Anda di halaman 1dari 9

DATA KAWASAN YANG MEMPUNYAI FUNGSI PENTING UNTUK INDENTITAS BUDAYA KOMUNITAS

LOKAL
PT. SUMALINDO LESTARI JAYA II
(SUMBER DATA : BUKU LAPORAN INDENTIFIKASI NKT PT. SLJ II TH. 2018)

No Indikator/Sub LOKASI KETERANGAN


Indikator
A Zonasi Khusus
1. Rumah Adat Mahak Baru,
Dumu Mahak,
agung Baru, Long
Lebusa
2. Kawasan Rotan Km 124
3. Kawasan Ulin Km 124
4. Sungan (Batu jilatan)
B Sebaran Situs Arkeologi
1. Lasan Kopi Km 146
2. Lasan Kesenian Km 148
3. Lasan Bali
4. Can Batu Km 163
5. Kubu Sawak Km 161
6. Kubu Encep
7. Makam Tua
8. Kubuk Tanyit
C Sebaran Kegiatan Ritual

D Sebaran SDA Hayati Untuk


Pemenuhan Kebutuhan Budaya
Sumber: Data Primer Tim Kajian NKT APCS-PMW (2016).

Deskripsi spesifik sebagai berikut:

A. Zonasi Khusus
1. Rumah Adat atau Lamin (Rumah Panjang)
Rumah Lamin merupakan rumah adat yang menjadi identitas masyarakat Dayak. Mulai tahun
2007, Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri dan Peraturan Daerah meresmikan
Rumah Lamin sebagai bagian dari nilai sosial budaya masyarakat yang perlu dilestarikan dan
dikembangkan (sumber: http://www.kemendagri.go.id/produk-hukum/2007/09/24/peraturan-
mendagri-no-52- tahun-2007; http://samarinda.bpk.go.id/wp-content/uploads/2016/01/PERDA-
NOMOR-8-TAHUN- 2015-TENTANG-BANGUNAN-GEDUNG.pdf). Rumah Lamin juga dikenal
sebagai rumah panggung yang panjang dan sambung menyambung, serta ditinggali beberapa
keluarga. Desa/Kampung di sekitar SLJ II yang masih melestarikan Rumah Lamin saat ini adalah
Desa Mahak Baru, Dumu Mahak, Agung Baru, Long Lebusan, Long Bagun Ulu. Desa Long Top
dan Batoq Kelo tidak memiliki Rumah Lamin, sedangkan Rumah Lamin Desa Agung Baru sedang
dalam proses pembangunan. Saat ini, fungsi Rumah Lamin di desa/kampung adalah sebagai
rumah adat yang menjadi pusat kegiatan berkaitan dengan masalah-masalah adat seperti
pemilihan ketua adat dan mantir adat, tempat pertemuan atau musyawarah adat,
penyelenggaraan pesta kesenian, upacara/ritual-ritual adat, tempat penyelesaian sengketa-
sengketa adat dan lain-lain. Namun, hanya Desa Mahak Baru yang memiliki 2 (dua) Rumah
Lamin yang satu di antaranya masih ditinggali oleh warga.
Seluruh bangunan Rumah Lamin di desa pemukiman masyarakat suku Dayak terbuat dari kayu
keras seperti ulin (kayu besi), arau (nama lokal) dan merang (nama lokal). Ulin digunakan untuk
tiang-tiang penyangga dan ada kalanya untuk lantai, sedangkan jenis kayu-kayu lain dipakai
untuk dinding dan lantai. Setiap sudut rumah dihiasi dengan ukiran khas yang memiliki makna-
makna tertentu yang unik, serta melambangkan segala sesuatu yang berkaitan dengan hidup
dan kehidupan suku tersebut. Seluruh kayu yang digunakan diambil dari kawasan hutan yang
berada wilayah adat.
Dengan demikian, Rumah Lamin dan bahan baku bangunannya, merupakan cakupan kawasan
K/NKT 6 terhadap masyarakat Dayak di sekitar konsesi SLJ II. Hal ini dikarenakan tingkat
kepentingannya yang tinggi dan ditemukan hampir di semua desa di sekitar konsesi SLJ II.

Rumah Lamin, sebagian besar bahan bangunannya adalah kayu ulin atau kayu besi, yang
masih berada di sekitar konsesi SLJ.

2. Kawasan Rotan dan Kawasan Ulin


Berdasarkan informasi yang diperoleh dari kegiatan FGD, terdapat kawasan yang menjadi
perhatian khusus masyarakat di dalam kawasan hutan yang dikelola SLJ II yang merupakan
habitat rotan dan ulin. Secara administrasi pemerintahan, kawasan ini menjadi bagian wilayah
Desa Mahak Baru. Dari kawasan inilah sebagian kebutuhan ulin dan rotan bagi masyarakat
Mahak Baru dan Dumu Mahak terpenuhi. Pada saat kegiatan FGD di Desa Mahak baru, aparat
desa mengharapkan SLJ II tidak melakukan kegiatan produksi di sekitar kawasan ini, atau harus
bekerja sama dengan masyarakat untuk melakukan pengawasan secara ketat supaya kawasan
rotan dan ulin tidak terganggu apabila harus bekerja di sekitar wilayah tersebut
Ketika dilakukan kunjungan ke lapangan, kawasan rotan dan ulin dalam kondisi baik dan telah
dipasangi papan petunjuk yang berisi informasi mengenai kawasan tersebut.

Dengan demikian, kawasan Rotan dan Kawasan Ulin, serta wilayah hutan yang dimanfaatkan
untuk pemenuhan rotan dan ulin adalah NKT 6. Kawasan Rotan merupakan kawasan khusus
dimana masyarakat setempat mengambil rotan untuk keperluan pembuatan kerajinan tangan
tradisional seperti topi dan anjat (keranjang), sedangkan Kawasan Ulin dimanfaatkan oleh
masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan bahan bangunan tradisional yaitu Rumah Lamin.
Papan tanda kawasan kayu ulin dan rotan yang dibuat oleh UM PT SLJ II untuk memberitahu
pengunjung dan masyarakat mengenai situs tersebut

3. Sungan
Sungan adalah suatu kawasan di hutan yang memiliki ciri khas mengeluarkan air asin. Menurut
informasi dari masyarakat, sungan merupakan tempat minum dan pemenuhan kebutuhan garam
satwa-satwa hutan. Oleh karena itu, kawasan di sekitar sungan menjadi tujuan bagi para
pemburu untuk menemukan binatang buruan. Di kawasan hutan, tempat-tempat semacam ini
tidak banyak dan tersebar secara sporadis.

Berdasarkan pengamatan lapangan, sungan-sungan yang terdapat di Batoq Kelo, Long Bagun
Ulu, Mahak Baru, Data Baru, Agung Baru dan Long Lebusan masih terjaga keasliannya, kecuali
sungan di bantaran Sungai Lisi (Long Lebusan) yang tertutup tanah longsoran.
Berdasar informasi yang diperoleh melalui FGD dan wawancara dengan beberapa warga
menunjukkan bahwa masyarakat memiliki keterikatan yang erat dengan kawasan ini dan
berusaha mempertahankannya dari kemusnahan. Tindakan-tindakan yang dilakukan antara lain
melarang warga membuka lading (sawah) mendekati sungan-sungan tersebut. Sungan terdapat
di seluruh wilayah desa, kecuali Long Top.
Tujuan keberadaan sungan ini menjadi kontradiktif, dimana fungsinya sebagai penyedia jasa
bagi satwa-satwa dimanfaatkan oleh warga pemburu sebagai salah satu lokasi kegiatan untuk
mendapatkan satwa buruan dengan cepat, mudah dan banyak.

Sungan (kiri) dan jebakan satwa liar (kanan) dibuat oleh pemburu lokal di dekat lokasi Sungan

Dengan demikian, sungan tidak masuk sebagai NKT 6 namun memiliki potensi sebagai NKT 6
apabila dalam pemeliharaannya, masyarakat juga menetapkan aturan perburuan untuk
menjaga keanekaragaman hayati dan ekosistem yang ada di sekitar sungan-sungan tersebut.

B. SEBARAN SITUS ARKEOLOGI

Jalur Sejarah Perjalanan Masyarakat Dayak


Didapati suatu jalur yang digunakan masyarakat suku Dayak terdahulu saat melakukan perjalanan
untuk mencari sumber kebutuhan pokok. Jalur-jalur ini mencakup beberapa tempat atau lokasi
yang digunakan masyarakat terdahulu untuk beristirahat dan berkumpul ( Historical Lane). Sesuai
urutan lokasi jalur sejarah dari utara, tempat-tempat beristirahat ini terdiri dari: Kubuk Sawak,
Lasan Kesenian, Can Batu, Lasan Kopi, Kubuk Encep dan Kubuk Tanyit. Semua lokasi-lokasi ini
berada dalam wilayah Mahak Baru. Di bawah ini merupakan gambaran umum dari masing-masing
tempat bersejarah dari perjalanan masyarakat Dayak dahulu-kala.
a. Kubuk Sawak
Kubuk Sawak merupakan rumah singgah dan tempat istirahat bagi masyarakat Dayak
terdahulu yang sedang mencari sumber kebutuhan pokok. Dalam bahasa Dayak, Kubuk berarti
“pondok”, sehingga pada masa dahulunya masyarakat membangun pondok-pondok singgah
bagi siapapun yang melewati daerah tersebut. Namun sejak dibangunnya jalan utama SLJ II,
kegiatan berjalan kaki secara berombongan yang dilakukan masyarakat DAS Boh tidak pernah
dilakukan lagi. Seiring dengan berhentinya kegiatan berjalan kaki, Kubu Sawak tidak dipakai
lagi sehingga keberadaannya tidak menjadi perhatian masyarakat. Pada saat ini, gubuk
tersebut telah hilang tak berbekas. Demikian pula dengan petunjuk yang menandai kawasan
tersebut yang tidak lagi ditemukan.

b. Lasan Kesenian
Tempat ini merupakan tempat singgah bagi masyarakat Dayak terdahulu yang melakukan
perjalanan dan berkumpul, dimana dalam waktu berkumpulnya timbul sukacita sehingga
ditampilkanlah tari-tarian dan nyanyian kesenian sebagai penghiburan masyarakat. Sama
dengan Kubuk Sawak, saat ini keberadaan Lasan Kesenian telah hilang karena sudah tidak
digunakan lagi sejak masyarakat mulai memanfaatkan jalan utama SLJ II. Lokasi Lasan
Kesenian ini sudah menyatu dengan jalan utama SLJ II.

c. Can Batu
Dalam bahasa Dayak Kenyah, can berarti “tangga”. Can Batu secara harfiah artinya adalah
“tangga batu”. Menurut informasi yang diperoleh dari masyarakat, keberadaan Can Batu terkait
dengan terhambatnya perjalanan ketika melewati sungai yang curam dan berdinding licin.
Untuk memudahkan rombongan melintasi sungai, maka dibuatlah undakan di dinding sungai
yang menyerupai anak tangga. Masyarakat setempat juga mengatakan bahwa menurut leluhur
terdahulunya, Can Batu juga diartikan sebagai “tangga batu menuju langit”. Berdasarkan
informasi dari kegiatan pertemuan dengan masyarakat atau FGD dan wawancara bebas dengan
beberapa warga masyarakat, diperoleh informasi bahwa warga yang masih mengenali lokasi
dan mengetahui sejarah Can Batu mayoritas adalah kalangan tua yang menjadi saksi sejarah
karena terlibat langsung dalam pembuatan Can Batu. Pengamatan lapangan menunjukkan
bahwa kondisi Can Batu terkini tidak berbekas dan tidak terawat. Tangga yang dulu dibuat
tidak ada lagi serta tidak ada papan petunjuk menuju ke lokasi.

4 | Identifikasi Nilai Konservasi Tinggi (NKT) IUPHHK-HA PT Sumalindo Lestari Jaya Unit II
Papan tanda Can Batu yang dibuat oleh UM PT SLJ II untuk memberitahu pengunjung atau
masyarakat tentang kawasan yang dilindungi warga.

d. Lasan Kopi
Merupakan tempat singgah bagi masyarakat Dayak terdahulu saat melakukan perjalanan dalam
mencari sumber kebutuhan pokok dan sekaligus juga tempat berkumpul dan istirahat bagi
masyarakat yang berburu. Masih banyak masyarakat yang mengenal dan mengetahui sejarah
Lasan Kopi , namun kondisi Lasan Kopi saat ini dipenuhi belukar dan tidak terawat.

Papan tanda Lasan Kopi signboard yang dibuat oleh UM PT SLJ II untuk memberitahu
pengunjung dan masyarakat sekitar kawasan yang dilindungi
e. Kubuk Encep
Sama dengan Kubuk Sawak, Kubuk Encep merupakan tempat singgah bagi masyarakat Dayak
terdahulu yang melakukan perjalanan untuk mencari kebutuhan bahan pokok. Kubuk Encep ini
berada di wilayah aliran sungai yang menjadi pilihan masyarakat suku Dayak sebagai tempat
istirahat. Titik lokasi yang tepat dari Kubuk Encep ini belum diketahui karena letaknya yang jauh
dan hanya beberapa kalangan saja yang mengenali dan mengetahui lokasinya.
f. Kubuk Tanyit
Kubuk Tanyit juga merupakan tempat singgah bagi masyarakat Dayak terdahulu yang
melakukan perjalanan untuk mencari kebutuhan bahan pokok. Dalam pengidentifikasiannya,
lokasi tepat dari Kubuk Tanyit ini masih samar dikarenakan sudah lama tidak digunakan sejak
adanya jalan darat utama bagi transportasi warga.
Berdasarkan analisa terkait dengan keberadaan, kualitas dan kepentingan situs-situs yang
membentuk Rute Sejarah ini, hanya Lasan Kopi dan Can Batu yang masuk menjadi NKT 6.
Keenam situs tersebut memiliki nilai sejarah dan identitas bagi masyarakat Dayak di Kecamatan
Sungai Boh, namun hanya Lasan Kopi dan Can Batu yang keberadaannya masih diketahui
walaupun kondisinya tidak terawat. Untuk Kubuk Sawak, Lasan Kesenian, Kubuk Encep dan
Kubuk Tanyit berpotensi menjadi NKT 6 apabila ada kemauan dan tindakan dari masyarakat
sendiri untuk tetap mempertahankan dan memelihara situs-situs tersebut sebagai identitas
budaya mereka.
g. Lasan Bali
Menurut informasi yang diperoleh dari masyarakat sekitar, bali dalam bahasa Dayak berarti
“hantu”. Selama tinjauan lapangan, ditemukan bahwa Lasan Bali merupakan suatu hamparan
lahan yang tidak berumput di Gunung Lasan Bali, dimana warga setempat menganggapnya
angker/berhantu sehingga warga berhati-hati dalam melakukan perjalanan ke arah Lasan Bali
tersebut. Tidak ada sejarah terkait dengan situs ini. Hanya saja, masyarakat menganggap lokasi
ini adalah situs mistis.
Dengan demikian, Lasan Bali tidak tercakup dalam kawasan NKT 6. Hal ini dikarenakan
walaupun lokasinya ada, namun tingkat kepentingan dan ketergantungan warga atas situs ini
sebagai identitas budaya mereka rendah. Warga tidak menjaga dan memelihara lokasi ini dan
situs ini hanya dikenal sisi mistisnya saja. Namun situs ini berpotensi menjadi NKT 6 apabila ada
tindakan dari masyarakat untuk mengelola dan memelihara situs ini sebagai identitas budaya
mereka.

h. Lungun (Peti Mati Suku Dayak)


Dalam adat dan tradisinya, setiap warga suku Dayak yang meninggal akan ditempatkan di dalam
suatu peti mati berbentuk silinder yang disebut dengan “Lungun” sebelum kemudian
dimakamkan. Di beberapa desa, terutama suku Dayak Kenyah, Lungun terbuat dari kayu khusus,
yaitu kayu Arau, yang berdiameter minimal 50 cm yang dipotong dan dilubangi bagian
tengahnya untuk menempatkan jenazah. Menurut informasi yang diperoleh, warga mendapatkan
kayu Arau dari hutan di sekitar desa. Namun ada juga bantuan dari perusahaan dalam
mendapatkan kayu Arau ini. Lungun ini merupakan identitas budaya masyarakat Dayak yang
masih dipelihara hingga saat ini.
Dengan demikian, Lungun merupakan NKT 6 dan wilayah hutan yang digunakan untuk
pemenuhan kebutuhan kayu Arau untuk Lungun juga merupakan NKT 6.
C. SEBARAN SDA HAYATI UNTUK PEMENUHAN KEBUTUHAN BUDAYA
Seraung (topi tradisional)
Masyarakat Dayak dalam kesehariannya seringkali nampak menggunakan topi berbentuk kerucut
yang disebut “Seraung” (Gambar 49). Topi tersebut merupakan identitas karena merupakan ciri
khas masyarakat Dayak yang tidak dimiliki suku lain. Dalam kesehariannya seraung digunakan
saat berladang maupun berkegiatan lain. Namun hal ini tidak berarti bahwa seraung merupakan
kebutuhan dasar karena ada alternatif penutup kepala lain yang dapat dipergunakan oleh
masyarakat ketika melakukan kegiatan sehari-hari. Bahan baku untuk membuat seraung ini
dinamakan Daun Biru (Licuala spinosa), yaitu daun yang serupa dengan daun kelapa yang
dibersihkan terlebih dahulu sebelum dianyam menjadi seraung. Daun Biru ini diperoleh di hutan
di sekitar desa.
Dengan demikian Seraung merupakan NKT 6 dan wilayah hutan yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan Daun Biru juga merupakan NKT 6.

Seraung (kiri) dan bahan baku tanaman (Daun Biru; kanan) sebagai salah satu
identitas masyarakat Dayak.
Gambar 50. Peta delineasi keberadaan NKT 6

Delineasi K/NKT 6
Delineasi KNKT 6 ditentukan oleh keberadaan identitas budaya penting bagi masyarakat lokal dan
tersebar luas di seluruh konsesi. Lokasi-lokasi ini terdiri dari: jalur sejarah, Tanah Ulen, Kubu Sawak,
Kubu Tanyit, Kubu Ncep, Lasan Bali, Lasan Kesenian, Lasan Kopi, Can Batu, Makam Tua dan Rumah
Adat Lamin. Semua lokasi berada di dalam konsesi SLJ II dan dipetakan dengan titik koordinat GPS
berdasarkan observasi lapangan. Luas tanah adat digambarkan berdasarkan RKU SLJ II. Menurut
hasil kajian, K/NKT 6 diidentifikasi dalam konsesi SLJ II dan dipetakan pada Gambar 51 berikut ini.
Gambar 51. K/NKT 6 di konsesi PT SLJ II.

Anda mungkin juga menyukai