Anda di halaman 1dari 2

Hiperventilasi dan Tahan Napas

BAB I Pendahuluan

I. Landasan Teori

Pernapasan pada dasarnya berlangsung secara otomatis dan hanya dapat dimodifikasi sementara
dengan upaya sukarela dalam waktu yang sebentar. Kita tidak bisa secara sadar berhenti bernapas
dalam waktu yang lama. Karena selama menahan napas secara sukarela, jaringan terus
menggunakan oksigen dan melepaskan karbon dioksida. Oleh karena itu selama menahan nafas pO2
arteri turun dan pCO2 naik. Karena kedua faktor ini adalah stimulan pernapasan yang kuat, suatu
titik tercapai di mana dorongan pernapasan menjadi begitu kuat sehingga orang tersebut tidak dapat
menahan napas lagi yang disebut sebagai breaking point. Pernapasan diproses sedemikian rupa
untuk kebutuhan metabolik, sehingga selama latihan, ventilasi meningkat untuk mempertahankan
PO2, PCO2 dan pH arteri. Untuk mencapai regulasi yang ketat ini, reseptor perifer mengirimkan
informasi ke pusat pernapasan di SSP yang menyesuaikan inisiasi, durasi, kedalaman, dan laju
pernapasan.

Ada mekanisme pengaturan yang kompleks untuk mengubah laju pernapasan agar fungsi
fisiologis dapat homeostatis, pada mekanisme pernapasan,bergantung pada keseimbangan yang
sangat erat antara konsentrasi asam dan basa dalam darah. Kemoreseptor mendeteksi kadar
molekul tertentu dalam darah, dan mengubah laju pernapasan sesuai kebutuhan. Kemoreseptor
perifer, di sinus karotis dan arkus aorta, memberi sinyal ke batang otak melalui saraf kranial untuk
mengubah laju pernapasan. Ketika ada peningkatan CO2 dalam darah, akan berdifusi ke dalam
cairan serebrospinal. Enzim yang disebut Carbonic Anhydrase kemudian dapat mengubah karbon
dioksida dan air menjadi ion bikarbonat dan hidrogen. Ion hidrogen kemudian dirasakan oleh
kemoreseptor kimia yang mengubah laju pernapasan secara langsung. Napas dalam dan cepat yang
berlebihan (seperti pada hiperventilasi) menghilangkan CO2 dari darah dan mengurangi tingkat asam
karbonat, membuat darah menjadi terlalu basa.

Pada pernapasan dalam dan cepat seperti pada hiperventilasi, dapat memungkinkan
terjadinya ekspansi paru-paru yang berlebihan melalui dorongan inspirasi berturut-turut yang dapat
merusak, sehingga diperlukan upaya penyesuaian kembali dengan cara inhibisi. Faktor mekanis yang
berkontribusi pada pengaturan pernapasan akan mengadaptasi reseptor regangan paru yang bekerja
sebagai respons peregangan atau inflasi paru-paru. Saat diaktifkan, reseptor ini mengirim sinyal
penghambatan ke pusat pernapasan di batang otak untuk mengurangi dorongan untuk bernapas
dan menghambat dorongan inspirasi (misalnya, refleks Hering-Breuer).

II. Rumusan Masalah


1. Mengapa kita tidak bisa melakukan hiperventilasi secara terus menerus?
2. Mengapa kita tidak bisa menahan napas dalam waktu yang lama?
3. Bagaimana hiperventilasi mempengaruhi kemampuan untuk menahan napas?
4. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi breaking point respiratory pada saat menahan
napas?
5. Bagaimanakah perbedaan kemampuan menahan napas pada atlet dan non-atlet?

III. Tujuan Praktikum


1. Mengetahui mekanisme regulasi pernapasan pada hiperventilasi dan menahan napas
2. Mengetahui pengaruh hiperventilasi terhadap kemampuan menahan napas
3. Mengetahui tentang breaking point pada sistem pernapasan dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya
4. Mengetahui kemampuan menahan napas pada atlet dan non-atlet

Anda mungkin juga menyukai