Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa abad pertengahan ini terbagi menjadi dua masa yaitu masa
patristik dan masa skolastik. Muncul Pemikiran-pemikiran dari setiap
tokohnya yang muncul baik pada masa patristik ataupun skolistik yang dalam
kedua masa itu memiliki karakter dan corak pemikirannya masing-masing,
yang selanjutnya dapat membentuk perbandingan antara masa patristic dan
skolistik diantaranya adalah cara berfilsafat, pemikiran tokoh-tokohnya dan
pengaruh ajaarannya pada masyarakatnya.
Filsafat barat abad pertengahan (476-1492 M) juga dapat dikatakan
sebagai abad gelap. Berdasarkan pada pendekatan sejarah gereja, saat itu
tindakan gereja sangat membelenggu kehidupan manusia. Manusia tidak lagi
memiliki kebebasan untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam
dirinya. Para ahli pikir saat itu juga tidak mempunyai kebebasan berpikir.
Apalagi  terdapat pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan agama
ajaran gereja. Siapa pun orang yang mengemukakannya akan mendapatkan
hukuman berat. Pihak gereja melarang diadakannya penyelidikan-
penyelidikan berdasarkan rasio terhadap agama. Karena itu, kajian terhadap
agama ( teologi ) yang tidak berdasarkan ketentuan gereja akan mendapatkan
larangan ketat. Yang berhak mengadakan penyelidikan terhadap agama
hanyalah pihak gereja. Kendati demikian, ada juga yang melanggar peraturan
tersebut dan mereka dianggap orang murtad dan kemudian diadakan
pengejaran ( inkuisisi ).1

B. Rumusan Masalah
1 Ali Maksum, Pengantar Filsafat, Yogjakarta : Ar Ruzz Media. 2010. hal. 99

1
1. Bagaimana helenisme pengaruh plato dan aristoteles?
2. Bagaimana filsafat patristik dan skolantik dibarat kristen?
3. Bagaimana ciri kefilsafatan islam dan para filsuf muslim?
4. Bagaimana pengaruh filsuf muslim terhadap kebangkitan filsafat barat?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui helenisme pengaruh plato dan aristoteles.
2. Untuk mengetahui filsafat patristik dan skolantik dibarat kristen.
3. Untuk mengetahui ciri kefilsafatan islam dan para filsuf muslim.
4. Untuk mengetahui pengaruh filsuf muslim terhadap kebangkitan filsafat
barat.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Helenisme : Pengaruh Plato dan Aristoteles


Hellenisme diambil dari bahasa Yunani kuno Hellenizein yang berarti
“berbicara atau berkelakuan seperti orang Yunani”. Hellenisme klasik: yaitu
kebudayaan Yunani yang berkembang pada abad ke-6 dan ke-5
SM. Hellenisme secara umum: istilah yang menunjukkan kebudayaan yang
merupakan gabungan antara budaya Yunani dan budaya Asia kecil, Syiria,
Metopotamia, dan mesir yang lebih tua. Lama periode ini kurang lebih 300
tahun, yaitu mulai 323 SM (masa Alexander Agung atau meninggalnya
Aristoteles) hingga 20 SM. Hellenisme ditandai dengan fakta bahwa
perbatasan antara berbagai negara dan kebudayaan menjadi hilang.
Kebudayaan yang berbeda yang ada di jaman ini melebur menjadi satu yang
menumpang gagasan-gagasan agama, politik dan ilmu pengetahuan.2
Hellenisme di bagi menjadi dua fase, yaitu fase Hellenisme dan fase
Hellenisme Romawi. Fase Hellenisme adalah fase yang ketika pemikiran
filsafat hanya dimiliki oleh orang-orang Yunani. Adapun fase Hellenisme
Romawi ialah fase yang sudah datang sesudah fase hellenisme, dan meliputi
semua pemikiran filsafat yang ada pada masa kerajaan romawi, yang ikut
serta membicarakan peninggalan pikiran Yunani, antara lain pemikiran
Romawi di barat dan di timur yang ada di mesir dan di siria. Fase ini dimulai
dari akhir abad ke-4 sebelum masehi sampai pertengahan abad ke-6, Masehi
di Bizantium dan roma, atau sampai masa penerjemahan di dunia arab.
Sebelum filsafat yunani muncul, kebudayaan yunani telah mencitrakan
khas berpikir yang filosofi, sebagaimana mitos-mitos yang berkembang di
yunani adalah bagian yang menentukan kelahiran filsafat.3

2 Imron,A.Ag.,M.A,Filsafat Umum. Palembang Noer Fikri : Offset Media 2013 hal .4


3 Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si. Filsafat Umum Dari Metologi sampai Teofilosofi. Bandung CV
Pustaka Setia. 2008 hal. 98

3
Pembagian aristoteles terhadap wujud menjadi form dan matter
merupakan bentuk lain dari cara penggabungan terhadab pendapat-pendapat
herakleitos dan Parmenides. Seperti hanya plato,aristoteles mengatakan
bahwa hanya zat yang ada dengan sendirinya dan tidak berubah-ubah
(necessary dan unchanyable) yang bisa menjadi pengetahuan. “alam indrawi,
(sensible think)  datang kemudian dan bisa berubah-ubah sehingga bisa ada
dan bisa tidak ada hanya zat yang buka indrawiyang menjadi objek pikiran
yang tidak berubah dan tiap-tiap kejadian memerlukan adanya zat yang tidak
di jadikan.4

Meskipun plato dan aristoteles telah memadukan pikiran-pikiran filsafat


yang sebelumnya, keduanya tidak dapat melarutkan sama sekali  karena
pikiran-pikiran tersebut adalah pemikiran bermacam-macam aliran yang
boleh jadi berbeda-bada pandanganya terhadab hidup dan ada beberapa aliran
diantaranya adalah:

1. Natural filosofi dengan democritus sebagai tokohnya dan filosof-filosof


lonia, yang menghargai alam dan wujud benda setinggi-tingginya. Oleh
karna itu, menurut aliran ini alam itu abadi.
2. Aliran Ketuhanan yang mengakui  zat-zat yang metafisik,diwakili  oleh
aliran Elea  dan Socrates,yang mengatakan bahwa sumber alam indrawi
adalah sesuatu yang berada diluarnya
3. Aliran Mistik aliran ini menganjurkan kepada manusia untuk
meninggalkannya,serta menuju kepada alam yang penuh
kesempurnaan,kebahagian dan kebebasan mutlak, sesudah terikat oleh
benda alam ini.
4. Aliran Kemanusiaan yang menghargai manusia setinggi-tingginya,dan
mengakui kesanggupannya untuk mencapai pengetahuan.
Aliran-aliran filsafat tersebut telah mempengaruhi hasil pemikiran
filosof-filosof yang mendatang,bagaimana pun kuat dan besarnya filosof-
filosof tersebut.

4 Drs. Atang Abdul Hakim,M.A,Filsafat Umum,Bandung,CV Pustaka Setia.2008. Hal.100

4
Meskipun Aristoteles  telah lebih mampu dalam mempertemukan
aliran-aliran filsafat  yang hidup sebelum dirinya. hasil pemikirannya masih
menunjukkan adanya ketidakselaraannya. Ketidakselarasannya menyebabkan
adanya perbedaan antara plato dengan aristoteles sendiri. Akan tetapi, bagi
mereka yang mengetahui ciri-ciri khas pemikiran yunani, sebagai pemikiran
yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pada fase Hellenisme Romawi,
meskipun keseluruhan masa Helenisme Romawi mempunyai corak yang
sama, apabila mengingat perkembangannya, maka dapat dibagi beberapa
masa,dan tiap-tiap masa mempunyai corak tersendiri.5
Aliran yang terdapat pada masa ini diantaranya adalah :

1. Epicurisme
Sebagai tokohnya Epicurus (341-271 SM), lahir di Samos dan
mendapatakan pendidikan di Athena. Ia mendapat pengaruh dari ajaran
democritos dan aristophos.
Pokok ajarannya adalah bagaimana agar manusia itu dalam hidupnya
bahagia. Epicurus mengemukakan bahwa agar manusia dalam hidupnya
bahagia terlebih dahulu harus memperoleh ketenangan jiwa. Menurut
kenyataan, banyak manusia yang hidupnya tidak bahagia karena
mengalami ketakutan. Jadi apabila manusia telah dapat menghilangkan
ketakutannya itu, niscaya manusia akan memperoleh ketenangan jiwa,
yang selanjutnya akan memperoleh kebahagiaan.
Terdapat 3 ketakutan dalam diri manusia sebagai berikut.
a. Agar manusia tidak takut terhadap kemarahan dewa.
b. Agar manusia tidak takut terhadap kematian.
c. Agar manusia tidak takut terhadap nasib.
Untuk mencapai kebahagiaan manusia harus menghilangkan rasa takut
terhadap kemarahan dewa, kematian dan nasib.

5 Drs. Atang Abdul Hakim,M.A,Filsafat Umum,Bandung,CV Pustaka Setia.2008. Hal. 101

5
2. Stoaisme
Sebagai tokohnya adalah Zeno (366 – 264 SM) yang berasal dari
Citium,Cyprus. Ajarannya mempunyai persamaan dengan epicurus.
Pokok ajarannya adalah bagaimana manusia dalam hidupnya dapat
bahagia. Untuk mencapai kebahagiaan tersebut manusia harus harmoni
terhadap dunia dan harmoni dengan dirinya sendiri.

3. Skeptisisme
Tokoh skeptisisme adalah pyrrhe ( 360- 270 SM). Pokok ajarannya
adalah bagaimana cara manusia agar dapat hidup berbahagia. Hal ini ia
menengarai bahwa sebagian besar manusia itu hidupnya tidak bahagia,
sehingga manusia sukar sekali mencapai kebijaksanaan. Syaratnya,
manusia perlu untuk tidak mengambil keputusan karena orang yang tidak
pernah mengambil keputusan itu disebut orang yang tidak pernah keliru.
Aliran yang lain tingkatannya lebih kecil dari ketiga aliran di atas
adalah : neopythagoras (merupakan campuran dari ajaran plato aristoteles
dan kaum stoa).

4. Neoplatonisme
Tokohnya adalah Plotinus dan Ammonius Saccs. Kurang lebih 5
abad sesudah Aristoteles meninggal dunia, muncul kembali filsafat
yunani yang untuk terakhir kalinya. Munculnya kembali pemikiran
filsafat yunani ini bersamaan dengan munculnya agama kristen (awal
abad masehi).
Plotinus (204 – 270) lahir di Lykopolis, Mesir. Pemikiran
filsaftanya dipengaruhi oleh Plato, sedikit Aristoteles. Titik tolak
pemikiran filsafat plotinus adalah bahwa asas yang menguasai segala
sesuatu adalah satu. Filsafat neoplatonisme merupakan perpaduan antara
filsafat plato (ide kebaikan tertinggi) dengan diberi penekanan kepada
upaya pencarian pengalaman batiniah untuk menuju kekesatuan dengan
Tuhan (Yang Esa).

6
Walaupun Plotinus mendasarkan diri pada pemikiran Plato, tetapi
plotinus memajukan hal baru yang belum terdapat dalam filsafat yunani,
yaitu arah pemikirannya kepada Tuhan dan Tuhan dijadikan dasar segala
sesuatunya. Karena zaman neoplatonisme ini diwarnai oleh agama,
zaman ini disebutnya sebagai zaman mistik.

B. Plotinus, Filsafat Patristik dan Skolastik di Barat Kristen


1. Plotinus
Plotinus di lahirkan pada tahun 205 di Lykopolis di Mesir. Orang
tuanya berasal dari Yunani. Tentang hidupnya orang tidak banyak tahu.
Namanya harum karena ajaran filosofinya. Ia tak mau terkemuka.
Patungnya pun tak ada, banyak kali tukang patung datang kepadanya
untuk membuat patung berbentuk dirinya, tetapi ditolaknya. Hidupnya
sederhana sekali.
Ia bermula mempelajari filosofi dari ajaran Yunani, terutama dari
buah tangan Plato. Pada umur 28 tahun ia mulai mempunyai pembawaan
untuk menjadi seorang filosofi. Kemudian ia mempelajari mistik dari
Persia dan India, yang begitu kesohor namanya di waktu itu. Kebetulan
pula Kaisar Roma, Gordianus, menyusun tentaranya untuk menyerbu ke
persia. Plotinus menawarkan diri untuk menjadi serdadu dalam laskar
Gordianus.
Tetapi laskar Gordianus menderita kekalahan besar dan Plotinus
hanya dapat selamat dengan melarikan diri. Setelah gagal pergi ke Persia
dan India ia berangkat menuju Roma. Satu tahun kemudian ia sudah dapat
menetap di sana untuk mengajarkan filosofinya. Diantara murid-muridnya
ada juga orang besar. Karena sikapnya yang menarik dengan hidupnya
yang sederhana, orang besar dan orang kecil menghormatinya, bahkan ada
juga yang mendewakannya. Tetapi Plotinus tidak terpengaruh karena itu,
ia tetap orang yang sederhana dan memandang sebagai suruhan hidupnya
belaka.

7
Pada hari tuanya ia sering sakit-sakitan dan karena itu ia berhenti
mengajarkan filosofi. Ia mengundurkan diri dengan bertapa. Pada tahun
270 ia meninggal di suatu tempat bernama Minturnea. Di usianya yang
mencapai 65 tahun.
a. Pokok Ajaran Plotinus
Plotinus mula-mula tidak bermaksud akan mengemukakan filosofi
sendiri. Ia hanya ingin memperdalam filosofi Plato yang dipelajarinya.
Oleh sebab itu filosofinya sering orang sebut Neoplatonisme. Ia juga
mengambil ajaran-ajaran dari filosofi-filosofi sesudah Plato, selama
ajaran-ajaran itu dapat disesuaikan dengan pandangan agamanya.
b. Ajaran Tentang Jiwa
Menurut Plotinus jiwa itu tidak langsung bersalah. Jiwa itu mempunyai
dua macam hubungan, ke atas dan ke bawah. Ke atas ialah berhubungan
dengan akal, dan karena itu ia adalah “makhluk” yang berpikir dan
menerima dari akal itu idea yang kekal. Sedangkan ke bawah ialah
berhubungan dengan dunia benda yang dibentuknya menurut idea yang
datang dari atas.
c. Ajaran Hidup dan Moral
Ajaran Plotinus tentang hidup dan moral mudah sekali. Ajaran itu tak
lain daripada melaksanakan dalam praktik ajarannya tentang jiwa.
Sebagai tujuan hidup manusia dikatakannya mencapai persamaan
dengan Tuhan. Budi yang tertinggi ialah menyucikan roh adalah satu-
satunya jalan menuju cita-cita kemurnian.

2. Filsafat Patristik
Patristik berasal dari kata Latin Patres yang berarti bapa-bapa greja,
ialah ahli agama kristen pada abad permulaan agama kristen.6
Didunia barat agama katolik mulai tersebar dengan ajarannya
tentang tuhan, manusia dan etikanya. Untuk mempertahankan dan
menyebarkanya maka mereka menggunakan filsafat yunani dan

6 Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, (Jakarta, Bumi Aksara: 2005),  hal. 157

8
memperkembangkanya lebih lanjut, khususnya menganai soal soal 
tentang kebebasan manusia, kepribadian, kesusilaan, sifat tuhan. Yang
terkenal Tertulianus (160-222), origenes (185-254), Agustinus (354-430), 
yang sangat besar pengaruhnya (De Civitate Dei).
Pratistik berasal dari kata latin prates yang berarti Bapa-Bapa
Gereja, ialah ahli agama Kristen pada abad permulaan agama Kristen.
Zaman ini muncul pada abad ke-2 sampai abad ke-7, dicirikan dengan
usaha keras para Bapa Gereja untuk mengartikulasikan, menata, dan
memperkuat isi ajaran Kristen serta membelanya dari serangan kaum kafir
dan bid’ah kaum Gnosis. Bagi para Bapa Gereja, ajaran Kristen adalah
filsafat yang sejati dan wahyu sekaligus. Sikap para Bapa Gereja terhadap
filsafat yunani berkisar antara sikap menerima dan sikap penolakan.
Penganiayaan keji atas umat Kristen dan karangan-karangan yang
menyerang ajaran Kristen  membuat para bapa gereja awal memberikan
reaksi pembelaan (apologia) atas iman Kristen dengan mempelajari serta
menggunakan paham-paham filosofis.
Akibatnya, dalam perjalanan waktu, terjadilah reaksi timbal balik,
kristenisasi helenisme dan helenisasi kristianisme. Maksudnya, untuk
menjelaskan dan membela ajaran iman Kristen, para Bapa Gereja memakai
filsafat Yunani sebagai sarana (helenisme di kristenkan). Namun, dengan
demikian, unsur-unsur pemikran kebudayaan helenisme, terutama filsafat
Yunani, bisa masuk dan berperan dalam bidang ajaran iman Kristen dan
ikut membentuknya (ajaran Kristen “di Yunanikan” lewat gaya dan pola
argumentasi filsafat yunani). Misalnya, Yustinus Martir melihat “Nabi dan
Martir” kristus dalam diri sokrates. Sebaliknya, bagi Tertulianus (160-
222), tidak ada hubungan antaraAthena (simbol filsafat) dan Yerussalem
(simbol teologi ajaran kristiani). Bagi Origenes (185-253) wahyu ilahi
adalah akhir dari filsafat manusiawi yang bisa salah. Menurutnya orang
hanya boleh mempercayai sesuatu sebagai kebenaran bila hal itu tidak
menyimpang dari trasdisi gereja dan ajaran para rasul. Pada abad ke-5,
Augustinus (354-430) tampil. Ajarannya yang kuat dipengaruhi neo-

9
platonisme merupakan sumber inspirasi bagi para pemikir abad
pertengahan sesudah dirinya selama sekitar 800 tahun.
Zaman Patristik ini mengalami dua tahap :
a. Permulaan agama Kristen. Setelah mengalami berbagai kesukaran
terutama mengenai filsafat Yunani maka agama Kristen memantapkan
diri. Keluar memperkuat gereja dan ke dalam menetapkan dogma-
dogma.
b. Filsafat Augustinus yang merupakan seorang ahli filsafat yang terkenal
pada masa patristik. Augustinus melihat dogma-dogma sebagai suatu
keseluruhan.
Setelah berakhirnya zaman sejarah filsafat Barat Kuno dengan
ditutupnya AkademiaPlato pada tahun 529 oleh Kaisar Justinianus,
karangan-karangan peninggalan para Bapa Gereja berhasil disimpan dan
diwariskan di biara-biara yang , pada zaman itu dan berates-ratus tahun
sesudahnya, praktis menjadi pusat-pusat intelektual berkat kemahiran para
biarawan dalam membaca, menulis, dan menyalinnya ke dalam bahasa
Latin-Yunani serta tersedianya fasilitas perpustakaan.7

3. Filsafat Skolastik
Zaman Skolastik dimulai sejak abad ke-9. Kalau tokoh masa
Patristik adalah pribadi-pribadi yang lewat tulisannya memberikan bentuk
pada pemikiran filsafat dan teologi pada zamannya, para tokoh zaman
Skolastik adalah para pelajar dari lingkungan sekolah-kerajaan dan
sekolah-katedral yang didirikan oleh Raja Karel Agung (742-814) dan
kelak juga dari lingkungan universitas dan ordo-ordo biarawan.
Dengan demikian, kata “skolastik” menunjuk kepada suatu periode
di Abad Pertengahan ketika banyak sekolah didirikan dan banyak pengajar
ulung bermunculan. Namun, dalam arti yang lebih khusus, kata “skolastik”
menunjuk kepada suatu metode tertentu, yakni “metode skolastik”.

7 Ibid., hal. 157

10
Dengan metode ini, berbagai masalah dan pertanyaan diuji secara
tajam dan rasional, ditentukan pro-contra-nya untuk kemudian ditemukan
pemecahannya. Tuntutan kemasukakalan dan pengkajian yang teliti dan
kritis atas pengetahuan yang diwariskan merupakan ciri filsafat Skolastik.
Sesudah agustinus: keruntuhan. Satu-satunya pemukir yang tampil
kemuka ialah: Skotus Erigena (810-877). Kemudian: Skolastik, disebut
demikian karena filsafat diajarkan pada universitas-universitas (sekolah)
pada waktu itu. Persoalan-persoalan: tentang  pengertian-pengertian umum
(pengaruh plato). Filsafat mengabdi pada theologi. Yang terkenal:
Anselmus (1033-1100), Abaelardus (1079-1142).8
Periode ini terbagi menjadi tiga tahap:
a. Periode Skolstik awal (800-120)
Ditandai dengan pembentukan metode yang lahir karena hubungan
yang rapat antara agama dan filsafat. 9 Ditandai oleh pembentukan
metode yang lahir karena hubungan yang rapat antara agama dan
filsafat. Yang tampak pada permulaan ialah persoalan tentang
universalia. Ajaran Agustinus dan neo-Platonisme mempunyai
pengaruh yang luas dan kuat dalam berbagai aliran pemikiran.
Pada periode ini, diupayakan misalnya, pembuktian adanya Tuhan
berdasarkan rasio murni, jadi tanpa berdasarkan Kitab Suci (Anselmus
dan Canterbury). Selanjutnya, logika Aristoteles diterapkan pada semua
bidang pengkajian ilmu pengetahuan dan “metode skolastik”
dengan pro-contra mulai berkembang (Petrus Abaelardus pada abad ke-
11 atau ke-12). Problem yang hangat didiskusikan pada masa ini adalah
masalah  universalia dengan konfrontasi antara “Realisme” dan
“Nominalisme” sebagai latar belakang problematisnya. Selain itu,
dalam abad ke-12, ada pemikiran teoretis mengenai filsafat alam,
sejarah dan bahasa, pengalaman mistik atas kebenaran religious pun
mendapat tempat.

8 Burhanuddin salam, Pengantar Filsafat, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995) cet. Ketiga hal. 191
9 Surajio, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, (Jakarta, Bumi Aksara: 2005), hal. 157

11
Pengaruh alam pemikiran dari Arab mempunyai peranan penting
bagi perkembangan filsafat selanjutnya. Pada tahun 800-1200,
kebudayaan Islam berhasil memelihara warisan karya-karya para filsuf
dan ilmuwan zaman Yunani Kuno. Kaum intelektual dan kalangan
kerajaan Islam menerjemahkan karya-karya itu dari bahasa Yunani ke
dalam bahasa Arab. Maka, pada para pengikut Islam mendatangi Eropa
(melalui Spanyol dan pulau Sisilia) terjemahan karya-karya filsuf
Yunani itu, terutama karya-karya Aristoteles sampai ke dunia Barat.
Dan salah seorang pemikir Islam adalah Muhammad Ibn Rushd (1126-
1198). Namun jauh sebelum Ibn Rushd, seorang filsuf Islam bernama
Ibn Sina (980-1037) berusaha membuat suatu sintesis antara aliran neo-
Platonisme dan Aristotelianisme.
Dengan demikian, pada gilirannya nanti terbukalah kesempatan
bagi para pemikir kristiani Abad Pertengahan untuk mempelajari
filsafat Yunani secara lebih lengkap dan lebih menyeluruh daripada
sebelumnya. Hal ini semakin  didukung dengan adanya biara-biara yang
antara lain memeng berfungsi menerjemahkan, menyalin, dan
memelihara karya sastra.
b. Periode puncak perkembangan skolastik (abad ke-13)
Periode puncak perkembangan skolastik : dipengaruhi oleh
Aristoteles akibat kedatangan ahli filsafat Arab dan yahudi.10 Filsafat
Aristoteles memberikan warna dominan pada alam pemikiran Abad
Pertengahan. Aristoteles diakui sebagai Sang Filsuf, gaya pemikiran
Yunani semakin diterima, keluasan cakrawala berpikir semakin
ditantang lewat perselisihan dengan filsafat Arab dan Yahudi.
Universitas-universitas pertama didirikan di Bologna (1158), Paris
(1170), Oxford (1200), dan masih banyak lagi universitas yang
mengikutinya. Pada abad ke-13, dihasilkan suatu sintesis besar dari
khazanah pemikiran kristiani dan filsafat Yunani. Tokoh-tokohnya
adalah Yohanes Fidanza (1221-1257), Albertus Magnus (1206-1280),

10 Ibid., hal. 157

12
dan Thomas Aquinas (1225-1274). Hasil sintesis besar ini
dinamakan summa (keseluruhan).
c. Periode Skolastik lanjut atau akhir (abad ke-14-15)
Periode skolastik Akhir abad ke 14-15 ditandai dengan pemikiran
islam yang berkembang kearah nominalisme ialah aliran yang
berpendapat bahwa universalisme tidak memberi petunjuk tentang
aspek yang sama dan yang umum mengenai adanya sesuatu
hal.Kepercayaan orang pada kemampuan rasio member jawaban atas
masalah-masalah iman mulai berkurang. Ada semacam keyakinan
bahwa iman dan pengetahuan tidak dapat disatukan. Rasio tidak dapat
mempertanggungjawabkan ajaran Gereja, hanya iman yang dapat
menerimanya.
Salah seorang yang berfikir kritis pada periode ini adalah Wiliam
dari Ockham (1285-1349). Anggota ordo Fransiskan ini mempertajam
dan menghangatkan kembali persoalan mengenai nominalisme yang
dulu pernah didiskusikan. Selanjutnya, pada akhir periode ini, muncul
seorang pemikir dari daerah yang sekarang masuk wilayah Jerman,
Nicolaus Cusanus (1401-1464). Ia menampilkan “pengetahuan
mengenai ketidaktahuan” ala Sokrates dalam pemikiran kritisnya:”Aku
tahu bahwa segala sesuatu yang dapat ku ketahui bukanlah Tuhan”.
Pemikir yang memiliki minat besar pada kebudayaan Yunani-Romawi
Kuno ini adalah orang yang mengatur kita memasuki zaman baru, yakni
zaman Modern, yakni zaman Modern yang diawali oleh zaman
Renaissans, zaman “kelahiran kembali” kebudayaan Yunani-Romawi di
Eropa mulai abad ke-16.
Baru sesudah tahun 1200 filsafat berkembang kembali berkat
pengaruh filsafat araab yang diteruskan ke Eropa.

13
C. Filsafat di Timur Islam
Islam dengan kebudayaan telah berjalan 15 abad dalam perjalanan yang
begitu panjang terdapat 5 abad perjalanan yang menakjubkan dalam
perjalanan dalam kegiatan pemikiran filsafat yaitu antara abad ke tujuh
hingga abad ke 12 dalam kurun waktu 5 abad itu para ahli pikir islam
merenungkan kegiatan manusia dalam hubunngan dengan sesama dengan
alam dan dengan tuhan dengan menggunakan akar pikiran 
Dalam kegiatan pemikir filsafat tersebut terdapat dua macam kekuatan
pemkiran berikut :
1. Para ahli pikir islam berusaha menyusun sebuah sisitem yang dijarkan
dalam agama islam.
2. Para ulama mengunakan metode rasional dalam memecahkan persoalan
ketauhitan.

Para ahli pikir islam dan para ulama tersebut menggunakan instrument
atau alat filsafat untuk membela dan membentangi tauhid nya para ahli pikir
mencoba memberikan suatu kesimpulan yang tidak bebrtentangan dengan
dasar ketauhidan.
Dari sekian banyak ulama islam ada yang keberatan terhadap pemikir
islam (pemikir filsafat yang berdasarkan ajaran islam ) tetapi ada juga yang
menyetujui nya ulama yang keberatan terhadap pemikir fildafat (golongan
salaf ) berpendapat bahwa adanya pemikiran filsafat dianggap nya sebagai
bid’ah dan menyesatkan alqur an tidak untuk memperdebatkan pemikiran dan
ditakwilkan akal pikiran manusia tetapi al qur an untuk diamalkan sehingga
dapat dijadikan tuntutan hidup didunia dan diakhirat
Ulama yang tidak keberatan terhadap pemikir fisafat (yang mempunyai sifat
itu penting)berpendapat bahwa pikiran filsafat sangat membantu dalam
menjelaskan isi dan kandungan alqur ana dengan alas an yang dapat diterima
oleh akal pikiran manusia .didalam alqur an terdapat ayat ayat yng
menekankan pentingnya manusia untuk berfikir tentang dirinya sendiri
tentang alam semesta untuk mengimani tuhan sang pencipta.

14
Beberapa perbedaan yang mendorong aliran aliran pemikir filsafat timbul
oleh beberapa perbedaan diantaranya :
a. Persoalan tentang zat tuhan yang tidak dapat dirubah 
b. cara berfikir
c. Perbedaan dan orientasi dan tujuan
d. Perasaan asabiah keykinan yang buta atas dasar suatu pendirian kalau
diyakini tidak yakin lagi.
Setelah kaisar yustianus menutup akademi neoplatinisme di atena beberapa
guru besar hijrah ke krispon tahun 537 yang kemusian disambut oleh kaisar
kusraw tahun 529 setelah itu dietempat yang baru mengadakan kegiatan
mengajar filsafat ,mereka dalam waktu 20 tahun disamping mengejarkan
filsafat juga maempngaruhi lahirnya lembaga yang mengajarkan filsafat
seperti aleksandria anativia Beirut.
Dalam pembahasan ini akan diulas mengenai pemikiran para filosofi Islam
yakni :
1)  Al-Kindi
Nama lengkapnya Abu Yusuf, Ya’kub bin Ishak Al-Sabbah bin Imran
bin Al-Asha’ath bin Kays Al-Kindi. Beliau biasa disebut Ya’kub, lahir
pada tahun 185 H (801 M) di Kufah. Nama Al-Kindi adalah merupakan
nama yang diambil dari nama sebuah suku, yaitu : Banu Kindah.
Sebagai orang yang dilahirkan di kalangan para intelektual, maka
pendidikan yang pertama-tama diterimanya adalah membaca Al-Qur’an,
menulis, dan berhitung. Disamping itu ia banyak mempelajari tentang
sastra dan agama, juga menerjemahkan beberapa buku Yunani di dalam
bahasa Syiria kuno, dan bahasa Arab.
Al-Kindi mengarang buku-buku yang menganut keterangan Ibnu Al-
Nadim buku yang ditulisnya berjumlah 241 dalam bidang filsafat, logika,
arithmatika, astronomi, kedokteran, ilmu jiwa, politik, optika, musik,
matematika dan sebagainya. Dari karangan-karangannya, dapat kita
ketahui bahwa Al-Kindi termasuk penganut aliran Eklektisisme; dalam
metafisika dan kosmologi mengambil pendapat Aristoteles, dalam

15
psikologi mengambil pendapat Plato, dalam hal etika mengambil pendapat
Socrates dan Plato.

2) Al-Farabi
Ia adalah Abu Nashr Muhammad bin Muhammad bin Tharkhan.
Sebutan Al-Farabi diambil dari nama kota Farab, dimana ia dilahirkan
pada tahun 257 H (870 M). Ayahnya adalah seorang Iran dan kawin
dengan seorang wanita Turkestan. Kemudian ia menjadi perwira tentara
Turkestan. Karena itu, Al-Farabi dikatakan berasal dari keturunan
Turkestan dan kadang-kadang juga dikatakan dari keturunan Iran.
Al-Farabi memperluas pengetahuannya, dengan mendalami ilmu-ilmu
bahasa, matematika, kimia, astronomi, kemiliteran, musik, ilmu alam,
ketuhanan, fiqih, dan mantik.
Sebagian besar karangan-karangan Al-Farabi terdiri dari ulasan dan
penjelasan terhadap filsafat Aristoteles, Plato, dan Galenius, dalam bidang-
bidang logika, fisika, etika, dan metafisika. Meskipun banyak tokoh
filsafat yang diulas pikirannya, namun ia lebih terkenal sebagai pengulas
Aristoteles.
Meskipun Al-Farabi telah banyak mengambil dari Plato, Aristoteles
dan Plotinus, namun ia tetap memegangi kepribadian, sehingga pikiran-
pikiranya tersebut merupakan filsafat Islam yang berdiri sendiri, yang
bukan filsafat stoa, atau Peripatetik atau Neo Platonisme.

3) Ibnu Sina
Ibnu Sina dilahirkan dan dibesarkan di Bukhara. ia juga menghafal
Qur’an dan belajar ilmu-ilmu agama serta ilmu astronomi, saat usianya
baru sepuluh tahun, ia mempelajari matematika, fisika, logika dan ilmu
metafisika. Sesudah itu ia mempelajari ilmu kedokteran pada Isa bin
Yahya.
Pengaruh Ibnu Sina dalam soal kejiwaan tidak dapat diremehkan,
Bahkan juga ada pertaliannya dengan pikiran-pikiran Descartes tentang

16
hakikat jiwa dan wujudnya. Dan pada tahun 428 H (1037 M), ia meninggal
dunia di Hamadzan, pada usia 58 tahun.

4) Al Ghazali
Ia adalah Abu Hamid bin Muhammad bin Ahmad al-Ghazali, bergelar
Hujjatul Islam, lahir tahun 450 H di Tus, suatu kota kecil di Khurassan
(Iran). Al-Ghazali pertama-tama belajar agama di kota Tus, kemudian
meneruskan di Jurjan, dan akhirnya di Naisabur pada Imam al-Juwaini...
Al-Ghazali adalah seorang ahli pikir Islam yang dalam ilmunya, dan
mempunyai nafas panjang dalam karangan-karangannya. Puluhan buku
telah ditulisnya yang meliputi berbagai lapangan ilmu, antara lain Teologi
Islam (Ilmu Kalam), Hukum Islam (Fiqih), Tasawuf, Tafsir, Akhlak dan
adab kesopanan, kemudian autobiografi. Sebagian besar dari buku-buku
tersebut ditulis dalam bahasa Arab dan yang lain ditulisnya dalam bahasa
Persia.
Pengaruh al-Ghazali besar sekali di kalangan kaum  Muslimin sendiri
sampai sekarang ini, sebagaimana juga di kalangan tokoh-tokoh pikir abad
pertengahan bahkan juga sampai pada tokoh-tokoh pikir abad modern.

5) Ibnu Bajah
Ia adalah Abu Bakar Muhammad bin Yahya, yang terkenal dengan
sebutan Ibnus-Shaigh atau Ibnu Bajah. Ibnu Bajah dilahirkan di Saragosta
pada abad ke-11 Masehi. Tahun kelahirannya yang pasti tidak diketahui,
demikian pula masa kecil dan masa mudanya. Sejauh yang dapat dicatat
oleh sejarah ialah bahwa ia hidup di Serville, Granada, dan Fas; menulis
beberapa risalah tentang logika di kota Serville pada tahun 1118 M.
Ibnu Bajah telah memberi corak baru terhadap filsafat Islam di negeri
Islam barat dalam teori ma’rifat (epistemology, pengetahuan), yang
berbeda sama sekali dengan corak yang telah diberikan oleh al-Ghazali di
dunia timur Islam, setelah ia dapat menguasai dunia pikir sepeninggal
filosof-filosof Islam.

17
6) Ibnu Thufail
Ia adalah Abubakar Muhammad bin Abdul Malik bin Thufail,
dilahirkan di Wadi Asy dekat Granada, pada tahun 506 H/1110 M.
kegiatan ilmiahnya meliputi kedokteran, kesusasteraan, matematika dan
filsafat.
Ibnu Thufail tergolong filosof dalam masa Skolastik Islam. Pemikiran
kefilsafatannya cukup luas, termasuk metafisika. Dalam pencapaian
Ma’rifatullah, Ibnu Thufail menempatkan sejajar antara akal dan syari’at.
Pemikiran tersebut sebenarnya merupakan upaya yang tidak pada
tempatnya, sebab syari’at sumbernya adalah wahyu (yakni : dari Tuhan),
sedangkan akal merupakan aktifitas manusiawi. Akal manusia sebenarnya
hanyalah dampak mencari alasan rasional bagi syari’at mengenai dalil-
dalil adanya Tuhan.

7) Ibnu Rusyd
Nama lengkapnya Abul Walid Muhammad bin Ahmad bin Rusyd,
lahir di Cordova pada tahun 520 H. Ia berasal dari kalangan keluarga besar
yang terkenal dengan keutamaan dan mempunyai kedudukan tinggi di
Andalusia (Spanyol). Ayahnya adalah seorang hakim, dan kakeknya yang
terkenal dengan sebutan “Ibnu Rusyd kakek” (al-Jadd) adalah kepala
hakim di Cordova.
Ibnu Rusyd adalah seorang ulama besar dan pengulas yang dalam
terhadap filsafat Aristoteles. Buku-bukunya adakalanya merupakan
karangan sendiri, atau ulasan, atau ringkasan. Karangannya meliputi
berbagai ilmu, seperti: fiqih, ushul, bahasa, kedokteran, astronomi, politik,
akhlak, dan filsafat. Tidak kurang dari sepuluh ribu lembar yang telah
ditulisnya.
Ibnu Rusyd adalah tokoh pikir Islam yang paling kuat, paling dalam
pandangannya, paling hebat pembelaannya terhadap akal dan filsafat,
sehingga ia benar-benar menjadi filosof-pikiran dikalangan kaum
Muslimin.

18
D. Pengaruh Filsuf Muslim Terhadap Kebangkitan Filsafat Barat
Islam dengan kebudayaannya telah berjalan selama 15 abad. Dalam
perjalanan yang demikian panjang terdapat 5 abad perjalanan yang
menakjubkan dalam kegiatan pemikiran filsafat, yaitu antara abad ke 7 hingga
abad ke 12. Dalam kurun waktu 5 abad itu para ahli pikir islam merenungkan
tentang kedudukan manusia didalam hubungannya dengan sesama, dengan
alam, dan dengan Tuhan, dengan menggunakan akal pikirannya mereka
berpikir secara sistematis dan analitis, serta kritis, sehingga lahirlah para
filsuf islam yang mempunyai kemampuan tinggi karena kebijaksaannya.
Dalam kegiatan pemikiran filsafat tersebut terdapat 2 macam (kekuatan)
pemikiran, yaitu :
1) Para ahli pikir islam yang berusaha menyusun sebuah sistem yang
disesuaikan dengan ajaran islam
2) Para ulama yang menggunakan metode rasional dalam menyelesaikan
soal-soal ketauhidan.
Para ahli pikir islam dan para ulama tersebut menggunakan instrumen
atau alat filsafat untuk membela dan membentengi tauhidnya. Para ahli pikir
mencoba memberikan suatu kesimpulan yang tidak bertentangan dengan nilai
dasar ketauhidan.
Dalam sejarah islam, Spanyol disebut Andalusia. Berkat jasa seorang
pahlawan islam Tarik bin Zyad yang meluaskan islam sampai ke Spanyol,
tahun 710. Cordoba dan Toledo ditaklukkan. Kemudian dinasti Abdul
Rahman berkuasa hingga 3 abad. Puncak keemasannya pada pemerintahan :
Abdul Rahman III (912-916), Al Hakam II (961-976), Al Nazib Al Mansur
(977-1002) berhasil menjadikan cordoba, Konstatinovel dan Bagdhad sebagi
kota-kota penting yang berpengaruh sampai ke eropa.
Kota-kota penting menjadi pusat ilmu pengetahuan. Kegiatan ilmu
pengetahuan (terutama filsafat) merupakan prestasi besar dan sebagai mata
rantai hubungan islam dari timur ke eropa (barat). Inilah sumbangan islam

19
terhadap eropa yang dapat membawa kebebasan berpikir untuk mendorong
perkembangan intelektual.11

11 Muslim Ishak, Hal. 8, yang dikutip dari Hitti, The Arabs: A Short History, Hal 159

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Zaman pertengahan ialah zaman dimana Filsafat Abad Pertengahan
dicirikan dengan adanya hubungan erat antara agama Kristen dan filsafat.
Dilihat secara menyeluruh, filsafat Abad Pertengahan memang merupakan
filsafat Kristiani. Sejarah filsafat abad pertengahan dibagi menjadi dua zaman
atau periode, yakni periode pratistik dan periode skolastik.
Seperti yang sudah dijelaskan bahwa filsafat di Timur Islam juga
berperan penting dalam beradaban filsafat barat.

B. Saran
Dalam mempelajari filsafat tidak cukup hanya mempelajarinya dari segi
pengertian saja. Kita juga harus mengetahui perkembangan filsafat itu sendiri
dari masa ke masa, dengan mempelajari filsafat Helenisme dan Filsafat Abad
Pertengahan ini, kami harap dapat membantu pengetahuan kita mengenai
perkembangan para filosof dalam berfilsafat.

21
DAFTAR PUSTAKA

Hakim, Atang Abdul. Filsafat Umum. Bandung : CV Pustaka Setia. 2008.

Hanafi, Ahmad. Pengantar Filsafat Islam. Jakarta : PT Bulan Bintang.


1991.

Hatta, Mohammad. Alam Pikiran Yunani. Jakarta : Universitas Indonesia


(UI-Press). 1986.

Sudarsono.  Ilmu Filsafat – Suatu Pengantar, Jakarta : Rineka Cipta. 2001.

Mustansyir, Rizal. Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Pustaka Belajar Offset.


2009.

Akhmadi, Asmoro. Filasafat Umum. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.


2003.

Yolanda, Erik. Filsafat Islam di Timur. Diakses dari


http://erickyonanda.blogspot.co.id/2013/03/filsafat-islam-di-timur.html pada
tanggal 30 Oktober 2017 pukul 20.25 Wita.

22

Anda mungkin juga menyukai