(BPHTB)
Dasar Hukum :
UU No. 21 Tahun 1997
UU No. 20 Tahun 2000
UU No. 28 Tahun 2009
Perda Kota dan Kabupaten
Setiap perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan dipungut Pajak dengan
nama Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan.
Objek Pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
adalah objek pajak yang diperoleh:
a. Perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
b. Negara atau daerah untuk penyelenggaraan pemerintah dan/atau untuk
pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum;
c. Badan atau perwakilan lembaga Internasional yang ditetapkan dengan
Peraturan Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan
organisasi tersebut;
1
d. Orang pribadi atau badan karena konvensi hak atau karena perbuatan hukum
lain dengan tidak adanya perubahan nama;
e. Orang pribadi atau badan karena wakaf; dan
f. Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah
dan/atau bangunan.
(3) Jika Nilai Perolehan Objek Pajak tidak diketahui atau lebih rendah dari pada
NJOP yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada
tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan yang dipakai adalah NJOP
Pajak Bumi dan Bangunan.
(4) Dalam hal NJOP Pajak Bumi dan Bangunan belum ditetapkan pada saat
terutangnya Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan, NJOP Pajak
Bumi dan Bangunan dapat didasarkan pada Surat Keterangan NJOP Pajak
Bumi dan Bangunan.
(5) Surat Keterangan NJOP Pajak Bumi dan Bangunan adalah bersifat sementara.
(6) Surat Keterangan NJOP Pajak Bumi dan Bangunan dapat diperoleh di Instansi
yang menerbitkan SPPT PBB sesuai dengan letak objek pajak.
(7) Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP)
ditetapkan sebesar Rp.60.000.000 (enam puluh juta rupiah) untuk setiap
wajib pajak.
(8) Dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang
pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah
wasiat, termasuk suami/istri, Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak
ditetapkan sebesar Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah).
2
Tarif pajak BPHTB ditetapkan sebesar 5 % (lima persen)
3
a. SKPDKB dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan
lain, pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
b. SKPDKBT jika ditemukan data baru dan/atau data yang semula
belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang
terutang.
(2)Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB dikenakan sanksi
administratif berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dihitung dari
pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24
(dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
(3)Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKBT dikenakan sanksi
administratif berupa kenaikan sebesar 100 % (seratus persen) dari jumlah
kekurangan pajak tersebut.
(4)Kenaikan tidak dikenakan jika Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum
dilakukan tindakan pemeriksaan.
Contoh :
Seseorang membeli sebuah rumah di Padang dengan luas tanah 200
m2 dan luas bangunan 100 m2. Berdasarkan NJOP, harga tanah Rp700.000 per
m2 dan nilai bangunan Rp600.000 per m2. Berapa besaran BPHTB yang harus
dikeluarkan oleh pembeli rumah tersebut?
* Harga Tanah: 200 m2 x Rp700.000 = Rp 140.000.000
* Harga Bangunan: 100 m2 x Rp600.000 = Rp 60.000.000 +
* Jumlah Harga Pembelian Rumah: = Rp 200.000.000
* Nilai Perolehan Tidak Kena Pajak *) = Rp 60.000.000 ( -)
* Nilai untuk penghitungan BPHTB = Rp 140.000.000
4
5% x Rp 140.000.000 = Rp 7.000.000
Contoh 2 :
Pada tanggal 26 Juli 2014, Tuan “S” membeli tanah yang terletak di Kabupaten
“Tanah Datar” dengan harga Rp.50.000.000. NJOP PBB tahun 2014 Rp.
40.000.000 Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) , untuk
Kabupaten “Tanah Datar” ditetapkan sebesar Rp. 60.000.000,00. Maka :
NPOP 40.000.000
NPOPTKP 60.000.000 -
NPOPKP/ NPOP Untuk Perhitungan BPHTB Nihil
BPHTB Nihil
Contoh 3 :
Pada tanggal 7 Januari 2014, Doni” membeli tanah dan bangunan yang terletak di
Kabupaten “Sukabumi” dengan harga Rp. 90.000.000,- NJOP PBB tahun 2014
adalah Rp. 100.000.000, NPOPTKP untuk Kabupaten “Sukabumi” ditetapkan
sebesar Rp. 60.000.000.
NPOP/NJOP 100.000.000
NPOPTKP 60.000.000 -
NPOPKP/ NPOP Untuk Perhitungan BPHTB 40.000.000
BPHTB 5% x 40 juta = Rp. 2 Juta
Contoh 4.
Pada tanggal 28 Juli 2015, Tuan“Syafri” mendaftarkan warisan berupa tanah dan
bangunan yang terletak di Kota “Bukittinggi” dengan NJOP PBB Rp.
400.000.000,. NPOPTKP untuk perolehan hak karena waris untuk Kota
“Bukittinggi” ditetapkan sebesar Rp. 300.000.000. Maka Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan terutang :
NPOP/NJOP 400.000.000
NPOPTKP 300.000.000 -
NPOPKP/ NPOP Untuk Perhitungan BPHTB 100.000.000
BPHTB 5% x 100 juta = Rp. 5 Juta
atau
Contoh 5.
Pada tanggal 7 November 2015, Wajib Pajak orang pribadi “Kardino”
mendaftarkan hibah wasiat dari orang tua kandung, sebidang tanah yang terletak
5
di Kota “Padang panjang” dengan NJOP PBB Rp. 250.000.000. NPOPTKP untuk
perolehan hak karena hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam
hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau
satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, untuk
Kota “PP” ditetapkan sebesar Rp. 300.000.000. Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan terutang
NPOP 250.000.000
NPOPTKP 300.000.000 -
NPOPKP/ NPOP Untuk Perhitungan BPHTB Nihil
BPHTB Nihil
atau
BPHTB = 5 % x (Rp. 250 – Rp. 300) juta
= 5 % x (0) = Rp. 0 (nihil).
6
PAJAK DAERAH
Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada daerah yang
terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dasar hukum pemungutan pajak daerah :
Undang-undang No.18 tahun 1997
Undang-undang No.34 tahun 2000
Undang-undang No.28 tahun 2009
Tidak termasuk objek pajak hotel sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah:
a. Jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh Pemerintah, atau
pemerintah daerah;
b. Jasa sewa apartemen, kondominium dan sejenisnya yang digunakan
sebagai tempat tinggal;
c. Jasa tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan keagamaan;
d. Jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo, panti
asuhan dan panti sosial lainnya yang sejenis ; dan
e. Jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh
hotel yang dapat dimanfaatkan oleh umum.
Dasar pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya
dibayar kepada hotel.
Tarif pajak hotel ditetapkan sebesar 10 % (sepuluh persen).
7
2. Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame.
Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak
ragamnya dirancang untuk tujuan komersial, memperkenalkan, menganjurkan,
mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa,
orang atau badan yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan/atau
dinikmati oleh umum.
8
f. jumlah reklame; dan
g. ukuran media Reklame.
Dalam hal reklame diselenggarakan oleh pihak ketiga, Nilai Sewa Reklame
dtetapkan berdasarkan nilai kontrak reklame.
Tarif pajak reklame ditetapkan sebagai berikut:
a. reklame papan/billboard/videotron/megatron/
LED/neon box dan sejenisnya …………………. 15% (lima belas persen);
b. reklame kain ……………………………………. 10% (sepuluh persen);
c. reklame melekat, stiker ……………………….. 15% (lima belas persen);
d. reklame selebaran ………………………………. 25% (dua puluh lima
persen);
e. reklame berjalan, termasuk pada kenderaan ... 15% (lima belas persen);
f. reklame udara ………………………………….. 15% (lima belas persen);
g. reklame apung …………………………………. 15% (lima belas persen);
h. reklame suara ………………………………….. 10% (sepuluh persen);
i. reklame film/slide ………………………Rp.10.000,-/ hari (sepuluh ribu
rupiah perhari), dan
j. reklame peragaan …………………… Rp.25.000,-/peragaan (dua puluh
lima
ribu rupiah perperagaan)
3. Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang
dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain.
Wajib Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau badan yang
menggunakan tenaga listrik.
Dasar pengenaan pajak Penerangan Jalan adalah Nilai Jual Tenaga Listrik
Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan sebesar 10 % (sepuluh persen).
9
o. kaolin;
p. leusit;
q. magnesit;
r. mika;
s. marmer;
t. nitrat;
u. opsidien;
v. oker;
w. pasir, batu dan kerikil (sirtukil);
x. pasir kuarsa, batu silika, batu rijang;
y. perlit;
z. phospat;
aa. talk;
bb. tariah serap (fullers earth);
cc. tanah diatome;
dd. tanah liat;
ee. tawas (alum);
ff. tras, pasir putih, pasir gunung, tanah urug;
gg. yarosit;
hh. zeolit;
ii. basal;
jj. trakkit; dan
kk. mineral bukan logam dan batuan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Dasar pengenaan pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah Nilai Jual Hasil
Pengambilan mineral bukan logam dan batuan.
Tarif pajak mineral bukan logam dan batuan ditetapkan sebesar 20 % (dua puluh
persen).
5. Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan
jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang
disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan
kendaraan bermotor.
6. Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau
pengusahaan sarang burung walet.
10
Dasar pengenaan Pajak Sarang Burung Walet adalah Nilai Jual Sarang Burung
Walet.
Nilai Jual Sarang Burung Walet dihitung berdasarkan perkalian antara harga
pasaran umum Sarang Burung Walet dengan volume sarang burung walet.
8. BPHTB
9. Pajak restoran
11