Anda di halaman 1dari 8

RESUME ELIMINASI URINE

Dosen Pengampu : Sri Utami Dwiningsih, MNS.

Disusun oleh :

Nama : Desti Aji Tuwisko


NIM : P1337430219132
Prodi : DIV Teknik Radiologi
Kelas : 1C

PRODI D IV TEKNIK RADIOLOGI

JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

2020
Eliminasi Urine

Eliminasi urine merupakan fungsi dasar yang seringkali dianggap remeh oleh masyarakat
pada umumnya. Jika sistem perkemihan terganggu, maka akan mempengaruhi pada sistem organ
lainnya. Seseorang dengan perubahan eliminasi urine dapat menderita emosial yang disebabkan
perubahan citra tubuhnya (Potter & Perry,2005:1679).

Fisiologi Eliminasi Urine

Eliminasi urine bergantung pada fungsi-fungsi organ berikut ini:

1. Ginjal, adalah sepasang organ yang bentuknya menyerupai kacang buncis dengan warna
coklat kemerahan, yang berada pada kedua sisi kolumna vertebralis posterior terhadap
peritoneum serta terletak di bagian dalam otot punggung. Produk buangan yang adalah
hasil metabolisme di kumpul di dalam darah dan difiltrasi di ginjal. Setiap ginjal terdapat
1 juta nefron. Darah masuk melalui arteriola aferen menuju nefron. Sekumpulan
pembuluh darah ini akan membentuk jaringan yaitu kapiler glomerulus, sebagai tempat
awal filtrasi darah sertatempat pertama pembentukan urine. Ginjal menghasilkan hormon-
hormon penting yang berfungsi memproduksi sel darah merah, mengatur tekanan darah,
serta mineralisasi tulang. Selain itu, ginjal juga memproduksi eritropoietin dan renin.
Eritropoietin merupakan hormon utama yang dilepaskan sel-sel glomerulus khusus, yang
mampu merasakan turunnya oksigenasi pada sel darah merah. Sedangkan, renin ialah
hormon yang mengatur aliran darah ketika terjadi iskemia ginjal serta sebagai enzim yang
menyebabkan angiotensinogen berubah menjadi angiotensin I. Ginjal juga mengambil
peran penting dalam mengatur kalsium dan fosfat (Potter & Perry,2005:1679).
2. Ureter, bergabung dengan pelvis renalis sebagai jalur utama pembuangan urine. Urine
keluar dari tubulus dan masuk ke duktus pengumpul yang mentranspor urinemenuju
pelvis renalis. Lapisan luar ureter ialah jaringan penyambung fibrosa sebagai penyokong
ureter. Gerakan peristaltis mengakibatkan urine masuk ke kandung kemih dalam wujud
semburan, tidak dalam wujud aliran yang konsisten (Potter & Perry,2005:1680).
3. Kandung kemih, adalah organ cekung yang mampu berdistensi yang disusun atas
jaringan otot sebagai wadah urine dan sebagai organ ekskresi. Kandung kemih mampu
menampung kurang lebih 600 ml urine, meskipun pengeluaran urine normal yaitu sekitar
300 ml. Saat keadan penuh, kandung kemih akan membesar dan melebar hingga atas
simfisis pubis. Dinding kandung kemih terdapat 3 lapisan: lapisan mukosa, lapisan
submukosa, lapisan otot, dan lapisan serosa (Potter & Perry,2005:1681).
4. Uretra, merupkan jalur keluarnya urine dari kandung kemih, sedangkan urine keluar dari
tubuh melewati meatus uretra. Pada wanita, panjang uretra sekitar 4-6,5 cm. Sedangkan
pada pria berfungsi sebagai saluran perkemihan serta jalan keluar sel sekaligus sekresi
organ produksi, dengan panjang 20 cm. meatus urinarus pada wanita terletak antara labia
minora, di bawah klitoris dan di atas vagina. Sebagai meatus pada pria terletak di ujung
distal penis (Potter & Perry,2005:1681).
5. Kerja perkemihan. Ketika berkemih, siklus yang terjadi adalah kontraksi kandung kemih
serta relaksasi otot panggul di dasar panggul yang telah terkoordinasi. Ketika seseorang
menahan untuk berkemih, maka sfingter urinarius berkontraksi dan refleks mikturisi
dihambat. Sedangkan, apabila seseorang siap untuk berkemih, sfingter eksterna
berelaksasi, otot detrusor distimulasi oleh refleks mikturisi untuk berkontraksi
mengakibatkan pengosongan kandung kemih secara efisien (Potter & Perry,2005:1681).

Faktor yang Mempengaruhi Urinisasi

1 Pertumbuhan dan perkembangan. Bayi dan anak kecil belum bisa memekatkan urine
mereka secara efektif. BB anak kecil sekitar 10% BB orang dewasa, namun mengekskresi
urine 33% lebih banyak banyak dibandingkan orang dewasa. Seorang anak akan mampu
mengontrol mikturisi itu sendiri secara volunter pada usia 18-24 bulan. Orang dewasa
akan mengekskresikan urine 1500 hingga 1600 ml per hari dalam kondisi normal. Proses
penuaaan akan mengganggu mikturisi dan terjadinya perubahan fungsi ginjal serta
kandung kemih (Potter & Perry,2005:1682).
1. 2. Faktor sosiokultura. Adat istiadat mengenai privasi berkemih terkadang berbeda-
beda. Misalnya masyarakat AS yang memandang fasilitas toilet merupakan hal yang
pribadi, sedangkan beberapa budaya Eropa menganggap fasilitas toilet dapat digunakan
bersama-sama. Pendekatan keperawatan pada kebutuhan eliminasi klien wajib
mempertimbangkan aspek budaya serta kebiasaan sosial klien (Potter &
Perry,2005:1683).
2. Faktor psikologi. Ansietas serta stress emosional mampu menimbulkan dorongan dalam
berkemih serta frekuensi berkemih meningkat. Ansietas juga bisa membuat individu tidak
dapat berkemih hingga tuntas (Potter & Perry,2005:1683).
3. Kebiasaan pribadi. Kebanyakan individu menganggap privasi serta waktu yang adekuat
dalam berkemih itu penting. Beberapa individu terkadang memerlukan distraksi
(contonya membaca) untuk rileks (Potter & Perry,2005:1684).
4. Tonus otot. Lemahnya otot dasar panggul dan otot abdomen dapat merusak kontrol
sfingter pada uretra eksterna dan merusak kontraksi kandung kemih. Drainase urine yang
berkepanjangan melalui kateter menetap mengakibatkan hilangnya tonus pada kandung
kemih dan kerusakan sfingter uretra (Potter & Perry,2005:1684).
5. Status volume. Ginjal mempertahankan keseimbangan yang sensitif antara ekskresi dan
retensi cairan. Jumlah haluaran urine dapat bervariasi sesuai asupan makanan serta cairan
(Potter & Perry,2005:1684).
6. Kondisi penyakit. Beberapa penyakit mampu mempengaruhi kemampuan dalam
berkemih. Penyakit yang menghambat atau memperlambat aktifitas fisik dapat
mengganggu kemampuan berkemih (Potter & Perry,2005:1684).
7. Prosedur bedah. Stress pembedahan awalnya dapat memicu sindrom adaptasi yang
umum. Misalnya, pembedahan pada srtuktur panggul serta abdomenbagian bawah
mampu merusakkan urinisasi yang disebabkan trauma lokal jaringan sekitar (Potter &
Perry,2005:1685).
8. Obat-obatan. Klien yang telah mengalamai perubahan fungsi ginjal memerlukan
penyesuaian terhadap dosis obat yang akan disekresi oleh ginjal (Potter &
Perry,2005:1685).
9. Pemeriksaan diagnostik. Pemeriksaan sistem perkemihan akan mempengaruhi proses
berkemih (Potter & Perry,2005:1686).
Perubahan dalam Eliminasi Urine

1. Retensi urine, merupakan akumulasi urine dalam kandung kemih karena


ketidakmampuan melakukan pengosongan kandung kemih (Potter & Perry,2005:1686).
2. Infeksi saluran kemih bagian bawah, merupakan infeksi yang sering dijumpai di rumah
sakit di Amerika Serikat. Penyebabnya ialah dimasukkannya alat ke dalam saluran
kemih, contohnya pemasangan kateter ataupun kurangnya kebersihan perineum pada
wanita (Potter & Perry,2005:1686).
3. Inkontinensia urine, adalah hilangnya kontrol berkemih, yang dapat bersifat menetap atau
sementara (Potter & Perry,2005:1688).
4. Diversi urinarius, yaitu keadaan dimana klien harus mengenakan peralatan buatan
sebagai tempat untuk pengumpulan urine serta klien harus mengetahui cara
penatalaksanaannya (Potter & Perry,2005:1689).

Proses Keperawatan untuk Masalah Urinarius

 Pengkajian
Dalam melakukan identifikasi masalah eliminasi urine serta pengumpulan data guna
penyusunan asuhan keperawatan (Potter & Perry,2005:1689), seorang perawat harus
melakukan beberapa pengkajian meliputi:
1. Riwayat keperawatan, seperti pola perkemihan, gejala perubahan perkemihan, serta
faktor yang akan mempengaruhi perkemihan.
2. Pengkajian fisik, seperti kulit, ginjal, kandung kemih, dan meatus uretra.
3. Pengkajian urine, seperti asupan dan haluaran, karakteristik urine, serta pemeriksaan
urine.
 Diagnosa Keperawatan
Diagnosis memiliki fokus pada perubahan yang terjadi saat eliminasi urine dan masalah-
masalah yang terkait, seperti rusaknya integritas kulit yang berkaitan dengan
inkontinensia urine. Identifikasi karakteristik merupakan penentu untuk mengarahkan
perawat dalam mengambil keputusan melakukan diagnosis yang tepat (Potter &
Perry,2005:1704).
 Perencanaan
Untuk mengembangkan sebuah rencana keperawatan, perawat harus menetapkan tujuan
serta hasil akhir untuk setiap diagnosis. Perawat juga merencanakan sebuah terapi sesuai
tingkat keparahan risiko yang dialami klien. Merencanakan asuhan keperawatan akan
melibatkan suatu pemahaman mengenai kebutuhan klien dalam mengontrol fungsi
tubuhnya. Perencanaan keperawatan untuk klien yang dirawat di sebuah rumah sakit
harus mencakup perencanaan pulang (Potter & Perry,2005:1705).
 Implementasi
Implementasi adalah fase tindakan pada proses keperawatan. Tindakan tersebut dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu, aktivitas mandiri yang merupakan aktivitas saat perawat
menentukan keputusannya sendiri, serta aktivitas kolaboratif yang merupakan aktivitas-
aktivitas yang telah diprogramkan oleh dokter serta dilaksanakan oleh perawat,
contohnya pemberian obat (Potter & Perry,2005:1707).

Peningkatan Kesehatan

Fokus peningkatan kesehatan ialah upaya membantu klien memahami serta berperan aktif dalam
praktik perawatan pada diri sendiri untuk memelihara dan melindungi fungsi sistem perkemihan
yang sehat (Potter & Perry,2005:1707). Fokus ini dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:

 Penyuluhan Klien
Keberhasilan terapi untuk menghilangkan atau meminimalkan suatu masalah eliminasi
urine, beberapa bergantung pada keberhasilan memberikan penyuluhan terhadap klien.
Perawat dapat melakukan penyuluhan dengan mudah ketika memberikan asuhan
keperawatan (Potter & Perry,2005:1707).
 Meningkatkan Perkemihan Normal
Mempertahankan eliminasi yang normal akan membantu mencegah adanya masalah
perkemihan. Perawat dapat menerapkan beberapa tindakan secara mandiri, seperti
menstimulasi refleks berkemih, mempertahankan kebiasaan eliminasi, serta
mempertahankan asupan cairan secara adekuat (Potter & Perry, 2005:1708).
 Meningkatkan Pengosongan pada Kandung Kemih secara Lengkap
Saat kondisi normal, urine dalam jumlah kecil akan tersisa dalam kandung kemih karena
sfingter pada kandung kemih menutup. Seseorang secara normal tetap bisa mengontrol
pengeluaran urine serta tetap berkeringat (Potter & Perry,2005:1709).
 Pencegahan Infeksi
Salah satu yang menjadi pertimbangan penting untuk klien yang menderita perubahan
perkemihan adalah kebutuhan dalam mencegah infeksi di sistem perkemihannya. Salah
satu caranya ialah dengan mengasamkan urine (Potter & Perry,2005:1709).

Perawatan Akut

 Mempertahankan Kebiasaan Eliminasi


Penundaan untuk membantu klien menuju kamar mandi mampu mengganggu proses
berkemih yang normal serta menyebabkan inkontinensia. Privasi juga penting dalam
berkemih normal, misalnya anak kecil sering tidak dapat berkemih jika ada orang lain
selain orang tuanya. Apabila klien menggunakan tindakan yang khusus dalam berkemih,
seorang perawat harus mengupayakan penggunaan tindakan tersebut di rumah dan, jika
bisa, di institusi (Potter & Perry,2005:1710).
 Obat-obatan
Terapi obat-obatan yang diterapkan secara tersendiri maupun bersamaan dengan terapi
lainnya mampu membantu mengatasi inkontinensia (Potter & Perry,2005:1710).
 Kateterisasi
Kateterisasi pada kandung kemih dilakukan dengan cara memasukkan selang plastik
ataupun karet melewati uretra menuju kandung kemih.kateter memungkinkan urine
mengalir secara berkelanjutan untuk klien yang tidak bisa mengontrol perkemihan atau
pada klien yang menderita obstruksi (Potter & Perry,2005:1710).
 Pencegahan Infeksi
Klien yang melakukan kateterisasi dapat mengalami infeksi dengan berbagai cara. Ada
beberapa cara mencegah infeksi untuk pasien yang dikateterisasi, yaitu irigasi serta
instilasi kateter, melepaskan kateter menetap, dan alternatif dalam kateterisasi uretra
(Potter & Perry,2005:1721).

Perawatan Restorasi

Klien bisa mendapatkan kembali fungsi perkemihan secara normal dengan melakukan aktivitas
khusus, seperti melatih kandung kemih dan melatih kebiasaan berkemih (Potter &
Perry,2005:1729). Dapat pula melakukan cara-cara berikut ini:

1. Menguatkan otot pada dasar panggul


2. Bladder retraining
3. Melatih kebiasaan berkemih
4. Kateterisasi mandiri
5. Mempertahankan integritas kulit
6. Peningkatan rasa nyaman

Anda mungkin juga menyukai