Anda di halaman 1dari 7

J. Agron.

Indonesia 40 (3) : 167 - 173 (2012)

Respon Agronomi Varietas Padi terhadap Periode Kekeringan pada Sistem Sawah

Agronomic Responses of Low Land Rice Varieties to Drought Periods

Herman Wafom Tubur1, Muhamad Achmad Chozin2, Edi Santosa2, dan Ahmad Junaedi2*

Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Negeri Papua


1

Jl. Gunung Salju, Amban, Manokwari 98312, Papua Barat, Indonesia


2
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
(Bogor Agricultural University), Jl. Meranti, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680, Indonesia

Diterima 31 Maret 2012/Disetujui 18 Oktober 2012

ABSTRACT

The objective of this experiment was to identify the growth and production of rice varieties as responses to drought
period in low land rice system. Rice plants were grown under plastic house in plots separated by massive walls. Drought
periods were treated as main plots, i.e. water was supplied during 3, 6, and 9 weeks after rice transplanting, and control
(cultivation without drought treatment). Rice varieties were used as sub plots, consisted of IR64 and Ciherang (low land
improved varieties), IPB-3S (new plant type), Menthik Wangi (an aromatic local low land rice), Rokan (a hybrid rice), Way
Apo Buru (amphibian type), Jatiluhur and Silugonggo (up land type). Our results showed that drought periods suppressed
plant height, tiller number, spikelets length, weight of 1,000 grains, shoot dry weight and harvest index, and increased
number of empty spikelets. Interaction between drought periods and rice varieties significantly affected productive tiller
number, percentage of plants to flower, and grain weight per hill. Jatiluhur, Ciherang and Way Apo Buru still gave relatively
high yields under drought stress indicated that those varieties were relatively tolerant to drought stress; Silugonggo and IPB-
3S had medium tolerance to drought stress; IR64, Menthik Wangi and Rokan were the most sensitive varieties.

Keywords: drought stress, drought tolerant, improved variety, local variety

ABSTRAK

Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari respon pertumbuhan dan produksi dari beberapa varietas padi terhadap
periode kekeringan pada sistem sawah. Padi ditanam dalam rumah plastik dalam petakan yang dibatasi dengan dinding
tembok. Periode kekeringan merupakan perlakuan pada petak utama, yaitu pasokan air diberikan sampai dengan 3, 6, dan 9
minggu setelah tanam dan kontrol (tanpa periode kekeringan). Varietas padi digunakan sebagai anak petak, terdiri atas IR64
dan Ciherang (padi sawah varietas unggul), IPB-3S (padi sawah tipe baru), Menthik Wangi (padi sawah aromatik), Rokan
(padi hibrida), Way Apo Buru (padi tipe amfibi), Jatiluhur dan Silugonggo (padi gogo). Hasil percobaan menunjukkan
bahwa perlakuan periode kekeringan berpengaruh nyata menurunkan tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, panjang
malai, bobot 1,000 butir, bobot kering tajuk dan indeks panen, serta meningkatkan persentase gabah hampa, namun interaksi
kekeringan dan varietas tidak berpengaruh nyata. Interaksi periode kekeringan dan varietas berpengaruh nyata terhadap
jumlah anakan produktif, persentase pembungaan dan bobot gabah per rumpun. Jatiluhur, Ciherang dan Way Apo Buru
masih dapat menghasilkan produksi yang relatif tinggi pada kondisi cekaman kekeringan menunjukkan bahwa varietas
tersebut relatif toleran terhadap cekaman kekeringan; Silugonggo dan IPB-3S menunjukkan agak toleran terhadap cekaman
kekeringan; IR64, Menthik Wangi dan Rokan merupakan varietas yang peka terhadap cekaman kekeringan.

Kata kunci: cekaman kekeringan, toleran kekeringan, varietas lokal, varietas unggul

PENDAHULUAN padi gogo dan sawah tadah hujan (Maclean et al., 2002).
Ketersediaan air merupakan faktor penting dalam sistem
Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu sumber budidaya padi, namun tingginya kebutuhan air kini
pangan utama bagi tiga milyar penduduk dunia dan mampu dihadapkan pada masalah kekeringan dan kelangkaan air di
memenuhi 32% kebutuhan kalori (Sarwar dan Kanif, 2005; antaranya karena faktor iklim dan persaingan penggunaan
Bouman et al., 2007). Luas lahan padi dunia diperkirakan air antar sektor (Bouman et al., 2007).
mencapai 147.63 juta ha, dengan 75% dari produksi padi Kekeringan merupakan penurunan kelembaban tanah
dunia berasal dari sistem irigasi dan sisanya berasal dari pada daerah perakaran yang dapat menghambat fungsi
fisiologi tanaman (Takane et al., 1995). Respon tanaman
* Penulis untuk korespondensi. e-mail: junaedi_agr@yahoo.com padi terhadap kekeringan tergantung pada tingkat dan

Respon Agronomi Varietas Padi...... 167


J. Agron. Indonesia 40 (3) : 167 - 173 (2012)

waktu kekeringan, fase tumbuh dan genotipe (Castillo et al., Benih padi diperoleh dari Balai Besar Penelitian
2006). Kekeringan pada fase vegetatif dapat menghambat dan Pengembangan Padi Sukamandi. Untuk keseragaman
pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah anakan, perkecambahan, sebelum disemai benih dikeringkan
sementara pada fase reproduktif dapat meningkatkan persen menggunakan oven selama 48 jam pada suhu 45 oC,
gabah hampa dan menurunkan bobot gabah (Wopereis et al., selanjutnya ditimbang sebanyak 35 g dan direndam selama
1996; Bouman dan Tuong, 2001). Beberapa genotipe padi 5 jam. Setelah perendaman, benih disemai hingga berumur
menunjukkan variasi tingkat kepekaan terhadap kekeringan, 12 hari. Penanaman menggunakan satu bibit tiap titik tanam,
walaupun demikian genotipe padi gogo diketahui lebih tiap varietas ditanam dalam dua baris dengan jarak tanam
toleran terhadap kekeringan dibandingkan genotipe padi 20 cm x 20 cm dan jarak antar varietas 25 cm. Pada kedua
sawah (Bouman et al., 2007). sisi petak ditanam barisan tanaman pinggir. Pemupukan
Salah satu upaya untuk mengantisipasi dampak dilakukan dalam tiga tahap menggunakan pupuk dasar 37.5
kekeringan adalah melakukan seleksi genotipe padi kg N ha-1, 36 kg P2O5 ha-1, dan 60 kg K2O ha-1 diberikan saat
yang adaptif dan toleran kekeringan (Serraj et al., 2011). 1 MST untuk pemupukan tahap pertama, pemupukan tahap
Mulyaningsih et al. (2010) melalui rekayasa genetika telah kedua dan ketiga diberikan 37.5 kg N ha-1 pada 5 MST dan
melakukan perakitan varietas padi toleran kekeringan 9 MST. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara
dengan mentransformasi padi indica kultivar Batutegi dan kimia sesuai kondisi dan kebutuhan di lapangan.
Kasalath dengan gen regulator HD-Zip. Pengaturan kekeringan dilakukan dengan
Pengujian beberapa genotipe padi terhadap kekeringan menghentikan pemberian air saat umur tanaman 3, 6, 9
dan relevansinya dengan pertumbuhan dan hasil penting MST sesuai perlakuan. Untuk perlakuan tanpa kekeringan
dilakukan untuk pengembangan varietas toleran kekeringan (kontrol) pemberian air terus dilakukan hingga menjelang
(Takane et al., 1995). Beberapa pengujian untuk memperoleh panen. Tinggi permukaan air selama penggenangan
varietas toleran kekeringan pada beberapa genotipe padi dipertahankan sekitar 2.5 cm dari permukaan tanah.
sawah ataupun gogo telah dilakukan di tingkat lapangan Pengamatan pada fase vegetatif meliputi tinggi
(Boonjung dan Fukai, 1996), dalam pot di rumah kaca tanaman, jumlah anakan, jumlah daun per rumpun dilakukan
(Siopongco et al., 2006; Suralta dan Yamauchi, 2008; Kano setiap minggu sampai dengan 11 MST. Pengamatan pada
et al., 2011; Kato et al., 2011; Nakata et al., 2011), ataupun fase reproduktif dan komponen hasil meliputi jumlah
pada skala laboratorium dengan menggunakan polyethylene anakan produktif, panjang malai, umur berbunga, dan
glycol (PEG) (Lestari dan Mariska, 2006). Pengujian pada persen pembungaan, persen gabah hampa, bobot gabah per
sistem sawah dengan kondisi kekeringan yang dikontrol rumpun, bobot 1,000 butir, bobot kering tajuk tanaman dan
hingga kini belum banyak dilakukan. Oleh karena itu perlu indeks panen. Pengamatan terhadap kepekaan kekeringan
dilakukan pengujian untuk mengetahui respon pertumbuhan dilakukan berdasarkan indeks toleransi kekeringan untuk
dan hasil padi terhadap periode kekeringan pada sistem daya hasil, tingkat penggulungan dan kekeringan daun.
sawah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon Tingkat penggulungan daun dan kekeringan daun ditentukan
agronomi beberapa varietas padi terhadap periode secara visual berdasarkan nilai skor 1-9 (IRRI, 2002). Indeks
kekeringan pada sistem sawah. toleransi kekeringan untuk daya hasil dihitung berdasarkan
persamaan berikut:
BAHAN DAN METODE
Indeks toleransi = 1 - (Kn-Hnj) / Kn
kekeringan
Percobaan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan
untuk daya hasil
September 2010 di Kebun Percobaan Intstitut Pertanian
Bogor, Sawah Baru Babakan Dramaga, Kabupaten Bogor, Kn = daya hasil varietas ke-n (1,2,..8)
Jawa Barat. Percobaan menggunakan rancangan petak pada perlakuan kontrol
terbagi dengan dua faktor perlakuan dengan empat ulangan. Hnj = daya hasil varietas ke-n (1,2,..8)
Faktor periode kekeringan (petak utama) terdiri atas pada perlakuan kekeringan ke-j
periode kekeringan yaitu dengan mengatur awal periode (1,2,3)
kekeringan sejak 3 minggu setelah tanam (MST), 6 MST,
9 MST dan kontrol (tanpa perlakuan kekeringan). Faktor Data dianalisis menggunakan sidik ragam dengan
varietas padi (anak petak) terdiri atas delapan varietas yaitu program SAS versi 9.0. Jika terdapat perlakuan yang
IR-64 dan Ciherang (padi sawah varietas unggul), IPB-3S berpengaruh nyata berdasarkan sidik ragam maka dilakukan
(padi sawah tipe baru), Way Apo Buru (padi tipe amfibi), pengujian lanjutan untuk melihat perbedaan respon terhadap
Jatiluhur, Silugonggo (padi gogo), Menthik Wangi (padi perlakuan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT).
sawah varietas lokal) dan Rokan (padi hibrida).
Rumah plastik dibangun dengan ukuran 20 m x 15 HASIL DAN PEMBAHASAN
m, tinggi atap plastik 2.2-4.5 m. Di dalam rumah plastik
dibuat 16 bak tanam berukuran 4 m x 3 m dengan dinding Pertumbuhan Vegetatif
pemisah berupa tembok berukuran lebar 35 cm dengan
kedalaman 80 cm. Pengairan dilakukan pada setiap petakan Perlakuan periode kekeringan dan varietas secara
menggunakan jaringan pipa inlet berdiameter 2.54 cm dan tunggal berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah
juga dibuat outlet berdiameter 5.08 cm. daun dan jumlah anakan, sedangkan interaksinya tidak

168 Herman Wafom Tubur, Muhamad Achmad Chozin, Edi Santosa, dan Ahmad Junaedi
J. Agron. Indonesia 40 (3) : 167 - 173 (2012)

berpengaruh nyata. Tinggi tanaman padi pada perlakuan periode kekeringan sejak 6 MST (53.0%) dan 9 MST (50.3%),
periode kekeringan sejak 3 dan 6 MST sangat tertekan sedangkan pada kontrol hanya 38.5% (Tabel 2). Tingginya
dibandingkan dengan perlakuan kontrol (Tabel 1). Periode persentase gabah hampa berkorelasi dengan rendahnya
kekeringan sejak 3 MST secara nyata menurunkan jumlah indeks panen (Pantuwan et al., 2002). Hasil penelitian ini
daun sebesar 20% dibandingkan kontrol. Periode kekeringan juga menunjukkan indeks panen pada periode kekeringan
sejak 3 dan 6 MST secara nyata menurunkan jumlah anakan sejak 3 MST hanya mencapai 0.21 dan nyata lebih rendah
berturut-turut sebesar 22.5% dan 8.7% dibandingkan dibandingkan dengan periode kekeringan sejak 6, 9 MST,
kontrol. Tinggi tanaman, jumlah daun dan anakan pada dan kontrol (Tabel 2). Perlakuan periode kekeringan juga
periode kekeringan sejak 9 MST tidak berbeda nyata berpengaruh terhadap penurunan bobot 1,000 butir terutama
dengan kontrol. Hal ini memberikan petunjuk praktis bahwa pada perlakuan periode kekeringan sejak 3 dan 6 MST yang
kekeringan yang terjadi sejak 9 MST pada sistem padi sawah nyata lebih rendah dibandingkan periode kekeringan sejak
tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi tanaman, 9 MST dan kontrol. Periode kekeringan sejak 3, 6, dan 9
jumlah daun dan anakan sehingga tidak akan berpengaruh MST menurunkan bobot 1,000 butir masing-masing 32.8%,
terhadap penurunan hasil panen. Wopereis et al. (1996) dan 20.2% dan 1.9% dibandingkan kontrol (Tabel 2).
Davatgar et al. (2009) melaporkan bahwa kekeringan pada Jumlah anakan produktif dipengaruhi secara nyata
fase vegetatif menghambat pertumbuhan tinggi tanaman, oleh interaksi periode pengeringan dan varietas padi (Tabel
perkembangan jumlah anakan dan daun. 3). Hal ini menunjukkan bahwa varietas padi memiliki
respon jumlah anakan produktif yang berbeda terhadap
Pertumbuhan Reproduktif dan Komponen Hasil periode kekeringan. Varietas Jatiluhur sebagai tipe padi
gogo memiliki jumlah anakan produktif yang tidak berbeda
Perlakuan periode kekeringan dan varietas secara nyata baik pada perlakuan periode kekeringan sejak 3, 6,
tunggal berpengaruh nyata terhadap panjang malai, dan 9 MST, namun periode kekeringan sejak 3 MST secara
persentase gabah hampa, bobot 1,000 butir, bobot kering nyata menurunkan jumlah anakan produktif dibandingkan
tajuk dan indeks panen, sedangkan interaksi periode kontrol. Periode kekeringan sejak 6 dan 9 MST tidak
kekeringan dan varietas berpengaruh nyata terhadap jumlah menyebabkan perbedaan nyata jumlah anakan produktif
anakan produktif, persentase pembungaan dan bobot gabah pada masing-masing varietas kecuali pada hibrida Rokan.
per rumpun. Pertumbuhan panjang malai pada perlakuan Hal tersebut mengindikasikan Rokan sebagai varietas yang
periode kekeringan sejak 3 MST hanya mencapai 20.9 sangat sensitif terhadap periode kekeringan. Jumlah anakan
cm, nyata lebih pendek dibandingkan dengan periode produktif pada varietas Rokan pada periode kekeringan
pengeringan sejak 6 dan 9 MST dan kontrol (Tabel 2). sejak 3 dan 6 MST masing-masing 1.1 dan 2.4 nyata lebih
Perlakuan kekeringan juga meningkatkan persentase gabah rendah dibandingkan dengan pada perlakuan periode
hampa yang mencapai 72.1% pada perlakuan periode kekeringan sejak 9 MST (5.8) dan kontrol (5.7).
kekeringan sejak 3 MST, nyata lebih tinggi dibandingkan

Tabel 1. Tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah anakan pada periode kekeringan pengamatan 11 MST
Awal periode kekeringan Tinggi tanaman (cm) Jumlah daun Jumlah anakan
3 MST 98.1c 20.4b 6.2c
6 MST 103.7bc 23.5ab 7.3b
9 MST 107.4ab 26.1a 7.7ab
Kontrol 110.8a 26.5a 8.0a

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji
DMRT pada taraf α = 5%

Tabel 2. Panjang malai, persentase gabah hampa, bobot 1,000 butir, bobot kering tajuk, dan indeks panen pada periode
kekeringan
Awal periode Panjang malai Gabah hampa Bobot 1,000 butir Bobot kering tajuk Indeks
kekeringan (cm) (%) (g) (g) panen
3 MST 20.9c 72.1a 17.74b 68.44c 0.21b
6 MST 23.4b 53.0b 21.07b 83.27b 0.31a
9 MST 24.3b 50.3b 25.92a 93.06ab 0.32a
Kontrol 24.7ab 38.5c 26.41a 102.08a 0.34a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji
DMRT pada taraf α = 5%

Respon Agronomi Varietas Padi...... 169


J. Agron. Indonesia 40 (3) : 167 - 173 (2012)

Pengaruh interaksi periode pengeringan dan varietas genjah varietas ini yang dilaporkan memiliki umur panen
sangat nyata terhadap persentase pembungaan padi (Tabel 4). 85-90 hari (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Pada periode kekeringan sejak 9 MST, semua varietas masih Pangan, 2009).
mampu berbunga 100%, namun pada periode kekeringan Interaksi periode pengeringan dan genotipe secara
yang lebih awal (6 MST) hanya varietas Silugonggo yang nyata mempengaruhi bobot gabah per rumpun (Tabel
mampu berbunga 100%, sedangkan varietas yang lain 5). Pada periode kekeringan sejak 3 MST, varietas IPB-
persentase pembungaannya tidak mencapai 100%, terutama 3S, IR-64, Rokan dan Menthik Wangi menurun masing-
Rokan, Ciherang, IR-64 dan IPB-3S. Pada K3, varietas masing 76.1%, 71.9%, 73.3% dan 79.7% terhadap kontrol.
Rokan hampir tidak berbunga (2.9%), IPB-3S hanya Pada periode kekeringan sejak 3 MST, bobot gabah per
10.6%, sedangkan IR-64, Way Apo Buru dan Menthik rumpun tertinggi secara berurutan ditunjukkan oleh varietas
Wangi persentase pembungaannya hanya sekitar 20%, Jatiluhur, Ciherang, Silugonggo dan Way Apo Buru.
namun varietas Ciherang masih mampu berbunga 58.7%, Kekeringan pada fase reproduktif menurunkan jumlah
serta Jatiluhur dan Silugonggo masih bisa berbunga lebih anakan produktif, persentase pembungaan dan berasosiasi
dari 70%. Hasil ini mengindikasikan jika kekeringan terjadi negatif dengan hasil gabah, terutama karena meningkatnya
sejak 6 MST relatif tidak memberikan pengaruh terhadap gabah hampa (Wopereis et al., 1996; Pantuwan et al.,
turunnya persentase pembungaan pada varietas Silugonggo, 2002). Hasil penelitian ini menunjukkan adanya interaksi
Jatiluhur, Menthik Wangi, Way Apo Buru dan IPB-3S periode terjadinya kekeringan dengan varietas terhadap
(Tabel 4). Persentase pembungaan yang tinggi pada varietas jumlah anakan produktif (Tabel 3), persentase pembungaan
Silugonggo kemungkinan berkaitan dengan karakter umur (Tabel 4), dan bobot gabah per rumpun (Tabel 5). Dengan

Tabel 3. Pengaruh periode kekeringan dan varietas terhadap jumlah anakan produktif per rumpun
Awal periode kekeringan
Varietas
3 MST 6 MST 9 MST Kontrol
...............................Jumlah anakan produktif (batang rumpun )...............................
-1

IR-64 3.7hijk 6.8bcde 8.3ab 8.1ab


Ciherang 5.3efg 7.1bcd 7.6abc 7.7abc
IPB-3S 1.3l 3.1jk 3.5ijk 3.5ijk
Way Apo Buru 4.2ghij 7.8abc 8.0ab 7.8abc
Jatiluhur 4.0ghij 5.0fghi 5.1fgh 5.9def
Silugonggo 6.3cdef 7.8abc 8.8a 8.7a
Menthik Wangi 2.9jk 6.3cdef 6.9bcd 7.0bcd
Rokan 1.1l 2.4kl 5.8def 5.7def
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji
DMRT pada taraf α = 5%

Tabel 4. Pengaruh periode kekeringan dan varietas terhadap persentase pembungaan


Awal periode kekeringan
Varietas
3 MST 6 MST 9 MST Kontrol
..............................................Persentase pembungaan (%)..............................................
IR-64 21.2e 80.8bc 100 100
Ciherang 58.7d 70.2cd 100 100
IPB-3S 10.6ef 83.7abc 100 100
Way Apo Buru 18.3ef 92.3ab 100 100
Jatiluhur 70.4cd 98.1a 100 100
Silugonggo 78.3bc 100.0a 100 100
Menthik Wangi 19.2ef 94.2ab 100 100
Rokan 2.9f 70.2cd 100 100
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji
DMRT pada taraf α = 5%

170 Herman Wafom Tubur, Muhamad Achmad Chozin, Edi Santosa, dan Ahmad Junaedi
J. Agron. Indonesia 40 (3) : 167 - 173 (2012)

demikian, varietas yang berbeda akan memberikan respon Kepekaan Kekeringan


yang berbeda terhadap kondisi cekaman kekeringan. Hal
ini berarti terdapatnya peluang untuk memanfaatkan pilihan Penggulungan daun merupakan respon awal
varietas padi yang toleran terhadap kekeringan agar masih tanaman padi terhadap cekaman kekeringan diikuti dengan
dapat menghasilkan dengan produktivitas yang baik. mengeringnya daun. Penggulungan daun merupakan

Tabel 5. Pengaruh periode kekeringan dan varietas terhadap bobot gabah per rumpun

Awal periode kekeringan


Varietas
3 MST 6 MST 9 MST Kontrol
.......................................Bobot gabah per rumpun (g).......................................
IR-64 12.23h 27.99efg 39.66cde 43.48cd
Ciherang 18.38gh 39.55cde 39.25cde 42.46cd
IPB-3S 11.88h 38.64cde 50.22bc 49.62bc
Jatiluhur 39.31cde 40.11cde 50.73bc 50.92bc
Way Apo Buru 17.47gh 38.06cde 51.96bc 60.56ab
Silugonggo 18.37gh 44.38cd 48.58bc 68.92a
Menthik Wangi 13.17h 40.62cde 37.99cde 64.87a
Rokan 12.87h 24.34efg 33.21def 48.28bc
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji
DMRT pada taraf α = 5%

Tabel 6. Skor penggulungan dan pengeringan daun delapan varietas padi terhadap kekeringan
Awal periode kekeringan
Varietas
3 MST 6 MST
Skor penggulungan daun
IR-64 9.0 5.5
Ciherang 5.5 3.5
IPB-3S 5.0 3.0
Way Apo Buru 4.0 3.5
Jatiluhur 3.0 2.5
Silugonggo 5.5 5.0
Menthik Wangi 5.0 5.0
Rokan 8.5 8.5
Skor kekeringan
IR-64 6.5 4.0
Ciherang 6.0 4.0
IPB-3S 5.5 3.0
Way Apo Buru 5.0 3.5
Jatiluhur 4.0 3.0
Silugonggo 6.5 3.5
Menthik Wangi 6.5 4.5
Rokan 7.0 3.5
Keterangan: Skor penggulungan daun : 0 = daun sehat (daun tidak menunjukkan lipatan); 1 = daun mulai menunjukkan lipatan; 3 = daun
melipat-bentuk huruf V; 5 = daun melipat membentuk huruf U; 7 = pinggiran daun saling bersentuhan membentuk huruf
O; 9 = daun menggulung penuh. Skor kekeringan : 0 = tidak ada gejala kekeringan; 1 = gejala kekeringan tampak pada ujung
daun; 3 = kekeringan pada ujung daun meningkat hingga 1/4 dari bagian daun; 5 = 1/4 - 1/2 bagian dari jumlah total daun
mengalami kekeringan; 7 = lebih dari 2/3 dari jumlah total daun mengalami kekeringan; 9 = seluruh bagian tanaman kering

Respon Agronomi Varietas Padi...... 171


J. Agron. Indonesia 40 (3) : 167 - 173 (2012)

mekanisme penghindaran terhadap kekeringan (drought tersebut memiliki indeks toleransi kekeringan untuk daya
avoidance) yang berkaitan dengan kemampuan penyesuaian hasil yang baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai
laju transpirasi untuk mempertahankan potensial air daun indeks terendah ditunjukkan oleh varietas Menthik Wangi
tetap tinggi pada kondisi kekeringan. Varietas yang mampu (0.20) pada perlakuan periode kekeringan sejak 3 MST.
mempertahankan potensial air daun tetap tinggi pada kondisi Varietas IPB-3S menunjukkan indeks toleransi kekeringan
kekeringan cenderung memiliki tingkat penggulungan daun yang tinggi (0.78) pada periode kekeringan sejak 6 MST,
lebih rendah (Bouman dan Tuong, 2001). Hasil penelitian namun pada periode kekeringan sejak 3 MST indeks
menunjukkan bahwa respon penggulungan daun hanya toleransi kekeringannya rendah (0.24). Indeks toleransi
terjadi pada periode kekeringan di awal masa pertumbuhan kekeringan yang tinggi pada periode kekeringan sejak 3
(3 dan 6 MST). Pada periode kekeringan sejak 3 MST, skor MST ditunjukkan oleh varietas Jatiluhur disusul varietas
penggulungan daun tertinggi ditunjukkan oleh varietas IR- Ciherang dan Way Apo Buru. Hal ini menunjukkan bahwa
64 (9.00) kemudian disusul Rokan (8.50). Demikian juga varietas Jatiluhur, Ciherang dan Way Apo Buru merupakan
pada periode kekeringan sejak 6 MST skor penggulungan varietas yang toleran terhadap kekeringan. Varietas dengan
daun tertinggi ditunjukkan oleh varietas IR-64 dan Rokan skor penggulungan dan kekeringan daun yang tinggi
masing-masing 5.50 dan 8.50 (Tabel 6). Sementara itu memiliki indeks toleransi kekeringan yang rendah. Periode
variasi skor kekeringan daun antar varietas berkisar antara kekeringan sejak 3 MST dapat menurunkan produksi
3.00-7.00. Skor kekeringan daun tertinggi pada periode gabah hingga 80% pada varietas yang peka, dan masih bisa
kekeringan sejak 3 MST ditunjukkan oleh varietas Rokan menghasilkan hingga 65% dari kondisi pengairan normal
(7.00) dan terendah pada varietas Jatiluhur (4.00). Skor pada varietas yang toleran. Pada periode kekeringan sejak
penggulungan dan kekeringan daun berkorelasi negatif 6 MST, seluruh varietas masih bisa menghasilkan gabah isi
dengan indeks toleransi kekeringan untuk daya hasil. Hal ini di atas 50% dari kondisi pengairan normal, bahkan dapat
mengindikasikan bahwa tingginya skor penggulungan dan mencapai 93% pada varietas yang toleran. Berdasarkan
kekeringan daun berasosiasi negatif dengan kemampuan indeks toleransi kekeringan pada periode kekeringan sejak
hasil tiap varietas pada kondisi kekeringan. 3 dan 6 MST, varietas Jatiluhur, Ciherang, dan Way Apo
Keragaman indeks toleransi kekeringan untuk daya Buru dapat dikelompokkan sebagai varietas padi toleran,
hasil pada delapan varietas padi berkisar antara 0.20-1.01 sementara varietas Silugonggo dan IPB-3S agak toleran,
(Tabel 7). Varietas dengan nilai indeks mendekati 1.00 pada sedangkan varietas IR-64, Menthik Wangi dan Rokan tidak
perlakuan kekeringan mengindikasikan bahwa varietas toleran terhadap kekeringan.

Tabel 7. Indeks toleransi kekeringan untuk daya hasil delapan varietas padi pada perlakuan periode kekeringan
Awal periode kekeringan
Varietas
3 MST 6 MST 9 MST
IR-64 0.28ghi 0.64bcdef 0.91abcd
Ciherang 0.43efghi 0.93a 0.92ab
IPB-3S 0.24hi 0.78abcde 1.01a
Way Apo Buru 0.34fghi 0.79abcde 1.00ab
Jatiluhur 0.65bcdef 0.63cdef 0.86abcd
Silugonggo 0.27hi 0.64cdef 0.70abcde
Menthik Wangi 0.20i 0.63defg 0.59defgh
Rokan 0.27ghi 0.50efghi 0.69abcde
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji
DMRT pada taraf α = 5%; indeks toleransi pada tiap varietas merupakan nilai relatif terhadap kontrol (1.00)

KESIMPULAN jumlah anakan produktif, persentase pembungaan dan


bobot gabah per rumpun. Berdasarkan indeks toleransi
Cekaman kekeringan nyata menurunkan tinggi kekeringan pada periode kekeringan sejak 3 dan 6 MST,
tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, panjang malai, bobot varietas Jatiluhur, Ciherang, dan Way Apo Buru dapat
1,000 butir, bobot kering tajuk dan indeks panen, serta dikelompokkan sebagai varietas padi toleran, sementara
meningkatkan persentase gabah hampa, namun interaksi varietas Silugonggo dan IPB-3S agak toleran, sedangkan
kekeringan dan varietas tidak berpengaruh nyata. Interaksi varietas IR-64, Menthik Wangi dan Rokan tidak toleran
periode kekeringan dan varietas berpengaruh nyata terhadap terhadap kekeringan.

172 Herman Wafom Tubur, Muhamad Achmad Chozin, Edi Santosa, dan Ahmad Junaedi
J. Agron. Indonesia 40 (3) : 167 - 173 (2012)

UCAPAN TERIMA KASIH Mulyaningsih, E.S., H. Aswidinnoor, D. Sopandie, P.B.F.


Ouwerkerk, I.H.S. Loedin. 2010. Transformasi padi
Penelitian ini mendapat dukungan pendanaan dari indica kultivar Batutegi dan Kasalath dengan gen
program I-MHERE B2.C IPB tahun 2010-2012. regulator HD-Zip untuk perakitan varietas toleran
kekeringan. J. Agron. Indonesia 38:1-7.
DAFTAR PUSTAKA
Nakata, M.K., Y. Inukai, L.N. Wade, J.D.L.C. Siopongco,
Boonjung, H., S. Fukai. 1996. Effects of soil water deficit A. Yamauchi. 2011. Root development, water uptake,
at different growth stages on rice growth and yield and shoot dry matter production under water deficit
under upland conditions. 2. Phenology, biomass conditions in two CSSLS of rice: functional roles of
production and yield. Field Crop. Res. 48:47-55. root plasticity. Plant Prod. Sci. 14:307-317.

Bouman, B.A.M., T.P. Tuong. 2001. Field water management Pantuwan, G., S. Fukai, M. Cooper. 2002. Yield response
to save water and increase its productivity in irrigated of rice (Oryza sativa L.) genotypes to drought under
rice. Agric. Water Manage. 49:11-30. rainfed lowland: 3. Selection of drought resistance
genotype. Field Crop. Res. 73:169-180.
Bouman, B.A.M., E. Humphreys, T.P. Tuong, R. Barker.
2007. Rice and water. Adv. Agron. 92:187-237. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2009.
Deskripsi Varietas Unggul Padi 1943-2009. Badan
Castillo, E.G., T.P. Tuong, U. Singh, K. Inubushi, J. Padilla. Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.
2006. Drought response of dry seeded rice to water
stress timing, N-fertilizer rates and sources. Soil Sci. Sarwar, M.J., Y.M. Kanif. 2005. Low water rice production
Plant Nutr. 52:496-508. and its effect on redox potential and soil pH. Agron.
J. 4:142-146.
Davatgar, N., M.R. Neishabouri, A.R. Sepaskhah, A.
Soltani. 2009. Physiological and morphological Serraj, R., K.L. McNally, I.S. Loedin, A. Kohli, S.M.
responses of rice (Oriza sativa L.) to varying water Haefele, G. Atlin, A. Kumar. 2011. Drought
stress management strategies. Int. J. Plant Prod. resistance improvement in rice: an integrated genetic
3:19-31. and resource management strategy. Plant Prod. Sci.
14:1-14.
[IRRI] International Rice Research Institute. 2002. Standard
Evaluation System for Rice (SES). IRRI, Los Banos, Siopongco, J.D.LC., A. Yamauchi, H. Salekdeh, J. Bennett,
Philippines. L.J. Wade. 2006. Growth and water use response of
doubled-haploid rice lines to drought and rewatering
Kano, M., Y. Inukai, H. Kitano, A. Yamauchi. 2011. Root during the vegetative stage. Plant Prod. Sci. 9:141-
plasticity as the key root trait for adaptation to 151.
various intensities of drought stress in rice. Plant Soil
342:117-128. Suralta, R.R., A. Yamauchi. 2008. Root growth, aerenchyma
development, and oxygen transport in rice genotypes
Kato, Y., A. Henry, D. Fujita, K. Katsura, N. Kobayashi, subjected to drought and waterlogging. Environ. Exp.
R. Serraj. 2011. Physiological characterization Bot. 64:75–82.
of introgression lines derived from an indica rice
cultivar, IR64, adapted to drought and water-saving Takane, M., K. Kumazawa, R. Ishii, K. Ishihara, H.
irrigation. Field Crop. Res. 123:130-138. Hirahata. 1995. Science of the Rice Plant, Volume
Two. Food and Agriculture Policy Research Center,
Lestari, E.G., I. Mariska. 2006. Identifikasi somaklon padi Tokyo, Japan.
Gajahmungkur, Towuti dan IR 64 tahan kekeringan
menggunakan polyethylene glycol. Bul. Agron. 2:71- Wopereis, M.C.S., V.M.J. Krop, A.R. Maligaya, T.P. Tuong.
78. 1996. Drought stres responses of two lowland rice
cultivars to soil water status. Field Crop. Res. 46:21-
Maclean, J.L., D. Dawe, B. Hardy, G.P. Hettel. 2002. Rice 39.
Almanac. IRRI, Los Banos, Philippines.

Respon Agronomi Varietas Padi...... 173

Anda mungkin juga menyukai