Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Permendikbud No. 21 Tahun 2016 tentang Standar Isi menyebutkan bahwa

kompetensi yang ingin dicapai pada pembelajaran matematika SMP bertujuan

agar Peserta didik memiliki sikap logis, kritis, analitis, cermat dan teliti,

bertanggung jawab, responsif, dan tidak mudah menyerah dalam memecahkan

masalah. Pemecahan masalah memegang peranan penting dalam pembelajaran

matematika. Kemampuan pemecahan masalah akan membentuk cara bernalar

Peserta didik pada proses berpikir tingkat tinggi dan menjadikan Peserta didik

lebih kreatif. Oleh karena itu kemampuan pemecahan masalah sangat diperlukan

Peserta didik di berbagai level pendidikan, bukan hanya pada mata pelajaran

matematika tapi juga bidang lainnya dan akan menjadi bekal bagi Peserta didik

dalam menghadapi permasalahan sehari-hari.

Untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah tidak lepas dari

proses pembelajaran matematika itu sendiri. Proses pembelajaran pada hakikatnya

adalah serangkaian proses untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas Peserta

didik melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Kemampuan

memecahkan masalah matematika akan terbangun dengan baik jika dalam

pembelajaran terbangun komunikasi dan interaksi yang optimal antara guru dan

Peserta didik maupun antar Peserta didik.

1
Kurikulum 2013 yang telah diberlakukan sekarang ini menuntut guru

untuk mampu mendesain proses pembelajaran yang memfasilitasi terlaksananya

lima pengalaman pokok belajar yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan

informasi, mengolah informasi/mengasosiasikan dan mengomunikasikan. Selain

itu materi yang dikembangkan pada Kurikulum 2013 lebih memperhatikan

perkembangan kognitif Peserta didik yaitu pembelajaran dimulai dari pengamatan

permasalahan konkret, kemudian semikonkret, dan akhirnya menuju abstraksi

permasalahan (Tim PPPPTK, 2014).

Berdasarkan hal tersebut, pembelajaran matematika sebaiknya dimulai

dengan menggunakan benda nyata terlebih dahulu ataupun melibatkan konteks

tertentu. Guru dapat menggunakan model atau benda nyata untuk topik-topik

tertentu dan melibatkan pemahaman yang sudah diperoleh Peserta didik sehingga

membantu Peserta didik dalam memahami konsep yang akan diajarkan. Konsep

dan ide matematika tersebut seharusnya dipelajari sebagai suatu kegiatan yang

diimplementasikan melalui penyelesaian masalah-masalah yang akrab dengan

kehidupan sehari-hari Peserta didik. Dengan demikian Peserta didik dapat terlibat

secara aktif dalam pembelajaran dan pembelajaran menjadi lebih bermakna bagi

Peserta didik.

Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 3 Satu Atap Cipari, merupakan

salah satu sekolah negeri di Kabupaten Cilacap. Berdasarkan tinjauan secara

umum dan pengalaman penulis selama mengajar, sebagian besar Peserta didik

mengalami kesulitan ketika memperoleh soal-soal berupa soal pemecahan

masalah, padahal pembelajaran pada kurikulum 2013 ini dituntut untuk

2
mengintegrasikan keterampilan 4C yaitu Creative, Critical thinking and problem

solving, Communicative, dan Collaborative). Selain itu menurut hasil pengamatan

penulis, sebagian besar Peserta didik kelas VIII B mempunyai kemampuan

pemecahan masalah yang paling rendah diantara kelas VIII yang lain, hal ini

ditunjukan dari perolehan nilai rata-rata PH (Penilaian Harian) yaitu 53,5 dan nilai

PTS 1 (Penilaian Tengah Semester 1), yaitu 42,5.

Perolehan nilai sebagian besar Peserta didik di bawah KKM menunjukkan

bahwa Peserta didik banyak mengalami kesalahan dalam menyelesaikan soal.

Kesalahan itu terjadi karena banyak hal, salah satu penyebabnya adalah Peserta

didik kurang memahami konsep, aturan, struktur matematika serta kurang aktif

berpartisipasi dalam aktivitas pembelajaran di kelas. Demikian juga untuk materi

Bangun Ruang sisi Datar selama ini. Peserta didik banyak mengalami kesulitan

dalam menyelesaikan soal yang kompleks terkait bangun ruang sisi datar.

Dari permasalahan yang ditemukan di SMP Negeri 3 Satu Atap Cipari

maka dibutuhkan suatu pemecahan yang dapat membantu Peserta didik dalam

proses belajar mengajar agar Peserta didik menjadi lebih aktif dan terlatih

kemampuan pemecahan masalahannya. Proses pembelajaran yang dapat

mengakomodasi hal tersebut adalah dengan menggunakan PBL (Problem Based

Learning).

Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka penulis tertarik

untuk mengadakan penelitian peningkatan kemampuan pemecahan masalah

Peserta didik melalui model pembelajaran Problem Based Learning strategi Think

Pair Share pada kelas VIII B SMP Negeri 3 Satu Atap Cipari Kabupaten Cilacap.

3
B. Identifikasi Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, rendahnya kemampuan pemecahan

masalah Peserta didik untuk mata pelajaran matematika di kelas VIII pada

umumnya dan kelas VIII B khususnya ditandai dengan perolehan nilai rata-rata

penilaian harian dan nilai murni penilaian tengah Semester 1 tahun pelajaran

2018/2019 yang paling rendah yaitu 53,5 dan 42,5 dengan jumlah Peserta didik

seluruhnya 23 Peserta didik, terdiri atas 11 Peserta didik laki-laki dan 12 Peserta

didik perempuan. Sangat dimungkinkan adanya masalah dasar yang terkait di

dalamnya atas dasar informasi yang diperoleh dari dokumen hasil penilaian

harian dan penilaian tengah semester 1 dapat diidentifikasi masalah yang menjadi

faktor penyebab rendahnya kemampuan pemecahan masalah Peserta didik di kelas

VIII B dalam semester 1 (satu) tahun pelajaran 2018/2019 adalah:

1. Kurang mampunya Peserta didik dalam memahami suatu konsep

maupun prinsip suatu materi dalam proses pembelajaran matematika di

kelas.

2. Motivasi belajar matematika yang masih rendah.

3. Kemampuan pemecahan masalah Peserta didik masih rendah.

4. Prestasi belajar matematika yang masih rendah.

5. Pendayagunaan sumber belajar belum optimal.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan topik bahasan pada penelitian ini, tergambarkan bahwa

betapa kompleksnya permasalahan yang berkaitan dengan pelaksanaan

4
pembelajaran matematika di sekolah menengah pertama. Permasalahan tersebut

mulai dari kurikulum, perencanaan program pembelajaran, pelaksanaan

pembelajaran, evaluasi pembelajaran, media pembelajaran, strategi pembelajaran,

materi ajar, sarana dan prasarana, guru, dan Peserta didik.

Kompleksitas permasalahan yang ada pada pembelajaran matematika

tersebut, tidak akan dikaji secara keseluruhan, namun hanya beberapa

permasalahan, yakni permasalahan yang penting dan menyangkut pada unsur

pelaksanaan pembelajaran, peningkatan prestasi belajar matematika Peserta didik

dalam proses pembelajaran khususnya kemampuan pemecahan masalah Peserta

didik.

Selanjutnya pelaksanaan pembelajaran matematika di sekolah menengah

pertama dalam penelitian ini tidak akan mengkaji seluruh materi ajar kelas VIII,

tetapi hanya materi ajar pada pokok bahasan Bangun Ruang sisi Datar

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan yang muncul dapat

dirumuskan “Apakah melalui model pembelajaran Problem Based Learning

dengan srategi Think Pair Share dapat meningkatkan kemampuan pemecahan

masalah Peserta didik kelas VIII B SMP N 3 Satu Atap Cipari?”.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan pemecahan

masalah Peserta didik kelas VIII B melalui pembelajaran problem Based

Learning dengan strategi Think Pair Share.

5
F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat bermanfaat:

1. Bagi Guru

Guru dapat meningkatkan profesionalitas melalui perbaikan kualitas

pembelajaran dengan berinovasi, khususnya guru matematika dalam memilih

model atau metode pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran,

sehingga proses belajar mengajar berjalan baik, bermakna dan dapat

mencapai tujuan yang diharapkan.

2. Bagi Peserta didik

Peserta didik dapat memperoleh pembelajaran matematika yang lebih

menarik, menyenangkan dan bermakna, sehingga dapat meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah Peserta didik, partisipasi aktif mereka dan

prestasi belajar matematika.

3. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat langsung bagi sekolah yaitu

meningkatnya kualitas pembelajaran matematika sehingga prestasi belajar

Peserta didik secara umum dapat meningkat yang dapat meningkatkan

kredibilitas sekolah.

6
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Kemampuan Pemecahan masalah

Pada dasarnya tujuan akhir pembelajaran adalah menghasilkan

Peserta didik yang memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam

memecahkan masalah yang dihadapi kelas dimasyarakat. Untuk

menghasilkan Peserta didik yang memiliki kompetensi yang handal dalam

pemecahan masalah. Maka diperlukan serangkaian strategi pemecahan

masalah. Pemecahan masalah dipandang sebagai suatu proses untuk

menemukan kombinasi dari sejumlah aturan yang dapat diterapkan dalam

upaya mengatasi situasi baru.

Menurut Lenchner (Wardhani,2008) setiap penugasan dalam belajar

matematika untuk Peserta didik dapat digolongkan menjadi dua hal yaitu

exercise (latihan) dan problem(masalah). Exercise merupakan tugas yang

langkah penyelesaiannya sudah diketahui Peserta didik. Pada umumnya suatu

latihan dapat diselesaikan dengan menerapkan secara langsung satu atau lebih

algoritma. Problem lebih kompleks dari padalatihan karena strategi

penyelesaiannya tidak langsung tampak namun Peserta didik dituntut

kreativitasnya.

Menurut Wardani (2008), pemecahan masalah adalah proses

menerapkan pengetahuan yang diperoleh sebelumnya kedalam situasi baru

yang belum dikenal. Dalam mata pelajaran matematika Peserta didik

7
dikatakan memiliki kemampuan pemecahan masalah apabila dapat

menyelesaikan masalah melalui langkah-langkah pemecahan masalah yaitu

memahami masalah, merencanakan cara penyelesaian, melaksanakan rencana

dan menafsirkan solusi.

Menurut Adjie dan maulana (2007) ada 4 keterampilan untuk

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah,antara lain:

1. Memahami soal

2. Memilih pendekatan atau strategi pemecahan.

3. Menyelesaikan model

4. Menafsirkan solusi

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan

pemecahan masalah matematika adalah kemampuan yang dimiliki Peserta

didik dalam proses menerapkan pengetahuan dan pemahaman matematika

yang telah diperoleh Peserta didik serta keaktifan Peserta didik dalam

menemukan solusi untuk menyelesaikan masalah matematika yang sedang

dihadapinya.

Kemampuan pemecahan masalah yang dimaksud pada penelitian ini

yaitu kemampuan Peserta didik menyelesaikan soal-soal nonrutin yang

ditunjukkan dari skor Peserta didik dalam menyelesaiakan soal tersebut. Pada

pembelajaran dengan menarapkan PBL, masalah nonrutin yang diberikan

kepada Peserta didik adalah situasi asli pemecahan masalah/masalah

kontekstual sehingga Peserta didik harus membawa semua pengetahuan

informal dan strategi yang dimilikinya. Situasi baru ini bukanlah untuk

8
mentransfer pemahaman cara rutin atau srategi yang pernah digunakan akan

tetapi permasalahan tersebut harus diselesaikan dalam sebuah konteks di

mana Peserta didik dapat menggunakan akal sehat mereka.

2. Problem Based Learning

Problem Based Learning (PBL) atau pembelajaran berbasis maslah

adalah suatu pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai

suatu konteks bagi Peserta didikuntuk belajar tentang cara berpikir kritis dan

keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan

konsep yang esensial dari materi pembelajaran (Nurhasanah dalam Sumartini:

2016). Menurut Arends (2012: 398) pembelajaran berbasis masalah (problem

based learning) dirancang terutama untuk membantu Peserta didik

mengembangkan keterampilan berpikir, keterampilan menyelesaikan

masalah, dan keterampilan intelektualnya.

Model ini memfasilitasi Peserta didik untuk berperan aktif di dalam

kelas melalui aktivitas memikirkan masalah yang berhubungan dengan

kehidupan sehari-hari, menemukan prosedur yang diperlukan untuk

memperoleh informasi yang dibutuhkan, memikirkan situasi konstektual,

memecahkan masalah, dan menyajikan solusi masalah tersebut. Pembelajaran

dengan PBL sangat sesuai dengan tuntutan belajar pada abad ke-21 yang

mengharuskan Peserta didik senantiasa mengembangkan kemampuan

berfikir, kemampuan memecahkan masalah, dan kemampuan melakukan

penelitian sebagai kemampuan yang diperlukan dalam konteks dunia yang

cepat berubah.

9
Langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah menurut Ibrahim,

Nur dan Ismail (Rusman,2011) adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Langkah-langkah PBL

Fase Indikator Tingkah Laku Guru


1 Orientasi Peserta Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan

didik pada masalah logistik yang diperlukan, dan memotivasi

Peserta didik terlibat pada aktivitas pemecahan

masalah.
2 Mengorganisasikan Membantu Peserta didik mendefinisikan dan

Peserta didik untuk mengorganisasikan tugas belajar yang

belajar berhubungan dengan masalah tersebut


3 Membimbing Mendorong Peserta didik untuk mengumpulkan

pengalaman informasi yang sesuai, melaksanakan

individual/kelompok eksperimen untuk mendapatkan penjelasan

dan pemecahan masalah


4 Mengembangkan Membantu Peserta didik dalam merencanakan

dan menyajikan dan

hasil karya menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan,

dan membantu mereka untuk berbagi tugas

dengan temannya
5 Menganalisis dan Membantu Peserta didik untuk melakukan

mengevaluasi proses refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan

pemecahan masalah mereka dan proses yang mereka gunakan


Dari tabel tersebut, dapat dilihat bahwa guru mengawali

pembelajaran dengan menjelaskan tujuan yang hendak dicapai dalam

pembelajaran, mendeskripsikan, dan memotivasi Peserta didik untuk terlibat

10
dalam aktivitas dan kegiatan mengatasi masalah. Berdasarkan masalah yang

dipelajari, Peserta didik berusaha untuk membuat rancangan, proses,

pengumpulan informasi yang mengarah ke penyelesaian masalah, sehingga

membangun pengetahuan mereka sendiri melalui pengalaman nyata.

Selanjutnya Peserta didik mengidentifikasi permasalahan dengan cara

mencari apa saja hal-hal yang diketahui, yang ditanyakan, dan mencari cara

yang cocok untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Dalam

menginvestigasi dan menyelesaikan masalah, Peserta didik menggunakan

banyak keterampilan sehingga termotivasi untuk memecahkan masalah nyata

dan guru mengapresiasi aktivitas Peserta didik sehingga Peserta didik aktif

dalam berkolaborasi dan mengomunikasikan ide/pendapatnya.

3. Strategi Pembelajaran Think Pair Share

Pembelajaran Think Pair Share memiliki prosedur yang ditetapkan

secara eksplisit untuk memberi Peserta didikwaktu lebih banyak untuk

berfikir, menjawab, dansling membantu satu sama lain. Pertama kali

dikembangkan oleh Frank Lyman dan koleganya di universitas maryland

sesuaiyang dikutip Arends dalam (Trianto,2009) menyatakan bahwa Think

Pair Share merupakan cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola

diskusi kelas.

Menurut Lie (2008), Think Pair Share adalah pembelajaran yang

memberikan kesempatan Peserta didik untuk bekerja sendiri dan bekerjasama

dengan orang lain.

11
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran Think Pair Share adalah suatu pembelajaran yang melatih

kerjasama Peserta didik dengan anggota kelompoknya dan melatih

keberanian mengemukkan pendapat dan menanggapi pendapat Peserta didik

lain.

Menurut Trianto (2010) langkah-langkah dalam pembelajaran Think

Pair Share adalah sebagai berikut:

a. Berfikir (Think)

Dalam langkah ini guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah

yang dikaitkan dengan pelajaran dan meminta Peserta didik menggunakan

waktu untuk berfikir sendiri jawaban atau masalah.

b. Berpasangan (Pairing)

Dalam langkah ini selanjutnya guru meminta Peserta didik untuk

berkelompok dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi

selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu

pertanyaan yang diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah

khusus yang diidentifikasi.

c. Berbagi (Sharing)

Pada langkah akhir, guru meminta kelompok untuk berbagi dengan

keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal iniefektif untuk

berkeliling ruangan dari kelompok ke kelompok dan melanjutkan sampai

sekitar sebagian kelompok mendapat kesempatan untuk melaporkan

12
Menurut Borich (2011) berpendapat bahwa ada 4 langkah untuk

berfikir, berpasangan, berbagi dan tepat waktu pada setiap langkah

didampingi/dibimbing oleh guru:

a. Guru memberikan pertanyaan. Proses berikir pasangan dan berbagi

dimulai ketika guru memberikan pertanyaan hingga mempengaruhi

benar. Pertanyaaan harus menimbulkan masalah/dilema bahwa Peserta

didik bersedia dan mampu untuk berfikir tentang pertanyaan tersebut.

b. Para Peserta didik berfikir secara individu.menaggapi instruksidari

guru, Peserta didik diberi waktu yang terbatas untuk memikirkan

jawaban mereka sendiri untukpertanyaanyangbermasalah,waktu harus

diputuskan oleh guru atas dasar pengetahuan Peserta didik, sifat

pertanyaan tersebut dan tuntutan dari jadwal

c. Setiap Peserta didik membahas jawabannya bersama-sama dengan

Peserta didik lain. Setiap Peserta didik memiliki kesempatan untuk

mencoba menjawab secarabersama-sama setiap Peserta didik yang

berpasangan daat merumuskan jawaban umum berdasarkan wawasan

kolektif mereka untuk memberikan solusi terhadap masalah tersebut.

d. Peserta didik mencocokkan jawaban mereka seluruh kelas. Pada

langkah terakhir, individu menyajikan solusi secara individu/sama

untuk seluruh kelas. Pasangan Peserta didik dapat menjelaskan jawaban

mereka

Agus suprijono (2012) strategi dalam pembelajaran TPS mempunyai

tahap-tahap pelaksanaan sebagai berrikut:

13
1. Berfikir (Think)

Pembelajaran diawali dengan guru mengajukan pertanyaan atau isu

tekait dengan pelajaran untuk dipikirkan oleh Peserta didik. guru memberi

kesempatan kepada mereka untuk memikirkan jawabannya.

2. Berpasangan (Pair)

Tahap ini guru meminta Peserta didik untuk berpasang-

pasangan,berikesempatan kepada pasangan-pasangan ini untuk berdiskusi.

Diharapkan diskusi ini dapat memperdalam makna dari jawaban yang telah

dipirkanyya melalui intersubjektif dengan pasangannya. Interaksi selama

waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan

yang diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang

diidentifikasi. Secara normal guru memberikan waktu tidak lebih dari 4 atau

5 menit untuk berpasangan.

3. Berbagi (Share)

Pada tahap akhir, guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi

keseluruhan kelas yang telah mereka diskusikan.hal ini efektif untuk

berkeliling ruangan dari satu pasang kepasangan lain dan melanjutkan

sekitar sebagian pasangan mendapat kesempatan untuk melapor . dalam

kegiatan ini diharapkan terjadi tanya jawab yang mendorong pada

pengkonstruksian pengetahuan secaraintegratif. Peserta didik dapat

menemukan struktur dari pengetahuan yang dipelajarinya.

14
Dapat disimpulkan bahwa Think Pair Share merupakan strategi

pembelajaran yang meskipun Peserta didik berada dalam kelompok mereka

harus tetap berfikir individu terlebih dahulu, kemudian mereka

mendiskusikan jawaban masing-masing dengan pasangannya untuk

memperoleh jawaban yang lebih baik yang kemudian akan mereka share

dengan teman kelompoknya yang lain. Sehingga memberikan kesempatan

bagi Peserta didik untuk berfikir sendiri dan saling membagikan ide-ide

dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Peserta didik dibagi

dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi

pelajaran yang telah ditentukan, dengan tujuan memberikan kesempatan

kepada Peserta didik agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berfikir

dalam kegiatan belajar.

4. Pembelajaran Problem Based Learning dengan Strategi Think Pair

Share

Problem Based Learning adalah pembelajaran yang menantang

Peserta didik untuk belajar bagaimana belajar, bekerja secara berkelompok

untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah yang

diberikan ini digunakan Peserta didik untuk merangsang Peserta didik pada

rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud. Model pembelajaran

berbasis masalah dilakukan dengan adanya pemberian rangsangan berupa

masalah-masalah yang kemudian dilakukan pemecahan masalah oleh

15
Peserta didik yang diharapkan dapat menambah keterampilan Peserta didik

dalam pencapaian materi pembelajaran.

Dalam menerapkan pembelajaran berbasis masalah perlu didukung

suatu strategi agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara

maksimal.banyak strategi pembelajaran yang dapat digunakan dalam

pembelajaran, salah satunya adalah strategi Think pair Share. Think Pair

share merupakan suatu strategi pembelajaran yang melatih kerjasama

Peserta didik dengan anggota kelompoknya dan melatih keberanian Peserta

didik untuk berpendapat dan menanggapi pendapat teman. Strategi ini

memiliki 3 komponen utama yaitu: Think, Pair, Share.

5. Materi Bangun Ruang Sisi Datar

Materi Pokok Bangun Ruang Sisi Datar

Tabel .2 Kompetensi Dasar dan Indikator pencapaian kompetensi

Kompetensi Dasar Indikator Pencapaian Kompetensi

3.9 Membedakan dan 3.9.1 Menentukan luas permukaan kubus


menentukan luas permukaan
dan volume bangun ruang 3.9.2 Menentukan luas permukaan balok
sisi datar (kubus,balok,
prisma, dan limas) 3.9.3 Menentukan luas permukaan Prisma

3.9.2 Menentukan luas permukaan Limas

3.9.5 Menentukan Volume permukaan kubus

3.9.6 Menentukan Volume permukaan balok

3.9.7 Menentukan Volume permukaan prisma

3.9.8 Menentukan Volume permukaan Limas

16
4.9 Menyelesaikan masalah yang 4.9.1 Mengkomunikasikan penyelesaikan
berkaitan dengan luas masalah yang berkaitan dengan luas
permukaan dan volume permukaan kubus, balok, limas, prisma
bangun ruang sisi datar
(kubus, balok, prisma dan 4.9.2 Mengkomunikasikan penyelesaikan
limas) masalah yang berkaitan dengan Volume
kubus, balok, limas, prisma

B. Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Tina Sri

Sumartini dengan judul Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Siswa Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Penelitian

dilakukan di salah satu SMK di Kabupaten Garut. Pengambilan sampel

dilakukan secara purposive sampling, dan diperoleh dua kelas sebagai

sampel penelitian. Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes

kemampuan pemecahan masalah matematis. Berdasarkan hasil analisis

tersebut diperoleh kesimpulan bahwa: (1) peningkatan kemampuan

pemecahan masalah matematis Siswa yang mendapat pembelajaran

berbasis masalah lebih baik dari pada siswa yang mendapat

pembelajaran konvensional, (2) Kesalahan-kesalahan yang dilakukan

oleh Peserta didik ketika mengerjakan soal-soal yang berkaitan dengan

kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kesalahan karena

kecerobohan atau kurang cermat, kesalahan mentransformasikan

informasi, kesalahan keterampilan proses, dan kesalahan memahami soal.

17
2. Penelitian yang dilakukan oleh Fatia Fatimah

yang berjudul Kemampuan Komunikasi Matematis dan Pemecahan

Masalah Melalui Problem Based-Learning. Populasi penelitian adalah

mahaPeserta didik STKIP PGRI Sumatera Barat yang mengambil mata

kuliah Statistika Elementer tahun akademik 2008/2009. Jenis penelitan

adalah eksperimen semu dengan pretest-postest control group design.

Kelompok eksperimen diberi perlakuan berupa pembelajaran dengan

model Problem Based Learning dan kelompok kontrol dengan

pembelajaran biasa. Data dikumpulkan melalui worksheet, rubrik

presentasi, assesmen investigasi dan tes hasil belajar Statistika Elementer.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa 1) kemampuan komunikasi

matematis maha siswa dengan menerapkan model PBL dalam

pembelajaran Statistika Elementer tidak lebih baik dibandingkan dengan

pembelajaran biasa, 2) kemampuan pemecahan masalah maha siswa

dengan menerapkan model PBL dalam pembelajaran Statistika

Elementer lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran biasa.

C. Kerangka Berfikir

Dalam setiap disiplin ilmu selalu ada dan melibatkan matematika

sehingga prestasi belajar matematika sering menjadi sorotan dalam dunia

pendidikan. Dalam perkembangan abad 21 ini, kemampuan pemecahan

masalah termasuk dalam kategori keterampilan yang harus dikuasai Peserta

didik. Matematika adalah salah satu disiplin ilmu yang melatihkan

18
kemampuan pemecahan masalah bagi Peserta didik. Namun predikat bahwa

matematika sebagai sesuatu yang menakutkan dan membosankan masih

sering kita jumpai. Tidak sedikit Peserta didik yang mencoba menghindar

dari pelajaran matematika sehingga daya nalar maupun kemampuan

pemecahan masalah Peserta didik menjadi tidak berkembang dengan

optimal.

Proses pembelajaran matematika yang dilakukan di sekolah pada

umumnya masih berpusat pada guru serta hanya menggunakan soal-soal

rutin. Hal ini menyebabkan Peserta didik kurang aktif dalam proses belajar

mengajar dan tidak melatihkan kemampuan pemecahan masalah Peserta

didik. kemampuan Peserta didik dalam pemecahan masalah yang masih

rendah, hal ini ditunjukkan dari rata-rata hasil PTS dan penilaian harian

Peserta didik yang masih rendah. Untuk itu dibutuhkan suatu metode

pembelajaran yang bisa membuat Peserta didik berperan aktif dalam proses

pembelajaran sekaligus melatihkan kemampuan pemecahan masalah Peserta

didik.

D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan latar belakang dan kerangka berfikir,maka hipotesis

tindakannya yaitu melalui pembelajaran Problem Based Learning strategi

Think Pair Share kemampuan pemecahan masalah Peserta didik kelas VIII

B SMPN 3 Satu Atap Cipari Meningkat.

BAB III

19
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK). PTK

merupakan bentuk kajian yang sistematis reflektif yang dilakukan oleh guru

untuk memperbaiki kondisi pembelajaran. Dalam PTK dikenal adanya

rangkaian siklus yaitu meliputi perencanaan – pelaksanaan – observasi –

refleksi – revisi (perencanaan ulang)

B. Desain Penelitian

Pelaksanaan PTK ini direncanakan terdiri dari minimal 2 siklus dan

setiap siklus minimal dua pertemuan. Desain penelitian secara rinci dapat

dilihat pada bagan berikut.

Gambar 1. Bagan Siklus PTK

(Sumber: Mulyasa, 2017)

C. Subjek dan Objek Penelitian

20
Subyek penelitian ini adalah Peserta didik kelas VIII B SMP Negeri

3 Satu Atap Cipari dengan jumlah Peserta didik 23 terdiri dari 11 Peserta

didik laki-laki dan 12 Peserta didik perempuan. Alasan memilih kelas VIII

sebagai subyek penelitian, karena kondisi Peserta didik kelas VIII B

dibandingkan dengan kelas yang lain kemapuan pemecahan masalahnya

paling rendah. Objek pada penelitian ini adalah penerapan model Problem

Based Learning Strategi Think Pair Share pada pembelajaran Bangun ruang

Sisi Datar di kelas VIII B.

D. Setting Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian tindakan kelas ini di kelas VII B SMP Negeri 3

Satu Atap Cipari Kabupaten Cilacap

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester 2 (satu) bulan April tahun

pelajaran 2018/2019. Jangka waktu penelitian direncanakan selama 1

bulan.

E. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

Untuk memperoleh data yang dapat dipertanggung jawabkan, maka

data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan cara

menggunakan tes dan observasi.

21
1. Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, data diperoleh dengan cara :

a. Tes meliputi tes kemampuan awal dan tes tiap siklus

b. Observasi meliputi observasi aktivitas Peserta didik selama

pembelajaran dan observasi kemampuan guru dalam mengelola

pembelajaran.

2. Alat Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan instrumen

berupa tes yang digunakan untuk mengetahui kemampuan pemecahan

masalah Peserta didik secara individu pada setiap akhir siklus berupa tes

kemampuan pemecahan masalah, sedangkan lembar observasi digunakan

untuk mengobservasi aktivitas Peserta didik pada saat pembelajaran

berlangsung yang dilakukan pada setiap pertemuan dan juga observasi

kemampuan guru mengelola pembelajaran. (lembar observasi terlampir ).

Lembar observasi kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran hanya

digunakan untuk mengevaluasi pembelajaran pada tiap pertemuan

sehingga dapat menjadi masukan untuk siklus berikutnya.

3. Analisis Data

Dari data yang diperoleh melalui observasi baik terhadap aktivitas

guru dan aktivitas Peserta didik serta tes yang akan dianalisis sebagai

22
bahan evaluasi setiap akhir siklusnya untuk melihat perubahan

kemampuan pemecahan masalah Peserta didik. Adapun data yang

dianalisis adalah sebagai berikut:

a. Analisis Data Observasi Aktivitas Peserta didik

Pengamatan aktivitas Peserta didik dilakukan selama pembelajaran

berlangsung. Hasil pengamatan aktivitas Peserta didik dianalisis secara

deskriptif untuk mengetahui kesesuaian antara aktivitas Peserta didik yang

seharusnya muncul pada pembelajaran PBL strategi Think Pair Share.

Pedoman Penskoran

1. Kondisi Peserta didik saat guru memulai orientasi pada

masalah

a. Tenang

b. Mempersiapkan alat belajar

c. Memperhatikan instruksi dari guru

d. Mempersiapkan diri untuk belajar

2. Kondisi Peserta didik saat guru mengorganisasikan dalam

belajar

a. Aktif dalam kelompok

b. Serius dalam mengerjakan tugas

c. Berani mengungkapkan pendapat

d. Menghargai pendapat teman

23
3. Partisipasi Peserta didik saat guru membimbing

penyelidikan

a. Kondusif/tidak gaduh

b. Serius memperhatikan penjelasan guru

c. Aktif dalam mengikuti pelajaran

d. Mengajukan pertanyaan

4. Partisipasi Peserta didik dalam mengembangkan dan

menyajikan hasilkarya

a. Perwakilan kelompok mempresentasikan hasil diskusi

b. Menanggapi hasil diskusi kelompoklain

c. Mempertahankan jawaban

d. Menerima masukan dari kelompok lain

5. Kondisi Peserta didik saat guru menganalisis dan

mengevaluasi proses pemecahan masalah

a. Tenang

b. Peserta didik berinteraksi dengan guru

c. Menanyakan hal yang belum paham

d. Merangkum hasil pembelajaran

Kriteria penskoran

Skor 0 : jika Peserta didik tidak melakukan kegiatan diatas

Skor 1 :jika Peserta didik melakukan satu kegiatan diatas

Skor 2 : jika Peserta didik melakukan dua kegiatan diatas

24
Skor 3 :jika Peserta didik melakukan tiga kegiatan diatas

Skor 4 : jika Peserta didik melakukan empat kegiatan diatas

Penilaian aktivitas Peserta didik menggunakan rumus

Jumlah skor tiap pertemuan


S=
banyaknya aktivitas siswa

Sedangkan untuk menghitung rata-rata nilai setiap siklus, rumus:

S 1+ S 2
Nilai rata-rata =
2

Keterangan:

S = rata-rata skkor tiap pertemuan

S1= rata-rata skor pertemuan 1

S2= rata-rata skor pertemuan 2

Kriteria penilaian

0≤ nilai rata-rata ≤0,8: aktivitas siswa sangat kurang

0,8< nilai rata-rata ≤1,6: aktivitas siswa kurang

1,6< nilai rata-rata ≤2,4: aktivitas siswa cukup

2,4< nilai rata-rata ≤3,2: aktivitas siswa baik

3,2< nilai rata-rata ≤4: aktivitas siswa sangat sangat

b. Data Kemampuan Pemecahan Masalah

Peneliti melakukan pengambilan data menggunakan tes

kemampuan pemecahan masalah disetiap akhir siklus. Setiap soal

mengandung indikator pemecahan masalah.

25
Adapun pedoman penskoran tes kemampuan pemecahan masalah

sebagai berikut:

Tabel 3. Pedoman penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah

No Aspek yang diukur Skor keterangan


1 Kemampuan Tidak menuliskan apa yang
mengidentifikasi 0 diketahui dan ditanyakan
masalah( menuliskan yang dari soal
diketahui dan ditanyakan)
salah menuliskan apa yang
1 diketahui dan ditanyakan
dari soal
benar dan lengkap
menuliskan apa yang
2
diketahui dan ditanyakan
dari soal
2 Kemampuan Tidak menuliskan
merencanakan 0 sketsa/gambar/model/rumus
penyelesaian masalah /algoritma
(menuliskan/
Salah menuliskan
sketsa/gambar/model/rumu
1 sketsa/gambar/model/rumus
s/algoritma untuk
/algoritma
memecahkan masalah
Benar menuliskan
2 sketsa/gambar/model/rumus
/algoritma
3 Kemampuan Tidak menuliskan
menyelesaikanmasalah 0 penyelesaian masalah dari
sesuai rencana soal
(menyelesaikan masalah Salah menuliskan
dari soal matematika penyelesaian masalah dari
1
dengan benar, lengkap, soal

26
No Aspek yang diukur Skor keterangan
Benar menuliskan
2 penyelesaian masalah dari
dan sistematis) soal
4 Kemampuan menafsirkan Tidak menuliskan
solusi 0 kesimpulan (Menafsirkan
solusi)
Salah menuliskan
1 kesimpulan (Menafsirkan
solusi)
Benar menuliskan
2 kesimpulan (Menafsirkan
solusi)

1. Rumus untuk mengetahui nilai yang diperoleh setiap Peserta didik

Skor yang diperoleh siswa


Nilai (N) = ×100
jumlah skor maksimal

Keterangan:

N= nilai hasil akhir tes setiap siklus

2. Nilai rata-rata digunakan rumus sebagai berikut:

jumlah nilai seluruh siswa


Nilai rata-rata ( x´¿ ¿=
jumlah seluruh siswa

Dengan kriteria sebagai berikut:

0 ≤ x́ ≤ 20 : kemampuan pemecahan masalah sangat kurang

20< x́ ≤ 40 : kemampuan pemecahan masalah kurang baik

40< x́ ≤ 60 : kemampuan pemecahan masalah cukup baik

60< x́ ≤80 : kemampuan pemecahan masalah baik

80 ≤ x́ ≤ 100 : kemampuan pemecahan masalah sangat baik

F. Indikator keberhasilan

27
Penelitian tindakan kelas ini dikatakan berhasil apabila ada

peningkatan kemampuan pemecahan masalah Peserta didik dari siklus I

hingga siklus II yang ditandai dengan adanya peningkatan nilai rata-rata

tes pada akhir siklus dengan kriteria kemampuan pemecahan masalah baik.

DAFTAR PUSTAKA

Adjie, N & Maulana. 2007. Pemecahan Masalah Matematika. Bandung: UPI


Press
Arends, R. I. 2012. Learning to Teach, Ninth Edition. New York: McGraw-Hill.

Borich, D Gary. 2011. Effetive Teaching Metods Research-Based Practice.


Busto:Pearson Education.
Lie, A.2008.Cooperative Learning.jakarta: PT Grasindo.

Mulyasa. 2017. Praktik Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Rosdakarya.

Permendikbud No. 21 Tahun 2016 Tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan
Menengah. Jakarta: Kemdikbud.
Rusman. 2011. Model-model Pembelajaran. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.

28
Tim PPPPTK Matematika. 2014. Implementasi Kurikulum 2013 dalam
Pembelajaran Matematika SMP/MTs. Modul Diklat Online. Yogyakarta:
PPPPTK Matematika.
Turmudi. (2009). Pemecahan Masalah Matematika. Jurnal Pendidikan
Matematika. http://file.upi.edu/D-FPMIPA/JUR.PEND.MATEMATIKA.
Diakses 27 Maret 2019.
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Bumi
Aksara.

29

Anda mungkin juga menyukai