Anda di halaman 1dari 11

Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan

(BPHTB)

Dasar Hukum :
UU No. 21 Tahun 1997
UU No. 20 Tahun 2000
UU No. 28 Tahun 2009
Perda Kota dan Kabupaten

Setiap perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan dipungut Pajak dengan
nama Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan.

Objek Pajak adalah perolehan Hak atas tanah dan/atau bangunan.


Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan meliputi:
a. Pemindahan hak karena:
1) Jual Beli;
2) Tukar Menukar;
3) Hibah;
4) Hibah Wasiat;
5) Waris;
6) Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain;
7) Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
8) Penunjukan pembeli dalam lelang;
9) Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
10) Penggabungan usaha;
11) Peleburan usaha;
12) Pemekaran usaha; atau
13) Hadiah.
b. Pemberian hak baru karena:
1) Kelanjutan pelepasan hak; atau
2) Diluar pelepasan hak.

Hak atas tanah adalah :


a. Hak milik;
b. Hak guna Usaha;
c. Hak guna Bangunan;
d. Hak pakai;
e. Hak milik atau satuan rumah susun; dan
f. Hak pengelolaan.

Objek Pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
adalah objek pajak yang diperoleh:
a. Perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
b. Negara atau daerah untuk penyelenggaraan pemerintah dan/atau untuk
pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum;
c. Badan atau perwakilan lembaga Internasional yang ditetapkan dengan
Peraturan Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan
organisasi tersebut;

1
d. Orang pribadi atau badan karena konvensi hak atau karena perbuatan hukum
lain dengan tidak adanya perubahan nama;
e. Orang pribadi atau badan karena wakaf; dan
f. Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.

Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah
dan/atau bangunan.

(1)Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak.


(2) Nilai Perolehan Objek Pajak dalam hal:
a. Jual beli adalah harga transaksi;
b. Tukar menukar adalah Nilai pasar;
c. Hibah adalah Nilai pasar;
d. Hibah Wasiat adalah nilai pasar;
e. Waris adalah nilai pasar;
f. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar;
g. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar;
h. Peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai
kekuatan hukum tetap adalah nilai pasar;
i. Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dan pelepasan adalah
nilai pasar;
j. Pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar;
k. Penggabungan usaha adalah nilai pasar;
l. Peleburan usaha adalah nilai pasar;
m. Pemekaran usaha adalah nilai pasar;
n. Hadiah adalah nilai pasar; dan atau
o. Penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum
dalam Risalah Lelang.

(3) Jika Nilai Perolehan Objek Pajak tidak diketahui atau lebih rendah dari pada
NJOP yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada
tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan yang dipakai adalah NJOP
Pajak Bumi dan Bangunan.

(4) Dalam hal NJOP Pajak Bumi dan Bangunan belum ditetapkan pada saat
terutangnya Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan, NJOP Pajak
Bumi dan Bangunan dapat didasarkan pada Surat Keterangan NJOP Pajak
Bumi dan Bangunan.

(5) Surat Keterangan NJOP Pajak Bumi dan Bangunan adalah bersifat sementara.

(6) Surat Keterangan NJOP Pajak Bumi dan Bangunan dapat diperoleh di Instansi
yang menerbitkan SPPT PBB sesuai dengan letak objek pajak.

(7) Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP)
ditetapkan sebesar Rp.60.000.000 (enam puluh juta rupiah) untuk setiap
wajib pajak.

(8) Dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang
pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah
wasiat, termasuk suami/istri, Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak
ditetapkan sebesar Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah).

2
Tarif pajak BPHTB ditetapkan sebesar 5 % (lima persen)

BPHTB terutang = Tarif BPHTB x (NPOP - NPOPTKP)

Saat terutangnya BPHTB ditetapkan untuk:


a. jual beli sejak tanggal dibuat dan ditanda tanganinya akta;
b. tukar menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda tanganinya akta;
c. hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda tanganinya akta;
d. hibah wasiat adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda tanganinya akta;
e. waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan
haknya ke kantor bidang pertanahan;
f. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah sejak
tanggal dibuat dan ditanda tanganinya akta;
g. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat
dan ditanda tanganinya akta;
h. putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai
kekuatan hukum tetap;
i. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dan pelepasan hak
adalah sejak tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;
j. pemberian hak baru diluar pelapasan hak adalah sejak tanggal
diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;
k. penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda tanganinya
akta;
l. peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda tanganinya akta;
m.pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda tanganinya
akta;
n. hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda tanganinya akta; dan
o. lelang adalah sejak tanggal penunjukan pemenang lelang.

Pajak terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak.


(1)Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris hanya dapat menanda tangani akta
pemindahan hak atas tanah dan/atau bangunan setelah Wajib Pajak
menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa SSPD.
(2) Kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang negara hanya dapat
menandatangani risalah lelang perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan
setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa SSPD.
(3) Kepala Kantor yang membidangi Pertanahan hanya dapat melakukan
pendaftaran hak atas tanah atau pendaftaran peralihan hak atas tanah
setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa SSPD.

SSPD (Surat Setoran Pajak Daerah) :


(1) Wajib Pajak membayar pajak yang terutang dengan cara dibayar sendiri
berdasarkan SSPD.
(2) SSPD juga merupakan SPTPD.
(3) Pembayaran pajak yang terutang harus dilakukan sekaligus atau lunas.
(4) Pembayaran pajak yang terutang dilakukan di bank tempat pembayaran atau
tempat lain yang ditunjuk oleh Walikota/ Bupati.

SKPD (Surat Ketetapan Pajak Daerah) :


(1)Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak,
Walikota/Bupati dapat menerbitkan :

3
a. SKPDKB dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan
lain, pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
b. SKPDKBT jika ditemukan data baru dan/atau data yang semula
belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang
terutang.
(2)Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB dikenakan sanksi
administratif berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dihitung dari
pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24
(dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
(3)Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKBT dikenakan sanksi
administratif berupa kenaikan sebesar 100 % (seratus persen) dari jumlah
kekurangan pajak tersebut.
(4)Kenaikan tidak dikenakan jika Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum
dilakukan tindakan pemeriksaan.

SURAT TAGIHAN PAJAK DAERAH (STPD)


(1)Walikota/ Bupati dapat menerbitkan STPD jika:
a. Pajak yang terutang tidak atau kurang bayar;
b. Dari hasil pemeriksaan SSPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai
akibat salah tulis dan/atau salah hitung atau;
c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda,
berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan untuk paling lama 15
(lima belas) bulan sejak saat terutangnya pajak.

KEBERATAN DAN BANDING


(1)Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan kepada Walikota/ Bupati atau
pejabat yang ditunjuk atas suatu;
a. SKPDKB
b. SKPDKBT
(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai
alasan-alasan yang jelas.
(3)Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak
tanggal surat SKPDKB dan SKPDKBT kecuali jika Wajib Pajak dapat
menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan
diluar kekuasaannya.
(4)Keberatan dapat diajukan apabila Wajib Pajak telah membayar paling sedikit
sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak.

Contoh :
Seseorang membeli sebuah rumah di Padang dengan luas tanah 200
m2 dan luas bangunan 100 m2. Berdasarkan NJOP, harga tanah Rp700.000 per
m2 dan nilai bangunan Rp600.000 per m2. Berapa besaran BPHTB yang harus
dikeluarkan oleh pembeli rumah tersebut?
* Harga Tanah: 200 m2 x Rp700.000          =    Rp    140.000.000
* Harga Bangunan: 100 m2 x Rp600.000   =    Rp      60.000.000 +
* Jumlah Harga Pembelian Rumah:           =    Rp    200.000.000
* Nilai Perolehan Tidak Kena Pajak *)   =    Rp      60.000.000 ( -)
* Nilai untuk penghitungan BPHTB       =    Rp    140.000.000

* BPHTB yang harus dibayar

4
5% x Rp 140.000.000                 =    Rp 7.000.000

Contoh 2 :
Pada tanggal 26 Juli 2014, Tuan “S” membeli tanah yang terletak di Kabupaten
“Tanah Datar” dengan harga Rp.50.000.000. NJOP PBB tahun 2014 Rp.
40.000.000 Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) , untuk
Kabupaten “Tanah Datar” ditetapkan sebesar Rp. 60.000.000,00. Maka :

NPOP 40.000.000
NPOPTKP 60.000.000 -
NPOPKP/ NPOP Untuk Perhitungan BPHTB Nihil
BPHTB Nihil

 Contoh 3 :
Pada tanggal 7 Januari 2014, Doni” membeli tanah dan bangunan yang terletak di
Kabupaten “Sukabumi” dengan harga Rp. 90.000.000,- NJOP PBB tahun 2014
adalah Rp. 100.000.000, NPOPTKP untuk Kabupaten “Sukabumi” ditetapkan
sebesar Rp. 60.000.000.

NPOP/NJOP 100.000.000
NPOPTKP 60.000.000 -
NPOPKP/ NPOP Untuk Perhitungan BPHTB 40.000.000
BPHTB 5% x 40 juta = Rp. 2 Juta

Contoh 4.
Pada tanggal 28 Juli 2015, Tuan“Syafri” mendaftarkan warisan berupa tanah dan
bangunan yang terletak di Kota “Bukittinggi” dengan NJOP PBB Rp.
400.000.000,. NPOPTKP untuk perolehan hak karena waris untuk Kota
“Bukittinggi” ditetapkan sebesar Rp. 300.000.000. Maka Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan terutang :

NPOP/NJOP 400.000.000
NPOPTKP 300.000.000 -
NPOPKP/ NPOP Untuk Perhitungan BPHTB 100.000.000
BPHTB 5% x 100 juta = Rp. 5 Juta

atau

BPHTB = 5 % x (Rp. 400 – Rp. 300) juta


= 5 % x ( Rp. 100) juta = Rp. 5 juta.

Contoh 5.
Pada tanggal 7 November 2015, Wajib Pajak orang pribadi “Kardino”
mendaftarkan hibah wasiat dari orang tua kandung, sebidang tanah yang terletak

5
di Kota “Padang panjang” dengan NJOP PBB Rp. 250.000.000. NPOPTKP untuk
perolehan hak karena hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam
hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau
satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, untuk
Kota “PP” ditetapkan sebesar Rp. 300.000.000. Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan terutang

NPOP 250.000.000
NPOPTKP 300.000.000 -
NPOPKP/ NPOP Untuk Perhitungan BPHTB Nihil
BPHTB Nihil

atau
BPHTB = 5 % x (Rp. 250 – Rp. 300) juta
= 5 % x (0) = Rp. 0 (nihil).

6
PAJAK DAERAH

Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada daerah yang
terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dasar hukum pemungutan pajak daerah :
Undang-undang No.18 tahun 1997
Undang-undang No.34 tahun 2000
Undang-undang No.28 tahun 2009

Pajak Daerah meliputi :


A. Pajak propinsi, terdiri dari:
1. pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air.
2. Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air.
3. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor.
4. Pajak Rokok

B. Pajak Kabupaten dan Kota meliputi :


1. Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh Hotel.
Hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa
terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen,
gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan
sejenis, serta rumah Kos yang lebih dari 10 (sepuluh) kamar.
Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan
pembayaran termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan hotel yang sifatnya
memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas olah raga dan
hiburan.
Jasa penunjang adalah fasilitas telepon, faximilie, teleks, internet, fotocopy,
pelayanan cuci, seterika, transportasi dan fasilitas sejenis lainnya yang
disediakan atau dikelola oleh hotel.

Tidak termasuk objek pajak hotel sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah:
a. Jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh Pemerintah, atau
pemerintah daerah;
b. Jasa sewa apartemen, kondominium dan sejenisnya yang digunakan
sebagai tempat tinggal;
c. Jasa tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan keagamaan;
d. Jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo, panti
asuhan dan panti sosial lainnya yang sejenis ; dan
e. Jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh
hotel yang dapat dimanfaatkan oleh umum.

Dasar pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya
dibayar kepada hotel.
Tarif pajak hotel ditetapkan sebesar 10 % (sepuluh persen).

7
2. Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame.
Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak
ragamnya dirancang untuk tujuan komersial, memperkenalkan, menganjurkan,
mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa,
orang atau badan yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan/atau
dinikmati oleh umum.

Objek pajak reklame adalah semua penyelenggaraan reklame meliputi:


a. reklame papan/billboard/ videotron/ megatron/ LED/ Neon Box dan
sejenisnya;
b. reklame kain;
c. reklame melekat, stiker;
d. reklame selebaran;
e. reklame berjalan, termasuk pada kendaraan;
f. reklame udara;
g. reklame apung;
h. reklame suara;
i. reklame film/slide dan ;
j. reklame peragaan.

Tidak termasuk objek pajak reklame:


a. penyelenggaraan reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian,
warta mingguan, warta bulanan, dan sejenisnya;
b. label/merk produk yang melekat pada barang yang diperdagangkan, yang
berfungsi untuk membedakan dari produk sejenis lainnya;
c. nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada bangunan
tempat usaha atau profesi diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang
mengatur nama pengenal usaha atau profesi tersebut;
d. reklame yang diselenggarakan oleh pemerintah, Pemerintah Provinsi atau
pemerintah daerah; dan
e. penyelenggaraan reklame kegiatan sosial, atribut partai politik, organisasi
kemasyarakatan dan sejenisnya.

Wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi atau Badan yang


menyelenggarakan reklame.
Dalam hal reklame diselenggarakan sendiri secara langsung oleh orang
pribadi atau Badan, maka Wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi atau
badan tersebut.
Dalam hal reklame diselenggarakan melalui pihak ketiga, pihak ketiga
tersebut menjadi Wajib Pajak Reklame.

Dasar pengenaan pajak reklame adalah Nilai Sewa Reklame.


Nilai Sewa Reklame dinyatakan dalam rupiah yang
dihitungdenganmempertimbangkan sebagian atau seluruh faktor-faktor
berikut :
a. jenis reklame;
b. bahan yang digunakan untuk reklame;
c. lokasi penempatan reklame;
d. waktu penyelenggaraan;
e. jangka waktu penyelenggaraan;

8
f. jumlah reklame; dan
g. ukuran media Reklame.
Dalam hal reklame diselenggarakan oleh pihak ketiga, Nilai Sewa Reklame
dtetapkan berdasarkan nilai kontrak reklame.
Tarif pajak reklame ditetapkan sebagai berikut:
a. reklame papan/billboard/videotron/megatron/
LED/neon box dan sejenisnya …………………. 15% (lima belas persen);
b. reklame kain ……………………………………. 10% (sepuluh persen);
c. reklame melekat, stiker ……………………….. 15% (lima belas persen);
d. reklame selebaran ………………………………. 25% (dua puluh lima
persen);
e. reklame berjalan, termasuk pada kenderaan ... 15% (lima belas persen);
f. reklame udara ………………………………….. 15% (lima belas persen);
g. reklame apung …………………………………. 15% (lima belas persen);
h. reklame suara ………………………………….. 10% (sepuluh persen);
i. reklame film/slide ………………………Rp.10.000,-/ hari (sepuluh ribu
rupiah perhari), dan
j. reklame peragaan …………………… Rp.25.000,-/peragaan (dua puluh
lima
ribu rupiah perperagaan)

3. Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang
dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain.
Wajib Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau badan yang
menggunakan tenaga listrik.
Dasar pengenaan pajak Penerangan Jalan adalah Nilai Jual Tenaga Listrik
Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan sebesar 10 % (sepuluh persen).

4. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas


pengambilan/pemakaian mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber
alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan.
Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah mineral bukan logam dan batuan
sebagaimana dimaksud di dalam Peraturan Perundang-undangan di bidang
mineral dan batubara.
Objek pajak mineral bukan logam dan batuan adalah kegiatan pengambilan
mineral bukan logam dan batuan meliputi:
a. asbes;
b. batu tulis;
c. batu setengah permata;
d. batu kapur;
e. batu apung;
f. batu permata;
g. bentonit;
h. dolomit;
i. feldspar;
j. garam batu (halite);
k. grafit;
l. granit/andesit, batu yetti;
m. gips;
n. kalsit;

9
o. kaolin;
p. leusit;
q. magnesit;
r. mika;
s. marmer;
t. nitrat;
u. opsidien;
v. oker;
w. pasir, batu dan kerikil (sirtukil);
x. pasir kuarsa, batu silika, batu rijang;
y. perlit;
z. phospat;
aa. talk;
bb. tariah serap (fullers earth);
cc. tanah diatome;
dd. tanah liat;
ee. tawas (alum);
ff. tras, pasir putih, pasir gunung, tanah urug;
gg. yarosit;
hh. zeolit;
ii. basal;
jj. trakkit; dan
kk. mineral bukan logam dan batuan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Dasar pengenaan pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah Nilai Jual Hasil
Pengambilan mineral bukan logam dan batuan.
Tarif pajak mineral bukan logam dan batuan ditetapkan sebesar 20 % (dua puluh
persen).

5. Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan
jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang
disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan
kendaraan bermotor.

Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat


sementara.
Dasar pengenaan Pajak Parkir adalah jumlah pembayaran atau yang
seharusnya dibayar kepada penyelenggara tempat parkir.

Tarif Pajak Parkir ditetapkan sebesar 20 % (dua puluh persen).

6. Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau
pengusahaan sarang burung walet.

Objek Pajak Sarang Burung Walet adalah pengambilan dan/atau pengusahaan


sarang burung walet.
Tidak termasuk objek pajak adalah pengambilan sarang burung walet yang
telah dikenakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Wajib Pajak Sarang Burung Walet adalah orang pribadi atau badan yang
melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan sarang burung walet.

10
Dasar pengenaan Pajak Sarang Burung Walet adalah Nilai Jual Sarang Burung
Walet.
Nilai Jual Sarang Burung Walet dihitung berdasarkan perkalian antara harga
pasaran umum Sarang Burung Walet dengan volume sarang burung walet.

Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan sebesar 10 % (sepuluh persen).

7. Pajak Bumi dan Bangunan sektor Pedesaan dan Perkotaan

8. BPHTB

9. Pajak restoran

10. Pajak Hiburan

11. Pajak Air tanah

11

Anda mungkin juga menyukai