Anda di halaman 1dari 30

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Umum
Menurut Suripin (2004;7), drainase merupakan pembuangan massa air secara
alami atau buatan dari permukaan atau bawah permukaan dari suatu tempat.
Pembuangan ini dapat dilakukan dengan mengalirkan, menguras, membuang, atau
mengalihkan air. Bangunan sistem drainase terdiri dari saluran penerima (interceptor
drain), saluran pengumpul (collector drain), saluran pembawa (conveyor drain),
saluran induk (main drain) dan badan air penerima (receiving water).
 Drainase yaitu suatu cara pembuangan kelebihan air yang tidak diinginkan
pada suatu daerah, serta cara-cara penanggulangan akibat yang ditimbulkan
oleh kelebihan air tersebut (Suhardjono 1948:1).
 Drainase adalah suatu proses alami yang diadaptasikan manusia untuk tujuan
mereka sendiri, mengarahkan air dalam ruang dan waktu dengan memanipulasi
ketinggian muka air (Abdeldayem, 2005).

Drainase dapat dibedakan menurut beberapa hal. Menurut sejarah terbentuknya,


drainase terdiri dari 2 jenis sebagai berikut.
1. Drainase Alamiah (Natural Drainage)
Drainase yang terbentuk secara alami dan tidak terdapat bangunan-
bangunan penunjang seperti bangunan pelimpah, pasangan batu/beton,
gorong-gorong dan lain-lain. Saluran ini terbentuk oleh gerusan air yang
bergerak karena gravitasi yang lambat laun membentuk jalan air yang
permanen seperti sungai.
2. Drainase Buatan (Arficial Drainage)
Drainase yang dibuat dengan maksud dan tujuan tertentu sehingga
memerlukan bangunan – bangunan khusus seperti selokan pasangan
batu/beton, gorong-gorong, pipa-pipa dan sebagainya.

16
Perencanaan Sistem Drainase Kawasan Perumahan Citra Maja Raya (Tahap 1) Banten.Bazlliza Monica Fitriyana.2019
17

3.2 Hidrologi
Curah hujan adalah besar hujan yang terjadi pada suatu daerah dalam satu jam,
hari, bulan, atau tahun yang diukur dengan penakar hujan. Curah hujan yang
diperlukan untuk menyusun rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian
banjir adalah curah hujan harian maksimum di seluruh daerah yang bersangkutan.
Curah hujan ini dinyatakan dalam mm.

3.2.1 Curah Hujan Kawasan


Data hujan yang didapat dari alat pengukur hujan merupakan curah hujan
yang terjadi pada suatu tempat atau titik. Untuk kawasan yang sangat luas, satu
alat pengukur hujan tersebut tidak dapat menggambarkan hujan kawasan tersebut
sehingga diperlukan hujan kawasan yang didapat dari harga rata-rata curah hujan
dari beberapa stasiun pengukur hujan yang ada di dalam atau sekitar kawasan
tersebut. Perhitungan hujan rata-rata kawasan dapat dilakukan dengan tiga cara
sebagai berikut.
1. Rata-rata Aritmatika (Aljabar)
Metode ini merupakan perhitungan yang paling sederhana. Perhitungan
ini digunakan jika semua pengukur hujan dianggap memiliki pengaruh
yang sama. Metode ini cocok untuk daerah datar dengan luas kurang
dari 500 km2.
𝑅1+𝑅2+𝑅3+ …+𝑅𝑛
R= ……………...……(3.1)
𝑛

dimana, R = curah hujan (mm/hari)


n = jumlah stasiun pengukur hujan

2. Metode Poligon Thiessen


Metode ini juga disebut sebagai metode rata-rata timbang. Metode ini
mempertimbangkan proporsi luasan daerah pengaruh stasium pengukur
stasiun untuk mengatur perbedaan jarak. Hasil metode poligon
Thiessen lebih akurat dibandingkan dengan metode aritmatika atau
aljabar. Metode ini cocok untuk daerah datar dengan luas 500 – 5.000

Perencanaan Sistem Drainase Kawasan Perumahan Citra Maja Raya (Tahap 1) Banten.Bazlliza Monica Fitriyana.2019
18

km2 dan jumlah stasiun pengukur hujan terbatas dibandingkan dengan


luasnya.
𝑅1 𝐴1 + 𝑅2 𝐴2 + 𝑅 𝐴3 + …+ 𝑅𝑛 𝐴𝑛
R= …………..…. (3.2)
𝐴1+𝐴2+𝐴3+ …+𝐴𝑛

dimana, R = curah hujan (mm/hari)


A = luas areal poligon
n = jumlah stasiun pengukur hujan

3. Metode Isohyet
Metode Isohyet merupakan metode yang paling akurat dalam
penentuan hujan rata-rata. Metode ini memperhitungkan pengaruh tiap
stasiun pengukur hujan. Metode isohyet cocok untuk daerah berbukit dan
tidak teratur dengan luas lebih dari 5000 km2.
𝑅1+𝑅2 𝑅2+𝑅3 𝑅𝑛−1+𝑅𝑛
𝐴1 + 𝐴2 + …+ 𝐴𝑛
R= 2 2 2
………… (3.3)
𝐴1+𝐴2+ …+𝐴𝑛−1

dimana, R = curah hujan (mm/hari)


A = luas areal poligon
n = jumlah stasiun pengukur hujan

3.2.2 Analisis Frekuensi dan Probabilitas Curah Hujan


Analisis frekuensi hujan dilakukan untuk menentukan besaran hujan
dengan periode ulang tertentu. Periode ulang hujan (PUH) adalah waktu hipotetik
dimana probabilitas kejadian debit atau hujan dengan besaran tertentu akan
disamai atau dilampaui sekali dalam jangka waktu tersebut.. Debit aliran
tergantung pada intensitas hujan, besarnya debit juga bergantung pada periode
ulang hujan (PUH) yang direncanakan. Untuk perencanaan drainase perkotaan
ditetapkan penggunaan periode ulang hujan (PUH) sebagai berikut.
1. Kota metropolitan menggunakan saluran primer 25 tahun, saluran
sekunder 10 tahun, dan saluran tersier 2 tahun
2. Kota besar menggunakan saluran primer 10 tahun, saluran sekunder 5
tahun, dan saluran tersier 2 tahun

Perencanaan Sistem Drainase Kawasan Perumahan Citra Maja Raya (Tahap 1) Banten.Bazlliza Monica Fitriyana.2019
19

3. Kota sedang menggunakan saluran primer 5 tahun, saluran sekunder 2


tahun, dan saluran tersier 1 tahun
4. Kota kecil menggunakan saluran primer 2 tahun, saluran sekunder 1
tahun, dan saluran tersier 1 tahun
5. Pompa waduk pengumpul tergantung pada efisiensi dan resiko yang
dipilih antara 2 sampai 5 tahun.
6. Tanggul untuk mencegah pengaruh makro, 10 tahun.

Beberapa macam distribusi frekuensi dalam ilmu statistik yang dapat


digunakan dalam bidang hidrologi adalah sebagai berikut.
1. Distribusi Normal
Peluang distribusi normal dapat dituliskan dalam persamaan berikut.
Xt = 𝑋̅ + k x S …………………..……..(3.4)
dimana, Xt = perkiraan nilai x yang diharapkan terjadi dengan
periode ulang t tahun
𝑋̅ = nilai rata-rata hitung variat X
S = deviasi standar nilai variat X
k = faktor frekuensi, merupakan fungsi dari periode ulang
dan tipe model matematik distribusi peluang yang
digunakan untuk analisis peluang (dapat dilihat pada
Lampiran 2 Tabel 1)
2. Distribusi Log Normal
Aplikasi distribusi log normal dua parameter untuk menghitung nilai
variat x yang mempunyai kala ulang t tahun mempunyai persamaan
sebagai berikut.
Log(Xt)= ̅̅̅̅̅̅̅̅̅
log(𝑋) + k x S log(X)……………..(3.5)
dimana, log(Xt) = Nilai varian X yang diharapkan terjadi pada
peluang atau periode ulang t tahun
̅̅̅̅̅̅̅̅̅
log(𝑋) = Rata-rata nilai log(X)
Slog(X) = Deviasi standar logaritmik nilai log(X)

Perencanaan Sistem Drainase Kawasan Perumahan Citra Maja Raya (Tahap 1) Banten.Bazlliza Monica Fitriyana.2019
20

k = Karakteristik dari distribusi log normal dua


parameter. Nilai k dapat diperoleh dari tabel
yang merupakan fungsi dari perioder ulang
dan nilai koefiesien variasinya (dapat dilihat
pada Lampiran 2 Tabel 2)
3. Distribusi Log Pearson III
Distribusi Log Pearson Tipe III digunakan untuk analisis variabel
hidrologi dengan nilai varian minimum misalnya analisis frekuensi
distribusi dari debit minimum (low flows).
log Xt = ̅̅̅̅̅̅̅̅̅
log(𝑋) + K x S …………..…..(3.6)
Xt = 10logx + K x S ………………………..(3.7)
Nilai K untuk Distribusi Log Pearson Type III terhadap Koefisien
Kemiringan CS dapat dilihat pada Lampiran 2 Tabel 3.
4. Distribusi Gumbel
Distribusi Gumbel umumnya digunakan untuk analisis data ekstrem,
misalnya untuk analisis frekuensi banjir. Persamaan garis lurus untuk
distribusi Gumbel menggunakan persamaan empiris, sebagai berikut.
𝑆
X = 𝑋̅ + (Y – Yn) …………...……..(3.8)
𝑆𝑛

dimana, X = Nilai variat yang diharapkan terjadi


𝑋̅ = Nilai rata-rata hitung variat
Y = Nilai reduksi variat dari variabel yang diharapkan terjadi
pada periode ulang tertentu (hubungan antara periode
ulang T dengan Y dapat dilihat pada Lampiran 2 Tabel 4.

Yn = Nilai rata-rata dari reduksi varian (mean of reduced


variate) nilainya tergantung dari jumlah data (n) dan
dapat dilihat pada Lampiran 2 Tabel 5.

Sn = Deviasi standar dari reduksi varian (standard deviation of


the reduced varian), nilainya tergantung

Perencanaan Sistem Drainase Kawasan Perumahan Citra Maja Raya (Tahap 1) Banten.Bazlliza Monica Fitriyana.2019
21

dari jumlah data (n) dan dapat dilihat pada Lampiran 2


Tabel 6.

3.2.3 Intensitas Curah Hujan


Intensitas curah hujan adalah derajat hujan yang dinyatakan oleh jumlah
curah hujan dalam suatu satuan waktu dan disebut intensitas curah hujan.
Biasanya satuan yang digunakan adalah mm/jam. Intensitas curah hujan juga
didefinisikan sebagai jumlah presipitasi atau curah hujan dalam waktu relatif
singkat.
Semakin singkat hujan berlangsung, intensitasnya cenderung semakin tinggi
dan semakin besar periode ulang hujannya semakin tinggi juga intensitasnya.
Hubungan intensitas, lama hujan, dan frekuensi hujan dinyatakan dalam bentuk
lengkung Intensitas Durasi Frekuensi (Intensity-Duration-Frequency-Curve).
Kurva IDF tersebut dapat dibuat dengan beberapa persamaan Gambar 3.1.

350

300
Intensitas Hujan (mm/jam)

250

200
PUH 2 tahun
150 PUH 5 tahun

100 PUH 10 tahun

50 PUH 25 tahun

0
1 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 59
waktu (menit)

Gambar 3.1 Contoh Kurva Intensitas Durasi Frekuensi (IDF)

Dalam perhitungan intensitas curah hujan, tinggi curah hujan untuk durasi 0 – 1 jam
dihitung dengan persamaan 3.9 menggunakan faktor a dan b seperti Tabel 3.1.
𝑎 𝑥 𝑅24
R= ……………………………..(3.9)
𝑅24+𝑏

Dimana, R = curah hujan (mm)

Perencanaan Sistem Drainase Kawasan Perumahan Citra Maja Raya (Tahap 1) Banten.Bazlliza Monica Fitriyana.2019
22

R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)


a dan b = faktor-faktor durasi hujan
Tabel 3.1 Tabel faktor-faktor yang tergantung durasi hujan
t (menit) A b
1 5,85 21,6
5 29,1 116
10 73,8 254
15 138 424
20 228 636
25 351 909
30 524 1.272
35 774 1.781
40 1.159 2.544
45 1.811 3.816
50 3.131 6.360
55 7.119 13.992
59 39.083 75.048

Intensitas curah hujan dapat dihitung dengan beberapa metode berikut.


1. Talbot
Persamaan ini sering digunakan karena mudah diterapkan dan tetapan a
dan b –nya ditentukan dengan harga yang terukur.
𝑎
I = 𝑡 +𝑏 …………………………….….(3.10)

Dimana, I = intensitas hujan (mm/jam)


t = lamanya hujan (menit)
a dan b = tetapan yang dipengaruhi lamanya hujan yang
terjadi di DAS
2. Rumus Sherman
Persamaan ini cocok untuk curah hujan dengan jangka waktu lebih dari
2 jam.
𝑎
I = 𝑡 𝑛 …………………………….….. (3.11)

Dimana, I = intensitas hujan (mm/jam)


t = lamanya hujan (menit)
n = tetapan

Perencanaan Sistem Drainase Kawasan Perumahan Citra Maja Raya (Tahap 1) Banten.Bazlliza Monica Fitriyana.2019
23

3. Ishiguro
Persaman Ishiguro yang digunakan dalam analisis intensitas curah
hujan adalah sebagai berikut.
𝑎
I= …………….…………….….. (3.12)
√𝑡 +𝑏

Dimana, I = intensitas hujan (mm/jam)


t = lamanya hujan (menit)
a dan b = tetapan yang dipengaruhi lamanya hujan yang
terjadi di DAS
4. Mononobe
Persamaan ini digunakan jika hanya ada data hujan harian.
2
𝑅24 24 3
I= (𝑡) ……………………….. (3.13)
24

Dimana, I = intensitas hujan (mm/jam)


t = lamanya hujan (menit)
R24 = curah hujan maksimum harian (mm)

3.3 Limpasan
Menurut Suripin (2004), limpasan merupakan gabungan antara aliran permukaan,
aliran-aliran yang tertunda pada cekungan-cekungan, dan aliran bawah permukaan
(subsurface flow).
Metode rasional merupakan metode yang paling sering digunakan untuk
memperkirakan laju aliran permukaan puncak. Penggunaan metode ini terbatas untuk
DAS kecil, yaitu kurang dari 300 Ha (Goldman et.al., 1986). Metode rasional
dikembangkan berdasarkan asumsi hujan yang terjadi memiliki intensitas seragam dan
merata di seluruh DAS minimal sama dengan waktu konsentrasi (tc) DAS. Persamaan
yang digunakan dalam metode rasional adalah sebagai berikut.
Qp = 0,00278 x C x I x A ……………………...….. (3.14)
Dimana, Qp = debit permukaan puncak (m3/detik)
0,00278 = tetapan konversi satuan
C = koefisien aliran permukaan ( 0 ≤ C ≤ 1 )
I = intensitas hujan (mm/jam)

Perencanaan Sistem Drainase Kawasan Perumahan Citra Maja Raya (Tahap 1) Banten.Bazlliza Monica Fitriyana.2019
24

A = luas DAS (Ha)


Metode rasional modifikasi mampu memodelkan aliran secara spasial dan
dinamis. Dinamis artinya proses yang terdapat pada DAS dapat dimodelkan sejalan
dengan waktu. Proses tersebut dapat berupa pergerakan air, sedimen, dan perubahan
bentanglahan. Kelebihan dari metode ini dapat digunakan untuk mensimulasikan
kondisi fisik DAS dalam ruang dan waktu yang cukup detail. Metode ini telah
dikembangkan sehingga konsep metode rasional modifikasi ini dapat menghasilkan
hidrograf untuk memperhitungkan koefisien limpasan, koefisien tampungan, intensitas
hujan dan luas daerah aliran dalam menghitung debit limpasan. Maka rumus rasional
termodifikasi adalah persamaan 3.15 (Subarkah, 1980: 197). Pada persamaan 3.15,
terdapat penampungan di hulu (parkir air) sehingga adanya koefisien tampungan (Cs)
dalam persamaan tersebut.
Q = 0,00278 x C x I x A x Cs……………………….. (3.15)
dimana, Q = debit banjir maksimum (m3 /detik)
C = koefisien pengaliran
I = intensitas hujan (mm/jam)
A = luas daerah pengaliran (Ha)
Cs = Koefisien Tampungan (storage coefficient)

Faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan adalah faktor meteorologi dan faktor


daerah pengaliran.

3.3.1 Daerah Pengaliran


Faktor daerah pengaliran yang mempengaruhi adalah Daerah Aliran Sungai
(DAS). DAS merupakan suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan
dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan
dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara
alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai
dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. (PP No 37
tentang Pengelolaan DAS, Pasal 1). Daerah ini umumnya dibatasi oleh batas
topografi berdasarkan aliran air permukaan.

Perencanaan Sistem Drainase Kawasan Perumahan Citra Maja Raya (Tahap 1) Banten.Bazlliza Monica Fitriyana.2019
25

Suatu DAS dapat dibagi menjadi daerah yang lebih kecil, yaitu sub-DAS.
Batas-batas sub-DAS ditentukan oleh kontur, jalan dan rel KA yang ada di
lapangan untuk menentukan arah aliran air. Dari peta topografi, ditetapkan titik-
titik tertinggi di sekeliling sungai utama (main stream) yang dimaksudkan, dan
masing-masing titik tersebut dihubungkan satu dengan lainnya sehingga
membentuk garis utuh yang bertemu ujung pangkalnya. Garis tersebut merupakan
batas DAS di titik kontrol tertentu (Sri Harto Br., 1993).
Karakteristik DAS yang berpengaruh besar pada aliran permukaan meliputi
(Suripin, 2004) :
1. Luas dan bentuk DAS
Laju dan volume aliran permukaan makin bertambah besar dengan
bertambahnya luas DAS.
2. Topografi
Bentuk rupa muka bumi atau topografi seperti kemiringan lahan, keadaan
dan kerapatan parit dan / atau saluran, dan bentuk-bentuk cekungan
lainnya mempunyai pengaruh pada laju dan volume aliran permukaan.
DAS dengan kemiringan curam disertai parit/saluran yang rapat akan
menghasilkan laju dan volume aliran permukaan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan DAS yang landai dengan parit yang jarang dan
adanya cekungan-cekungan. Pengaruh kerapatan parit, yaitu panjang
parit per satuan luas DAS, pada aliran permukaan adalah memperpendek
waktu konsentrasi, sehingga memperbesar laju aliran permukaan.
3. Tata guna lahan
Pengaruh tata guna lahan pada aliran permukaan dinyatakan dalam
koefisien aliran permukaan (C), yaitu bilangan yang menunjukkan
perbandingan antara besarnya aliran permukaan dan besarnya curah
hujan. Angka koefisien aliran permukan ini merupakan salah satu
indikator untuk menentukan kondisi fisik suatu DAS.

Perencanaan Sistem Drainase Kawasan Perumahan Citra Maja Raya (Tahap 1) Banten.Bazlliza Monica Fitriyana.2019
26

3.3.2 Koefisien Limpasan/Pengaliran


Koefisien pengaliran adalah presentase jumlah air yang dapat melimpas
melalui permukaan tanah dari keseluruhan air hujan yang jatuh pada suatu daerah
(Eripin, 2005). Nilai koefisien pengaliran akan meningkat jika permukaan
semakin kedap. Hal-hal yang mempengaruhi nilai koefisien limpasan adalah
kondisi tanah, laju infiltrasi, kemiringan lahan, tanaman penutup, dan intensitas
hujan. Koefisien limpasan memiliki nilai antara 0 – 1.
- Koefisien limpasan = 0 berarti semua air hujan terintersepsi dan
terinfiltrasi ke dalam tanah
- Koefisien limpasan = 1 berarti semua air hujan mengalir sebagai aliran
permukaan
DAS yang baik dapat dilihat dari nilai koefisien limpasannya mendekati 0,
sedangkan DAS yang rusak dapat dilihat dari nilai koefisien limpasannya
mendekati 1 (Kodoatie dan Syarief, 2005). Nilai koefisien pengaliran berdasarkan
kondisi daerah terdapat pada Tabel 3.2 dan nilai koefisien pengaliran berdasarkan
sifat permukaan tanah terdapat pada Tabel 3.3. Dalam penentuan koefisien
pengaliran untuk kawasan perumahan, koefisien juga dapat ditentukan
berdasarkan kepadatan rumah yang terdapat pada Tabel 3.4. Nilai koefisien
limpasan berubah-ubah sesuai dengan perubahan dari faktor yang berkaitan
dengan aliran permukaan dalam sungai sebagai berikut.
1. Topografi dan geologi
2. Keadaan tumbuhan
3. Perubahan karena pekerjaan manusia, dan lainnya.
Jika DAS terdiri dari berbagai penggunaan lahan dengan koefisien aliran
permukaan yang berbeda, maka koefisien limpasan yang digunakan adalah
koefisien rata-rata yang dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut
(Suripin, 2004).
𝐶𝑖 𝑥 𝐴𝑖
C = ∑𝑛𝑖=𝑖 ………………………………...…….. (3.16)
𝐴𝑖

Dimana, Ai = luas lahan dengan jenis penutup tanah i


Ci = koefisien aliran permukaan jenis penutup tanah i
n = jumlah jenis penutup lahan

Perencanaan Sistem Drainase Kawasan Perumahan Citra Maja Raya (Tahap 1) Banten.Bazlliza Monica Fitriyana.2019
27

Tabel 3.2 Nilai Koefisien Pengaliran berdasarkan Kondisi Daerah


Kondisi Daerah Koefisien Pengaliran
Perdagangan
Daerah kota 0,7 – 0,95
Daerah dekat kota 0,5 – 0,7
Pemukiman
Rumah tinggal terpencar 0,3 – 0,5
Kompleks perumahan 0,4 – 0,6
Pemukiman (suburban) 0,25 – 0,4
Apartemen 0,5 – 0,7
Industri
Industri ringan 0,5 – 0,8
Industri berat 0,6 – 0,9
Taman, kuburan 0,10 – 0,25
Lapangan bermain 0,10 – 0,25
Daerah halaman KA 0,20 – 0,40
Daerah tidak terawat 0,10 – 0,30
Sumber: Urban Drainage Guidelines and Technical Design Standards“, Dep.PU, Jakarta,
1994
Tabel 3.3 Nilai Koefisien Pengaliran berdasarkan Sifat Permukaan Tanah
Sifat Permukaan Tanah Koefisien Pengaliran
Jalan
Aspalt 0,70 – 0,95
Beton 0,80 - 0,95
Batu bata 0,70 – 0,85
Batu kerikil 0,15 – 0,35
Jalan raya dan trotoar 0,70 – 0,85
Atap 0,75 – 0,95
Lapangan rumput, tanah berpasir
Kemiringan (2%) 0,05 – 0,10
Rata-rata (2-7%) 0,10 – 0,15
Curam (7%) 0,15 – 0,20
Lapangan rumput, tanah keras
Kemiringan (2%) 0,13 – 0,17
Rata-rata (2-7%) 0,18 – 0,22
Curam (7%) 0,25 – 0,35
Sumber: Urban Drainage Guidelines and Technical Design Standards“, Dep.PU,
Jakarta, 1994

Tabel 3.4 Nilai Koefisien Pengaliran berdasarkan Kepadatan Rumah


Kepadatan Koefisien Pengaliran
20 rumah/Ha 0,48
30 rumah/Ha 0,55
40 rumah/Ha 0,65
60 rumah/Ha 0,75
Sumber: Haryono, 1999

Perencanaan Sistem Drainase Kawasan Perumahan Citra Maja Raya (Tahap 1) Banten.Bazlliza Monica Fitriyana.2019
28

3.3.3 Intensitas Hujan


Faktor meteorologi yang mempengaruhi adalah sebagai berikut.
1. Jenis presipitasi
Pengaruhnya terhadap limpasan berbeda menurut jenisnya, yaitu hujan
atau salju.
2. Intensitas hujan
Jika intensitas hujan melampaui kapasitas infiltrasi, limpasan permukaan
akan meningkat. Namun, peningkatan limpasan tersebut tidak sebanding
dengan peningkatan curah hujan yang menyebabkan genangan di
permukaan tanah.
3. Lamanya curah hujan
Jika lamanya curah hujan kurang dari lamanya yang kritis, lamanya
limpasan tersebut sama dan tidak tergantung dari intensitas curah hujan.
Jika lamanya curah hujan itu lebih panjang, lamanya limpasan menjadi
lebih panjang.
Waktu konsentrasi, Tc adalah waktu yang diperlukan untuk mengalirkan
air hujan dari titik terjauh menuju suatu titik tertentu ditinjau pada daerah
pengaliran. Umumnya waktu konsentrasi terdiri dari waktu yang
diperlukan oleh air untuk mengalir pada permukaan tanah menuju
saluran terdekat (To) dan waktu untuk mengalir dalam saluran ke suatu
tempat yang ditinjau (Td).
Tc = To + Td ……………………….. (3.17)
Dengan metode Rasional, waktu konsentrasi To dapat pula didekati
dengan Rumus Kirpich sebagai berikut.
To = 56,7 x L1,156 x D-0,385 ………….. (3.18)
Waktu pengaliran juga dapat dihitung dengan persamaan berikut.
3,26 x (1,1 – C) x Lo1/2
to = (𝑆𝑜)1/3
…………….. (3.19)

108 x n x Lo1/3
to = (𝑆𝑜)1/3
…………..……….. (3.20)

Rumus 3.18 digunakaan saat panjang titik terjauh air hujan jatuh (Lo)
sampai titik pengumpul kurang dari 300 m, sedangkan rumus 3.19

Perencanaan Sistem Drainase Kawasan Perumahan Citra Maja Raya (Tahap 1) Banten.Bazlliza Monica Fitriyana.2019
29

digunakan saat (Lo) lebih besar dari 300 m dan lebih kecil dari 1.000 m.
𝐿𝑑
Td = 𝑉𝑑
………………………..…….. (3.21)
60

Dimana, Tc = waktu konsentrasi durasi hujan (menit)


Td = waktu pengaliran dalam saluran (menit)
To = waktu pengaliran pada permukaan saluran (menit)
L = panjang saluran (m)
D = beda tinggi antara titik terjauh (m)
V = kecepatan aliran air dalam saluran (m/detik)
Lo = panjang titik terjauh air hujan jatuh (m)
C = koefisien limpasan

4. Distribusi curah hujan daerah pengaliran


Curah hujan yang distribusinya merata menyebabkan debit puncak yang
minimum. Banjir di daerah yang pengaliran besar disebabkan curah
hujan yang lebat dengan distribusi merata, sedangkan di daerah
pengaliran yang kecil, debit puncak maksimum dapat terjadi oleh curah
hujan lebat dengan daerah hujan yang sempit.
5. Arah pergerakan curah hujan
Curah hujan yang bergerak sepanjang sistem aliran sungai akan sangat
mempengaruhi debit puncak dan waktu limpasan permukaan.
6. Kondisi-kondisi meteorologi lain
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi limpasan adalah suhu, kecepatan
angin, kelembapan relatif, dan tekanan udara.

3.3.4 Koefisien Tampungan (Cs)


Apabila daerah bertambah besar maka pengaruh tampungan dalam
pengurangan debit puncak banjir semakin nyata. Untuk menghitung pengaruh
tampungan pada metode rasional modifikasi, maka persamaan rasional yang ada
(Q = C.I.A) dikalikan dengan koefisien tampungan Cs. Dimana rumus dari
koefisien tampungan adalah sebagai berikut.

Perencanaan Sistem Drainase Kawasan Perumahan Citra Maja Raya (Tahap 1) Banten.Bazlliza Monica Fitriyana.2019
30

2 𝑇𝑐
Cs = 2 𝑇𝑐+𝑇𝑑 …………………..............…….. (3.22)

Dimana, Cs = koefisien tampungan


Tc = waktu koensentrasi (menit)
Td = waktu pengaliran dalam saluran (menit)

3.4 Hidrolika Saluran Terbuka


3.4.1 Sistem Pengaliran
Aliran dalam saluran terbuka maupun saluran tertutup yang mempunyai
permukaan bebas disebut aliran permukaan bebas (free surface flow) atau
aliran saluran terbuka (open channel flow). Aliran permukaan bebas dapat
diklasifikasikan menjadi berbagai tipe tergantung kriteria yang digunakan.
Berdasarkan perubahan kedalaman dan/atau kecepatan mengikuti fungsi
waktu, aliran dibedakan menjadi aliran permanen (steady) dan tidak
permanen (unsteady), sedangkan berdasarkan fungsi ruang, aliran dibedakan
menjadi aliran seragam (uniform) dan tidak seragam (non-uniform).

- Aliran Permanen dan Tidak-permanen


Jika kecepatan aliran pada suatu titik tidak berubah terhadap waktu,
maka alirannya disebut aliran permanen atau tunak (steady flow), jika
kecepatan pada suatu lokasi tertentu berubah terhadap waktu maka
alirannya disebut aliran tidak permanen atau tidak tunak (unsteady
flow).
- Aliran Seragam dan Berubah
Jika kecepatan aliran pada suatu waktu tertentu tidak berubah
sepanjang saluran yang ditinjau, maka alirannya disebut aliran
seragam (uniform flow). Namun, jika kecepatan aliran pada saat
tertentu berubah terhadap jarak, alirannya disebut aliran tidak seragam
atau aliran berubah (nonuniform flow or varied flow).
Gabungan dari aliran permanen dan aliran seragam adalah aliran
permanen seragam. Aliran seragam adalah aliran yang mempunyai kecepatan
konstan terhadap jarak, garis aliran lurus dan sejajar, dan distribusi tekanan

Perencanaan Sistem Drainase Kawasan Perumahan Citra Maja Raya (Tahap 1) Banten.Bazlliza Monica Fitriyana.2019
31

adalah hidrostatis. Untuk aliran permanen berarti pula bahwa kecepatan


adalah konstan terhadap waktu. Dengan kata lain, percepatan sama dengan
nol, dan gaya-gaya yang bekerja pada pias air adalah dalam kondisi
seimbang.

3.4.2 Persamaan Energi dan Bernoulli


Persamaan energi dihasilkan dari penerapan prinsip kekekalan energi
pada aliran fluida. Energi yang dimiliki oleh suatu fluida yang mengalir
terdiri dari energi dalam dan energi-energi akibat tekanan, kecepatan, dan
kedudukan. Untuk aliran mantap fluida tak kompresibel yang perubahan
energi dalamnya bisa diabaikan, persamaan yang digunakan adalah
perseamaan 3.23 berikut.

Gambar 3.2 Hukum Bernoulli pada aliran saluran terbuka


P + ½ ρ v2 + ρgH = konstan ……….....…….. (3.23)
atau
P1 + ρgh1 + ½ ρ v12 = P2 + ρgH2 + ½ ρ v22 + kehilangan tekanan ….. (3.24)
Dimana, P1 dan P2 = tekanan udara atmosfer 1 dan 2 (N/m2)
v1 dan v2 = kecepatan aliran di nomor 1 dan 2 (m/detik)
h1 dan h2 = ketinggian aliran 1 dan 2 (m)
ρ = massa jenis air (kg/m3)
g = percepatan gravitasi (m/detik2)

Perencanaan Sistem Drainase Kawasan Perumahan Citra Maja Raya (Tahap 1) Banten.Bazlliza Monica Fitriyana.2019
32

3.4.3 Persamaan Kontinuitas


Persamaan kontinuitas dihasilkan dari prinsip kekekalan massa. Untuk
aliran mantap, massa fluida yang melalui semua bagian dalam arus fluida per
satuan waktu adalah sama, seperti persamaan 3.25 berikut.
ρ1 A1 V1 = ρ2 A2 V2 = konstan ……………….……(3.25)
Untuk fluida tak kompresibel dan jika ρ1 = ρ2 untuk semua maksud
praktis, persamaan tersebut menjadi persamaan 3.26 berikut.
Q = A1 V1 = A2 V2 = konstan ...……………….……(3.27)
Dimana, A1 dan A2 = luas penampang (m2)
V1 dan V2 = kecepatan rata-rata (m/detik)

3.4.4 Kecepatan Pengaliran


Kecepatan aliran pada saluran terbuka dapat ditentukan dengan rumus
Chezy dan rumus Manning. Kedua rumus tersebut hanya dibedakan pada
nilai koefisien kekasarannya. Rumus Chezy menggunakan nilai koefisien
kekasaran C yang ditentukan oleh Ganguillet dan Kutter, H. Bazin, atau
Powell (Chow dkk., 1989). Sedangkan rumus Manning yang memiliki nilai
koefisien kekasaran n yang dipengaruhi oleh kekasaran permukaan,
tetumbuhan, ketidakteraturan saluran, trase saluran, pengendapan dan
penggerusan, hambatan, ukuran dan bentuk saluran, serta taraf dan debit air
(Chow dkk.,1989).
- Persamaan Chezy
Kecepatan aliran yang dikembangkan dalam persamaan Chezy
ditentukan dengan koefisien tahanan aliran (koefisien Chezy).
V = C √𝑅 𝑥 𝐼 ……………………….………. (3.28)
Dimana, V = kecepatan aliran (m/detik)
R = jari-jari hidrolik (m)
I = kemiringan rata-rata dasar saluran
C = koefisien tahanan aliran (koefisien Chezy) (m2/detik)

Perencanaan Sistem Drainase Kawasan Perumahan Citra Maja Raya (Tahap 1) Banten.Bazlliza Monica Fitriyana.2019
33

- Persamaan Manning
Kecepatan aliran yang dikembangkan dalam persamaan Manning
ditentukan dengan koefisien kekasaran saluran.
1
V = 𝑛 x R2/3 x I1/2 …………...……….………. (3.29)

Dimana, V = kecepatan aliran (m/detik)


R = jari-jari hidrolik (m)
I = kemiringan rata-rata dasar saluran
n = koefisien kekasaran saluran
Koefisien kekasaran (n) dapat dilihat pada Tabel 3.5 berikut.

Tabel 3.5 Koefisien kekasaran Manning


Bahan n
Besi tuang dilapis 0,014
Kaca 0,010
Saluran beton 0,013
Bata dilapis mortar 0,015
Pasangan batu disemen 0,025
Saluran tanah bersih 0,022
Saluran tanah 0,030
Saluran dengan dasar batu dan tebing rumput 0,040
Saluran pada galian batu padas 0,040
Sumber : “Hidraulika”, Prof.Dr.Ir. Bambang Triatmodjo,CES,DEA

3.4.5 Debit Aliran


Debit aliran adalah volume air yang mengalir melalui suatu penampang
tiap satuan waktu. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut.
Q = V x A …………...……….……………. (3.30)
Debit aliran juga dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
Manning.
1
Q = 𝑛 x R2/3 x I1/2 x A …………...…………... (3.31)

Dimana, Q = debit aliran dalam saluran (m3/detik)


V = kecepatan aliran dalam saluran (m/detik)
A = luas penampang saluran (m2)
R = jari-jari hidrolik (m)

Perencanaan Sistem Drainase Kawasan Perumahan Citra Maja Raya (Tahap 1) Banten.Bazlliza Monica Fitriyana.2019
34

I = kemiringan rata-rata dasar saluran


n = koefisien kekasaran saluran

3.5 Sistem Drainase


3.5.1 Fungsi dan Tujuan
Secara umum drainase diartikan sebagai prasarana yang berfungsi
mengalirkan air permukaan ke badan air dan atau ke bangunan resapan buatan.
Konsep drainase ini berkaitan dengan usaha konservasi sumber daya air, yang
prinsipnya mengendalikan air hujan. Kegunaan dengan adanya saluran drainase
adalah sebagai berikut.
- Mengeringkan daerah genangan air sehingga tidak ada akumulasi air
tanah.
- Menurunkan permukaan air tanah pada tingkat yang ideal.
- Mengendalikan erosi tanah, kerusakan jalan dan bangunan yang ada.
- Mengendalikan air hujan yang berlebihan sehingga tidak terjadi bencana
banjir.
Sasaran dari sistem drainase adalah sebagai berikut.
1. Penataan sistem jaringan drainase primer, sekunder, dan tersier melalui
normalisasi maupun rehabilitasi saluran guna menciptakan lingkungan yang
aman dan baik terhadap genangan, luapan sungai, banjir kiriman, maupun
hujan lokal.
2. Memenuhi kebutuhan dasar drainase bagi kawasan hunian dan kota.
3. Menunjang kebutuhan pembangunan dalam menunjang terciptanya skenario
pengembangan kota untuk kawasan andalan dan menunjang sektor unggulan
yang berpedoman pada Rancana Umum Tata Ruang Kota.

3.5.2 Pola Sistem Penyaluran Air Hujan


Menurut Oglesby dan Hicks (1988), penentuan pola sistem penyaluran air
hujan yang tepat akan memudahkan operasional dan pemeliharaan sistem yang
direncanakan serta berfungsi sesuai peruntukkannya. Faktor-faktor yang

Perencanaan Sistem Drainase Kawasan Perumahan Citra Maja Raya (Tahap 1) Banten.Bazlliza Monica Fitriyana.2019
35

berpengaruh dalam pola sistem penyaluran air hujan adalah sebagai berikut.
1. Badan air penerima yang tersedia
Jaringan sungai yang ada dalam suatu daerah perencanaan merupakan
akhir dari sistem penyaluran yang ada.
2. Jalur jalan yang ada
Jalur jalan yang ada umumnya digunakan untuk menentukan jalur
saluran drainase, sehingga pola sistem penyaluran air hujan mengikuti
jalur jalan.
3. Topografi daerah aliran
Pola penyaluran air hujan yang mengikuti kemiringan medan akan
memudahkan pengaliran air hujan. Kemiringan medan memberikan
keuntungan dalam teknik yang diperlukan untuk mengalirkan air yang
ada pada saluran yang direncanakan.

3.5.3 Jaringan Drainase


Sistem drainase memiliki 3 jaringan, yaitu jaringan primer, sekunder, dan
tersier.
1. Jaringan primer adalah saluran drainase yang menerima air dari saluran
sekunder dan menyalurkannya ke badan air penerima.
2. Jaringan sekunder adalah saluran drainase yang menerima air dari saluran
tersier dan menyalurkannya ke saluran primer.
3. Jaringan tersier adalah saluran drainase yang menerima air dari saluran
penangkap dan menyalurkannya ke saluran sekunder.

3.5.4 Penampang Saluran


Sehubungan dengan keperluan tersebut maka perencanaan saluran terbuka
pada dasarnya merupakan perencanaan penampang saluran yang mampu
mengalirkan debit dari suatu lokasi ke lokasi lain dengan lancar, aman dan dengan
biaya yang memadai. Dalam hal ini selain aspek hidrolik yang menjadi
pertimbangan utama, aspek-aspek lain yang perlu dipertimbangkan adalah aspek
ekonomi, aspek keamanan lingkungan, dan aspek estetika.

Perencanaan Sistem Drainase Kawasan Perumahan Citra Maja Raya (Tahap 1) Banten.Bazlliza Monica Fitriyana.2019
36

Penampang saluran adalah tegak lurus terhadap arah aliran sehingga pada
saluran mendatar penampang salurannya selalu merupakan penampang vertikal
saluran. Berdasarkan tinjauan aspek hidrolik diantara semua bentuk penampang,
akan terdapat suatu penampang dengan bentuk geometri dan luas dan keliling
basah sedemikian sehingga menghasilkan debit aliran terbesar. Penampang
semacam ini disebut penampang terbaik atau penampang paling efisien dan
ekonomis. Dengan demikian, peninjauan pada penampang hidrolik terbaik berarti
peninjauan terhadap keliling basah.

Bentuk paling umum dipakai untuk saluran berdinding tanah yang tidak
dilapisi adalah bentuk trapezium. Bentuk segi empat dan segitiga merupakan
bentuk khusus selain trapezium. Bentuk segi empat panjang banyak ditemukan
pada kawasan perkotaan yang padat karena memiliki dinding yang tegak sehingga
dapat menghemat lahan. Bentuk-bentuk penampang saluran terbuka terdapat pada
Gambar 3.3.

Gambar 3.3 Bentuk Penampang Saluran Terbuka

1. Penampang Persegi Empat


Saluran terbuka berpenampang persegi empat pada umumnya merupakan
saluran buatan terutama banyak digunakan untuk saluran drainase di
perkotaan atau untuk flume (talang untuk jaringan irigasi). Dibanding
dengan penampang trapesium, penggunaan saluran berpenampang persegi
empat cenderung dihindari karena tebingnya yang tegak (vertikal). Dinding
tegak memerlukan konstruksi yang lebih mahal daripada dinding yang
mengikuti garis-garis kemiringan lereng alam tanah dimana saluran
ditempatkan. Untuk keperluan saluran drainase perkotaan bentuk
penampang persegi empat ini makin dipertimbangkan penggunaannya
karena terbatasnya lahan dan estetika. Persamaan yang digunakan pada
penampang persegi empat seperti Gambar 3.5 adalah sebagai berikut.

Perencanaan Sistem Drainase Kawasan Perumahan Citra Maja Raya (Tahap 1) Banten.Bazlliza Monica Fitriyana.2019
37

- Luas Penampang
A = B x y ………………………..….. (3.32)

- Keliling Basah
P = B + 2y ……………...………..….. (3.33)
- Jari-jari Hidrolik
𝐴 𝐵𝑥𝑦
R=𝑃= ……………..……..….. (3.34)
𝐵+2𝑦

Gambar 3.4 Penampang Saluran Terbuka Berbentuk Persegi Empat

2. Penampang Trapesium
Saluran terbuka yang mempunyai penampang trapesium adalah yang
banyak digunakan di dalam praktek. Hal ini karena kemiringan tebing dapat
disesuaikan dengan kemiringan lereng alam tanah yang ditempatinya. Untuk
saluran buatan, faktor ekonomis juga menjadi pertimbangan, oleh karena itu
juga perlu dicari penampang hidrolik terbaiknya. Berdasarkan penelitian,
dapat dikatakan bahwa penampang trapesium yang terbaik adalah yang
mempunyai kemiringan tebing membentuk sudut 60o seperti Gambar 3.5.

Gambar 3.5. Penampang Saluran Terbuka Berbentuk Trapesium

Perencanaan Sistem Drainase Kawasan Perumahan Citra Maja Raya (Tahap 1) Banten.Bazlliza Monica Fitriyana.2019
38

- Luas Penampang
𝐴
A = (b + x) y  b = - x y ……………………..….. (3.35)
𝑦

- Keliling Basah
𝐴
P = b + 2y √1 + 𝑥 2 atau P = 𝑦 - x y + 2y √1 + 𝑥 2 .... (3.36)

3. Penampang Setengah Lingkaran


Bentuk penampang setengah lingkaran merupakan bentuk penampang
terbaik dengan komponen geometri pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6 Penampang Saluran Terbuka Berbentuk Setengah Lingkaran

- Luas Penampang
1
A = 8 x π x d2 ……………..……..….. (3.37)

- Keliling Basah
P = π x y ……..…………………..….. (3.38)
- Jari-jari Hidrolik
3 π y2 1
R=2= = 2y …………...…..….. (3.39)
2πy

3.5.5 Perlengkapan Saluran


3.5.5.1 Saluran Persil
Saluran persil merupakan saluran awal dari suatu sistem penyaluran
air hujan. Saluran ini berfungsi untuk menyalurkan air hujan dari rumah-
rumah atau bangunan-bangunan ke saluran selanjutnya dengan elevasi lebih
tinggi yang berada di tepi jalan. Sambungan ini dapat berupa saluran

Perencanaan Sistem Drainase Kawasan Perumahan Citra Maja Raya (Tahap 1) Banten.Bazlliza Monica Fitriyana.2019
39

terbuka atau tertutup. Di tempat pertemuan antara saluran persil dengan


saluran tepi jalan, dasar saluran persil lebih tinggi dari muka air maksimum
pada saluran tepi jalan. Hal ini di samping untuk mempercepat pengeringan
genangan air hujan di halaman rumah-rumah, juga untuk mencegah adanya
aliran balik dari saluran tepi jalan ke saluran persil, pada saat aliran tepi
jalan mencapai ketinggian di atas rata-rata.

3.5.5.2 Street Inlet


Street inlet merupakan lubang/bukaan di sisi jalan yang berfungsi
untuk menyalurkan air hujan yang berada di sepanjang jalan menuju ke
dalam saluran. Street inlet harus diberi saringan agar sampah tidak masuk
ke dalam saluran tertutup. Contoh street inlet dapat dilihat pada Gambar
3.7.

Gambar 3.7 Street Inlet

3.5.5.3 Lubang Periksa (Manhole)


Manhole adalah suatu bukaan yang ditempatkan pada sistem saluran
tertutup, merupakan bangunan pelengkap paling umum untuk sistem
penyaluran air hujan. Manhole berfungsi antara lain:
1. Untuk pemeriksaan dan pemeliharaan saluran (bak kontrol)
2. Melengkapi struktur bila terjadi perubahan dimensi
3. Untuk keluar masuknya udara (ventilasi)
Hal penting dalam desain manhole terutama adalah ukuran bukaan,
tempat kerja, dan kekuatan struktur. Penempatan manhole terutama di titik-
titik street inlet, belokan, dan pertemuan saluran. Pada saluran yang lurus
dan panjang penempatan manhole tergantung pada diameter saluran.
Struktur manhole dapat dilihat pada Gambar 3.8.

Perencanaan Sistem Drainase Kawasan Perumahan Citra Maja Raya (Tahap 1) Banten.Bazlliza Monica Fitriyana.2019
40

Gambar 3.8 Manhole

3.5.5.4 Bangunan Terjunan


Bangunan terjunan merupakan salah satu bangunan pelengkap dalam
suatu sistem saluran terbuka. Terjunan ini dibangun pada suatu titik yang
mempunyai perbedaan elevasi yang cukup besar. Selain itu berfungsi pula
untuk mengatur kemiringan saluran di titik yang curam.

3.5.5.5 Gorong-gorong
Gorong-gorong merupakan saluran tertutup yang mengalirkan air
melewati jalan raya, jalan kereta api, atau timbunan lain. Gorong-gorong
seperti Gambar 3.9, umumnya dibuat dari beton, aluminium gelombang,
baja gelombang, dan plastik gelombang. Penampang melintang gorong-
gorong berbentuk bulat, persegi, oval, tapal kuda, dan segitiga. Pengontrol
yang dapat digunakan pada gorong-gorong adalah pengontrol di depan
(inlet) dan pengontrol di belakang (outlet).
Kontrol di depan terjadi jika kapasitas gorong-gorong lebih besar
daripada kapasitas pemasukan sehingga kedalaman aliran kritis terletak
pada pemasukan dan di dalam gorong-gorong terjadi aliran superkritis.
Sedangkan kontrol di belakang terjadi jika kapasitas gorong-gorong lebih
kecil daripada kapasitas pemasukan. Aliran dalam gorong-gorong tidak
akan penuh jika tinggi tekan (H) pada pemasukan kurang dari 1,5 D. D

Perencanaan Sistem Drainase Kawasan Perumahan Citra Maja Raya (Tahap 1) Banten.Bazlliza Monica Fitriyana.2019
41

merupakan tinggi gorong-gorong pada pemasukan dan H merupakan elevasi


muka air di hulu gorong-gorong dikurangi elevasi dasar gorong-gorong.

Gambar 3.9 Gorong-gorong

3.5.5.6 Perubahan Saluran (Transition)


Transition merupakan struktur yang berfungsi untuk melindungi
saluran dari kerusakan yang timbul akibat perubahan bentuk atau luas
potongan melintang saluran. Struktur pelindung tersebut berupa head wall
yang lurus atau seperempat lingkaran dengan besar sudut perubahan saluran
adalah 11,25o dari sisi saluran (perubahan maksimum). Kehilangan energi
yang besarnya tergantung pada perubahan kecepatan dan bentuk dinding
pada bangunan tersebut terjadi akibat perubahan sudut aliran pada bangunan
ini.

3.5.5.7 Belokan
Belokan dalam saluran dapat terjadi karena adanya perubahan arah
aliran atau karena keadaan medan yang tidak memungkinkan. Pada
rancangan saluran terbuka, adanya belokan sering tidak dapat dihindarkan
dan menimbulkan kehilangan tekanan.

3.5.5.8 Bangunan Pembuangan Air (Outfall)


Outfall merupakan ujung saluran air hujan yang ditempatkan pada
sungai atau badan air penerima lainnya. Struktur outfall ini hampir sama
dengan struktur bangunan terjunan karena biasanya titik ujung saluran
terletak pada elevasi yang lebih tinggi dari permukaan badan air penerima.

Perencanaan Sistem Drainase Kawasan Perumahan Citra Maja Raya (Tahap 1) Banten.Bazlliza Monica Fitriyana.2019
42

Perencanaan out fall ini merupakan bangunan terjunan dari konstruksi


pasangan batu kali/batu belah dengan jenis sky jump. Contoh outfall dapat
dilihat pada Gambar 3.10. Beberapa ketentuan operasional outfall adalah
sebagai berikut.
- Jika elevasi dasar pembuangan berada di atas elevasi muka air di badan
air penerima, digunakan sistem gravitasi
- Jika elevasi dasar pembuangan berada di bawah elevasi muka air di
badan air penerima pada saat tertentu, digunakan kombinasi sistem
gravitasi dan pintu air.
- Jika elevasi dasar pembuangan berada di bawah elevasi muka air di
badan air penerima, digunakan sistem kombinasi pintu air dan pompa.

Gambar 3.10 Outfall

3.6 Ekodrainase
Ekodrainase dimaksudkan sebagai upaya mengelola kelebihan air dengan cara
meresapkan sebanyak-banyaknya air ke dalam tanah secara alamiah atau mengalirkan
air ke sungai dengan tanpa melampaui kapasitas sungai sebelumnya (Kementerian PU,
2011). Dalam ekodrainase, air hujan dikelola sedemikian sehingga tidak langsung
mengalir secepatnya ke badan penerima. Air hujan tersebut diresapkan ke dalam tanah
untuk meningkatkan kandungan air tanah. Konsep ekodrainase dapat diuraikan
dengan dua pendekatan sebagai berikut.
1. Pendekatan eko-hidrolik, yaitu pengelolaan drainase yang dilakukan dengan
memperhatikan fungsi hidrolik dan ekologi.
2. Pendekatan kualitas air, yaitu upaya meminimalkan dan/atau meniadakan
pencemaran air yang dapat menyebabkan masalah bagi kesehatan manusia

Perencanaan Sistem Drainase Kawasan Perumahan Citra Maja Raya (Tahap 1) Banten.Bazlliza Monica Fitriyana.2019
43

dan flora-fauna.
Konsep ekodrainase merupakan salah satu unsur dari konsep pengelolaan hujan
integratif (Integrated Stormwater Management). Pengelolaan secara integratif ini juga
diartikan secara substantif menyeluruh menyangkut seluruh aspek yang berhubungan
dengan drainase, yaitu aspek teknis operasional pengelolaan drainase,
lembaga/institusi, pembiayaan, peran masyarakat dan/atau swasta dan hukum
peraturan (Maryono, 2005).
Metode ekodrainase dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
1. Lubang Resapan Biopori
Biopori biasa juga disebut dengan lubang resapan biopori merupakan lubang
yang dibuat tegak lurus ke dalam tanah. Lubang ini memiliki diameter antara
10-30 cm dan tidak memiliki muka air tanah dangkal. Lubang tersebut
kemudian diisi dengan sampah organik yang memiliki fungsi sebagai
makanan makhluk hidup yang ada di tanah, seperti cacing dan akar tumbuhan.
Contoh lubang biopori dapat dilihat pada Gambar 3.11. Manfaat dari
pembuatan biopori adalah sebagai berikut.
1. Mengurangi sampah organik
2. Menyuburkan tanah
3. Membantu mencegah terjadinya banjir
4. Mempengaruhi jumlah air tanah

Gambar 3.11 Contoh Lubang Biopori

Perencanaan Sistem Drainase Kawasan Perumahan Citra Maja Raya (Tahap 1) Banten.Bazlliza Monica Fitriyana.2019
44

2. Sumur Resapan
Prinsip kerja sumur resapan adalah menyalurkan dan menampung hujan ke
dalam lubang atau sumur agar air dapat memiliki waktu tinggal di permukaan
tanah lebih lama sehingga sedikit demi sedikit air dapat meresap ke dalam
tanah. Tujuan utama dari sumur resapan adalah memperbesar masuknya air ke
dalam akuifer tanah sebagai air resapan (infiltrasi) sehingga air akan lebih
banyak masuk ke dalam tanah dan sedikit yang mengalir sebagai aliran
permukaan (run off). Contoh sumur resapan dapat dilihat pada Gambar 3.12.

Gambar 3.12 Sumur Resapan

Dalam perhitungan sumur resapan, pedoman yang digunakan adalah SNI 03-
2453-2002 Tata Cara Perencanaan Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan
Pekarangan. Sumur resapan dapat dibuat dari berbagai bahan yang disesuaikan
dengan kondisi lingkungan serta ketersediaan bahan baku di lokasi dan
ketersediaan dana yang memadai. Bahan-bahan pokok yang dapat dibuat untuk
sumur resapan sebagai berikut.
1. Bahan saluran air dapat menggunakan pipa besi, pipa paralon (PVC),
bambu, hong dari tanah atau beton, dan parit-parit galian tanah yang diberi
batu.
2. Dinding sumur dapat menggunakan tembok, drum bekas, hong beton,
anyaman bambu, atau tangi fiberglass
3. Alas sumur dan sela bagian dinding tempat meresapnya air dapat
menggunakan bahan kerikil atau ijuk

Perencanaan Sistem Drainase Kawasan Perumahan Citra Maja Raya (Tahap 1) Banten.Bazlliza Monica Fitriyana.2019
45

3. Kolam Konservasi (detensi atau retensi)


Kolam retensi dibangun untuk mengatur kelebihan aliran permukaan sehingga
dapat terhindar dari bahaya banjir. Kolam retensi dibuat bukan hanya sebagai
upaya pengendalian banjir tetapi juga sebagai upaya konservasi atau
pelestarian air. Sebagaimana kolam retensi, kolam detensi juga dibangun untuk
mencegah terjadinya banjir. Pada kolam detensi air ditampung sementara
waktu kemudian dialirkan kembali ke hilir badan air ketika puncak banjir telah
lewat. Contoh kolam retensi dapat dilihat pada Gambar 3.13.

Gambar 3.13 Kolam Retensi

Perencanaan Sistem Drainase Kawasan Perumahan Citra Maja Raya (Tahap 1) Banten.Bazlliza Monica Fitriyana.2019

Anda mungkin juga menyukai