Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

Istilah gawat abdomen menggambarkan keadaan klinis akibat kegawatan di

rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama.

Keadan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah,

misalnya pada obstruksi, perforasi, atau perdarahan massif di rongga perut maupun

saluran cerna.1

Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi

usus yang segera memerlukan pertolongan dokter. Ileus menjadi salah satu kegawatan

dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai, yaitu 60% - 70% dari seluruh kasus

akut abdomen yang bukan apendisitis akut. Ileus memiliki mortalitas tinggi jika tidak

segera didiagnosis dan ditangani dalam 24 jam. Ileus sendiri merupakan suatu

keadaan dimana pergerakan kontraksi normal dinding usus terganggu. Gerak

peristaltik seperti gerakan kontraksi bergelombang yang merupakan suatu aktivitas

otot polos usus yang terkoordinasi dengan baik dipengaruhi oleh beberapa faktor

seperti keadaan otot polos usus, system saraf simpatis, system saraf parasimpatis,

keseimbangan elektrolit, dan sebagainya.2

Ileus dibagi menjadi dua yaitu ileus obstruktif dan ileus paralitik. Keduanya

mempunyai perbedaan yang cukup berarti tak terkecuali dalam bidang radiologi. Baik

ileus obstruktif maupun ileus paralitik mempunyai gambaran khas yang berbeda.2

Mengingat penanganan ileus dibedakan menjadi operatif dan konservatif,

maka hal ini sangat berpengaruh pada mortalitas ileus. Operasi juga sangat ditentukan
oleh ketersediaan sarana dan prasarana yang sesuai, keterampilan dokter, dan

kemampuan ekonomi pasien. Hal-hal yang dapat berpengaruh pada faktor-faktor

tersebut juga akan mempengaruhi pola manajemen pasien ileus yang akhirnya

berpengaruh pada mortalitas ileus. Faktor-faktor tersebut juga berpengaruh dengan

sangat berbeda dari satu daerah terhadap daerah lainnya.1

Karena itu, makalah mengenai ileus ini diharapkan agar para pembaca dapat

mengerti mengenai ileus baik ileus obstruktif maupun ileus paralitik dan juga

perbedaan masing-masing, tak terkecuali mengenai gambaran radiologis khas pada

masing-masing ileus.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Usus

Usus halus merupakan tabung kompleks, berlipat-lipat yang membentang

dari pilorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus halus sekitar

12 kaki (22 kaki pada kadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi bagian tengah

dan bawah rongga abdomen. Ujung proksimalnya bergaris tengah sekitar 3,8 cm,

tetapi semakin ke bawah lambat laun garis tengahnya berkurang sampai menjadi

sekitar 2,5 cm.3

2.1.1 Struktur usus halus

Struktur usus halus terdiri dari bagian-bagian berikut ini:

a. Duodenum: bentuknya melengkung seperti kuku kuda. Pada lengkungan

ini terdapat pankreas. Pada bagian kanan duodenum merupakan tempat

bermuaranya saluran empedu (duktus koledokus) dan saluran pankreas

(duktus pankreatikus), tempat ini dinamakan papilla vateri. Dinding

duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung

kelenjar brunner untuk memproduksi getah intestinum. Panjang

duodenum sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai jejunum.3

b. Jejunum: Panjangnya 2-3 meter dan berkelok-kelok, terletak di sebelah

kiri atas intestinum minor. Dengan perantaraan lipatan peritoneum yang

berbentuk kipas (mesentrium) memungkinkan keluar masuknya arteri

dan vena mesentrika superior, pembuluh limfe, dan saraf ke ruang antara
lapisan peritoneum. Penampang jejunum lebih lebar, dindingnya lebih

tebal, dan banyak mengandung pembuluh darah.3

c. Ileum: ujung batas antara ileum dan jejunum tidak jelas, panjangnya ±4-

5 m. Ileum merupakan usus halus yang terletak di sebelah kanan bawah

berhubungan dengan sekum dengan perantaraan lubang orifisium

ileosekalis yang diperkuat sfingter dan katup valvula ceicalis (valvula

bauchini) yang berfungsi mencegah cairan dalam kolon agar tidak

masuk lagi ke dalam ileum.3

Gambar 1. Anatomi usus kecil

2.1.2 Struktur usus besar

Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang

sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai

kanalisani. Diameter usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil.

Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus

diameternya semakin kecil.23 Lapisan-lapisan usus besar dari dalam ke luar

adalah selaput lendir, lapisan otot yang memanjang, dan jaringan ikat.
Ukurannya lebih besar daripada usus halus, mukosanya lebih halus

daripada usus halus dan tidak memiliki vili. Serabut otot longitudinal

dalam muskulus ekterna membentuk tiga pita, taenia coli yang menarik

kolon menjadi kantong-kantong besar yang disebut dengan haustra.

Dibagian bawah terdapat katup ileosekal yaitu katup antara usus halus dan

usus besar. Katup ini tertutup dan akan terbuka untuk merespon gelombang

peristaltik sehingga memungkinkan kimus mengalir 15 ml masuk dan total

aliran sebanyak 500 ml/hari.3

Bagian-bagian usus besar terdiri dari :

a. Sekum adalah kantong tertutup yang menggantung di bawah area katup

ileosekal apendiks. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks

yang melekat pada ujung sekum. Apendiks vermiform, suatu tabung

buntu yang sempit yang berisi jaringan limfoit, menonjol dari ujung

sekum.3

b. Kolon adalah bagian usus besar dari sekum sampai rektum. Kolon

memiliki tiga divisi.3

- Kolon ascenden : merentang dari sekum sampai ke tepi bawah

hati di sebelah kanan dan membalik secara horizontal pada fleksura

hepatika.

- Kolon transversum : merentang menyilang abdomen di bawah hati

dan lambung sampai ke tepi lateral ginjal kiri, tempatnya memutar

ke bawah fleksura splenik.

- Kolon desenden : merentang ke bawah pada sisi kiri abdomen dan


menjadi kolon sigmoid berbentuk S yang bermuara di rektum.

c. Rektum adalah bagian saluran pencernaan selanjutnya dengan panjang

12-13 cm. Rektum berakhir pada saluran anal dan membuka ke eksterior

di anus.3

Gambar 2. Anatomi usus besar

2.2 Fisiologi

Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorbsi

bahan – bahan nutrisi, air, elektrolit dan mineral. Proses pencernaan dimulai

dalam mulut dan lambung oleh kerja ptialin, asam klorida, dan pepsin terhadap

makanan yang masuk. Proses pencernaan dilanjutkan di dalam duodenum

terutama oleh kerja enzim – enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat,

lemak, dan protein menjadi zat – zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat

dalam sekret pankreas membantu menetralkan asam dan memberikan pH optimal

untuk kerja enzim – enzim. Sekresi empedu dari hati membantu proses

pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga memberikan permukaan


yang lebih luas bagi kerja lipase pankreas. Proses pencernaan disempurnakan

oleh sejumlah enzim dalam getah usus (sukus enterikus). Banyak di antara enzim

– enzim ini terdapat pada brush border vili dan mencernakan zat – zat makanan

sambil diabsorbsi. Isi usus digerakkan oleh peristaltik yang terdiri atas dua jenis

gerakan, yaitu segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem saraf autonom

dan hormon. Pergerakan segmental usus halus mencampur zat-zat yang dimakan

dengan sekret pankreas, hepatobiliar, sekresi usus, dan pergerakan peristaltik

mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lain dengan kecepatan yang sesuai

untuk absorpsi optimal dan suplai kontinu isi lambung. Absorpsi adalah

pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat, lemak dan protein (gula

sederhana, asam-asam lemak dan asam-asam amino) melalui dinding usus ke

sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel-sel tubuh. Selain itu air,

elektrolit dan vitamin juga diabsorpsi.4

Lemak dalam bentuk trigliserida dihidrolisa oleh enzim lipase pankreas ;

hasilnya bergabung dengan garam empedu membentuk misel. Misel kemudian

memasuki membran sel secara pasif dengan difusif, kemudian mengalami

disagregasi, melepaskan garam empedu yang kembali ke dalam lumen usus, dan

asam lemak serta monogliserida ke dalam sel. Sel kemudian membentuk kembali

trigliserida dan digabungkan dengan kolesterol, fosfolipid, dan apoprotein untuk

membentuk kilomikron, yang keluar dari sel dan memasuki lakteal. Asam lemak

kecil dapat memasuki kapiler dan secara langsung menuju ke vena porta. Garam

empedu diabsorpsi ke dalam sirkulasi enterohepatik dalam ileum distalis. Dari

kumpulan 5 gram garam empedu yang memasuki kantung empedu, sekitar 0,5
gram hilang setiap hari; kumpulan ini bersirkulasi ulang 6 kali dalam 24 jam.4

Protein oleh asam lambung di denaturasi, pepsin memulai proses

proteolisis. Enzim protease pankreas (tripsinogen yang diaktifkan oleh

enterokinase menjadi tripsin, dan endopeptidase, eksopeptidase) melanjutkan

proses pencernaan protein, menghasilkan asam amino dan 2 sampai 6 residu

peptida. Transport aktif membawa dipeptida dan tripeptida ke dalam sel untuk

diabsorpsi.4

Karbohidrat, metabolisme awalnya dimulai dengan menghidrolisis pati

menjadi maltosa (isomaltosa), yang merupakan disakarida. Kemudian disakarida

ini, bersama dengan disakarida utama lain, laktosa dan sukrosa, dihidrolisis

menjadi monosakarida glukosa, galaktosa, dan fruktosa. Enzim laktase, sukrase,

maltase, dan isimaltase untuk pemecahan disakarida terletak di dalam mikrovili

’brush border’ sel epitel. Disakarida ini dicerna menjadi monosakarida sewaktu

berkontak dengan mikrovili ini atau sewaktu mereka berdifusi ke dalam

mikrovili. Produk pencernaan, monosakarida, glukosa, galaktosa, dan fruktosa,

kemudian segera diabsorpsi ke dalam darah porta.4

Air dan elektrolit, cairan empedu, cairan lambung, saliva, dan cairan

duodenum menyokong sekitar 8-10 L/hari cairan tubuh, kebanyakan diabsorpsi.

Air secara osmotik dan secara hidrostatik diabsorpsi atau melalui difusi pasif.

Natrium dan klorida diabsorpsi dengan pemasangan zat telarut organik atau

secara transport aktif. Kalsium diabsorpsi melalui transport aktif dalam

duodenum dan jejenum, dipercepat oleh hormon parathormon (PTH) dan vitamin

D. Kalium diabsorpsi secara difusi pasif.4


Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan

proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorpsi

air dan elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon

sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah

dehidrasi sampai defekasi berlangsung.4

Kolon mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak rantai pendek

serta mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut membantu menjaga

keseimbangan air dan elektrolit serta mencegah dehidrasi. Gerakan retrograd dari

kolon memperlambat transit materi dari kolon kanan dan meningkatkan absorpsi.

Kontraksi segmental merupakan pola yang paling umum, mengisolasi segmen

pendek dari kolon, kontraksi ini menurun oleh antikolinergik, meningkat oleh

makanan, kolinergik. Sepertiga berat feses kering adalah bakteri; 10¹¹-10¹²/gram

dimana bakteri Anaerob lebih banyak dari bakteri aerob. Bacteroides paling

umum, Escherichia coli berikutnya. Gas kolon berasal dari udara yang ditelan,

difusi dari darah, dan produksi intralumen. Bakteri membentuk hidrogen dan

metan dari protein dan karbohidrat yang tidak tercerna.4

2.3 Definisi Obstruksi Usus

Obstruksi usus (mekanik) adalah keadaan dimana isi lumen saluran cerna

tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena ada sumbatan/hambatan yang

disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang

menekan, atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang

menyebabkan nekrose segmen usus tersebut.5


Tipe obstruksi usus terdiri dari :

2.3.1 Mekanis (Ileus Obstruktif)

Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh

peristaltik. Ileus obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata

atau kronis akibat karsinoma yang melingkari. Misalnya intususepsi,

tumor polipoid dan neoplasma stenosis, obstruksi batu empedu, striktura,

perlengketan, hernia dan abses.5

2.3.2 Neurogonik/fungsional

Ileus ini juga banyak terjadi, meskipun tidak sebanyak ileus mekanik.

Ileus ini disebabkan karena gangguan persarafan pada usus yaitu saraf

otonom parasimpatis dari serabut postganglioner sacral II-IV. Ileus

neurogenik ini dibagi menjadi dua, yaitu5 :

a. Ileus paralitik/adinamik

Ileus ini disebabkan oleh lesi saraf yang bisa terjadi karena radang,

terjepit akibat kecelakaan ataupun usus yang kelelahan akibat kontraksi

terus menerus (Ileus paralitik sekunder). Kelumpuhan saraf

menyebabkan otot tak dapat berkontraksi sehingga makanan tidak dapat

dilewatkan ke distal.5

b. Ileus spastik/dinamik

Ileus ini terjadi karena rangsangan saraf akibat keracunan, histeri, atau

neurasteni. Prosesnya adalah kebalikan dari ileus paralitik. Pada ileus

spastic rangsangan parasimpatisnya sangat kuat sehingga terjadi

kontraksi otot polos yang bersamaan di beberapa tempat. Akibatnya


makanan tidak dapat dilewatkan, sehimgga terjadi ileus.5

2.4 Ileus Obstruktif

2.4.1 Definisi Ileus Obstruktif

Ileus obstruktif merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang

terjadi karena adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi

dinding usus sehingga menyebabkan penyempitan atau penyumbatan

lumen usus. Hal tersebut menyebabkan pasase lumen usus terganggu.Ileus

obstruktif disebut juga ileus mekanik.6

2.4.2 Klasifikasi Ileus Obstruktif6

- Menurut sifat sumbatannya, ileus obstruktif dibagi atas 2 tingkatan :

a) Obstruksi biasa (simple obstruction) yaitu penyumbatan mekanis di

dalam lumen usus tanpa gangguan pembuluh darah, antara lain

karena atresia usus dan neoplasma

b) Obstruksi strangulasi yaitu penyumbatan di dalam lumen usus

disertai oklusi pembuluh darah seperti hernia strangulasi,

intususepsi, adhesi, dan volvulus.

- Menurut letak sumbatannya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi 2 :

a) Obstruksi tinggi, bila mengenai usus halus (duodenum sampai

jejunum)

b) Obstruksi rendah, bila mengenai usus besar (kolon – sigmoid –

rectum)

- Menurut etiologinya :
Menurut etiologinya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi 3 :

a) Lesi ekstrinsik (ekstraluminal) yaitu yang disebabkan oleh adhesi

(postoperative), hernia (inguinal, femoral, umbilical), neoplasma

(karsinoma), dan abses intraabdominal.

b) Lesi intrinsik yaitu di dalam dinding usus, biasanya terjadi karena

kelainan kongenital (malrotasi), inflamasi (Chron’s disease,

diverticulitis), neoplasma, traumatik, dan intususepsi.

c) Obstruksi menutup (intaluminal) yaitu penyebabnya dapat berada di

dalam usus, misalnya benda asing, batu empedu.

- Berdasarkan stadiumnya, ileus obstruktif dibedakan atas:

 Parsial: menyumbat sebagian lumen

 Simple/komplit: menyumbat seluruh lumen

 Strangulasi: simple dengan jepitan vasa


2.4.3 Patofisiologi Ileus Obstruktif7

Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh

cairan dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan

intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen ke

darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran

cerna setiap hari, tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan

penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus

setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan

dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang

cairan ekstrasel yang mengakibatkan syok—hipotensi, pengurangan

curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik.

Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan penurunan

absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek

lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan

permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke

dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan

bakteriemia.

Segera setelah timbulnya ileus obstruktif pada ileus obstruktif

sederhana, distensi timbul tepat di proksimal dan menyebabkan muntah

refleks. Setelah mereda, peristaltik melawan obstruksi dalam usaha

mendorong isi usus melewatinya yang menyebabkan nyeri episodik

kram dengan masa relatif tanpa nyeri di antara episode. Gelombang

peristaltik lebih sering timbul setiap 3 sampai 5 menit di dalam jejunum

dan setiap 10 menit di didalam ileum. Aktivitas peristaltik mendorong


udara dan cairan melalui gelung usus, yang menyebabkan gambaran

auskultasi khas terdengar dalam ileus obstruktif. Dengan berlanjutnya

obstruksi, maka aktivitas peristaltik menjadi lebih jarang dan akhirnya

tidak ada.

Jika ileus obstruktif kontinu dan tidak diterapi, maka kemudian

timbul muntah dan mulainya tergantung atas tingkat obstruksi. Ileus

obstruktif usus halus menyebabkan muntahnya lebih dini dengan

distensi usus relatif sedikit, disertai kehilangan air, natrium, klorida dan

kalium, kehilangan asam lambung dengan konsentrasi ion hidrogennya

yang tinggi menyebabkan alkalosis metabolik. Berbeda pada ileus

obstruktif usus besar, muntah bisa muncul lebih lambat (jika ada). Bila

timbul, biasanya kehilangan isotonik dengan plasma. Kehilangan cairan

ekstrasel tersebut menyebabkan penurunan volume intravascular,

hemokonsentrasi dan oliguria atau anuria. Jika terapi tidak diberikan

dalam perjalanan klinik, maka dapat timbul azotemia, penurunan curah

jantung, hipotensi dan syok.

Pada ileus obstruktif strangulata yang melibatkan terancamnya

sirkulasi pada usus mencakup volvulus, pita lekat, hernia dan distensi.

Disamping cairan dan gas yang mendistensi lumen dalam ileus

obstruksi sederhana, dengan strangulasi ada juga gerakan darah dan

plasma ke dalam lumen dan dinding usus. Plasma bisa juga dieksudasi

dari sisi serosa dinding usus ke dalam cavitas peritonealis. Mukosa usus

yang normalnya bertindak sebagai sawar (penghambat) bagi

penyerapan bakteri dan produk toksiknya, merupakan bagian dinding


usus yang paling sensitif terhadap perubahan dalam aliran darah.

Dengan strangulasi yang memanjang maka timbul iskemik dan sawar

rusak. Bakteri (bersama dengan endotoksin dan eksotoksin) bisa masuk

melalui dinding usus ke dalam cavitas peritonealis. Disamping itu,

kehilangan darah dan plasma maupun air ke dalam lumen usus cepat

menimbulkan syok. Jika kejadian ini tidak dinilai dini, maka dapat

menyebabkan kematian.

Ileus obstruktif gelung tertutup timbul bila jalan masuk dan jalan

keluar suatu gelung usus tersumbat. Jenis ileus obstruktif ini lebih

bahaya dibandingkan ileus obstruksi yang lainnya, karena ia berlanjut

ke strangulasi dengan cepat sebelum terbukti tanda klinis dan gejala

ileus obstruktif. Penyebab ileus obstruktif gelung tertutup mencakup

pita lekat melintasi suatu gelung usus, volvulus atau distensi sederhana.

Pada keadaan terakhir ini, sekresi ke dalam gelung tertutup dapat

menyebabkan peningkatan cepat tekanan intalumen, yang menyebabkan

obstruksi aliran keluar ke vena.

Ileus obstruktif kolon biasanya kurang akut (kecuali bagi volvulus)

dibandingkan ileus obstruksi usus halus. Karena kolon bukan organ

pensekresi cairan dan hanya menerima sekitar 500 ml cairan tiap hari

melalui valva ileocaecalis, maka tidak timbul penumpukan cairan yang

cepat. Sehingga dehidrasi cepat bukan suatu bagian sindroma yang

berhubungan dengan ileus obstruksi kolon. Bahaya paling mendesak

karena obstruksi itu karena distensi. Jika valva ileocaecalis inkompeten

maka kolon terdistensi dapat didekompresi ke dalam usus halus. Tetapi


jika valva ini kompeten, maka kolon terobstruksi membentuk gelung

tertutup dan distensi kontinu menyebabkan ruptura pada tempat

berdiameter terlebar, biasanya di sekum. Hal didasarkan atas hukum

Laplace, yang mendefinisikan tegangan di dalam dinding organ tubular

pada tekanan tertentu apapun berhubungan langsung dengan diameter

tabung itu. Sehingga karena diameter kolon melebar di dalam sekum,

maka area ini yang biasanya pecah pertama.

2.4.4 Faktor risiko Ileus Obtruktif8

Obstruksi usus yang sering ditemukan, tergantung pada umur

pasien (Tabel 1). Pada bayi/neonatus obstruksi usus disebabkan atresia

ani, atresia pada usus halus , dan penyakit Hirschsprung. Obstruksi pada

anak-anak sering disebabkan oleh intususepsi, penyakit Hirschsprung

dan hernia strangulasi inguinalis kongenital. Pada orang dewasa,

obstruksi usus sering disebabkan tumor di dalam usus, perlengketan

dinding usus, hernia strangulasi pada kanalis inguinalis, femoralis

ataupun umbilikalis dan penyakit Crohn. Obstruksi pada pasien umur

lanjut sering disebabkan karsinoma usus besar, divertikel, hernia

strangulasi, tinja membatu, perlengketan dinding usus dan volvulus.

Tabel 2.1. Penyebab Obstruksi Menurut Kelompok Umur

Kelompok umur Penyakit

Bayi/neonates Atresia, Volvulus, penyakit Hirschsprung

Anak-anak Intususepsi, hernia strangulasi inguinalis, kelainan


kongenital, penyakit Hirschsprung

Neoplasma usus besar, adhesi, hernia strangulasi

Dewasa inguinalis, femoralis dan umblikalis, dan penyakit

Hirschsprung
Karsinoma usus besar, penyakit divertikulum kolon,

hernia
Orang tua
strangulasi, fecalith (tinja membatu), adhesi dan volvulus

a) Perlengketan/Adhesi

Ileus karena adhesi umumnya tidak disertai strangulasi. Adhesi n

adalah pita-pita jaringan fibrosa yang sering menyebabkan obstruksi usus

halus pasca bedah setelah operasi abdomen. Risiko terjadinya adhesi

menimbulkan gejala obstruksi pada anak belum diteliti dengan baik, tetapi

sering terjadi pada 2-3% penderita setelah operasi abdomen. Sebagian besar

obstruksi disertai oleh adhesi dan dapat terjadi setiap waktu setelah minggu

kedua pasca bedah. Adhesi dapat berupa perlengketan yang bentuk tunggal

maupun multiple (perlengketan yang lebih dari satu) yang setempat

maupun luas. Pada operasi, perlengketan dilepaskan dalam bentuk pita.

Pada operasi, perlengketan dilepaskan dan pita dipotong agar pasase usus

pulih kembali.

Adhesi yang kambuhan akan menjadi masalah besar. Setelah berulang

tiga kali, risiko kambuh akan menjadi 50%. Pada kasus seperti ini, diadakan

pendekatan konservatif sebab walaupun pembedahan akan menberikan

pasase, kemungkinan besar obstruksi usus akibat adhesi akan kambuh

dalam waktu singkat.


c) Hernia Inkarserata

Bila terdapat suatu defek pada dinding rongga perut, maka akibat

tekanan intraabdominal yang meninggi, suatu alat tubuh dapat terdorong

keluar melalui defek itu. Misalnya : sebagian lambung dapat terdesak

keluar ke rongga perut melalui suatu defek pada diafragma masuk ke dalam

rongga dada. Hernia yang tidak tampak dari luar disebut “internal hernia”.

Ditemukan lebih banyak “ekterna hernia”, yaitu yang tampak dari luar

seperti hernia umbilical, hernia inguinal, dan hernia femoral.

Jika liang hernia cukup besar maka isi usus dapat didorong masuk lagi

dan disebut reponibel, jika tidak dapat masuk lagi disebut incarcerata. Pada

keadaan ini disebut infark. Hernia yang menunjukkan strangulasi pembuluh

darah dan tanda-tanda incarcerata akan menimbulkan gejala-gejala ileus.

d) Pankreas anulare

Pankreas anulare menyebabkan obstruksi usus halus di duodenum

bagian duodenum bagian kedua. Gejala dan tanda sama seperti pada atresia

atau malrotasi usus. Pankreas anulare merupakan kelainan kongenital yang

jarang ditemukan. Penyakit ini disebabkan oleh kelainan pada

perkembangan bakal pankreas sehingga tonjolan dorsal dan ventral

melingkari duodenum bagian kedua akibat tidak lengkapnya pergeseran

bagian ventral. Keadaan ini menyebabkan obstruksi duodenum dan kadang

disertai atresia juga. Penyakit ini pada awalnya sering tidak ditemukan

gejala dan baru ditemukan pada saat dewasa.

e) Invaginasi

Disebut juga “intussusceptio”. Biasanya pada anak, bagian oral


(proksimal) usus menerobos masuk ke dalam rongga bagian anal (distal)

seperti suatu teleskop.

Ada beberapa jenis bergantung pada lokasinya :

1. Enterika : Usus halus masuk ke dalam usus halus

2. Entero-colics : Ileum masuk ke dalam coecum atau colon, jenis ini

paling sering ditemukan

3. Colica : Usus besar masuk ke dalam usus besar

4. Prolapsus ani : Rektum keluar melalui anus

Bagian dalam disebut intussusceptium, sedang bagian luar yang

melingkarinya intussusceptum. Mesentrium yang mengandung pembuluh

darah intussusceptium akan ikut tertarik dan pembuluh darah akan terjepit

hingga terjadi gejala-gejala ileus. Penyebab terjadinya pada anak-anak

adalah ketidakseimbangan kontraksi otot usus-usus, adanya jaringan

limfoid yang berlebihan (terutama sekitar perbatasan bagian ileo-cekal) dan

antiperistaltik kolon melawan peristaltik ileum. Pada orang dewasa

disebabkan karena adanya dinding tumor yang menonjol/bertangkai (polip)

dan oleh gerakan peristaltik didorong ke bagian distal dan dalam gerakan

ini dinding usus ikut tertarik.

f) Volvulus

Volvulus di usus halus agak jarang ditemukan. Disebut pula dengan

torsi dan merupakan pemutaran usus dengan mesenterium sebagai poros.

Usus melilit/memutar sampai 180-360 derajat. Volvulus dapat disebabkan

oleh mesentrium yang terlalu panjang, yang merupakan kelainan kongenital

pada usus halus, pada obstisipasi yang menahun, terutama pada sigmoid,
pada hernia inkarcerata, usus dalam kantong hernia menunjukkan tanda-

tanda torsi; pada tumor dalam dinding usus atau tumor dalam mesentrium.

Akibat volvulus terjadi gejala-gejala strangulasi pembuluh darah dengan

infark dan gejala-gejala ileus.

g) Kelainan Kongenital

Setiap cacat bawaan pada usus berupa stenosis atau atresia dari

sebagian saluran cerna akan menyebabkan obstruksi setelah bayi mulai

menyusui. Kelainan-kelainan ini disebabkan oleh tidak sempurnanya

kanalisasi saluran pencernaan dalam perkembangan embrional dan keadaan

ini dapat terjadi pada usus dimana saja. Atresi ialah buntu sama sekali

dengan tanda-tanda obstruksi total sedangkan stenosis hanya merupakan

penyempitan dengan gejala-gejala obstruksi yang tidak total.

h) Atresia Usus

Gangguan pasase usus yang kongenital dapat berbentuk stenosis dan

atresia, yang dapat disebabkan oleh kegagalan rekanalisasi pada waktu janin

berusia 6-7 minggu. Kelainan bawaan ini dapat juga disebabkan oleh

gangguan aliran darah lokal pada sebahagian dinding usus akibat desakan,

invaginasi, volvulus, jepitan, atau perforasi usus masa janin. Daerah usus

yang tersering mengalaminya adalah usus halus. Stenosis dapat juga terjadi \

karena penekanan, misalnya oleh pankreas anulare dan dapat berupa atresia.

i) Radang kronik

Setiap radang kronik, terutama morbus Crohn, dapat menyebabkan

obstruksi karena udem, hipertrofi, dan fibrosis yang biasanya terjadi pada

penyakit kronik.
j) Askariasis

Kebanyakan cacing askariasis hidup di usus halus bagian jejunum.

Obstruksi usus oleh cacing askariasis paling sering ditemukan pada anak

karena hygiene kurang sehingga infestasi cacing terjadi berulang-ulang dan

usus halus pada anak-anak lebih sempit daripada usus halus orang dewasa

sedangkan ukuran cacing sama besar. Obstruksi umumnya disebabkan oleh

suatu gumpalan padat yang terdiri dari sisa makanan dan puluhan ekor cacing

yang mati akibat pemberian obat cacing.

k) Tumor

Tumor usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi usus, kecuali jika

ia menimbulkan invaginasi. Kebanyakan tumor jinak di usus halus tidak

menimbulkan gangguan yang berarti selama hidup. Kadang-kadang gejalanya

tidak jelas atau tidak khas, sehingga kelainan tidak terdeteksi kecuali apabila

ada penyulit. Tumor usus halus dapat menimbulkan komplikasi, pendarahan,

dan obstruksi. Obstruksi dapat disebabkan oleh tumornya sendiri ataupun

secara tidak langsung oleh invaginasi.

l) Tumpukan sisa makanan

Obstruksi usus halus akibat bahan makanan ditemukan pada orang yang

pernah mengalami operasi pengangkatan sebagian atau penuh dari perut

(gastrektomi). Obstruksi biasanya terjadi pada daerah anastomosis. Obstruksi

lain, yang jarang ditemukan, dapat terjadi setelah makan banyak sekali buah-

buahan yang mengandung banyak serat yang menyebabkan obstruksi di

ileum terminal, seperti serat buah jeruk atau biji banyak yang ditelan

sekaligus dengan buah tertentu yang berinti.


m) Divertikulum meckel

Divertikulum meckel adalah sisa dari kantung telur embrional yang

juga disebut ductus omphalo-mesentricus yang dalam kehidupan fetal

menghubungkan pusat (umbilicus) dengan usus. Pada orang dewasa terletak

pada ileum lebih kurang 100 cm proksimal perbatasan ileo-cekal, sedangkan

pada anak-anak lebih kurang 40 cm. Jika hubungan antara umblikus dan

usus (ductus omphalo-mesentricus) tidak menghilang, dapat terjadi fistula

pada pusat yang mengeluarkan isi usus. Bila hanya sebagian yang

menghilang dan ditengah-tengah tetap, maka akan dapat terbentuk suatu

kista. Bila tidak menghilang sempurna, maka sisanya menyerupai tali yang

padat, yang dapat mengakibatkan terbelitnya usus pada tali itu (strangulasi).

n) Penyakit Hirschsprung

Penyakit Hirschsprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah

yang paling sering terjadi pada neonatus. Penyakit Hirschsprung terjadi

akibat tidak adanya sel ganglion pada dinding usus atau terjadinya kelainan

inervasi usus, yang dimulai dari anus dan meluas ke proksimal. Gejala-

gejala klinis penyakit Hirschsprung biasanya mulai pada saat lahir dengan

terlambatnya pengeluaran tinja (mekonium). Kegagalan mengeluarkan tinja

menyebabkan dilatasi bagian proksimal usus besar dan perut menjadi

kembung. Karena usus besar melebar, tekanan di dalam lumen meningkat,

mengakibatkan aliran darah menurun dan perintang mukosa terganggu Statis

memungkinkan proliferasi bakteri, sehingga dapat menyebabkan

enterokolitis (Clostridium difficile dan Staphlococcos aureus) dengan

disertai sepsis dan tanda-tanda obstruksi usus besar.


2.4.5 Manifestasi Klinis2

a) Obstruksi sederhana

Pada obstruksi usus halus proksimal akan timbul gejala muntah yang

banyak, yang jarang menjadi muntah fekal walaupun obstruksi

berlangsung lama. Nyeri abdomen bervariasi dan sering dirasakan

sebagai perasaan tidak enak di perut bagian atas. Obstruksi bagian

tengah atau distal menyebabkan kejang di daerah periumbilikal atau

nyeri yang sulit dijelaskan lokasinya. Kejang hilang timbul dengan

adanya fase bebas keluhan. Muntah akan timbul kemudian,

waktunya bervariasi tergantung sumbatan. Semakin distal sumbatan,

maka muntah yang dihasilkan semakin fekulen. Obstipasi selalu

terjadi terutama pada obstruksi komplit.

Tanda vital normal pada tahap awal, namun akan berlanjut

dengan dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit. Suhu tubuh

bisa normal sampai demam. Distensi abdomen dapat minimal atau

tidak ada pada obstruksi proksimal dan semakin jelas pada sumbatan

di daerah distal. Peristaltik usus yang mengalami dilatasi dapat

dilihat pada pasien yang kurus. Bising usus yang meningkat dan

metabolic sound dapat didengar sesuai dengan timbulnya nyeri pada

obstruksi di daerah distal.

b) Obstruksi disertai proses strangulasi

Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan disertai

dengan nyeri hebat. Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya bekas

operasi atau hernia. Bila dijumpai tanda-tanda strangulasi berupa


nyeri iskemik dimana nyeri yang sangat hebat, menetap dan tidak

menyurut, maka dilakukan tindakan operasi segera untuk mencegah

terjadinya nekrosis usus.

c) Bezoar

Istilah bezoar merupakan suatu akumulasi benda-benda asing

eksogen di dalam lambung atau usus yang merupakan penyebab ileus

obstruktif pada usus halus. Bezoar dibedakan menurut komposisinya.

Laktobezoar mengandung kasein atau kalsium yang tinggi.

Laktobezoar ditemukan pada bayi-bayi prematur yang

mengkonsumsi susu formula bayi yang kaya kasein/kalsium.

Phytobezoar adalah jenis yang paling umum dari bezoar yang

merupakan akumulasi serat sayur-sayuran dan buah-buahan yang

tidak dapat dicerna. Phytobezoar terdiri dari selulosa, tanin, dan

lignin yang di cerna pada saat mengkonsumsi makanan.

d) Obstruksi pada kolon

Obstruksi mekanis di kolon timbul perlahan-lahan dengan nyeri

akibat sumbatan biasanya terasa di epigastrium. Nyeri yang hebat

dan terus menerus menunjukkan adanya iskemia atau peritonitis.

Borborygmus dapat keras dan timbul sesuai dengan nyeri. Konstipasi

atau obstipasi adalah gambaran umum obstruksi komplit. Muntah

lebih sering terjadi pada penyumbatan usus besar. Muntah timbul

kemudian dan tidak terjadi bila katup ileosekal mampu mencegah

refluks. Bila akibat refluks isi kolon terdorong ke dalam usus halus,

akan tampak gangguan pada usus halus. Muntah fekal akan terjadi
kemudian. Pada keadaan valvula Bauchini yang paten, terjadi

distensi hebat dan sering mengakibatkan perforasi sekum karena

tekanannya paling tinggi dan dindingnya yang lebih tipis. Pada

pemeriksaan fisis akan menunjukkan distensi abdomen dan timpani,

gerakan usus akan tampak pada pasien yang kurus, dan akan

terdengar metallic sound pada auskultasi. Nyeri yang terlokasi, dan

terabanya massa menunjukkan adanya strangulasi.

2.4.6 Komplikasi9

Strangulasi menjadi penyebab dari kebanyakan kasus kematian

akibat ileus obstruktif. Isi lumen usus merupakan campuran bakteri yang

mematikan, hasil-hasil produksi bakteri, jaringan nekrotik dan darah.

Usus yang mengalami perforasi mungkin mengalami perforasi dan

menggeluarkan materi tersebut ke dalam rongga peritoneum yang

menyebabkan peritonis. Tetapi meskipun usus tidak mengalami perforasi,

bakteri dapat melintasi usus yang permeable tersebut dan masuk ke

dalam sirkulasi tubuh melalui cairan getah bening dan mengakibatkan

syok septik .Komplikasi lain yang dapat timbul antara lain syok

hipovolemia, abses, pneumonia aspirasi dari proses muntah dan dapat

menyebabkan kematian.

2.5 Ileus Paralitik

2.5.1. Definisi Ileus Paralitik


Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus

gagal/ tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk

menyalurkan isinya. Ileus merupakan kondisi dimana terjadi

kegagalan neurogenik atau hilangnya peristaltic usus tanpa adanya

obstruksi mekanik.6

2.5.2 Etiologi10

Ileus pada pasien rawat inap ditemukan pada: (1) proses

intraabdominal seperti pembedahan perut dan saluran cerna atau iritasi

dari peritoneal (peritonitis, pankreatitis, perdarahan); (2) sakit berat

seperti pneumonia, gangguan pernafasan yang memerlukan intubasi,

sepsis atau infeksi berat, uremia, dibetes ketoasidosis, dan

ketidakseimbangan elektrolit (hipokalemia, hiperkalsemia,

hipomagnesemia, hipofosfatemia); dan (3) obat-obatan yang

mempengaruhi motilitas usus (opioid, antikolinergik, fenotiazine).

Setelah pembedahan, usus halus biasanya pertama kali yang kembali

normal (beberapa jam), diikuti lambung (24-48 jam) dan kolon (48-72

jam).

Ileus terjadi karena hipomotilitas dari saluran pencernaan tanpa

adanya obstruksi usus mekanik. Diduga, otot dinding usus terganggu

dan gagal untuk mengangkut isi usus. Kurangnya tindakan pendorong

terkoordinasi menyebabkan akumulasi gas dan cairan dalam usus.

Meskipun ileus disebabkan banyak faktor, keadaan pascaoperasi

adalah keadaan yang paling umum untuk terjadinya ileus. Memang,

ileus merupakan konsekuensi yang diharapkan dari pembedahan perut.


Fisiologisnya ileus kembali normal spontan dalam 2-3 hari, setelah

motilitas sigmoid kembali normal. Ileus yang berlangsung selama

lebih dari 3 hari setelah operasi dapat disebut ileus adynamic atau

ileus paralitik pascaoperasi. Sering, ileus terjadi setelah operasi

intraperitoneal, tetapi mungkin juga terjadi setelah pembedahan

retroperitoneal dan extra-abdominal. Durasi terpanjang dari ileus

tercatat terjadi setelah pembedahan kolon. Laparoskopi reseksi usus

dikaitkan dengan jangka waktu yang lebih singkat daripada reseksi

kolon ileus terbuka.

Konsekuensi klinis ileus pasca operasi dapat mendalam. Pasien

dengan ileus merasa tidak nyaman dan sakit, dan akan meningkatkan

risiko komplikasi paru. Ileus juga meningkatkan katabolisme karena

gizi buruk. Secara keseluruhan, ileus meningkatkan biaya perawatan

medis karena memperpanjang rawat inap di rumah sakit.

Beberapa penyebab terjadinya ileus:

a) Trauma abdomen

b) Pembedahan perut (laparatomy)

c) Serum elektrolit abnormalitas :

 Hipokalemia

 Hiponatremia

 Hipomagnesemia

 Hipermagensemia

d) Infeksi, inflamasi atau iritasi (empedu, darah)

e) Intrathorak
 Pneumonia

 Lower lobus tulang rusuk patah

 Infark miokard

f) Intrapelvic (misalnya penyakit radang panggul )

g) Rongga perut

 Radang usus buntu

 Divertikulitis

 Nefrolisiasis

 Kolesistitis

 Pankreatitis

 Perforasi ulkus duodenum

2.5.3 Patofisiologi7

Patofisiologi dari ileus paralitik merupakan manifestasi dari

terangsangnya sistem saraf simpatis dimana dapat menghambat aktivitas

dalam traktus gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang

berlawanan dengan yang ditimbulkan oleh sistem parasimpatis. Sistem

simpatis menghasilkan pengaruhnya melalui dua cara: (1) pada tahap

yang kecil melalui pengaruh langsung norepineprin pada otot polos

(kecuali muskularis mukosa, dimana ia merangsangnya), dan (2) pada

tahap yang besar melalui pengaruh inhibitorik dari noreepineprin pada

neuron-neuron sistem saraf enterik. Jadi, perangsangan yang kuat pada

sistem simpatis dapat menghambat pergerakan makanan melalui traktus

gastrointestinal.
Hambatan pada sistem saraf parasimpatis di dalam sistem saraf

enterik akan menyebabkan terhambatnya pergerakan makanan pada

traktus gastrointestinal, namun tidak semua pleksus mienterikus yang

dipersarafi serat saraf parasimpatis bersifat eksitatorik, beberapa neuron

bersifat inhibitorik, ujung seratnya mensekresikan suatu transmitter

inhibitor, kemungkinan peptide intestinal vasoaktif dan beberapa peptide

lainnya.

Menurut beberapa hipotesis, ileus pasca operasi dimediasi melalui

aktivasi hambat busur refleks tulang belakang. Secara anatomis, 3 refleks

berbeda yang terlibat: ultrashort refleks terbatas pada dinding usus,

refleks pendek yang melibatkan ganglia prevertebral, dan refleks panjang

melibatkan sumsum tulang belakang. Refleks panjang yang paling

signifikan.

Respon stres bedah mengarah ke generasi sistemik endokrin dan

mediator inflamasi yang juga mempromosikan perkembangan ileus.

Penyakit/ keadaan yang menimbulkan ileus paralitik dapat

diklasifikasikan seperti yang tercantum dibawah ini:

Kausa Ileus Paralitik

 Neurogenik. Pasca operasi, kerusakan medulla spinalis, keracunan

timbal, kolik ureter, iritasi persarafan splanknikus, pankreatitis.

 Metabolik. Gangguan keseimbangan elektrolit (terutama

hipokalemia), uremia, komplikasi DM, penyakit sistemik seperti

SLE, sklerosis multiple


 Obat-obatan. Narkotik, antikolinergik, katekolamin, fenotiazin,

antihistamin.

 Infeksi/ inflamasi. Pneumonia, empiema, peritonitis, infeksi

sistemik berat lainnya.

 Neurogenik

- Refleks inhibisi dari saraf afferent: incisi pada kulit dan usus pada

operasi abdominal.

- Refleks inhibisi dari saraf efferent: menghambat pelepasan

neurotransmitter asetilkolin.

 Hormonal

Kolesistokinin, disekresi oleh sel I dalam mukosa

duodenum dan jejunum terutama sebagai respons terhadap adanya

pemecahan produk lemak, asam lemak dan monogliserida di

dalam usus. Kolesistokinin mempunyai efek yang kuat dalam

meningkatkan kontraktilitas kandung empedu, jadi mengeluarkan

empedu kedalam usus halus dimana empedu kemudian

memainkan peranan penting dalam mengemulsikan substansi

lemak sehingga mudah dicerna dan diabsorpsi. Kolesistokinin

juga menghambat motilitas lambung secara sedang. Oleh karena

itu disaat bersamaan dimana hormon ini menyebabkan

pengosongan kandung empedu, hormon ini juga menghambat

pengosongan makanan dari lambung untuk memberi waktu yang

adekuat supaya terjadi pencernaan lemak di traktus

gastrointestinal bagian atas.


Hormon lainnya seperti sekretin dan peptide penghambat

asam lambung juga memiliki fungsi yang sama seperti

kolesistokinin namun sekretin berperan sebagai respons dari getah

asam lambung dan petida penghambat asam lambung sebagai

respons terhadap asam lemak dan asam amino.

 Inflamasi

Makrofag: melepaskan proinflammatory cytokines (NO).

Prostaglandin inhibisi kontraksi otot polos usus.

 Farmakologi

Opioid menurunkan aktivitas dari neuron eksitatorik dan

inhibisi dari pleksus mienterikus. Selain itu, opioid juga

meningkatkan tonus otot polos usus dan menghambat gerak

peristaltik terkoordianasi yang diperlukan untuk gerakan propulsi.

Opioid: efek inhibitor, blockade excitatory neurons yang

mempersarafi otot polos usus.

2.5.4 Manifestasi Klinik8

Ileus adinamik (ileus inhibisi) ditandai oleh tidak adanya gerakan

usus yang disebabkan oleh penghambatan neuromuscular dengan

aktifitas simpatik yang berlebihan. Sangat umum, terjadi setelah semua

prosedur abdomen, gerakan usus akan kembali normal pada: usus kecil

24 jam, lambung 48 jam, kolon 3-5 hari.

Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung (

abdominal distention), anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah mungkin

ada, mungkin pula tidak ada. Keluhan perut kembung pada ileus paralitik
ini perlu dibedakan dengan keluhan perut kembung pada ileus obstruksi.

Pasien ileus paralitik mempunyai keluhan perut kembung, tidak disertai

nyeri kolik abdomen yang paroksismal.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi abdomen,

perkusi timpani dengan bising usus yang lemah dan jarang bahkan dapat

tidak terdengar sama sekali. Pada palpasi, pasien hanya menyatakan

perasaan tidak enak pada perutnya. Tidak ditemukan adanya reaksi

peritoneal (nyeri tekan dan nyeri lepas negatif). Apabila penyakit

primernya peritonitis, manifestasi klinis yang ditemukan adalah

gambaran peritonitis.

2.5.5 Pemeriksaan Penunjang10

Pemeriksaan laboratorium mungkin dapat membantu mencari

kausa penyakit. Pemeriksaan yang penting untuk dimintakan adalah

leukosit darah, kadar elektrolit, ureum, glukosa darah dan amylase. Foto

polos abdomen sangat membantu untuk menegakkan diagnosis. Pada

ileus paralitik akan ditemukan distensi lambung, usus halus dan usus

besar. Air fluid level ditemukan berupa suatu gambaran line up (segaris).

Hal ini berbeda dengan air fluid level pada ileus obstruktif yang

memberikan gambaran stepladder (seperti anak tangga). Apabila dengan

pemeriksaan foto polos abdomen masih meragukan, dapat dilakukan foto

abdomen dengan mempergunakan kontras.

2.6 PEMERIKSAAN RADIOLOGI


2.6.1 Foto Polos Abdomen

Ileus merupakan penyakit abdomen akut yang dapat muncul secara

mendadak yang memerlukan tindakan sesegera mungkin. Maka dari itu

pemeriksaan abdomen harus dilakukan secara segera tanpa perlu

persiapan. Pada kasus abdomen akut diperlukan pemeriksaan 3 posisi,

yaitu5 :

1. Posisi terlentang (supine): sinar dari arah vertical, dengan proyeksi

antero-posterior (AP)

2. Duduk atau setengah duduk atau berdiri (erect), bila memungkinkan,

dengan sinar horizontal proyeksi AP

3. Tiduran miring ke kiri ( left lateral decubitus ), dengan arah horizontal,

proyeksi AP.

Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat

mencakup seluruh abdomen beserta dindingnya. Perlu dipersiapkan ukuran

kaset dan film ukuran 35x 45cm.

Hal – hal yang dapat dinilai pada foto – foto di atas ialah:

1. Posisi terlentang (supine)

- Dinding abdomen, yang penting yaitu: lemak preperitoneal kanan

dan kiri baik atau menghilang.

- Garis psoas kanan dan kiri: baik, menghilang atau adanya

pelembungan (bulging).

- Batu yang radioopak, kalsifikasi atau benda asing yang radioopak.

- Kontur ginjal kanan dan kiri.

- Gambaran udara usus :


 Normal

 Pelebaran lambung, usus halus, kolon

 Penyebaran dari usus – usus yang melebar

 Keadaan dinding usus

 Jarak antara dua dinding usus yang berdampingan

2. Posisi duduk atau setengah duduk atau tegak ( Erect)

- Gambaran udara bebas di bawah diafragma

3. Posisi tiduran miring ke kiri ( left lateral dekubitus)

- Hampir sama seperti posisi duduk, hanya udara bebas letaknya

antara hati dengan dinding abdomen

2.6.2 Barium Enema11

Barium enema adalah sebuah pemeriksaan radiologi dengan

menggunakan kontras positif. Kontras positif yang biasanya digunakan

dalam pemeriksaan radiologi alat cerna adalah barium sulfat (BaSO4).

Bahan ini adalah suatu garam berwarna putih, berat dan tidak mudah larut

dalam air. Garam tersebut diaduk dengan air dalam perbandingan tertentu

sehingga menjadi suspensi. Suspensi tersebut diminum oleh pasien pada

pemeriksaan esophagus, lambung dan usus halus atau dimasukkan lewat

kliasma pada pemeriksaan kolon (lazim disebut enema).

Sinar rontgen tidak dapat menembus barium sulfat tersebut,

sehingga menimbulkan bayangan dalam foto rontgen. Setelah pasien

meminum suspensi barium dan air, dengan fluroskopi diikuti kontrasnya

sampai masuk ke dalam lambung, kemudian dibuat foto – foto dalam


posisi yang di perlukan. Pemeriksaan radiologi dengan Barium Enema

mempunyai suatu peran terbatas pada pasien dengan obstruksi usus halus.

Pengujian Enema Barium terutama sekali bermanfaat jika suatu obstruksi

letak rendah yang tidak dapat pada pemeriksaan foto polos abdomen.

2.6.3 CT-Scan Abdomen12

CT ( Computed Tomograhy) merupakan metode body imaging

dimana sinar X yang sangat tipis mengitari pasien. Detektor kecil akan

mengatur jumlah sinar x yang diteruskan kepada pasien untuk menyinari

targetnya. Komputer akan segera menganalisa data dan mengumpulkan

dalam bentuk potongan cross sectional. Foto ini juga dapat disimpan,

diperbesar maupun di cetak dalam bentuk film. Pemeriksaan ini dikerjakan

jika secara klinis dan foto polos abdomen dicurigai adanya strangulasi.

CT–Scan akan mempertunjukkan secara lebih teliti adanya kelainan-

kelainan dinding usus, mesenterikus, dan peritoneum. CT–Scan harus

dilakukan dengan memasukkan zat kontras kedalam pembuluh darah. Pada

pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan lokasi dari obstruksi.

2.6.4 RADIOLOGI ILEUS

Untuk radiologi ileus perlu diperhatikan beberapa hal13 :

1. Posisi terlentang (supine). Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus

di proksimal daerah obstruksi, penebalan dinding usus, gambaran seperti

duri ikan (Herring Bone Appearance). Gambaran ini didapat dari

pengumpulan gas dalam lumen usus yang melebar.


2. Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis didapatkan

adanya air fluid level dan step ladder appearance.

3. Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus.

Dari air fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level

pendek berarti ada ileus letak tinggi, sedangkan jika panjang-panjang

kemungkinan gangguan di kolon. Gambaran yang diperoleh adalah adanya

udara bebas infra diafragma dan air fluid level.

Pada foto polos abdomen, 60-70% dapat dilihat adanya pelebaran

usus dan hanya 40% dapat ditemukan adanya air fluid level. Walaupun

pemeriksaan radiologi hanya sebagai pelengkap saja, pemeriksaan sering

diperlukan pada obstruksi ileus yang sulit atau untuk dapat memperkirakan

keadaan obstruksinya pada masa pra-bedah.


Ileus obstruktif letak tinggi

Pada ileus obstruktif letak tinggi tampak dilatasi usus di proksimal

sumbatan (sumbatan paling distal di iliocecal junction) dan kolaps usus

dibagian distal sumbatan. Penebalan dinding usus halus yang terdilatasi

memberikan gambaran herring bone appearance, karena dua dinding usus

halus yang menebal dan menempel membentuk gambaran vertebra (dari ikan),

dan muskulus yang sirkular menyerupai kostanya. Tampak gambaran air fluid

level yang pendek-pendek yang berbentuk seperti tangga disebut juga step
ladder appearance karena cairan transudasi berada dalam usus halus yang

mengalami distensi.14

Ileus Obstruksi Letak Rendah


Pada ileus obstruktif letak rendah tampak dilatasi usus di proksimal

sumbatan (sumbatan di kolon) dan kolaps usus di bagian distal sumbatan.

Penebalan dinding usus halus yang mengalami dilatasi memberikan gambaran

herring bone appearance, karena dua dinding usus halus yang menebal dan

menempel membentuk gambaran vertebra dan muskulus yang sirkuler

menyerupai kosta dan gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak

pada tepi abdomen. Tampak gambaran air fluid level yang pendek-pendek

yang berbentuk seperti tangga disebut juga step ladder appearance karena cairan

transudasi berada dalam usus halus yang terdistensi dan air fluid level yang

panjang-panjang di kolon.15

Ileus Paralitik

Semilunar shadow
Pada ileus paralitik terdapat dilatasi usus secara menyeluruh dari gaster

sampai rektum. Penebalan dinding usus halus yang mengalami dilatasi

memberikan gambaran herring bone appearance, karena dua dinding usus halus

yang menebal dan menempel membentuk gambaran vertebra dan muskulus yang

sirkuler menyerupai kosta dan gambaran penebalan usus besar yang juga distensi

tampak pada tepi abdomen. Tampak gambaran air fluid level yang pendek-pendek

yang berbentuk seperti tangga atau disebut juga step ladder appearance di usus

halus dan air fluid level yang panjang-panjang di kolon.16

TERAPI

 Ileus obstruksi

Pengelolaan ileus obstruktif adalah sebagai berikut:

 Pemasangan sonde lambung

 Penderita dipuasakan

 Perbaikan kadar elektrolit

 Tindakan bedah diperlukan bila terjadi:


 Strangulasi

 Obstruksi totalis

 Hernia inkarserata

 Tidak ada perbaikan pada pengobatan konservatif

 Ileus paralitik

Pengelolaan ileus paralitik adalah dengan konservatif. Tindakannya berupa

dekompresi dengan pipa nasogastrik, menjaga cairan dan elektrolit,

mengobati kausa atau penyakit primer dan pemberian nutrisi yang adekuat.

BAB III

PENUTUP

Ileus obstruksi merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi

karena adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus

sehingga menyebabkan penyumbatan lumen usus. Pemeriksaan radiologi pada

ileus obstruktif akan tampak dilatasi usus di proksimal sumbatan dan kolaps usus

di bagian distal sumbatan.

Ileus paralitik merupakan suatu keadaan dimana usus gagal atau tidak mampu

melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya. Pemeriksaan radiologi


pada ileus paralititk akan menunjukkan adanya dilatasi usus secara menyeluruh

dari gaster sampai rektum.

Jika ileus obstruktif berlangsung lama maka bisa terjadi ileus paralitik.

Mengingat penanganan ileus dibedakan menjadi operatif dan konservatif, maka

hal ini sangat berpengaruh pada mortalitas ileus. Operasi juga sangat ditentukan

oleh ketersediaan sarana dan prasarana yang sesuai, keterampilan dokter, dan

kemampuan ekonomi pasien. Hal-hal yang dapat berpengaruh pada faktor-faktor

tersebut juga akan mempengaruhi pola manajemen pasien ileus yang akhirnya

berpengaruh pada mortalitas ileus. Faktor-faktor tersebut juga berpengaruh

dengan sangat berbeda dari satu daerah terhadap daerah lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah : Gawat abdomen. Edisi 2. Jakarta :

EGC, 2003. Hal. 181-91

2. Lavine BA. Buku Ajar Bedah Sabiston Essential Surgery : Kelainan Bedah

Usus Halus. Jakarta : EGC, 2010. Hal. 662-74

3. Moore L. Anatomi Klinik Dasar : Usus Halus dan Kolon. Jakarta :

Hipokrates, 2010. Hal. 824-35

4. Guyton AC, Hall. Fisiologi Kedokteran : Saluran Cerna. Edisi 12. Jakarta :

EGC, 2011. Hal 1234-48


5. Ghazali R. Radiologi Diagnostik : Gastrointestinal, Cetakan II. Yogyakarta:

Pustaka Cindekia. 2008. Hal 28-31

6. Kowalak,Welsh, Mayer. Buku Ajar Patofisiologi : Ileus. Jakarta : EGC. 2002.

Hal 660-90

7. Price SA. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit. Jakarta :

EGC. 2003. Hal 834-66

8. Grace B. At A Glance Ilmu Bedah. Jakarta : EGC. 2005. Hal 62-9

9. Mansioer A. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculanius FKUI.

2000. Hal 127-33

10. Sevmour S. Intisari prinsip – Prinsip Ilmu Bedah. Jakarta : EGC. 2004. Hal

64-9

11. Rasad Sjahriar. Radiologi Diagnostik: Traktus Digestivus. Edisi II. Jakarta;

FKUI. 2010. Hlm 233-256

12. Bhargaya Satish. CT differential diagnosis: Gastrointestinal. New Delhi:

Jaypee Brother Medical Publisher. 2004. Hlm 540

13. Schwartz david. Emergency Radiology: Abdominal Radiology. USA: The

McGraw Hill Companies. 2008. Hlm 147-166

14. Davin Sutton. A textbook of Radiology & Imaging. Fifth edition; volume 2.

Churcill Livingstone. 1992. Hlm 124

15. Peter A, Andre R, Martin W. Diagnostic Imaging: Ileus. USA : The McGraw

Hill Companies. 2010. Hlm 571

16. David A lisle. Imaging for student : Gastrointestinal System 2 nd edition. New

York: Oxford University press inc. 2005.

Anda mungkin juga menyukai