Jawab :
Ultra Petita adalah penjatuhan putusan oleh hakim atas perkara yang tidak di tuntut atau
memutus melebihi apa yang diminta. Ketentuan Ultra Petita diatur dalam pasal 178 ayat
(2) dan (3) Het Herziene Indonensisch Reglement ( HIR ) serta padanannya daklam pasal
189 ayat (2) dan (3) RBg yang melarang seseorang hakim memutus melebihi apa yang di
ultra petita adalah MK dalam memutuskan hal itu menggunakan pertimbangan hukum
menimbang pasal yang di uji merupakan dasar berlakunya pasal – pasal lain ( jantuing
Undang- Undang ). Ketentuan lain ( pasal bagian atau seluruh pasal UU ) yang
di uji oleh Mahkamah Konstitusi tetap berlaku sebelum ada putusan yang menyatakan
bahwa undang – undang tersebut bertentangan dengan Undang – Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan penafsiran a contrario maka seharusnya setelah
seluruh pasal tidak dapat dilaksanakan (2) praktik ultra petita oleh MK Lazim di negara –
(4) pengujian UU menyangkut kepentingan umum akibat hukumnya bersifat erga ormes,
umum menghendaki hakim tidak boleh terpaku pada permohonan ( petitum ) (7)
permohonan keadilan ( ex aequo et bono ) di anggap secara hukum di ajukan pula dan
2. Jelaskan siapa yang memiliki legal standing dalam Sengketa Kewenangan antar Lembaga
( SKLN ) ! Apakah pemerintah daerah merupakan subyek SKLN menurut UUD NRI
Tahun 1945!
Jawab :
Yang memiliki legal standing dalam sengketa kewenangan antar lembaga ( SKLN )
adalah Mahkamah Konstitusi yang di berikan kewenangannya oleh UUD 1945. Dalam
mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk
Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil
pemilihan umum. Selain itu dalam pasal 10 ayat ( 1) UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi yang menyatakan “ Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili
pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk :
berikan oleh Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Negara menurut UUD NRI 1945.Objectum litis sengketa kewenangan lembaga negara ,
akan membatasi siapa pihak yang dapat menjadi pemohon dan termohon dalam
persidangan MK. Kewenangan lembaga negara yang dapat menjadi objek sengketa
hanyalah menyangkut yang kewenangan yang di berikan oleh UUD 1945 kepada
lembaga tertentu. Oleh karenanya tidaklah semua lembaga negara , yang memenuhi
criteria sebagai organ, badan atau lembaga negara yang menjalankan fungsi
penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang bersengketa dengan lembaga negara lain
dapat dengan sendirinya menjadi pihak dalam sengketa kewenangan lembaga antar
diadopsi sebagai syarat legal standing dalam pasal 3 Peraturan Mahkamah Konstitusi
Nomor 08/PMK/2006, di tetapkan tiga syarat untuk legal standing tersebut yaitu :
di persengketakan.
Indonesia di mana pernah terjadi Presiden yang di berhentikan dalam masa jabatan !
Jawab :
Istilah pemakzulan merupakan derivative dari kata makzul yang berasal dari bahasa Arab
dari akar kata Azalan yang memiliki dua arti yaitub 1) mengasingkan, menyisihkan
memecat dari jabatan. Dalam kamus KBBI dari sisi bahasa pemakzulan berarti berhenti
memegang jabatan, turun tahta, memakzulkan berarti menurunkan dari tahta , memberhentikan
dari jabatan, sedangkan Impeachment merupakan istilah bahasa Inggris yang berarti
pendakwaan, tuduhan atau panggilan untuk bertanggung jawab. Impeach sendiri berasal dari
bahasa latin, akar kata impedicare artinya menjerat dan pedica artinya jerat atau perangkap.
memberhentikan Presiden sebelum habis masa jabatannya. Aturan yang spesifik tentang
prosedur pemberhentian seorang Presiden di jabarkan dalam ketentuan dua TAP MPR. Pertama
tertuang dalam ketentuan Pasal 4 Tap MPR No II/ MPR/1978 tentang kedudukan dan hubungan
tata kerja lembaga tertinggi dengan/ atau antar lembaga-lembaga tinggi negara, mengatur bahwa
MPR memiliki kekuasaan memberhentika Presiden dari jabatannya sebelum berakhir masa
jabatannya, jika yang bersangkutan telah melanggar haluan negara. Pengaturan tentang hanya
Presiden dan Wakilm Presiden dapat di berhentikan dalam masa jabatannya yang terdapat dalam
pasal 7A perubahan ketiga UUD 1945. Selanjutnya dalam perubahan ketiga UUD 1945 pasal 24
C ayat (2) menyatakan bahwa MK wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai
dugaan pelanggaran Presiden dan/ atau Wakil Presiden menurut Undang- Undang Dasar. Di
dalam sejarah ketatanegaraan pernah terjadi kejadian Presiden yang di makzulkan antara lain
yaitu Pemberhentian Presiden Soekarno dimana pada saat itu dengan aklamasi , DPRGR ( DPR
Gotong Royong ) mengesahkan usul sejumlah anggota DPR yang di sebut resolusi Nurdin Lubis
dkk. Inti resolusi yang di hasilkan adalah DPRGR mendesak pimpinan MPRS memanggil siding
luar biasa untuk memecahkan persoalan Bung Karno. Resolusi tersebut juga melampirkan
memorandum kepada instansi yang berwenang untuk mengadili Bung Karno yang di duga terkait
dengan gerakan 30 September, secara konrtitusional DPRGR telah membuka jalan untuk
Kekuasaan pada 20 Februari 1967. MPRS kemudian mencabut mandate SOekarno , mencabut
gelar Pemimpin Besar Revolusi serta mengesahkan Soeharto sebagai pengantinya. Yang kedua
bulog dan bantuan Sultan Brunei Darusallam. Di mana pada tahun2001 Presiden Abdurahman
Wahid di berhentikan oleh MPR , yang pada waktu itu merupakan lembaga pemberi mandate
4.Uraikan mengenai perubahan sistem pemilu pasca reformasi berkaitan dengan lembaga mana
Pasca reformasi 1998 Indonesia mengalami perubahan yang cukup besar dalam sistem
politiknya. Salah satu aspek penting yang menjadi sasaranutama perubahan adalah perubahan
sistem pemerintahan yang di kelola secara sentralistik. Gagasan sistem sentralistik dalam
pemerintahan Soeharto selama 32 tahun menutup akses demokrasi nbagi rakyat , sehinnga
kejatuhan Presiden SOeharto di sambut gembira oleh semua kalangan masyarakat Indonesia.
Pada saat itu sistem pemerintahan Indonesia berganti dari otoriter menuju era reformasi yang di
cirikan dengan liberalisasi politik dan ekonomi. Setelah Soeharto turun pengaktifan hak – hak
rakyat terlihat dari adanya suatu partisipasi politik yang tinggi dari rakyat, jumlah partai polituik
adalah Mahkamah Konstitusi. Wewenang Mahkamah Konstitusi untuk menangani sengketa hasil
Pemilukada ini diatur dalam pasal 29 ayat (1) huruf e Undang – Undang Nomor 48 Tahun 2009
pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk :
Ketentuan ini kemudian di pertegas dalam pasal 157 ayat (1) , (2), dan (3) Undang – Undang
khusus
(2) Badan peradilan khusus sebagaimana di maksud dalam ayat (1) di bentuk sebelum
(3) Perkara perselisihan penetapan perolehan suara tahap akhir hasil pemilihan di periksa
dan di adili oleh Mahkamah Konstitusi sampai di bentuknya badan peradilan khusus