Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
1. Sejarah sebagai Ilmu Pengetahuan
Dalam bahasa Inggris, sejarah disebut history yang artinya masa yang telah lampau. Dalam hal
ini masa lampau umat manusia.1 Oleh karena itu, sejarah tentu saja membahas kegiatan manusia di
masa lampau. Bahkan kata history ini berawal dari kata benda istor dalam bahasa Yunani berarti orang
pandai atau bijaksana. Hal ini karena dalam catatan sejarah peristiwa dan kisah yang terjadi dapat
diambil ibrahnya sehingga manusia tidak melakukan kesalahan lagi dalam kehidupannya. Dalam bahasa
Arab sejarah ini dipadankan dengan istilah sajaratun, artinya pohon. Kalau kita melihat Gambar silsilah
raja-raja, secara pintas akan tampak seperti gambar sebuah pohon. Oleh karena itu, sejarah dapat
diartikan silsilah keturunan raja-raja, yang berarti merupakan peristiwa pemerintahan dan keluarga raja
yang sudah lampau. Ada juga yang menyebutkannya dalam bahasa Arab yaitu Tarikh yaitu suatu cabang
ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan kronologi berbagai peristiwa. Sejarawan Indonesia, seperti
Sartono Kartodirjo membagi pengertian sejarah sebagai subjektif dan objektif. 2Sejarah dalam arti
Subjektif adalah suatu konstruk, yakni bangunan yang disusun penulis sebagai suatu uraian atau cerita.
Disebut subjektif tidak lain karena sejarah memuat unsur-unsur dari isi subjek (pengarang, penulis).
Karena pengetahuan maupun gambaran sejarah adalah hasil penggambaran atau rekonstruksi dari
pengarang, mau tidak mau memuat sifat-sifat, gaya bahasa, struktur pemikiran, pandangan, dan
sebagainya. Sedangkan sejarah dalam arti objektif adalah menunjuk kejadian atau peristiwa itu sendiri,
yakni proses sejarah dalam aktualitasnya.
Dalam kaitan seperti ini, Ibn Khaldun; seorang pemikiran besar sosial – Islam, mengingatkan
kepada setiap sejarawan bahwa untuk melihat kembali sejarah secara objektif, seorang sejarawan harus
bisa mengenal dengan jelas berbagai struktur kebudayaan dan sosial manusia yang akan ditelitinya,
termasuk berbagai pemahaman metodologi kearah ini. Tanpa mengenal dan mengerti dari dekat objek
yang akan dikaji berikut metodologinya, mustahil ia bisa menjelaskan fenomena sejarah secara objektif. 3
Begitupun, tanpa metodologi yang jelas, alur penjelasan secara rasional atau dalam bahasa sekarang
rekonstruksi, sistematika-kronologis dan analisisnya akan sulit dimengerti dan diayakini bahwa suatu
persitiwa telah terungkap seperti apa adanya. Perlu diketahui bahwa sejarah bukan hanya membahas
peristiwa serta kejadian yang telah lampau saja, tetapi ada tiga aspek yang saling terkait, yaitu masa
lampau, masa kini, dan masa yang akan datang.
Peristiwa masa lampau dijadikan pengalaman serta pelajaran untuk masa kini, sedangkan
peristiwa masa kini dijadikan titik tolak kegiatan di masa mendatang. Hal ini berarti bahwa sejarah
mengandung pelajaran tentang nilai dan moral. Sehingga sejarah itu mempunyai gambaran tentang latar
1
[1] Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, Terj. Nugroho Notosusanto. Jakarta : UI Press, 1986, hlm.27
2
[2] Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1993, hlm. 14 -15
3
[3] Ibn Khaldun, Muqaddimah, Terj Ahmadi Thoha, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996, hlm. 3-13
belakang masyarakat yang ingin dibicarakan dan memiliki kesinambungan dan perubahan dalam setiap
perubahan sehingga dapat diantisipasi terhadap apa yang terjadi sehingga sejarah secara ilmu akan
dapat berkembang. Hal inilah yang menganggap bahwa sejarah adalah suatu ilmu tentang manusia, ilmu
tentang waktu (ada perubahan, pengulangan, perkembangan dan kesinambungan), sesuatu yang
memiliki makna sosial, ilmu tentang sesuatu yang tertentu yaitu satu-satunya yang terinci dapat
direkonstruksikan dimasa akan datang.
Ada juga orang mengatakan bahwa sejarah itu merupakan rentetan peristiwa sebab akibat.
Inipun ada benarnya, karena peristiwa yang sedang terjadi biasanya diakibatkan oleh sebuah peristiwa
yang sedang terjadi biasanya diakibatkan oleh sebuah peristiwa yang mendahului atau peristiwa yang
melatarbelakangi.
Apabila disimpulkan sejarah berarti catatan-catatan peristiwa masa lampau yang benar-benar
terjadi dan disusun berdasarkan bukti-bukti yang meyakinkan melalui proses penelitian serta pengujian
ilmiah.

Apabila kita selidiki lebih dalam, sejarah itu ada setelah manusia ada di muka ini. Dengan
demikian, sejarah mempunyai sifat yang spesifik dibanding ilmu lainnya, antara lain :

1. Masa lalu yang dilukiskan secara urutan waktu atau kronologis


2. Ada hubungan sebab akibat atau kausalitas
3. Peristiwa sejarah menyangkut masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang (tiga dimensi)
4. Kebenarannya bersifat sementara (merupakan hipotesis) yang akan gugur apabila ditemukan data
pembuktian baru.

Sejarah sebagai peristiwa pada hakikatnya sudah tidak ada lagi. Oleh karena itu, tidak mungkin
lagi dapat mengamati atau menyaksikan peristiwa tersebut. Yang bisa kita amati adalah sejarah sebagai
kisah, yaitu penelitian sejarah sebagai peristiwa.
Sejarah sebagai kisah adalah hasil karya atau hasil ciptaan orang yang menulisnya atau
sejarawan penulis. Sejarah sebagai kisah seharusnya cocok dengan sejarah sebagai peristiwa masa lalu
yang digambarkannya. Sejarawan penulis dapat mengetahui bahwa peristiwa masa lampau terjadi
seperti yang dikisahkan, sebab dalam menyusun kisah masa lampau ia menggunakan dasar jejak-jejak
peristiwa masa lampau.
Proses penyusunan sejarah sebagai kisah, para sejarawan menggunakan dasar jejak-jejak yang
ditinggalkan oleh sejarah sebagai peristiwa. Dengan perkataan lain, sejarah sebagai peristiwa menjadi
sumber sejarah sebagai kisah. Pengetahuan tentang masa lampau tidak begitu saja kita peroleh dengan
mudah. Untuk memperolehnya, kita harus melakukan penelitian yang kadang-kadang sulit sehingga
memakan waktu dan pemikiran yang tidak sedikit.
Sejarah dikatakan sebagai ilmu apabila sejarah memiliki syarat-syarat dari suatu ilmu. Adapun
syarat-syarat ilmu adalah sebagai berikut:
1. Ada masalah yang menjadi objek
2. Ada metode
3. Tersusun secara sistematis
4. Menggunakan pemikiran yang rasional
5. Kebenarannya bersifat objektif
Syarat-syarat di atas dapat diketahui dalam sejarah. Hal itu dapat terlihat sebagai berikut:
1. Masalah yang menjadi objek kajian sejarah ialah kejadian-kejadian di masa lalu yang
menimbulkan perubahan dalam kehidupan manusia, kejadian-kejadian itu merupakan hubungan
sebab akibat
2. Metode sejarah adalah cara menangani bukti-bukti sejarah dan menghubungkannya serta
memastikannya dengan bukti tentang asal usul. Kemudian menarik tafsiran dengan bukti
peristiwa masa lampau sehingga terlihat probabilitasnya.
3. Kisah sejarah disusun dengan sistematis, berdasarkan tahun kejadian dan peristiwa yang
mengawalinya, dimulai dari judul, bab, subbab, serta keterangan selanjutnya
4. Kebenaran fakta sejarah diperoleh dari penelitian sumber sejarah yang dikumpulkan dengan
menggunakan rasio. Contoh penelitian sumber sejarah seperti fosil, candi dan peninggalan lain
yang diteliti secara rasional.
5. Kebenaran fakta sejarah adalah objektif, karena dalam menyusun kisah sejarah harus
berdasarkan fakta yang ada.
Secara konseptual, sejarah pada dasarnya berkenaan dengan tiga aspek konseptual yang
mendasarinya, yaitu konsep tentang perubahan, konsep waktu dan kontinuitas.

1. Konsep Perubahan
Sejarah dalam hal ini adalah perubahan dari suatu keadaan kepada keadaan lain. Meski
demikian, hanya perubahan yang benar-benar memiliki makna penting bagi kehidupan manusia yang
dapat dikategorikan sebagai peristiwa perubahan yang bernilai sejarah. Termasuk dalam kategori ini
diantaranya perubahan rejim kolonial ke nasional, dari masa khulafaurrasyidin ke dinasti umaiyyah atau
dari sistem musyawarah ke sistem monarkhi.
2. Konsep Waktu
Peristiwa sejarah bukan sesuatu yang datang tiba-tiba, bukan pula terjadi begitu saja tanpa
sebab apapun. Setiap peristiwa yang terjadi di suatu waktu tertentu pasti ada kaitannya dengan waktu
sebelum dan sesudahnya. Bila dirunut melalui penelaahan sejarah, sangat mungkin ditemukan
keterkaitannya suatu peristiwa dengan situasi atau peristiwa yang terjadi sebelum dan sesudahnya.
Terjadinya suatu peristiwa senantiasa dikarenakan oleh suatu sebab yang ada dalam alur waktu.
Konteks hubungan sebab-akibat peristiwa yang menjadi akibat dengan peristiwa lain menjadi sebab
adanya dalam dimensi waktu.
3. Konsep Kontinuitas
Kehidupan manusia berada dalam rangkaian perubahan demi perubahan yang
berkesinambungan. Perubahan demi perubahan tersebut tidak akan berhenti pada suatu titik peristiwa.
Dalam konteks kekinian (postmodern) bahkan diyakini bahwa perubahan telah menjadi sesuatu yang
pasti sebagaimana ungkapan ahli masa depan (futurolog), “Saat ini yang pasti adalah ketidak pastian dan
yang tetap adalah perubahan (the certain now is uncertain and the constant now is changing) Sebagian
perubahan yang terjadi tentunya ada yang bermakna sangat dalam bagi manusia, tetapi sebagian lagi
sangat boleh jadi tidak demikian. Kebermaknaan tersebut ditentukan oleh berbagai faktor, seperti tingkat
kedekatan, hubungan, kepentingan atau dampak suatu perubahan terhadap manusia tertentu.
Perubahan-perubahan tertentu yang menjadi momentum sejarah tertentu bahkan sangat mungkin
mengubah kehidupan banyak orang.
Dari paparan dimuka dapat dinyatakan bahwa bagian terpenting dari sejarah adalah adanya
peristiwa yang terjadi di masa lalu. Hanya saja, tidak semua peristiwa dimasa lalu dapat dikategorikan
sebagai peristiwa sejarah. Hal ini dikarenakan peristiwa yang dapat dikategorikan sebagai peristiwa
sejarah harus memenuhi beberapa kriteria, yakni
 a) peristiwa unik, tidak biasa atau terjadi secara fenomenal atau bahkan monumental,
 b) peristiwa perubahan,
 c) proses yang bersifat kausalistik, bukan kebetulan,
 d) memiliki arti penting dalam kehidupan, dan
 e) subyektif dalam hal penulisan atau penafsiran fakta objektif.

BAB II
ISI
2. Konsep Kebudayaan dan Peradaban dalam Islam
Peradaban Islam adalah terjemahan dari kata Arab al-hadarah al-islamiyah. Kata Arab ini juga
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan kebudayaan Islam. Kebudayaan dalam bahasa Arab
adalah al-tsaqafah. Di Indonesia, sebagaimana juga di Arab dan Barat, masih banyak orang yang
mensinonimkan dua kata kebudayaan (Arab, al-tsaqafah, Inggris, culture) dan Peradaban (Arab: al-
hadharah; Inggris: civilization)
Dalam perkembangan ilmu Antropologi sekarang, kedua istilah itu dibedakan. Kebudayaan
adalah bentuk ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat. Sedangkan dilebih berkaitan
dengan peradaban. Kalau kebudayaan lebih banyak direfleksikan dalam seni, sastra, religi (agama) dan
moral, maka peradaban terefleksi dalam politik, ekonomi, dan tekhnologi. 4
Menurut koentjaraningrat,5 kebudayaan paling tidak mempunyai tiga wujud:

1.      Wujud ideal, yaitu; wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-
norma, peraturan, dan sebagainya.
2.      Wujud kelakuan, yaitu wujud kebudayaan sebagai kompleks aktivitas kelakuan berpola dari
manusia dalam masyarakat.
3.      Wujud benda, yaitu wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya.
Sedangkan istilah peradaban biasanya dipakai untuk bagian-bagian dan unsur-unsur dari
kebudayaan yang halus dan indah. Menurutnya peradaban sering juga dipakai untuk menyebut suatu
kebudayaan yang memiliki sistem tekhnologi, seni bangunan, seni rupa, sistem kenegaraan dan ilmu
pengetahuan yang maju dan kompleks.6 Jadi kebudayaan, menurut definisi pertama, adalah wujud ideal
dalam defenisi koentjaraningrat, sementara menurut definisi terakhir, kebudayaan mencakup juga
peradaban, tetapi tidak sebaliknya.

Menurut H.A.R. Gibb di dalam bukunya Whither Islam sebagaimana yang dikutip oleh M. Natsir 7]
menyatakan “islam is indeed much more than a system of theology, it is a complete civilization” (Islam
sesungguhnya lebih dari sekedar sebuah agama, ia adalah suatu peradaban yang sempurna). Karena
yang menjadi pokok kekuatan dan sebab timbulnya kebudayaan adalah agama Islam, kebudayaan yang
ditimbulkannya dinamakan kebudayaan atau peradaban Islam.

Landasan peradaban Islam adalah kebudayaan Islam terutama wujud idealnya, sementara
landasan kebudayaan Islam adalah agama. Jadi dalam Islam, tidak seperti pada masyarakat yang
menganut agama bumi (non-samawi), agama bukanlah kebudayaan tetapi dapat melahirkan
kebudayaan, kalau kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa, dan karsa manusia, maka agama Islam
adalah wahyu dari Tuhan yang termanifestasikan pada kebudayaan Islam. Dasar –dasar kebudayaan
inilah yang membentuk peradaban Islam.
Jika dilihat dari pengertian peradaban dari bahasa Inggris; Civilization yang artinya, kemudian
dalam bahasa Jerman Weltanschauung yang artinya pencerahan. Hal ini bermakna peradaban adalah
konotasi positif pada diri manusia yang berkembang secara sadar menjadi manusia yang ideal. Konsep
peradaban yang dibangun dalam Islam menurut Ziauddin Sadar 8 Bahwa eksistensi manusia dalam
pencapaian peradaban dilihat dari cara menggunakan eksistensinya menjadi prestasi way of life artinya
dalam pencapaian peradaban adanya perimbangan antara materi, akal, dan aspek spiritual yang dicari

4
[4] Effat Ash-Sharqawi, Filsafat Kebudayaan Islam. Bandung: Penerbit Pustaka, 1986, hlm.5
5
[5]Koentjaraningrat, Kebudayaan: Mentalitas dan Pembangunan, Jakarta: Gramedia, 1985,hlm.5
6
[6] Ibid, hlm. 10
7
[7] M. Natsir, Capita Selecta, Bandung: N.V Penerbitan W. Van Hoeve, t.thn, hlm. 4
8
[8] Ziauddin Sadar, Masa Depan Peradaban Muslim, terj.H.M. Mochtar Zoerni, cet. 1, Surabaya: Bina
Ilmu, 1985
manusia sehingga peradaban manusia menjadi konsep yang lahir dari ilahi. Dengan demikian peradaban
itu berarti suatu kondisi masyarakat yang terdiri dari kesatuan budaya dalam sejarahnya dan merupakan
hal-hal yang tertinggi dari kebudayaan yang merupakan artificial, tidak metafisis, tidak berjiwa melainkan
dikuasai oleh intelektualitas manusia yang hidup pada masa tersebut dan dalam islam parameternya
peradaban itu tidak lain adalah wahyu ilahi. Maka jika dikatakan Sejarah Peradaban Islam berarti
pemaparan keotentikan peristiwa masa lampau dilihat dari kemajuan intelektualnya dalam sejarah islam
yang dilakukan dengan pengujian keilmiahan.

3. Dasar-dasar peradaban Islam


Secara umum Ahmad Syalabi9  Menjelaskan bahwa formasi peradaban Islam mewujud ke dalam
tiga model berikut ini, pertama: peradaban Negara dan Sejarah (hadharah al-duwal wa al-tarikh), yaitu
pola dan bentuk peradaban yang mengembangkan bangunan suatu kenegaraan dan pemerintahan.
Dalam banyak hal, telah banyak bermunculan pemerintahan dan Negara-negara Islam yang terus
berupaya untuk meningkatkan dan mengayomi masyarakatnya dalam kemajuan di berbagai aspek
kehidupan. Dalam hal ini kewajiban Negara tidak hanya mengayomi satu kabilah saja, tapi mencoba
menjadi wadah keumatan. Fenomena ini merupakan perubahan sosial budaya dan politik yang sangat
fundamental. Kedua peradaban tajribiyah wa muqtasabah, yaitu peradaban luar yang diadopsi oleh islam,
karena dalam banyak hal telah diketahui dan dicapai bermacam ragam manusia pada beberapa ratus
atau bahkan beberapa ribu tahun sebelum islam lahir, seperti kemajuan dalam bidang filsafat, sastra,
kedokteran, ilmu pasti, astronomi dan lainnya.

Ketiga, peradaban Islam yang asli (al-hadharah al-islamiyah al-ashylah), yaitu peradaban yang
bersumber dan dibawa oleh kewahyuan islam sendiri dalam mengembangkan dan memberdayakan
masyarakat manusia di mana sebelumnya tidak pernah ada. Seperti halnya pandangan Islam yang
memberikan nilai penghargaan dalam mengangkat harkat dan martabat jiwa kemanusiaan pada posisi
yang sangat tinggi. Peradaban seperti ini, sifatnya orisinil dalam menciptakan hal-hal yang baru (al-
khulkh, al-ibda atau al-ibtikar). Manfaat peradaban yang asli ini dapat dinikmati, baik oleh umat Islam
ataupun umat lainnya. Peradaban Islam yang asli ini, menurut Ahmad Syalaby meliputi beberapa aspek
penting, di antaranya keimanan (akidah dan akhlak), politik (siyasah), ekonomi (iqtisad), kehidupan sosial
(al-hayah al-ijtimaiyah) dan hubungan antar bangsa.

4. Periodisasi Sejarah Peradaban Islam


Peradaban Islam adalah landasan historis yang mengkaji tentang keseluruhan kebudayaan
dalam suatu periodisasi sejarah. Periodisasi sejarah sangat berhubungan dengan konteks ruang dan
waktu yang sangat berpengaruh pada hasil karya, ide dan gagasan di masa yang lalu. Oleh karena itu
dikalangan sejarawan terdapat perbedaan tentang saat dimulainya sejarah islam. Secara umum,
perbedaan pendapat tersebut dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, sebagian sejarawan berpendapat

9
[9] Ahmad Syalaby, Mauzu’ah al-Tarikh al-Islamy I, Makkah : Nahdhah al-Mishriyah, 1974, hlm. 23-25
bahwa sejarah islam dimulai sejak Nabi saw. Diangkat menjadi rasul. Menurut pendapat ini, selama 13
tahun Nabi Muhammad saw tinggal di Mekkah telah lahir masyarakat muslim meskipun belum berdaulat.
Kedua, sebagian sejarawan berpendapat bahwa sejarah umat islam dimulai sejak nabi Muhammad saw
hijrah ke Madinah karena masyarakat muslim baru berdaulat ketika nabi Muhammad saw tinggal di
Madinah. Karena Muhammad saw yang tinggal di Madinah, tidak hanya sebagai rasul, tetapi juga
merangkap sebagai pemimpin atau kepala Negara berdasarkan konstitusi yang disebut Piagam Madinah.
Disamping banyaknya perbedaan mengenai sejarah umat Islam ini maka para sejarawan juga berbeda
dalam menentukan fase dalam periodisasi Islam ini salah satu contoh.
Menurut Prof. Dr. Harun Nasution10 Periodisasi sejarah Islam terbagi pada 3 periode :

1. Periode klasik (650 – 1250 M)


Pada periode ini, disebut juga sebagai masa keemasan di dalam sejarah islam. Sebagai masa
keemasan, masa ini sering dijadikan tolak ukur dan rujukan keteladanan. Masa Nabi saw yang hanya
berlangsung kurang lebih 23 tahun. Pada periode klasik, arab sangat menonjol karena memang Islam
hadir di sana. Pada masa klasik telah terwujud kesatuan budaya islam di bawah naungan Islam dengan
bahasa arab. Pada masa ini Islam meliputi dua masa kemajuan yaitu: masa Rasululah saw,
khulafaurrasyidin, bani umaiyah dan masa-masa permulaan daulah Abbasiyah. Masa itu merupakan
masa perluasan wilayah yang dimulai oleh khulafaurrasyidin dilanjutkan Bani Umaiyah dan mencapai
keemasan pada masa bani Abbasiyah yang membuat islam menjadi Negara besar. Di masa ini
peradaban Islam tumbuh menjadi peradaban baru. Dari sisi perkembangan ilmu telah berkembang
kajian-kajian teologi pada masa kini. Pada awal islam pengaruh helenisme dan juga filsafat Yunani
terhadap tradisi keilmuan, Islam sudah sangat kental, sehingga pada saat selanjutnya pengaruh itupun
terus mewarnai perkembangan ilmu pada masa-masa berikutnya.
2. Periode Pertengahan (1250 – 1800 M)
Pada periode pertengahan muncul tiga kerajaan besar Islam yang mewakili tiga kawasan
budaya, yaitu kerajaan usmani di Turki, kerajaan Safawi di Persia, dan kerajaan mughal di India.
Kerajaan-kerajaan islam yang lain, meski juga ada yang cukup besar, tetapi jauh lebih lemah
dibandingkan dengan tiga kerajaan ini, bahkan berada dalam pengaruh salah satu diantaranya. Kerajaan
Mughal adalah kerajaan yang berdiri seperempat abad setelah berdirinya Kerajaan Safawi, jadi diantar
ketiga kerajaan besar tersebut kerajaan mughal inilah yang termuda, walaupun kerajaan ini bukanlah
kerajaan Islam yang pertama di anak benua India,Pada periode pertengahan, pembahasan yang paling
banyak mendapat tempat adalah percaturan politik di pusat Islam dan peradaban yang dibina oleh
dinasti-dinasti yang kebetulan berhasil memegang hegemoni politik, serta tiga kerajaan besar Islam
(Usmani, Safawi, dan Mughal) dan peradaban yang dibinanya. Pada periode ini terjadi dua masa
kemunduran dan masa Tiga Kerajaan Besar. Turki Utsmani, daulah Shafawiyah, dan Daulah Mongoliyah

10
[10] Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta: Bulan
Bintang, 1975, hlm. 11-13
di India. Fase tiga kerajaan besar mengalami kemajuan pada tahun 1500 – 1700 M, dan mengalami
kemunduran kembali pada 1700 – 1800 M
3. Periode Modern (1800 – sampai sekarang)
Pada masa ini telah terbentuk sistem masyarakat muslim yang bersifat global. Masing-masing
dibangun berdasarkan interaksi antara institusi Negara Islam,
keagamaan dan institusi Komunal Timur Tengah dengan institusi sosial dan cultural setempat, dan setiap
interaksi melahirkan tipe kemasyarakatn Islam yang berbeda-beda. Meskipun setiap masyarakat bersifat
khas (unique), namun diantara mereka terdapat kemiripan bentuk dan antar mereka dipertalikan oleh
beberapa hubungan politik dan keagamaan dan oleh persamaan nilasi-nilai cultural. Dengan demikian
mereka membentuk Islam yang bersifat global (mendunia).
Hal ini tentu berbeda dengan buku Badri Yatim dalam bukunya Sejarah Peradaban Islam yang
membagi sbb:
1. Masa Kemajuan Islam (650 -1000M)
2. Masa disintegrasi (1000 – 1250 M)
3. Islam di Spanyol dan pengaruhnya terhadap Renaisans di eropa
4. Masa Kemunduran
5. Masa tiga kerajaan Besar (1500-1800M)
6. Kemunduran tiga kerajaan besar (1700 – 1800 M)
7. Penjajahan Barat atas dunia Islam dan perjuangan kemerdekaan Negara-negara Islam
8. Kedatangan Islam di Indonesia dan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia
Melihat gambaran di atas masih banyak lagi fase-fase lain yang di tulis kalangan sejarawan
namun periode-periode ini sudah dapat memberi batasan terhadap pemahaman kita pada sejarah islam.
Pada pembahasan kali ini hanya akan dibatasi pada masa klasik yaitu mulai dari zaman Kota Mekkah
sebelum menjadi Islam sekitar abad ke 6 M sampai abad ke-12 M dan zaman pertengahan di awal abad
ke 13 – 15 M serta pada zaman modern pada abad ke 15 – 18 M atau sampai zaman sekarangan ini
karena pembahasan SPI diikat oleh ruang dan waktu maka kajiannya dapat fleksibel untuk melihat
proses peristiwa di era dulu dengan memandang di era sekarang.

BAB III
PENUTUP
a.       Kesimpulan
Sejarah peradaban islam diartikan sebagai perekembangan atau kemajuan kebudayaan islam
dalam perspektif sejarahnya
Peradaban Islam adalah terjemahan dari kata Arab Al-Hadharah Al-Islamiyyah. Kata dalam bahasa Arab
ini sering kita terjemahkan kedalam bahasa Indonesia dengan kebudayaan Islam.Di Indonesia seringkali
disinonimkan dua kata antara “ kebudayaan dan peradaban “. Namun dalam perkembangan ilmu
Antropologi sekarang, kedua istilah tersebut telah dibedakan.
Kebudayaan adalah bentuk ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat.
Sedangkan peradaban lebih berkaitan Manifestasi-manifestasi kemajuan mekanis dan teknologis.
Kebudayaan lebih direflesasikan dalam seni, sastra, religi, dan moral. Sedangkan peradaban terefleksi
dalam politik, ekonomi dan teknologi
Priode sejarah peradaban islam
-          Priode klasik
-          Priode petengahan
-          Pride modern
b.      Saran
Belajar dari masa lalu merupakan sesuatu yang perlu kita lakukan. Dari uraian di atas kita dapat
mengambil pelajaran bahwa kita harus berusaha dengan maksimal agar bisa membuat perubahan. Di
samping itu kita sebagai umat Islam juga harus bisa menjaga persatuan dan kesatuan agar musuh-
musuh Islam tidak bisa menghancurkan kita.

Anda mungkin juga menyukai