Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadits sebagai sumber ajaran Islam kedua setelah al-Qur’an telah di sepakati
oleh hampir seluruh ummat Islam sebagai salah satu undang-undang yang wajib di
taati. Namun demikian telah di akui pula bahwa hadis itu sendiri di dalamnya masih
banyak hal yang bersifat kontriversi, dimana salah satu hal penyebabnya
adalah,terjadinya periwayatan hadis secara maknawi. Sehingga sering
menimbulkan interpretasi yang bermacam-macam terhadap pemahaman suatu
matan atau sanad yang ada dalamnya. Untuk menjembatani banyaknya perbedaan
pemahaman terhadap matan hadis tersebut, telah dilakukan berbagai pendekatan
interpretasi yang di anggap paling tepat sebagai upaya untuk menjelaskan
kandungan makna hadis yang telah di bukukan dalam berbagai macam kitab-kitab
hadis dengan cara memberi ulasan atau komentar-komentar, sehingga memudahkan
untuk dijadikan pedoman dan rujukan bagi generasi selanjutnya. Salah satu
kegiatan yang di lakukan oleh para ulama hadis dalam rangka mengembangkan,
mempelajari dan memudahkan pemahaman terhadap makna dan isi kitab-kitab
hadis yang ada adalah dengan cara menyusun kitab-kitab syarah, yaitu suatu kitab
hadis yang di dalamnya memuat uraian danm penjelasan kandungan hadis dari
kitab tertentu dan hubungannya dengan dalil-dalil yang lain, baik dari al-Qur’an,
hadis maupun dari kaidah-kaidah syara’ lainnya. Kegiatan syarah hadis
sesungguhnya merupakan salah satu wujud perhatian ulama hadis dalam usahanya
melestarikan hadis sebagai sumber hukum Islam. Dan dalam mesyarah kitab-kitab
himpunan hadits, kebanyakan para pensyarah mempergunakan sejumlah teknik,
metode atau pendekatan interpretasi sesuai dengan kecenderungan dan kapasitas
ilmiah yang mereka miliki.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Kedudukan Hadis Sebagai Sumber Hukum?
2. Dalil Apa yang Menjelaskan Kedudukan Hadis Sebagai Sumber Hukum?
3. Apa Fungsi Hadis Terhadap Al-Qur’an?
C. Tujuan
1. Untuk Memahami Kedudukan Hadis Sebagai Sumber Hukum
2. Untuk Mengetahui Dalil yang Menjelaskan Kedudukan Hadis Sebagai Sumber
Hukum
3. Untuk Mengetahui Fungsi Hadis Terhadap Al-Qur’an

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kedudukan Hadis Sebagai Sumber Hukum


Sebagai seorang Nabi dan Rasul, Muhammad SAW telah berhasil
membimbing umat kepada ajaran agama yang dibawahnya. Meskipun ia sukses
dalam membimbing umatnya, namun dalam kehidupan sehari-harinya tetap
sederhana.
Gambaran itu menegaskan bahwa Nabi Muhammad sebagai Rasul Allah
yang merupakan personifikasi utuh dari agama, perintah dan kitab Allah, juga
secara sosio-kultural memiliki kemampuan untuk menghadapi dan menyelesaikan
tuntutan umat islam secara normal. Karena itu pula pernyataan, pengalaman,
persetujuan dan hal-ihwalnya sebagai hadis menunjukan betapa pentingnya
kedudukan dan perannya, karena merupakan sumber ajaran islam yang kedua
setelah Al-Qur’an.
Kedudukan hadis sebagai salah satu sumber ajaran islam telah disepakati
oleh hampir seluruh ulama dan umat islam. Untuk mengetahui bahwa ayat berlaku
khusus ataupun rinci, diperlukan petunjuk Al-Qur’an dan Hadis. Seperti mendirikan
sholat, selain berlaku umum untuk semua orang islam yang telah mukallaf, juga
berstatus global. Seorang wanita yang sedang menstruasi tidak dikenakan
kewajiban mendirikan sholat. Ketentuan ini hanya dapat diketahui melalui hadis
Nabi. Dengan demikian, orang yang ingin dapat memahami kandungan Al-Qur’an
dengan baik, meskipun sudah memiliki pengetahuan yang mendalam tentang
bahasa Arab, tetap memerlukan penjelasan-penjelasan hadis Nabi. Yang jelas Al-
Qur’an telah melegitimasi, bahwa hadis Nabi merupkan sumber ajaran islam.
Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa kedudukan hadis inheren
dengan kedudukan Al-Qur’an di hadapan kaum beriman. Artinya, mematuhi
ketentuan hadis berarti telah mematuhi ketentuan Al-Qur’an. Sehingga apa yang
diperintahkan atau yang dilarang berdasarkan hadis, sama halnya perintah atau

3
larangan dari Al-Qur’an. Akan tetapi pada prinsipnya, secara esensial kedudukan
tertinggi adalah Al-Qur’an berada di atas segala sumber ajaran islam, kedudukan
hadis berada pada posisi setelahnya.
Seluruh umat Islam, baik yang ahli naqli maupun ahli aqli telah sepakat
bahwa hadis/sunnah merupakan dasar hukum Islam, yaitu salah satu dari sumber
hukum Islam dan juga sepakat tentang diwajibkannya untuk mengikuti hadis
sebagaimana diwajibkan mengikuti Al-Qur’an.

Dalam kaitannya dengan masalah ini, Muhammad Ajjaj Al-Khatib mengatakan:

ِ ْ‫ان ُمتَاَل ِز َمانِلِ ُم ْسلِ ِم اَ ْن يَ ْفهُ ُم ال َّش ِر ْي َعةَ اَل بِالرُّ جُو‬
‫ع‬ ُ ْ‫فَ ْالقُر‬
ِ ‫ان َوال ُّسنُّةُ َمصْ د ََر‬
ِ َ‫ان تَ ْش ِري ِْعي‬
‫اِلَ ْي ِه َما َمعًا َو اَل ِغنًى لِ ْل ُمجْ تَ ِه ِد اَوْ عَالِ ٍم ع َْن اَ َح ِد ِه َما‬
Artinya:“Al-Qur’an dan As-Sunnah (Al-Hadis) merupakan dua sumber hukum
syariat Islam yang tepat, sehingga umat Islam tidak mungkin mampu memahami
syariat Islam, tanpa kembali kepada kedua sumber Islam tersebut. Mujtahid dan
orang alim pun tidak diperbolehkan hanya mencukupkan diri dengan salah satu
dari keduanya.

Banyak ayat Al-Qur’an dan Al-Hadis yang menjelaskan bahwa hadis


merupakan salah satu sumber hukum Islam selain Al-Qur’an yang wajib diikuti
sebagaimana mengikuti Al-Qur’an, baik dalam bentuk awamir maupun nawahi-
nya.

B. Dalil yang Menjelaskan Hadis Sebagai Sumber Hukum

Untuk mengetahui sejauh mana kedudukan hadis sebagai sumber hukum


Islam, dapat dilihat dalam beberapa dalil, baik dalil naqli maupun aql, berikut ini.

1. Dalil Al-Qur’an
Banyak ayat Al-Qur’an yang menerangkan kewajiban mempercayai dan
menerima segala sesuatu yang disampaikan oleh Rasulullah SAW. kepada

4
umatnya yang dijadikan pedoman hidup. Diantaranya adalah firman Allah dalam
surah Ali Imran ayat 179 yang berbunyi

َ‫ب وَ َما َكان‬ ِ ِّ‫ث ِمنَ الطَّي‬ ِ ‫َما َكانَ هللاُ لِيَ َذ ِر ْال ُم ْؤ ِمنِ ْينَ َعلَى َمااَ ْنتُ ْم َعلَ ْي ِه َحتَّى يَ ِم ْي ُز ْال َخبِ ْي‬
‫ب َولَ ِك ْن هللاَ يَجْ تَبِ ْي ِم ْن ُر ُسلِ ِه ِم ْن يَ َشا ُء فَا َ ِمنُ ٌوابِاهللِ َو ُر ُسلِ ِه‬ ِ ‫ُطلِ َع ُك ْم َعلَى ْال َغ ْي‬ ْ ‫هللاُ لِي‬

ِ ‫َواِ ْن تُ ْؤ ِمنُوْ ا َوتَتَّقُوْ ا فَلَ ُك ْم اَجْ ٌر ع‬


‫َظ ْي ٌم‬
artinya : “Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang mukmin seperti
keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia memisahkan yang buruk (munafik)
dari yang baik (mukmin). Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan
kepada kamu hal-hal yang gaib, akan tetapi, Allah akan memilih siapa yang
dikehendaki-Nya di antara Rasul-Rasul-Nya. Karena itu, berimanlah kepada
Allah dan Rasul-Rasul-Nya dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagimu
pahala yang besar.”
Dalam surah An-Nisa ayat 136 Allah berfirman

ْ‫ب الَّ ِذي‬ِ َ‫ب الَّ ِذيْ نَ َّز َل َعلَى َرسُوْ لِ ِه َو ْال ِكت‬ ِ َ‫يَااَيُهَا ْال ِذ ْينَ اَ َمنُوْ ا بِااهللاِ َو َرسُوْ لَهُ َو ْال ِكت‬
‫ض َّل‬َ ‫اَ ْنزَ َل ِم ْن قَب ِْل َو َم ْن يَ ْكفُرْ بِاهللِ َو َملَئِ َكتِ ِه َو ُكتُبِ ِه َو ُر ُسلِ ِه َو ْاليَوْ ِم ااَل ِخ ِر فَقَ ْد‬
‫ضلَاًل‬
َ
artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah
dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta
kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Bagi siapa yang kafir kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, Rasul-Rasul-Nya, dan hari kemudian, maka
sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” (Qs. An-Nisa:136)
Dalam surat Ali Imran di atas, Allah memisahkan anatar orang-orang
mukmin dengan orang-orang yang munafik. Dia juga akan memperbaiki
keadaan orang-orang mukmin dan memperkuat iman mereka. Oleh karena itu,
orang mukmin dituntut agar tetap beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Pada surah An-Nisa ayat 136, sebagaimana halnya pada surat Ali Imran
ayat 179, Allah menyeru kaum muslimin agar beriman kepada Allah, Rasul-Nya

5
(Muhammad SAW), Al-Qur’an , dan kitab yang diturunkan sebelumnya.
Kemudian pada akhir ayat, Allah SWT. mengancam orang-orang yang
mengingkari seruan-Nya.
Selain memerintahkan umat Islam agar percaya kepada Rasulullah SAW,
Allah juga menyerukan agar umat-Nya menaati segala bentuk perundang-
undangan dan peraturan yang dibawanya, baik berupa perintah maupun
larangan. Tuntutan taat dan patuh kepada Rasulullah SAW. Ini sama halnya
dengan tuntutan taat dan patuh kepada Allah SWT. Banyak ayat Al-Qur’an yang
berkenaan dengan masalah ini.
Perhatikan firman Allah SWT dalam Qs.Ali-Imran ayat 32:

َ‫قُلْ أَ ِط ْيعُواهللاَ َو ال َّرسُوْ َل فَا ِ ْن ت ََولَوْ ا هللاِ الَيُ ِحبُّ ْال َكفِ ِر ْين‬
artinya:“Katakanlah, taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka
sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.” (QS. Ali Imran:32)
Dalam surah An-Nisa ayat 59 Allah SWT. juga berfirman , yang artinya:

‫يَااَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ اَ َمنُوْ ااَ ِط ْيعُواهللاَ َواَ ِط ْيعُوْ اال َّرسُوْ َل َو ْأولِى اآْل َ ْم ِر ِم ْن ُك ْم فَا ِ ْن تَنَا َز ْعتُ ْم فِ ْي‬
‫ك ّخ ْي ُر ّو‬ َ ِ‫َش ْي ٍء فَ ُر ُّدوْ هُ اِلَى هللاِ َوال َّرسُوْ ُل اِ ْن ُك ْنتُ ْم تُ ْؤ ِمنُوْ نَ بِاهللِ َو ْاليَوْ ِم ْااَل ِخ ِر َذل‬
‫اَحْ َس ُن تَأْ ِو ْياًل‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, Rasul, dan ulil amri
diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul, jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama dan
lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa:59)
Dalam surah Al-Hasyr ayat 7, Allah SWT. juga berfirman yang artinya:

... ‫َو َما اَتَا ُك ْم ال َّرسُوْ ُل فَ ُخ ُذوْ هُ َو َما نَهَا ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَهُوْ ا َواتَّقُواهللاَ اِ َّن هللَ َش ِد ْي ُد‬
ِ ‫ْال ِعقَا‬
‫ب‬

6
Artinya: “Apa yang diberikan Rasul kepada mu, terimalah dan apa-apa yang
dilarangnya, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.” (QS.Al-Hasyr:7)
Dalam surah Al-Maidah ayat 92, Allah SWT, berfirman yang artinya:

‫وأَ ِط ْيعُواهللاَ َوأَ ِط ْيعُوْ اال َّرسُوْ َل َواحْ َذرُوْ ا‬....


َ
Artinya: “Dan taatlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan berhati-
hatilah.”(QS. Al-Maidah:92)
Juga dalam surah An-Nur ayat 54, Allah SWT berfirman yang artinya:

‫قُلْ أَ ِط ْيعُوْ اهللاَ َو أَ ِط ْيعُوْ اال َّرسُوْ َل فَاِن تَ َولَوْ فَاِنَّ َما َعلَ ْي ِه َما ُح ِّم َل َو َعلَ ْي ُك ْم َما ُح ِّم ْلتُ ْم َواِ ْن‬
‫تُ ِط ْيعُوْ هُ تَ ْهتَ ُدوْ ا َو َما َعلَى ال َّرسُوْ ِل اِالَّ ْالبَلَ ُغ ال ُمبِي ُْن‬
Artinya: “Katakanlah, “Taatlah kepada Allah dan kepada Rasul, dan jika kamu
berpaling, maka sesungguhnya kewajiban Rasul SAW. Itu adalah apa yang
dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata
apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya
kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban Rasul itu melainkan
menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.”(QS. An-Nur:54)
Masih banyak lagi ayat-ayat sejenis yang menjelaskan tentang permasalahan
ini. Dicantumkannya beberapa ayat di atas dimaksudkan hanya sebagai contoh
dan gambaran dari keseluruhan ayat yang dimuat dalam Al-Qur’an.
Dari beberapa ayat Al-Qur’an di atas, jelaslah bahwa setiap ada perintah taat
kepada Allah SWT. Dalam Al-Qur’an selalu diiringi dengan perintah taat
kepada Rasul-Nya. Demikian pula, mengenai peringatan (ancaman) karena
durhaka kepada Allah, sering disejajarkan dengan ancaman karena durhaka
kepada Rasulullah SAW.
Bentuk-bentuk ayat seperti ini menunjukkan betapa pentingnya kewajiban
taat terhadap semua yang disampaikan oleh Rasulullah SAW. Cara-cara
penyajian Allah seperti ini hanya diketahui oleh orang-orang yang menguasai
bahasa Arab dan memahami ungkapan-ungkapan serta pemikiran-pemikiran

7
yang terkandung di dalamnya yang akan memberi masukan dalam memahami
maksud ayat tersebut.
Dari sinilah dapat dinyatakan bahwa ungkapan kewajiban taat kepada
Rasulullah SAW. Dan larangan mendurhakainya, merupakan suatu
kesepakatan yang tidak diperselisihkan oleh umat Islam.
2. Dalil Al-Hadis
Dalam salah satu pesan Rasulullah SAW. Berkenaan dengan kewajiban
menjadikan hadis sebagai pedoman hidup di samping Al-Qur’an sebagai
pedoman utamanya, adalah dalam sabdanya:

َ ‫ضلُوْ ا أَبَدًا َماأِ ْن تَ َم َّس ْكتُ ْم بِ ِه َما ِكت‬


‫َاب هللاِ َو ُسنَّةَ ّرسُوْ لِ ِه‬ ِ َ‫ت فِ ْي ُك ْم أَ ْم َر ْي ِن لَ ْن ت‬
ُ ‫تَ َر ْك‬
Artinya:“ Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, dan kalian tidak akan
tersesat selama-lamanya, selama kalian selalu berpegang teguh kepada
keduanya, yaitu kitab Allah dan Sunah Rasul-Nya.”(HR. Hakim)
Hadis diatas menjelaskan bahwa seseorang tidak akan tersesat selamanya
apabila hidupnya berpegang teguh atau berpedoman pada Al-Qur’an dan sunnah.
Orang yang tidak berpegang teguh pada keduanya atau tidak mengikuti sunnah
berarti sesat. Nabi tidak memerintahkan, kecuali dengan diperintah Allah dan
siapa yang taat kepada Nabi berarti ia taat kepada Dzat yang memerintahkan
kepadanya untuk melaksanakan perintah itu.
Ketika Rasulullah SAW. hendak mengutus Mu’adz bin Jabal untuk menjadi
penguasa di Yaman, beliau mengajak Mu’adz berdialog seperti disebutkan
dalam hadis berikut:
Artinya: “(Rasul bertanya), “Bagaiman kamu akan menetapkan hukum bila
dihadapkan padamu sesuatu yang memerlukan penetapan hukum?. Mu’adz
menjawab, “Saya akan menetapkannya dengan kitab Allah.” Lalu Rasul
bertanya lagi, “Bagaimana seandainya kamu tidak mendapatkannya dalam
kitab Allah”. Mu’adz menjawab, “Dengan sunah Rasulullah.” Lalu Rasulullah
bertanya lagi, “Seandainya kamu tidak mendapatkannya dalam kitab Allah dan

8
juga tidak dalam sunah Rasulullah.” Mu’adz menjawab lagi, “Saya akan
berijtihad dengan pendapat saya sendiri.” Maka Rasulullah menepuk pundak
Mu’adz seraya mengatakan, “Segala puji bagi Allah yang telah menyelaraskan
urusan seorang Rasul dengan sesuatu yang Rasul kehendaki.”

Dalam hadis lain Rasulullah SAW bersabda:

‫َّاش ِد ْينَ اَ ْل َم ْه ِديِّ ْينَ تَ َم َّس ُكوْ ابِهَا‬


ِ ‫َعلَ ْي ُك ْم بِ ُسنَّتِ ْي َو ُسنَّ ِة ْالخَ لَفَا ِء الر‬
Artinya: “Wajib bagi kamu sekalian berpegang teguh dengan sunahku dan
sunnah Khulafa Ar-Rasyidin yang mendapat petunjuk, berpegang teguhlah
kamu sekalian dengannya.”
Hadis-hadis tersebut di atas, menunjukkan kepada kita bahwa berpegang
teguh kepada hadis atau menjadikan hadis, sebagai pegangan dan pedoman
hidup adalah wajib, sebagaimana wajibnya berpegang teguh kepada Al-Qur’an.
3. Kesepakatan Ulama (Ijma’)
Umat islam telah sepakat menjadikan hadis sebagai salah satu dasar hukum
dalam amal perbuatan kareana sesuai dengan yang dikendaki oleh
Allah.Penerapan hadis sama seperti penerimaan mereka terhadap Al-Quran
karena keduanya sama-sama merupakan sumbur hukum islam .
Kesepakan kaum muslimin dalam mempercayain menerima dan
mengamalkan segala ketentuan yang terkandung di dalam hadis telah di lakukan
sejak masa Rasullullah,sepeninggalan beliau masa Khaulafa Ar-Rasyidin
hingga masa-masa selanjutnya dan tidak ada yang mengingkarinnya.Banyak di
antara mereka yang tidak hanya memahami dan mengamalkan isi
kandungannya,tetapi menyebarluaskannya kepada generasi –generasi
selanjutnya.
Banyak peristiwa menunjukkan adanya kesepakatan menggunakan hadis
sebagai sumber hukum islam antara lain dalam peristiwa di bawah ini:

9
1) Ketika Abu Bakar dibaiat menjadi khalifah ia pernah berkata “saya tidak
meninggalkan sedikitpun sesuatu yang diamalkan oleh Rasulullah
sesungguhnya saya takut tersesat bila meninggalkan perintahnya.
2) Saat Umar berada di depan Hajar Aswad ia berkata, “saya tahu bahwa
engkau adalah batu. Seandainya saya tidak melihat Rasulullah menciummu,
saya tidak akan menciummu.”
3) Pernah ditanyakan kepada Abdullah bin Umar tentang ketentuan salat safar
dalam Al-Qur’an. Ibnu Umar menjawab,”Allah SWT. telah mengutus Nabi
Muhammad SAW. Kepada kita dan kita tidak mengetahui sesuatu. Maka
sesungguhnya kami berbuat sebagai-mana kami melihat Rasulullah
berbuat.”
4) Diceritakan dari Sa’id bin Musayyab bahwa Usman bin Affan berkata,
“saya duduk sebagaimana duduknya Rasulullah SAW. Saya makan
sebagaimana Rasulullah, dan saya shalat sebagaimana shalatnya Rasulullah
SAW.

Masih banyak lagi contoh-contoh yang menunjukkan bahwa apa


diperintahkan, dilakukan, dan diserukan oleh Rasulullah SWT. selalu diikkuti
oleh umatnya, dan apa yang dilarang selalu ditinggalkan oleh mereka.

4. Sesuai dengan Petunjuk Akal (Ijtihad)


Kerasulan Nabi Muhammad SAW telah diakui dan dibenarkan oleh umat
Islam. Di dalam mengemban misinya itu kadangkala beliau menyampaikan apa
yang diterimanya dari Allah SWT, baik isi maupun formulasinya dan
kadangkala atas inisiatif sendiri dengan bimbingan wahyu dari Tuhan. Namun
juga, tidak jarang beliau menawarkan hasil ijtihad semata-mata mengenai suatu
masalah yang tidak dibimbing oleh wahyu. Hasil ijtihad beliau ini tetap berlaku
sampai ada nash yang menasakhkan .
Bila kerasukan Muhammad SAW. Telah diakui dan dibenarkan, maka
sudah selayaknya apabila segala peraturan dan perundang-undangan serta

10
inisiaif beliau, baik yang beliau ciptakan atas bimbingan wahyu atau hasil ijtihad
semata ditempatkan sebagai sumber hukum dan pedoman hidup. Di samping itu,
secara logika kepercayaan kepada Muhammad SAW. Sebagai Rasul
mengharuskan umatnya menaati dan mengamalkan segala ketentuan yang beliau
sampaikan.
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa hadis merupakan salah satu
sumber hukum dan sumber ajaran Islam yang menduduki urutan kedua setelah
Al-Qur’an. Sedangkan bila dilihat dari segi kehujjahan, hadis melahirkan hukum
zhanni, kecuali hadis yang mutawatir.

C. Fungsi Hadis Terhadap Al-Qur’an


Al-Qur’an dan Al-Hadis sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran
Islam, tidak dapat dipisahkan antara satu dan lainnya. Al-Qur’an sebagai sumber
pertama memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum dan global, sedangkan hadis
sebagai sumber ajaran kedua tampil untuk menjelaskan (bayan) keumuman isi Al-
Qur’an tersebut. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT. dalam Al-Qur’an surat
An-Nahl ayat 44:
ْ ‫ ّوأّ ْن‬...
ِ َّ‫زَلنَا اِلَ ْيكَ ال ِّذ ْك َر لِتُبَيِّنَ لِلن‬
... ‫اس‬
Artinya “… dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu menerangkan
kepada umat manusia…”

Allah menurunkan Adz-Dzikr, yaitu Al-Qur’an bagi umta manusia. Agar


Al-Qur’an ini dapat dipahami oleh manusia, maka Allah memerintahkan Rasulullah
untuk menjelaskannya.

Hadis sebagai penjelas atau bayan Al-Qur’an itu memiliki bermacam-


macam fungsi, yaitu sebagai bayan at-taqrir, bayan at-tafsir, bayan at-tafsil, bayan
at-bast, bayan at-tasyri. Sementara itu, Imam Syafi’I menyebutkan lima fungsi,

11
yaitu bayan at-tafsil, bayan at-takhsis, bayan at-ta’yin bayan at-tasyri, dan bayan
an-nasakh.

Dalam Ar-Risalah, ia menambahkan dengan bayan al-isyarah. Imam Ahmad


bin Hanbal menyebutkan empat fungsi, bayan at-ta’kid, bayan at-tafsir, bayan at-
tasyri, dan bayan at-takhsis.

1. Bayan At-Taqrir
Bayan at-taqiri disebut juga bayan at-ta’kid dan bayan al-isbat. Yang
dimaksud dengan bayan ialah menetapkan dan memperkuat apa yang telah
diterangkan dalam Al-Qur’an. Fungsi Al-Hadis dalam hal ini hanya
memperkokoh isi kandungan Al-Qur’an. Sebagai contoh adalah hadis yang
diriwayatkan Muslim dari Ibnu Umar, sebagai berikut:

‫أِ َذا َرأَ ْيتُ ُموْ هُ فَصُوْ ُموْ ا َو أِ َذا َرأَ ْيتُ ُموْ هُ فَا َ ْف ِطرُوْ ا‬
“Apabila kalian melihat (ru’yah) bulan, maka berpuasalah, juga apabila
melihat (ru’yah) itu maka berbukalah.”(HR. Muslim)
Hadis ini metaqrir ayat Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 185

ُ َ‫ فَ َم ْن َش ِه َد ِم ْن ُك ْم ال َّشه َْر فَ ْلي‬...


... ُ‫ص ْمه‬
Artinya :”…..maka barang siapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan,
hendaklah ia berpuasa…”

Contoh lain, hadis riwayat Bukhari dari Abu Hurairah sebagai berikut:
َ ‫َث َحتَّى يَتَ َوضَّأ‬
َ ‫صاَل ةُ َم ْن أَحْ د‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم اَل تُ ْقبَ ُل‬
َ ِ‫قَ َل َرسُوْ ُل هللا‬
“Rasul SAW. Bersabda, “Tidak diterima salat seseorang yang berhadas
sebelum ia berwudhu.”

Hadis ini mentaqrir ayat Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 6 mengenai keharusan
berwudhu ketika hendak mendirikan shalat. Ayat tersebut berbunyi

12
ِ ِ‫يَااَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ اَ َمنُوْ ~ا اِ َذا قُ ْمتُ ْم اِلَى الصَّالَو ِة فَا ْغ ِسلُوْ ا ُوجُوْ هَ ُك ْم َو أَ ْي ِديَ ُك ْم اِلَى ْال َم َراف‬
‫ق‬
‫وا ْم َسحُوْ ا بِ ُرءُوْ ِس ُك ْم َوأَرْ ُجلَ ُك ْم اِلَى ْال َك ْعبَي ِْن‬....
َ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan
shalat, maka basuhlah muka dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah
kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki,…”
2. Bayan At-Tafsir
Yang dimaksud dengan bayan at-tafsir adalah memberikan perincian dan
penafsiran terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang masih mujmal, ,memberikan
taqyid (persyaratan) terhada ayat-ayat Al-Qur’an yang masih mutlaq, dan
memberikan taksis (penentuan khusus) terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang masih
umum. Contoh,ayat-ayat Al-Qur’an yang masih mujmal adalah perintah
mengerjakan shalat, puasa, zakat, disyariatkan jual-beli, pernikahan, qiyas,
hudud, dan sebagainya. Ayat-ayat Al-Qur’an tentang masalah tersebut masih
bersifat mujmal, baik mengenai cara mengerjakannya, sebab-sebabnya, syarat-
syaratnya, ataupun halangan-halangannya. Oleh karena itulah, Rasulullah
melalui hadisnya menafsirkan dan menjelaskannya seperti disebutkan dalam
hadis riwayat Bukhari dan Muslim yang berbunyi:

َ ُ‫صلُّوْ ا َك َما َرأَ ْيتُ ُموْ نِى أ‬


‫صلِّ ْى‬ َ
Artinya: “Salatlah sebagaimana engkau melihat aku salat.”(HR.Bukhari dan
Muslim)
Hadis ini menerangkan tata cara menjalankan salat, sebagaimana firman Allah
SWT. dalam surat Al-Baqarah ayat 43:

َ‫صلَوةَ َوأَتُواال َّز َكوةَ َوارْ َكعُوْ ا َم َع الرَّا ِك ِع ْين‬


َّ ‫َوأَقِ ْي ُمواال‬
Artinya : “Dan dirikan shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku’lah beserta orang-
orang yang ruku’.”(QS. Al-Baqarah:43)

13
Contoh hadis yang men-taqyid-kan ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat mutlak,
adalah sabda Rasulullah SAW. Berikut ini.

ِّ‫ص ِل ْالكَف‬
َ ‫ق فَقَطَ َع يَ َدهُ ِم ْن ِم ْف‬ ِ ‫أَتَى بِ َس‬
ٍ ‫ار‬
Artinya:“Rasulullah SAW. Didatangi seseorang yang membawa pencuri, maka
beliau memotong tangan pencuri tersebut dari pergelangan tangan.”
Hadis ini men-taqyid ayat Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 38.

ِ‫َّارقَةُ فَا ْقطَعُوْ ااَ ْي ِديَهُ َما َجزَا ًء بِ َما َك َسبَا نَ َكااًل ِمنَ هللا‬ ُ ‫َّار‬
ِ ‫ق َوالس‬ ِ ‫َوالس‬
Artinya:“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah
tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan
sebagai siksaan dari Allah….”(QS.Al-Maidah:38)
3. Bayan At-Tasyri’
Yang dimaksud dengan bayan at-tasyri’ adalah mewujudkan suatu
hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam Al-Qur’an. Bayan ini
disebut juga dengan bayan zaid ‘ala Al-kitabAl-karim. Hadis Rasulullah SAW.
dalam segala bentuknya (baik yang qauli, fi’il maupun taqriri) berusaha
menunjukkan suatu kepastian hukum terhadap berbagai persoalan yang tidak
terdapat dalam Al-Qur’an. Beliau berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan oleh para sahabat atau yang tidak diketahuinya, dengan
memberikan bimbingan dan menjelaskan persoalannya.
Banyak hadis Rasulullah SAW.yang termasuk dalam kelompok ini, di
antaranya adalah hadis tentang penetapan haramnya mengumpulkan dua wanita
bersaudara (antara istri dengan bibinya), hukum ssyuf’ah , hukum merajam
pezina wanita yang masih perawan , dan hukum tentang hak waris seorang anak.
Suatu contoh hadis tentang zakat fitrah, sebagai berikut:

ِ َّ‫ضانَ َعلَى الن‬


‫اس‬ َ ‫ط ِر ِم ْن َر َم‬ ْ ِ‫ض زَ َكاةَ ْالف‬ َ ‫صلَّى هللُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَ َر‬
َ ِ‫ا َِّن َرسُوْ ُل هللا‬
َ‫صاعًا ِم ْن َش ِعي ٍْر َعلَى ُكلِّ حُرٍّ اَوْ َع ْب ٍد َذ َك ٍرأُ ْنثَى ِمنَ ْال ُم ْسلِ ِم ْين‬ َ ْ‫صاعًا ِم ْن تَ َم ٍرأَو‬
َ

14
Artinya:“Rasulullah SAW.telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat Islam
pada bulan Ramadhan satu sukat (sha’) kurma atau gandum untuk setiap orang,
baik merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan.”(QS.An-Nisa:11)

Hadis yang termasuk bayan at-tasyri’ ini, wajib diamalkan sebagaimana


halnya dengan hadis-hadis lainnya. Ibnu Al-Qayyim berkata bahwa hadis-hadis
Rasulullah SAW.yang berupa tambahan terhadap Al-Qur’an , harus ditaati dan
tidak boleh menolak atau mengingkarnya. Ini bukanlah sikap (Rasulullah SAW)
mendahului Al-Qur’an , melainkan semata-mata karena perintah-Nya.

Ketiga bayan yang telah diuraikan di atas telah disepakati oleh para ulama,
namun untuk bayan yang ketiga masih sedikit dipersoalkan. Sementara itu,
untuk bayan lainnya, seperti bayan an-nasakh, terjadi perbedaan pendapat. Ada
yang mengakui dan menerima fungsi Al-Qur’an sebagai nasikh dan ada yang
menolaknya.
4. Bayan An-Nasakh
Kata an-nasakah dari segi bahasa memiliki bermacam-maam arti, yaitu al-
itbal (membatalkan), atau al-ijalah (menghilangkan), atau at-tahwil
(memindahkan) atau at-taqyir (mengubah). Para ulama mengartikan bayan an-
nasakh ini melalui pendekatan bahasa, sehingga di antara mereka terjadi
perbedaan pendapat dalam men-takrif-kannya. Hal ini pun terjadi pada kalangan
ulama mutaakhirin dengan ulam mutaqadimin. Menurut ulama mutaqadimin,
yang disebut bayan an-nasakh ialah adanya dalil syara’ (yang dapat
menghapuskan ketentuan yang telah ada), karena datangnya kemudian.
Dari peringatan diatas jelaslah bahwa ketentuan yang datang kemudian
dapat menghapuskan ketentuan yang terdahulu. Hadis sebagai ketentuan yang
datang kemudian dari Al-Qur’an, dalam hal ini, dapat menghapus ketentuan dan
isi kandungan Al-Qur’an. Demikianlah menurut ulama yang menganggap
adanya fungsi bayan an-nasakh. Imam Hanafi membatasi fungsi bayan ini hanya

15
terhadap hadis-hadis yang mutawatir dan masyhur, sedangkan terhadap hadis
ahad, ia menolaknya.
Salah satu contoh yang biasa diajukan oleh para ulama ialah hadis

‫ث‬
ٍ ‫ار‬ ِ ‫اَل َو‬
ِ ‫صيَّ ِة لِ َو‬
Artinya : “Tidak ada wasiat bagi ahli waris”
Hadis ini menurut mereka me-nasakh isi Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 180

َ‫صيَّ ِة لِ ْل َولِ َد ْي ِن َوااْل َ ْق َربِ ْين‬


ِ ‫ض َرأَ َح َد ُك ُم ْال َموْ تَ اِ ْن ت ََركَ َخ ْي َر ْال َو‬
َ ‫ب َعلَ ْي ُك ْم اِ َذا َح‬
َ ِ‫ُكت‬
َ‫ف َحقًّا َعلَى ْال ُمتَّقِ ْين‬ ِ ْ‫بِ ْال َم ْعرُو‬
Artinya : “Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang di antara kamu kedatangan
(tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk
ibu-bapakdan karib kerabat secara ma’ruf. (Ini adalah) kewajiban atas orang-
orang yang bertakwa.”

16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kedudukan hadis inheren dengan kedudukan Al-Qur’an di hadapan kaum
beriman. Artinya, mematuhi ketentuan hadis berarti telah mematuhi ketentuan Al-
Qur’an. Sehingga apa yang diperintahkan atau yang dilarang berdasarkan hadis,
sama halnya perintah atau larangan dari Al-Qur’an. Akan tetapi pada prinsipnya,
secara esensial kedudukan tertinggi adalah Al-Qur’an berada di atas segala sumber
ajaran islam, kedudukan hadis berada pada posisi setelahnya. Seluruh umat Islam,
baik yang ahli naqli maupun ahli aqli telah sepakat bahwa hadis/sunnah merupakan
dasar hukum Islam, yaitu salah satu dari sumber hukum Islam dan juga sepakat
tentang diwajibkannya untuk mengikuti hadis sebagaimana diwajibkan mengikuti
Al-Qur’an. Fungsi hadis terhadap Al-Qur’an Bayan At-Taqrir (memperkuat),
Bayan At-Tafsir (penafsiran), Bayan At-Tasyri’ (hukum syariat), Bayan An-Nasakh
(menghapus).
B. Saran
Untuk menjembatani banyaknya perbedaan pemahaman dan permasalahan
tersebut sebaiknya memakai sumber hukum islam yaitu Al-Qur’an dan hadis.
Hadits sebagai sumber ajaran Islam kedua setelah al-Qur’an telah di sepakati oleh
hampir seluruh ummat Islam sebagai salah satu undang-undang yang wajib di taati .

17
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Assa’idi, Sa’dullah. 1996. Hadis-Hadis Sekte. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Dr. Majid Khon, Abdul. 2015. Ulumul Hadis. Jakarta: Amzah.

18

Anda mungkin juga menyukai