Anda di halaman 1dari 85

DISPARITAS PUTUSAN HAKIM MAHKAMAH AGUNG DALAM

TINDAK PIDANA INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK YANG


MEMILIKI MUATAN KESUSILAAN
(STUDI KASUS PUTUSAN NO. 265/PID.SUS/2017/PN.Mtr DAN PUTUSAN
NO.574 K/PID.SUS/2018)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo

Oleh

NUR SEHA
H1A1 15 313

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PIDANA


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing untuk

dipertahankan dihadapan panitia Ujian Skripsi pada Program Kekhususan Hukum

Pidana Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo.

Judul Skripsi : Disparitas Putusan Hakim Mahkamah Agung Dalam


Tindak Pidana Informasi Dan Transaksi Elektronik Yang
Memiliki Muatan Kesusilaan (Studi Kasus Putusan No.
265/Pid.Sus/2017/PN.Mtr Dan Putusan No. 574
K/Pid.Sus/2018)
Nama : Nur Seha
Stambuk : H1A1 15 313
Program Studi : Ilmu Hukum
Bagian : Hukum Pidana

Kendari, Juli 2019

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Oheo K Haris, S.H., LL.M., M.Sc. La Ode M. Sulihin, S.H., M.H.
NIP. 1973 0616 2002 12 1 001 NIP. 1987 1206 2015 04 1 001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Hukum Ketua Jurusan Ilmu Hukum

Dr. Herman, S.H., LL.M. Nur Intan, S.H., M.H.


NIP. 19760306 200604 1 002 NIP. 19800407 200812 2 001

HALAMAN PENGESAHAN

Disparitas Putusan Hakim Mahkamah Agung Dalam Tindak Pidana Informasi


Dan Transaksi Elektronik Yang Memiliki Muatan Kesusilaan
(Studi Kasus Putusan No. 265/Pid.Sus/2017/PN.Mtr Dan Putusan No. 574
K/Pid.Sus/2018)

i
Disusun oleh :

Nur Seha
H1A1 15 313

Telah dipertahankan dan diterima oleh panitia ujian skripsi pada Program Studi
Ilmu Hukum Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo pada
hari Jumat, 05 Juli 2019 dan dinyatakan lulus.

PANITIA UJIAN

Ketua : Dr. Sabrina Hidayat, S.H.,M.H ...............................

Sekretaris : Iksan, S.H., M.H. ...............................

Pembimbing I : Dr. Oheo K. Haris, S.H., LL.M., M. Sc. ...............................

Pembimbing II : La Ode M. Sulihin, S.H., M.H. ...............................

Tim Penguji : 1. Dr. Sabrina Hidayat, S.H.,M.H. ...............................

2. Iksan, S.H., LL.M. ...............................

3. Sitti Aisah Abdullah, S.H., M.H. ...............................

Kendari, Juli 2019


Disahkan Oleh
Dekan Fakultas Hukum

Dr. Herman, SH., LL.M.


NIP. 19760306 200604 1 002
ABSTRAK
Nur Seha, Stambuk H1A1 15 313, Judul penelitian “Disparitas Putusan
Hakim Dalam Tindak Pidana Informasi Dan Transaksi Elektronik Yang Memiliki
Muatan Kesusilaan (Studi Kasus Putusan Nomor 265/Pid.Sus/2017/PN.Mtr dan
Putusan Nomor. 574 K/Pid.Sus/2018)”. Dibimbing oleh Bapak Dr. Oheo K Haris,

ii
S.H., LL.M., M.Sc. sebagai pembimbing I dan juga kepada Bapak La Ode. M.
Sulihin, S.H., M.H. sebagai pembimbing II.
Penelitian ini bertujuan, untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam
menjatuhkan putusan Nomor 265/Pid.Sus/2017/Pn.Mtr dan putusan Nomor 574
K/Pid.Sus/2018.
Tipe penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian
normatif. Pada penelitian ini menggunakan 3 jenis metode pendekatan, yaitu:
Metode pendekatan konseptual (Conceptual Approach) Metode pendekatan
Perundang-undangan (Statute Approach), Metode pendekatan kasus (Case
Approach). Sumber data utama pada penelitian ini adalah bahan hukum bukan
data atau fakta sosial. Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan cara
penelitian kepustakaan .Kegiatan yang dilakukan dalam analisis data penelitian
hukum normatif dengan cara data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif
kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian, menyimpulkan bahwa pertimbangan hakim
dalam menjatuhkan putusan Nomor 265/Pid.Sus/2017/Pn/Mtr dan putusan Nomor
574 K/Pid.Sus/2018 bahwa majelis hakim dalam pertimbangannya memiliki
perbedaan pendapat atau penafsiran terhadap kasus Baiq Nuril sehingga terjadilah
disparitas putusan di kedua putusan tersebut. terdapat banyak faktor yang
mendasari terjadinya disparitas. Sebelum hakim menjatuhkan putusan terhadap
seorang terdakwa, hakim memiliki banyak pertimbangan, diantaranya
pertimbangan yuridis dan non-yuridis (sosiologis). Dari ke dua pertimbangan
tersebut Majelis Hakim kemudian mengambil keputusan apakah akan
menjatuhkan putusan bebas, lepas atau pemidanaan. Berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan hakim di tingkat Pengadilan Negeri, terdakwa atas nama Baiq Nuril
Maknun diputus bebas di dalam putusan Nomor 265/Pid.Sus/2017/Pn/Mtr
sedangkan di tingkat kasasi terdawa di putus bersalah dan terbukti melakukan
tindak pidana, sehingga dijatuhi hukuman selama 6 (enam) bulan penjara dan
pidana denda selama Rp. 500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah) subsideir 3 bulan
penjara.

ABSTRACT

Nur Seha, Stambuk H1A1 15 313, Title of the study "Ratio Decidendi
Regarding Offenses of All Lawsuits for Forced Defense (Study of the decision of
the Kolaka District Court Number: 165/Pid.B/2011/PN.Klk.)". Guided by Mr. Dr.

iii
Oheo K Haris, S.H., LL.M., M.Sc. as mentor I and also to Mr. La Ode. M. Sulihin,
S.H., M.H. as counselor II.
This study aims to determine the consideration of judges in making
decisions Number 265 / Pid.Sus / 2017 / Pn.Mtr and decisions Number 574 K /
Pid.Sus / 2018.
The type of research conducted in this study is normative research. In this
study using 3 types of approach methods, namely: Conceptual Approach Method
Method of Statute Approach, Case Approach Method. The main data source in
this study is legal material not social data or facts. Legal material collection
techniques carried out by means of library research. Activities carried out in the
analysis of normative legal research data by means of the data obtained were
analyzed descriptively qualitatively.
Based on the results of the study, concluded that the judge's judgment in
making decision Number 265 / Pid.Sus / 2017 / Pn / Mtr and the decision Number
574 K / Pid.Sus / 2018 that the panel of judges in its consideration had
differences of opinion or interpretation of the Baiq Nuril case so that it happened
disparity in decisions in both decisions. there are many factors underlying the
occurrence of disparity. Before the judge decides a defendant, the judge has many
considerations, including judicial and non-juridical (sociological) considerations.
Of the two considerations, the Panel of Judges then made a decision on whether
to give a free, release or conviction. Based on the considerations of judges at the
District Court level, the defendant in the name of Baiq Nuril Maknun was severed
freely in the decision Number 265 / Pid.Sus / 2017 / Pn / Mtr while in the court of
appeal the defendant was found guilty and convicted of a criminal offense for 6
(six) months in prison and a fine of Rp. 500,000,000.00 (five hundred million
rupiah) subside 3 months in prison.

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

iv
Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kepada Allah SWT dengan ucapan Alhamdulillah dan Salam

serta Shalawat kepada Nabi Muhammad dengan ucapan allahumma shalli‘ala

sayyidina Muhammad wa‘ala ali sayyidina Muhammad. Berkat limpahan rahmat

dan karunia Allah SWT penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini,

yang berjudul Disparitas Putusan Hakim Dalam Tindak Pidana Informasi

Dan Transaksi Elektronik Yang Memiliki Muatan Kesusilaan (Studi Kasus

Putusan No. 265/Pid.Sus/2017/PN.Mtr Dan Putusan No. 574 K/Pid.Sus/2018).

Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ibunda tercinta Rusnawati

dan juga kepada ayahanda Suaib atas doa, motivasi, juga atas dukungannya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Kepada adik Melan dan Varil

atas dukungannya. Sekali lagi penulis ucapkan terima kasih. Semoga Allah SWT.

memberikan kebaikan kepada kalian semua.

Pada saat proses penyusunan skripsi ini, penulis menemui banyak

kesulitan dan hambatan. Namun berkat bimbingan, arahan, motovasi, dukungan,

dan bantuan dari berbagai pihak, dimana pihak yang paling berkontribusi dalam

penyusunan skripsi ini yaitu kedua pembimbing, sehingga dapat terselesaikan.

Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan rasa terima

kasih yang sedalam-dalamnya kepada Bapak Dr. Oheo K Haris, S.H., LL.M.,

M.Sc. sebagai pembimbing I dan juga kepada Bapak La Ode M. Sulihin, S.H.,

M.H. sebagai pembimbing II, Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih

kepada Ibu Dr. Sabrina Hidayat, S.H., M.H, Bapak Iksan, S.H., M.H., dan Ibu

v
Sitti Aisah Abdullah, S.H., M.H. selaku penguji yang telah memberikan kritik,

saran dan masukannya yang sifatnya membangun kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini sulit dapat terwujud tanpa adanya

bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang memberikan

kontribusinya khususnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Muhammad Zamrun F., S.Si., M.Si., M.Sc. sebagai Rektor

Universitas Halu Oleo.

2. Bapak Dr. Herman, S.H., LL.M. sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas

Halu Oleo.

3. Bapak Dr. Guasman Tatawu, S.H., M.H. sebagai Wakil Dekan Bidang

Akademik Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo.

4. Ibu Heryanti, S.H., M.H. sebagai Wakil Dekan Bidang Umum, Perencanaan

dan Keuangan Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo.

5. Bapak Lade Sirjon, S.H., LL.M. sebagai Wakil Dekan Dekan Bidang

Kemahasiswaan dan Alumni Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo.

6. Ibu Nur Intan, S.H., M.H., sebagai Ketua Jurusan Ilmu Hukum Fakultas

Hukum Universitas Halu Oleo.

7. Bapak/Ibu Dosen dan Tenaga Kependidikan Fakultas Hukum Universitas

Halu Oleo.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena

itu penulis berharap kepada para pembaca untuk memberikan saran yang sifatnya

vi
membangun demi kesempurnaan skripsi ini menjadi bahan bacaan yang

bermanfaat bagi semua pembaca.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Kendari, Juli 2019

Penulis

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................ii
ABSTRAK................................................................................................................iii
ABSTRACT .............................................................................................................iv
KATA PENGANTAR ..............................................................................................v
DAFTAR ISI......................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.............................................................................. 9
C. Tujuan Penelitian................................................................................ 9
D. Manfaat Penelitian.............................................................................. 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana......................................... 11
B. Tinjauan Umum Tentang Pertanggungjawaban Pidana..................... 14
C. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Di Bidang ITE................... 16
D. Tinjauan Umum Tentang Putusan Hakim.......................................... 24
E. Tinjauan Umum Tentang Pembuktian............................................... 29

BAB III METODE PENELITIAN


A. Tipe Penelitian.................................................................................... 35
B. Pendekatan Dalam Penelitian............................................................. 35
C. Jenis Dan Sumber Bahan Hukum....................................................... 36
D. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum................................................. 37
E. Analisa Bahan Hukum........................................................................ 38

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan Putusan Nomor
265/Pid.Sus/2017/PN.Mtr dan Putusan Nomor 574 K/Pid.Sus/2018........ 39
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................... 68
B. Saran .................................................................................................. 69

DAFTAR PUSTAKA

viii
ix
i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan globalisasi di seluruh dunia yang begitu pesat dari zaman

ke zaman, menyebabkan atau mendorong manusia untuk mencari dan menggali

yang dapat digunakan untuk mempermudah pekerjaan mereka. Salah satu yang

menjadi tanda perkembangan globalisasi yang tidak bisa dihindari yaitu, dengan

adanya perkembangan teknologi yang menjadikan saat ini menjadi era teknologi

informasi di seluruh dunia. Teknologi informasi memegang peran yang penting

baik di masa kini, maupun di masa yang akan datang. 1 Menurut Dikdik J.

Rachbini, teknologi informasi dan media elektronika dinilai sebagai simbol

pelopor, yang akan mengintegrasikan seluruh sistem dunia, baik dalam aspek

sosial, budaya, ekonomi dan keuangan.2 Globalisasi telah menjadi pendorong

lahirnya era perkembangan teknologi informasi.

Pengembangan teknologi pada masa kini tidak hanya sebatas otomotif

melainkan pengembangan secara digital yang berbasis teknologi dan informatika.

Pada sekarang ini, kita dapat melihat dan merasakan perkembangan teknologi

informasi di kehidupan sehari-sehari. Contoh yang dapat kita lihat dengan

perkembangan teknologi adalah ketika banyaknya anak-anak yang sudah

menggunakan salah satu alat elektronik yang canggih yaitu android atau

smartphone. Kemajuan dunia elektronika berkaitan erat dengan perkembangan


1
Agus Raharjo, 2002, Cybercrime – Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi, Aditya Bakti, Bandung, hlm. 1.
2
Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, 2005, Cyber Law Aspek Hukum Teknologi
Informasi, Refika Aditama, Bandung, hlm. 1-2.

1
dunia internet. Secara harfiah internet (kependekan dari interconnected-

networking) ialah rangkaian komputer yang berhubungan satu sama lain. 3

Kebutuhan manusia akan informasi dan saling bertukar informasi untuk keperluan

pribadi atau kelompok guna mencapai tujuan/kemajuan masing-masing. Dunia

saat ini masing-masing sudah terkoneksi dan salah satu hal yang paling menarik

dari terkoneksian ini adalah internet sebagai dinamika dunia elektronika.4

Dari kemajuan teknologi tersebut, dapat kita lihat dari banyaknya media

sosial yang diciptakan sebagai alat komukasi alternatif yang digunakan oleh

masyarakat. Beberapa aplikasi media sosial yang digunakan oleh manusia berupa

social networks adalah youtube, facebook, twitter, instagram, whatsapp dan lain-

lain. Dari semua kemajuan ini tentunya memiliki dampak-dampak tersendiri yang

pastinya akan berakibat pada penggunanya. Akibat tersebut dapat dirasakan oleh

penggunanya baik itu yang berdampak positif ataupun berdampak negatif. Semua

dampak itu dikembalikan lagi kepada para pengguna internet.

Dampak positif yang dapat dirasakan oleh para pengguna internet

diantarannya adalah memudahkan kita mendapatkan informasi kapanpun dan

dimanapun itu, bisa digunakan untuk mencari lowongan pekerjaan atau

kebalikannya, bisa dimanfaatkan sebagai media pembelajaran dan hal ini berlaku

untuk segala bidang keilmuan yang ingin kita bagi atau kita share, karena media

ini sangat memungkinkan untuk siapapun dapat berpartisipasi di dalamnya untuk

keperluan apapun itu, dan sebagainya. Sementara itu, dampak negatif yang

mungkin dapat dirasakan oleh para pengguna internet atau social networks

3
Darma, dkk, 2010, Buku Pintar Menguasai Internet, Mediakita, Jakarta, hlm.1
4
Daryanto, 2004, Mamahami Kerja Internet, Rama Widya, Bandung, hlm.10

2
diantaranya adalah membuka ruang terjadinya penipuan, pemalsuan, prostitusi

online dan hal-hal yang dapat merusak pola berfikir seseorang ketika membuka

halaman atau web yang memiliki muatan asusila yang dapat menjadi pemicu

terjadinya sebuah tindak pidana yang nantinya akan menimbulkan jatuhya korban.

Hal ini nantinya akan merusak moral para penerus bangsa dan negara Indonesia

jika tidak dilakukan adanya upaya pencegahan. Dengan perkembangan teknologi

informasi yang sedemikian rupa, dunia telah memasuki era baru komunikasi,

dengan demikian, teknologi informasi ini telah mengubah perilaku masyarakat

global dengan dampak-dampak yang ditimbulkannya.

Di samping itu perkembangan teknologi informasi telah menyebabkan

dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial secara

signifikan serta berlangsung dengan cepat. Sehingga dapat dikatakan teknologi

informasi saat ini telah menjadi pedang bermata dua, karena selain memberikan

kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia,

sekaligus menjadi sarana efektif untuk terjadinya perbuatan-perbuatan melawan

hukum.5 Dengan terjadinya perbuatan melawan hukum tersebut, maka ruang

lingkup hukum harus diperluas untuk dapat menjangkau perbuatan-perbuatan

tersebut.

Sekarang ini, telah lahir rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum

siber atau hukum telematika, hukum teknologi informasi (law of information

technology), hukum dunia maya (virtual world law), hukum mayantara, istilah-

istilah yang dikenal untuk tindak pidana di bidang informasi transaksi elektronik

5
Budi Suharyanto, 2013, Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cyber crime) : Urgensi
Pengaturan dan Celah Hukumnya, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 1-2

3
adalah cybercrime.6 Untuk mengantisipasi dampak dari teknologi informasi yang

berkaitan dengan kejahatan atau tindak pidana tentang teknologi informasi, pada

tanggal 21 April 2008, Indonesia telah mengundangkan Undang-Undang Nomor

11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektonik. Selanjutnya, undang-

undang aquo diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang

Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik.

Dengan diundangkannya undang-undang informasi dan transaksi

elektronik ini, sebenarnya telah menunjukkan bahwa bangsa Indonesia, tidak

ingin ketinggalan dalam hal kancah perkembangan teknologi informasi,

khususnya dalam rangka mencegah penyalahgunaan pemanfaatan teknologi

informasi. Terkait dengan pencegahan ini, di dalam undang-undang informasi dan

transaksi elektronik, telah diatur tentang perbuatan-perbuatan apa saja yang

dilarang dan juga beserta ancaman sanksi pidana bagi siapa saja yang melanggar

larangan tersebut. Dalam hal penegakan undang-undang informasi dan transaksi

elektronik menurut Sufriadi dari Institut for Criminal Justice Reform (ICJR)

mengingatkan para aparat penegak hukum agar mengedepankan penegakan

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi

Elektronik (ITE) secara bijaksana.7 Undang-undang informasi dan transaksi

elektronik dibuat untuk melindungi kepentingan negara atau masyarakat dari

adanya cyber crime. Walaupun, beberapa pasal mengandung arti multitafsir, salah

6
Didik Endro Purwoleksono, 2017, Tindak Pidana Di Bidang Media Sosial, Surabaya, ,
hlm. 1-2
7
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20141117121718-12-11947/penegak-hukum-
diminta-bijak-tegakkan-uu-ite senin, 17/11/2014, 12:18 WI B diakses pada Jumat 8 Febrari 2019

4
satunya Pasal 27 ayat (1). Pasal tersebut memungkinkan adanya kesalahan dalam

pengenaannya, karena di dalamnya terdapat kata yang multitafsir dan tidak

memiliki penjelasan memadai atau disebut pasal karet. Contohnya unsur

“memiliki muatan kesusilaan”. Di dalam undang-undang informasi dan transaksi

elektronik tidak dijelaskan mengenai muatan kesusilaan yang dimaksud atau

batasan-batasannya dibidang seksual dari pandangan masyarakat maupun dari segi

kebiasaan masyarakat terhadap arti kata seksual mereka. Contohnya ada

masyarakat menganggap bahwa, berciuman di muka umum merupakan perbuatan

kesusilaan menurut kebiasaan dan pandangan masyarakat mereka. Namun ada

juga yang menganggap bahwa, berciuman di muka umum bukanlah suatu bentuk

kesusilaan melainkan hal yang wajar dari segi pandangan masyarakat mereka,

baik itu dalam bentuk kata, tulisan atau vidio yang dimuat secara elektronik. Hal

seperti inilah, yang dapat membuat seseorang mengintrepetasikan Pasal 27 ayat

(1) dalam menerapkannya. Masyarakat mulai menyadari bahwa undang-undang

informasi dan transaksi elektronik sudah tidak memberikan perlindungan tetapi

telah menjadi alat balas dendam yang digunakan seseorang kepada pihak yang

bermasalah dengannya terutama dalam hal informasi dan transaski elektronik. Hal

ini, sama seperti yang dialami oleh Baiq Nuril Maknun.

Baiq Nuril Maknun adalah seorang guru honorer yang bekerja di SMA N

7 Mataram yang sering mendapat telepon dari Kepala Sekolah SMA N 7 Mataram

bernama H. Muslim. Pada awal percakapan, H. Muslim menelepon Nuril untuk

membicarakan pekerjaan tetapi di ujung-ujung pembicaraan, H. Muslim

membicarakan mengenai hubungan seksualnya dengan perempuan lain yang

5
bukan istrinya pada Baiq Nuril. Karena seringnya Muslim menghubungi Nuril

membuat orang yang berada di sekitar Nuril mencurigai mereka mempunyai

hubungan yang spesial.

Pada bulan Agustus 2012, sekitar pukul 16.30 WITA bertempat di rumah

Nuril di BTN BHP Telagawaru Desa Parampuan, Kecamatan Lauapi Kabupaten

Lombok Barat, Nuril kembali menerima telepon dari H. Muslim, pada

perbincangan tersebut H. Muslim menceritakan hubungan seksualnya kepada

Nuril. Merasa terganggu dengan hal itu, akhirnya Nuril merekam pembicaraannya

dengan H. Muslim menggunakan handphone miliknya tanpa sepengetahuan H.

Muslim, yang berisikan hubungan seksual yang dilakkan H. Muslim ddengan

perempuan lain selain istrinya kepada Baiq Nuril. Hal ini dilakukan karena Nuril

merasa sangat terganggu dengan yang di bicarakan oleh H. Muslim dan untuk

dijadikan pembelaan diri atau mempertahankan harkat dan martabatnya sebagai

perempuan.

Nuril menyimpan rekaman tersebut selama 1 tahun tanpa ada niat untuk

menyebarluaskannya. Pada bulan Desember 2014 bertempat di halaman kantor

Dinas Kebersihan Kota Mataram, teman kerja Nuril bernama H. Imam Mudawin

datang untuk meminta rekaman digital pembicaraan atau percakapan antara H.

Muslim dan Nuril dengan tujuan untuk digunakan sebagai bahan laporan ke

DPRD Kota Mataram. Pada saat itu, Nuril berfikir bahwa rekaman tersebut akan

sampai ke DPRD. Sehingga, Nuril memberikan rekaman tersebut kepada H. Imam

Mudawin, agar H. Muslim, dapat dihukum dan tidak melakukan hal itu lagi.

Selanjutnya, rekaman tersebut disebarkan H. Imam Mudawin kepada Sry Rahayu

6
dan Mulhakim. Mulhakim telah meng-copy sebanyak 7 kali dan telah

mengirimkan, mentransfer data elektronik menggunakan fasilitas blutooth kepada

Muhajidin kemudian Muhalim kepada Lalu Wirebakti, Hanafi, Suknan, Hj Indah

Deporwati selaku Pengawas SMA N 7 Mataram serta kepada H. Isin sebagai

Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Mataram di perangkat handphone masing-

masing dan rekaman tersebut di jadikan data laporan ke Dinas Pendidikan Kota

Mataram.

Setelah mengetahui rekaman pembicaraanya telah tersebar dan merasa

malu, H. Muslim melaporkan Baiq Nuril ke kepolisian dengan menggunakan

Pasal 27 ayat (1) undang-undang informasi dan transaksi elektronik dan terdaftar

di kepanitraan pengadilan dengan Nomor Perkara 265/ Pid.Sus/ 2017 / PN. Mtr

dan didakwa menggunakan Pasal 27 ayat (1) jo. Pasal 45 Undang-Undang Nomor

11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE) oleh Jaksa.

Pada tanggal 12 Juni 2017 hakim pada PN Mataram dengan memerhatikan

ketentuan pidana Pasal 27 ayat (1) jo. Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor

11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elekktronik dan Pasal 191 ayat

(1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (KUHP) serta Peraturan Perundang-undangan lain yang

bersangkutan menyatakan Baiq Nuril Maknun tidak terbukti secara sah dan

menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana di dakwakan oleh

jaksa.8

Setelah mendengar putusan hakim serta jaksa yang tidak menerima

putusan yang dijatuhkan hakim kepada Baiq Nuril Maknun di tingkat Pengadilan
8
Putusan Nomor 265/Pid.Sus/2017/PN. Mtr

7
Negeri, maka jaksa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Setelah diajukan

kasasi diperoleh putusan hakim Mahkamah Agung Nomor 574 K/Pid.Sus/2018

tanggal 26 September 2018. Dalam putusan ini, hakim menyatakan membatalkan

Putusan Pengadilan Negeri Mataram Nomor 265/ Pid.Sus/2017/PN.Mtr tanggal

26 Juli 2017 dan menyatakan Baiq Nuril bersalah dan terbukti melakukan

perbuatan pada Pasal 27 ayat (1) jo. Pasal 45 Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE) dan dijatuhkan pidana

penjara selama 6 (enam) bulan dan pidana denda sejumlah Rp. 500.000,00 (lima

ratus juta rupiah) subsidair 3 bulan penjara pada Baiq Nuril Maknun.9

Berdasarkan uraian di atas terdapat perbedaan pendapat hakim dalam

menjatuhkan putusan pada tingkat Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung pada

tingkat Kasasi. Sehingga membuat penulis tertarik mengangkat judul

“DISPARITAS PUTUSAN HAKIM DALAM TINDAK PIDANA INFORMASI

DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK YANG MEMILIKI MUATAN

KESUSILAAN (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 265/PID.SUS/2017/ PN.

Mtr DAN PUTUSAN Nomor 574 K/ PID.SUS/ 2018)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis menarik suatu

permasalahan ialah apakah yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan


9
Putusan Mahkamah Agung Nomor 574 K/Pid.Sus/2018

8
Putusan Nomor 265/Pid.Sus/2017/PN.Mtr dan Putusan Nomor 574

K/Pid.Sus/2018?

C. Tujuan Penelitian

Secara spesifik maksud dan tujuan yang hendak dicapai dari penelitian

ini yaitu untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan

Nomor 265/Pid.Sus/2017/ PN.Mtr dan putusan Nomor 574 K/Pid.Sus/2018

D. Manfaat Penelitian

Merujuk pada tujuan penelitian penulis berharap memberikan manfaat

penelitian sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Memperkaya konsep atau teori yang menyokong perkembangan ilmu

pengetahuan tentang hukum, khususnya yang terkait dengan aspek hukum

pidana yang diatur di dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11

Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis yang diharapkan adalah bahwa hasil dari penelitian

yang diperoleh dapat memperluas wawasan dan bagi pihak-pihak yang

berkepentingan dengan hasil penelitian ini.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

9
A. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana

1. Pengertian Tindak Pidana

Dalam hukum pidana dikenal beberapa istilah seperti delik, perbuatan

pidana, peristiwa pidana serta tindak pidana. menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia arti delik ialah perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena

termasuk pelanggaran undan-undang. frasa “delik” berasal dari bahasa Latin

yaitu delictum, di Jerman disebut delict, dalam bahasa Prancis disebut delit

dan dalam bahasa Belanda sering disebut delict atau strafbaar feit.10

Utrecht memberikan pendapatnya mengenai tindak pidana yaitu

adanya kelakuan yang melawan hukum, ada seorang (dader) yang

bertanggung jawab atas kelakuanya anasir kesalahan (element van schuld)

dalam arti kata “bertanggungjawab” (“Strafbaarheid van dader”).11 Tindak

pidana menurut Van Hamel merupakan kelakuan manusia yang dirumuskan

dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan

dengan kesalahan.12

Menurut Simons, tindak pidana mempunyai unsur-unsur yaitu :

1. Diancam dengan pidana oleh hukum

2. Bertentangan dengan hukum, dilakukan oleh orang yang bersalah

3. Orang itu dipandang bertangungjawab atas perbuatanya.13

10
Leden Marpaung, 2009, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Cetakan Keenam, Sinar
Grafika, Jakarta, hlm. 7
11
Ibid. hlm.3.
12
Agus Rusianto, 2016, Tindak Pidana & Pertangung Jawaban Pidana, Kencana, Jakarta.
hlm.2.
13
Ibid.

10
Tindak pidana merupakan suatu istilah yang mengandung pengertian

dasar dalam ilmu hukum, istilah yang dibentuk dengan kesadaran dalam

memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum pidana. Tindak pidana

mempunyai pengertian abstrak dan sekaligus peristiwa-peristiwa kongkret

dalam lapangan hukum pidana.14 Istilah tindak dari tindak pidana adalah

merupakan singkatan dari tindakan atau petindak. Artinya ada orang yang

melakukan suatu tindakan, sedangkan orang yang melakukan itu dinamakan

petindak. Tindakan yang dilakukannya itu harus bersifat melawan hukum dan

tindakan tersebut ada terdapat dasar-dasar atau alasan-alasan yang

meniadakan sifat melawan hukum dari tindakan tersebut.15

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Dari pandangan beberapa ahli hukum pidana, tindak pidana

mempunyai unsur-unsur yaitu adanya unsur objektif berupa kelakuan yang

bertentangan dengan hukum dan unsur subjektif berupa kesalahan, dan

kesalahan ini juga merupakan unsur pertangungjawaban 16 yang merupakan

unsur yang berasal dari dalam diri pelaku.

Menurut Satochid Kertanegara17, unsur delik terdiri dari dua macam

unsur yaitu unsur objektif dan subyektif. Unsur obyektif merupakan unsur

yang terdapat dari luar diri manusia, berupa : suatu tindakan, suatu akibat, dan

14
Ibid.
15
S.R.Sianturi, 2002, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapannya, Storia
Grafika, Jakarta, hlm. 210
16
Agus Rusianto, Op.Cit. hlm.3
17
Russel Butarbutar, 2016, Kompilasi Hukum Pidana Dan Aplikasinya Di Masyarakat,
Garnata Publishing, Bekasi, hlm. 3- 4

11
keadaan. Sedangkan unsur subyektif adalah unsur-unsur dari perbuatan yang

berupa : kemampuan dapat dipertanggungjawabkan dan kesalahan (schuld).

Asas hukum pidana menyatakan “tidak ada hukuman kalau tidak ada

kesalahan” (an act does not reus facit reum nisi mens sit rea). Kesalahan

yang dimaksud di sini adalah kesalahan yang diakibatkan oleh kesengajaan

(internet/opzet/dolus) dan kealpaan (negligence/schuld). Pada umumnya para

pakar hukum pidana telah menyetujui 3 (tiga) bentuk kesengajaan, yakni 18:

a. Kesengajaan sebagai maksud (oogmerk)

b. Kesengajaan dengan keinsafan pasti (opzet als zakerhe idsberwustzijn)

c. Kesengajaan dengan keinsafan akan kemungkinan (dolus evantualis)

Sementara kealpaan adalah bentuk kesalahan yang lebih ringan dari

kesengajaan, dan terdiri 2 (dua) bentuk yaitu:

a. Tidak berhati-hati

b. Dapat menduga akibat perbuatan itu

Sedangkan unsur objektif adalah unsur yang bersal dari luar diri

pelaku, yang terdiri atas19 :

a. Perbuatan manusia berupa (Act dan omission)

b. Akibat (result) perbuatan manusia

Akibat tersebut membahayakan atau merusak, bahkan

menghilangkan kepentingan-kepentingan yang dipertahankan oleh

18
Ibid
19
Russel Butarbutar, Ibid, hlm. 3-4

12
hukum, misalnya badan, kemerdekaan, hak milik, kehormatan dan

sebagainya

c. Keadaan-keadaan (circumstances)

Umumya terbagi antara lain :

1) Keadaan saat perbuatan dilakukan

2) Keadaan setelah perbuatan dilakukan

d. Sifat dapat dihukum dan sifat melawan hukum

Sifat dapat dihukum berkenaan dengan alasan-alasan yang membebaskan

pelaku dari hukuman.

Jadi berdasarkan pendapat para ahli di atas maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa unsur dari tindak pidana pada umumnya terdiri dari dua

unsur yaitu unsur obyektif dan unsur subyektif.

B. Pertanggungjawaban Pidana

Pertanggungjawaban pidana menjurus kepada pemidanaan. Seorang

pelaku jika telah melakukan suatu tindak pidana dan memenuhi unsur-unsur yang

telah ditentukan dalam undang-undang, seseorang akan dipertanggungjawabkan

atas tindakan-tindakan melawan hukum.20 Pertanggungjawaban pidana yang

dikemukakan oleh Simons sebagai suatu keadaan psikis, sehingga penerapan

suatu ketentuan pidana dari sudut pandang umum dan pribadi dianggap patut.

Syarat tidak dipertanggungjawabkannya pembuat adalah pada saat pembuat

melakukan tindak pidana, karena adanya faktor dalam diri pembuat maupun factor

20
S.R. Sianturi,Op.Cit. hlm. 2

13
di luar diri pembuat. Seseorang yang telah melakukan tindak pidana akan dipidana

apabila dalam keadaan yang dijelaskan dalam MvT (memorie van teolicthing)21.

Kemampuan bertanggungjawab merupakan unsur kesalahan, maka untuk

membuktikan adanya kesalahan, unsur tadi harus dibuktikan lagi. Mengingat hal

ini sukar untuk dibuktikan dan memerlukan waktu yang cukup lama, maka unsur

kemampuan bertanggungjawab dianggap selalu ada karena pada umumnya setiap

orang normal batinnya mampu untuk bertanggungjawab. Kecuali terdapat tanda-

tanda yang menunjukkan bahwa seorang terdakwa memiliki jiwa tidak normal.

Dalam hal ini, hakim memerintahkan pemeriksaan yang khusus terhadap keadaan

jiwa terdakwa sekalipun tidak diminta oleh pihak terdakwa. Jika hasilnya masih

meragukan hakim, itu berarti kemampuan untuk bertanggungjawab tidak berhenti,

sehingga kesalahan tidak ada dan pidana tidak dapat dijatuhkan berdasarkan asas

tidak dipidana jika tidak ada kesalahan.

Kesimpulan yang dapat ditarik yaitu seseorang pembuat tindak pidana

tidak dipertanggungjawabkan apabila memenuhi syarat-syarat tertentu. Berkaitan

dengan hal itu, sehingga KUHP mengatur bahwa terdapat keadaan-keadaan

tertentu sehingga membuat seseorang tidak dapat dipidana.

Kategori seseorang dapat dikatakan mampu untuk bertanggungjawab

(teorekeningsvatbaar), apabila : 22

a. Keadaan jiwanya :

1. Tidak terganggu oleh penyakit terus menerus atau sementara

2. Tidak cacat dalam pertumbuhan

21
Agus Rusianto, Op.Cit. hlm. 2
22
S.R.Sianturi, Ibid.

14
3. Tidak terganggu karena terkejut, hypnotism, amanah yang meluap,

pengaruh bawah sadar, mengigau karena demam dan lain sebagainya.

b. Kemampuan jiwanya :

1. Dapat menginsafi hakekat dari tindakannya

2. Dapat menentukan kehendaknya atas tindakan tersebut, apakah akan

dilakukan atau tidak

3. Dapat mengetahui ketercelaan dari tindakan tersebut.

C. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Di Bidang ITE

Undang-undang informasi dan transaksi elektronik mengatur berbagai

macam tindak pidana yang dilakukan dengan modus yang modern, yakni dengan

penggunaan media elektronik sebagai sarana untuk melakukan tindak pidana.

Salah satunya adalah tindak pidana pornografi sebenarnya telah diatur dalam

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (KUHP)

pada buku kedua XIV Kejahatan Terhadap Kesusilaan, kemudian lebih khusus

lagi diatur dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (UU

Pornografi). Namun, karena adanya perubahan modus dengan penggunaan media

elektronik sebagai sarana penyebarannya, sehingga dibentuklah undang-undang

informasi dan transaksi elektronik itu sendiri.

Pencegahan dan pemberantasan dalam penyebaran pornografi lewat

komputer dan internet seperti tersebut di dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun

2016 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang

Informsi Dan Transaksi Elektronik, khususnya dalam Pasal 27 ayat (1) yang

berbunyi “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau

15
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik

dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar

kesusilaan”. 23

Adapun ciri-ciri tindak pidana di bidang informasi transaksi elektronik

menurut Didik Purwoleksono yang di kutip dari kegiatan Gelar Inovasi Guru

Besar Universitas Airlangga dengan tema “Peran Aktif Masyarakat Menghadapi

Hoax di Media Sosial”, pada tanggal 16 Maret 2017 adalah sebagai berikut :

1. Dilakukan oleh orang pintar

2. Menggunakan Teknik yang canggih dan rumit untuk dapat dibuktikan jika

hanya dengan pasal-pasal pidana konvensional (KUHP)

3. Berdimensi yang lebih luas dari pada tindak pidana biasa

4. Merupakan ciri khas masyarakat “abad milenium” sekarang ini yaitu :

a. Ditandai dengan era “cyber” (dunia maya / dunia mayantara / siber)

b. Masyarakat informasi

c. Tidak ada batasan teritorial (borderless), artinya yang ada adalah batasan

“technology”

d. Yang jauh sekarang menjadi dekat

e. Paper-based menjadi paperless

f. Informasi begitu cepat menyebar

g. Perdagangan via elektronik

Lalu Heru Sujamawardi, 2018, Analisis Yuridis Pasal 27 (1) Undang-Undang Nomor 19
23

Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
Dan Transaksi Elektronik, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Maranatha Christiawan, hlm. 87

16
1. Pengertian Cybercrime

Dalam masyarakat modern yang meng-global seperti saat ini,

kejahatan dapat dilakukan di mana saja, baik dalam ruang nyata maupun

ruang maya (cyberspace). Hal ini terjadi karena era globalisasi membuka

beberapa peluang untuk terjadi kejahatan. Secara kriminologis, setiap setiap

kejahatan merupakan fenomena masyarakat (social phenomenon). Karena

eskalasi kerugian cybercrime bersifat global dan aktivitas pelakunya lintas-

negara, maka cybercrime dianggap sebagai fenomena global.24 Secara

sederhana, setiap kejahatan yang dilakukan mengarah pada sistem komputer

maupun menggunakan komputer sebagai sarana melakukan kejahatan disebut

cybercrime atau computer-related crime. Kejahatan tersebut tidak

menggunakan kekerasan fisik. 25

Pengertian cybercrime dibagi menjadi dua, yaitu pengertian secara

luas dan sempit. Cybercrime dalam pengertian sempit adalah kejahatan

terhadap sistem komputer, sedangkan cybercrime dalam artian luas mecakup

kejahatan terhadap sistem atau jaringan komputer dan kejahatan yang

menggunakan sarana koputer. Hal ini selaras dengan The Encyclopedia of

Crime and Justice yang menjelaskan bahwa ada 2 kategori cyber crime, yaitu:

a. In the first, computer is s tool of a crime, such as fraud, embezzlement,

and thieft of property, or is used to plan manage a crime. Yang berarti

“pada awalnya, komputer adalah alat kejahatan, seperti penipuan,

24
Widodo, 2013, Memerangi Cybercrime. Karakteristik, Motivasi, dan Strategi
Penangananya dalam Perspektif Kriminologi, Aswaja Pressindo, Yogyakarta, hlm. 1
25
Widodo, Ibid.

17
penggelapan dan pencurian harta benda atau digunakan untuk

merencanakan mengelola kejahatan”

b. In the second, the computer is a object of a crime, sunch as sabotage,

theft or alteration of storage data, or theft of it service. Yang berarti

“yang kedua, komputer adalah objek kejahatan, digunakan untuk

sabotase, pencurian atau pengubahan data penyimpanan atau pencrian

layanan”

Pengertian cybercrime adalah setiap aktivitas seseorang, sekelompok

orang, badan hukum yang menggunakan komputer sebagai sarana melakukan

kejahatan dan komputer sebagai sasaran kejahatan. Kejahatan tersebut adalah

bentuk-bentuk kejahatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan, baik melawan hukum secara materiel maupun melawan hukum

secara formel. Dalam konteks buku ini, pengertian kejahatan “cybercrime”

adalah tindak pidana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan di

Indonesia.26 Berdasarkan uraian ini, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

dengan cybercrime adalah sebuah tindakan atau perbuatan yang berhubungan

dengan jaringan komputer yang dilakukan untuk tujuan kejahatan.

2. Pengertian Cybercriminal

Cybercriminal adalah pelaku kejahatan di bidang teknologi informasi

cybercrime, baik pelaku secara langsung maupun pelaku yang turut serta

melakukan cybercrime. Ada atau tidaknya “pelaku secara tidak langsung”

26
Widodo. Ibid. hlm. 4

18
ditentukan oleh bentuk tindak pidana, karena di dalamnya terkandung siapa

saja yang dapat di pertanggungjawabkan secara pidana.27

3. Bentuk-bentuk Cybercrime Di Indonesia

Dalam konteks bentuk cybercrime di Indonesia, dalam Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

merupakan undang-undang yang paling banyak mengatur cybercrime.

Meskipun demikian pelaksanaannya sangat tergantung pada KUHP, karena

unsur-unsur tindak pidana dan ketentuan pidananya mengacu pada buku I dan

buku II KUHP. Dalam undang-undang tentang informasi dan transaksi

elektronik diatur tentang bentuk-bentuk cybercrime di Indonesia, yaitu :

a. Cybercrime yang berkaitan dengan perbuatan mengakses komputer

dan/atau sistem elektronik milik orang lain secara tidak sah, yaitu :

1. Distribusi atau penyebaran, transmisi, dapat diaksesnya isi (muatan)

yang tidak sah, yang mengandung unsur-unsur berikut :

a. Bertentangan dengan rasa kesusilaan sebagaimana diatur dalam

Pasal 27 ayat (1);

b. Perjudian sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (2);

c. Penghinaan atau pencemaran nama baik sebagaimana diatur

dalam Pasal 27 ayat (3);

d. Pemerasan atau pengancaman sebagaimana diatur dalam Pasal

27 ayat (4);

e. Berita bohong yang menyesatkan dan merugikan konsumen

sebagaimana diatur dalam Pasal 28 ayat (1);


27
Ibid

19
f. Menimbulkan rasa kebencian berdasarkan Suku, Agama, Ras,

dan Antar-Golongan (SARA) sebagaimana diatur dalam Pasal

28 ayat (2);

g. Informasi yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti

yang ditujukan kepada pribadi sebagaimana diatur dalam Pasal

29;

2. Dengan cara apapun meng-akses secara tidak sah terhadap sistem

elektronik sebagaimana diatur dalam Pasal 30;

3. Intersepsi tidak sah terhadap informasi atau dokumen terhadap

sistem elektronik sebagaimana diatur dalam Pasal 31;

b. Tindak pidana yang berkaitan dengan gangguan (interferensi)

terhadap informasi atau dokumen elektronik, yaitu terdiri atas

perbuatan berupa :

1. Gangguan terhadap informasi atau dokumen elektronik

sebagaimana diatur dalam Pasal 32;

2. Gangguan terhadap sistem elektronik sebagaimana diatur dalam

Pasal 33;

c. Tindak pidana yang memfasilitasi perbuatan yang dilarang oleh

hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 34;

d. Tindak pidana pemalsuan informasi atau dokumen elektronik

sebagaimana diatur dalam Pasal 35.28

4. Informasi, dokumen dan sistem elektronik

28
Widodo, Ibid. hlm. 9-10

20
Di dalam dunia informasi transaksi elektronik terdapat beberapa

istilah yang tidak dapat kita pisahkan darinya, yaitu :

a. Informasi Elektronik

Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang

Informasi Dan Transaksi Elektronik bahwa yang dimaksud dengan

informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik

termasuk, tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta,

rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik

(electronik mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf,

tanda, kode akses, simbol atau perforasi yang telah diolah yang

memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu

memahaminya. Informasi elektronik adalah sekumpulan data

elektronik yang telah diolah, memiliki arti, dan dapat dipahami oleh

orang yang mampu memahaminya.29

b. Dokumen Elektronik

Menurut Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik mengatakan yang

dimaksud dengan dokumen elektroni adalah setiap informasi

elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau

disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik,optikal, atau

sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui

Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada

tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf,


29
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

21
tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memilki makna

aau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahami.30

c. Transaksi Elektronik dan Teknologi Informasi

Transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan

dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media

elektronik lainya. Teknologi informasi adalah suatu teknik untuk

mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses,

mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.31

d. Sistem Elektronik

Sistem elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur

elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah,

menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan,

mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik.32

Di dalam undang-undang informasi dan transaksi elektronik

sebenarnya juga mengatur mengenai Penyelenggara sistem elektronik adalah

orang, penyelenggara negara, badan usaha, atau masyarakat yang

menyediakan, mengelola, dan mengoprasikan sistem elektronik, baik secara

sendiri atau bersama-sama kepada pengguna sistem elektronik untuk

keperluan dirinya atau pihak lain. Setiap penyelenggara sistem elektronik

harus menyelengarakan sistem elektronik secara handal dan aman serta

bertanggungjawab terhadap beroprasinya sistem elektronik sebagaimana

mestinya. Andal berarti sistem elektronik memiliki kemampuan yang sesuai


30
Ibid
31
Ibid
32
Ibid

22
dengan kebutuhan penggunanya. Aman berarti sistem elektronik terlindungi

secara fisik dan nonfisik. Beroprasi sebagaimana mestinya berarti memiliki

kemampuan sesuai dengan spesifiknya. Sementara itu, bertanggungjawab

adalah ada subjek hukum yang bertanggungjawab secara hukum terhadap

penyelenggaraan sistem elektronik tersebut.33

Dari apa yang telah disebutkan dan diterangkan diatas dapat kita

simpulkan bahwa yang dimaksud dengan informasi elektronik, dokumen

elektronik, transaksi elektronik, teknologi informasi, dan sistem elektronik adalah

semua kegiatan yang berkaitan dengan distribusi dan transmisi yang dilakukan

secara elektronik.

D. Tinjauan Umum Tentang Putusan Hakim

Putusan hakim mempunyai peranan yang sangat penting, dalam

menentukan penegakan hukum dan keadilan. Oleh karena itu, di dalam

menjatuhkan putusan, hakim diharapkan agar selalu berhati-hati, hal ini

dimaksudkan untuk menjaga agar putusan yang diambil tidak mengakibatkan rasa

tidak puas, tidak bertumpu pada keadilan yang dapat menjatuhkan wibawa

pengadilan.34

Di dalam sistem peradilan Indonesia terdapat tiga jenis tingkatan, yaitu

Pengadilan Negeri (PN), Pengadilan Tinggi (PT) dan Mahkamah Agung (MA).

Di dalam tingkatan yag sudah disebutkan tadi terdapat dua jenis kewenangan,

yaitu Judex Facti dan Judex Juris. Kewenagan Judex Facti terdapat pada

33
Ibid
34
Tri Andriasman, 2010, Hukum Acara Pidana, Universitas Lampung, Lampung, hlm. 68.

23
tingkatan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, sedangkan kewenagan Judex

Juris dimiliki pada tingkatan peradilan Mahkamah Agung.

Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi memiliki kewenangan Judex

Facti yang berarti berhak untuk memeriksa fakta-fakta dan bukti-bukti yang

berhubungan dengan perkara yang sedang diadili, dan Judex Juris adalah

kewenagan Mahkamah Agung pada sidang kasasi memeriksa penerapan hukum

dari putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi teradap perkara tertentu

dan tidak memeriksa fakta-fakta bukti yang berhubungan dengan perkaranya. 35

1. Pengertian Putusan Hakim

Putusan dibahasa Belanda disebut vonnis, putusan hakim dalam acara


36
pidana adalah diambil untuk memutusi suatu perkara pidana . Putusan atau

pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka disebut

dengan putusan pengadilan, sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1 butir

ke 11 KUHAP yang menyatakan bahwa “putusan pengadilan merupakan

pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang terbuka yang dapat berupa

pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta

menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”.37

Putusan pengadilan berupa pemidanaan dijatuhkan kepada terdakwa

apabila majelis hakim (pengadilan) berpendapat bahwa terdakwa telah

terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana yang

didakwakan kepadanya. Putusan pengadilan berupa putusan bebas

35
https://id.m.wikipedia.org/wiki/judex_facti_dan_judex_juris
36
Lilik Mulyadi, 2010, Putusan Hakim Dalam Hukum Acara Pidana Indonesia, Citra
Aditya Bakti, Bandung, hlm. 45.
37
Pasal 1 butir 11 KUHAP

24
(vrijspraak) dijatuhkan kepada terdakwa apabila majelis hakim atau

pengadilan berpendapat bahwa terdakwa tidak terbukti secara sah dan

menyakinkan melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya. Putusan

yang diambil oleh hakim di muka persidangan didasarkan pada surat dakwaan

dan segala bukti dalam sidang pengadilan, sebagaimana dinyatakan dalam

Pasal 191 KUHAP. Dengan demikian surat dakwaan dari penuntut umum

merupakan dasar hukum acara pidana, karena dengan berdasarkan pada

dakwaan itulah pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan. Di dalam suatu

persidangan di pengadilan seorang hakim tidak dapat menjatuhkan pidana di

luar batas-batas dakwaan.38 Walaupun di surat dakwaan merupakan dasar bagi

hakim untuk menjatuhkan pidana, tetapi hakim tidak terikat kepada surat

dakwaan tersebut. Hal tersebut dapat dilihat dari bunyi Pasal 183 KUHAP

yang berbunyi “Hakim tidak boleh menjatuhi pidana kepada seseorang

kecuali apabila sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia memperoleh

keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa

terdakwalah yang bersalah melakukannya”.39

2. Konsep Disparitas

a. Pengertian Disparitas Pidana

Disparitas putusan pidana (disparity of sentencing) yaitu penerapan

pidana yang sama terhadap tindak pidana yang sama (same offence) atau

38
Andi Hamzah, 1996, Pengantar Hukum Acara Pidana, Liberty,Yogyakarta, hlm.167
39
Pasal 183 KUHAP

25
terhadap tindak-tindak pidana yang sifat berbahanya dapat

diperbandingkan (offences of comporabel seriousesness) tanpa dasar

pembenaran yang jelas.40

Menurut Muladi, sumber pertama dari disparitas Putusan adalah

dari hukum itu sendiri. Di dalam sistem hukum positif di Indonesia, hakim

mempunyai kebebasan memilih jenis pidana (strafsoort) yang

dikehendaki. Terkait dengan putusan ancaman pidana secara alternativ,

misalnya, adanya ancaman pidana penjara atau pidana denda. Artinya,

hakim memilki kebebasan untuk memutuskan salah satu pidana yang

dirasa paling tepat. Selain itu hakim juga memiliki kebebasan untuk

menentukan berat ringannya pidana (straafmaat) yang akan dijatuhkan,

sebab yang ditentukan dalam undang-undang adalah maksimum dan

minimumnya. Disamping minimum dan maksimum umum tersebut, dalam

setiap pasal tidak tindak pidananya diancam pidana maksimum yang

besarnya berbeda-beda antar satu pasal satu dan pasal lainnya. 41

Kajian disparitas tersebut terutama terkait dengan pemaknaan

hakim terhadap unsur-unsur dari setiap dasar hukum yang digunakan

dalam kasus-kasus yang bersangkutan. Disparitas pemaknaan tadi boleh

jadi hanya sekadar mengkonfirmasi ketentuan tekstual dari bunyi pasal

undang-undang atau perjanjian, tetapi dapat pula memunculkan sebuah

penemuan hukum baru yang justru meneroboskan kebekuan tekstual.

40
Yusti Prabowati Rahayu, 2005, Di Balik Putusan Hakim (Kajian Psikologi Dalam
Perkara Pidana), Citra Media, Sidoarjo, hlm. 38-39.
41
Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1998, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Alumni,
Bandung, hlm. 56-57

26
Selain itu disparitas dalam penjatuhan sanksi menjadi penting untuk juga

dilacak, dimana dalam dua atau lebih perkara dengan kondisi yang telah

Apple to Apple (sama persis) masih terjadi perbedaan penjatuhan sanksi.

b. Faktor terjadinya disparitas dalam putusan

Disparitas putusan berkenaan dengan perbedaan penjatuhan pidana

untuk kasus serupa atau setara keseriusannya, tanpa alasan atau

pembenaran yang jelas. Dalam kasus disparitas terdapat faktor-faktor yang

memungkinkan terjadinya disparitas dalam putusan hakim, dapat dibagi

menjadi dua macam faktor, yaitu :42

1. Faktor internal, faktor yang bersumber dari pribadi hakim yang bersifat

otonom serta tidak dapat dipisahkan, ia menyatu dengan atribut

seseorang yang disebut sebagai insan peradilan (human equation)

2. Faktor eksternal, faktor yang mempengaruhi putusan hakim yang

berasal dari luar diri hakim.

Dari faktor-faktor di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa banyak

faktor yang dapat mempengaruhi terjadinnya disparitas putusan, tetapi

pada akhirnya semua hal tersebut di kembalian lagi pada hakim yang akan

memutuskan terjadinya disparitas atau tidak.

Menurut Eva Achiajani Zulfa dan Indriyanto Seno Adji

menyatakan “indenpendensi hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana

bukan tanpa batas, terdapat asas nulla poena sine lege yang memberi batas

42
Agus Maksum Mulyohadi, Disparitas Putusan Hakim Atas Perkara Pidana Anak Dalam
perspektif Perlindungan Hak-Hak Anak (Studi Kasus Pengadilan Negeri Boyolali Tahun 2009 –
2013).

27
kepada hakim untuk memutuskan sanksi pidana berdasarkan takaran yang

sudah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Meskipun ada

takaran, masalah disparitas akan tetap terjadi karena jarak antara sanksi

pidana minimal dan maksimal dalam takaran itu terlampau besar.”43

3. Macam-Macam Putusan Hakim

Seorang hakim dalam menjalankan tugasnya diharuskan untuk selalu

berpegangan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman serta Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (undang-undang

kekuasaan kehakiman). Sehingga ketika Hakim menjatuhkan putusan dapat

memberikan kepastian hukum, kemanfaatan hukum, dan tidak bertentangan

dengan rasa keadilan. Berdasarkan KUHAP putusan hakim terbagi menjadi

beberapa bagian diantaranya :

a. Keputusan pembebasan terdakwa

b. Keputusan pelepasan terdakwa dari segala tuntutan

c. Keputusan pemidanaan terdakwa

E. Tinjauan Umum Tentang Pembuktian

Pembuktian selalu memberikan arti yang sangat bermanfaat, untuk

pencarian kebenaran yang hakiki, dalam memperjuangkan hak-hak hukum

masyarakat. Sehingga arti pentingnya pembuktian ini sangat bersifat menyeluruh

dan universal, dan merupakan suatu basis utama, dalam tata kelola hukum, atas

suatu peristiwa dan keadaan hukum, yang tentunya telah mengakibatkan hukum

dalam artian yang kongkret. Pembuktian dalam hukum acara pidana, merupakan
43
Eva Achjani Zulfa dan Indriyanto Seno Adji, Pergeseran paradigma pemidanaan, Lubuk
Agung, Bandung, 2011, hlm. 33.

28
bagian yang sangat esensial, guna menentukan nasib seorang terdakwa. Bersalah

atau tidaknya seorang terdakwa, sebagaimana yang didakwakan di dalam surat

dakwaan, ditentukan dalam proses pembuktiannya. Pembuktian merupakan suatu

upaya untuk membuktikan kebenaran dari isi surat dakwaan, yang disampaikan

oleh penuntut umum, yang kegunaannya adalah untuk memperoleh kebenaran

sejati (materill) terhadap pertanyaan. Perbuatan-perbuatan manakah yang

dianggap terbukti menurut pemeriksaan persidangan, apakah telah terbukti bahwa

terdakwa telah bersalah dan tindak pidana apakah yang dilakukan serta hukuman

apakah yang akan dijatuhkan.44

Terkait suatu pembuktian terdapat beberapa hal yang fundamental, yaitu

sebagai berikut :

a. Suatu bukti haruslah haruslah relevan dengan sengketa atau perkara yang

sedang diproses, artinya bukti tersebut berkaitan dengan fakta-fakta yang

menunjuk pada suatu kebenaran dari suatu peristiwa.

b. Suatu bukti haruslah dapat diterima atau admissible.

c. Hal yang disebut dengan exclusionary discretion rules didefinisikan sebagai

prinsip hukum yang mensyaratkan tidak diakuinya bukti yang diperoleh

secara melawan hukum.

d. Dalam konteks pengadilan, setiap bukti yang relevan dan dapat diterima harus

dapat dievaluasi oleh hakim.45

Hakikat pembuktian dalam hukum acara pidana teramat penting,

bilamana dijabarkan dengan suatu pembuktian, yang merupakan suatu proses,


44
Martiman Prodjohamidjojo, 1989, Pembahasan Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan
Praktik, Pradnya Paramita, Jakarta, hlm. 133.
45
Eddy O.S. Hiariej. Teori & Hukum Pembuktian (Jakarta: Erlangga,2012)

29
untuk menentukan dan menyatakan tentang kesalahan seseorang. Konklusi

pembuktian ini, dilakukan melalui proses peradilan, sehingga akan menentukan

seseorang dapat dijatuhkan pidana, atau dapat dibebaskan dari dakwaan, karena

tidak terbukti melakukan tindak pidana, ataukah dilepaskan dari tuntutan hukum,

karena apa yang didakwakan terbukti, tetapi perbuatan itu bukan merupakan suatu

tindak pidana.46

1. Pengertian Pembuktian

Pembuktian mempunyai dua arti, yaitu dalam artian sempit dan

dalam artian yang luas. Dalam arti luas, berarti memperkuat kesimpulan

hakim dengan syarat-syarat bukti yang sah. Selanjutnya dalam arti sempit,

pembuktian hanya diperlukan, apabila hal yang dikemukakan oleh penggugat

itu dibantah oleh tergugat, sementara hal itu tidak dibantah, maka tidak perlu

dibuktikan. Pembuktian dalam arti yuridis, yakni memberikan dasar-dasar

yang cukup kepada hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan guna

memberi kepastian tentang keberanian peristiwa yang diajukan. 47

Sehingga hukum pembuktian, selalu berputar-putar tentang bukti,

dalam segala kegiatan mengumpulkan bukti, dari suatu permulaan perbuatan

terjadinnya kejahatan. Adapun hukum pembuktian itu selalu berkembang

seirama dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.48 Dimaksudkan

dengan pembuktian adalah tentang kebenaran dalil-dalil yang dikemukakan

pada suatau persengketaan. Sehingga pembuktian, dibutuhkan pada suatu

46
Lilik Mulyadi. Pembalikan Beban Pembuktian Tindak Pidana Korupsi (Bandung:
Alumni, 2007), hlm. 76.
47
Eddy O.S. Hiariej, Ibid, hlm. 6-7
48
Syaiful Bakhri, 2018, Dinamika Hukum Pembuktian - Dalam Capaian Keadilan ,
Rajawali Pers, Depok, hlm. 18.

30
persengketaan atau perkara dimuka pengadilan. Pembuktian terjadi bila mana

terjadi perselisihan.49 Dari penjelasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa

pembuktian adalah serangkaian prosedur pemeriksaan terhadap alat dan

barang bukti dalam suatu perkara dan mengikuti perkembangan zaman.

2. Alat Bukti Menurut KUHAP

Alat bukti yang sah telah diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHP

yaitu :

a. Keterangan Saksi

Menurut Pasal 1 butir (26) KUHAP merumuskan bahwa “saksi

adalah orang yang dapat dimintai keterangan guna kepentingan penyidik,

penuntutan dan pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar

sendiri, ia lihat dan ia alami sendiri”.

b. Keterangan Ahli

Keterangan ahli telah dicantumkan dalam Pasal 1 butir (28)

KUHAP yaitu “keterangan ahli ialah keterangan yang diberikan oleh

seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan

untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan

pemeriksaan”.

c. Surat

Surat dapat dinilai sebagai alat bukti telah diatur dalam Pasal 187

KUHAP, surat yang dimaksud adalah surat yang dinilai dengan alat

bukti yang sah di persidangan menurut undang-undang yaitu surat yang

49
R. Subekti, 2008, Hukum Pembuktian, Pradnya Paramita, Jakarta, hlm. 1-2.

31
dibuat atas sumpah jabatan dan atau surat yang dikuatkan dengan

sumpah.

d. Petujuk

Alat bukti petunjuk dapat ditemukan pada Pasal 188 ayat (1), (2)

dan (3). Menurut Pasal 188 ayat (1) yang dimaksud dengan alat bukti

petunjuk adalah “perbuatan, kejadian atau karena keadaan yang karena

persesuaian baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan

tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak

pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi sesuatu tindak pidana

dan siapa pelakunya”.

e. Keterangan Terdakwa

Keterangan terdakwa diatur dalam Pasal 189 ayat (1) KUHAP

yang berbunyi “keterangan terdakwa ialah terdakwa nyatakan di sidang

tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami

sendiri”.

3. Alat Bukti Elektronik

Di dalam undang-undang informasi dan transaksi elektronik,

menyatakan bahwa alat bukti elektronik merupakan alat bukti yang sah. Hal

itu terdapat di dalam Pasal 5 ayat (1) yang berbunyi “Informasi Elektronik

dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti

hukum yang sah”. Jadi dapat disimpulkan bahwa alat bukti elektronik adalah

32
alat bukti yang sah menurut undang-undang informasi dan transaksi

elektronik walaupun tidak terdapat di dalam Pasal 184 ayat (1) KUHP.

4. Asas-Asas Pembuktian

Asas-asas dalam pembuktian berkaitan dengan asas hukum acara

pidana, sebagai pemandu dalam melaksanakan secara normatif. Dalam

mengungkapkan kejahatan, dengan keterkaitan dengan berbagai hal. Dalam

pelaksanaan penegakan hukum pidana, maka asas menjadi sangat penting.50

Secara universal terdapat beberapa asas penting dalam hukum pidana yang

berkaitan erat dengan ketentuan pembuktian adalah asas legalitas.51 Yaitu :

a. due process of law

b. presumtion of innocence

c. legalitas

d. adversary.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

hukum normative adalah suatu penelitian hukum yang mengkaji norma-norma

Syaiful Bakhri. Ibid. hlm. 37


50

Lilik Mulyadi, 2007, Pembalikan Beban Pembuktian Tindak Pidana Korupsi Alumni,
51

Bandung, hlm. 76.

33
yang tertulis dalam produk hukum tertulis berbagai aspek teori hukum relevan

dengan obyek kajian dalam penelitian.

B. Pendekatan Dalam Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah:

1. Pendekatan Undang-Undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah

semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum

yang sedang dikaji.52 Pendekatan perundang-undangan dalam penelitian

hukum normatif memiliki kegunaan baik secara praktis maupun akademis.53

2. Pendekatan konseptual (conceptual approach) pendekatan konseptual

beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di

dalam ilmu hukum, dengan mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-

doktrin di dalam ilmu hukum, peneliti konsep-konsep hukum, dan asas-asas

hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi. Pemahaman akan pandangan-

pandangan dan doktrin-doktrin tersebut merupakan sandaran bagi peneliti

dalam membangun suatu argumentasi hukum dalam memecahkan isu yag

dihadapi.54

3. Pendekatan kasus (case aproach), yang perlu dipahami oleh peneliti adalah

ratio decidenci, yaitu alasan-alasan hukum yang digunakan oleh hakim untuk

sampai pada putusannya.55

C. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

52
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, hlm. 136.
53

54
Ibid. hlm. 177
55
Ibid. hlm. 93-94

34
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari

kepustakaan. Studi kepustakaan (library research), yaitu melalui penelaan data

yang diperoleh di dalam peraturan perundang-undangan, buku, teks, jurnal, hasil

penelitian, dan lain-lain melalui inventarisasi data secara sistematis dan terarah,

apakah satu aturan bertentangan dengan aturan lain atau tidak, sehingga data yang

diperoleh lebih akurat. Menggunakan metode pendekatan Normatif, yaitu dititik

beratkan pada penggunaan dan kepustakaan atau data sekunder yang berupa bahan

hukum primer, sekunder dan tersier yang ditunjang oleh data primer, metode

pendekatan ini digunakan karena permasalahan yang diteliti berkisar pada

peraturan perundang-undangan.

Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi beberapa

sumber bahan hukum berupa:

1. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat

autiritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer antara lain

sebagai berikut :

a. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan

Transaksi Elektronik (ITE)

b. Putusan Nomor 265/Pid.Sus/2017/ PN. Mtr

c. Putusan Nomor 574 K/ Pid.Sus/ 2018

2. Bahan Hukum Sekunder

35
Bahan-bahan hukum sekunder berupa bahan hukum yang memberi

penjelasan terhadap bahan hukum primer antara lain buku, tulisan ilmiah,

jurnal, skripsi, serta hasil penelitian ilmiah.

D. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Penelitian ini merupakan metode studi dokumen sebagai teknik

pengumpulan bahan sehingga cara pengumpulan bahan akan dilakukan dengan

cara pengumpulan cara studi kepustakaan (library research), yaitu penulis

memilih sejumlah buku yang menyangkut masalah yang dihadapi penulis, studi

kepustakaan ialah suatu metode yang berupa pengumpulan bahan-bahan hukum,

yang diperoleh dari buku-buku pustaka atau bacaan lain yang memiliki hubugan

dengan pokok permasalahan, kerangka dan ruang lingkup permasalahn. Bahan-

bahan hukum yang telah dikumpulkan memiliki relevan dengan permasalahan

yang ada dan selanjutnya diolah serta dirumuskan secara sistematis.

E. Teknik Analisis Bahan Hukum

Teknik analisis bahan hukum yang digunakan penulis adalah teknik

analisis perspektif yaitu menguraikan bahan-bahan hukum kedalam ssuatu bentuk

kalimat secara sistematis berdasarkan kenyataan yang diperoleh dari penelitian

ini, sehingga memudahkan untuk menarik kesimpulan dalam menjawab isu

hukum yang diangkat dalam permasalahan di dalam penulisan ini..

36
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Nomor

265/Pid.Sus/2017/PN.Mtr dan Putusan Nomor 574 K/Pid.Sus/2018)

37
Dalam menjatuhkan sebuah putusan, baik itu ditingkat Pengadilan Negeri

maupun tingkat kasasi (MA), hakim mempunyai pertimbangan-pertimbangan

hukum untuk menjatuhkan pidana, baik itu putusan pembebasan terdakwa,

pelepasan terdakwa dari segala tuntutan ataupun putusan pemidanaan terdakwa.

Untuk mengetahui secara lebih rinci mengenai dasar pertimbangan hakim

tersebut, maka penulis akan menguraikan hasil penelitian yang diperoleh terhadap

putusan Pengadilan Negeri Nomor 265/Pid.Sus/2017/PN.Mtr dan Putusan Kasasi

Nomor 574 K/Pid.Sus/2018

A. Putusan Pengadilan Negeri Mataram Nomor 265/Pid.Sus/2017/PN.Mtr

1. Kasus Posisi Putusan Nomor 265/Pid.Sus/2017/PN.Mtr

Penelitian ini dilakukan menyangkut kasus pelanggaran undang-

undang informasi dan transaksi elektronik antara terdakwa atas nama Baiq

Nuril Maknun dengan Korban atas nama H. Muslim. Hubungan antara

terdakwa dan korban sebatas pekerjaan dimana terdakwa sebagai tenaga

honorer yang bertugas untuk membantu Bendahara SMAN 7 Mataram dan

korban sebagai Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram. Peristiwa ini bermula

pada saat, korban mengajak terdakwa bersama Landriati untuk bekerja di

luar kantor sekolah yaitu di Hotel Puri Saron, Senggigi. Sesampainya mereka

di kamar hotel, korban menyuruh terdakwa bersama anaknya yang masih

kecil untuk bermain di kolam renang, sementara itu korban dan Landriati

berada dalam kamar hotel. Selang beberapa waktu kemudian, terdakwa

kembali ke kamar hotel. Pada sore harinya di bulan Agustus 2012, sekitar

pukul 16.30 WITA bertempat di rumah terdakwa di BTN BHP Telagawaru

38
Desa Parampuan, Kecamatan Lauapi Kabupaten Lombok Barat, terdakwa

menerima telepon dari korban, pada perbincangan tersebut H. Muslim

menceritakan hubungan seksualnya pada terdakwa. Merasa terganggu,

akhirnya terdakwa merekam pembicaraannya dengan korban menggunakan

handphone miliknya tanpa sepengetahuan korban.

Terdakwa menyimpan rekaman tersebut selama 1 tahun tanpa ada niat

untuk menyebarluaskannya. Pada bulan Desember 2014 bertempat di

halaman kantor Dinas Kebersihan Kota Mataram, teman kerja terdakwa

bernama H. Imam Mudawin datang untuk meminta rekaman digital

pembicaraan atau percakapan antara korban dan terdakwa dengan tujuan

untuk digunakan sebagai bahan laporan ke DPRD Kota Mataram. Pada saat

itu, terdakwa berfikir bahwa rekaman tersebut akan sampai ke DPRD.

Sehingga, terdakwa memberikan rekaman tersebut kepada H. Imam

Mudawin, agar korban, dapat dihukum dan tidak melakukan hal itu lagi.

Selanjutnya, rekaman tersebut disebarkan H. Imam Mudawin kepada Sry

Rahayu dan Mulhakim. Mulhakim telah meng-copy sebanyak 7 kali dan telah

mengirimkan, mentransfer data elektronik menggunakan fasilitas blutooth

kepada Muhajidin kemudian Muhalim kepada Lalu Wirebakti, Hanafi,

Suknan, Hj. Indah Deporwati selaku Pengawas SMA N 7 Mataram serta

kepada H. Isin sebagai Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Mataram di

perangkat masing-masing dan rekaman tersebut di jadikan data laporan ke

Dinas Pendidikan Kota Mataram. Akibat perbuatannya tersebut terdakwa di

dakwa menggunakan Pasal 27 ayat (1) jo. Pasal 45 undang-undang informasi

39
dan transaksi. Kemudian, hakim menjatuhkan puutusan bebas kepada

terdakwa Baiq Nuril Maknun. Penuntut Umum mengajukan Kasasi ke

Mahkamah Agung sehingga Baiq Nuril dijatuhi hukuman pidana penjara

selama 6 (enam) bulan dan pidana denda sejumlah Rp. 500.000.000 (lima

ratus juta rupiah) subsidair 3 bulan penjara berdasarkan putusan Nomor 574

K/Pid.Sus/2018 tanggal 26 September.

2. Dakwaan Penuntut Umum

Terdakwa telah diajukan kepersidangan dengan Surat Dakwaan

sebagai berikut :

Bahwa ia terdakwa Baiq Nuril Maknun pada hari dan tanggal yang

tidak dapat diingat lagi pada bulan Desember 2014 sekitar pukul 14.00

WITA, atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan Desember 2014,

bertempat di halaman Kantor Dinas Kebersihan Kota Mataram di Jalan

Sandubaya, Kecamatan Sandubaya, Kota Mataram atau setidak-tidaknya pada

suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri

Mataram, dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau

mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik

dan atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar

kesusilaan, perbuatan tersebut dilakukan oleh Terdakwa dengan rangkaian

peristiwa :

a. Pada hari dan tanggal yang tidak dapat diingat lagi pada bulan Agustus

2012 sekira pukul 16:30 WITA bertempat di rumah Terdakwa di BTN

BHP Telagawaru Desa Parampuan, Kecamatan Labuapi Kabupaten

40
Lombok Barat, Terdakwa menerima telepon dari saksi korban H. Muslim

menceritakan rahasia pribadinya kepada Terdakwa melaui telepon,

namun Terdakwa tanpa sepengetahuan korban merekam pembicaraan

tersebut menggunakan 1 (satu) unit HP Nokia warna hitam milik

terdakwa.

b. Kemudian, pada hari dan tanggal yang tidak dapat diingat lagi pada bulan

Desember 2014 bertempat di halaman kantor Dinas Kebersihan Kota

Mataram di Jalan Sandubaya, Kecamatan Sandubaya, Kota Mataram,

terdakwa diantar oleh saksi Husnul Aini menemui saksi Lalu Agus Rofiq

meminta HP Nokia milik terdakwa yang dipinjam oleh saksi Lalu Agus

Rofiq, selanjutnya beberapa jam kemudian datang saksi H. Imam

Mudawin, kemudian terdakwa langsung menyerahkan 1 (satu) unit HP

Nokia warna Hitam milik terdakwa yang berisikan rekaman pembicaraan

korban kepada saksi H. Imam Mudawin, kemudian terdakwa berpesan

“pak haji saja yang saya berikan rekaman ini, orang lain tidak ada saya

kasih”.

c. Selanjutnya terdakwa mendisribusikan / mentransmisikan rekaman

pembicaraan korban menggunakan alat elektronik berupa 1 (satu) unit

HP merek Nokia milik terdakwa dengan cara memasukkan kabel data ke

HP terdakwa, kemudian kabel data dihubungkan ke laptop Notebook

merek Toshiba warna cokat milik saksi H. Imam Mudawin;

d. Berdasarkan hasil transkripsi dan terjemahan audio berbahasa Sasak dari

Kantor Bahasa Nusa Tenggara Barat Nomor 1485/G5.21/KP/2016

41
tanggal 17 November 2016 yang ditandatangani oleh Dr. Syariuddin,

terdakwa mendistribusikan/mentransmisikan rekaman yang memiki

muatan yang melanggar kesusilaan.

e. Akibat perbuatan Terdakwa, karir saksi korban sebagai Kepala Sekolah

berhenti dan keluarga besar saksi korban menjadi malu.

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam

Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik.

3. Pembuktian

Untuk membuktikan dakwaannya, Penutut Umum mengajukan barang

bukti berupa :

a. 1 (satu) buah CD yang berisikan rekaman pembicaraan antara H.

Muslim dengan Baiq Nuril Maknun dikembalikan kepada pemiliknya H.

Muslim.

b. 1 (satu) buah Laptop Toshiba warna Coklat ukuran 10 inch Nomor seri

5C115626K, satu buah kabel data warna hitam, satu buah HP merek

Samsung Champ Model GT-C3312, IMEI 356785/05006493/6, IMEI

356786/05006493/4 type dua kartu sim, 1 (satu) buah memory

card/external micro 2 G3, dan 1 (satu) buah memori card merk V-Gen 2

GB, masing-masing dikembalikan kepada pemiliknya.

c. 1 (satu) buah HP merk Nokia warna Hitam Silver Type RM-578 Code

059C0R4, IMEI 354870/04/771208/6 dalam keadaan rusak, dirampas

untuk dimusnahkan

42
Selain barang bukti Penuntut Umum juga telah menghadirkan saksi-

saksi yang telah didengarkan keterangannya di muka persidangan, yang pada

pokoknya sebagai berikut :

a. Saksi H. Muslim, di bawah sumpah pada pokoknya menerangkan, sebagai

berikut :

1. Pada waktu kejadian, saksi adalah Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram,

sedangkan terdakwa adalah pegawai honorer SMAN 7 Mataram, yang

tugasnya membantu bendahara sekolah;

2. Saksi (korban) mengetahui adanya rekaman pembicaraan atau

percakapan antara saksi (korban) dan terdakwa yang direkam di

handphone milik terdakwa tersebut setelah diberitahu oleh pak

Mulhakim, guru SMAN 7 Mataram;

3. Saksi (korban) serinng memikirkan dan membayangkan khayalan atau

fantasi seksual, yaitu selalu ingat ketika sedang belajar/studi di negara

Australia, saksi (korban) sering melihat video porno artis film porno

(blue film) di Australia bernama Megan Leigh;

4. Apabila tidak berkhayal atau berfantasi seksual tersebut pada malam

hari, saksi (korban) sering mengalami susah tidur;

5. Pada malam hari, saksi (korban) dapat tidur apabila sudah berkhayal

atau berfantasi seksual;

6. Saksi (korban) melakukan pembicaraan atau percakapan melalui

handhone dengan Terdakwa tentang khayalan atau fantasi seksual

43
saksi yang seolah-olah berhubungan badan (bersetubuh) dengan artis

film porno Megan Leight tersebut;

7. Percakapan atau pembicaraan melalui handphone dengan Terdakwa

yang direkam oleh terdakwa tersebut benar merupakan suara saksi dan

terdakwa dalam bahasa Sasak dan bahasa Indonesia, tetapi bukan

percakapan tentang kejadian persetubuhan (berhubungan badan) saksi

(korban) dengan seorang perempuan yang bernama Landriati,

bendahara di SMAN 7 Mataram;

8. Saksi (korban) pernah bersama Landriati berada di hotel Puri Saron

Senggigi untuk menyelesaikan pekerjaan administrasi kantor SMAN 7

Mataram;

Terhadap keterangan saksi (korban) H. Muslim tersebut, terdakwa

memberikan pendapat bahwa keterangan saksi adalah tidak benar.

b. Saksi Husnul Aini, di bawah sumpah pada pokoknnya menerangkan

sebagai berikut :

1. Saksi adalah teman sejawat terdakwa di SMAN 7 Mataram, tetapi

saksi lebih dahulu bekerja sebagai tenaga honorer staf;

2. Saksi mendengar dan mengetahui, H. Muslim (saksi korban) dan

Landriati mempunyai hubungan sangat dekat;

3. Seingat saksi, pada sekitar bulan Desember 2014, di halaman kantor

Dinas Kebersihan Kota Mataram, saksi melihat terdakwa dan H.

Imam Mudawin dan Lalu Agus Rofiq di tempat kejadian tersebut

44
yaitu ketika H. Imam Mudawin sedang mencolokkan perangkat

handhone milik terdakwa dengan kabel ke perangkat laptop;

4. Saksi melihat kejadian itu dalam jarak kurang lebih 5 (lima) meter,

dan setelah itu saksi sempat mendengarkan hasil rekaman yang dicopy

H. Imam Mudawin tersebut;

5. Saksi mendengar suara dalam rekaman itu memang suaranya H.

Muslim dan suara terdakwa dalam bahasa Sasak dan bahasa

Indonesia, tetapi suaranya agak kurang jelas;

6. Saksi membenarkan barang bukti digital elektronik yang diperlihatkan

di persidangan;

7. Saksi mengetahui saksi korban selingkuh dengan Landriati dari

pemberitahuan terdakwa;

Terhadap keterangan saksi Husnul Aini tersebut, terdakwa

memberikan pendapat bahwa keterangan saksi adalah benar.

c. Saksi H. Imam Mudawin di bawah sumpah pada pokoknnya menerangkan

sebagai berikut :

1. Saksi pernah meminta rekaman audio pembicaraan atau percakapan

antara H. Muslim dan terdakwa yang direkam oleh terdakwa untuk

keperluan bahan laporan ke DPRD Kota Mataram;

2. Ketika saksi tiba di halaman Dinas Kebersihan Kota Mataram dan

bertemu dengan terdakwa bersama anaknya yang masih kecil dan

Husnul Aini, saksi melihat terdakwa mencolokkan kabel data ke

handphone miliknya, lalu terdakwa menghubungkan kabel data itu ke

45
komputer laptop merek Toshiba warna coklat ukuran 10 inch milik

saksi, selannjutnya terdakwa mentransfer rekaman audio pembicaraan

atau percakapan antara H. Muslim dan terdakwa ke komputer laptop

milik saksi, sehingga data rekaman audio pembicaraan atau

percakapan tersebut tersimpan di komputer milik saksi;

3. Terdakwa yang menghubungi dan menyerahkan rekaman pembicaraan

atau percakapan H. Muslim dan terdakwa di dalam barang bukti

digital tersebut;

4. Kabel data yang digunakan terdakwa untuk menghubungkan

handphone terdakwa adalah milik saksi, yang kemudian kabel data itu

dicolokkan terdakwa ke perangkat komputer laptop merek Toshiba

warna coklat milik saksi;

5. Setelah data rekaman tersebut ditransfer ke komputer laptop merek

Toshiba warna coklat milik saksi oleh terdakwa, kemudian saksi

memutar dan mendengaran rekaman yang disaksikan Husnul Aini,

yang rekamannya berisi pembicaraan dan suara dari H. Muslim

(korban) dan terdakwa yang menggunakan bahasa Sasak dan bahasa

Indonesia;

6. Rekaman tersebut menceritakan tentang cara berhubungan intim H.

Muslim dengan Landriati (bendahara SMAN 7 Mataram);

7. Setelah memperoleh hasil data rekaman tersebut dari terdakwa,

selanjutnya saksi bersama dengan Muhajidin mendengarkan rekaman

itu;

46
8. Data rekaman yang disimpan di komputer laptop merek Toshiba

warna coklat milik saksi tersebut, kemudian atas permintaan korban

H. Muslim melalui Mulhakim, dan seingat saksi bahwa data rekaman

itu telah saksi hapus pada sekitar bulan Desember 2014;

9. Mulhakim pernah meminta rekaman itu dan langsung meng-copy dari

komputer laptop merek Toshiba milik saksi, karena saksi diminta oleh

H. Muslim (korban) dan kemudian korban meminta dan menyuruh

Mulhakim agar menemui H. Imam Mudawin agar menghapus data

rekaman audio itu;

10. Sebelum menghapus data rekaman itu, saksi telah back-up dan

disimpan di “Drive D” pada komputer laptop merek Toshiba warna

coklat milik saksi;

11. Di persidangan memperagakan dengan barang bukti elektronik

bagaimana cara meng-copy data rekaman pembicaraan atau

percakapan antara H. Muslim (korban) dan terdakwa dengan

menggunakan kabel data yang dihubungkan dari perangkat

menggunakan kabel data yang dihubungkan dari perangkat

handphone merek Samsung warna hitam silver milik terdakwa yang

dicolokkan ke perangkat komputer laptop merek Toshiba warna coklat

milik saksi (H. Imam Mudawin);

Terhadap keterangan saksi H. Imam Mudawin tersebut, terdakwa

memberikan pendapat bahwa keterangan saksi ada yang tidak benar.

47
d. Saksi Hj. Indah Deporwati, di bawah sumpah pada pokoknnya

menerangkan sebagai berikut :

1. Saksi adalah Pengawas SMAN 7 Mataram, yang pada waktu itu

kepala sekolahnya dijabat oleh H. Muslim.

2. Saksi pernah diperdengarkan rekaman pembicaraan atau percakapan

antara H. Muslim dan terdakwa, namun suaranya tidak begitu jelas;

3. Saksi membenarkan ketika diperdengarkan rekaman pembicaraan atau

percakapan antara H. Muslim dan terdakwa di persidangan, tetapi

suara rekaman tidak jelas didengar saksi;

4. Saksi pernah mendapatkan rekaman pembicaraan atau percakapan

antara H. Muslim dan terdakwa yang disimpan dalam sebuah

flashdisk dari Muhajidin, (guru kimia SMAN 7 Mataram) dengan

maksud untuk didengar saksi dan sebagai bahan laporan oleh saksi ke

Kepala Dinas Pendidikan Kota Mataram;

5. Barang bukti digital elektronik berupa 1 (satu) Memori Card external

micro 2 GB yang diperlihatkan di persidangan dibenarkan oleh saksi,

karena barang bukti tersebut disita Penyidik dari saksi

6. Di persidangan, saksi telah diperdengarkan barang bukti rekaman dan

penyimpanan data Micro Card external micro 2GB yang dibenarkan

saksi, dan kemudian saksi menerangkan bawa rekamannya tersebut

tidak begitu jelas rekamannya, karena pada waktu itu saksi

mendengarkan rekaman yang di-copy oleh Muhajidin, untuk diberikan

48
kepada saksi, rekamannya sangat jelas, tetapi sekarang terdengar tidak

jelas;

Terhadap keterangan saksi Hj. Indah Deporwati, terdakwa

memberikan pendapat bahwa keterangan saksi adalah benar.

e. Saksi Muhajidin, di bawah sumpah pada pokoknya menerangkan sebagai

berikut :

1. Saksi pertama kali mengetahui adanya rekaman pembicaraan atau

percakapan antara H. Muslim dan terdakwa tersebut karena diberitahu

oleh Mulhakim yang sebelumnnya telah diberitahu dan diberi

rekamannya oleh H. Imam Mudawin di ruang Bimbingan dan

Konseling SMAN 7 Mataram; kemudian saksi menerima langsung

dari H. Imam Mudawin berupa rekaman pembicaraan atau percakapan

antara H. Muslim dan terdakwa yang direkam oleh terdakwa tersebut

yang diserahkan di ruang Laboratorium Komputer SMAN 7 Mataram;

2. Saksi menyimpannya di laptop miliknya merek Toshiba warna hitam,

dan telah meng-copy sebanyak 7 (tujuh) rekaman pembicaraan atau

percakapan antara H. Muslim dan terdakwa dan kemudian

mentransfer melalui bluetooth perangkat handphone merek Samsung

warna putih miliknya ke perangkat handphone milik H. Muslim

(korban), handphone milik Muhalim (guru agama Islam), handphone

Lalu Wirebakti (Humas dan guru SMAN 7 Mataram), handphone Hj.

Indah Deporwati (Pengawas SMAN 7) dan Hanafi (KCD Ampenan);

49
Terhadap keterangan saksi H. Muhajidin tersebut Terdakwa

memberikan pendapat bahwa keterangan saksi adalah benar.

Terdakwa dalam persidangan telah memberikan keterangan, yang

pada pokoknya, sebagai berikut :

1. Terdakwa Baiq Nuril Maknun pada waktu kejadian adalah bekerja

sebagai tenaga kerja honorer yang membantu bendahara SMAN 7

Mataram yaitu perempuan Landriati;

2. Terdakwa dan Landriati sering diajak oleh saksi korban H. Muslim

sebagai Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram untuk bekerja lembur di

luar kantor sekolah yaitu di hotel Puri Saron, Senggigi;

3. Tentang data rekaman digital elektronik yang berisi tentang

pembicaraan atau percakapan antara H. Muslim dan terdakwa adalah

benar merupakan hasil rekaman pembicaraan melalui handphone yang

dilakukan terdakwa;

4. Data rekaman digital elektronik yang berisi pembicaraan atau

percakapan antara H. muslim dan terdakwa sebagaimana barang bukti

digital elektronik yang diperlihatkan di persidangan adalah merupakan

rekaman pembicaraan atas peristiwa atau kejadian yang nyata tentang

cerita saksi H. muslim ketika melakukan persetubuhan atau hubungan

badan dengan perempuan bernama Landriati di sebuah kamar hotel

Puri Saron, Senggigi.

5. Sebelum perekaman pembicaraan melalui handphone tersebut

terdakwa bersama anaknya yang masih kecil diajak kerja lembur oleh

50
H. Muslim bersama Landriati di sebuah kamar hotel Puri Saron,

Senggigi;

6. Ketika H. Muslim dan Landriati memasuki kamar hotel dan ketika

Landriati masuk ke kamar mandi kamar, H. Muslim menyuruh

terdakwa bersama anaknya yang masih kecil agar bermain di kolam

renang, sementara H. Muslim dan Landriati masuk kamar berdua dan

menutup rapat pintu kamar;

7. Kurang lebih satu setengah jam kemudian, terdakwa menuju kamar

hotel yang di dalamnya ada H. Muslim dan Landriati tersebut, dan

ketika pintu kamar hotel terdakwa buka, H. Muslim berdiri

menunjukkan sprei tempat tidur yang bercecer sperma, lalu H. Muslim

menunjukkan sambil berkata “ini bekas saya habis berhubungan,

sehingga sperma saya muncrat sekali, kenapa kamu cepat datang ke

kamar?,” lalu terdakwa melihat Landriati keluar dari kamar mandi,

yang sudah berpakaian rapi;

8. Kemudian terdakwa pulang ke rumahnya, dan ketika sore harinya H.

Muslim menelepon terdakwa sambil kembali menceritakan

kejadiannya bagaimana gaya berhubungan badan (persetubuhan) H.

Muslim bersama Landriati di kamar hotel Puri Saron, Senggigi

tersebut;

9. Pada waktu pembicaraan atau percakapan melalui handphone itu,

terdakwa merekamnnya tanpa sepengetahuan H.Muslim, yang

51
sekarang bukti rekaman dan handphone Samsung warna hitam silver

telah disita dan diperlihatkan di persidangan tersebut;

10. Saksi H. Imam Mudawin pernah meminta rekaman pembicaraan atau

percakapan antara H. Musllim dan terdakwa tersebut tetapi terdakwa

tidak langsung memberikan karena tidak berani memberikan rekaman

tersebut, tetapi H. Imam Mudawin selalu mendesak untuk meminta

bukti rekaman tersebut dengan alasan isi rekaman tersebut akan di

adukan (dilaporkan) ke DPRD Kota Mataram sebagai barang bukti;

11. Pada waktu sekitar bulan Agustus 2015 akhirnya terdakwa

memberikan rekaman tersebut kepada H. Imam Mudawin setalah

berjanji saling ketemu di halaman Kantor Dinas Kebersihan Kota

Mataram, dengan permintaan terdakwa agar isi rekaman itu jangan

disebarkan dan hanya sebagai bahan laporan ke DPRD Kota Mataram

saja kepada H. Imam Mudawin yang ketika itu didengar dan

disaksikan oleh saksi Husnul Aini dan Lalu Agus Rofiq (kakak ipar

terdakwa);

12. Perekaman tersebut terdakwa lakukan pada sekitar bulan Agustus

2012 sekira pukul 16.30.

4. Tuntutan

52
Tuntutan Penuntut Umum pada pokoknya menuntut agar Majelis

Hakim memutuskan sebagai berikut :

1. Menyatakan terdakwa Baiq Nuril Maknun terbukti secara sah dan

menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “dengan sengaja dan

tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau

membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan”

sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum melanggar Pasal 27 ayat

(1) jo. Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik.

2. Menjatuhkan pidana oleh karenanya terhadap Terdakwa Baiq Nuril

Maknun dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan dengan dikurangi

selama Terdakwa ditahan dan membayar denda sebesar

Rp.500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah) subsidiair 3 (tiga) bulan

kurungan.

3. Barang Bukti, berupa :

a. 1 (satu) buah CD yang berisikan rekaman pembicaraan antara H.

Muslim dengan Baiq Nuril Maknun dikembalikan kepada pemiliknya

H. Muslim.

b. 1 (satu) buah Laptop Toshiba warna Coklat ukuran 10 inch Nomor

seri 5c115626K, satu buah kabel data warna hitam, satu buah HP

merek Samsung Champ Model GT-C3312, IMEI 356785/05006493/6,

IMEI 356786/05006493/4 type dua kartu sim, 1 (satu) buah memory

53
card/external micro 2 G3, dan 1 (satu) buah memori card merk V-Gen

2 GB, masing-masing dikembalikan kepada pemiliknya;

c. 1 (satu) buah HP merk Nokia warna Hitam Silver Type RM-578 Code

059C0R4, IMEI 354870/04/771208/6 dalam keadaan rusak, dirampas

untuk dimusnahkan;

4. Menetapkan agar Terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.500.00

(dua ribu lima ratus rupiah).

5. Amar Putusan PN Mataram

Amar putusan pada putusan No. 265/Pid.Sus/2017/PN. Mtr

menyatakan terdakwa atas nama Baiq Nuri Maknun bebas, memulihkan hak-

hak terdakwa, serta membebankan biaya perkara kepada negara karena tidak

terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang

didakwakan penuntut umum melakukan tindak pidana yang terdapat pada

Pasal 27 ayat (1) jo. Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008

tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

B. Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 574 K/Pid.Sus/2018)

Amar putusan pada putusan No. 574 K/ Pid. Sus/ 2018 yang intinya

menyatakan terdakwa Baiq Nuril Maknun terbukti secara sah melakukan tindak

pidana “tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat

dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau

dokumen elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang

melanggar kesusilaan. Maka dari itu, terdakwa di jatuhkan pidana penjara selama

6 (enam) bulan dan pidana denda sejumlah Rp500.000,00 (lima ratus juta rupiah)

54
dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar maka diganti

dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan serta menetapkan masa penahanan

yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang

dijatuhkan.

C. Pertimbangan Hakim

1. Pengadilan Negeri Mataram

Bahwa terdapat perbedaan versi keterangan saksi korban H. Muslim

antara yang diterangkan di dalam Berita Acara Penyidikan dengan keterangan

yang diberikan di persidangan. Sementara itu, keterangan terdakwa baik di

dalam Berita Acara Penyidikan maupun keterangan terdakwa di persidangan

pada pokoknya menerangkan hal yang sama tentang isi rekaman di dalam

barang bukti digital tersebut adalah merupakan kenyataan peristiwa yang

terjadi.

Terdakwa didakwa melanggar Pasal 27 ayat (1) jo. Pasal 45 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik yang berbunyi “setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak

mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat

diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang

memiliki muatan yang melanggar kesusilaan”

Berdasarkan bunyi Pasal 27 ayat (1) Majelis Hakim berpendapat

bahwa Terdakwa atas nama Baiq Nuril Maknun tidak terbukti melakukan

perbuatan mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat

dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.

55
Berdasarkan fakta persidangan terungkap bahwa yang aktif mentransfer data

elektronik secara elektronik adalah saksi H. Imam Mudawin, Mulhakim serta

saksi a de charge atas nama Muhajidin yang mengirimkan ke perangkat

elektornik milik saksi Hj. Indah Deporwati, Muhalim, Lalu Wirebakti,

Hanafi, Surian dan H. Isin yang dapat dikategorikan ke dalam perbuatan yang

dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1 `)

2. Pertimbangan Hukum Hakim MA

Penuntut umum yang menangani kasus atas nama Baiq Nuril

Maknun mengajukan permohonan kasasi pada tanggal 1 Agustus 2017 serta

memori kasasi pada tanggal 1 Agustus 2017 dan memori kasasinya telah

diterima Kepanitraan Pengadilan Negeri Mataram pada tanggal 11 Agustus

2017. Dengan demikian, permohonan kasasi beserta alasan yang diajukan

dalam tenggang waktu dan cara menurut undang-undang. Oleh karena itu,

permohonan kasasi penuntut umum tersebut formal dapat diterima;

Menurut majelis hakim alasan kasasi yang diajukan pemohon kasasi/

penuntut umum tersebut, menurut hakim Mahkamah Agung alasan kasasi

yang diajukan penuntut umum dapat dibenarkan, karena putusan judex facti

yang menjatuhkan putusan bebas terhadap terdakwa atas nama Baiq Nuril

Maknun yang didakwakan penuntut umum telah melanggar undang-undang

informasi dan transaksi elektronik menggunakan dakwaan tunggal dinilai

tidak tepat dan salah menerapkan hukum peraturan hukum dan tidak

menerapkan peraturan hukum sebagaimana mestinya dan atas fakta yang

relevan secara yuridis, perbuatan terdakwa anggap telah memenuhi unsur

56
delik yang terdapat dalam Pasal 27 ayat (1) jo. Pasal 45 ayat (1) Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan

Transaksi Elektroik dan oleh karena itu terdakwa harus dijatuhi pidana.

sehingga dianggap cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi

terhadap Putusan Pengadilan Negeri Mataram Nomor

265/Pid.Sus/2017/Pn.Mtr.

Hakim juga mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan bagi

terdakwa yaitu karir saksi H. Muslim sebagai Kepala Sekolah terhenti,

keluarga besar malu dan kehormatannya dilanggar serta yang dapat

meringankan bagi terdakwa bahwa terdakwa belum pernah dihukum dan

terdakwa memilki 3 (tiga) orang anak yang masih membutuhkan kasih sayang

terdakwa;

6. Analisis Putusan

Setiap kasus yang dilaporan atau diadukan ke kepolisian, akan

sampai ke pengadilan apabila sudah tidak bisa ditempuh menggunakan jalur

kekeluargaan (mediasi) dan pada akhirnya hakimlah yang dapat menentukan

perbuatan seseorang tersebut benar ataukah salah dengan didasarkan dari

pertimbangan-pertimbangan yang diambil dari fakta-fakta yang terungkap di

persidangan dan keyakinan hakim terhadap suatu kasus.

Hakim harus selalu berpedoman pada ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, terutama pada Undang-Undang Nomor 48

Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Suatu putusan hakim dapat

berupa pemidanaan yang dijatuhkan kepada terdakwa apabila majelis hakim

57
(pengadilan) berpendapat bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan

menyakinkan melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya dan juga

dapat berupa putusan bebas (vrijspraak) yang dijatuhkan kepada terdakwa

apabila majelis hakim atau pengadilan berpendapat bahwa terdakwa tidak

terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana yang

didakwakan kepadanya. Semua itu bergantung saat pembuktian, di Indonesia

menganut sistem pembuktian positif dan negatif. Sistem pembuktian positif

yang artinya seseorang dapat dikatakan benar atau salah berdasarkan alat

bukti yang telah ditetapkan oleh undang-undang, oleh karena itu sistem

pembuktian ini digunakan dalam hukum acacra perdata. Sedangkan

pembuktian negatif hakim dalam mengambil keputusan tentang salah atau

tidaknya seseoran terikat pada alat bukti yang terdapat dalam undang-undang

beserta keyakinan haim sendiri. Setelah putusan di jatuhkan, apabila terdapat

satu pihak yang merasa keberatan atau kurang puas terhadap putusan yang

telah diberikan hakim pada pengadilan yang berada di bawah tingkat

Mahkamah Agung dapat mengajukan kasasi kecuali terhadap putusan bebas,

hal itu dapat kita temui di dalam Pasal 244 KUHAP.

Berdasarkan bunyi Pasal 244 diatas maka seharusnya putusan bebas

tidak dapat diajukan ke Mahkamah Agung. Namun hal itu kini sudah tidak

berlaku lagi pada kasus Baiq Nuril Maknun yang diputus bebas berdasarkan

putusan No. 265/Pid.Sus/2017/PN.Mtr. Hal ini telah dibenarkan berdasarkan

putusan Mahkamah Konstitusi No. 114/Puu-X/2012 tanggal 28 Maret 2013

yang mengatakan frasa “kecuali terhadap putusan bebas” dalam Pasal 244

58
KUHAP tidak mempunyai kekuatan hukum tetap/mengikat. Hal itulah yang

terjadi pada putusan No. 574 K/Pid.Sus/2018 membatalkan putusan No.

265/Pid.Sus/2017/PN.Mtr. yang membebaskan terdakwa dan menjatuhi

pidana selama 6 (enam) bulan penjara dan pidana denda sejumlah

Rp.500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah) subsideir 3 (tiga) bulan penjara.

Seorang hakim dalam membuat putusan diwajibkan menegakkan

hukum dan keadilan dengan tidak memihak atau tidak berat sebelah dalam

melakukan pertimbangan dan penilaiannya seperti yang terdapat Pasal 5 ayat

(1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman

yang berbunyi “hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti dan

memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam

masyarakat”. Dalam hal ini, hakim tidak dibenarkan untuk memilih siapa atau

pihak mana yang akan dibela. Karena dalam menjatuhkan putusannya, hakim

harus selalu memihak kepada kebenaran. Dalam hal tidak memihak diartikan

bahwa pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan

orang.

Di dalam praktik peradilan pidana, sebelum mengambil keputusan

hakim harus memperhatikan dan mempertimbangkan, pertimbangan yuridis

serta pertimbangan yang bersifat non yuridis (sosiologis). Pertimbangan

yuridis adalah pertimbangan hakim yang didasarkan pada fakta-fakta yuridis

yang terungkap dalam persidangan dan oleh undang-undang ditetapkan

sebagai hal yang harus dimuat di dalam putusan. Seperti surat dakwaan,

keterangan terdakwa, keterangan saksi, barang bukti, dan peraturan

59
perundang-undangan. Sedangkan yang dimaksud dengan pertimbangan non

yuridis (sosiologis) yaitu dapat menggali, mengikuti dan memahami nilai-

nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat, hal itulah yang

terdapat di dalam undang-undang kekuasaan kehakiman Pasal 5 ayat (1).

Berdasarkan pemaparan kasus di atas terkait adanya disparitas

putusan yang terjadi antara putusan No. 265/Pid.Sus/2017/ PN. Mtr dan

Putusan No. 574 K/ Pid.Sus/ 2018, dapat kita lihat bersama adanya perbedaan

pertimbangan hakim sehingga terjadi putusan hakim atau disparitas yang

sangat terlampau jauh. Dalam kasus disparitas dapat terjadi di antara putusan-

putusan, baik antar-putusan yang bersifat vertikal (misalnya putusan

pengadilan tingkat pertama dengan tingkat banding) atau antar-putusan yang

bersifat horisontal (putusan-putusan pengadilan pada tingkat yang sama). 56

Mengenai disparitas putusan Muladi berpendapat bahwa yang dikehendaki

bukanlah putusan yang sama terhadap perkara yang sama, tetapi adanya

rasionalitas dalam pertimbangan yang dijadikan dasar putusan terhadap

perkara yang bersangkutan. Dengan demikian akan dihasilkan putusan yang

rasional dan daat diterima banyak pihak.57

Disparitas pada putusan sudah biasa ditemukan di dalam praktik

peradilan. Hal itu disebabkan karena adanya kewenangan hakim yang

berbeda di tingkat pengadilan yang berbeda. Contohnya judex facti dan judex

juris, kewenangan judex facti terdapat pada pengadilan yang berada di bawah
56
Suparman Marzuki, Disparitas Putusan Hakim “Identifikasi dan Implikasi” Komisi
Yudisial Republik Indonesia, Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial Republik Indonesia, Jln. Kramat
Raya 57 Jakarta Pusat, diakses pada 22 Juni 2019
57
Oheo K Haris, 3 November 2017 “Telaah Yuridis Penerapan Sanksi Di Bawah Minimum
Khusus Pada Perkara Pidana Khusus”, http://orcid.org/0000-0002-1964-7555, diakses pada 27
Juni 2019

60
Mahkamah Agung seperti Pengadilan Negeri (PN) dan Pengadilan Tinggi

(PT) yang pada persidangannya melakukan pemeriksaan terhadap fakta-fakta

dan bukti-bukti yang berhubungan dengan perkara yang sedang diadili di

persidangan dan judex juris ialah kewenagan Mahkamah Agung memeriksa

penerapan hukum yang diterapkan di Pengadilan Negeri dan Pengadilan

Tinggi terhadap suatu perkara, apakah sudah benar atau masih terdapat

kekeliruan dalam penerapannya walaupun dalam memberikan putusan tidak

memeriksa fakta hukum secara langsung tetapi tetap memperhatikan fakta

hukum yang termuat dalam berkas perkara. Dalam kasus ini alasan mengapa

terjadi putusan judex facti dikarenakan penuntut umum dan judex juris

merasa bahwa hakim pada Pengadilan Negeri salah dalam menerapkan

peraturan hukum dan tidak sesuai dengan fakta hukum dipersidangan.

Mengenai judex juris Selain itu masih terdapat beberapa faktor yang

mengakibatkan adanya disparitas putusan yaitu faktor internal dan faktor

eksternal. Dari banyaknya faktor yang memungkin terjadinya disparitas

putusan yang telah disebutkan tersebut, hal itu kembali lagi kepada hakim

yang menentukan dan memutuskan terjadinya disparitas putusan atau tidak.

Menurut penulis, masalah disparitas putusan sudah menjadi hal yang

lumrah terjadi di dalam peradilan Indonesia tapi jauh lebih baik apabila tidak

terjadi disparitas putusan. Di dalam peraturan perundang-undangan telah di

atur dan ditetapkan mengenai batas minimum dan maksimum menjadi

pegangan/patokan/pedoman hakim dalam penjatuhan sanksi terhadap suatu

tindak pidana yang telah dilakukan oleh seseorang. Dalam menggunakan

61
sistem maksimum minimum hakim menjatuhkan sanksi pidana selalu

mengacu pada KUHP yang terdapat pada Pasal 12 ayat (2) serta Pasal 18 ayat

(1) KUHP.58 Dalam peraturan perundang-perundangan di Indonesia dibuat

tidak memberikan pedoman pemberian pidana secara tegas yang dapat

dijadikan pedoman bagi hakim dalam menjatuhan pidana kepada terdakwa,

yang ada hanyalah pembatasan maksimal dan minimal saja dan hal tersebut

telah sesuai dengan Asas nulla poena sine lege yang telah memberi batas

kepada hakim untuk memutuskan sanksi pidana berdasarkan takaran yang

sudah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Hal itu dilakuan

untuk mencapai putusan yang benar dan adil bagi kedua belah pihak.

Jika Putusan dengan No. 265/Pid.Sus/2017/PN.Mtr. diamati, alasan

mengapa terdakwa dibebaskan dari dugaan melakukan tindak pidana

melanggar Pasal 27 ayat (1) jo. Pasal 45 ayat (1) undang-undang informasi

dan transaksi elektronik seperti yang dakwaan penuntut umum, yaitu

berdasarkan fakta-fakta yang terjadi dipersidangan bahwa terdakwa sama

sekali tidak memenuhi unsur perbuatan yang didakwakan penutut umum

terhadapnya.

Menurut penulis, perbuatan Baiq Nuril Maknun tidak sesuai dengan

original intern Pasal 27 ayat (1) undang-undang informasi dan transaksi

elektronik seperti yang didakwakan Penuntut Umum kepadanya. jika

berdasarkan fakta yang diperoleh dari beberapa keterangan yang di berikan

oleh para saksi yang dihadirkan di muka persidangan terbukti bahwa yang

58
Ibid, Oheo K Haris

62
aktif melakukan pemindahan data elektronik serta mentransmisikan,

mendistribusikan dan membuat dapat diaksesnya muatan yang melanggar

kesusilaan secara elektronik yaitu H. Imam Mudawin. H. Imam Mudawinlah

yang mencolokkan kabel data dari handphone ke laptop hingga

mengirimkannya secara elektronik kepada beberapa saksi lainnya. Selain

unsur mentransmisikan, mendistribusikan dan membuat dapat diaksesnya

muatan yang melanggar kesusilaan, juga terdapat usur tanpa hak yang berarti

bahwa seseorang tidak dapat dijatuhi pidana apabila hal itu adalah haknya.

Jika kita melihat kondisi yang dialami oleh Baiq Nuril Maknun yang telah

menjadi korban pelecehan seksual secara verbal yang dilakukan oleh H.

Muslim, maka Baiq Nuril memiliki hak untuk menunjukkan apa yang sudah

dilakukan oleh H. Muslim kepadanya mengenai pelecehan seksual yang

dialaminya dan hal itulah juga yang dilihat dari hakim pada Pengadilan

Negeri Mataram sehingga menjatuhkan putusan No.

265/Pid.Sus/2017/PN.Mtr yang membebaskan terdakwa. Hal itu karena,

semua perbuatan yang diatur di dalam Pasal 27 ayat (1) baru dapat dikenakan

apabila terdakwa melakukan penyebaran data atau informasi elekronik secara

elektronik. Jika melihat dari beberapa keterangan yang diberikan oleh saksi

dan ahli di persidagan bahwa baiq nuril tidak terbukti melakukan tindak

pidana seperti apa yang didakwakan jaksa kepadanya maka seharusnya ia

diputus bebas berdasarkan asas actori in cumbit probatio/ actori incumbiit

onus probandi/ actore non probante dan reus absolvitur yang mengatakan

bahwa “siapa yang menggugat dia yang harus membuktian/siapa yang

63
mendakwa dia yang harus membuktian/kalau tidak dapat dibuktikan harus

diputus bebas”.

Sementara itu, putusan No. 574 K/Pid.sus/2018 yang dikeluarkan

oleh Mahkamah Agung pada tanggal 26 September 2018 yang menyangkut

kasus transaksi informasi elektronik oleh Baiq Nuril. Putusan tersebut berisi

mengenai pembatalan putusan Pengadilan Negeri No.

265/Pid.Sus/2017/PN.Mtr pada tanggal 26 Juli 2017 yang memutus bebas

terdakwa. Mahkamah Agung memutus kasus tersebut dengan pertimbangan

bahwa seharusnya terdakwa sadar akan kemungkinan bahwa perbuatannya

akan berdampak pada tersebarnya rekaman pembicaran antara dirinya dan H.

Muslim serta adanya perbuatan perekaman ilegal yang dilakukan oleh Baiq

Nuril.59 Hal ini dimuat dalam dakwaan penuntut umum yang menerangkan

sebenarnya terdakwa sadar bahwa H. Imam Mudawin akan meneruskan atau

menyebarluaskan rekaman tersebut kepada orang lain selain untuk menjadi

bahan laporan ke DPRD kota Mataram. Dalam fakta persidangan, terbukti

setelah ia memberikan rekaman tersebut kepada saksi H. Imam Mudawin, H.

Imam Mudawin langsung mentransmisikan dan mendistribusikannya kepada

ke beberapa saksi lainnya yang dapat kita lihat keterangannya di pembahasan

sebelumnya mengenai pembuktian.

Hakim pada Mahkamah Agung juga telah mempertimbangkan

keadaan yang meringankan serta yang memberatkan bagi terdakwa seperti

yang telah dibahas sebelumnya, namun hakim tetap menjatuhkan putusan

59
https://m.detiknews, 2 Kesalahan Baiq Nuril di mata MA : Perekaman Ilegal dan
menyebarluaskan, Senin 08 Juli 2019, diakses pada Rabu, 10 Juli 2019

64
seperti yang menjadi tuntutan jaksa. Pada Mahkamah Agung penulis melihat

bahwa hakim tidak memperhatikan Peraturan Mahkamah Agung Republik

Indonesia No. 3 Tahun 2017 tentang Pedomanan Mengadili Perkara

Perempuan Berhadapan dengan Hukum. Dalam kasus posisi ini, terlihat

bahwa Baiq Nuril hanya sebagai pegawai honorer yang bekerja di SMAN 7

Mataram dan H. Muslim sebagai Kepala Sekolah. Seperti yang terdapat

dalam Pasal 4 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 3 Tahun

2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan

Hukum yang berbunyi sebagai berikut : “dalam pemeriksaan perkara, hakim

agar mempertimbangkan Kesetaraan Gender dan non-diskriminasi, dengan

mengidentifikasi fakta persidangan:

a. Ketidaksetaraan status sosial antara para pihak yang berperkara

b. Ketidaksetaraan perlindungan hukum yang berdampak ada akses

keadilan

c. Diskriminasi

d. Damak psikis yang dialami korban

e. Ketidakberdayaan fisik dan psikis korban

f. Relasi kuasa yang mengakibatkan korban/saksi tidak berdaya

g. Riwayat kekerasan dari plau terhadap korban/saksi.”

Dari kasus di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa adanya

ketidaksetaraan status sosial antara para pihak yang berperkara serta adanya

relasi kuasa yang mengakibatkan korban/saksi tidak berdaya. Dalam

perspektif kriminologi juga mengatakan bahwa kejahatan atau tindak pidana

65
terjadi bukan hanya karena disebabkan oleh faktor ekonomi dan lingkungan

tetapi terdapat faktor lain yang dapat memudahkan seseorang melakukan

kejahatan ialah kedudukan atau jabatan.60 Seharusnya hakim menjadikan hal

tersebut sebagai pertimbagan sebelum memutus perkara ini. Namun hakim

pada tingkat Mahkamah Agung tidak menjadikan hal ini sebagai

pertimbangan dan menjatuhkan pidana penjara pada Baiq Nuril selama 6

bulan dan pidana denda sejumlah Rp500.000,00 (lima ratus juta rupiah)

subsideir pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan. Berdasarkan putusan

Mahkamah Agung yang memutus bersalah Baiq Nuril, jika dikaitkan dengan

tujuan hukum menurut Gustav Radbruch yang meliputi keadilan, kepastian,

dan keanfaatan. Dalam penerapannya terkadang untuk memenuhi satu tujuan

hukum maka tujuan yang lainnya tidak dapat dicapai atau dimuat dalam suatu

putusan. Putusan tersebut telah memberikan kepastian hukum bagi H. Muslim

yang merasa nama baiknya serta kelurganya menjadi malu karena telah

dicemarkan melalui rekaman pembicaraan tersebut menggunakan sarana

elektronik. Namun, disisi lain dan hal itulah yang terjadi pada Baiq Nuril di

mana ia mengalami ketidakadilan sebagai korban dari pelecehan seksual

secara verbal yang telah di lakukan oleh H. Muslim kepadanya.61

60
Herman, 2018 “Upaya Non Penal dalam Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi”, Halu
Oleo Law Review (HOLREV) vol 2, Issue 1, http://dx.doi.org/10.33561/holrev.v2i1, diakses pada
tanggal 27 Juni 2019.
61
Aditya Wiguna Sanjaya, Antinomi Kepastian Hukum dan Keadilan dalam Kasus Baiq
Nuril, Mahasiswa Program Doctor Ilmu Hukum Universitas Brawijaya Malang

66
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diuraikan di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan

putusan pada kasus putusan No. 265/Pid.Sus//2017/PN.Mtr ialah terdapat

67
perbedaan versi keterangan saksi korban H. Muslim antara yang diterangkan di

dalam BAP dan yang diberikan di persidangan. Sementara keterangan terdakwa

sama dalam BAP dan di persidangan. Kemudian di dalam beberapa keterangan

saksi terungkap bahwa yang aktif melakukan aktivitas mengirimkan dan

menyebarkan data elektronik secara elektronik ialah H. Imam Mudawin,

Mulhakim serta Muhajidin dan bukan terdakwa. Berdasarkan Validasi Bukti

Digital Elektronik terhadap Barang Bukti Digital Nomor 220-XXI-2016-CYBER

yang terdiri dari 5 (lima) sub barang bukti digital bahwa tidak ditemukan data-

data terkait dengan maksud pemeriksaan. Sedangkan putusan No. 574

K/Pid.Sus/2018 pada intinya ialah walaupun pada awalnya terdakwa tidak

bersedia untuk menyerahkan pembicaraan tersebut kepada saksi H. Imam

Mudawin namun pada akhirnya terdakwa bersedia memberikannya, terdakwa

menyadari sepenuhnya bahwa dengan dikirimnya dan dipindahkannya atau

ditransfernya rekaman pembicaraan yang ada di handphone terdakwa ke laptop

milik terdakwa besar kemungkkinan atau dapat dipastikan atau setidak-tidaknya

saksi H. Imam Mudawin akan dapat mendistribusikan atau mentransimikan atau

membuat dapat diaksesnya rekaman tersebut.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dan kesimpulan yang

berkaitan dengan apa yang menjadi perimbangan hakim dalam mejatuhan

disparitas putusan pada putusan No. 265/Pid.Sus/2017/PN.Mtr dan putusan No.

574 K/Pid.Sus/2018, maka penulis mempunyai saran berupa :

68
1. Semestinya, hakim dalam memutus perkara harus mempertimbangkan dengan

tepat sesuai dengan fakta-fakta yang ada dalam persidangan sehingga dapat

mencapai kepastian hukum dan keadilan bagi semua pihak serta masyarakat

secara luas.

2. Seharusnya, para pengguna media sosial atau media elektonik seharusnya

lebih berhati-hati dalam pengggunaannya, apalagi yang berkaitan dengan data

pribadi seseorang. Kita dalam mengguakan media elektronik harus bijak

karena tidak dapat dipungkiri bahwa media elektronik sekarang ini dapat

dikatakan seperti pedang bermata dua, karena selain memberikan dampak

positif tetapi juga mempunyai banyak dampak negatif.

3. Seyogyanya, berdasarkan kasus di atas dapat dilihat bahwa Baiq Nuril

Maknun merupakan seorang terdakwa di dalam kasus teknologi informasi

elektronik tetapi ia Baiq Nuril Maknun juga merupakan seorang korban

dalam kasus pelecehan secara verbal yang dilakukan oleh H. Muslim. Hakim

di Mahkamah Agung meyadari hal tersebut sehingga dapat menyuruh Jaksa

Penuntut Umum agar menindaklanjuti kasus tersebut.

69
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Agus Raharjo, 2002, Cybercrime – Pemahaman dan Upaya Pencegahan


Kejahatan Berteknologi, Citra Aditya Bakti, Badung.

Andi Hamzah, 1996, Pengantar Hukum Acara Pidana, Liberty, Yogyakarta.

Agus Rusianto, 2016, Tindak Pidana & Pertangung Jawaban Pidana, Kencana,
Jakarta.

Bambang Waluyo, 2011, Viktimologi, - Perlindungan Korban dan Saksi, Sinar


Grafika, Jakarta.

Budi Suharyanto, 2013, Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cyber Crime) -


Urgensi Pengaturan dan Celah Hukumnya Rajawali Pers, Jakarta.

Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Cyber Law Aspek Hukum
Teknologi Informasi, 2005, Refika Aditama, Bandung.

Darma, dkk, 2010, Buku Pintar Menguasai Internet, Mediakita, Jakarta.

Daryanto, 2004 Mamahami Kerja Internet, Rama Widya, Bandung.

Didik Endro Purwoleksono, 2017, Tindak Pidana Di Bidang Media Sosial


Surabaya.

Eddy O.S. Hiariej, 2012, Teori dan Hukum Pembuktian, Erlangga, Jakarta.

Leden marpaung, 2009, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Cetakan Keenam,


Sinar Grafika, Jakarta.

Lilik Mulyadi, 2010, Putusan Hakim Dalam Hukum Acara Pidana Indonesia,
Citra Aditya Bakti, Bandung.

Lilik Mulyadi, 2007, Pembalikan Beban Pembuktian Tindak Pidana Korupsi,


Alumni, Bandung.

Martiman Prodjohamidjojo, 1989, Pembahasan Hukum Acara Pidana Dalam


Teori dan Praktik, Pradnya Paramita, Jakarta.

Peter Mahmud marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta

Russel Butarbutar, 2016, Kompilasi Hukum Pidana Dan Aplikasinya Di


Masyarakat, Garnata Publising, Bekasi.
Russel Butarbutar, 2016, Kompilasi Hukum Pidana Dan aplikasinya Di
Masyarakat, Garnata Publishing, Bekasi.

Sianturi, S.R. 2002, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapanya,


Storia Grafika, Jakarta.

Subekti, R. 2008, Hukum Pembuktian, Pradnya Paramita, Jakarta.

Suparman Marzuki, Disparitas Putusan Hakim “Identifikasi dan Implikasi”


Komisi Yudisial Republik Indonesia, Sekretaris Jenderal Komisi
Yudisial Republik Indonesia Jln. Kramat Raya 57 Jakarta Pusat.

Syaiful Bakhri, 2018, Dinamika Hukum Pembuktian - Dalam Capaian Keadilan,


Rajawali Pers, Depok.

Tri Andriasman, 2010, Hukum Acara Pidana, Universitas Lampung, Lampung.

Widodo, 2013, Memerangi Cybercrime – Karakteristik, Motivasi, dan Strategi


Penagananya dalam Perspektif Kriminologi, Aswaja Pressindo,
Yogyakarta.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum


Pidana (KUHP)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum


Acara Pidana (KUHAP)

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi


Elektronik

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

C. Jurnal

Aditya Wiguna Sanjaya, Antinomi Kepastian Hukum dan Keadilan dalam Kasus
Baiq Nuril, Mahasiswa Program Doctor Ilmu Hukum Universitas
Brawijaya Malang. Dikases pada 10 Juli 2019

Herman 2018 Upaya Non Penal dalam Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi,
Halu Oleo Law Review (HOLREV) vol 2, Issue 1,
http://dx.doi.org/10.33561/holrev.v2i1, diakses pada tanggal 27 Juni
2019.

2
Lalu Heru Sujamawardi 2018 Analisis Yuridis Pasal 27 (1) Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.
Jurnal Fakultas Hukum Universitas Maranatha Christiawan.

Oheo K Haris 3 November 2017 Telaah Yuridis Penerapan Sanksi Di Bawah


Minimum Khusus Pada Perkara Pidana Khusus”,
http://orcid.org/0000-0002-1964-7555, diakses pada 27 Juni 2019.

D. Putusan

Putusan No. 265/Pid.Sus/2017/ PN. Mtr

Putusan Mahkamah Agung Nomor 574 K/Pid.Sus/2018

E. Internet

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20141117121718-12-11947/penegak-
hukum-diminta-bijak-tegakkan-uu-ite-senin, 17/11/2014, 12:18 WIB
diakses pada Jumat 8 Februari 2019

https://m.detiknews, 2 Kesalahan Baiq Nuril di mata MA : Perekaman Ilegal dan


menyebarluaskan, Senin 08 Juli 2019, diakses pada Rabu, 10 Juli
2019

Anda mungkin juga menyukai