KEBERATAN
Dasar Hukum
1. Pasal 25 Undang-undang No. 28Tahun 2007 yang merupakan perubahan ketiga Undang-
undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
2. Peraturan Menteri keuangan No. 194/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pengajuan Dan
Penyelesaian Keberatan
Sasaran Keberatan
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas suatu:
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
d. Surat Ketetapan Pajak Nihil
e. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Keberatan yang diajukan adalah mengenai materi atau isi dari ketetapan pajak, yaitu jumlah rugi
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, jumlah besarnya pajak,
atau pemotongan atau pemungutan pajak.
Buku Perpajakan I 69
b. Mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau
dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan
yang menjadi dasar penghitungan.
Yang dimaksud dengan "alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan" adalah
alasan-alasan yang jelas dan dilampiri dengan fotokopi surat ketetapan pajak, bukti
pemungutan, atau bukti pemotongan.
c. Satu surat keberatan diajukan hanya untuk 1 jenis pajak (1 Surat Ketetapan Pajak,
Pemotongan Pajak, atau Pemungutan pajak) dan 1 Masa Pajak atau 1 Tahun Pajak.
Contoh
Keberatan atas ketetapan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2008 dan Tahun Pajak 2009
harus diajukan masing-masing dalam 1 surat keberatan tersendiri. Untuk 2 Tahun Pajak
tersebut harus diajukan 2 buah surat keberatan.
d. Wajib Pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang
telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan. Pelunasan tersebut
harus dilakukan sebelum Wajib Pajak mengajukan keberatan.
e. Diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak
tanggal pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga kecuali Wajib Pajak
dapat menunjukan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di
luar kekuasaan wajib Pajak (force majeur)
f. Surat keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal surat
keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, surat keberatan tersebut harus dilampiri
dengan surat kuasa khusus
Catatan
1. Dalam hal surat keberatan yang disampaikan oleh Wajib Pajak belum memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf f,
Wajib Pajak dapat menyampaikan perbaikan surat keberatan dengan melengkapi
persyaratan yang belum dipenuhi sebelum jangka waktu 3 bulan sebagaimana dimaksud
pada huruf e terlampaui.
2. Dalam hal wajib Pajak menyampaikan perbaikan surat keberatan, tanggal penyampaian
perbaikan surat keberatan merupakan tanggal surat keberatan diterima.
3. Surat keberatan yang tidak memenuhi persyaratan diatas bukan merupakan surat keberatan
sehingga tidak dipertimbangkan dan tidak diterbitkan Surat Keputusan Keberatan
4. Pengajuan keberatan yang tidak memenuhi persyaratan dan tidak diterbitkan Surat
Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud pada catatan 3 diberitahukan secara tertulis
kepada wajib Pajak.
b. Pos
Bila Surat Keberatan dikirim melalui Pos, maka, bukti pengiriman surat digunakan sebagai
bukti penerimaan surat keberatan.
c. Cara lain
Buku Perpajakan I 70
Penyampaian surat keberatan melalui cara lain meliputi :
a. Perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir
Perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir adalah perusahaan yang berbentuk badan
hukum yang memberikan jasa pengiriman surat jenis tertentu termasuk pengiriman surat
keberatan ke Direktorat Jenderal Pajak.
Bila Surat Keberatan disampaikan melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir,
maka, bukti pengiriman surat digunakan sebagai bukti penerimaan surat keberatan.
b. E-filing melalui ASP.
E-filing atau penyampaian surat keberatan secara elektronik adalah suatu
cara penyampaian surat keberatan yang dilakukan secara on-line yang real time melalui
Penyedia Jasa Aplikasi atau Application Service Provider (ASP).
Penyedia Jasa aplikasi atau Application Service Provider (ASP) adalah perusahaan
Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) yang telah ditunjuk dengan Keputusan Direktur Jenderal
Pajak sebagai perusahaan yang dapat menyalurkan penyampaian surat keberatan
secara elektronik ke Direktorat Jenderal Pajak.
Bila surat keberatan disampaikan melalui e-filing, diberikan Bukti Penerimaan Elektronik
yang digunakan sebagai bukti penerimaan surat keberatan
Bukti Penerimaan Elektronik adalah informasi yang meliputi nama, Nomor Pokok Wajib
Pajak, tanggal, jam, Nomor Tanda Terima Elektronik (NTTE) dan Nomor Transaksi
Pengiriman ASP (NTPA) serta nama Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP), yang
tertera pada hasil cetakan surat keberatan.
Hak dan kewajiban Wajib pajak Serta Fiskus Pada Masa Pengajuan Surat Keberatan
1. Wajib Pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang
telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan
2. Surat keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal surat
keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, surat keberatan tersebut harus dilampiri
dengan surat kuasa khusus.
3. Untuk keperluan pengajuan keberatan, Wajib Pajak dapat meminta kepada Direktur
Jenderal Pajak untuk memberi keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar
pengenaan pajak atau penghitungan rugi.
4. Direktur Jenderal Pajak wajib memberi keterangan yang diminta oleh Wajib Pajak dalam
jangka waktu paling lama 20 hari kerja sejak surat permintaan Wajib Pajak di terima.
Jangka waktu pemberian keterangan oleh Direktur Jenderal Pajak atas permintaan Wajib
Pajak tidak menunda jangka waktu pengajuan keberatan.
5. Wajib Pajak dapat mencabut pengajuan keberatan yang telah disampaikan kepada Direktur
Jenderal Pajak sepanjang Surat Pemberitahuan Untuk Hadir belum disampaikan kepada
Wajib Pajak.
Surat Pemberitahuan Untuk Hadir adalah surat yang disampaikan kepada Wajib Pajak yang
berisi mengenai pemberian kesempatan kepada Wajib Pajak untuk menghadiri pertemuan
dengan pegawai pajak dalam waktu yang telah ditetapkan guna memberikan keterangan
atau memperoleh penjelasan mengenai hasil penelitian keberatan.
Dalam hal Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan, Wajib Pajak tidak dapat
mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak
benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.
6. Direktur Jenderal Pajak meminta keterangan, data, dan/atau informasi tambahan dari Wajib
Pajak, Sebelum Direktur Jenderal Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Untuk Hadir.
7. Wajib Pajak menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis untuk melengkapi
dan/atau memperjelas surat keberatan yang telah disampaikan baik atas kehendak Wajib
Pajak yang bersangkutan maupun dalam rangka memenuhi permintaan Direktur Jenderal
Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 4, Sebelum Direktur Jenderal Pajak
menyampaikan Surat Pemberitahuan Untuk Hadir.
8. Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka keberatan
untuk mendapatkan data dan/atau informasi yang objektif yang dapat dijadikan dasar
dalam mempertimbangkan keputusan keberatan, Sebelum Direktur Jenderal Pajak
menyampaikan Surat Pemberitahuan Untuk Hadir
Buku Perpajakan I 71
9. Sebelum menerbitkan Surat Keputusan Keberatan, Direktur Jenderal Pajak harus
menyampaikan Surat Pemberitahuan Untuk Hadir kepada Wajib Pajak guna memberi
keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai keberatannya.
Dalam hal Wajib Pajak tidak hadir pada waktu yang ditentukan dalam Surat Pemberitahuan
Untuk Hadir, proses keberatan tetap diselesaikan tanpa menunggu kehadiran Wajib Pajak.
Catatan
1. Pembukuan, catatan, data, informasi atau keterangan lain yang tidak diberikan pada saat
pemeriksaan tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan, kecuali pembukuan,
catatan, data, informasi, atau keterangan lain tersebut berada di pihak ketiga dan belum
diperoleh Wajib Pajak pada saat pemeriksaan.
2. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan, jangka waktu pelunasan pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) atau ayat (3a) UU No. 28 Tahun 2007 yang merupakan
perubahan ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan,
tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan
Keberatan.
3. Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan keberatan tidak
termasuk sebagai utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat
(1a) UU No. 28 Tahun 2007 yang merupakan perubahan ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Buku Perpajakan I 72
pajak, kelebihan pembayaran dimaksud dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga
sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Untuk Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan
pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan
b. Untuk Surat Ketetapan Pajak Nihil dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar dihitung
sejak tanggal penerbitan surat ketetapan pajak sampai dengan diterbitkannya Surat
Keputusan Keberatan
2. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada angka 1 juga diberikan atas pembayaran lebih
sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) dan/atau
bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2007 yang
merupakan perubahan ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan, berdasarkan Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi
atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi sebagai akibat diterbitkan Surat
Keputusan keberatan
8. Tindak lanjut dari isi keputusan atas keberatan yang tidak dapat diterima atau tidak
sesuai dengan keinginan wajib Pajak
Bila wajib pajak tidak dapat dapat menerima atau tidak puas dengan keputusan yang
dterbitkan oleh Dirjen Pajak, wajib pajak dapat mengajukan Banding kepada Badan
Peradilan Pajak.
Buku Perpajakan I 73
BANDING
4. Hak dan kewajiban Wajib pajak Serta Fiskus Pada Masa Pengajuan Banding
Pengajuan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak (paham imperatif) dan
pelaksanaan penagihan pajak.
5. Putusan Banding
a. Pengertian
Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat
Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
* Pasal 14 Ayat 4 adalah mengenai sanksi yang dikenakan atas Pengusaha Kena
yang tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak, Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi
membuat Faktur Pajak, Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak tapi tidak membuat atau membuat Faktur Pajak tetapi tidak tepat waktu
atau tidak mengisi selengkapnya Faktur Pajak.
** Pasal 19 ayat 1 adalah mengenai Sanksi bunga yang dikenakan karena tidak atau
kurang dibayarnya pajak yang terutang menurut SKPKB, atau SKPKBT, dan
tambahan jumlah pajak yang harus dibayar berdasarkan Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding pada saat jatuh
tempo pembayaran yang ditagih dengan STP.
Buku Perpajakan I 74
dibayar menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, kelebihan pembayaran dimaksud
dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan
pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan, Putusan
Banding, atau Putusan Peninjauan Kembaii; atau
b. untuk Surat Ketetapan Pajak Nihil dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar dihitung sejak
tanggal penerbitan surat ketetapan pajak sampai dengan diterbitkannya Surat
Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.
2. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada angka 1 juga diberikan atas Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan
Pembatalan Ketetapan Pajak yang dikabulkan sebagian atau seluruhnya menyebabkan
kelebihan pembayaran pajak dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan
pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan Pembatalan
Ketetapan Pajak;
b. untuk Surat Ketetapan Pajak Nihil dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar dihitung sejak
tanggal penerbitan surat ketetapan pajak sampai dengan diterbitkannya Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, atau Surat
Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak; atau
c. untuk Surat Tagihan Pajak dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan
kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan
Pembatalan Ketetapan Pajak.
(2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga diberikan atas pembayaran lebih
sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) dan/atau
bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) berdasarkan Surat Keputusan
Pengurangan Sanksi Administrasi atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi
sebagai akibat diterbitkan Surat Keputusan keberatan, Putusan Banding, atau Putusan
Peninjauan Kembali yang mengabulkan sebagian atau seluruh permohonan Wajib Pajak.
(3) Tata cara penghitungan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dan pemberian imbalan
bunga diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Keputusan Keberatan terbit tanggal 4 Agustus 2003 dengan perincian sebagai berikut :
- Pokok pajak terutang Rp. 80.000.000,00
- Kredit Pajak Rp. 40.000.000,00 (-)
- Pajak kurang bayar Rp. 40.000.000,00
Buku Perpajakan I 75
- Sanksi Pasal 13 ayat (2) UU KUP Rp. 11.200.000,00 (+)
- Pajak yang masih harus dibayar Rp. 51.200.000,00
Berdasarkan Keputusan Keberatan tersebut, terdapat kelebihan pembayaran pajak sebesar
Rp. 38.400.000,00 (Rp.89.600.000,00 – Rp.51.200.000,00)
Buku Perpajakan I 76
Catatan
1. Penerbitan SKIB dan SPMIB bersamaan dengan penerbitan keputusan pengembalian
kelebihan pembayaran pajk (tanggal SPMKP atau dalam hal tidak terbit SPMKP, tanggal
pbk).
2. Imbalan bunga hanya diberikan atas kelebihan pembayaran sebagai akibat pembayaran
yang dilakukan terhadap SKPKB atau SKPKBT.
Atas keterlambatan pembayaran ini, pada tanggal 21 Maret 2003 diterbitkan STP Bunga
Penagihan berdasarkan Pasal 19 ayat (1) UU KUP :
- Jumlah bulan dihitung sejak tanggal 10Februari 2003 sampai dengan tanggal 18 Februari
2003 adalah 1 (satu) bulan.
- Besarnya STP Bunga Penagihan adalah : 2% x 1 x Rp.100.000.000,00 = Rp.2.000.000,00.
- PT. ARA melunasi STP Bunga Penagihan tersebut pada tanggal 10 April 2003.
PT. ARA mengajukan keberatan pada tanggal 26 Februari 2003 atas SKPKB tersebut.
Keputusan Keberatan yang diterbitkan pada tanggal 22 September 2003 menyatakan bahwa
pajak yang masih harus dibayar sebesar nihil.
Akibat adanya Keputusan Keberatan tersebut, atas STP Bunga Penagihan diterbitkan
Keputusan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga penagihan pada
tanggal 26 September 2003.
Atas kelebihan pembayaran bunga penagihan yang telah dibayar, diberikan imbalan bunga.
Perhitungan imbalan bunga adalah sebagai berikut :
- Dasar penghitungan imbalan bunga Rp.2.000.000,00.
- Jumlah bulan dihitung sejak tanggal 10 April 2003 sampai dengan tanggal 26 September
2003 adalah 6 (enam) bulan.
- Besarnya imbalan bunga yang diberikan kepada PT. ARA adalah :
2% x 6 x Rp.2.000.000,00 = Rp.240.000,00.
PEMBUKUAN
PENGERTIAN
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang
ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap
Tahun Pajak berakhir.
Buku Perpajakan I 77
2. Yang dikecualikan dari kewajiban untuk menyelenggarakan pembukuan tapi tetap
harus membuat pencatatan
a. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan
menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan
Neto
b. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Dengan demikian penggunaan stelsel kas untuk tujuan perpajakan dapat juga
dinamakan stelsel campuran.
d. Perubahan terhadap metode pembukuan dan atau tahun buku, harus mendapat
persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.
Buku Perpajakan I 78
Pada dasarnya metode-metode pembukuan yang dianut harus taat asas, yaitu harus
sama dengan tahun-tahun sebelumnya, misalnya dalam hal penggunaan metode
pengakuan penghasilan dan biaya (metode kas atau akrual), metode penyusutan aktiva
tetap, metode penilaian persediaan dan sebagainya. Namun demikian, perubahan
metode pembukuan masih dimungkinkan dengan syarat telah mendapat persetujuan
dari Direktur Jenderal Pajak. Perubahan metode pembukuan harus diajukan kepada
Direktur Jenderal Pajak sebelum dimulainya tahun buku yang bersangkutan dengan
menyampaikan alasan-alasan yang logis dan dapat diterima serta akibat-akibat yang
mungkin timbul dari perubahan tersebut.
Perubahan metode pembukuan akan mengakibatkan perubahan dalam prinsip taat asas
yang dapat meliputi perubahan metode dari kas ke akrual atau sebaliknya atau
perubahan penggunaan metode pengakuan penghasilan atau pengakuan biaya itu
sendiri. Misalnya dalam metode pengakuan biaya yang berkenaan dengan penyusutan
aktiva tetap dengan menggunakan metode penyusutan tertentu.
Contoh
Wajib Pajak dalam tahun 2002 menggunakan metode penyusutan garis lurus atau
straight line method. Dalam tahun 2003 Wajib Pajak bermaksud mengubah metode
penyusutan aktiva dengan menggunakan metode penyusutan saldo menurun atau
declining balance method.
Untuk keperluan tersebut, Wajib Pajak harus minta persetujuan terlebih dahulu kepada
Direktur Jenderal Pajak yang diajukan sebelum dimulainya tahun buku 2003 dengan
menyebutkan alasan-alasan dilakukannya perubahan metode penyusutan dan akibat
dari perubahan tersebut.
Selain itu, perubahan periode tahun buku juga berakibat berubahnya jumlah
penghasilan atau kerugian Wajib Pajak, oleh karena itu perubahan tersebut juga harus
mendapat persetujuan Direktur Jenderal Pajak.
Tahun Pajak adalah sama dengan tahun takwim (tahun kalender) kecuali Wajib Pajak
menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim.
Apabila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim,
maka penyebutan Tahun Pajak yang bersangkutan menggunakan tahun yang di
dalamnya termasuk 6 enam bulan pertama atau lebih.
e. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian, sehingga dapat dihitung
besarnya pajak yang terutang.
Pengertian pembukuan telah diatur dalam Pasal 1 angka 26 UU No. 16 Tahun 2000.
Pengaturan dalam ayat ini dimaksudkan agar dari pembukuan tersebut dapat dihitung
besarnya pajak yang terutang. Selain dapat dihitung besarnya Pajak Penghasilan,
pajak-pajak lainnya juga harus dapat dihitung dari pembukuan tersebut. Agar Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dapat dihitung dengan
benar maka pembukuan harus mencatat juga jumlah harga perolehan atau nilai impor,
jumlah harga jual atau nilai ekspor, jumlah harga jual dari barang yang dikenakan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah, jumlah pembayaran atas pemanfaatan Barang Kena
Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dan atau
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean,
jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan.
Dengan demikian pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang
lazim dipakai di Indonesia misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali
peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain.
f. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat
diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan.
PENCATATAN
PENGERTIAN
Pencatatan terdiri dari data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau
penerimaan bruto dan atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak
Buku Perpajakan I 79
yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan atau yang dikenakan pajak
yang bersifat final.
Catatan
Buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen termasuk hasil pengolahan data elektronik
yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan harus disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di
Indonesia, dengan maksud agar apabila Direktur Jenderal Pajak akan mengeluarkan surat
ketetapan pajak, bahan pembukuan atau pencatatan yang diperlukan masih tetap ada dan dapat
segera disediakan. Kurun waktu 10 tahun penyimpanan buku-buku, catatan-catatan, dan
Buku Perpajakan I 80
dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan adalah sesuai dengan
ketentuan yang mengatur mengenai batas daluwarsa penetapan pajak.
Buku Perpajakan I 81