Anda di halaman 1dari 13

KEBERATAN DAN BANDING

SKEMA PELAKSANAAN KEBERATAN DAN BANDING

Keberatan Atas : Dalam waktu 3 bulan


Wajib Pajak Dirjen Pajak
a. SKPKB
b. SKPKBT
c. SKPLB
d. SKPN
e. Pemotongan atau
pemungutan oleh
pihak ketiga
Keputusan
a. Menerima seluruhnya
atau sebagian,
Diterbitkan dalam waktu 12 bulan b. Menolak atau
c. Menambah besarnya
pajak terutang.

Banding dalam waktu 3 bulan Badan Peradilan Pajak


(BPP)

KEBERATAN

Dasar Hukum
1. Pasal 25 Undang-undang No. 28Tahun 2007 yang merupakan perubahan ketiga Undang-
undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
2. Peraturan Menteri keuangan No. 194/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pengajuan Dan
Penyelesaian Keberatan

Alasan Pengajuan Keberatan


Apabila Wajib Pajak berpendapat bahwa jumlah rugi, jumlah pajak, dan pemotongan atau
pemungutan pajak tidak sebagaimana mestinya.

Sasaran Keberatan
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas suatu:
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
d. Surat Ketetapan Pajak Nihil
e. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.

Keberatan yang diajukan adalah mengenai materi atau isi dari ketetapan pajak, yaitu jumlah rugi
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, jumlah besarnya pajak,
atau pemotongan atau pemungutan pajak.

Syarat-syarat Pengajuan Surat Keberatan


Pengajuan keberatan dituangkan dalam bentuk surat keberatan yang harus memenuhi syarat
sebagai berikut :
a. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia

Buku Perpajakan I 69
b. Mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau
dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan
yang menjadi dasar penghitungan.
Yang dimaksud dengan "alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan" adalah
alasan-alasan yang jelas dan dilampiri dengan fotokopi surat ketetapan pajak, bukti
pemungutan, atau bukti pemotongan.
c. Satu surat keberatan diajukan hanya untuk 1 jenis pajak (1 Surat Ketetapan Pajak,
Pemotongan Pajak, atau Pemungutan pajak) dan 1 Masa Pajak atau 1 Tahun Pajak.
Contoh
Keberatan atas ketetapan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2008 dan Tahun Pajak 2009
harus diajukan masing-masing dalam 1 surat keberatan tersendiri. Untuk 2 Tahun Pajak
tersebut harus diajukan 2 buah surat keberatan.
d. Wajib Pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang
telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan. Pelunasan tersebut
harus dilakukan sebelum Wajib Pajak mengajukan keberatan.
e. Diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak
tanggal pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga kecuali Wajib Pajak
dapat menunjukan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di
luar kekuasaan wajib Pajak (force majeur)
f. Surat keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal surat
keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, surat keberatan tersebut harus dilampiri
dengan surat kuasa khusus

Catatan
1. Dalam hal surat keberatan yang disampaikan oleh Wajib Pajak belum memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf f,
Wajib Pajak dapat menyampaikan perbaikan surat keberatan dengan melengkapi
persyaratan yang belum dipenuhi sebelum jangka waktu 3 bulan sebagaimana dimaksud
pada huruf e terlampaui.
2. Dalam hal wajib Pajak menyampaikan perbaikan surat keberatan, tanggal penyampaian
perbaikan surat keberatan merupakan tanggal surat keberatan diterima.
3. Surat keberatan yang tidak memenuhi persyaratan diatas bukan merupakan surat keberatan
sehingga tidak dipertimbangkan dan tidak diterbitkan Surat Keputusan Keberatan
4. Pengajuan keberatan yang tidak memenuhi persyaratan dan tidak diterbitkan Surat
Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud pada catatan 3 diberitahukan secara tertulis
kepada wajib Pajak.

Tempat dan Cara Menyampaikan Surat Keberatan


Surat keberatan disampaikan oleh Wajib Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak
terdaftar dan/atau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan.

Caranya adalah melalui :


a. Penyampaian secara langsung
Termasuk dalam pengertian penyampaian surat keberatan secara langsung adalah
penyampaian surat keberatan melalui Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi
Perpajakan atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan dalam wilayah
kerja Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat Pengusaha
Kena Pajak dikukuhkan.
Bukti penerimaan Surat Keberatan bila disampaikan secara langsung oleh Wajib Pajak
adalah dalam bentuk tanda penerimaan surat oleh pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang
ditunjuk untuk itu.

b. Pos
Bila Surat Keberatan dikirim melalui Pos, maka, bukti pengiriman surat digunakan sebagai
bukti penerimaan surat keberatan.
c. Cara lain

Buku Perpajakan I 70
Penyampaian surat keberatan melalui cara lain meliputi :
a. Perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir
Perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir adalah perusahaan yang berbentuk badan
hukum yang memberikan jasa pengiriman surat jenis tertentu termasuk pengiriman surat
keberatan ke Direktorat Jenderal Pajak.
Bila Surat Keberatan disampaikan melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir,
maka, bukti pengiriman surat digunakan sebagai bukti penerimaan surat keberatan.
b. E-filing melalui ASP.
E-filing atau penyampaian surat keberatan secara elektronik adalah suatu
cara penyampaian surat keberatan yang dilakukan secara on-line yang real time melalui
Penyedia Jasa Aplikasi atau Application Service Provider (ASP).
Penyedia Jasa aplikasi atau Application Service Provider (ASP) adalah perusahaan
Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) yang telah ditunjuk dengan Keputusan Direktur Jenderal
Pajak sebagai perusahaan yang dapat menyalurkan penyampaian surat keberatan
secara elektronik ke Direktorat Jenderal Pajak.
Bila surat keberatan disampaikan melalui e-filing, diberikan Bukti Penerimaan Elektronik
yang digunakan sebagai bukti penerimaan surat keberatan
Bukti Penerimaan Elektronik adalah informasi yang meliputi nama, Nomor Pokok Wajib
Pajak, tanggal, jam, Nomor Tanda Terima Elektronik (NTTE) dan Nomor Transaksi
Pengiriman ASP (NTPA) serta nama Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP), yang
tertera pada hasil cetakan surat keberatan.

Hak dan kewajiban Wajib pajak Serta Fiskus Pada Masa Pengajuan Surat Keberatan
1. Wajib Pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang
telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan
2. Surat keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal surat
keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, surat keberatan tersebut harus dilampiri
dengan surat kuasa khusus.
3. Untuk keperluan pengajuan keberatan, Wajib Pajak dapat meminta kepada Direktur
Jenderal Pajak untuk memberi keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar
pengenaan pajak atau penghitungan rugi.
4. Direktur Jenderal Pajak wajib memberi keterangan yang diminta oleh Wajib Pajak dalam
jangka waktu paling lama 20 hari kerja sejak surat permintaan Wajib Pajak di terima.
Jangka waktu pemberian keterangan oleh Direktur Jenderal Pajak atas permintaan Wajib
Pajak  tidak menunda jangka waktu pengajuan keberatan.
5. Wajib Pajak dapat mencabut pengajuan keberatan yang telah disampaikan kepada Direktur
Jenderal Pajak sepanjang Surat Pemberitahuan Untuk Hadir belum disampaikan kepada
Wajib Pajak.
Surat Pemberitahuan Untuk Hadir adalah surat yang disampaikan kepada Wajib Pajak yang
berisi mengenai pemberian kesempatan kepada Wajib Pajak untuk menghadiri pertemuan
dengan pegawai pajak dalam waktu yang telah ditetapkan guna memberikan keterangan
atau memperoleh penjelasan mengenai hasil penelitian keberatan.
Dalam hal Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan, Wajib Pajak tidak dapat
mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak
benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.
6. Direktur Jenderal Pajak meminta keterangan, data, dan/atau informasi tambahan dari Wajib
Pajak, Sebelum Direktur Jenderal Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Untuk Hadir.
7. Wajib Pajak menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis untuk melengkapi
dan/atau memperjelas surat keberatan yang telah disampaikan baik atas kehendak Wajib
Pajak yang bersangkutan maupun dalam rangka memenuhi permintaan Direktur Jenderal
Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 4, Sebelum Direktur Jenderal Pajak
menyampaikan Surat Pemberitahuan Untuk Hadir.
8. Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka keberatan
untuk mendapatkan data dan/atau informasi yang objektif yang dapat dijadikan dasar
dalam mempertimbangkan keputusan keberatan, Sebelum Direktur Jenderal Pajak
menyampaikan Surat Pemberitahuan Untuk Hadir

Buku Perpajakan I 71
9. Sebelum menerbitkan Surat Keputusan Keberatan, Direktur Jenderal Pajak harus
menyampaikan Surat Pemberitahuan Untuk Hadir kepada Wajib Pajak guna memberi
keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai keberatannya.
Dalam hal Wajib Pajak tidak hadir pada waktu yang ditentukan dalam Surat Pemberitahuan
Untuk Hadir, proses keberatan tetap diselesaikan tanpa menunggu kehadiran Wajib Pajak.

Keputusan atas Surat Keberatan


1. Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal
surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan.
2. Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan dapat berupa :
a. Mengabulkan seluruhnya atau sebagian
b. Menolak
c. Menambah besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar.
3. Apabila jangka waktu 12 bulan sejak tanggal surat keberatan diterima telah terlampaui,
Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan Surat Keputusan Keberatan, maka, keberatan
yang diajukan Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak wajib
menerbitkan Surat Keputusan Keberatan sesuai dengan keberatan Wajib Pajak.

Sanksi atas Surat Keberatan yang ditolak


1. Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai
sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% dari jumlah pajak berdasarkan keputusan
keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
Contoh
Untuk tahun pajak 2008, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dengan jumlah
pajak yang masih harus dibayar sebesar Rp1.000.000.000,00 diterbitkan terhadap PT A.
Dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, Wajib Pajak hanya menyetujui pajak yang
masih harus dibayar sebesar Rp 200.000.000.00. Wajib Pajak telah melunasi sebagian
SKPKB tersebut sebesar Rp200.000.000,00 dan kemudian mengajukan keberatan atas
koreksi lainnya. Direktur Jenderal Pajak mengabulkan sebagian keberatan Wajib Pajak
dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar menjadi sebesar Rp750.000.000,00. Dalam
hal ini, Wajib Pajak tidak dikenai sanksi administrasi sebagaimana diatur dalam Pasal 19,
tetapi dikenai sanksi sesuai dengan ayat ini, yaitu sebesar 50% x (Rp750.000.000.00-
Rp200.000.000,00) = Rp275.000.000,00.
2. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan banding, sanksi administrasi berupa denda
sebesar 50% sebagaimana dimaksud pada angka 1 tidak dikenakan.

Catatan
1. Pembukuan, catatan, data, informasi atau keterangan lain yang tidak diberikan pada saat
pemeriksaan tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan, kecuali pembukuan,
catatan, data, informasi, atau keterangan lain tersebut berada di pihak ketiga dan belum
diperoleh Wajib Pajak pada saat pemeriksaan.
2. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan, jangka waktu pelunasan pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) atau ayat (3a) UU No. 28 Tahun 2007 yang merupakan
perubahan ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan,
tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan
Keberatan.
3. Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan keberatan tidak
termasuk sebagai utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat
(1a) UU No. 28 Tahun 2007 yang merupakan perubahan ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Imbalan bunga atas surat keberatan yang diterima


1. Apabila pengajuan keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya, selama pajak yang
masih harus dibayar sebagaimana dimaksud dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar,
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, dan Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar yang telah dibayar menyebabkan kelebihan pembayaran

Buku Perpajakan I 72
pajak, kelebihan pembayaran dimaksud dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga
sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Untuk Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan
pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan
b. Untuk Surat Ketetapan Pajak Nihil dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar dihitung
sejak tanggal penerbitan surat ketetapan pajak sampai dengan diterbitkannya Surat
Keputusan Keberatan
2. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada angka 1 juga diberikan atas pembayaran lebih
sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) dan/atau
bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2007 yang
merupakan perubahan ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan, berdasarkan Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi
atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi sebagai akibat diterbitkan Surat
Keputusan keberatan

8. Tindak lanjut dari isi keputusan atas keberatan yang tidak dapat diterima atau tidak
sesuai dengan keinginan wajib Pajak
Bila wajib pajak tidak dapat dapat menerima atau tidak puas dengan keputusan yang
dterbitkan oleh Dirjen Pajak, wajib pajak dapat mengajukan Banding kepada Badan
Peradilan Pajak.

Buku Perpajakan I 73
BANDING

ALASAN PENGAJUAN BANDING


Bila Wajib pajak tidak puas dengan keputusan atas keberatan yang ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pajak terhadap surat keberatan yang diajukan oleh wajib pajak.

PROSEDUR PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN BANDING


1. Alamat Pengajuan Banding
Diajukan secara tertulis kepada badan peradilan pajak

2. Isi Surat Banding


a. Ditulis dalam bahasa Indonesia
b. Menyebutkan alasan yang jelas
c. Dilampiri salinan dari surat keputusan keberatan.

3. Jangka waktu Pengajuan Banding


Diajukan dalam waktu 3 bulan sejak keputusan atas keberatan diterima.

4. Hak dan kewajiban Wajib pajak Serta Fiskus Pada Masa Pengajuan Banding
Pengajuan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak (paham imperatif) dan
pelaksanaan penagihan pajak.

5. Putusan Banding
a. Pengertian
Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat
Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.

6. Imbalan bunga atas banding yang diterima seluruhnya atau sebagian


Apabila pengajuan banding diterima sebagian atau seluruhnya, maka kepada wajib pajak
akan diberikan imbalan bunga sebesar 2 % sebulan paling lama 24 bulan, atas:
a. Kelebihan pembayaran pajak dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan atau
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dihitung sejak tanggal pembayaran
yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya
keputusan banding.
b. Pembayaran lebih sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 Ayat 4* dan atau bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 1**
berdasarkan Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi, sebagai
akibat diterbitkan Keputusan banding yang menerima sebagian atau seluruh
permohonan Wajib Pajak.

* Pasal 14 Ayat 4 adalah mengenai sanksi yang dikenakan atas Pengusaha Kena
yang tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak, Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi
membuat Faktur Pajak, Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak tapi tidak membuat atau membuat Faktur Pajak tetapi tidak tepat waktu
atau tidak mengisi selengkapnya Faktur Pajak.

** Pasal 19 ayat 1 adalah mengenai Sanksi bunga yang dikenakan karena tidak atau
kurang dibayarnya pajak yang terutang menurut SKPKB, atau SKPKBT, dan
tambahan jumlah pajak yang harus dibayar berdasarkan Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding pada saat jatuh
tempo pembayaran yang ditagih dengan STP.

1. Apabila pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan peninjauan kembali


dikabulkan sebagian atau seluruhnya, selama pajak yang masih harus dibayar sebagaimana
dimaksud dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar yang telah

Buku Perpajakan I 74
dibayar menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, kelebihan pembayaran dimaksud
dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan
pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan, Putusan
Banding, atau Putusan Peninjauan Kembaii; atau
b. untuk Surat Ketetapan Pajak Nihil dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar dihitung sejak
tanggal penerbitan surat ketetapan pajak sampai dengan diterbitkannya Surat
Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.
2. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada angka 1 juga diberikan atas Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan
Pembatalan Ketetapan Pajak yang dikabulkan sebagian atau seluruhnya menyebabkan
kelebihan pembayaran pajak dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan
pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan Pembatalan
Ketetapan Pajak;
b. untuk Surat Ketetapan Pajak Nihil dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar dihitung sejak
tanggal penerbitan surat ketetapan pajak sampai dengan diterbitkannya Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, atau Surat
Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak; atau
c. untuk Surat Tagihan Pajak dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan
kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan
Pembatalan Ketetapan Pajak.
(2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga diberikan atas pembayaran lebih
sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) dan/atau
bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) berdasarkan Surat Keputusan
Pengurangan Sanksi Administrasi atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi
sebagai akibat diterbitkan Surat Keputusan keberatan, Putusan Banding, atau Putusan
Peninjauan Kembali yang mengabulkan sebagian atau seluruh permohonan Wajib Pajak.
(3) Tata cara penghitungan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dan pemberian imbalan
bunga diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

KASUS TENTANG IMBALAN BUNGA SEHUBUNGAN DENGAN KEPUTUSAN


KEBERATAN ATAU PUTUSAN BANDING YANG DITERIMA SEBAGIAN ATAU
SELURUHNYA
1. Dalam hal keberatan diterima sebagaian sehingga masih terdapat kelebihan pembayaran
pajak :
SKPKB PPh Badan tahun 2001 atas nama PT Kom terbit tanggal 5 Februari 2003 dengan
perincian sebagai berikut :
 -      Pokok pajak terutang Rp.110.000.000,00
-      Kredit Pajak Rp. 40.000.000,00 (-)
-      Pajak kurang bayar Rp. 70.000.000,00
-      Sanksi Pasal 13 ayat (2) UU KUP Rp. 19.600.000,00 (+)
-      Pajak yang masih harus dibayar Rp. 89.600.000,00
 
PT. KOM melunasi SKPKB tersebut pada tanggal 21 Februari 2003, dan pada tanggal 24
Februari 2003 PT. KOM mengajukan keberatan.

Keputusan Keberatan terbit tanggal 4 Agustus 2003 dengan perincian sebagai berikut :
-      Pokok pajak terutang Rp. 80.000.000,00
-      Kredit Pajak Rp. 40.000.000,00 (-)
-      Pajak kurang bayar Rp. 40.000.000,00

Buku Perpajakan I 75
-      Sanksi Pasal 13 ayat (2) UU KUP Rp. 11.200.000,00 (+)
-      Pajak yang masih harus dibayar Rp. 51.200.000,00
 
Berdasarkan Keputusan Keberatan tersebut, terdapat kelebihan pembayaran pajak sebesar
Rp. 38.400.000,00 (Rp.89.600.000,00 – Rp.51.200.000,00)

Perhitungan imbalan bunga adalah sebagai berikut :


-  Dasar penghitungan imbalan bunga Rp.38.400.000,00.
-   Jumlah bulan dihitung sejak tanggal 21 Februari 2003 sampai dengan 4 Agustus 2003
adalah 6 (enam) bulan.
-  Besarnya imbalan bunga yang diberikan kepada PT. KOM adalah :
2% x 6 x Rp.38.400.000,00 = Rp.4.608.000,00.

2. Dalam hal Putusan Banding menyatakan Nihil :


PT. KOM pada contoh diatas, mengajukan banding pada tanggal 15 September 2003.
Putusan Banding terbit pada tanggal 3 Maret 2004 dengan perincian sebagai berikut :
-      Pokok pajak terutang Rp. 40.000.000,00
-      Kredit Pajak Rp. 40.000.000,00 (-)
-      Pajak kurang bayar NIHIL

Berdasarkan Putusan Banding tersebut terdapat kelebihan pembayaran pajak sebesar


Rp.51.200.000,00 (Rp.89.600.000,00 – Rp.38.400.000,00)

Perhitungan imbalan bunga adalah sebagai berikut :


-   Dasar penghitungan imbalan bunga Rp.51.200.000,00.
-  Jumlah bulan dihitung sejak tanggal 21 Februari 2003 sampai dengan 3 Maret 2004
adalah 13 (tiga belas) bulan.
-   Besarnya imbalan bunga yang diberikan kepada PT. KOM adalah :
2% x 13 x Rp.51.200.000,00 = Rp.13.312.000,00.
 
3. Dalam hal Keputusan Keberatan atau Putusan Banding menyatakan Lebih Bayar :
SKPKB PPh Badan tahun 2001 atas nama PT. KOM terbit tanggal 5 Februari 2003 dengan
perincian sebagai berikut :
-      Pokok pajak terutang Rp.110.000.000,00
-      Kredit Pajak Rp. 40.000.000,00 (-)
-      Pajak kurang bayar Rp. 70.000.000,00
-      Sanksi Pasal 13 ayat (2) UU KUP Rp. 19.600.000,00 (+)
-      Pajak yang masih harus dibayar Rp. 89.600.000,00
PT. KOM melunasi SKPKB tersebut pada tanggal 21 Februari 2003, dan pada
tanggal 24 Februari 2003 PT. KOM mengajukan keberatan.
Keputusan Keberatan terbit tanggal 4 Agustus 2003 dengan perincian sebagai berikut :
-      Pokok pajak terutang Rp. 30.000.000,00
-      Kredit Pajak Rp. 40.000.000,00 (-)
-      Pajak Lebih bayar Rp. 10.000.000,00

Berdasarkan Keputusan Keberatan tersebut, terdapat kelebihan pembayaran pajak sebesar


Rp.99.600.000,00 (Rp.89.600.000,00 + Rp.10.000.000,00)

Perhitungan imbalan bunga adalah sebagai berikut :


-  Dasar penghitungan imbalan bunga Rp.89.600.000,00.
-  Jumlah bulan dihitung sejak tanggal 21 Februari 2003 sampai dengan 4 Agustus 2003
adalah 6 (enam) bulan.
-  Besarnya imbalan bunga yang diberikan kepada PT. KOM adalah :
2% x 6 x Rp.89.600.000,00 = Rp.10.752.000,00.
 

Buku Perpajakan I 76
Catatan
1. Penerbitan SKIB dan SPMIB bersamaan dengan penerbitan keputusan pengembalian
kelebihan pembayaran pajk (tanggal SPMKP atau dalam hal tidak terbit SPMKP, tanggal
pbk).
2. Imbalan bunga hanya diberikan atas kelebihan pembayaran sebagai akibat pembayaran
yang dilakukan terhadap SKPKB atau SKPKBT.

KASUS TENTANG IMBALAN BUNGA SEHUBUNGAN DENGAN KELEBIHAN


PEMBAYARAN SANKSI ADMINISTRASI PASAL 14 AYAT (4) DAN ATAU PASAL 19
AYAT (1) UU KUP KARENA PENGURANGAN SEBAGAI AKIBAT DITERBITKAN
KEPUTUSAN KEBERATAN ATAU PUTUSAN BANDING
SKPKB PPh Badan tahun 2001 atas nama PT. ARA terbit tanggal 10 Januari 2003 dengan
tanggal jatuh tempo pembayaran 9 Februari 2003 sebesar Rp.100.000.000,00. PT. ARA
melunasi SKPKB tersebut tanggal 18 Februari 2003.

Atas keterlambatan pembayaran ini, pada tanggal 21 Maret 2003 diterbitkan STP Bunga
Penagihan berdasarkan Pasal 19 ayat (1) UU KUP :
-  Jumlah bulan dihitung sejak tanggal 10Februari 2003 sampai dengan tanggal 18 Februari
2003 adalah 1 (satu) bulan.
-   Besarnya STP Bunga Penagihan adalah : 2% x 1 x Rp.100.000.000,00 = Rp.2.000.000,00.
-  PT. ARA melunasi STP Bunga Penagihan tersebut pada tanggal 10 April 2003.

PT. ARA mengajukan keberatan pada tanggal 26 Februari 2003 atas SKPKB tersebut.
Keputusan Keberatan yang diterbitkan pada tanggal 22 September 2003 menyatakan bahwa
pajak yang masih harus dibayar sebesar nihil.
Akibat adanya Keputusan Keberatan tersebut, atas STP Bunga Penagihan diterbitkan
Keputusan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga penagihan pada
tanggal 26 September 2003.

Atas kelebihan pembayaran bunga penagihan yang telah dibayar, diberikan imbalan bunga.
Perhitungan imbalan bunga adalah sebagai berikut :
-  Dasar penghitungan imbalan bunga Rp.2.000.000,00.
-   Jumlah bulan dihitung sejak tanggal 10 April 2003 sampai dengan tanggal 26 September
2003 adalah 6 (enam) bulan.
-  Besarnya imbalan bunga yang diberikan kepada PT. ARA adalah :
2% x 6 x Rp.2.000.000,00 = Rp.240.000,00.

PEMBUKUAN DAN PENCATATAN

PEMBUKUAN

PENGERTIAN
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang
ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap
Tahun Pajak berakhir.

KETENTUAN TENTANG PEMBUKUAN


1. Yang berkewajiban untuk menyelengarakan pembukuan
a. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
b. Wajib Pajak badan di Indonesia.

Buku Perpajakan I 77
2. Yang dikecualikan dari kewajiban untuk menyelenggarakan pembukuan tapi tetap
harus membuat pencatatan
a. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan
menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan
Neto
b. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

3. Tata Cara Pembukuan


a. Pembukuan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan
mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
b. Pembukuan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin,
angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau
dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
c. Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau
stelsel kas.
1. Prinsip taat asas adalah prinsip yang sama digunakan dalam metode pembukuan
dengan tahun-tahun sebelumnya, untuk mencegah penggeseran laba atau rugi.
Prinsip taat asas dalam metode pembukuan misalnya dalam penerapan:
a. Stelsel pengakuan penghasilan
b. Tahun buku
c. Metode penilaian persediaan
d. Metode penyusutan dan amortisasi
2. Stelsel akrual adalah suatu metode penghitungan penghasilan dan biaya dalam arti
penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang. Jadi
tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima dan kapan biaya itu dibayar tunai.
Termasuk dalam pengertian stelsel akrual adalah pengakuan penghasilan
berdasarkan metode persentase tingkat penyelesaian pekerjaan yang umumnya
dipakai di bidang konstruksi dan metode lainnya yang dipakai di bidang usaha
tertentu seperti Build Operate and Transfer (BOT), Real Estate, dan lain-lain.
3. Stelsel kas adalah suatu metode yang penghitungannya didasarkan atas
penghasilan yang diterima dan biaya yang dibayar secara tunai.
Menurut stelsel ini, penghasilan baru dianggap sebagai penghasilan, bila benar-
benar telah diterima tunai dalam suatu periode tertentu, serta biaya baru dianggap
sebagai biaya, bila benar-benar telah dibayar tunai dalam suatu periode tertentu.
Stelsel kas biasanya digunakan oleh perusahaan kecil orang pribadi atau
perusahaan jasa misalnya transportasi, hiburan, restoran, yang tenggang waktu
antara penyerahan jasa dan penerimaan pembayarannya tidak berlangsung lama.
Dalam stelsel kas murni, penghasilan dari penyerahan barang atau jasa ditetapkan
pada saat diterimanya pembayaran dari langganan, dan biaya-biaya ditetapkan
pada saat dibayarnya barang, jasa, dan biaya operasi lainnya.
Dengan cara ini, pemakaian stelsel kas dapat mengakibatkan penghitungan yang
mengaburkan terhadap penghasilan, yaitu besarnya penghasilan dari tahun ke
tahun dapat disesuaikan dengan mengatur penerimaan kas dan pengeluaran kas.
Oleh karena itu untuk penghitungan Pajak Penghasilan dalam memakai stelsel kas
harus memperhatikan hal-hal antara lain sebagai berikut:
1. Penghitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus meliputi seluruh
penjualan, baik yang tunai maupun yang bukan. Dalam menghitung harga pokok
penjualan harus diperhitungkan seluruh pembelian dan persediaan.
2. Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat
diamortisasi, biaya-biaya yang dikurangkan dari penghasilan hanya dapat
dilakukan melalui penyusutan dan amortisasi.
3. Pemakaian stelsel kas harus dilakukan secara taat asas (konsisten).

Dengan demikian penggunaan stelsel kas untuk tujuan perpajakan dapat juga
dinamakan stelsel campuran.
d. Perubahan terhadap metode pembukuan dan atau tahun buku, harus mendapat
persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.

Buku Perpajakan I 78
Pada dasarnya metode-metode pembukuan yang dianut harus taat asas, yaitu harus
sama dengan tahun-tahun sebelumnya, misalnya dalam hal penggunaan metode
pengakuan penghasilan dan biaya (metode kas atau akrual), metode penyusutan aktiva
tetap, metode penilaian persediaan dan sebagainya. Namun demikian, perubahan
metode pembukuan masih dimungkinkan dengan syarat telah mendapat persetujuan
dari Direktur Jenderal Pajak. Perubahan metode pembukuan harus diajukan kepada
Direktur Jenderal Pajak sebelum dimulainya tahun buku yang bersangkutan dengan
menyampaikan alasan-alasan yang logis dan dapat diterima serta akibat-akibat yang
mungkin timbul dari perubahan tersebut.
Perubahan metode pembukuan akan mengakibatkan perubahan dalam prinsip taat asas
yang dapat meliputi perubahan metode dari kas ke akrual atau sebaliknya atau
perubahan penggunaan metode pengakuan penghasilan atau pengakuan biaya itu
sendiri. Misalnya dalam metode pengakuan biaya yang berkenaan dengan penyusutan
aktiva tetap dengan menggunakan metode penyusutan tertentu.

Contoh
Wajib Pajak dalam tahun 2002 menggunakan metode penyusutan garis lurus atau
straight line method. Dalam tahun 2003 Wajib Pajak bermaksud mengubah metode
penyusutan aktiva dengan menggunakan metode penyusutan saldo menurun atau
declining balance method.
Untuk keperluan tersebut, Wajib Pajak harus minta persetujuan terlebih dahulu kepada
Direktur Jenderal Pajak yang diajukan sebelum dimulainya tahun buku 2003 dengan
menyebutkan alasan-alasan dilakukannya perubahan metode penyusutan dan akibat
dari perubahan tersebut.
Selain itu, perubahan periode tahun buku juga berakibat berubahnya jumlah
penghasilan atau kerugian Wajib Pajak, oleh karena itu perubahan tersebut juga harus
mendapat persetujuan Direktur Jenderal Pajak.
Tahun Pajak adalah sama dengan tahun takwim (tahun kalender) kecuali Wajib Pajak
menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim.
Apabila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim,
maka penyebutan Tahun Pajak yang bersangkutan menggunakan tahun yang di
dalamnya termasuk 6 enam bulan pertama atau lebih.
e. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian, sehingga dapat dihitung
besarnya pajak yang terutang.
Pengertian pembukuan telah diatur dalam Pasal 1 angka 26 UU No. 16 Tahun 2000.
Pengaturan dalam ayat ini dimaksudkan agar dari pembukuan tersebut dapat dihitung
besarnya pajak yang terutang. Selain dapat dihitung besarnya Pajak Penghasilan,
pajak-pajak lainnya juga harus dapat dihitung dari pembukuan tersebut. Agar Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dapat dihitung dengan
benar maka pembukuan harus mencatat juga jumlah harga perolehan atau nilai impor,
jumlah harga jual atau nilai ekspor, jumlah harga jual dari barang yang dikenakan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah, jumlah pembayaran atas pemanfaatan Barang Kena
Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dan atau
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean,
jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan.
Dengan demikian pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang
lazim dipakai di Indonesia misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali
peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain.
f. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat
diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan.

PENCATATAN

PENGERTIAN
Pencatatan terdiri dari data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau
penerimaan bruto dan atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak

Buku Perpajakan I 79
yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan atau yang dikenakan pajak
yang bersifat final.

KETENTUAN TENTANG PENCATATAN

1. Yang wajib melakukan pencatatan


a. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang
diperbolehkan menghitung penghasilan Neto dengan menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto berdasarkan Pasal 14 ayat (2) Undang-undang No. 7
Tahun 1983 tentang Pajak PenghasiIan sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-undang No.17 Tahun 2000; dan
b. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

2. Tata Cara Pencatatan


a. Pencatatan harus dibuat secara lengkap dan benar, serta didukung dengan dokumen
yang dijadikan dasar penghitungan penerimaan atau penerimaan bruto dan atau
penghasilan bruto, serta penghasilan yang bukan objek pajak dan atau penghasilan
yang dikenakan pajak yang bersifat final.
b. Pencatatan dalam suatu Tahun Pajak meliputi jangka waktu 12 bulan, mulai tanggal 1
Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.
c. Pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan
mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
d. Pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin,
angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau
dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
e. Pencatatan harus dapat menggambarkan jumlah peredaran atau penerimaan bruto dan
atau jumlah penghasilan bruto, serta penghasiIan yang bukan objek pajak dan atau
penghasiIan yang dikenakan pajak yang bersitat final, sehingga dapat dihitung besarnya
pajak yang terutang.
f. Bagi Wajib Pajak yang mempunyai Iebih dari satu Jenis usaha dan atau tempat usaha,
pencatatan harus dapat menggambarkan secara jelas jumlah peredaran atau
penerimaan bruto dari masing-masing jenis usaha dan atau tempat usaha yang
bersangkutan.
g. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang
diperbolehkan menghitung penghasilan Neto dengan menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto berdasarkan Pasal 14 ayat (2) Undang-undang No. 7
Tahun 1983 tentang Pajak PenghasiIan sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-undang No.17 Tahun 2000 harus mencatat peredaran atau penerimaan bruto,
dan penghasilan yang bukan objek Pajak atau penghasiIan yang dikenakan pajak yang
bersifat final, dengan bentuk dan tata cara sebagaimana yang ditetapkan Direktrur
Jenderal Pajak.
h. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
harus mencatat penghasilan bruto dan penghasilan yang bukan objek pajak dan atau
penghasiIan yang dikenakan pajak yang bersifat final, dengan bentuk dan tata cara
sebagaimana yang ditetapkan Direktrur Jenderal Pajak.

3. Dikecualikan Dari Kewajiban Menyelenggarakan Pembukuan Dan Melakukan


Pencatatan
Adalah Wajib Pajak orang pribadi yang tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan.

Catatan
Buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen termasuk hasil pengolahan data elektronik
yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan harus disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di
Indonesia, dengan maksud agar apabila Direktur Jenderal Pajak akan mengeluarkan surat
ketetapan pajak, bahan pembukuan atau pencatatan yang diperlukan masih tetap ada dan dapat
segera disediakan. Kurun waktu 10 tahun penyimpanan buku-buku, catatan-catatan, dan

Buku Perpajakan I 80
dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan adalah sesuai dengan
ketentuan yang mengatur mengenai batas daluwarsa penetapan pajak.

Buku Perpajakan I 81

Anda mungkin juga menyukai