Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, banjir, longsor, letusan gunung
api dan lain-lain. Wilayah Indonesia, merupakan Negara kepulauan yang terletak
pada pertemuan tiga lempeng tektonik dunia yaitu: lempeng Hindia-Australia di
sebelah selatan, lempeng Eurasia di sebelah barat dan lempeng Pasifik di sebelah
timur (Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2019).
Kejadian bencana terus meningkat di Indonesia. Dampak yang ditimbulkan
bencana juga cukup besar. Bencana bukan saja menimbulkan korban jiwa dan
kerusakan bangunan. Namun juga menimbulkan kerugian ekonomi yang
memerosotkan capaian pembangunan.
Selama tahun 2019 yaitu 1/1/2019 hingga 30/4/2019 di Indonesia terjadi
bencana sebanyak 1.586 kejadian bencana. Lebih dari 98 persen bencana yang
terjadi adalah bencana hidrometeorologi sedangkan 2 persen bencana geologi.
Selama 2019 ini ada tiga kejadian bencana yang menimbulkan korban jiwa dan
kerugian yang cukup besar.
Secara statistik, dibandingkan tahun 2018 dalam periode yang sama
kejadian bencana pada 2019 mengalami kenaikan 7,2%. Pada 2018 terjadi 1.480
bencana sedangkan 2019 terjadi 1.586 kejadian bencana. Untuk korban jiwa, juga
terjadi kenaikan 192% dimana pada tahun 2018 terdapat 150 orang meninggal
dunia dan hilang sedangkan pada 2019 korban meninggal dan hilang tercatat 438
orang. Begitu pula korban luka-luka juga mengalami kenaikan 212%. Korban luka
pada tahun 2018 sebanyak 461 orang sedangkan tahun 2019 sebanyak 1.439
orang. (Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2019)
Tingkat kesiapsiagaan masyarakat menghadapi bencana besar masih rendah.
Mitigasi baik struktural dan non struktural masih belum dijadikan prioritas dalam
pembangunan di daerah. Upaya penanganan bencana masih banyak
menitikberatkan pada darurat bencana. Upaya pencegahan dan kesiapsiagaan
masih perlu ditingkatkan. (Aminudin, 2013).

1
Kejadian bencana yang terus meningkat hendaknya menjadi pembelajaran
agar tidak terulang di masa mendatang. Jikapun terjadi lagi, dampak bencana
dapat diminimalkan. Oleh karena itu pengurangan risiko bencana dan mitigasi
bencana harus terintegrasi dalam pembangunan. Pengurangan risiko dan mitigasi
bencana menjadi investasi dalam pembangunan.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan yaitu
sebagai berikut:
1. Apa pengertian dari mitigasi bencana?
2. Tujuan dari mitigasi bencana?
3. Apa saja klasifikasi mitigasi bencana?
4. Bagaimana kebijakan dan strategi mitigasi bencana?
5. Bagaimana mitigasi bencana yang sering terjadi di Indonesia?

1.3. Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum yaitu untuk mengetahui mitigasi bencana.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui pengertian dari mitigasi bencana.
2. Tujuan dari mitigasi bencana.
3. Mengetahui klasifikasi mitigasi bencana.
4. Mengetahui kebijakan dan strategi dari mitigasi bencana.
5. Mengetahui mitigasi bencana yang sering terjadi di Indonesia.

1.4. Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai materi untuk menambah ilmu dan memahami tentang Mitigasi
Bencana.

2
2. Sebagai sumber bacaan mengenai penanggulangan bencana khususnya
mitigasi bencana geologi maupun hidrometeorologi yang ada di
Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bencana
2.1.1. Pengertian Bencana
Bencana dapat didefinisikan dalam berbagai arti baik secara
normatif maupun pendapat para ahli. Menurut Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam
atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. (Nurjanah,
dkk., 2012)
Pengertian bencana dalam Kepmen Nomor
17/kep/Menko/Kesra/x/95 adalah sebagai berikut : Bencana adalah
Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam,
manusia, dan atau keduanya yang mengakibatkan korban dan
penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan,
kerusakan sarana prasarana dan fasilitas umum serta menimbulkan
gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat.
Sedangkan definisi bencana (disaster) menurut WHO (2002)
adalah setiap kejadian yang menyebabkan kerusakan, gangguan
ekologis, hilangnya nyawa manusia, atau memburuknya derajat
kesehatan atau pelayanan kesehatan pada skala tertentu yang
memerlukan respon dari luar masyarakat atau wilayah yang terkena.

2.1.2. Potensi Perjenis Bencana di Indonesia

3
Dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia merupakan
negara dengan potensi bahaya (hazard potency) yang sangat tinggi.
Beberapa potensi tersebut antara lain adalah gempa bumi, tsunami,
banjir, letusan gunung api, tanah Iongsor, angin ribut, kebakaran
hutan dan lahan, letusan gunung api. Potensi bencana yang ada di
Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama, yaitu
potensi bahaya utama (main hazard) dan potensi bahaya ikutan
(collateral hazard). Potensi bahaya utama (main hazard potency) ini
dapat dilihat antara lain pada peta potensi bencana gempa di
Indonesia yang menunjukkan bahwa Indonesia adalah wilayah
dengan zona-zona gempa yang rawan, peta potensi bencana tanah
longsor, peta potensi bencana letusan gunung api, peta potensi
bencana tsunami, peta potensi bencana banjir, dan lain-lain. Dari
indikator-indikator di atas dapat disimpulkan bahwa Indonesia
memiliki potensi bahaya utama (main hazard potency) yang tinggi.
Hal ini tentunya sangat tidak menguntungkan bagi negara Indonesia.
Di samping tingginya potensi bahaya utama, Indonesia juga
memiliki potensi bahaya ikutan (collateral hazard potency) yang
sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator misalnya
likuifaksi, persentase bangunan yang terbuat dari kayu, kepadatan
bangunan, dan kepadatan industri berbahaya. Potensi bahaya ikutan
(collateral hazard potency) ini sangat tinggi terutama di daerah
perkotaan yang memiliki kepadatan, persentase bangunan kayu
(utamanya di daerah pemukiman kumuh perkotaan), dan jumlah
industri berbahaya, yang tinggi. Dengan indikator di atas, perkotaan
Indonesia merupakan wilayah dengan potensi bencana yang sangat
tinggi.
Berbagai potensi bencana tersebut adalah sebagai berikut :
1. Bencana Banjir.
Banjir baik yang berupa genangan atau banjir bandang bersifat
merusak. Aliran arus air yang tidak terlalu dalam tetapi cepat dan
bergolak (turbulent) dapat menghanyutkan manusia dan

4
binatang. Aliran air yang membawa material tanah yang halus
akan mampu menyeret material berupa batuan yang lebih berat
sehingga daya rusaknya akan semakin tinggi.
Banjir air pekat ini akan mampu merusakan fondasi bangunan
yang dilewatinya terutama fondasi jembatan sehingga
menyebabkan kerusakan yang parah pada bangunan tersebut,
bahkan mampu merobohkan bangunan dan menghanyut-kannya.
Pada saat air banjir telah surut, material yang terbawa banjir akan
diendapkan ditempat tersebut yang mengakibatkan kerusakan
pada tanaman, perumahan serta timbulnya wabah penyakit.
2. Bencana Tanah Longsor
Gerakan tanah atau tanah Iongsor merusakkan jalan, pipa dan
kabel baik akibat gerakan dibawahnya atau karena penimbunan
material hasil longsoran. Gerakan tanah yang berjalan lambat
menyebabkan penggelembungan (tilting) dan bangunan tidak
dapat digunakan. Rekahan pada tanah menyebabkan fondasi
bangunan terpisah dan menghancurkan utilitas lainnya didalam
tanah. Runtuhan lereng yang tiba-tiba dapat menyeret
permukiman turun jauh dibawah lereng. Runtuhan batuan
(rockfalls) yang berupa luncuran batuan dapat menerjang
bangunan- bangunan atau permukiman dibawahnya. Aliran
butiran (debris flow) dalam tanah yang lebih lunak,
menyebabkan aliran lumpur yang dapat mengubur bangunan
permukiman, menutup aliran sungai sehingga menyebabkan
banjir, dan menutup jalan. Liquefaction adalah proses
terpisahnya air di dalam pori-pori tanah akibat getaran sehingga
tanah kehilangan daya dukung terhadap bangunan yang ada
diatasnya sebagai akibatnya bangunan akan amblas atau
terjungkal.
3. Bencana Letusan Gunung Api
Bahaya letusan gunung api dibagi dua berdasarkan waktu
kejadiannya, yaitu bahaya utama (primer) dan bahaya ikutan

5
(sekunder). Kedua jenis bahaya tersebut masing-masing
mempunyai resiko merusak dan mematikan.
a. Bahaya Utama (primer)
Bahaya utama (sering juga disebut bahaya
langsung) letusan gunung api adalah bahaya yang
langsung terjadi ketika proses peletusan sedang
berlangsung. Jenis bahaya tersebut adalah awan panas
(piroclastk flow), lontaran batu (pijar), hujan abu tebal,
leleran lava (lava flow), dan gas beracun.
b. Bahaya lkutan (sekunder)
Bahaya ikutan letusan gunung api adalah bahaya
yang terjadi setelah proses peletusan berlangsung.
Bila suatu gunung api metetus akan terjadi penumpukan
material dalam berbagai ukuran di puncak dan lereng bagian
atas. Pada saat musim hujan tiba sebagian material tersebut akan
terbawa oleh air hujan dan tercipta adonan lumpur turun ke
lembah sebagai banjir bebatuan, banjir tersebut disebut lahar.
4. Bencana Gempa bumi
Gempa bumi adalah getaran partikel batuan atau goncangan
pada kulit bumi yang disebabkan oleh pelepasan energi secara
tiba-tiba akibat aktivitas tektonik (gempa bumi tektonik) dan
rekahan akibat naiknya fluida (magma, gas, uap dan Iainnya)
dari dalam bumi menuju ke permukaan, di sekitar gunung api,
disebut gempa bumi gunung api/vulkanik.
Getaran tersebut menyebabkan kerusakan dan runtuh- nya
struktur bangunan yang menimbulkan korban bagi penghuninya.
Getaran gem-pa ini juga dapat memicu terjadinya tanah longsor,
runtuhan batuan dan kerusakan tanah Iainnya yang merusakkan
permu-kiman disekitarnya. Getaran gempa bumi juga dapat
menyebabkan bencana ikutan yang berupa kebakaran,
kecelakaan industri dan transportasi dan juga banjir akibat
runtuhnya bendungan dan tanggul- tanggul penahan lainnya.

6
Sumber gempa bumi di Indonesia banyak dijumpai di lepas
pantai/di bawah laut yang disebabkan oleh aktivitas subduksi dan
sesar bawah laut. Beberapa gempa bumi dengan sumber di
bawah laut, dengan magnitude besar dengan mekanisme sesar
naik dapat menyebabkan tsunami. Dijumpai pula sumber gempa
bumi di darat yang disebabkan oleh aktivitas sesar di darat.
5. Bencana Tsunami
Gelombang air laut yang membawa material baik berupa
sisa-sisa bangunan, tumbuhan dan material lainnya menghempas
segala sesuatu yang berdiri di dataran pantai dengan kekuatan
yang dasyat.
Bangunan-bangunan yang memiliki dimensi lebar dinding
sejajar dengan garis pantai atau tegak lurus dengan arah
datangnya gelombang akan mendapat tekanan yang paling kuat
sehingga akan mengalami kerusakan yang paling parah.
Gelombang air ini juga akan menggerus fondasi dan
menyeret apapun yang berdiri lepas dipermukaan dataran pantai
dan dibawa ke laut.
6. Bencana Kebakaran
Kebakaran yang terjadi dipengaruhi oleh faktor alam yang
berupa cuaca yang kering serta faktor manusia yang berupa
pembakaran baik sengaja maupun tidak sengaja. Kebakaran ini
akan menimbulkan efek panas yang sangat tinggi sehingga akan
meluas dengan cepat. Kerusakan yang ditimbulkan berupa
kerusakan lingkungan, jiwa dan harta benda.
Dampak lebih lanjut adalah adanya asap yang ditimbulkan
yang dapat mengakibatkan pengaruh pada kesehatan terutama
pernafasan serta gangguan aktivitas sehari-hari seperti
terganggunya jadwal penerbangan. Tebalnya asap juga dapat
mengganggu cuaca.
7. Bencana Kekeringan

7
Kekeringan akan berdampak pada kesehatan manusia,
tanaman serta hewan baik langsung maupun tidak langsung.
Kekeringan menyebabkan pepohonan akan mati dan tanah
menjadi gundul yang pada saat musim hujan menjadi mudah
tererosi dan banjir.
Dampak dari bahaya kekeringan ini seringkali secara
gradual/lambat, sehingga jika tidak dimonitor secara terus
menerus akan mengakibatkan bencana berupa hilangnya bahan
pangan akibat tanaman pangan dan ternak mati, petani
kehilangan mata pencaharian, banyak orang kelaparan dan mati,
sehingga berdampak urbanisasi.
8. Bencana Angin Siklon Tropis
Tekanan dan hisapan dan tenaga angin meniup selama
beberapa jam. Tenaga angin yang kuat dapat merobohkan
bangunan. Umumnya kerusakan dialami oleh bangunan dan
bagian yang non struktural seperti atap, antene, papan reklame
dan sebagainya.
Badai yang terjadi di laut atau danau dapat menyebabkan
kapal tenggelam. Kebanyakan angin topan disertai dengan hujan
deras yang dapat menimbulkan bencana lainya seperti tanah
longsor dan banjir.
9. Bencana Wabah Penyakit
Wabah penyakit menular dapat menimbulkan dampak
kepada masyarakat yang sangat luas meliputi:
1. Jumlah kesakitan, bila wabah tidak dikendalikan maka
dapat menyerang masyarakat dalam jumlah yang sangat
besar, bahkan sangat dimungkinkan wabah akan
menyerang lintas negara bahkan lintas benua.
2. Jumlah kematian, apabila jumlah penderita tidak
berhasil dikendalikan, maka jumlah kematian juga akan
meningkat secala tajam, khususnya wabah penyakit

8
menular yang masih relative baru seperti Flu Burung
dan SARS.
3. Aspek ekonomi, dengan adanya wabah maka akan
memberikan dampak pada merosotnya roda ekonomi.
sebagai contoh apabila wabah flu burung benar terjadi
maka triliunan aset usaha perunggasan akan lenyap.
Begitu juga akibat merosotnya kunjungan wisata karena
adanya travel warning dan beberapa Negara maka akan
melumpuhkan usaha biro perjalanan, hotel maupun
restoran.
4. Aspek politik, bila wabah terjadi maka akan
menimbulkan keresahan masyarakat yang sangat hebat,
dan kondisi ini sangat potensial untuk dimanfaatkan
oleh pihak-pihak tertentu guna menciptakan kondisi
tidak stabil.
10. Bencana Kegagalan Teknologi
Ledakan instalasi, menyebabkan korban jiwa, luka-luka dan
kerusakan bangunan dan infrastruktur; kecelakaan transportasi
membunuh dan melukai penumpang dan awak kendaraan, dan
juga dapat menimbulkan pencemaran; kebakaran pada industri
dapat menimbulkan suhu yang sangat tinggi dan menimbulkan
kerusakan pada daerah yang luas; zat-zat pencemar (polutan)
yang terlepas di air dan udara akan dapat menyebar pada daerah
yang sangat luas dan menimbulkan pencemaran pada udara,
sumber air minum, tanaman pertanian, dan tempat persedian
pangan sehingga menyebabkan daerahnya tidak dapat dihuni:
satwa liar akan binasa, sytem ekologi terganggu.
Bencana kegagalan teknologi pada skala yang besar akan
dapat mengancam kestabitan ekologi secara global.
11. Konflik.
Konflik adalah suatu yang tidak terhindarkan. Konflik
melekat erat dalam jalinan kehidupan. Oleh karena itu, hingga

9
sekarang dituntut untuk memperhatikan dan meredam kepanikan
terhadap konflik.
Merebaknya euphoria reformasi, demokratisasi dan
otonomi daerah yang diwarnai dengan berbagai masalah yang
kompleks dan multi dimensional telah melahirkan konflik-
konflik baru.
Berbagai masalah tersebut adalah :
1. Krisis moneter sejak tahun 1997 sampai saat ini masih
mewariskan sejumlah konflik vertikal dan horizontal
2. Belum terwujudnya clean government dan good
governance, juga memperparah konflik yang sudah ada
dengan munculnya berbagai konflik terjadilah hal-hal
berikut :
a. Timbulnya disintegrasi bangsa
b. Menurunnya kepercayaan masyarakat dan dunia
internasional terhadap Pemerintah Republik
Indonesia.
c. Menurunnya etika sosial dan norma hukum yang
menjurus kepada kerusuhan yang menjurus anarkis.

2.1.3. Klasifikasi Bencana


Jenis-jenis bencana menurut Undang-undang Nomor 24
Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, yaitu:
1. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan
oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami,
gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan
tanah longsor;
2. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan
oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam
antara lain berupa gagal teknologi,gagal modernisasi.
dan wabah penyakit;

10
3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan
oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar
kelompok atau antar komunitas masyarakat.
4. Kegagalan Teknologi adalah semua kejadian bencana
yang diakibatkan oleh kesalahan desain,
pengoprasian, kelalaian dan kesengajaan, manusia
dalam penggunaan teknologi dan atau insdustriyang
menyebabkan pencemaran, kerusakan bangunan,
korban jiwa, dan kerusakan lainnya.

2.1.4. Manajemen Bencana


Manajemen bencana adalah suatu proses dinamis, berlanjut
dan terpadu untuk meningkatkan kualitas langkah-langkah yang
berhubungan dengan observasi dan analisis bencana serta
pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, peringatan dini, penanganan
darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi bencana. (UU Nomor 24
Tahun 2007).
Manajemen bencana menurut Nurjanah (2012) sebagai
Proses dinamis tentang bekerjanya fungsi-fungsi manajemen
bencana seperti planning, organizing, actuating, dan controling.
Cara kerjanya meliputi pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan
tanggap darurat dan pemulihan.
Adapun tujuan manajemen bencana secara umum adalah
sebagai berikut: (1) Mencegah dan membatasi jumlah korban
manusia serta kerusakan harta benda dan lingkungan hidup; (2)
Menghilangkan kesengsaraan dan kesulitan dalam kehidupan dan
penghidupan korban; (3) Mengembalikan korban bencana dari
daerah penampungan/ pengungsian ke daerah asal bila
memungkinkan atau merelokasi ke daerah baru yang layak huni
dan aman; (4) Mengembalikan fungsi fasilitas umum utama,
seperti komunikasi/ transportasi, air minum, listrik, dan telepon,

11
termasuk mengembalikan kehidupan ekonomi dan sosial daerah
yang terkena bencana; (5) Mengurangi kerusakan dan kerugian
lebih lanjut; (6) Meletakkan dasar-dasar yang diperlukan guna
pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi dalam konteks
pembangunan.
Secara umum manajemen bencana dapat dikelompokkan
menjadi 3 tahapan dengan beberapa kegiatan yang dapat dilakukan
mulai dari pra bencana, pada saat tanggap darurat, dan pasca
bencana.
Gambar 2.1 Manajemen Bencana

Sumber :UU Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan


Bencana
1. Tahap Pra Bencana (mencangkup Kegiatan pencegahan,
mitigasi, kesiapsiagaan, dan peringatan dini).
. Pencegahan (prevention)
Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya
bencana (jika mungkin dengan meniadakan bahaya).
Misalnya : Melarang pembakaran hutan dalam perladangan,
Melarang penambangan batu di daerah yang curam, dan
Melarang membuang sampah sembarangan.
. Mitigasi Bencana (Mitigation)
Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk
mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan

12
fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana. Kegiatan mitigasi dapat
dilakukan melalui a) pelaksanaan penataan ruang; b)
pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata
bangunan; dan c) penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan,
dan pelatihan baik secara konvensional maupun modern
(UU Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 47 ayat 2 tentang
Penanggulangan Bencana).

. Kesiapsiagaan (Preparedness)
Serangkaian
kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta
melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
Beberapa bentuk aktivitas kesiapsiagaan yang dapat
dilakukan antara lain: a) penyusunan dan uji coba rencana
penanggulangan kedaruratan bencana; b) pengorganisasian,
pemasangan, dan pengujian sistem peringatan dini; c)
penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan
kebutuhan dasar; d) pengorganisasian, penyuluhan,
pelatihan, dan gladi tentang mekanisme tanggap darurat; e)
penyiapan lokasi evakuasi; f) penyusunan data akurat,
informasi, dan pemutakhiran prosedur tentang tanggap
darurat bencana; dan g) penyediaan dan penyiapan bahan,
barang, dan peralatan untuk pemenuhan pemulihan
prasarana dan sarana.
. Peringatan Dini (Early Warning)
Serangkaian kegiatan pemberian peringatan
sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan
terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang
berwenang (UU 24/2007) atau Upaya untuk memberikan
tanda peringatan bahwa bencana kemungkinan akan segera

13
terjadi. Pemberian peringatan dini harus : Menjangkau
masyarakat (accesible), Segera (immediate), Tegas tidak
membingungkan (coherent), Bersifat resmi (official).
2. Tahap saat terjadi bencana yang mencakup kegiatan tanggap
darurat untuk meringankan penderitaan sementara, seperti
kegiatan bantuan darurat dan pengungsian.
. Tanggap Darurat (response)
Tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk
menangani dampak buruk yang ditimbulkan yang meliputi
kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda,
pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan
pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan
sarana. Beberapa aktivitas yang dilakukan pada tahapan
tanggap darurat antara lain: a) pengkajianyang dan tepat
terhadap lokasi, kerusakan, dan sumberdaya; b) penentuan
status keadaan darurat bencana; c) penyelamatan dan
evakuasi masyarakat terkena bencana; d) pemenuhan
kebutuhan dasar; e) perlindungan terhadap kelompok
rentan; dan f) pemulihan dengan segera prasaran dan sarana
vital ( UU Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 48 tentang
Penaanggulangan Bencana).
b. Bantuan Darurat (relief)
Merupakan upaya untuk memberikan bantuan
berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar berupa :
Pangan, Sandang, Tempat tinggal sementara, kesehatan,
sanitasi dan air bersih.
3. Tahap pasca bencana yang mencakup kegiatan pemulihan,
rehabilitasi, dan rekonstruksi.
. Pemulihan (recovery)
Pemulihan adalah serangkaian kegiatan untuk
mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup

14
yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali
kelembagaan, prasarana, dan sarana dengan melakukan
upaya rehabilitasi. Beberapa kegiatan yang terkait dengan
pemulihan adalah a) perbaikan lingkungan daerah bencana;
b) perbaikan prasarana dan sarana umum; c) pemberian
bantuan perbaikan rumah masyarakat; d) pemulihan sosial
psikologis; e) pelayanan kesehatan; f) rekonsiliasi dan
resolusi konflik; g) pemulihan sosial ekonomi budaya, dan
j) pemulihan fungsi pelayanan publik.

. Rehabilitasi (rehabilitation)
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua
aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat
yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran
utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar
semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada
wilayah pascabencana. Rehabilitasi dilakukan melalui
kegiatan : perbaikan lingkungan daerah bencana, perbaikan
prasarana dan sarana umum, pemberian bantuan perbaikan
rumah masyarakat, pemulihan sosial psikologis, pelayanan
kesehatan, rekonsiliasi dan resolusi konflik, pemulihan
sosial ekonomi budaya, pemulihan keamanan dan
ketertiban, pemulihan fungsi pemerintahan, dan pemulihan
fungsi pelayanan publik.
. Rekonstruksi (reconstruction)
Rekonstruksi adalah perumusan kebijakan dan
usaha serta langkah- langkah nyata yang terencana baik,
konsisten dan berkelanjutan untuk membangun kembali
secara permanen semua prasarana, sarana dan sistem
kelembagaan, baik di tingkat pemerintahan maupun
masyarakat, dengan sasaran utama tumbuh berkembangnya
kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya

15
hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran dan partisipasi
masyarakat sipil dalam segala aspek kehidupan
bermasyarakat di wilayah pasca bencana. Lingkup
pelaksanaan rekonstruksi terdiri atas program rekonstruksi
fisik dan program rekonstruksi non fisik.
Dengan melihat manajemen bencana sebagai sebuah
kepentingan masyarakat kita berharap berkurangnya korban nyawa
dan kerugian harta benda. Dan yang terpenting dari manajemen
bencana ini adalah adanya suatu langkah konkrit dalam
mengendalikan bencana sehingga korban yang tidak kita harapan
dapat terselamatkan dengan cepat dan tepat dan upaya untuk
pemulihan pasca bencana dapat dilakukan dengan secepatnya.
Pengendalian itu dimulai dengan membangun kesadaran
kritis masyarakat dan pemerintah atas masalah bencana alam,
menciptakan proses perbaikan total atas pengelolaan bencana,
penegasan untuk lahirnya kebijakan lokal yang bertumpu pada
kearifan lokal yang berbentuk peraturan nagari dan peraturan
daerah atas menejemen bencana. Yang tak kalah pentingnya dalam
manajemen bencana ini adalah sosialisasi kehatian-hatian terutama
pada daerah rawan bencana.

2.2. Mitigasi Bencana


2.2.1 Pengertian Mitigasi Bencana
Menurut Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2007 Mitigasi
adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana.
Sedangkan menurut PERMENDAGRI No. 33 Tahun 2006
Mitigasi didefinisikan sebagai upaya yang ditujukan untuk mengurangi
dampak dari bencana baik bencana alam, bencana ulah manusia
maupun gabungan dari keduanya dalam suatu negara atau masyarakat.

16
2.2.2 Tujuan Mitigasi Bencana
Tujan dari strategi mitigasi adalah untuk mengurangi kerugian-
kerugian pada saat terjadinya bahaya pada masa mendatang. Tujuan
utama adalah untuk mengurangi resiko kematian dan cedera terhadap
penduduk. Tujuan-tujuan sekunder mencakup pengurangan kerusakan
dan kerugian-kerugian ekonomi yang ditimbulkan terhadap
infrastruktur sektor publik dan mengurangi kerugian-kerugian ekonomi
yang ditimbulkan terhadap infrastruktur sector publik dan mengurangi
kerugian-kerugian sector swasta sejauh hal-hal itu mungkin
mempengaruhii masyarakat secara keseluruhan. Tujuan-tujuan ini
mungkin mencakup dorongan bagi orang-orang untuk melindungi diri
mereka sejauh mungkin. (Ahmad, 2018)
Tujuan utama (ultimate goal) dari Mitigasi Bencana adalah
sebagai berikut :
1. Mengurangi resiko/dampak yang ditimbulkan oleh bencana
khususnya bagi penduduk, seperti korban jiwa (kematian), kerugian
ekonomi (economy costs) dan kerusakan sumber daya alam.
2. Sebagai landasan (pedoman) untuk perencanaan pembangunan.
3. Meningkatkan pengetahuan masyarakat (public awareness) dalam
menghadapi serta mengurangi dampak/resiko bencana, sehingga
masyarakat dapat hidup dan bekerja dengan aman.

2.2.3 Klasifikasi Mitigasi Bencana


Secara umum, dalam prakteknya mitigasi dapat dikelompokkan
ke dalam mitigasi struktural dan mitigasi non struktural. Mitigasi
struktural berhubungan dengan usaha-usaha pembangunan konstruksi
fisik, sementara mitigasi non struktural antara lain meliputi perencanaan
tata guna lahan disesuaikan dengan kerentanan wilayahnya dan
memberlakukan peraturan (law enforcement) pembangunan. Dalam
kaitan itu pula, kebijakan nasional harus lebih memberikan keleluasan
secara substansial kepada daerah-daerah untuk mengembangkan sistem
mitigasi bencana yang dianggap paling tepat dan paling efektif-efisien
untuk daerahnya.

17
Dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia merupakan
negara dengan potensi bahaya (hazard potency) yang sangat tinggi.
Beberapa potensi tersebut antara lain adalah gempa bumi, tsunami,
banjir, letusan gunung api, tanah Iongsor, angin ribut, kebakaran hutan
dan lahan, letusan gunung api. Potensi bencana yang ada di Indonesia
dapat dikelompokkan menjadi kelompok utama, yaitu potensi bahaya
utama (main hazard) dan potensi bahaya ikutan (collateral hazard).
Potensi bahaya utama (main hazard potency) in i dapat dilihat antara
lain pada peta potensi bencana gempa di Indonesia yang menunjukkan
bahwa Indonesia adalah wilayah dengan zona -zona gempa yang rawan,
peta potensi bencana tanah longsor, peta potensi bencana letusan
gunung api, peta potensi bencana tsunami, peta potensi bencana banjir,
dan lain- lain. Dari indikator-indikator di atas dapat disimpulkan bahwa
Indonesia memiliki potensi bahaya utama (main hazard potency) yang
tinggi. Hal ini tentunya sangat tidak menguntungkan bagi negara
Indonesia. Di samping tingginya potensi bahaya utama, Indonesia juga
memiliki potensi bahaya ikutan (collateral hazard potency) yang sangat
tinggi. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indicator misalnya likuifaksi,
persentase bangunan yang terbuat dari kayu, kepadatan bangunan, dan
kepadatan industri berbahaya. Potensi bahaya ikutan (collateral hazard
potency) ini sangat tinggi terutama di daerah perkotaan yang memiliki
kepadatan, persentase bangunan kayu (utamanya di daerah pemukiman
kumuh perkotaan), dan jumlah industri berbahaya, yang tinggi. Dengan
indikator di atas, perkotaan Indonesia merupakan wilayah dengan
potensi bencana yang sangat tinggi.
1. Mitigasi Struktural
a. Mitigasi strukural merupakan upaya untuk meminimalkan bencana
yang dilakukan melalui pembangunan berbagai prasarana fisik dan
menggunakan pendekatan teknologi, seperti pembuatan kanal
khusus untuk pencegahan banjir, alat pendeteksi aktivitas gunung
berapi, bangunan yang bersifat tahan gempa, ataupun Early
Warning System yang digunakan untuk memprediksi terjadinya

18
gelombang tsunami. Mitigasi struktural adalah upaya untuk
mengurangi kerentanan (vulnerability) terhadap bencana dengan
cara rekayasa teknis bangunan tahan bencana. Bangunan tahan
bencana adalah bangunan dengan struktur yang direncanakan
sedemikian rupa sehingga bangunan tersebut mampu bertahan atau
mengalami kerusakan yang tidak membahayakan apabila bencana
yang bersangkutan terjadi. Rekayasa teknis adalah prosedur
perancangan struktur bangunan yang telah memperhitungkan
karakteristik aksi dari bencana.

2. Mitigasi Non-Struktural
a. Mitigasi non –struktural adalah upaya mengurangi dampak bencana
selain dari upaya tersebut diatas. Bisa dalam lingkup upaya
pembuatan kebijakan seperti pembuatan suatu peraturan. Undang-
Undang Penanggulangan Bencana (UU PB) adalah upaya non-
struktural di bidang kebijakan dari mitigasi ini. Contoh lainnya
adalah pembuatan tata ruang kota, capacity building masyarakat,
bahkan sampai menghidupkan berbagai aktivitas lain yang berguna
bagi penguatan kapasitas masyarakat, juga bagian dari mitigasi ini.
Ini semua dilakukan untuk, oleh dan di masyarakat yang hidup di
sekitar daerah rawan bencana.
b. Kebijakan non struktural meliputi legislasi, perencanaan wilayah,
dan asuransi. Kebijakan non struktural lebih berkaitan dengan
kebijakan yang bertujuan untuk menghindari risiko yang tidak
perlu dan merusak. Tentu, sebelum perlu dilakukan identifikasi
risiko terlebih dahulu. Penilaian risiko fisik meliputi proses
identifikasi dan evaluasi tentang kemungkinan terjadinya bencana
dan dampak yang mungkin ditimbulkannya.
c. Kebijakan mitigasi baik yang bersifat struktural maupun yang
bersifat non struktural harus saling mendukung antara satu dengan
yang lainnya. Pemanfaatan teknologi untuk memprediksi,
mengantisipasi dan mengurangi risiko terjadinya suatu bencana

19
harus diimbangi dengan penciptaan dan penegakan perangkat
peraturan yang memadai yang didukung oleh rencana tata ruang
yang sesuai. Sering terjadinya peristiwa banjir dan tanah longsor
pada musim hujan dan kekeringan di beberapa tempat di Indonesia
pada musim kemarau sebagian besar diakibatkan oleh lemahnya
penegakan hukum dan pemanfaatan tata ruang wilayah yang tidak
sesuai dengan kondisi lingkungan sekitar. Teknologi yang
digunakan untuk memprediksi, mengantisipasi dan mengurangi
risiko terjadinya suatu bencana pun harus diusahakan agar tidak
mengganggu keseimbangan lingkungan di masa depan.
2.2.4. Kebijakan dan Strategi Mitigasi Bencana
1. Kebijakan
Berbagai kebijakan yang perlu ditempuh dalam mitigasi
bencana antara lain :
. Dalam setiap upaya mitigasi bencana perlu membangun
persepsi yang sama bagi semua pihak baik jajaran aparat
pemerintah maupun segenap unsur masyarakat yang
ketentuan langkahnya diatur dalam pedoman umum,
petunjuk pelaksanaan dan prosedur tetap yang dikeluarkan
oleh instansi yang bersangkutan sesuai dengan bidang tugas
unit masing-masing.
b. Pelaksanaan mitigasi bencana dilaksanakan secara terpadu
terkoordinir yang melibatkan seluruh potensi pemerintah dan
masyarakat.
c. Upaya preventif harus diutamakan agar kerusakan dan
korban jiwa dapat diminimalkan.
d. Penggalangan kekuatan melalui kerjasama dengan semua
pihak, melalui pemberdayaan masyarakat serta kampanye.
2. Strategi
Untuk melaksanakan kebijakan dikembangkan beberapa
strategi sebagai berikut:
a. Pemetaan.

20
Langkah pertama dalam strategi mitigasi ialah
melakukan pemetaan daerah rawan bencana. Pada saat ini
berbagai sektor telah mengembangkan peta rawan
bencana. Peta rawan bencana tersebut sangat berguna
bagi pengambil keputusan terutama dalam antisipasi
kejadian bencana alam. Meskipun demikian sampai saat
ini penggunaan peta ini belum dioptimalkan. Hal ini
disebabkan karena beberapa hal, diantaranya adalah :
1. Belum seluruh wilayah di Indonesia telah dipetakan.
2. Peta yang dihasilkan belum tersosialisasi dengan
baik.
3. Peta bencana belum terintegrasi.
4. Peta bencana yang dibuat memakai peta dasar yang
berbeda beda sehingga menyulitkan dalam proses
integrasinya.
b. Pemantauan.
Dengan mengetahui tingkat kerawanan secara dini,
maka dapat dilakukan antisipasi jika sewaktu-waktu
terjadi bencana, sehingga akan dengan mudah melakukan
penyelamatan. Pemantauan di daerah vital dan strategis
secara jasa dan ekonomi dilakukan di beberapa kawasan
rawan bencana.
c. Penyebaran informasi
Penyebaran informasi dilakukan antara lain dengan
cara: memberikan poster dan leaflet kepada Pemerintah
Kabupaten/Kota dan Propinsi seluruh Indonesia yang
rawan bencana, tentang tata cara mengenali, mencegah
dan penanganan bencana. Memberikan informasi ke
media cetak dan etektronik tentang kebencanaan adalah
salah satu cara penyebaran informasi dengan tujuan
meningkatkan kewaspadaan terhadap bencana geologi di
suatu kawasan tertentu. Koordinasi pemerintah daerah

21
dalam hal penyebaran informasi diperlukan mengingat
Indonesia sangat luas.
d. Sosialisasi dan Penyuluhan
Sosialisasi dan penyuluhan tentang segala aspek
kebencanaan kepada SATKOR-LAK PB, SATLAK PB,
dan masyarakat bertujuan meningkatkan kewaspadaan
dan kesiapan menghadapi bencana jika sewaktu-waktu
terjadi. Hal penting yang perlu diketahui masyarakat
dan Pemerintah Daerah ialah mengenai hidup harmonis
dengan alam di daerah bencana, apa yang perlu ditakukan
dan dihindarkan di daerah rawan bencana, dan
mengetahui cara menyelamatkan diri jika terjadi bencana.
e. Pelatihan/Pendidikan
Pelatihan difokuskan kepada tata cara
pengungsian dan penyelamatan jika terjadi bencana.
Tujuan latihan lebih ditekankan pada alur informasi dari
petugas lapangan, pejabat teknis, SATKORLAK PB,
SATLAK PB dan masyarakat sampai ke tingkat
pengungsian dan penyelamatan korban bencana. Dengan
pelatihan ini terbentuk kesiagaan tinggi menghadapi
bencana akan terbentuk.
f. Peringatan Dini
Peringatan dini dimaksudkan untuk memberitahu-
kan tingkat kegiatan hasil pengamatan secara kontinyu di
suatu daerah rawan dengan tujuan agar persiapan secara
dini dapat dilakukan guna mengantisipasi jika sewaktu--
waktu terjadi bencana. Peringatan dini tersebut
disosialisasikan kepada masyarakat melalui pemerintah
daerah dengan tujuan memberikan kesadaran masyarakat
dalam menghindarkan diri dari bencana. Peringatan dini
dan hasil pemantauan daerah rawan bencana berupa saran
teknis dapat berupa antana lain pengalihan jalur jalan

22
(sementara atau seterusnya), pengungsian dan atau
relokasi, dan saran penanganan lainnya.

2.2.5. Manajemen Mitigasi Bencana


2. Penguatan institusi penanganan bencana.
3. Meningatkan kemampuan tanggap darurat.
4. Meningkatkan kepedulian dan kesiapan masyarakat pada
masalah-masalah yang berhuungan dengan resiko bencana.
5. Meningkatkan keamanan terhadap bencana pada sistem
infrastruktur dan utilitas.
6. Meningkatkan keamanan tehadap bencana pada bangunan
strategis dan penting.
7. Meningkatkan keamanan terhadap bencana daerah
perumahan dan fasilitas umum.
8. Meningkatkan keamanan terhadap bencana pada bangunan
industry.
9. Meningkatkan keamanan terhadap encana pada bangunan
sekolah dan anak-anak sekolah.
10. Memperhatikan keamanan terhadap bencana dan kaidah-
kaidah bangunan tahan gempa dan tsunami serta banjir
dalam proses pembuatan konstruksi baru.
11. Meningkatkan pengetahuan para ahli mengenai fenomena
bencana, kerentanan terhadap bencana dan teknik-teknik
mitigasi.
12. Memasukkan prosedur kajian resiko bencana kedalam
perencanaan tata ruang/ tata guna lahan.
13. Meningkatkan kemampuan pemulihan masyarakat dalam
jangka panjang setelah terjadi bencana.

2.2.6. Langkah-Langkah yang Dilakukan Dalam Mitigasi Bencana


1. Bencana Banjir
Secara lebih rinci upaya pengurangan bencana banjir antara lain:

23
1. Pengawasan penggunaan lahan dan perencanaan lokasi untuk
menempatkan fasilitas vital yang rentan terhadap banjir pada
daerah yang aman.
2. Penyesuaian desain bangunan di daerah banjir harus tahan
terhadap banjir dan dibuat bertingkat.
3. Pembangunan infrastruktur harus kedap air.
4. Pembangunan tembok penahan dan tanggul disepanjang sungai,
tembok laut sepanjang pantai yang rawan badai atau tsunami
akan sangat membantu untuk mengurangi bencana banjir.
5. Pengaturan kecepatan aliran air permukaan dan daerah hulu
sangat membantu mengurangi terjadinya bencana banjir.
Beberapa upaya yang perlu dilakukan untuk mengatur kecepatan
air masuk kedalam sistem pengaliran diantaranya adalah dengan
pembangunan bendungan/ waduk, reboisasi dan pembangunan
sistem peresapan.
6. Pengerukan sungai, pembuatan sudetan sungai baik secara
saluran terbuka maupun dengan pipa atau terowongan dapat
membantu mengurangi resiko banjir.
7. Pembuatan tembok penahan dan tembok pemecah ombak untuk
mengurangi energi ombak jika terjadi badai atau tsunami untuk
daerah pantai.
8. Memperhatikan karakteristik geografi pantai dan bangunan
pemecah gelombang untuk daerah teluk.
9. Pembersihan sedimen.
10. Pembangunan pembuatan saluran drainase.
11. Peningkatan kewaspadaan di daerah dataran banjir.
12. Desain bangunan rumah tahan banjir (material tahan air, fondasi
kuat).
13. Pelatihan pertanian yang sesuai dengan kondisi daerah banjir.
14. Meningkatkan kewaspadaan terhadap penggundulan hutan.

24
15. Pelatihan tentang kewaspadaan banjir seperti cara
penyimpanan/pergudangan perbekalan, tempat istirahat/ tidur di
tempat yang aman (daerah yang tinggi).
16. Persiapan evakuasi bencana banjir seperti perahu dan alat-alat
penyelamatan lainnya.
2. Bencana Tanah Longsor
Secara lebih rinci upaya pengurangan bencana tanah longsor antara
lain:
1. Pembangunan permukiman dan vasilitas utama lainnya
menghindari daerah rawan bencana.
2. Menyarankan relokasi.
3. Menyarankan pembangunan pondasi tiang pancang untuk
menghindari bahaya liquefation.
4. Menyarankan pembangunan pondasi yang menyatu, untuk
menghindari penurunan yang tidak seragam (differential
settlement).
5. Menyarankan pembangunan utilitas yang ada didalam tanah
harus bersifat fleksibel.
6. Mengurangi tingkat keterjalan lereng.
7. Meningkatkan/memperbaiki drainase baik air permukaan
maupun air tanah.
8. Pembuatan bangunan penahan, jangkar (anchor) dan pilling.
9. Pembuatan terasering.
10. Penghijauan dengan tanaman yang sistem perakarannya dalam.
11. Pembuatan saluran khusus untuk aliran butir.
12. Pembuatan tanggul penahan khusus untuk runtuhan batu baik
berupa bangunan konstruksi, tanaman maupun parit.
13. PengenalandaerahyangrawanIongsor.
14. Identifikasi daerah yang aktif bergerak, dapat dikenali dengan
adanya rekahan-rekahan berbentuk ladam (tapal kuda).
15. Hindarkan pembangunan didaerah yang rawan longsor.
16. Mendirikan bangunan dengan fondasi yang kuat.

25
17. Melakukan pemadatan tanah disekitar perumahan.
18. Pembuatan terase dan penghijauan dengan menstabilkan
lereng.
19. Pembuatan tanggul penahan untuk runtuhan batuan (rock fall).
20. Penutupan rekahan-rekahan diatas lereng untuk mencegah air
masuk secara cepat kedalam tanah.
3. Bencana Gunung Api
Secara lebih rinci upaya pengurangan bencana Gunung Api antara
lain:
1. Perencanaan lokasi pemanfaatan lahan untuk aktivitas penting
harus jauh atau diluar dari kawasan rawan bencana.
2. Hindari tempat-tempat yang memiliki kecenderungan untuk
dialiri lava dan atau lahar
3. Perkenalkan struktur bangunan tahan api.
4. Penerapan desain bangunan yang tahan terhadap tambahan
beban akibat abu gunung api
5. Membuat barak pengungsian yang permanen, terutama di
sekitar gunung api yang sering meletus, misalnya G. Merapi
(DIY, Jateng), G. Semeru (Jatim), G. Karangetang (Sulawesi
Utara) dsb.
6. Membuat fasititas jalan dan tempat pemukiman ke tempat
pengungsian untuk memudahkan evakuas.i
7. Menyediakan alat transportasi bagi penduduk bila ada perintah
pengungsian.
8. Meningkatkan kewaspadaan terhadap resiko letusan gunung
api di daerahnya.
9. Mengidentifikasi daerah bahaya (dapat dilihat pada Data Dasar
Gunung api Indonesia atau Peta Kawasan Rawan Bencana
Gunung api).
10. Tingkatkan kemampuan pemadaman api.
11. Membuat tempat penampungan yang kuat dan tahan api untuk
kondisi kedaruratan.

26
12. Mensosialisasikan kepada masyarakat yang bermukim di
sekitar gunung api harus mengetahui posisi tempat tinggalnya
pada Peta kawasan Rawan Bencana Gunung api (penyuluhan).
13. Mensosialisasikan kepada masyarakat yang bermukim di
sekitar gunung api hendaknya faham cara menghindar dan
tindakan yang harus dilakukan ketika terjadi letusan gunung
api (penyuluhan)
14. Mensosialisasikan kepada masyarakat agar paham arti dari
peringatan dini yang diberikan oleh aparat/Pengamat Gunung
api (penyuluhan).
15. Mensosialisasikan kepada masyarakat agar bersedia
melakukan koordinasi dengan aparat/Pengamat Gunung api.
4. Bencana Gempa Bumi
1. Secara lebih rinci upaya pengurangan bencana Gempa Bumi
antara lain : Memastikan bangunan harus dibangun dengan
konstruksi tahan getaran/gempa.
2. Memastikan perkuatan bangunan dengan mengikuti standard
kualitas bangunan.
3. Pembangunan fasilitas umum dengan standard kualitas yang
tinggi.
4. Memastikan kekuatan bangunan-bangunan vital yang telah
ada.
5. Rencanakan penempatan pemukiman untuk mengurangi
tingkat kepadatan hunian di daerah rawan bencana.
6. Penerapan zonasi daerah rawan bencana dan pengaturan
penggunaan lahan.
7. Membangun rumah dengan konstruksi yang aman terhadap
gempa bumi.
8. Kewaspadaan terhadap resiko gempa bumi.
9. Selalu tahu apa yang harus dilakukan jika terjadi goncangan
gempa bumi.

27
10. Sumber api, barang-barang berbahaya lainnya harus
ditempatkan pada tempat yang aman dan stabil.
11. Ikut serta dalam pelatihan program upaya penyelamatan dan
kewaspadaan masyarakat terhadap gempa bumi.
12. Pembentukan kelompok aksi penyelamatan bencana dengan
pelatihan pemadaman kebakaran dan pertolongan pertama.
13. Persiapan alat pemadam kebakaran, peralatan penggatian, dan
peralatan perlindungan masyarakat lainnya.
14. Rencana kontingensi/kedaruratan untuk melatih anggota
keluarga dalam menghadapi gempa bumi.
5. Bencana Tsunami
Secara lebih rinci upaya pengurangan bencananya antara lain:
1. Peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan tenhadap
bahaya tsunami.
2. Pendidikan kepada masyarakat tentang karakteristik dan
pengenalan bahaya tsunami.
3. Pembangunan tsunami Early Warning System.
4. Pembangunan tembok penahan tsunami pada garis pantai
yang beresiko.
5. Penanaman mangrove serta tanaman lainnya sepanjang garis
pantai meredam gaya air tsunami.
6. Pembangunan tempat-tempat evakuasi yang aman di sekitar
daerah pemukiman. Tempat/ bangunan ini harus cukup tinggi
dan mudah diakses untuk menghidari ketinggian tsunami.
7. Pembangunan Sistem Peringatan Dini Tsunami, khususnya
di Indonesia.
8. Pembangunan rumah yang tahan terhadap bahaya tsunami.
9. Mengenali karakteristik dan tanda-tanda bahaya tsunami di
lokasi sekitarnya.
10. Memahami cara penyelamatan jika terlihat tanda-tanda
tsunami.

28
11. Meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan dalam
menghadapi tsunami.
12. Memberikan laporan sesegera mungkin jika mengetahui
tanda-tanda akan terjadinya tsunami kepada petugas yang
berwenang : Kepala Desa, Polisi, Stasiun radio, SATLAK PB
dan lain-lain.
13. Melengkapi diri dengan alat komunikasi.
6. Bencana Kebakaran
Secara lebih rinci upaya pengurangan bencananya antara lain:
1. Pembuatan dan sosialisasi kebijakan Pencegahan dan
Penanganan Kebakaran.
2. Peningkatan penegakan hukum.
3. Pembentukan pasukan pemadaman kebakaran khususnya
untuk penanganan kebakaran secara dini.
4. Pembuatan waduk-waduk kecil, Bak penampungan air dan
Hydran untuk pemadaman api.
5. Pembuatan barrier penghalang api terutama antara lahan
perkebunan dengan hutan.
6. Hindarkan pembukaan lahan dengan cara pembakaran.
7. Pembakaran lahan bisa dilakukan jika selalu dalam
pengawasan dan segera dimatikan jika sudah terlalu besar.
8. Hindarkan pembakaran lahan secara serentak sehingga
membakar wilayah yang luas yang akan berpotensi menjadi
kebakaran yang tak terkendali.
9. Hindarkan penanaman tanaman sejenis untuk daerah yang luas.
10. Melakukan pengawasan pembakaran lahan untuk pembukaan
lahan secara ketat.
11. Melakukan penanaman kembali daerah yang telah terbakar
dengan tanaman yang heterogen.
12. Meningkatkan partisipasi aktif dalam pemadaman awal
kebakaran di daerahnya.
7. Bencana Kekeringan

29
Secara lebih rinci upaya pengurangan bencananya antara lain:
1. Perlu melakukan pengelolaan air secara bijaksana, yaitu
dengan mengganti penggunaan air tanah dengan penggunaan
air permukaan dengan cara pembuatan waduk, pembuatan
saluran distribusi yang efisien.
2. Konservasi tanah dan pengurangan tingkat erosi dengan
pembuatan check dam, reboisasi.
3. Pengalihan bahan bakar kayu bakar menjadi bahan bakar
minyak untuk menghindari penebangan hutan/tanaman.
4. Pengenalan pola tanam dan penanaman jenis tanaman yang
bervariasi.
5. Pendidikan dan pelatihan.
6. Meningkatkan/memperbaiki daerah yang tandus dengan
melaksanakan pengelolaan Iahan, pengelolaan hutan, waduk
peresapan dan irigasi.
7. Pembangunan check dam, waduk, sumur serta penampungan
air, penghijauan secara swadaya.
8. Mengurangi pemanfaatan kayu bakar.
9. Pembuatan dan sosialisasi kebijakan konservasi air.
10. Pengelolaan peternakan disesuaikan dengan kondisi
ketersediaan air diwilayahnya.
11. Mengembangkan industri alternatif non pertanian.
8. Bencana Wabah Penyakit
Secara lebih rinci upaya pengurangan bencananya antara lain:
1. Menyiapkan masyarakat secara luas termasuk aparat
pemerintah khususnya di jajaran kesehatan dan lintas sektor
terkait untuk memahami resiko bila wabah terjadi serta
bagaimana cara-cara menghadapinya bila suatu wabah terjadi
melalui kegiatan sosialisasi yang berkesinambungan.
2. Menyiapkan produk hukum yang memadai untuk mendukung
upaya-upaya pencegahan, respon cepat serta penanganan bila
wabah terjadi.

30
3. Menyiapkan infrastruktur untuk upaya penanganan seperti
sumberdaya manusia yang profesional, sarana pelayanan
kesehatan, sarana komunikasi, transportasi, logistik serta
pembiayaan operasional.
4. Upaya penguatan surveilans epidemiologi untuk identifikasi
faktor risiko dan menentukan strategi intervensi dan
penanganan maupun respon dini di semua jajaran.
5. Pengendalian faktor risiko.
6. Deteksi secara dini.
7. Respon cepat.

9. Bencana Konflik
1. Secara lebih rinci upaya pengurangan bencana akibat konflik
antara lain : Mendorong peran serta seluruh lapisan masyarakat
dalam rangka memelihara stabilitas ketentraman dan
ketertiban.
2. Mendukung kelangsungan demokratisasi politik dengan
keberagaman aspirasi politik, serta di tanamkan moral dan
etika budaya politik berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
3. Mengembangkan supremasi hukum dengan menegakkan
hukum secara konsisten, berkeadilan dan kejujuran.
4. Meningkatkan pemahaman dan penyadaran serta
meningkatnya perlindungan penghormatan, dan penegakkan
HAM.
5. Meningkatkan kinerja aparatur negara dalam rangka
mewujudkan aparatur negara yang berfungsi melayani
masyarakat, profesional, berdayaguna, produktif, transparan,
bebas dari KKN.

31
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan
1. Mitigasi Bencana adalah upaya yang ditujukan untuk mengurangi
dampak dari bencana baik bencana alam, bencana ulah manusia maupun
gabungan dari keduanya dalam suatu negara atau masyarakat.
2. Tujuan mitigasi bencanan yaitu untuk mengurangi risiko terjadinya
bencana bagi masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana.
3. Mitigasi bencana diklasifikasikan menjadi dua yaitu: mitigasi bencana
structural dan mitigasi bencana non-structural.
4. Kebijakan mitigasi bencana yaitu membangun presepsi yang sama bagi
semua pihak yang ketentuan langkahnya diatur dalam pedoman umum
yang dikeluarkan oleh instansi yang bersangkutan, dilaksanakan secara
terpadu dan terkoordinir, mengutamakan upaya preventif, penggalangan
kekuatan melalui kerjasama dengan semua pihak. Dan strategi trategi
mitigasi bencana yaitu pemetaan, pemantauan, penyebaran informasi,
sosialisasi dan penyuluhan, pelatihan/Pendidikan, peringatan dini.

32
5. Mitigasi bencana yang sering terjadi di Indonesia adalah banjir, tanah
longsor, letusan gunung api, gempa bumi, tsunami, kebakaran, wabah
penyakit dan konflik.

3.2. Saran
Adapun saran untuk pembaca yaitu dapat memahami langkah-langkah
mitigasi bencana dan meningkatkan upaya mitigasi bencana secara maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Aminudin. 2013. Mitigasi dan Kesiapsiagaan Bencana Alam. Bandung : Penerbit


Angkasa Bandung.

Anonim. 2007. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang


Penanggulangan Bencana. Jakarta: Lembaran Negara Republik Indonesia
tahun 2007 nomor 66.

Anonim. 2006. Peraturan Mentri Dalam Negeri tahun 2006 Tentang Pedoman
Umum Mitigasi Bencana. Jakarta

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 2019. Data & Informasi


Bencana Indonesia. (http://dibi.bnpb.go.id/) Diakses tanggal 19 Mei 2019)

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BPBD). 2017. Buku Saku Tanggap,


Tangkas, Tangguh Menghadapi Bencana. Jakarta: BNPB

Nurjanah, dkk. 2012. Manajemen Bencana. Bandung: ALFABETA.

33
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 4 Tahun 2008
Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana. Jakarta:
BNPB

Rijanta, dkk. 2014. Modal Sosial dalam Manajemen Bencana. Yogyakarta:


Universitas Gajah Mada.

Set BAKORNAS PBP dan Gempa bumi dan Tsunami, Pusat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi. Buku Panduan Pengenalan Karakteristik
Bencana Dan Upaya Mitigasinya di Indonesia, 2010.

34

Anda mungkin juga menyukai