.
Geometri tersebut akan dilakukan perubahan sesuai dengan geometri rencana.
Perubahan geometri ini dimaksudkan agar memperpendek ukuran panjang untuk
satu lereng timbunan tanah area Parak Kopi.
Untuk meminimalisir dampak erosi, maka pada lereng pertama dan kedua
akan dilakukan perubahan geometri, dengan cara memperpendek ukuran panjang
lereng tersebut. Masing-masing panjang lereng pertama dan kedua tersebut akan
diperpendek menjadi 2 bagian. Tanah hasil perpotongan lereng tersebut nantinya
akan ditumpahkan ke lereng dibawahnya. Geometeri rencana ini dilakukan tanpa
mengubah panjang keseleruhan lereng itu sendiri, dikarenakan adanya akses jalan
pada dasar timbunan tanah tersebut. Penataan Geometri jenjang rencana dan
geometri jenjang rencana dapat dilihat pada Gambar 5.1 dan 5.2. Waktu
pelaksanaan kegiatan penataan dilakukan selama 60 hari (Lampiran K).
Setelah geometri jenjang rencana diketahui dan direncanakan, selanjutnya
memplotkan geometri tersebut kedalam peta. Peta zona reklamasi timbunan tanah
Parak Kopi dapat dilihat pada Lampiran E.
Pemilihan terasering didasarkan slope atau kemiringan lereng hasil
penataan lahan dan didasarkan dengan rencana reklamasi PT. Semen Padang.

48
Teras bangku dipilih dikarenakan cocok dengan Slope atau kemiringan (10 hingga
65) % timbunan tanah area Parak Kopi.

Gambar 5.1
Penataan Geometri Jenjang Rencana

Gambar 5.2
Geometri Jenjang Rencana

Rona atau bentuk timbunan tanah rencana dapat diketahui dari hasil
sayatan peta zona reklamasi. Hasil sayatan timbunan tanah rencana dapat dilihat
pada Gambar 5.3

49
Gambar 5.3
Hasil sayatan geometri rencana

Dimensi terasering yang direncanakan memiliki ukuran yang beragam.


Terasering tersebut memiliki isi teras berupa : bidang penguat, SPA, dan lubang
tanam. Hasil akhir penataan pada jenjang dapat dilihat pada tabel 5.1

Tabel 5.1
Hasil Akhir Penataan pada Jenjang

Panjang Lebar
Elevasi
Jenjang Lereng Teras Isi Teras Slope
(mdpl)
(m) (m)
411- Bidang Penguat, SPA, dan
1 45°
396 21,20 6 Lubang tanam
396- Bidang Penguat, SPA, dan
2 38°
381 24,10 7 Lubang tanam
381- Bidang Penguat, SPA, dan
3 51°
364 21,78 6 Lubang tanam
364- Bidang Penguat, SPA, dan
4 44°
347 24,49 10 Lubang tanam
347- Bidang Penguat, SPA, dan
5 57°
342 6 10 Lubang tanam
342- Bidang Penguat, SPA, dan
6 42°
338 6 10 Lubang tanam
338- Bidang Penguat, SPA, dan
7 41°
331 10,77 - Lubang tanam

50
Dari hasil akhir penataan jenjang tersebut dapat digambarkan dimensi isi
terasering, contoh gambar dimensi isi terasering RL 364 dan RL 347 dapat dilihat
pada gambar 5.4.

Gambar 5.4
Contoh gambar dimensi isi terasering RL 364 dan RL 347

5.3 Penebaran Tanah Pucuk


5.3.1 Jumlah lubang tanam / Pot
Penelitian ini menggunakan jarak (4 x 4) m pada jenjang timbunan untuk
tanaman Jabon merah, dan (0,5 x 0,5) m pada lereng untuk tanaman Rumput
gajah. Dimensi dari pot/lubang tanam untuk tanaman Jabon merah adalah
kedalaman 1 m, panjang 1 m, lebar penampang atas 1,5 m dan lebar penampang
bawah 1 m, sehingga volume setiap pot/lubang tanam tanaman Jabon merah
adalah 1,5 . Dimensi dari pot atau lubang tanam tanaman Rumput gajah di
lereng adalah kedalaman 0,1 m, panjang 0,1 m lebar penampang atas 0,1 m dan
lebar penampang bawah 0,1 m, sehingga volume setiap pot/lubang tanam tanaman
Rumput gajah adalah 0,001 .
Jumlah lubang tanam yang dibuat sebanyak 288 pot lubang Jabon Merah
dan 90.000 lubang Rumput Gajah, sehingga tanah pucuk yang dibutuhkan untuk
sistem ini sebanyak 522 m3. (Perhitungan jumlah lubang pada lampiran I).

51
5.3.2 Rancangan Pembuatan dan Pengisian Lubang Tanam / Pot
Setelah penentuan sitem penataan lahan dipilih maka selanjutnya
dilaksanakan rancangan pembuatan lubang tanam/pot. Rancangan lubang
tanam/pot ini dibuat agar mempermudah pelaksanaan penataan lahan dengan total
lahan 3,2 Ha. Pembuatan lubang tanam/pot dilakukan dengan bantuan tenaga
manusia 5 orang pekerja. Waktu yang dibutuhkan untuk membuat lubang tanam
keseluruhan sebanyak 90.288 lubang ialah 39 hari dengan waktu kerja 8 jam per
hari. (Perhitungan waktu pembuatan lubang pada lampiran J).

5.4 Revegetasi
Tanaman yang menjadi pilihan pada teras dalam kegiatan reklamasi adalah
tanaman Jabon Merah. Dipilihnya tanaman jabon merah karena :
a. Adanya kesesuaian iklim yaitu iklim tropis, kesesuaian suhu yaitu 20-30o C,
dan kesesuaian ketinggian daerah yaitu 0-1000 mdpl.
b. Jabon merah mudah ditanam pada tanah yang kurang gembur
c. Cepat tumbuh
d. Teknik budidaya relatif mudah
e. Kebutuhan biaya relatif sedikit
f. Kebutuhan tenaga kerja sedikit
Tanaman yang menjadi pilihan pada lereng dalam kegiatan reklamasi adalah
tanaman Rumput gajah. Dipilihnya tanaman jabon merah karena :
a. Tanaman rumput-rumputan dapat tumbuh dengan cepat sehingga dalam waktu
pendek tanah telah dapat tertutupi oleh tanaman tersebut secara rapat dan tebal.
b. Rumput gajah dapat hidup diberbagai tempat (0 – 3000 dpl).
c. Bagian atas dari tanaman (daun-daunan) mampu melindungi permukaan tanah
dari percikan air hujan dan memperlambat aliran permukaan.
d. Bagian bawah tanaman (perakaran) dapat memperkuat resistensi tanah dan
membantu melancarkan infiltrasi air kedalam tanah.
5.5 Pembuatan SPA
Pembuatan SPA ditentukan berdasarkan jumlah debit curah hujan rencana
yang dihasilkan oleh masing-masing DTH. DTH (daerah tangkapan hujan) yang
digunakan adalah DTH 15. Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui jumlah debit
saluran untuk DTH 15.

52
Pembuatan saluran dilakukan dengan menggunakan tenaga manusia.
Perhitungan dimensi saluran dan waktu yang diperlukan untuk membuat saluran
yang berada pada keseluruhan jenjang ialah 8 hari. Dimensi saluran terbuka
berbentuk trapesium dengan lebar penampang atas masing-masing jenjang 1,5 m,
lebar penampang bawah 1 m, kedalaman 1 m dengan kemiringan sisi 60o
(perhitungan Lampiran H).

5.6 Penurunan Tingkat Bahaya Erosi (TBE)


Berdasarkan perhitungan tingkat bahaya erosi sebelum penataan lahan

dilakukan, didapatkan nilai tingkat bahaya erosi sebesar 2.018,47

(Kategori Sangat Berat). Setelah penataan lahan dilakukan, maka didapatkan nilai
tingkat bahaya erosi sebesar 44,92 ( Kategori Ringan) perhitungan

dapat dilihat pada Lampiran G. Nilai tersebut didapatkan dengan catatan pada
kegiatan penataan lahan dilakukan pembuatan terasering dengan isi teras berupa
bidang penguat, saluran pembuangan air (SPA), dan lubang tanam yang nantinya
akan ditanami tanaman Jabon merah dan Rumput gajah. Perhitungan tingkat
bahaya erosi dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kekritisan lahan setelah
lahan tersebut digunakan, dan menjadi dasar penataan terhadap lahan.
Penurunan nilai tersebut dikarenakan air yang berperan besar dalam
penyebab terjadinya erosi telah berkurang, dengan adanya saluran pembuangan air
dan tanaman pada lereng dan jenjang timbunan. Air tidak langsung jatuh menuju
lantai jenjang. Air yang jatuh pada lereng akan ditahan dan diperlambat oleh
tanaman yang tumbuh di lereng, yang kemudian mengalir menuju saluran
pembuangan air. Sedangkan air yang jatuh pada lantai jenjang terkumpul dan
diserap oleh tanaman.

53
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat
ditarik kesimpulan dari hasil kegiatan penataan lahan pada lahan bekas
penambangan Batu kapur PT. Semen Padang, Indarung, Sumatera Barat sebagai
berikut :
1. Tingkat Bahaya Erosi (TBE) sebelum penataan lahan 2.018,47

(Kategori Sangat Berat)


2. Geometri jenjang pertama dan kedua akan diperpendek menjadi 2 bagian tiap
jenjangnya, dengan volume tanah galian 30 m3 per meternya. Tanah hasil
galian kemudian ditimbun ke jenjang dibawahnya dengan volume yang sama.
Penataan lahan dilakukan selama 60 hari.
3. Berdasarkan geomteri lahan yang ada, lahan akan ditata dan dibentuk teras
bangku. Pengelolan tanah pucuk ini dilakukan dengan menggunakan sistem
pot, pembuatan dan pengisian pot dilakukan selama ± 39 hari dengan jam kerja
8 jam, menggunakan tenaga manusia. Jarak tanam Jabon merah adalah 4 x 4 m
sejumlah 288 batang, sedangkan jarak tanam untuk rumput gajah 0,5 m x 0,5 m
sejumlah 90.000 batang. Tanah pucuk yang tersedia hingga april 2017
berjumlah 840 m³, dan kebutuhan tanah pucuk untuk menanam Jabon merah
dan Rumput gajah sejumlah 522 m3.
4. Penanaman tanaman Jabon merah dilakukan pada teras area timbunan dan
Rumput gajah pada lereng area timbunan dan tanggul teras.
5. Pengendalian erosi dan sedimentasi dilakukan dengan pembuatan teras dan
pembuatan saluran terbuka. Dari hasil perhitungan yang dilakukan, dimensi
saluran terbuka berbentuk trapesium dengan lebar penampang atas masing-
masing jenjang antara 1,5 m, lebar penampang bawah 1 m, kedalaman 1 m
dengan kemiringan sisi 60o. Lama waktu pengerjaan pembuatan saluran selama
8 hari.

54
6. Penurunan Tingkat Bahaya Erosi (TBE) dari 2.018,47 (Kategori

Sangat Berat) menjadi 44,92 ( Kategori Ringan).

6.2 Saran
Saran dari hasil kegiatan penelitian ini, antara lain :
1. Perlu adanya pengelolaan dan penyimpanan tanah pucuk (top soil), agar pada
saat kegiatan reklamasi lebih mudah dilaksanakan.
2. Penelitian ini belum mengkaji tentang aspek ekonomi, untuk meneruskan
penelitian ini diharapkan ditambahkan mengenai aspek ekonomi agar lebih
lengkap.

55
DAFTAR PUSTAKA

1. Arsyad, Sitanala. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
2. Bafdal, Nurphilan, Kharistya Amaru, dan Edy Suryadi. 2011. Buku Ajar Teknik
Pengawetan Tanah dan Air. Bandung. Jurusan Teknik dan Manajemen Industri
Pertanian Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran
3. David K. Norman. 1997. Best Management Practices for Reclaiming Surface
Mines in Washington and Oregon.
4. R. Hariyanto, dan Sudaryanto. 2015. Praktek Tambang Terbuka. Yogyakarta:
UPN Veteran Yogyakrata.
5. Rudy S. Gautama. 1999. Diktat Kuliah Sistem Penyaliran Tambang. Institut
Teknologi Bandung.
6. Suripin. 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. ANDI. Yogyakarta.
7. Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. ANDI.
Yogyakarta.
8. Waterman Sulistyana B. 2016. Perencanaan Tambang 1. Yogyakarta: UPN
Veteran Yogyakarta.
9. Yanto Indonesianto. 2014. Pemindahan Tanah Mekanis. Jurusan Teknik
Pertambangan UPN Veteran Yogyakarta.
10. ______, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara. Jakarta.
11. ______, 2009, Undang-Undang No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta.
12. ______, 2010, PP no 78 tahun 2010 tentang reklamasi dan pasca tambang.
Jakarta.
13. ______, 2011, P.4/Menhut-II/2011 tentang pedoman reklamasi hutan. Jakarta.

14. ______, 2014, Permen ESDM no 7 tahun 2014 tentang pelaksanaan reklamasi
dan pasca tambang pada kegiatan usaha pertambangan mineral dan
batubara. Jakarta.

56
LAMPIRAN A
SPESIFIKASI ALAT

A. Spesifikasi Cat 320D

Gambar A.1
Dimensi Cat 320D

58
Gambar A.2
Dimensi Cat 320D

59
LAMPIRAN B
DATA CURAH HUJAN TAHUN 2007-2016

Tabel B.1
Data Curah Hujan Harian Tahun 2007 (mm)

Tanggal Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
1 10,6 0 47,7 2 15,5 3,2 0 0 0 0 0 2
2 75,6 0 0 0,3 0 1,4 0 1,4 0 64,9 0 0
3 49,1 0 0 14,8 0 0 0 0 42,3 0 39 0
4 100,3 0 10,1 7,8 7,7 7,2 0 0 26,8 0 0,5 0
5 0,5 0 5,6 6 3 2,7 0 0 0 0 2 0
6 1,8 0 0 0 0 32 0 0 0 0 27,1 0
7 0 0 0 0 0 8,5 28 0 39,2 1,3 6,6 33
8 1,9 0 0 0 8,2 5 0 16 84,3 127,6 8 0,3
9 0 0 0 63 0 0 14,8 12,8 21,5 1,9 9,5 20,4
10 0 0 0 6 0 4,8 0 0,2 0 12,6 37,2 4,9
11 54,8 0 0 16 0 91,6 0 0 0 0,3 9,9 56,4
12 71,5 0 0 0,5 0 0 0 0 5,9 0,2 0 36
13 0 11,5 60 5 0 0 0 0 0 2,7 0 2,9
14 2,7 10,4 30,5 11,8 38,5 1,4 0 58 0 12,3 6,4 120
15 5,4 17 21,8 0,9 19 34,8 0 0 9,3 1,4 0 44,3
16 0 17,8 12,5 4 0 15,7 0 1,7 0 26,4 0 1
17 0 0 10 0 0 84 0 0 4,9 2,2 0 0
18 40 0,5 0 34 7 15,2 24,4 0,5 0 88,2 0 8,2
19 0 111,8 19,3 67,6 0 13,7 75,8 13,5 0,7 9,2 0 0
20 0 4,5 90 0 0 29,5 0 29,6 1,2 14,4 7,6 0,6
21 60,5 0 11,1 0 4,4 0 17 3,8 0 27 48,8 0
22 48,1 0 0 36 0,5 0 1,4 6,2 45,6 43,5 0 0
23 230 0 0 5,7 0 35,3 59,1 0 0 49,2 0 0
24 0 0 0 101,1 0 0,5 2,2 3,6 0 8 1,8 24,4
25 0 92,3 5,2 4 1,7 0 1 0 0 0,8 0 97
26 16,2 21 24,4 1,2 10,3 0 0 18,7 2 0 0 100,7
27 0 1,8 0 0 6 0 68,8 0 15 0 17 0,5
28 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0
29 0 - 0 4,1 38,6 0 0 0,6 0 12,5 0,8 20
30 0 - 0 21,3 2,1 0 0 1,8 37,8 57 0 11,6
31 0 - 0,5 - 4,5 - 5,1 0,6 - 8,5 - 0
Jumlah Hari hujan 16 10 14 22 15 18 11 16 14 23 16 19
Hujan Tertinggi 230,00 111,80 90,00 101,10 38,60 91,60 75,80 58,00 84,30 127,60 48,80 120,00
Hujan Terendah 0,50 0,50 0,50 0,30 0,50 0,50 1,00 0,20 0,70 0,20 0,80 0,30
Jumlah Curah Hujan 769,00 288,60 348,70 413,10 167,00 386,50 297,60 169,00 336,50 572,10 223,20 584,20
Curah Hujan Rata-Rata 48,06 28,86 24,91 18,78 11,13 21,47 27,05 10,56 24,04 24,87 13,95 30,75

(Sumber : PT. Semen Padang, 2017)

60
Tabel B.2
Data Curah Hujan Harian Tahun 2008 (mm)

Tanggal Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
1 0 163 0,5 0 0 1,8 11 0 0,6 80,8 0 0
2 0 1,8 13 0 0 23 0 0 29,2 0 2,5 4,5
3 0 0 34,9 2 0 0 0 0 0,8 0 28,7 0,4
4 0 36,1 0 2,5 0 32,5 81 0 37 7,6 37,1 2,7
5 0 0 0 0 0 19,7 0 0 43,1 3,8 0 15,1
6 0 0 1,1 0 0 81,7 0 0 0 2 9 11
7 0 0 0 0 0 39 0 0 3,8 66 61,5 39,9
8 0 0 0 0,8 0 60,7 40,1 2,5 0 4 0,2 125,9
9 9,3 0 40 9,6 3,4 0 0 0 7,4 0,3 18,5 26,7
10 0 0 4,6 8,4 0 0 1,8 7,2 1 25,2 0 0
11 0 11,8 11,3 16 6 0 20,4 1 9,8 8,3 14,3 0
12 0 0 144,6 0,2 0 0 0 0 0 3,7 2 1,7
13 0 0 43 0 0 0 0,8 0 3,5 44,6 0 2,7
14 3,5 0 4,2 0 0 0 79 0 11,9 5,6 1 14,2
15 2 0 1,4 0 0 0 3 59,5 8 0 0 26,8
16 0 0 3,1 0 0 0 0,9 0 1,2 0,3 69,5 0,2
17 0 0 0 76,5 0 0,4 4 0 0 24,2 0 0
18 0 0 130 0 0 0 49,3 10,2 0 20,4 100 0
19 12,3 0 21,6 25,7 0 75,9 0 1,5 0 9,8 4,2 0
20 0 17 0 0,3 0 0 0 0 0 26,1 2,9 0
21 0 25,1 0 4,5 0 0 18,1 20 48 4,9 0 78,3
22 14,1 68 60 75,3 0 0 118,3 20,1 0 3,5 0 83,6
23 0 0 9,5 11,4 0,7 0 0 1 0 10,7 0 7,5
24 0 0 0 2 0,9 0 0 39,8 26 0 2,5 14,8
25 0 30 4,3 18,4 61 0 0,2 0,9 0 0 12,9 114,6
26 11,5 18,1 10,1 0 46,5 1,8 1,7 16,5 32 0 2,2 2,8
27 1,2 0 0 0 0 0,7 0 7,9 11,3 0 1,8 1,2
28 14,5 17,3 0 0 0 107,3 0 5,8 0 0 27 4,2
29 19,3 17,8 0 5 29,5 0 0 2,9 0 0 0 85
30 0 - 0 5,5 25,5 41 0 2,4 30,7 0 0 4,1
31 2,8 - 10,1 - 9,5 - 0 27,9 - - 0 0,7
Jumlah Hari hujan 10 11 19 17 9 13 15 17 18 20 19 24
Hujan Tertinggi 19,3 163 144,6 76,5 61 107,3 118,3 59,5 48 80,8 100 125,9
Hujan Terendah 2,8 1,8 0,5 0,2 0,7 0,4 0,2 0,9 0,6 0,3 0,2 0,2
Jumlah Curah Hujan 90,5 406 547,3 264,1 183 485,5 429,6 227,1 305,3 351,8 397,8 668,6
Curah Hujan Rata-Rata 9,05 36,91 28,81 15,54 20,33 37,35 28,64 13,36 16,96 17,59 20,94 27,86

(Sumber : PT. Semen Padang, 2017)

61
Tabel B.3
Data Curah Hujan Harian Tahun 2009 (mm)

Tanggal Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
1 2,4 1 15 24,8 0 3,5 14,3 0 0 44 0 56
2 35,6 21,5 0 40,5 1 0,2 0 0 1 19,2 0 0
3 4,2 43,6 12,7 0 7,1 0,3 0 0 2,8 0 2,6 0
4 19,6 0,3 0 7,8 30,2 23,4 0 0 0 0 18,1 9,2
5 0 0 0,6 0 0,4 0 0 0 0,6 52,2 1 8,3
6 65,7 0 42,2 100,6 4,7 0 0 11,8 0 4,7 16,7 0,7
7 0 0 19 4,2 4,6 0 0,5 0 0 0 83,5 6,2
8 0 0 0 0 0 3,2 1,4 12,1 0 0 6,2 5,9
9 0 0 0 0,3 25,2 0 2,6 12,6 53 0 0,2 0,1
10 1,2 0 0 32,3 1,3 0 0,2 0 0 0 48,4 0
11 0 0 0 2,6 0 0 172,4 3,7 0 0 23,5 0
12 0 0 2 15,8 10,4 0 24,8 3,8 0 0 18,8 0
13 4,7 0 15,2 4,5 0 0 0 14,5 0 0 4,2 0
14 0 0,2 70 0 39 0 0 44 0 0 30,9 21
15 0 2,2 8,5 1,1 3,2 0 0 6,1 123,3 0,8 3 62,6
16 0 0 0 5,2 6,4 48,7 33,5 0 66,5 4,6 87,5 0
17 0 0 0 0 16 2,6 0 32 0,7 0 6 2,7
18 0 0 0 0 0 0 0 0 19,6 0 24,2 2,8
19 0 8,3 0 0,5 0 0 1,4 3,9 0 2,4 9 38,5
20 22 19,5 0 0 0 0 0 0 0 0 19,5 0
21 0 0 0 1,2 0 0 0 1 0 63 14 0
22 0 43,7 0,7 2,9 0 13 0 25,4 0 16,2 25 0
23 0 1,5 1,1 5 0 0 8,3 10,1 0 0 30,5 0,1
24 0,3 55,3 0 0 0 7,3 9,4 0 0 0 6,9 1,5
25 17,5 0 0 0 0 0 57 0 3,7 86 0 30,2
26 0 0 23,2 0 0 2,2 0,7 1,2 0 0 7,7 10,3
27 6,8 11,4 20,8 0 0 2,8 7,9 4,6 0 0 24,5 0,2
28 3 2 0 0 0 6,1 0 36,5 44,1 94,7 6,7 6,2
29 19,8 - 0 0 0 6,3 101,6 0 2,7 1 33,5 80,1
30 40 - 5 2,5 0 14,3 0,1 0 0 2,8 10 24
31 29 - 0 0 0 20,4 - 54,2 0
Jumlah Hari hujan 15 12 14 17 13 14 16 17 11 14 27 21
Hujan Tertinggi 65,70 55,30 70,00 100,60 39,00 48,70 172,40 44,00 123,30 94,70 87,50 80,10
Hujan Terendah 0,30 0,20 0,60 0,50 0,40 0,20 0,20 1,00 0,60 0,80 0,20 0,10
Jumlah Curah Hujan 271,80 210,50 236,00 251,80 149,50 133,90 436,10 243,70 318,00 445,80 562,10 366,60
Curah Hujan Rata-Rata 18,12 17,54 16,86 14,81 11,50 9,56 27,26 14,34 28,91 31,84 20,82 17,46

(Sumber : PT. Semen Padang, 2017)

62
Tabel B.4
Data Curah Hujan Harian Tahun 2010 (mm)

Tanggal Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
1 5,7 0 0 10,2 0 3 45,8 0 0 28,6 41,6 12
2 0 75,2 74,7 3,8 66,4 28,1 3,6 0 7,4 90 68,9 13,8
3 11,6 0 5,5 78,5 0 0 5,7 1,2 17 56,3 44,2 0
4 4,1 5,6 7 33,5 11,2 21 0 2 41,2 0 41,1 12,7
5 0 1 0 0 0 186,2 0 0 0,5 11,3 0 18,2
6 0 34,5 10 0,7 0 9,4 0 0 0 11,8 0 0
7 0 0 91,5 1,5 0 3 0 0 3 0 14,3 0
8 47,5 0 25,6 2,6 53,2 34,8 93,2 0 19 0 14 0
9 0 0 233,6 3,5 0 0 0 59,3 0 0 19,2 0
10 0 0 10 11 0 0 0,2 0 0 40,5 24,2 0
11 13,6 18,5 1,6 1,2 0 0 1 0 0 11,8 44,6 0
12 0,9 0 0 0 0 0 3 0 0 8,2 14 0
13 36 21,5 0 0 0 0 16,8 0 0 168,5 6 9,9
14 45,2 13,3 15,3 0 4 0 0,4 32 0 10,2 0 21,4
15 0 7 63,6 1,4 91,4 4,4 5,6 16,5 0 0 0 22
16 0 31,2 6,7 57,7 14,6 0 93 7 0,5 0 10,2 0
17 25,1 5 18,5 0 0 0 30,3 0,9 16 0 30,1 4
18 31 4,8 3,9 2,3 0 0 0 74,5 4,2 0 20,5 0
19 29,2 0 0 0 0 0 8 20,2 0,2 0 0 0
20 3,2 1,9 3 3,7 0 28,5 0 55,5 39 1,5 7,5 0
21 0 45 7,2 0 0 0 1 0 102,5 0 9 0
22 2,3 34 2,9 0 0 0 37,4 0 18 0 0 0
23 0 0 3,4 4,9 0 2,5 0 0 100 0 0,8 0
24 0 24,5 0 5 0 0,8 1,3 0 3 17,7 0 0
25 0 0 0 0 0 0 0 0 64,5 14 0 5,5
26 9 0 137,1 1,6 0 0 16 0,2 0 47,5 6,9 7,8
27 0 103,8 0,5 10,6 0 0 0 0 93,7 4,5 7,2 41,5
28 0 0 92,6 0 0 4,5 6 3 0 0 109 1,7
29 0 - 0 0 0 20 0 18,7 8 22,2 20,1 35,1
30 0,4 - 0,8 0 34,2 0 4 0 1,5 16 26,6 0,3
31 0 - 0 - 5,7 - 0 17,8 - 41,6 - 0
Jumlah Hari hujan 15 16 22 19 7 13 19 14 19 18 22 14
Hujan Tertinggi 47,50 103,80 233,60 78,50 91,40 186,20 93,20 74,50 102,50 168,50 109,00 41,50
Hujan Terendah 0,40 1,00 0,50 0,70 4,00 3,00 0,20 0,20 0,20 4,50 0,80 0,30
Jumlah Curah Hujan 264,80 426,80 815,00 233,70 280,70 346,20 372,30 308,80 539,20 602,20 580,00 205,90
Curah Hujan Rata-Rata 17,65 26,68 37,05 12,30 40,10 26,63 19,59 22,06 28,38 33,46 26,36 14,71
(Sumber : PT. Semen Padang, 2017)

63
Tabel B.5
Data Curah Hujan Harian Tahun 2011 (mm)

Tanggal Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
1 0 0 0 0,2 0 1,8 0 0 35,2 0 6,1 7,5
2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 63,5 94,5
3 10 31,1 0 2,5 0 0,8 0 6,8 0 0 127,3 15,3
4 2,8 53,2 0 7,5 0 15,2 0 0 0 0 111,2 9,6
5 12,5 0 3,5 0 8,5 99,4 0 8 0 0 35,3 0
6 49 0 0 0 2 5 0 0 0 11 32,3 0
7 7 0 0 0 0,5 0 0 0 29,9 0 3,4 0
8 0 0 5,4 13 0 0 0 0 0 3 96 12
9 0 0 0 19 0 0 0 0 0 30,5 11,5 0
10 47,5 0 6 39 0 28,5 0 0 22,9 0 0 0
11 0 0 7,3 1 0 1,5 7,8 11,4 0 10,2 0 0
12 0 0 0 0 0 0 176,3 0 0 0 21,5 8,5
13 0 0 0 0 0 0 11 0 0 0 2,3 3,2
14 0 0 0 0 0 0 0 3 33,6 5,8 0 0
15 0 2 0 31,5 0 0 0 16 1 0 25 12
16 0 0 0 5 0 0 4,4 0 5 0 0 68,8
17 0 0 0 1,4 6 0 0 12,6 10 0 0 5,5
18 0 0 0 17,7 0 10 0 0 0,3 0 83 0,2
19 0 1,5 11 2,5 0 0 0 0,4 5,3 18 2 9,5
20 0 0 10,2 0 7,5 0 0 1 74 34,2 0 33,7
21 0 0,6 0 26,8 2 0 0 2,8 15,2 17,3 0 0
22 0 20,3 8 0 9 33,3 0 0 0 30,5 0 0
23 0 0 15,5 0 0 46 0 0 0 2 67 27,5
24 0 0 14,3 1,5 0 3 0 0 7 1 41 16,4
25 5,6 0 17 2 0 20,2 0 44 0 5,1 5,5 2,5
26 0 0 46 5,5 0 0 0 7,8 27,3 0,2 9,8 0
27 0 54,5 12,3 1,5 7 0 0 0 0 37,4 11,9 0
28 1,3 76,9 5 0 9,6 3,5 0 0 0 10,1 136 2,5
29 13,6 - 36 0 0 125 0 0 0 4,6 3,4 0
30 0 - 19 149,5 0 27 0 0 0 0 0 0
31 6,7 - 3 - 21 - 0 0 - 17,3 - 0
Jumlah Hari hujan 10 8 16 18 10 15 4 11 13 17 21 17
Hujan Tertinggi 49,00 76,90 46,00 149,50 21,00 125,00 176,30 44,00 74,00 37,40 136,00 94,50
Hujan Terendah 1,30 0,60 3,00 0,20 0,50 0,80 4,40 1,00 0,30 0,20 2.,3 0,20
Jumlah Curah Hujan 156,00 240,10 219,50 327,10 73,10 420,20 199,50 113,80 266,70 238,20 895,00 329,20
Curah Hujan Rata-Rata 15,60 30,01 13,72 18,17 7,31 28,01 49,88 10,35 20,52 14,01 42,62 19,36

(Sumber : PT. Semen Padang, 2017)

64
Tabel B.6
Data Curah Hujan Harian Tahun 2012 (mm)

Tanggal Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
1 0 0 0 43,5 0 0 0 0 0 0 46 54
2 0 0 13 0 0 0 0 0 0 0 3 0
3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 20 0
4 0 0 0 0 0 0 0 53 0 0 52 0
5 0 0 60 0 0 0 0 2,5 91 1,5 53 4
6 0 0 16,5 0 0 0 0 0 0 0 47 0
7 0 0 19,5 0 0 0 0 52,5 29 0 6,5 0
8 0 0 165 0 0 0 0 0 0 0 25 37,5
9 0 0 2,5 36,5 0 0 0 0 0 0 30,5 0
10 0 0 4 0 0 0 0 0 12 1,5 26 36
11 0 0 22 0 0 0 0 0 0 0 18,5 48
12 0 0 0 61 0 0 0 0 16,5 0 10 82,5
13 0 0 0 18 0 0 0 0 108,5 0 0 0
14 0 0 0 2 0 0 0 11,5 0 0 0 0
15 0 0 0 0 0 0 0 33,5 0 133,5 40,5 0
16 0 0 0 6 0 0 0 34,5 13 10 0 0
17 0 0 0 9 0 0 0 15,5 0 28,5 16 0
18 0 0 0 8,5 0 0 0 6 0 5 30 0
19 0 0 0 0 0 0 0 0 0 11 18,5 0
20 0 0 14 6,5 0 0 0 3 55,5 6 0 0
21 0 0 0 4 0 0 0 0 87 43 0 0
22 0 99 0 0 0 0 0 24 21,5 23 0 0
23 0 36 0 0 0 0 0 22 0 66 0 0
24 0 13,1 0 54 0 0 0 34,5 45 0 81 0
25 0 12,5 0 0 0 0 0 3 29 0 0 0
26 0 14 0 1,5 0 0 0 0 0 0 0 0
27 0 0 0 20 0 0 0 26 0 0 33 0
28 0 65,5 0 0 0 0 0 15,5 0 0 0 0
29 0 89,5 4 0 0 0 0 7,5 0 0 0 0
30 0 - 23 0 0 0 0 0 0 50 35 0
31 0 - 53,5 - 0 0 0 36,5 - 23 - -
Jumlah Hari hujan 0 7 12 13 0 0 0 16 11 14 19 6
Hujan Tertinggi 0,00 99,00 165,00 61,00 0,00 0,00 0,00 53,00 108,50 133,50 81,00 82,50
Hujan Terendah 0,00 12,50 2,50 1,50 0,00 0,00 0,00 2,50 12,00 1,50 3,00 4,00
Jumlah Curah Hujan 0,00 329,60 397,00 283,50 0,00 0,00 0,00 397,00 519,00 419,00 610,50 268,00
Curah Hujan Rata-Rata 0,00 47,09 33,08 21,81 0,00 0,00 0,00 24,81 47,18 29,93 32,13 44,67

(Sumber : PT. Semen Padang, 2017)

65
Tabel B.7
Data Curah Hujan Harian Tahun 2013 (mm)

Tanggal Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
1 32 0 0 0 21 0 5 34 0 0 9 2
2 6 0 0 69 0 0 0 38 5 0 44 2
3 0 0 0 66 0 0 0 0 0 0 9 130
4 0 12 0 27 0 39 0 0 0 0 47 131,5
5 0 27 0 29 0 0 68 54 29 0 57 1
6 0 48,9 0 79 46 0 0 0 3 0 7 0
7 11 0 0 57 24 0 0 0 17 0 18 24
8 8,5 0 0 32 20 0 0 147 0 0 86 15
9 19 0 0 5,5 0 0 59 38 0 0 3 2,5
10 14,5 0 23 0 8 14 0 0 33 4 2 8
11 0 0 0 0 0 92 0 34 18 9 7 14
12 0 38 97 0 0 27,5 48 0 0 9 23 0
13 37 36 0 0 0 0 62 0 0 0 3,5 21
14 0 57 0 0 0 0 5 0 44 0 21 0
15 0 0 61 0 0 0 11 0 0 6 43 0
16 0 0 0 26 0 0 0 0 11 0 24 2
17 0 44 0 89 0 0 0 0 0 24 107 2
18 0 43 28 28 0 0 72 0 0 2 1 0
19 0 52 0 0 0 0 0 19 0 6 1 0,9
20 0 31 9 0 0 60 0 38 0 15 20 3
21 12 41 0 0 0 0 0 0 0 13 1 0
22 0 0 0 0 79 0 0 0 0 2 3 0
23 0 0 41 6 0 0 0 13 0 0 0 0
24 0 0 26 0 0 0 0 0 0 0 3 0
25 40,5 0 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0
26 21 0 24 71 6 0 0 0 0 15 14 0
27 18,5 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0
28 0 0 73 0 0 0 0 0 0 69 0 0
29 0 - 24 0 0 35 14 84 37 3 2 109
30 54 - 0 0 0 3 26 0 0 6 28 106
31 0 - 9 - 0 - 38 - 0 72 - 0
Jumlah Hari hujan 12 11 12 13 7 7 11 11 9 16 26 17
Hujan Tertinggi 54,00 57,00 97,00 89,00 79,00 92,00 72,00 147,00 44,00 72,00 107,00 131,50
Hujan Terendah 6,00 12,00 6,00 5,50 6,00 3,00 5,00 13,00 3,00 2,00 1,00 0,90
Jumlah Curah Hujan 274,00 429,90 421,00 584,50 204,00 270,50 408,00 499,00 197,00 258,00 583,50 590,90
Curah Hujan Rata-Rata 5,07 7,54 4,34 6,57 2,58 2,94 5,67 3,39 4,48 3,58 5,45 4,49

(Sumber : PT. Semen Padang, 2017)

66
Tabel B.8
Data Curah Hujan Harian Tahun 2014 (mm)

Tanggal Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
1 0 0 0 33 0 9 0 2,5 4 0 9 1
2 0 0 0 7 0 28 0 2 9 4 67 31
3 15,5 0 12 4 0 0 1 5 20 28 97 33
4 60 0 17 24 1 18 17 0 0 78 0 0
5 15 0 56 0 2,5 92 31 18 12 3 12 0
6 0 0 37 28 1 2 2 1 18 0 9 0
7 89 34 0 0 14 6 27 4 0 0 4 0
8 24 0 0 3 63 2 32 0 0 0 98 0
9 0 0 0 0 57 3 31 0 0 0 32 7
10 3,5 0 0 0 2 1 1 0 0 18 7 1
11 0 0 0 0 4 0 1,5 45 0 1 6 2
12 14 0 0 20 6 0 62 32 1,5 0 30 3
13 59 0 0 3 30 59 36 46 0 0 7 1
14 0 0 0 0 47 17 1 32 7 0 49 48
15 13 32 0 11 1 16 0 0 3 86 7 4
16 28 0 0 5 1,5 0 0 3 0 30 1,5 2
17 3 0 0 2 1 0 0 17 0 0 3,5 4
18 0 0 17 2,5 9,5 15 16 1 0 28 19,5 0
19 0 0 14 14 12 17 2 5 0 23 21 24
20 0 0 4,5 8 5 1 0 1 6 19 18 1
21 0 0 0 13 10 0 0 11 7 4 22 2
22 12 33 4 1,5 19 0 0 1,5 0 11 1 59
23 0 17 5 0 0 9 0 0 0 0 57 53
24 0 0 0 49 0 7 0 2 6 6 93 4
25 4 0 0 6 0 1 0 30 17 33 7 14
26 0 0 0 54 53 - 0 72 2,5 4 71 69
27 4 0 0 5 102 48 0 22 5 8 114 14
28 2 0 0 12 3 13 0 1 30 41 0 2
29 6 - 0 1 4 0 0 1 0 0 83 2
30 0 - 8 0 5 0 0 0 0 11 3 0
31 0 - 13 - 2 - 10,5 1,5 - 59 - 4
Jumlah Hari hujan 16 4 11 22 25 20 15 24 15 20 28 24
Hujan Tertinggi 89,00 34,00 56,00 54,00 102,00 92,00 62,00 72,00 30,00 86,00 114,00 69,00
Hujan Terendah 2,00 17,00 4,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,50 1,00 1,00 1,00
Jumlah Curah Hujan 352,00 116,00 187,50 328,00 480,50 384,00 286,00 380,50 163,00 515,00 976,50 385,00
Curah Hujan Rata-Rata 22,00 29,00 17,05 14,91 19,22 19,20 19,07 15,85 10,87 25,75 34,88 16,04
(Sumber : PT. Semen Padang, 2017)

67
Tabel B.9
Data Curah Hujan Harian Tahun 2015 (mm)

Tanggal Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
1 0 4 12 24 0 2 0 0 0 0 0 72
2 0 0 25 9 29 0 0 26,0 0 1 0 36
3 0 0 0 0 13 26,5 0 106,0 0 0 25 0
4 0 0 0 0 0 43 0 4,0 0 2 92 26
5 2 0 0 8 0 1,5 0 0 1 7 0 19
6 2 17 0 7 0 3 0 6,0 2 12 9 1
7 0 3 0 0 0 2 0 7,0 0 0 0 0
8 13 1 0 6 18 4 0 4,0 0 0 28 3
9 54 0 0 16 0 27 0 5,0 2 14 32 0
10 3 0 0 2 0 7 6,00 3,0 9 9 0 69
11 4 0 22 0 0 10 0 6,0 10 0 14 63
12 0 0 24 27 4 33 1,00 48,0 0 0 167 28
13 0 0 1 23 1 1 20,00 0 0 0 13 57
14 45 0 1 4 5 0 39,00 3,0 0 1 2 29
15 2 0 48 22 113 1 0 0 5 0 27 53
16 0 0 54 2 1 8 0 4,0 0 0 14 13
17 0 34 2 5 21 0 3,00 26,0 0 0 25 0
18 42 7 1 33 32 0 5,00 0 0 0 0 0
19 0 69 0 1 2 0 16,00 0 0 5 0 0
20 0 0 87 38 4 0 56,00 0 0 0 0 0
21 4 0 0 1 0 0 14,00 2,0 0 0 35 0
22 0 0 0 1 3 0 0 4,0 1 0 53 0
23 0 0 29 13 0 0 0 0 22 0 52 0
24 34 0 0 46 0 0 0 0 0 0 7 0
25 28 0 2 1 4 0 0 1,0 0 0 17 0
26 1 2 1 0 108 0 13,00 1,0 3 0 82 0
27 8 7 0 93 1 0 4,00 0 0 0 0 19
28 1,5 4 0 1 0 0 0 0 23 0 0 1
29 0 - 0 0 10 0 1,00 0 9 0 20 0
30 3 - 0 0 0 0 0 2,0 3 2 17 1
31 7 - 4 - 0 - 0,50 5,0 - 24 - 0
Jumlah Hari hujan 17 10 15 23 17 14 13 19 12 10 20 16
Hujan Tertinggi 54,00 69,00 87,00 93,00 113,00 43,00 56,00 106,00 23,00 24,00 167,00 72,00
Hujan Terendah 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 7,00 1,00
Jumlah Curah Hujan 253,50 148,00 313,00 383,00 369,00 169,00 178,50 263,00 90,00 77,00 731,00 490,00
Curah Hujan Rata-Rata 14,91 14,80 20,87 16,65 21,71 12,07 13,73 13,84 7,50 7,70 36,55 30,63
(Sumber : PT. Semen Padang, 2017)

68
Tabel B.10
Data Curah Hujan Harian Tahun 2016 (mm)

Tanggal Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
1 0 51 3 14 0 0 0 18 0 0 0 11
2 0 13 0 0 52 12 0 73 0 4 0 0
3 0 0 0 8 32 48 0 1 0 28 0 0
4 47 0 0 0 1 0 0 0 0 78 0 81
5 0 10 28 10 4 7 0 0 0 3 0 0
6 8 37 1 60 3 0 0 0 0 0 0 0
7 0 47 35 46 0 0 0 0 0 0 28 0
8 0 27 3 2 12 46 0 0 0 0 0 40,1
9 0 1 1 17 47 0 0 0 0 0 14,8 0
10 0 8 68 0 21 0 0 64 0 18 0 1,8
11 0 0 3 12 0 0 0 15 0 1 0 20,4
12 0 0 59 114 4 19 18 0 0 0 0 0
13 15 0 23 1 8 52 0 7 0 0 0 0,8
14 0 0 5 0 16 54 85 30 0 0 0 79
15 16 0 14 0 6 0 111 3 0 86 0 3
16 6 0 9 0 28 2 42 0 0 30 0 0,9
17 0 0 4 35 0 247 5 0 0 0 0 4
18 8 0 23 8 0 57 17 0 0 28 24,4 49,3
19 34 0 2 0 0 0 33 0 0 23 75,8 0
20 54 0 10 0 0 1 44 0 0 19 0 0
21 0 0 4 0 0 0 0 18 0 4 17 18,1
22 0 0 171 9 80 57 45 2 0 11 1,4 118,3
23 0 2 21 5 0 64 8 28 0 0 59,1 0
24 0 18 0 0 86 0 32 171 0 6 2,2 0
25 0 2 31 28 3 20 18 103 0 33 1 0,2
26 0 0 2 8 58 18 0 30 0 4 0 1,7
27 0 0 3 0 0 0 0 0 0 8 68,8 0
28 12 0 27 0 49 0 0 0 0 41 0 0
29 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0
30 0 21 7 13 0 0 7 0 11 0 0
31 10 - 0 - 0 - 0 12 59 0
Jumlah Hari hujan 10 11 25 17 20 15 12 16 0 20 10 15
Hujan Tertinggi 54,00 51,00 171,00 114,00 86,00 247,00 111,00 171,00 0,00 86,00 75,80 118,30
Hujan Terendah 8,00 2,00 1,00 1,00 1,00 1,00 5,00 1,00 0,00 1,00 1,00 0,20
Jumlah Curah Hujan 210,00 216,00 571,00 384,00 525,00 704,00 458,00 582,00 0,00 495,00 292,50 429,60
Curah Hujan Rata-Rata 21,00 19,64 22,84 22,59 26,25 46,93 38,17 36,38 0,00 24,75 29,25 28,64
(Sumber : PT. Semen Padang, 2017)

69
1. Curah Hujan
a. Data Curah Hujan
Tabel B.11
Data Curah Hujan Tahun 2007 – 2016 (mm)

Curah Hujan Bulanan (mm)


Tahun
januari februari maret april mei juni juli agustus september oktober november desember
2007 769 288,6 348,7 413,1 167 386,5 297,6 169 336,5 572,1 223,2 584,2
2008 90,5 406 547,3 264,1 183 485,5 429,6 227,1 305,3 351,8 397,8 668,6
2009 271,8 210,5 236 251,8 149,5 133,9 436,1 243,7 318 445,8 562,1 366,6
2010 264,8 426,8 815 233,7 280,7 346,2 372,3 308,8 539,2 602,2 580 205,9
2011 156 240,1 219,5 327,1 73,1 420,2 199,5 113,8 266,7 238,2 895 329,2
2012 0 329,6 397 283,5 0 0 0 397 519 419 610,5 268
2013 274 429,9 421 584,5 204 270,5 408 499 197 258 583,5 590,9
2014 352 116 187,5 328 480,5 384 286 380,5 163 515 976,5 385
2015 253,5 148 313 383 369 169 178,5 263 90 77 731 490
2016 210 216 571 384 525 704 458 582 0 495 297,6 429,6
Jumlah 2641,6 2811,5 4056 3452,8 2431,8 3299,8 3065,6 3183,9 2734,7 3974,1 5857,2 4318
Rata-Rata 264,16 281,15 405,6 345,28 243,18 329,98 306,56 318,39 273,47 397,41 585,72 431,8

b. Perhitungan Curah Hujan


Curah hujan rata-rata bulanan = 41827 mm : 120 bulan
= 348,6 mm/bulan

2. Hari Hujan
a. Data Hari Hujan
Tabel B.12
Data Hari Hujan Tahun 2007 – 2016 (hari)
Hari Hujan Bulanan (hari) Total Hari Hujan
Tahun
januari februari maret april mei juni juli agustus september oktober november desember Tahunan
2007 16 10 14 22 15 18 11 16 14 23 16 19 194
2008 10 11 19 17 9 13 15 17 18 20 19 24 192
2009 15 12 14 17 13 14 16 17 11 14 27 21 191
2010 15 16 22 19 7 13 19 14 19 18 22 14 198
2011 10 8 16 18 10 15 4 11 13 17 21 17 160
2012 0 7 12 13 0 0 0 16 11 14 19 6 98
2013 12 11 12 13 7 7 11 11 9 16 26 17 152
2014 16 4 11 22 25 20 15 24 15 20 28 24 224
2015 17 10 15 23 17 14 13 19 12 10 20 16 186
2016 10 11 25 17 20 15 12 16 0 20 10 15 171
Jumlah 121 100 160 181 123 129 116 161 122 172 208 173 1766
Rata-Rata 12 10 16 18 12 13 12 16 12 17 21 17

b. Perhitungan Hari Hujan


Hari hujan rata-rata bulanan = 1766 hari : 120 bulan
= 14,72 hari  15 hari

70
LAMPIRAN G
PERHITUNGAN TINGKAT BAHAYA EROSI

A. Tingkat Bahaya Erosi Sebelum Penataan Lahan

 Diketahui :
Jumlah curah hujan bulanan rata-rata yaitu 34,9 cm
Jumlah hari hujan bulanan rata-rata yaitu 15 hari
Curah hujan harian rata-rata maksimal yaitu 10,3 cm
Sehingga :

 Bedasarkan uji pengamatan langsung terhadap deskripsi jenis tanah, maka


diketahui jenis tanah dilapangan adalah Tanah latosol coklat kemerahan dan
Litosol. Sehingga apabila dimasukan kedalam tabel faktor Erodibilitas (K),
maka didapatkan nilai 0,43.
 Diketahui panjang lereng yang di tinggalkan pada akhir penambangan yaitu
120 m dan tinggi 80 m, dengan S 61,5%. Sehingga dari nomograf dibawah ini
didapatkan nilai LS 30,5.

75
 Berdasarkan tabel indeks pengelolaan tanaman (C) didapatkan nilai 1,0 yaitu
tanah kosong tidak diolah.
 Berdasarkan tabel indeks konservasi tanah didapatkan nilai P senilai 0,35 yaitu
teras bangku dengan konstruksi kurang baik.

Sehingga diketahui :

R =

K = 0,43
LS = 30,5
C =1
P = 0,35
Perhitungan dengan menggunakan rumus USLE :

A = R x K x LS x C x P

= 2.018,47 ( Kategori Sangat Berat)

B. Tingkat Bahaya Erosi Setelah Penataan Lahan

 Diketahui :
Jumlah curah hujan bulanan rata-rata yaitu 34,9 cm
Jumlah hari hujan bulanan rata-rata yaitu 15 hari
Curah hujan harian rata-rata maksimal yaitu 10,3 cm
Sehingga :

 Bedasarkan uji pengamatan langsung terhadap deskripsi jenis tanah, maka


diketahui jenis tanah dilapangan adalah Tanah latosol coklat kemerahan dan
Litosol. Sehingga apabila dimasukan kedalam tabel faktor Erodibilitas (K),
maka didapatkan nilai 0,43.

76
 Diketahui panjang lereng yang di tinggalkan pada akhir penambangan yaitu
114 m dan tinggi 80 m, dengan S 61,5%. Sehingga dari nomograf dibawah ini
didapatkan nilai LS 29,7.

 Berdasarkan tabel indeks pengelolaan tanaman (C) yaitu dengan penanaman


tanaman Jabon merah dan diselingi dengan tanaman rumput gajah, yang berarti
memiliki nilai 0,2 ( Kebun campuran dengan kerapatan sedang).
 Berdasarkan tabel indeks konservasi tanah didapatkan nilai P 0,04 yaitu Teras
Bangku Konstruksi baik.

Perhitungan dengan menggunakan rumus USLE :

A = R x K x LS x C x P

= 44,92 ( Kategori Ringan)

Kegiatan Penataan Lahan yang dilakukan adalah perbaikan jenjang lereng,


penataan dengan pengadaan terasering pada jenjang termasuk pembuatan saluran
dan penanaman tumbuhan dengan tujuan menstabilkan lereng.

77
LAMPIRAN H
PERHITUNGAN DIMENSI SPA DAN WAKTU
PEMBUATAN SPA

Analisis curah hujan dapat dilakukan dengan beberapa metode, diantaranya


metode analisis frekuensi langsung (direct frecquency analysis). Analisis ini
dilakukan untuk menentukan curah hujan rencana berdasarkan data curah hujan
yang tersedia. Jika waktu pengukuran curah hujan lebih lama (jumlah data
banyak), hasil analisis semakin baik.
Data curah hujan yang digunakan adalah data dari Mine Plan Department
milik PT. Semen Padang. Data yang ada diolah dengan menggunakan Distribusi
Gumbell. Sebelum dilakukan perhitungan, terlebih dahulu tentukan curah hujan
maksimum di setiap bulannya. Lalu kemudian didapat dapat curah hujan
maksimum pada tahun tersebut. Rumus untuk menghitung curah hujan rencana
adalah seperti di bawah ini.

Xt = X + k . S (mm/hari)
k = (Yt – Yn) / Sn

Keterangan :
Xt = Curah hujan rencana (mm/hari) k = Reduced variate factor
X = Curah hujan rata – rata (mm/hari) Yt = Reduced variate
Yn = Reduced mean S = Standart deviation
Sn = Reduced standart deviation

A. Periode Ulang dan Resiko Hidrologi


Penentuan periode ulang hidrologi dapat menggunakan rumus :

L
Pt  1 

78
Keterangan :

Pt = Resiko hidrologi (kemungkinan suatu kejadian akan terjadi minimal satu


kali pada periode ulang tertentu).
Tt = Periode ulang (dalam rancangan ini digunakan periode ulang 5 tahun).
TL = Umur tambang (10 tahun).

Tabel H.1
Resiko Hidrologi Pada Periode Ulang Berbeda

Periode
Resiko
Ulang
Hidrogeolgi
Hujan (Tr)
(Pr) %
Tahun
1 100
2 99,902
3 98,266
4 94,369
5 89,263
6 83,849
7 78,594
8 73,692
9 69,205
10 65,132

B. Perhitungan Curah Hujan Rencana


Untuk menghitung curah hujan rencana, terlebih dahulu harus dicari
beberapa variabel, yaitu sebagai berikut :

Tabel H.2
Perhitungan Curah Hujan Rencana

Curah Hujan Curah Hujan Periode Ulang Resiko


( X - X Rata - Yn Rata - (Yn - Yn Rata -
No. Tahun Maxsimum (X) Rata - rata SD n m Yn SN Hujan (Tr) Hidrologi (Pr) Yt k Xt I
rata) ^2 rata rata) ^2
(mm) (mm) (tahun) %
1 2007 230,00 181,53 2349 42,20 10 3 0,86 0,58 0,08 0,43 1 100,00 - - - -
2 2008 163,00 181,53 343 42,20 10 8 0,25 0,58 0,11 0,43 2 99,90 0,52 -0,13 176,10 61,05
3 2009 172,40 181,53 83 42,20 10 5 0,58 0,58 0,00 0,43 3 98,27 0,75 0,41 198,71 68,89
4 2010 233,60 181,53 2711 42,20 10 2 1,06 0,58 0,23 0,43 4 94,37 0,90 0,75 213,18 73,90
5 2011 176,30 181,53 27 42,20 10 4 0,71 0,58 0,02 0,43 5 89,26 1,01 1,00 223,89 77,62
6 2012 165,00 181,53 273 42,20 10 7 0,36 0,58 0,05 0,43 6 83,85 1,10 1,21 232,41 80,57
7 2013 147,00 181,53 1192 42,20 10 9 0,13 0,58 0,20 0,43 7 78,59 1,17 1,37 239,48 83,02
8 2014 114,00 181,53 4560 42,20 10 10 -0,02 0,58 0,35 0,43 8 73,69 1,24 1,52 245,54 85,12
9 2015 167,00 181,53 211 42,20 10 6 0,47 0,58 0,01 0,43 9 69,21 1,29 1,64 250,83 86,96
10 2016 247,00 181,53 4286 42,20 10 1 1,38 0,58 0,65 0,43 10 65,13 1,34 1,75 255,52 88,59
Rata - rata = 181,53 Total = 16038,00 Rata-rata = 0,58 1,70

79
1. Perhitungan Curah Hujan Harian Rata-rata

X = = 181,53 mm/hari

2. Perhitungan Reduced Mean


Nilai reduced mean dapat diterapkan dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :
(
Yn = -log[-log{

Keterangan :
n = jumlah sample
m = urutan sample (1,2,3,…)

Maka nilai Reduced Mean adalah :


(
Misal untuk m = 4 yaitu Yn = -log[-log{ = 0,71

3. Perhitungan Reduced Mean Rata-rata ( Yn )

(
Yn =

= 0,58

4. Perhitungan Standart Deviation (SD)


Nilai dari Standart Deviation dapat ditentukan dengan rumus sebagai
berikut :

( X)

Maka nilai Standart Deviation (SD) adalah :

= 42,2

80
5. Perhitungan Reduced Standart Deviation (Sn)
Nilai dari Reduced Standart Deviation dapat ditentukan dengan rumus
sebagai berikut :

√ ( Yn )

Maka nilai Reduced Standart Deviation (Sn) adalah :

Berdasarkan perhitungan data curah hujan di atas maka diperoleh :

Reduced Mean Rata-rata ( Yn ) = 0,86


Reduced standart deviation (Sn) = 0,434
Standart deviation (SD) = 42,2
Curah Hujan Rata-rata ( X ) = 181,53 mm/hari

6. Perhitungan Reduced Variate (Yt)


Nilai dari Reduced Variate dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

Yt = -log[-log{

Keterangan :
T = Periode ulang (tahun)

Maka nilai Reduced Variate adalah :


T = 5 tahun
Yt = -log[-log{ = 1,01

7. Perhitungan Faktor Reduced Variate (k)


Nilai dari Faktor Reduced Variate dapat ditentukan dengan rumus sebagai
berikut:

81
Maka nilai K adalah :

=1
8. Perhitungan Curah Hujan Harian Rencana
Untuk mengetahui besarnya curah hujan harian rencana dapat
menggunakan rumus sebagai berikut :

Xt = X + k . SD
Maka nilai curah hujan harian rencana (Xt) adalah :
Curah Hujan Rencana = 181,53 + (1 x 42,2) = 223,73 mm/hari.
D. Perhitungan Intensitas Curah Hujan
Penentuan intensitas curah hujan dimaksudkan untuk mendapatkan kurva
durasi yang nantinya akan digunakan sebagai dasar perhitungan air limpasan di
daerah penelitian. Penentuan intensitas curah huajan dapat dilakukan dengan
beberapa metode, salah satunya dengan persamaan Monnonobe, yaitu:

Harga adalah besarnya curah hujan maksimum (curah hujan rencana) pada
periode ulang hujan 3 tahun yang telah ditentukan yaitu sebesar 198.83 mm/hari.
Nilai t adalah data durasi hujan rata-rata dalam satu bulan di daerah penelitian
yaitu sebesar 1 jam. Maka perhitungan intensitas curah hujan dalam satuan jam
yaitu :

( = 77,56 mm/jam

Tabel H.3
Kategori Curah Hujan dan Intensitas Curah Hujan

Intensitas Curah Hujan (mm/jam)


Kategori Curah Hujan
1 jam 24 jam
Hujan sangat ringan <5 <5
Hujan ringan 1–5 5 – 20
Hujan normal 5 – 20 20 – 50
Hujan lebat 10 – 20 50 – 100
Hujan sangat lebat > 20 > 100
(Sumber: Rudy Sayoga Gautama, 1999)

82
Berdasarkan hasil perhitungan intensitas curah hujan diatas, daerah
penambangan PT. Semen Padang termasuk dalam kategori hujan sangat lebat
dengan intensitas curah hujan sebesar 77,56 mm/jam.

E. Perhitungan Dimensi Saluran Pembuangan Air


Untuk menghitung jumlah (debit) air limpasan permukaan dari suatu
daerah dapat digunakan rumus rasional, yaitu :

Qmaks = 0,278 x C x I x A (m3/detik)


Keterangan :
Q = debit (m3/detik)
C = koefisien limpasan
I = intensitas hujan (mm/jam)
A = luas daerah tangkapan hujan (km2)

Tabel H.4
Koefisien Limpasan C

Topografi, Ct Tanah, Cs Vegetasi, Cv


Datar (<1%) 0,03 Pasir dan Gravel 0,04 Hutan 0,04
Bergelombang
(1-10%) 0,08 Lempung berpasir 0,08 Pertanian 0,11
Perbukitan Lempung dan Padang
(10-20 %) 0,16 Lanau 0,16 Rumput 0,21
Pegunungan Tanpa
( >20% ) 0,26 Lapisan batu 0,26 Tanaman 0,28

Masalah yang cukup penting dalam merancang sistim penyaliran tambang


adalah penentuan dimensi saluran terbuka. Untuk itu, perhitungan dimensi saluran
dilakukan dengan menggunakan rumus Manning :

Qmaks = ( ) x ( )x( )xA

Dimana :
Q = Debit (m3/detik)
R = Jari-jari hidrolik (m)
S = Gradien
A = Luas penampang basah (m2)

83
n = Koefisien kekerasan Manning. Yang menunjukkan kekerasan dinding
saluran

Bentuk saluran penampang dibuat persegi empat berbentuk trapesium


dengan kemiringan sisi 600, digunakan rumus berikut:

Z = 1/tan (600) = 0,58


R = d/2
b = 2{(Z2 + 1)1/2 – Z}.d = 1,152.d
B=b+(2xdxz)
A = (b + Z).d = 1,732 .d2

Gambar H.1
Dimensi Saluran Pembuangan Air

1. Debit air yang masuk saluran


Untuk menghitung dimensi saluran, perlu dihitung terlebih dahulu debit air
yang masuk per jenjangnya. Saluran air terbuka dengan area tangkapan hujan 15,
A = 0,0362 Km2 ; C = 0,6 (akumulasi dari Perbukitan, Lempung dan Lanau, dan
Tanpa tanaman). Debit air yang masuk ke saluran pada jenjang dapat dilihat pada
tabel H.4
Tabel H.5
Debit air yang masuk ke saluran pada jenjang

C I A Q
Jenjang RL
(m²/detik) (mm/jam) (Km²) (m³/detik)

1 396 0,278 0,6 77,56 0,005 0,0660


2 381 0,278 0,6 77,56 0,011 0,1397

84
Lanjutan Tabel H.2
C I A Q
Jenjang RL
(m²/detik) (mm/jam) (Km²) (m³/detik)
3 364 0,278 0,6 77,56 0,0158 0,2044
4 347 0,278 0,6 77,56 0,0218 0,2820
5 342 0,278 0,6 77,56 0,0255 0,3299
6 338 0,278 0,6 77,56 0,0297 0,3842
7 331 0,278 0,6 77,56 0,0321 0,4153

Berikut adalah salah satu contoh perhitungan pada jenjang terakhir :


Qmaks = 0,278 x 0,6 x 77,56 mm/jam x 0,0321 Km2 (m3/detik)
= 0,4153 m3/detik

2. Ukuran Saluran
Perhitungan dimensi saluran dilakukan dengan menggunakan rumus
Manning sebagai berikut:
Q =

Penampang saluran berbentuk trapesium dengan kemiringan sisi 60,


sehingga digunakan rumus sebagai berikut:

Z = = 0,58

b = (
= (
=
R =

=
A =(
=(
=
B = (
P = (
= (
=

85
Keterangan :
b = lebar dasar saluran
R = jari-jari hidrolis
A = luas penampang basah saluran
B = lebar permukaan saluran
P = keliling basah saluran
d = kedalaman penampang aliran

Dimensi saluran yang digunakan adalah bentuk trapesium dengan dinding


saluran terbuat dari tanah sehingga koefisien kekasaran dinding yang digunakan
adalah 0,03. Sedangkan kemiringan dasar saluran umumnya 0,25% - 0,5%,
dengan pertimbangan bahwa suatu aliran dapat mengalir secara alamiah yang
merupakan syarat agar tidak terjadi erosi pada dinding saluran serta pendangkalan
saluran karena endapan partikel padatan.

Tabel H.6
Koefisien Kekasaran Dinding Saluran (Manning)
Tipe Dinding Saluran n
Besi tulang 0.014
Kaca 0.01
Saluran beton 0.013
Besi dilapisi mortar 0.015
Pasangan batu disemen 0.025
Saluran tanah bersih 0.022
Saluran tanah 0.03
Saluran dengan dasar batu dan tebing rumput 0.04
Saluran pada galian batu padas 0.04
(Sumber: Rudy Sayoga Gautama, 1999)

Dimensi saluran air pada jenjang untuk setiap elevasinya disesuaikan


dengan luas tiap-tiap jenjang, hasilnya dapat dilihat pada Tabel H.7.
Tabel H.7
Dimensi Saluran per Jenjang
A Q A
Jenjang RL d (m) b (m) B(m)
(Km²) (m³/detik) (m)
1 396 0,0051 0,0660 0,288 0,332 0,667 0,144

86
Lanjutan Tabel H.7
A Q A
Jenjang RL d (m) b (m) B(m)
(Km²) (m³/detik) (m)
2 381 0,0108 0,1397 0,382 0,440 0,883 0,253
3 364 0,0158 0,2044 0,441 0,508 1,019 0,336
4 347 0,0218 0,2820 0,497 0,573 1,149 0,428
5 342 0,0255 0,3299 0,527 0,607 1,219 0,481
6 338 0,0297 0,3842 0,558 0,643 1,291 0,539
7 331 0,0321 0,4153 0,575 0,662 1,329 0,572

Salah satu contoh perhitungan Saluran Pembuangan Air di dasar area timbunan
Parak Kopi adalah sebagai berikut :

Qmaks = ( ) x ( )x( )xA

0,4153 m3/detik =( )x( )x( ) x 1,732 d2

0,4153 3/detik = 1,818

= 0,528
d = 0,575 m

Sehingga didapatkan dimensi saluran terbuka sebagai berikut:

b =
=

R =
=

A =
=

B = (
=

87
P =
= 3,464 x 0,787
= 2,72 m

F. Perhitungan Waktu Pembuatan Saluran


Pada jenjang akan dibuat saluran air dan tanggul untuk mencegah
masuknya air limpasan menuju area pascatambang dan juga dibuat saluran air dan
tanggul di dalam kuari untuk mengalirkan air yang masuk menuju keluar area
pascatambang.
Kegiatan pembuatan saluran air direncanakan menggunakan tenaga
manusia dengan 1 kelompok jasa tenaga manusia.
Panjang saluran = 2.039 m
Volume saluran air = Volume material yang akan dibongkar
= Volume parit (trapesium)
= Luas penampang trapesium panjang saluran
= {( Jumlah sisi sejajar kedalaman) panjang saluran}

= {( (

= {( (

=( ) m3
= 2.548,75 m3
 m3

Volume material = 2.549 m3


1 shift = 8 jam
Efektivitas kerja = 85% dari jam kerja
1 kelompok = 5 orang
Waktu membuat saluran air dan tanggul per m3 adalah 6 menit
Waktu pembuatan saluran air dan tanggul
= Waktu membuat per m3 volume material
= 6 menit 2.549 m3
= 15.294 menit
= 254,9 jam

88
Jadi waktu yang dibutuhkan untuk pembuatan saluran air dan tanggul pada
dasar kuari adalah:

=
(

= 7,49 hari
 8 hari

89
LAMPIRAN I
PERHITUNGAN TANAH PUCUK

A. Perhitungan Tanah Pucuk dan Jumlah Pot Jabon Merah


 Teras 1
Luas Lahan Reklamasi = Panjang lahan x Lebar Lahan
= 242 m x 6 m = 1452 m2

Jumlah Pot tiap baris =

= 43,827 = 44 pot
Jumlah baris = 1 baris
Jumlah Pot = Jumlah pot tiap baris x jumlah baris
= 44 pot x 1 = 44 pot
 Teras 2
Luas Lahan Reklamasi = Panjang lahan x Lebar Lahan
= 242 m x 6,96 m = 1684,32 m2

Jumlah Pot tiap baris =

= 43.27 = 44 pot
Jumlah baris = 1 baris
Jumlah Pot = Jumlah pot tiap baris x jumlah baris
= 44 pot x 1 = 44 pot
 Teras 3
Luas Lahan Reklamasi = Panjang lahan x Lebar Lahan
= 251 m x 6 m = 1506 m2

Jumlah Pot tiap baris =

90
=

= 44,9 = 45 pot
Jumlah baris = 1 baris
Jumlah Pot = Jumlah pot tiap baris x jumlah baris
= 45 pot x 1 = 45 pot
 Teras 4
Luas Lahan Reklamasi = Panjang lahan x Lebar Lahan
= 251 m x 10 m = 2510 m2

Jumlah Pot tiap baris =

= 44,9 = 45 pot
Jumlah baris = 1 baris
Jumlah Pot = Jumlah pot tiap baris x jumlah baris
= 45 pot x 1 = 45 pot

 Teras 5
Luas Lahan Reklamasi = Panjang lahan x Lebar Lahan
= 306 m x 10 m = 3060 m2

Jumlah Pot tiap baris =

= 54,9 = 55 pot
Jumlah baris = 1 baris
Jumlah Pot = Jumlah pot tiap baris x jumlah baris
= 55 pot x 1 = 55 pot
 Teras 6
Luas Lahan Reklamasi = Panjang lahan x Lebar Lahan
= 306 m x 10 m = 3060 m2

Jumlah Pot tiap baris =

91
=

= 54,9 = 55 pot
Jumlah baris = 1 baris
Jumlah Pot = Jumlah pot tiap baris x jumlah baris
= 55 pot x 1 = 55 pot

Volume tanah pucuk 1 pot = 1,5 m3


Total pot rencana = 44 + 44 + 45 + 45 + 55 + 55 = 288 pot
Volume Tanah pucuk = Total pot rencana x Vol. Tanah dan Pupuk
= 288 pot x 1,5 m3
= 432 m3

B. Perhitungan Tanah Pucuk Pada Tanggul Teras Untuk Tanaman Rumput


Gajah
 Teras 1
Luas Lahan Reklamasi = Panjang lahan x Lebar Lahan
= 242 m x 21,2 m = 3598,54 m2

Jumlah Pot tiap baris =

= 402,5 pot
Jumlah baris = 3 baris
Jumlah Pot = Jumlah pot tiap baris x jumlah baris
= 403 pot x 35= 1.209 pot
 Teras 2
Luas Lahan Reklamasi = Panjang lahan x Lebar Lahan
= 242 m x 24,1 m = 5832,2 m2

Jumlah Pot tiap baris =

= 402,5 pot

92
Jumlah baris = 3 baris
Jumlah Pot = Jumlah pot tiap baris x jumlah baris
= 403 pot x 3 = 1.209 pot
 Teras 3
Luas Lahan Reklamasi = Panjang lahan x Lebar Lahan
= 251 m x 21,78 m = 5466,78 m2

Jumlah Pot tiap baris =

= 417,5 = 418 pot


Jumlah baris = 3 baris
Jumlah Pot = Jumlah pot tiap baris x jumlah baris
= 418 pot x 3 = 1.254 pot

 Teras 4
Luas Lahan Reklamasi = Panjang lahan x Lebar Lahan
= 251 m x 24,49 m = 5466,78 m2

Jumlah Pot tiap baris =

= 417,5 = 418 pot


Jumlah baris = 3 baris
Jumlah Pot = Jumlah pot tiap baris x jumlah baris
= 418 pot x 3 = 1.254 pot

 Teras 5
Luas Lahan Reklamasi = Panjang lahan x Lebar Lahan
= 306 m x 6 m = 1836 m2

Jumlah Pot tiap baris =

= 509 pot

93
Jumlah baris = 3 baris
Jumlah Pot = Jumlah pot tiap baris x jumlah baris
= 509 pot x 3 = 1.527 pot

 Teras 6
Luas Lahan Reklamasi = Panjang lahan x Lebar Lahan
= 306 m x 6 m = 1836 m2

Jumlah Pot tiap baris =

= 509 pot
Jumlah baris = 3 baris
Jumlah Pot = Jumlah pot tiap baris x jumlah baris
= 509 pot x 3 = 1.527 pot

Volume tanah pucuk 1 pot = 0,001 m3


Total pot rencana = 1.209 + 1.209 + 1.254 + 1.254 + 1.527 + 1.527
= 7980 pot
Volume Tanah pucuk = Total pot rencana x Vol. Tanah dan Pupuk
= 7980 pot x 0,001 m3
= 7,98 m3

C. Perhitungan Tanah Pucuk Pada Lereng Untuk Tanaman Rumput Gajah


 Lereng 1
Luas Lahan Reklamasi = Panjang lahan x Lebar Lahan
= 242 m x 21,2 m = 3598,54 m2

Jumlah Pot tiap baris =

= 402,5 pot
Jumlah baris = 35 baris
Jumlah Pot = Jumlah pot tiap baris x jumlah baris
= 403 pot x 35= 14.088 pot

94
 Lereng 2
Luas Lahan Reklamasi = Panjang lahan x Lebar Lahan
= 242 m x 24,1 m = 5832,2 m2

Jumlah Pot tiap baris =

= 402,5 pot
Jumlah baris = 40 baris
Jumlah Pot = Jumlah pot tiap baris x jumlah baris
= 403 pot x 40 = 16.120 pot
 Lereng 3
Luas Lahan Reklamasi = Panjang lahan x Lebar Lahan
= 251 m x 21,78 m = 5466,78 m2

Jumlah Pot tiap baris =

= 417,5 = 418 pot


Jumlah baris = 36 baris
Jumlah Pot = Jumlah pot tiap baris x jumlah baris
= 418 pot x 36 = 15.048 pot

 Lereng 4
Luas Lahan Reklamasi = Panjang lahan x Lebar Lahan
= 251 m x 24,49 m = 5466,78 m2

Jumlah Pot tiap baris =

= 417,5 = 418 pot


Jumlah baris = 40 baris
Jumlah Pot = Jumlah pot tiap baris x jumlah baris
= 418 pot x 40 = 16.720 pot

95
 Lereng 5
Luas Lahan Reklamasi = Panjang lahan x Lebar Lahan
= 306 m x 6 m = 1836 m2

Jumlah Pot tiap baris =

= 509 pot
Jumlah baris = 10 baris
Jumlah Pot = Jumlah pot tiap baris x jumlah baris
= 509 pot x 10 = 5090 pot

 Lereng 6
Luas Lahan Reklamasi = Panjang lahan x Lebar Lahan
= 306 m x 6 m = 1836 m2

Jumlah Pot tiap baris =

= 509 pot
Jumlah baris = 10 baris
Jumlah Pot = Jumlah pot tiap baris x jumlah baris
= 509 pot x 10 = 5090 pot

 Lereng 7
Luas Lahan Reklamasi = Panjang lahan x Lebar Lahan
= 329 m x 10,77 m = 3543,33m2

Jumlah Pot tiap baris =

= 547,7 pot = 548 pot


Jumlah baris = 18 baris
Jumlah Pot = Jumlah pot tiap baris x jumlah baris

96
= 548 pot x 18 = 9864 pot

Volume tanah pucuk 1 pot = 0,001 m3


Total pot rencana = 14.088 + 16.120 + 15.048 + 16.720 + 5090 +
5090 + 9864
= 82020 pot
Volume Tanah pucuk = Total pot rencana x Vol. Tanah dan Pupuk
= 82020 pot x 0,001 m3
= 82,02 m3
Jadi kebutuhan total tanah pucuk yang dibutuhkan untuk menanam tanaman Jabon
merah dan Rumput gajah adalah :
Tanah Pucuk Total = Tanah pucuk Jabon merah + Tanah pucuk Rumput gajah
di tanggul teras + Tanah pucuk Rumput gajah di lereng
= 432 m3 +7,98 m3+ 82,02 m3
= 522 m3

97
LAMPIRAN J
PERHITUNGAN WAKTU PEMBUATAN LUBANG TANAM
DAN PENGISIAN LUBANG TANAM

A. Pembuatan Lubang Pot Tanaman Jabon Merah


Kegiatan pembuatan lubang pot tanaman jabon merah pada lahan bekas
penambangan di lokasi penelitian menggunakan tenaga manusia. Lokasi
penelitian direncanakan menggunakan 1 kelompok jasa manusia dengan
beranggotakan 5 orang.
1 kelompok = 5 orang
Shift = 8 jam/hari
Jumlah lubang = 288 lubang
Waktu membuat lubang = 4 menit
Kebutuhan waktu pembuatan = waktu pembuatan 1 lubang x jumlah lubang
= 4 menit x 288 lubang
= 1.152 menit = 19,2 jam
Jadi waktu yang dibutuhkan untuk membuat lubang adalah :

B. Pengisian dan Penanaman Lubang Pot Jabon Merah


1 kelompok = 5 orang
Shift = 8 jam/hari
Jumlah lubang = 288 lubang
Waktu mengisi lubang = 3 menit
Kebutuhan waktu pembuatan = waktu pengisian 1 lubang x jumlah lubang
= 3 menit x 288 lubang
= 864 menit = 14,4 jam

98
Jadi waktu yang dibutuhkan untuk mengisi lubang adalah :

Jadi waktu yang dibutuhkan untuk membuat dan mengisi lubang pot jabon merah
adalah :
= 3,84 jam + 2,88 jam = 6,72 jam = 1 hari kerja.

C. Pembuatan Lubang Pot Tanaman Rumput Gajah di Lereng dan di Teras


Kegiatan pembuatan lubang pot tanaman rumput gajah pada lahan bekas
penambangan di lokasi penelitian menggunakan tenaga manusia. Lokasi
penelitian direncanakan menggunakan 1 kelompok jasa manusia dengan
beranggotakan 5 orang.
1 kelompok = 5 orang
Shift = 8 jam/hari
Jumlah lubang = 90.000 lubang
Waktu membuat 1 lubang = 0,5 menit
Kebutuhan waktu pembuatan = waktu pembuatan 1 lubang x jumlah lubang
= 0,5 menit x 90.000 lubang
= 45000 menit = 750 jam
Jadi waktu yang dibutuhkan untuk membuat lubang adalah :

D. Pengisian dan Penanaman Lubang Pot Rumput Gajah di Lereng dan


Teras
1 kelompok = 5 orang
Shift = 8 jam/hari
Jumlah lubang = 82020 lubang
Waktu mengisi lubang = 0,5 menit
Kebutuhan waktu pembuatan = waktu pengisian 1 lubang x jumlah lubang
= 0,5 menit x 90.000 lubang
= 45.000 menit = 750 jam

99
Jadi waktu yang dibutuhkan untuk membuat lubang adalah :
==

Jadi waktu yang dibutuhkan untuk membuat dan mengisi lubang pot Rumput
gajah adalah :
= 18,75 hari + 18,75 hari = 38 hari.

Total waktu yang dibutuhkan untuk membuat lubang dan mengisi lubang pada
tanaman Jabon merah dan Rumput gajah adalah
Waktu keseluruhan = Total waktu Jabon merah + total waktu rumput gajah
= 1 hari + 38 hari
= 39 hari

100
LAMPIRAN K
PERHITUNGAN WAKTU PELAKSANAAN
PENATAAN LAHAN

1. Perhitungan waktu penataan dimensi jenjang rencana

Alat yang digunakan untuk penataan lahan adalah Excavator Cat 320D,
dengan spesifikasi sebagai berikut :

Spesifikasi Alat Excavator Caterpillar 320 D


Merk Caterpillar
Type 320 D
Kapasitas bucket 0,86 m3
Bucket fill factor 1
Cycle time excavator 31 detik
Efektivitas kerja 83%

Cycle time excavator = Waktu digging + waktu swing + waktu tumpah


+ waktu kembali
= (9 + 11 + 6 + 5) detik
= 31 detik
Produksi excavator/jam =

= 82,89 Lcm/jam
Produksi excavator/hari = Lcm/jam 8 jam kerja/hari
= 82,89 Lcm/jam 8 jam kerja/hari
= 663,12 Lcm/hari

101
Perhitungan volume yang akan dikerjakan excavator

Volume yang digaru = ∑ Panjang lahan x volume per meter


= ((242x2) m x 30 m3/1m) + ((251x2) m x 34 m3/ 1 m)
= 14.520 m3 + 17.068 m3
= 31.588 m3 (dalam keadaan insitu/bank)
= 31.588 Bcm

Konversi bank volume ke loose volume karena produktivitas bucket excavator


dalam satuan Lcm, dengan % swell soil adalah 25%.

Percent Swell =

25% =

25% =

= 39.485 Lcm

Waktu yang dibutuhkan =

= 59,54 hari
 60 hari

Jadi waktu yang dibutuhkan untuk menata permukaan lahan timbunan


tanah area Parak Kopi adalah 60 hari.

102

Anda mungkin juga menyukai