Anda di halaman 1dari 4

Seluk Beluk Masa Pandemi

Oleh : Hafidz Ardan

Akhir tahun 2019 saya mendengar kabar dari televisi bawah di Wuhan,China terdapat
virus baru yang bernama Covid – 19. jumlah penyebaran virus tersebut sangat cepat karena
angka penyebaran virus corona di Wuhan mencapai 80 ribu kasus. Kegiatan sehari - hari
masih berjalan dengan normal. Berita ini mulai menyebar di Indonesia dan dibahas di sekolah
saya. Saat pelajaran biologi di sekolah, saya membahas virus ini Bersama guru dan teman -
teman.

“Pak Hendra, mengapa demam dan batuk merupakan gejala dari virus ini ?”

“karena virus corona menyerang sistem imun atau sistem kekebalan tubuh kita,
sehingga sel kekebalan tubuh kita berusaha untuk melawan virus yang masuk pada tubuh
kita. Akibatnya tubuh akan mengeluarkan sinyal seperti sakit demam dan batuk.” Jawab Pak
Hendra.

“baik pak terima kasih.” Jawab saya.

Pada bulan februari di sekolah saya diadakan laga pertandingan sepakbola yang diberi
nama “liga smalan”. Kelas saya mendapat jadwal 2 kali bermain yang pertama melawan kelas
XII IPS 4 dan yang kedua adalah kelas X MIPA 4. Pertandingan pertama berjalan dengan
lancar. Hingga akhirnya pada satu hari sebelum kelas saya akan melawan X MIPA 4, ada
kabar bahwa virus corona telah masuk ke Indonesia. Pemerintah memberlakukan aturan
protokol Kesehatan dan akhirnya sekolah diliburkan selama 2 minggu untuk mencegah
terjadinya penyebaran virus ini. Semenjak itu saya harus menjaga jarak satu dengan yang
lain, sering mencuci tangan, dan membawa hand sanitizer saat berpergian. Saat saya hendak
melakukan ibadah jum’at berjamaah Bersama teman di masjid juga dibatasi jumlah orangnya
dan dites suhu tubuhnya dulu.

“waduh jumatan dimana nih, biasanya tempat disini masih cukup kok sekarang
tambah sempit ya ?” tanya saya.
Mungkin karena jumlah jama’ah di masjid harus dikurangi agar mencegah terjadinya
penyebaran virus, sudah pasti masjid akan menampung lebih sedikit zar.” Jawab Tama.

Oiya yaa, yuk kita cari masjid lain sebelum terlambat.”

Yukk skuyyyy, berarti ini jadi acuan , besok lagi kalau mau jum’atan kita harus
berangkat lebih awal lagi agar dapat tempat.” Sahut Tama

“Wokeee siappppp.” Jawabku dengan semangat.

Pemerintah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar di Jakarta. Semuanya


serba terbatas. Sementara waktu masyarakat Jakarta dilarang untuk keluar kota dan yang dari
luar Jakarta juga dilarang masuk ke wilayah Jakarta. Namun untuk kegiatan ekspedisi dan
kegiatan penyaluran kebutuhan ekonomi masih diperbolehkan tetapi dengan protokol
Kesehatan yang sangat ketat. Untungnya saja saya tinggal di Semarang, dan kota saya hanya
memberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau disebut PKM. Saya dan teman –
teman saya dirumah selalu gelisah dengan program ini meskipun terbilang cukup ringan
dibandingkan PSBB di Jakarta.

“males banget guys, kenapa harus dibatasi kayak gini, mau ke mall dibatasi, banyak
jalan yang di portal.”

“ihh iya betull zar, apalagi sekarang warung – warung dan toko saat malam hari
menjadi tutup lebih awal.” Jawab Tama.

“setujuuu, aku biasanya keluar malam jam 12 nyari nasi kucing tapi sekarang malah
tutup, ngebosenin ah.” Sahut Kevin.

Saya menjadi bosan karena kemana – mana harus menggunakan masker karena saya
memang tidak suka menggunakan masker. Bagaimanapun saya terpaksa harus menggunakan
masker untuk mencegah terkena virus di luar sana. Semakin lama ternyata angka penyebaran
virus di Indonesia sangat cepat hingga akhirnya Semarang termasuk dalam zona merah. Yang
awalnya sekolah diliburkan selama 2 minggu, kini akhirnya diundur lagi hingga waktu yang
tidak ditentukan sampai situasi membaik.

Sekolah dilakukan dengan metode jarak jauh atau daring. Saya merasa kesulitan
belajar secara daring dan kecewa. Saya sudah berpikir negatif dan pesimis terlebih dahulu
karena masa akhir SMA harus berdampingan dengan wabah virus yang sedang melanda.
Saya selalu berpikir yang tidak – tidak. Terlebih lagi jika ingin melakukan kegiatan selalu
dibatasi, ingin kemana - mana rasanya jadi malas karena harus ada protokol Kesehatan.

“wah bener kan guys, aku sudah yakin pasti berangkat sekolah akan diundur lagi, lihat
aja beritanya angka coronanya naik terus, sudah kuduga.” Sahutku dengan kecewa.

“Iya zar, aku juga males kalau gini, apalagi dirumah gak ngapa – ngapain . sekolah
dirumah bikin ngantuk dan aku gamudeng sama sekali.” Jawab Tama.

Meskipun kegiatan pembelajaran secara daring terhitung lebih singkat daripada


pembelajaran di sekolah seperti biasanya, metode ini kurang efektif bagi saya. Saya lebih
banyak tidak pahamnya daripada paham. Saya hanya bisa paham materi pembelajaran jika
langsung dijelaskan oleh guru didepan papan tulis langsung.

Hari demi hari saya lalui. Setelah lama menjalani kehidupan selama pandemi ini yang
terus meningkat angka penyebarannya, saya mulai mencari kegiatan yang bermanfaat. Saya
mulai produktif dengan berolahraga dirumah. membuat jadwal program Latihan selama
seminggu. Saya membuat program ini juga untuk menjaga badan tetap bugar dan
meningkatkan imun tubuh agar sulit untuk diserang virus. Semakin lama saya terbiasa
menjalani kehidupan ditengah wabah virus ini. Kemana – mana menggunakan masker sudah
menjadi kewajiban. Yang awalnya selalu lupa untuk memakai masker saat berpergian,
sekarang selalu ingat jika ingin pergi harus menggunakan masker.

Tetapi semakin lama saya mulai curiga dengan angka penyebaran virus di Indonesia.
Karena angka penyebarannya terbilang tidak masuk akal. Terlebih lagi ada isu bahwa ada
rumah sakit yang menuliskan pasien biasa sebagai pasien corona untuk mendapat bantuan
dari pemerintah. Karena setiap rumah sakit akan diberikan bantuan jika terdapat pasien yang
terkena virus ini. banyak polisi yang lalai dari tugasnya. Yang seharusnya menghukum dan
memberikan penyuluhan terhadap masyarakat di jalanan yang tidak menjalankan protokol
kesehatan, melainkan meloloskan masyarakat tersebut dengan syarat memberikan uang.

“bener gak sih corona di Indonesia jumlahnya segitu?”

“menurutku ga segitu, sadar ga kita hidup gini gini terus, kita mulai lupa dan gapeduli
sama virus ini.” Sahut Kevin.

“betul juga ya, lama kelamaan aku kek biasa aja nih, apalagi banyak rumah sakit yang
main kotor, masa pasien yang meninggal kanker ditulis meninggal karena corona. Itu kan
ngawur, manfaatin biar dapet uang pemerintah, kasihan juga kan kelurganya tidak tahu apa –
apa.” Balas Tama dengan nada tinggi.

“tetapi apalah daya kita, kita hanya rakyat biasa tidak bisa apa – apa selain berdoa”
jawab saya.

“iya , dahlah males, memang lama lama gaada yang bener nih. Doain aja dah moga
wabah ini cepet selesai.” Jawab Kevin.

“Aamiinn…” sahut saya dan Tama dengan seksama.

semenjak saat itu saya sudah terbiasa dengan keadaan ini. Menjalani kehidupan di
tengah pandemi entah sampai kapan wabah ini akan berakhir. Namun jika dipikir – pikir
sekolah daring juga lebih nyaman karena bisa lebih leluasa dan waktu sekolahnya juga hanya
sebentar. Saya bisa melakukan pembelajaran sambil sarapan, terkadang juga tidak mandi.
Saya masih menikmatinya hingga saat ini sambil terus berdoa, berharap wabah ini semoga
cepat berakhir.

Anda mungkin juga menyukai