Anda di halaman 1dari 105

TUGAS RESUME

UJIAN TENGAH SEMESTER BAHASA INDONESIA


 
 
 
 

 
 
Disusun oleh:
KELOMPOK 9
1. Anisa Verani Cahya (1815401127)
2. Helda Yatri (1815401130)
3. Fadhillah Fajariani (1815401131)
4. Lisla Yusianti Br Simamora (1815401132)
5.Azhara Nahda Ananda (1815401133)

REGULER 3

 
POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG
JURUSAN KEBIDANAN PRODI DIII KEBIDANAN TANJUNGKARANG
TAHUN 2021
BAHASA
1. Pengertian Bahasa

Secara sederhana definisi atau pengertian bahasa adalah alat untuk menyampaikan suatu hal yang
terlintas di dalam hati. Akan tetapi, lebih jauh bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat
berkomunikasi. Bahasa digunakan sebagai alat untuk menyampaikan gagasan, pikiran, konsep
maupun perasaan.

Dalam studi sosiolinguistik, bahasa bisa dijadikan sebagai sebuah lambang dan bersifat arbitrer,
berupa bunyi, produktif, beragam, dinamis dan yang paling penting adalah manusiawi.

Bahasa merupakan sebuah sistem yang berarti bahwa bahasa dibentuk oleh sejumlah komponen
yang berpola tetap dan dapat dikaidahkan. Bahasa mempunyai sistem berupa lambang lambang
bunyi.

Setiap lambang bahasa dapat melambangkan sesuatu yang disebut dengan makna atau konsep.
Karena itulah dapat disimpulkan bahwa setiap bunyi atau perkataan memiliki suatu makna.

Pengertian Bahasa menurut ahli:

a. Plato

Menurut Plato, bahasa ialah pernyataan yang terdapat pada pikiran seseorang dengan
menggunakan perantara ucapan dan juga nama beda atau sesuatu yang dapat
mencerminkan ide seseorang di dalam arus udara dengan media mulut.

b. Soerjono
Sedangkan bahasa menurut Soerjono Soekanto ialah sebuah sarana perhubungan rohani
yang penting dalam kehidupan bersama.

c. Ferdinand De Saussure
Ferdinand De Saussure juga turut serta memberikan pengertian bahasa sebagai suatu ciri
yang membuat pembeda, hal tersebut karena dengan menggunakan bahasa setiap
kelompok yang terdapat di masyarakat dapat menjadi diri sendiri sebagai suatu kesatuan
yang berbeda dibandingkan kelompok lain.
2. Sifat Bahasa

Bahasa yang adalah media komunikasi antarmanusia itu, mengandung beberapa sifat, yaitu:

a. Sistematik
b. Manasuka
c. Ujaran
d. Manusiawi
e. Komunikatif

Bahasa bersifat Sistematik

Bahasa diatur oleh sistem. Setiap bahasa memiliki dua sistem, yaitu sistem bunyi dan system
makna.

a) Sistem Bunyi, tidak semua bunyi yang dapat ditangkap indra termasuk bunyi bahasa atau
“fonem”, yaitu bunyi yang dapat dipergunakan atau dirangkaikan dengan bunyi lain yang
membentuk “kata”.
“fonem” adalah unsur bahasa yang terkecil yang dapat membedakan makna. “Kata”
adalah unsur bahasa yang terkecil yang memiliki makna.
b) Sistem makna, yang merupakan lapisan dalam “Deep Structure”, istilah linguistik disebut
“Langue” atau “Makna”.
Bagaimana jika sebaliknya :
Ada maknanya, tidak ada tuturan-nya ?
Jika demikian, tuturan-nya diadakan, dibuat, dengan cara itulah kekayaan atau
perbendaharaan kosakata suatu bahasa bertambah, sebagaimana proses perolehan “kata
pungut”.
Struktur kata yang terdiri atas dua lapisan : “Parole” dan “Langue”, Tuturan dan Makna
itu, tidak “satu lawan satu”, sebuah “makna” tuturannya tidak hanya satu, melainkan
beberapa tuturan, seperti :

Tuturan Kata Makna

Bunga/kembang/sari/puspa/kesuma
Setiap bahasa memiliki pola dan kaidah yang bersistem, yang harus ditaati agar dapat dipahami
oleh faktor pemakainya. Sebagai contoh dalam Bahasa Indonesia terdapat gabungan beberapa
bunyi yang membentuk sebuah kata, misalnya ”mahasiswa” tidak betul kita mengubahnya
menjadi ”siswamaha”.

Silakan jelaskan perbedaan antara:

1. Malam Minggu
2. Beras Mahal
3. Minyak Kelapa
4. Shampoo Baru
5. Pengusaha Wanita

Demikian pola contoh kalimat :

”Saya mencintai negeri ini” (kata Fahmi) tetapi kalimat, ”Ini saya negeri mencintai” (tidak kata
Fahmi).

Sekarang perhatikan deretan huruf ini Anakkucingpakmardimakanikanmati

Dengan tidak mengubah susunan, tidak menambah atau mengurangi deretan huruf itu, dapat
menjadi beberapa kalimat berbeda artinya, di antaranya

1) Anak kucing Pak Mardi, makan ikan mati.


2) Anak kucing Pak Mardi, makan ikan, mati.
3) Anak kucing, Pak Mardi, makan ikan, mati.
4) Anak, kucing, Pak Mardi, makan ikan, mati.
5) Anak, kucing, Pak Mardi, makan ikan mati.

Dengan tidak mengubah susunan, tidak menambah, mengurangi deretan huruf- huruf itu, hanya
membubuhkan tandabaca menata pisah rangkai, silahkan anda susun menjadi sebuah kalimat
yang bermakna “ikannya tidak mati” Bisakah !? Ayolah !.

Bahasa bersifat Manasuka


Sekelompok manusia yang bertempat tinggal di lokasi tertentu secara konvensional bersepakat
membuat, menggunakan, menata, mengembangkan sebuah bahasa untuk kebutuhan
berkomunikasi, berinteraksi sosial, yang terus turun- temurun dari generasi ke generasi dari
jumlah populasi yang pada mulanya hanya sedikit, makin lama makin bertambah banyak, baik
penggunanya, juga perbendaharaan kosakata bahasa itu sendiri.

Penambahan kosakata, pembuatan kata baru yang secara historik dikaji “etimologi”, kajian
tentang asal usul keberadaan kata, dibuat manusia secara “arbitrary”, secara manasuka, fonem-
fonem dipilih, secara acak. Dengan makna yang disimbolkan, tanpa harus mempertimbangkan
rumusan atau formula klasifikasi makna itu, susunan tuturan fonemnya harus begitu. Manusia
bebas memiliki, mengambil secara acak “semau gue”, bunyi-bunyi bahasa kemudian
menyusunnya menjadi “kata” untuk maksud mengungkapkan “makna” tertentu. Sebagai contoh:

1) Mengapa manusia yang baru lahir, disebut “bayi” tidak disebut “bugil”.

2) Mengapa laki-laki yang sudah tua disebut “kakek” tidak disebut “kolak”

Kita tidak memberi alasan, pertimbangan analisis apapun, kata itu disebut

begitu. Jadi pilihan bunyi bahasa yang dirangkaikan, disusun menjadi kata bunyi, bugil, kakek,
kolak dan lain-lain itu, dibuat, bukan atas dasar kriteria atau formula tertentu, melainkan secara
“manasuka”.

Bahasa bersifat Ujaran

Bahasa disebut ujaran, manusia berkomunikasi melakukan dua ragam ujaran:

a) Ujaran dengan media bunyi bahasa: Berbicara

b) Ujaran dengan media tulisan: Menulis

a. Berbicara adalah Keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan menurut Djago
Tarigan (1990 : 149), adalah: Pesan dan bahasa lisan sebagai media penyampai, berkaitan sangat
erat; pesan yang disampaikan penutur dalam bentuk ujaran diterima mitratutur berupa bunyi
bahasa, yang kemudian diproses dialihkan pada bentuk semula, untuk dipahami, direspon secara
interaktif dan diharap terjadi komunikasi yang komunikatif
Menurut H.G.Tarigan (1998 : 15), berbicara adalah: kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi
artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran,
gagasan, perasaan dan penalaran.

Dengan berbicara orang menyampaikan informasi melalui ujaran kepada orang lain. Dengan
menyimak orang menerima, memahami informasi dari orang lain kegiatan berbicara dan
menyimak adalah kegiatan resiprokal, interaktif, saling memahami.

4. Menulis, menyampaikan pesan dengan tulisan

Berkomunikasi menggunakan bahasa tulis

Proses Menulis :

- mengubah bahasa menjadi lambang-lambang, simbol-simbol menjadi

tulisan

”A coding Grafonic process”

Coding code ing = mengkodekan bahasa mengubah ”bahasa” menjadi kode-kode yang disepakati
secara konvensional.

Kemampuan manusia berbahasa tulis, berkomunikasi menggunakan bahasa tulis menuntut


manusia ”cekat & cermat menulis” Cekat menulis, berarti terampil menulis, memiliki
keterampilan menuangkan gagasan, pemikiran dan penalaran ke bahasa tulis, yang perlu
ditunjang dengan cermat menaati Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan.

Makin maju peradaban manusia makin berfungsi kegiatan berbahasa tulis, tuntutan
berkomunikasi menggunakan bahasa tulis. Pengajaran administrasi di berbagai instansi;
penulisan makalah, skripsi, tesis, disertasi serta penulisan buku.

Bahasa Bersifat Manusiawi

Bahasa disebut manusiawi karena bahasa menjadi berfungsi selama manusia yang
memanfaatkannya. Sebagai makhluk sosial, manusia berinteraksi, berkomunikasi dengan
manusia lain dengan menggunakan bahasa sebagai media, baik berkomunikasi menggunakan
bahasa lisan, juga berkomunikasi menggunakan bahasa tulis.

Mengapa hanya manusia yang berbahasa ? Mengapa makhluk lain, misalnya khewan yang
padahal memiliki alat artikulasi, mulut dengan kelengkapannya, lidah, bibir, gigi, tenggorokan,
bahkan selaput suara, telinga; yang berfungsi normal, tidak mampu berbahasa ? Jawabannya :
Karena khewan tidak memiliki otak, tidak memfungsikan otak untuk kegiatan intelektual,
keterampilan berbahasa yang dilakukan manusia : Menyimak, Berbicara, Membaca, Menulis
yang dimodali kekayaan kosakata, adalah aktivitas intelektual, karya otak manusia yang
berpendidikan.

Sebagaimana kita ketahui kemampuan manusia berbahasa bukanlah ”instink” tidak dibawa anak
manusia sejak lahir, namun manusia dapat belajar bahasa sampai terampil berbahasa, mampu
berbahasa untuk kebutuhan berkomunikasi.

Bahasa bersifat Komunikatif

Bahasa dibutuhkan untuk dimanfaatkan manusia sebagai media berkomunikasi, berinteraksi


sosial antar sesama manusia yang menggunakan bahasa yang sama agar saling memahami agar
dapat menyatukan keluarga, masyarakat dan bangsa dalam segala kegiatan.

”Pesan Penutur” diterima sama persis sebagai ”Kesan” oleh Mitratutor

Jika ”pesan” ”KUDA”Kesan-nya sama ”KUDA” tidak berubah jadi ”KUBA” atau ”DUDA”

Seperti pada kalimat :

a. Andi melihat nelayan menggunakan teropong


b. Suami istri itu kakak kandung saya
c. Korban tabrak lari yang tewas ketika dilarikan ke rumah sakit itu, adalah seorang pelari
maraton.

Agar terjadi komunikasi yang komunikatif, hendaklah kita senantiasa berupaya menggunakan
lafal dan intonasi yang tepat sesuai dengan maksud, isi pesan yang kita sampaikan.
Demikian manusia sebagai pembuat, pengguna, penata serta pengembang bahasa, hendaklah
senantiasa berupaya untuk menggunakan Bahasa Indonesia secara baik dan benar, taat asas.

4. Fungsi Bahasa

Fungsi Bahasa dalam Kehidupan Manusia

Bahasa sebagai alat komunikasi, memiliki fungsi sebagai berikut :

a. Fungsi Informasi, yaitu untuk menyampaikan informasi timbal balik antaranggota


keluarga ataupun anggota-anggota masyarakat. Berita, pengumuman, petunjuk
pernyataan lisan ataupun tulisan melalui media massa ataupun elektronik, merupakan
wujud fungsi bahasa sebagai fungsi informasi.
b. Fungsi ekspresi diri, yaitu untuk menyalurkan perasaan, sikap gagasan, emosi atau
tekanan-tekanan perasaan pembicara. Bahasa sebagai alat mengekspresikan diri ini dapat
menjadi media untuk menyatakan eksistensi (keberadaan) diri, membebaskan diri dari
tekanan emosi dan untuk menarik perhatian orang.
c. Fungsi adaptasi dan integrasi, yaitu untuk menyesuaikan dan membaurkan diri dengan
anggota masyarakat. Melalui bahasa seorang anggota masyarakat sedikit demi sedikit
belajar adat istiadat, kebudayaan, pola hidup, perilaku dan etika masyarakatnya. Mereka
menyesuaikan diri dengan semua ketentuan yang berlaku dalam masyarakat melalui
bahasa. Kalau seorang mudah beradaptasi dengan masyarakat di sekelilingnya maka
dengan mudah pula ia akan membaurkan diri (integrasi) dengan kehidupan masyarakat
tersebut.
Manusia sebagai makhluk sosial perlu berintegrasi dengan manusia di sekelilingnya.
Dengan bahasa manusia dapat saling bertukar pengalaman dan menjadi bagian dari
pengalaman itu. Mereka memanfaatkan pengalaman itu untuk kehidupannya. Dengan
demikian mereka merasa saling terkait dengan kelompok sosial yang dimasukinya.
Bahasa menjadi alat integrasi (pembauran) bagi tiap manusia dengan masyarakatnya.
d. Fungsi kontrol sosial. Bahasa berfungsi untuk mempengaruhi sikap dan pendapat orang
lain. Apabila fungsi ini berlaku dengan baik maka semua

9 Kegiatan sosial akan berlangsung dengan baik pula. Sebagai contoh pendapat seorang tokoh
masyarakat akan didengar dan ditanggapi dengan tepat apabila ia dapat menggunakan bahasa
yang komunikatif dan persuasif. Kegagalannya dalam menggunakan bahasa akan menghambat
pula usahanya dalam mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain. Dengan bahasa seseorang
dapat mengembangkan kepribadian dan nilai-nilai sosial kepada tingkat yang lebih berkualitas.

Fungsi Khusus Bahasa Indonesia

Setiap bahasa memiliki fungsi khusus. Bahasa Indonesia sebagai bahasa

nasional mempunyai fungsi khusus yang sesuai dengan kepentingan bahasa Indonesia Fungsi itu
adalah sebagai:

a. alat untuk menjalankan administrasi negara. Fungsi ini terlihat dalam surat-surat resmi,
surat keputusan, peraturan dan perundang-undangan, pidato dan pertemuan resmi;
b. alat pemersatu berbagai suku yang memiliki latar belakang budaya dan bahasa yang
berbeda-beda;
c. wadah penampung kebudayaan. Semua ilmu pengetahuan dan kebudayaan harus
diajarkan dan diperdalam dengan mempergunakan bahasa Indonesia sebagai medianya.

POLITIK BAHASA NASIONAL

1. Sejarah Bahasa Indonesia


Bahasa Indonesia lahir pada tanggal 28 Oktober 1928. pada saat itu, para pemuda dari
berbagai pelosok Nusantara berkumpul dalam kerapatan Pemuda dan berikrar (1) bertumpah
darah yang satu, tanah Indonesia, (2) berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, dan (3)
menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Ikrar para pemuda ini dikenal dengan nama
Sumpah Pemuda. Unsur yang ketiga dari Sumpah Pemuda merupakan pernyataan tekad
bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Pada tahun 1928
itulah bahasa Indonesia dikukuhkan kedudukannya sebagai bahasa nasional. Bahasa
Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal 18 Agustus 1945
karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 disahkan sebagai Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Bahasa
negara ialah bahasa Indonesia (Bab XV, Pasal 36).
Keputusan Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 di Medan, antara lain,
menyatakan bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Indonesia tumbuh
dan berkembang dari bahasa Melayu yang sejak zaman dulu sudah dipergunakan sebagai
bahasa perhubungan (lingua franca) bukan hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga
hampir di seluruh Asia Tenggara. Bahasa Melayu mulai dipakai di kawasan Asia Tenggara
sejak abad ke-7. Bukti yang menyatakan itu ialah dengan ditemukannya prasasti di Kedukan
Bukit berangka tahun 683 M (Palembang), Talang Tuwo berangka tahun 684 M
(Palembang), Kota Kapur berangka tahun 686 M (Bangka Barat), dan Karang Brahi
berangka tahun 688 M (Jambi). Prasasti itu bertuliskan huruf Pranagari berbahasa Melayu
Kuna. Bahasa Melayu Kuna itu tidak hanya dipakai pada zaman Sriwijaya karena di Jawa
Tengah (Gandasuli) juga ditemukan prasasti berangka tahun 832 M dan di Bogor ditemukan
prasasti berangka tahun 942 M yang juga menggunakan bahasa Melayu Kuna.
Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan, yaitu
bahasa buku pelajaran agama Budha. Bahasa Melayu juga dipakai sebagai bahasa
perhubungan antarsuku di Nusantara dan sebagai bahasa perdagangan, baik sebagai bahasa
antarsuku di Nusantara maupun sebagai bahasa yang digunakan terhadap para pedagang
yang datang dari luar Nusantara. Informasi dari seorang ahli sejarah Cina, I-Tsing, yang
belajar agama Budha di Sriwijaya, antara lain, menyatakan bahwa di Sriwijaya ada bahasa
yang bernama Koen-louen (I-Tsing:63,159), yang berdampingan dengan Sanskerta. Yang
dimaksud Koen-luen adalah bahasa perhubungan (lingua franca) di Kepulauan Nusantara,
yaitu bahasa Melayu.
Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak makin jelas dari peninggalan
kerajaan Islam, baik yang berupa batu bertulis, seperti tulisan pada batu nisan di Minye
Tujoh, Aceh, berangka tahun 1380 M, maupun hasil susastra (abad ke-16 dan ke-17), seperti
Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah Melayu, Tajussalatin, dan
Bustanussalatin. Bahasa Melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan
menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara. Bahasa Melayu mudah diterima oleh
masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku, antarpedagang,
antarbangsa, dan antarkerajaan karena bahasa Melayu tidak mengenal tingkat tutur.
Bahasa Melayu dipakai di mana-mana di wilayah Nusantara serta makin berkembang
dan bertambah kukuh keberadaannya. Bahasa Melayu yang dipakai di daerah di wilayah
Nusantara dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa Melayu
menyerap kosakata dari berbagai bahasa, terutama dari bahasa Sanskerta, bahasa Persia,
bahasa Arab, dan bahasa-bahasa Eropa. Bahasa Melayu pun dalam perkembangannya
muncul dalam berbagai variasi dan dialek. Perkembangan bahasa Melayu di wilayah
Nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan
bangsa Indonesia. Komunikasi antarperkumpulan yang bangkit pada masa itu menggunakan
bahasa Melayu. Para pemuda Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan
secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa
persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia (Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928).
Kebangkitan nasional telah mendorong perkembangan bahasa Indonesia dengan pesat.
Peranan kegiatan politik, perdagangan, persuratkabaran, dan majalah sangat besar dalam
memodernkan bahasa Indonesia. Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus
1945, telah mengukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia secara konstitusional
sebagai bahasa negara. Kini bahasa Indonesia dipakai oleh berbagai lapisan masyarakat
Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah.

2. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia


Salah satu kedudukan bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa persatuan atau bahasa
nasional. Kedudukan ini dimiliki oleh bahasa Indonesia sejak dicetuskannya Sumpah
Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 dan dimungkinkan oleh kenyataan bahwa (1) bahasa
Melayu, yang mendasari bahasa Indonesia itu, telah dipakai sebagai bahasa perantara (lingua
franca) selama berabad-abad sebelumnya di seluruh kawasan Indonesia dan (2) di dalam
masyarakat Indonesia tidak terjadi persaingan bahasa, yaitu persaingan di antara bahasa
daerah yang satu dan bahasa daerah yang lain untuk mencapai kedudukan sebagai bahasa
persatuan atau bahasa nasional.
Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai
1. Lambang kebanggaan nasional,
2. Lambang identitas nasional,
3. Alat pemersatu berbagai kelompok etnik yang berbeda latar belakang sosial budaya dan
bahasanya, serta
4. Alat perhubungan antar budaya dan antar daerah.
Kebanggaan kita terhadap bahasa Indonesia dapat disejajarkan dengan kebanggaan
kita terhadap bendera Merah Putih atau lagu kebangsaan Indonesia Raya. Rasa bangga
terhadap bahasa Indonesia merupakan wujud sikap positif pemakainya. Sikap positif itu
tercermin jika kita lebih senang menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa asing.
Misalnya, dalam ajang perhelatan dunia, seperti Thomas Cup, yang diselenggarakan di
Indonesia, Presiden Republik Indonesia memberikan sambutannya pada upacara pembukaan
kegiatan itu dalam bahasa Indonesia. Kita juga akan bangga jika melihat papan nama yang
bertuliskan Balai Sidang Jakarta atau Rumah Makan Si Doel daripada Jakarta Convention
Center atau Si Doel Restaurant.
Jati diri atau identitas kita sebagai bangsa Indonesia, antara lain, dapat diketahui
melalui kemampuan kita menggunakan bahasa Indonesia, di samping kartu identitas yang
lain, seperti kartu tanda penduduk (KTP), surat izin mengemudi (SIM), dan paspor. Oleh
karena itu, melalui percakapan seseorang dalam bahasa Indonesia, tentu dengan lafal bahasa
Indonesia yang baik, kita dapat menerka asal atau bangsa orang tersebut.
Sebagai alat pemersatu, bahasa Indonesia yang semula berasal dari bahasa Melayu
terbukti dapat mempersatukan bangsa Indonesia yang berbagai ragam etnis, budaya, agama,
dan bahasa ibunya. Oleh karena itu, pada 28 Oktober 1928 bangsa Indonesia menyatakan
sikap politiknya yang dikenal dengan Sumpah Pemuda sebagai berikut:
1. Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia.
2. Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
3. Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Pada teks di atas tampak jelas bahwa maksud ikrar pertama dan kedua berbeda dengan
ikrar ketiga. Ikrar pertama dan kedua berupa pernyataan pengakuan terhadap tumpah darah
dan bangsa yang satu, sedangkan ikrar ketiga berupa pernyataan sikap untuk menjunjung
atau menempatkan bahasa Indonesia di atas bahasa daerah yang lain sebagai bahasa
persatuan. Perlu Anda ingat bahwa butir ketiga Sumpah Pemuda itu tidak berbunyi, Kami
putra dan putri Indonesia mengaku berbahasa yang satu, bahasa Indonesia, sebagaimana
yang ada dalam ingatan (hafalan) anak didik atau masyarakat pada umumnya. Hal itu terjadi
karena adanya lagu Satu Nusa Satu Bangsa yang larik pertamanya berbunyi, “Satu nusa, satu
bangsa, satu bahasa kita...” Seandainya butir ketiga Sumpah Pemuda itu berbunyi demikian,
sebanyak 726 bahasa daerah yang kini masih hidup dan masih digunakan masyarakat
penuturnya tentu tidak mempunyai hak hidup. Patut diakui bahwa para tokoh pemuda kita
pada waktu itu sangat cerdas dan berpikir jauh ke depan sehingga ratusan bahasa daerah
masih dapat bertahan hidup hingga kini. Walaupun demikian, ada juga yang menduga bahwa
bahasa daerah yang jumlah penuturnya kecil lambat laun akan mengalami kepunahan.
Pernyataan sikap di atas dipertegas dalam penjelasan Pasal 36 Undang- Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa bahasa-bahasa daerah
yang dipelihara dengan baik, dihormati dan dipelihara juga oleh negara.
Dengan alat bahasa Indonesia, bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai suku
bangsa itu mampu bersatu sehingga dapat mengusir penjajah dari bumi Indonesia. Dapat
dibayangkan seandainya tidak ada bahasa Melayu atau bahasa Indonesia pada waktu
prakemerdekaan itu, bangsa Indonesia yang terdiri atas etnis Batak, Aceh, Minangkabau,
Melayu, Sunda, Jawa, Bali, Makassar, Banjar, Bugis, dan sebagainya akan mengungkapkan
gagasannya dalam bahasa etnis masing-masing. Jika itu yang terjadi, bagaimana mungkin
mereka dapat menyatukan gagasannya untuk berjuang melawan penjajah.
Sebagai alat perhubungan, bahasa Indonesia mampu memperhubungkan bangsa
Indonesia yang berlatar belakang sosial budaya dan bahasa ibunya yang berbeda-beda.
Berkat bahasa nasional, suku-suku bangsa yang berbeda bahasa ibunya itu dapat
berkomunikasi dengan lancar dan akrab. Dengan modal bahasa Indonesia, kita dapat
menjelajah seluruh wilayah negara Republik Indonesia tanpa hambatan komunikasi.
Selain berkedudukan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia juga berkedudukan
sebagai bahasa negara, sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Bab XV, Pasal 36, yakni Bahasa negara ialah
bahasa Indonesia.
Dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai
1. Bahasa resmi kenegaraan,
2. Bahasa pengantar resmi di lembaga pendidikan,
3. Bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional,
4. Bahasa resmi untuk pengembangan kebudayaan nasional,
5. Sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi modern,
6. Bahasa media massa,
7. Pendukung sastra indonesia, serta
8. Pemerkaya bahasa dan sastra daerah.
Sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa Indonesia dipakai dalam penyelenggaraan
kenegaraan, seperti dalam upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan. Dokumen, surat
keputusan, undang-undang, naskah pidato, dan surat-menyurat kenegaraan yang disusun
atau dikeluarkan pemerintah, badan, atau lembaga pemerintahan lain harus tertulis dalam
bahasa Indonesia.
Sebagai bahasa pengantar di lembaga pendidikan, bahasa Indonesia dipakai sebagai
bahasa resmi di semua jenjang pendidikan, dari taman kanakkanak sampai perguruan tinggi.
Untuk mempermudah pemahaman siswa, bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa
pengantar di tingkat permulaan, yakni di tingkat taman kanak-kanak sampai sekolah dasar
tahun ketiga. Di wilayah Jawa Barat, misalnya, bahasa Sunda dapat digunakan sebagai
bahasa pengantar di taman kanak-kanak sampai kelas tiga sekolah dasar.
Sebagai alat pengembangan kebudayaan nasional, bahasa Indonesia merupakan satu-
satunya bahasa yang digunakan untuk membina dan mengembangkan kebudayaan nasional
yang memiliki ciri dan identitas tertentu yang membedakannya dengan kebudayaan daerah.
Misalnya, agar seni batik tulis yang berasal dari kebudayaan Jawa atau tenun songket dari
Palembang dikenal oleh masyarakat Indonesia yang lebih luas, bahasa Indonesia dipakai
untuk mengenalkan dan mengembangkan kebudayaan tersebut.

3. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Daerah


Dalam hubungan dengan kedudukan bahasa Indonesia, baik sebagai bahasa nasional
maupun sebagai bahasa negara, bahasa-bahasa yang digunakan masyarakat di Indonesia
kecuali bahasa Indonesia, bahasa rumpun Melayu, dan bahasa asing berkedudukan sebagai
bahasa daerah. Kedudukan tersebut berdasarkan kenyataan bahwa bahasa daerah itu
digunakan sebagai sarana perhubungan dan pendukung kebudayaan di daerah atau dalam
masyarakat etnik tertentu di Indonesia. Dalam hubungan itu, bahasa daerah berfungsi
sebagai
1. Lambang kebanggaan daerah,
2. Lambang identitas daerah,
3. Alat perhubungan di dalam keluarga dan masyarakat daerah,
4. Sarana pendukung budaya daerah dan bahasa indonesia, serta
5. Pendukung sastra daerah dan sastra indonesia.
Dalam hubungan dengan fungsi bahasa Indonesia, bahasa daerah berfungsi sebagai
1. Pendukung bahasa Indonesia
Bahasa daerah merupakan bahasa pendukung bahasa Indonesia yang keberadaannya
diakui oleh Negara. UUD 1945 pada pasal 32 ayat (2) menegaskan bahwa “Negara
menghormati dan memilihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.” dan
juga sesuai dengan perumusan Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 di Medan,
bahwa bahasa daerah sebagai pendukung bahasa nasional merupakan sumber
pembinaan bahasa Indonesia. Sumbangan bahasa daerah kepada bahasa Indonesia,
antara lain, bidang fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan kosa kata. Demikian
juga sebaliknya, bahasa Indonesia mempengaruhi perkembangan bahasa daerah.
Hubungan timbal balik antara bahasa Indonesia dan bahasa daerah saling melengkapi
dalam perkembangannya.
2. Bahasa pengantar pada tingkat permulaan sekolah dasar di daerah tertentu untuk
memperlancar pengajaran bahasa Indonesia dan/atau pelajaran lain
Di daerah tertentu, bahasa daerah boleh dipakai sebagai bahasa pengantar di dunia
pendidikan tingkat sekolah dasar sampai dengan tahun ketiga (kelas tiga). Setelah itu,
harus menggunakan bahasa Indonesia , kecuali daerah-daerah yang mayoritas masih
menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa ibu.
3. Sumber kebahasaan untuk memperkaya bahasa Indonesia.
Seringkali istilah yang ada di dalam bahasa daerah belum muncul di bahasa indonesia
sehingga bahasa indonesia memasukkannya istilah tersebut , contohnya “ gethuk “
{ penganan dibuat dari ubi dan sejenisnya yang direbus, kemudian dicampur gula dan
kelapa (ditumbuk bersama) } karena di bahasa indonesia istilah tersebut belum ada,
maka istilah “gethuk“ juga di resmikan di bahasa indonesia sebagai istilah dari
“penganan dibuat dari ubi dan sejenisnya yang direbus, kemudian dicampur gula dan
kelapa (ditumbuk bersama) “.

4. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Asing


Dalam hubungan dengan bahasa Indonesia dan bahasa daerah, bahasa selain bahasa
Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa rumpun Melayu yang digunakan di Indonesia
berkedudukan sebagai bahasa asing. Bahasa asing itu, baik yang digunakan dan diajarkan,
maupun yang digunakan tanpa diajarkan di lembaga pendidikan tingkat tertentu, tidak
bersaing dengan bahasa Indonesia, baik sebagai bahasa nasional maupun sebagai bahasa
negara. Bahasa asing juga tidak bersaing dengan bahasa-bahasa daerah, baik sebagai
lambang nilai sosial budaya maupun sebagai alat perhubungan masyarakat daerah.
Dalam kedudukannya sebagai bahasa asing, bahasa selain bahasa Indonesia, bahasa
daerah, dan bahasa rumpun Melayu, berfungsi sebagai
1. Alat perhubungan antarbangsa dan
2. Sarana pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Bahasa-bahasa asing tertentu di Indonesia juga dapat memiliki fungsi lain. Bahasa
Inggris, misalnya, merupakan bahasa asing yang diutamakan sebagai sumber pengembangan
bahasa Indonesia, terutama dalam kaitannya dengan pengembangan tata istilah keilmuan.
Sementara itu, bahasa Arab berfungsi sebagai bahasa keagamaan dan budaya Islam. Jika
diperlukan, bahasa-bahasa asing lainnya juga dapat berfungsi sebagai pemerkaya
perbendaharaan kata bahasa Indonesia. 
RAGAM BAHASA INDONESIA

1. Ragam Ringkas dan Lengkap


a. Ragam Ringkas
Ragam bahasa yang digunakan dalam suasana santai dan akrab biasanya berbeda jika
dibandingkan dengan ragam bahasa yang digunakan dalan suasana resmi. Dalam suasana akrab,
santai, tidak formal, misalnya, ada kecenderungan seorang memilih menggunakan kalimat-
kalimat pendek, bahkan sering menggunakan kata-kata atau ungkapan yang maknanya hanya
dipahami secara jelas oleh peserta percakapan yang terbatas. Ragam ini sering disebut dengan
ragam ringkas (restricted code).

b. Ragam Lengkap
Namun, dalam suasana resmi seperti dalam pidato, ceramah lmiah, perkuliahan, serta
dalam rapat-rapat resmi mereka biasanya menggunakan kalimat-kalimat panjang, kemudian
pilihan kata dan ungkapannya pun sesuai dengan kaidah bahasa yang baku. Ragam ini sering
disebut dengan ragam lengkap (elaborate code).

2. Ragam Lisan dan Tulis


a. Ragam Lisan

Ragam bahasa lisan adalah suatu ragam bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap (organ of
speech). Dalam ragam bahasa lisan ini, kita harus memperhatikan beberapa hal seperti tata
bahasa. kosakata, dan lafal dalam pengucapannya. Dalam hal ini dengan memperhatikan hal-hal
tersebut, pembicara dapat mengatur tinggi rendah suara atau tekanan yang dikeluarkan,
mimik/ekspresi muka yang ditunjukkan, serta gerak tangan atau isyarat untuk mengungkapkan
ide sang pembicara.

Contoh ragam lisan, yakni meliputi hal-hal berikut ini.

1) Ragam bahasa cakapan.


2) Ragam bahasa pidato.
3) Ragam bahasa kuliah.
4) Ragam bahasa panggung.

Ciri-ciri ragam bahasa lisan. yakni seperti dibawah ini.

1) Memerlukan kehadiran orang lain.


2) Unsur gramatikal tidak dinyatakan secara lengkap.
3) Terikat ruang dan waktu.
4) Dipengaruhi oleh tinggi rendahnya suara.

Kelebihan ragam bahasa lisan. yakni sebagi berikut.


1) Dapat disesuaikan dengan situasi.
a) Faktor efisiensi.
b) Faktor kejelasan.
c) Faktor kecepatan.
2) Lebih bebas bentuknya karena faktor situasi yang memperjelas pengertian bahasa yang
dituturkan oleh penutur.
3) Penggunaan bahasa lisan bisa berdacarkan pengetahuan serta penalsiran dari informasi
audit, visual dan kognitif sang penutur.
Kelemahan ragam bahasa lisan, yakni seperti di bawah ini.

1) Bahasa lisan berisi beberapa kalimat yang tidak lengkap, bahkan terdapat frase-frase
sederhana.
2) Penutur sering mengulangi beberapa kalimat.
3) Tidak semua orang bisa melafalkan bahasa lisan dengan benar.
4) Aturan-aturan bahasa yang dilakukan tidak formal.

Contoh Penggunaan Ragam Lisan


1) Enggak sengaja Ardi nginjak pecahan gelas,hingga kakinya luka.
2) Semalam ada berita tentang kecelakaan mobil nabrak motor.
3) Adik lagi ngegambar pemandangan alam di desa.
4) Pak Guru pagi ini menyuruh kami mengumpulkan tugas yang kemarin.
5) Dalam sepekan ini, terjadi banyak kecelakaan di ruas jalan ini disebabkan oleh rusaknya
jalan.
6) Wanita itu melepaskan cincinnya dan membuangnya ke dalam sungai.

b. Ragam Tulisan

Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan
huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam bahasa tulis, kita harus memperhatikan beberapa hal
seperti tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan pemilihan kosakata, dalam
hal ini kita dituntut untuk tepat dalam pemilihan unsur tata bahasa seperti bentuk kata, susunan
kalimat, pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan juga penggunaan tanda baca dalam
mengungkapkan ide kita.
Contoh ragam lisan, yakni meliputi ha!-hal di bawah ini.

1) Ragam bahasa teknis


2) Ragam bahasa undang-undang
3) Ragam bahasa catatan
4) Ragam bahasa surat

Ciri-ciri ragam bahasa tulis adalah sebagai berikut.

1) Tidak memerlukan kehadiran orang lain.


2) Adanya unsur gramatikal (hubungan antar unsur-unsur bahasa dalam satuan yang lebih
besar) yang dinyatakan secara lengkap.
3) Tidak terikat oleh ruang dan waktu.
4) Dipengaruhi oleh tanda baca atau ejaan.

Kelebihan ragam bahasa tulis, yakni sebagai berikut

1) Informasi yang disajikan bisa dipilih oleh sang penulis untuk dikemas menjadi media
atau materi yang lebih menarik dan menyenangkan.
2) Umumnya memiliki kedekatan antara budaya dengan kehidupan masyarakatnya.
3) Sebagai sarana untuk memperkaya kosakata.
4) Dapat digunakan untuk menyampaikan maksud/tujuan, memberikan informasi, serta
dapat mengungkap unsur-unsur emosi sehingga mampu meningkatkan wawasan si
pembaca.
Kelemahan ragam bahasa tulis, yakni sebagi berikut

1) Alat atau sarana yang dapat memperjelas pengertian seperti bahasa lisan tidak ada.
Akibatnya, bahasa tulis pun harus disusun lebih sempurna.
2) Tidak mampu menyajikan berita secara lugas dan jujur.
3) Hal yang tidak ada dalam bahasa tulis pun tidak dapat diperjelas.

Contoh Penggunaan
1) Ardi tidak sengaja menginjak pecahan gelas sehingga kakinya terluka.
2) Kemarin malam, ada berita tentang kecelakaan mobil yang menabrak motor.
3) Adik sedang menggambar pemandangan alam di desa.
4) Pagi ini pak guru menyuruh kami untuk mengumpulkan tugas yang diberikan kemarin.
5) Sepekan ini, terjadi banyak kecelakaan diruas jalan ini disebabkan rusaknya jalan.
6) Wanita itu melepaskan cincinnya dan membuangnya ke sungai.

3. Ragam Baku dan Nonbaku


a. Ragam Baku

Ragam baku adalah ragam yang dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar
pemakainya sebagai bahasa resmi dan sebagai kerangka acuan norma bahasa dalam
penggunaannya. Ragam baku juga merupakan ragam bahasa yang oleh penuturnya dianggap
sebagai ragam yang baik (mempunyai prestise tinggi), yang biasa digunakan di kalangan
terdidik, di dalam karya ilmiah (karangan teknis, perundang-undangan), di dalam suasana resmi,
atau di dalam surat menyurat resmi (seperti surat dinas) disebut ragam bahasa baku atau ragam
bahasa resmi.

Ragam baku itu mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:


1) Kemantapan dinamis
Mantap artinya sesuai dengan kaidah bahasa, kalau kata rasa dibubuhi awalan pe-,  akan
terbentuk kata perasa. Kata raba dibubuhi pe-, akan terbentuk kata peraba. Oleh karena
itu, menurut kemantapan bahasa, kata rajin dibubuhi pe-, akan menjadi perajin,
bukan pengrajin. Kalau kita berpegang pada sifat mantap, kata pengrajin tidak dapat kita
terima.
Dinamis artinya tidak statis, tidak kaku. Kata langganan mempunyai makna ganda, yaitu
orang yang berlangganan dan toko tempat berlangganan. Dalam hal ini, tokonya
disebutlangganan  dan orang yang berlangganan itu disebut pelanggan.

2) Cendekia
Ragam baku bersifat cendekia karena ragam baku dipakai pada tempat-tempat resmi.
Pewujud ragam baku ini adalah orang-orang yang terpelajar. Hal ini dimungkinkan oleh
pembinaan dan pengembangan bahasa yang lebih banyak melalui jalur pendidikan formal
(sekolah)
Di samping itu, ragam baku dapat dengan tepat memberikan gambaran apa yang ada
dalam otak pembicara atau penulis. Selanjutnya, ragam baku dapat memberikan
gambaran yang jelas dalam otak pendengar atau pembaca.

3) Seragam
Ragam baku bersifat seragam, pada hakikatnya, proses pembakuan bahasa ialah proses
penyeragaman bahasa. Dengan kata lain, pembakuan bahasa adalah pencarian titik-titik
keseragaman. Contohnya Pelayan Pesawat dianjurkan untuk memakai
istilah pramugara dan pramugari. 

b. Ragam Nonbaku
Kata tidak baku merupakan kebalikan dari kata baku, yang penggunaanya tidak sesuai
aturan dan kaidan berbahasa Indonesia yang sudah ditentukan sebelumnya.
Ketidak bakuan sebuah bahasa tidak hanya ditentukan dengan penulisan yang tidak
sesuai pedoman, namun juga bisa terjadi karena salah penulisan, pengucapan yang salah,
dan susunan kalimat yang tidak sesuai.
Kalimat tidak baku lebih sering digunakan dalam percakapan sehari-hari karena terkesan
lebih santai dan tidak kaku. Kata tidak baku juga dapat digunakan saat berdiskusi
membahas suatu hal bersama teman atau keluarga.
Ciri-ciri Kata Tidak Baku
1) Umumnya digunakan dalam bahasa sehari-hari.
2) Dipengaruhi bahasa daerah dan bahasa asing tertentu.
3) Dipengaruhi dengan perkembangan zaman.
4) Bentuknya dapat berubah-ubah.
5) Memiliki arti yang sama, meski terlihat beda dengan bahasa baku.

4. Ragam Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar

Bahasa Indonesia merupakan media komunikasi utama masyarakat Indonesia. Ada


kalanya Bahasa Indonesia menjadi bahasa kedua, setelah bahasa ibunya oleh karena masyarakat
Indonesia berada dalam tataran situasi bilingual atau multilingual. Hal itu juga dipengaruhi oleh
perkembangan zaman, dan fenomena berbahasa sesuai usia dan lingkungan pemakainya pada
suatu masa tertentu.Diawal abad ke20 para pejuang kemerdekaan Indonesia sudah menyadari
pentingnya kebutuhan satu bahasa nasional yang mampu menyatukan seluruh rakyat Indonesia
jika negera ini ingin merdeka dari penjajahan Belanda. Dengan Sumpah Pemuda, pada tanggal
28 Oktober1928, sekelompok pemuda tersebut bersumpah satu tumpah darah, satu bangsa dan
satu bahasa, yaitu Indonesia.Bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan yang lahir karena suatu
keputusan dan perencanaan. Ketika kemerdekaan Republik Indonesia diproklamirkan pada
tanggal 17 Agustus 1945, Bahasa Indonesia pun resmi menjadi bahasa nasional dalam arti yang
sesungguhnya.

Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa yang digunakan sesuai dengan norma
kemasyarakatan yang berlaku. Misalnya, dalam situasi santai dan akrab, seperti di warung kopi,
pasar, di tempat arisan, dan di lapangan sepak bola hendaklah digunakan BahasaIndonesia yang
tidak terlalu terikat pada patokan. Dalam situasi formal seperti kuliah, seminar, dan pidato
kenegaraan hendaklah digunakan Bahasa Indonesia yang resmi dan formal yang selalu
memperhatikan norma bahasa.

Sedangkan bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai
dengan aturan atau kaidah bahasa Indonesia yang berlaku. Kaidah Bahasa itu meliputi kaidah
ejaan, kaidah pembentukan kata, kaidah penyusunan kalimat, kaidah penyusunan paragraf, dan
kaidah penataan penalaran. Jika kaidah ejaan digunakan dengan cermat, kaidah pembentukan
kata ditaati secara konsisten, pemakaian bahasa dikatakan benar. Sebaliknya jika kaidah-kaidah
bahasa kurang ditaati, pemakaian bahasa tersebut dianggap tidak benar atau tidak baku.
Dalam situasi apa digunakan yaitu pada situasi formal, penggunaan bahasa Indonesia yang benar
menjadi pilihan atau prioritas utama dalam berbahasa.

Ketaatan terhadap kaidah yang berlaku

Kriteria yang digunakan untuk melihat penggunaan bahasa yang baik dan benar adalah kaidah
bahasa dan kaidah itu sendiri meliputi 6 aspek diantaranya adalah : Tata bahasa (Kata dan
Kalimat), Kosakata,Ejaan;,Makna;, kelogisan, Dan Pada aspek tata bunyi.
TATA EJAAN BI

1. Pemakaian Huruf Kapital, Miring, dan Tebal


a. Huruf Kapital
1) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama awal kalimat. Misalnya:
1. Bagaimana caranya?
2. Kakek memetik mangga.
3. Saya harus rajin belajar.
2) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama orang, termasuk julukan.
Misalnya:
1. James Watt
2. James Prescott Joule
3. Dewi Sartika
4. Raja Dangdut
5. Bapak Pendidikan
6. Bapak Pramuka Indonesia
7. Teuku Umar
8. Diandra Aurelia

Catatan:

a. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang merupakan
nama jenis atau satuan ukuran. Misalnya:
1. 360 kelvin
2. 200 pascal
3. Bunga mawar
4. Kacang polong

b. Huruf kapital tidak dipakai untuk menuliskan huruf pertama kata yang bermakna
'anak dari', seperti bin, binti, boru, dan van, atau huruf pertama kata tugas.
Misalnya:
1. Ahmad Aldian bin Chandra
2. Aisyah binti Abu Bakar
3. Kahiyang Ayu boru Siregar
4. Hubertus Johannes van Mook

3) Huruf kapital dipakai pada awal kalimat dalam petikan langsung. Misalnya:
1. Ibu bertanya, “ Siapa yang menjemput adik?”
2. Dian mengingatkan adiknya, “Jangan lupa sarapan ya, Dik!”
3. “Kakak lulus dengan nilai terbaik,” katanya.
4. Nenek berkata, “Jangan suka jajan sembarangan.”

4.) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap kata nama agama, kitab suci,
dan Tuhan, termasuk sebutan dan kata ganti untuk Tuhan. Misalnya:
1. Pemerintah Republik Indonesia secara resmi mengakui enam agama, yaitu
Islam, Buddha, Hindu, Protestan, Katolik, dan Konghucu
2. Kitab suci agama Buddha adalah Tripitaka
3. Allah akan menjaga hamba-Nya yang beriman
4. Ya, Tuhan, berilah petunjuk pada hamba-Mu

5.) a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama gelar kehormatan,
keturunan, keagamaan, atau akademik yang diikuti nama orang, termasuk gelar
akademik yang mengikuti nama orang. Misalnya:
1. Pangeran Diponegoro
2. Sultan Hasanudin
3. Haji Ahmad Rifai
4. Nabi Musa
5. Syekh Abdul Fattah Rawa
6. Professor Yohanes Surya
7. Anggia Nur Fadhilah, Ahli Madya Kebidanan
8. Ardian Kusuma, Sarjana Akuntansi

b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama gelar kehormatan,
keturunan, keagamaan, profesi, serta nama jabatan dan kepangkatan yang dipakai
sebagai sapaan. Misalnya:

1. Sehat selalu, Baginda


2. Selamat pagi, Panglima
3. Terima kasih, Direktur
4. Apa kabar, Ustaz
5. Terima kasih, Dokter
6.) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang
diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu,
nama instansi, atau nama tempat. Misalnya:
1. Gubernur Lampung
2. Walikota Bandar Lampung
3. Profesor Supomo
4. Sekertaris Jendral Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
5. Direktur Poltekkes Tanjungkarang
6. Letnan Kolonel Untung Sutopo
7. Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan

7.) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan
bahasa. Misalnya:
1. bangsa Singapura
2. suku Lampung
3. bahasa Jawa

Catatan:

Nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar kata
turunan tidak ditulis dengan huruf awal kapital. Misalnya:

1. Gaya berpakaiannya kekorea-koreaan


2. Menginggriskan kata-kata
3. Icha berbicara sedikit kejawa-jawaan

8.) a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, dan hari
besar atau hari raya. Misalnya:
1. tahun Masehi
2. bulan Desember
3. bulan Ramadhan
4. hari Raya Idul Fitri
5. hari Waisak
6. hari Minggu

8.) b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama peristiwa sejarah.
Misalnya:

1. Konferensi Meja Bundar


2. Peristiwa Bandung Lautan Api
3. Perundingan Roem Royen
4. Peristiwa Rengasdengklok

Catatan:

Huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak dipakai sebagai nama tidak ditulis
dengan huruf kapital. Misalnya:

1. Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia.


2. Perlombaan senjata membawa risiko pecahnya perang dunia.

9.) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi. Misalnya:
1. Lampung
2. Asia Tenggara
3. Pulau Miangas
4. Dataran Tinggi
5. Selat Sunda
6. Asia Selatan
7. Gunung Rinjani
8. Jalan Malioboro
9. Sungai Kapuas

Catatan:

a. Huruf pertama nama geografi yang bukan nama diri tidak ditulis dengan
huruf kapital.
1. Berlayar ke teluk mandi di sungai
2. Menyebrangi selat berenang dindanau
3. Para wisatawan mendaki gunung
4. Banyak orang yang masih mencuci di sungai

b. Huruf pertama nama diri geografi yang dipakai sebagai nama jenis tidak
ditulis dengan huruf kapital. Misalnya:
1. jeruk bali
2. nangka belanda
3. petai cina
4. talas bogor
5. gula jawa
6. apel malang
7. pisang ambon
8. kunci inggris

Nama yang disertai nama geografi dan merupakan nama jenis dapat
dikontraskan atau disejajarkan dengan nama jenis lain dalam kelompoknya.
Misalnya:

1. Kita mengenal beberapa gula, seperti gula jaw, gula pasir, gula tebu, gula
aren, dan gula anggur.
2. Ada beberapa jenis pisang, yaitu pisang ambon, pisang kapok, pisang
raja, dan lain-lain
3. Kita mengenal beberapa jenis jeruk, yaitu jeruk bali, jeruk nipis, jeruk
mandarin, dan lain-lain

Contoh berikut bukan nama jenis:

1. Dia mengoleksi batik Cirebom, batik Pekalongan, batik Solo, batik


Yogyakarta, dan batik Madura
2. Para penari menghafalkan tarian Lampung, tarian Aceh, dan tarian Bali
3. Minggu depan akan ditayangkan film Indonesia, film Korea, dan film
Thailand
10.) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur
bentuk ulang sempurna) dalam nama negara, lembaga, badan, organisasi, atau
dokumen, kecuali kata tugas, seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk. Misalnya:
1. Republik Ceko
2. Dewan Perwakilan Rakyat
3. Komisi Yudisial
4. Ikatan Bidan Indonesia
5. Perserikatan Bangsa-Bangsa
6. Himpunan Mahasiswa Jurusan
7. Republik Rakyat Tiongkok

11.) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap kata (termasuk unsur kata
ulang sempurna) di dalam judul buku, karangan, artikel, dan makalah serta nama
majalah dan surat kabar, kecuali kata tugas, seperti di, ke, dari, dan, yang, dan
untuk, yang tidak terletak pada posisi awal. Misalnya:
1. Dia agen surat kabar Sinar Pembangunan
2. Tulisan itu dimuat dalam majalah Bahasa dan Sastra
3. Kami menyajikan makalah “Tata Ejaan Bahasa Indonesia”
4. Dia telah membaca buku Habis Gelap Terbitlah Terang
5. Mahasiswa membuat artikel Pengaruh Olahraga untuk Kesehatan Tubuh

12.)Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat,
atau sapaan. Misalnya:
1. S. E : Sarjana Ekonomi
2. S.H.I : Sarjana Hukum Islam
3. K.H : kiai haji
4. Hj. : hajah
5. R.A. : raden ajeng
6. Dg. : daeng
7. Dt. : datuk
8. A.Md.Keb : Ahli Madya Kebidanan
9. S.Keb : Sarjana Kebidanan
10. Tn. : Tuan
11. Ny. : Nyonya
12. Ipda : Inspektur Polisi Dua

13.)Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan


kekerabatan, seperti bapak, ibu, kakak, adik, dan paman, serta kata atau ungkapan
lain yang dipakai dalam penyapaan atau pengacuan. Misalnya:
1. “Dimana Bapak sekarang?” Tanya Mila.
2. “Ayo makan Dik!” kata orang itu.
3. Paket Saudara telah kami terima dalam kondisi baik.
4. “Lisa, Paman besok akan mengunjungi kita.” kata Lusi.
5. “Minum jus apa, Kak?”

Catatan:

a. Istilah kekerabatan berikut bukan merupakan penyapaan atau pengacuan.


Misalnya:
1. Kita harus menghormati ibu dan bapak kita.
2. Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.
b. Kata ganti Anda ditulis dengan huruf awal kapital. Misalnya:
1. Sudahkah Anda tahu?
2. Siapa nama Anda?
3. Bagaimana kabar keluarga Anda?
4. Mengapa Anda tidak ikut bekerja?

b. Huruf Miring
1.) Huruf miring dipakai untuk menuliskan judul buku, nama majalah, atau nama
surat kabar yang dikutip dalam tulisan, termasuk dalam daftar pustaka. Misalnya:
1. Rihana sudah merangkum buku Asuhan Kebidanan Kehamilan
2. Berita itu muncul dalam surat kabar Cakrawala
3. Pusat Bahasa.2011. Kampus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Edisi
Keempat (Cetakan Kedua).Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
4. Notoatmojo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta:
Rineka Cipta
5. Majalah Tempo berjudul Sang Dalang Perusak Bhinneka

2.) Huruf miring dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata,
kata, atau kelompok kata dalam kalimat. Misalnya:
1. Mahasiswa diminta untuk membuat kalimat dengan ungkapan anak emas
2. Huruf terakhir kata cepat adalah t
3. Dia tidak membantu tapi dibantu
4. Dia bukan mengajar, tetapi diajar
5. Buatlah kalimat dengan menggunakan ungkapan tebal telinga

3.) Huruf miring dipakai untuk menuliskan kata atau ungkapan dalam bahasa daerah
atau bahasa asing. Misalnya:.
1. Makanan yang mengandung monosodium glutamate tidak baik untuk
kesehatan
2. Indonesia pernah mengalami kerja paksa, Romusha
3. Semut termasuk kelompok serangga yang merupakan anggota keluarga dari
Artropoda

Catatan:

1. Nama diri, seperti nama orang, lembaga, atau organisasi, dalam bahasa asing
atau bahasa daerah tidak ditulis dengan huruf miring.
2. Dalam naskah tulisan tangan atau mesin tik (bukan komputer), bagian yang
akan dicetak miring ditandai dengan garis bawah.
3. Kalimat atau teks berbahasa asing atau berbahasa daerah yang dikutip secara
langsung dalam teks berbahasa Indonesia ditulis dengan huruf miring.

c. Huruf Tebal
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “tebal” bermakna berjarak lebih besar.
Huruf tebal dapat diartikan huruf yang dituliskan dengan jarak yang lebih besar daripada huruf
pada umumnya. Huruf tebal terlihat lebih besar jika dibandingkan dengan huruf yang biasa.

Istilah huruf tebal digunakan untuk huruf yang dicetak tebal. Dalam cetakan komputer,
penulisan huruf tebal lebih mudah dilakukan karena ada ikon “Bold”. Akan tetapi dalam ketikan
manual atau tulisan tangan, huruf tebal ditandai dengan garis bawah ganda pada kata yang
dimaksud.

Dalam bahasa Indonesia, tata cara penulisan juga sangat diperhatikan. Tata cara
penulisan sangat penting karena makna yang ditimbulkan akan berbeda jika menggunakan tata
cara penulisan yang salah. Oleh karena itu pemerintah, khususnya kementerian pendidikan,
menyusun pedoman tentang tata tulis dalam bahasa Indonesia. Tata tulis ini ditujukan agar
adanya keseragaman dalam penulisan, yang bahasan ini tentunya tentang penggunaan huruf
tebal.

Pada mulanya penggunaan huruf tebal diatur sesuai Peraturan Menteri Pendidikan
Republik Indonesia No.46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan. Akan tetapi belum lama ini telah disusun pedoman ejaan yang telah
diperbaharui. Pedoman tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Republik
Indonesia No.50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Secara ringkas
namun lengkap, beberapa pedoman dalam penulisan huruf tebal adalah:

Huruf Tebal dalam Laporan atau Karya Ilmiah

Penggunaan huruf tebal dalam laporan atau karya ilmiah digunakan untuk menuliskan
judul buku, bab, bagian bab, daftar isi, daftar tabel, daftar lambang/ simbol, daftar pustaka,
indeks, dan lampiran.

Contoh:

Judul :

Implementasi Algoritma Bco (Bee Colony Optimization) Dalam Penyelesaian Traveling


Salesman Problem
Bab :

BAB I PENDAHULUAN

BAB II DASAR TEORI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV PEMBAHASAN

BAB V PENUTUP

Bagian Bab :

1. Algoritma
a. Dasar Algoritma
b. Penyajian Algoritma
2. Graf
a. Dasar – dasar Graf
b. Keterhubungan (Connectivity)
3. Traveling salesman problem
4. Algoritma Optimasi

Daftar dan lampiran:

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR SIMBOL

DAFTAR PUSTAKA

INDEKS
LAMPIRAN

Huruf Tebal dalam Cetakan Kamus

Penggunaan huruf tebal dalam cetakan kamus berfungsi untuk menuliskan lema dan sublema.
Selain itu, huruf tebal ditujukan untuk menuliskan lambang bilangan yang menyatakan polisemi.
Polisemi adalah suatu kata yang bermakna lebih dari satu.

Contoh:

(contoh berikut diambil dari Kamus Besar Bahasa Indonesia)

Pakai v cak 1 mengenakan; ber-…: pelajar SLTP – seragam putih biru; 2 dibubuhi
dengan …; diberi ber-…; dengan: satu gelas es teh – gula;

Memakai v 1 mengenakan: ~ baju kebaya; ~ pending emas; ~ jas hujan; 2 menggunakan;


mempergunakan (dalam arti yang luas): ~ huruf Braille; 3 mematuhi; mengindahkan: ~ aturan
permainan; 4 memerlukan; menghabiskan: pembangunan gedung itu ~ biaya yang besar; 5 naik;
menumpang: ~ pesawat terbang; 6 mempekerjakan: ia ~ dua orang pembantu; 7 mengikuti:
penduduk daerah itu masih ~ adat lama;

Tangisan n 1 tangis; perihal (perbuatan) menangis: hatinya tersayat mendengar ~


anaknya; 2 sesuatu yang ditangisi: apakah gerangan makna ~ anak itu?;buah ~ beruk, pb gadis
cantik yang menjadi idaman anak bujang

Huruf Tebal pada Kata yang Ditulis Miring

Pada kata yang telah ditulis miring, huruf tebal dapat digunakan. Perhatikan contoh
berikut:

Arti kata et pada ungkapan divide et impera adalah ‘dan’.

Suku kata logi pada kata psikologi menunjukkan suatu keilmuan yang dipelajari, dalam hal ini
berhubungan dengan perilaku kejiwaan manusia.

Kata adenium pada nama ilmiah kamboja yaitu adenium obseum menunjukkan genus.

Huruf Tebal Tidak Dipakai untuk Penegasan Huruf atau Kata Tertentu
Penegasan atau pengkhususan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata tidak
menggunakan huruf tebal melainkan huruf miring.

Penggunaan huruf tebal dan huruf miring sering terbalik. Kata yang seharusnya di tulis
menggunakan huruf tebal terkadang ditulis dengan huruf miring. Begitu juga sebaliknya, kata
yang seharusnya di tulis menggunakan huruf miring terkadang ditulis dengan huruf tebal. Atau
terkadang malah tidak ditulis baik menggunakan huruf tebal maupun huruf miring. Oleh karena
itu, memahami cara penulisan yang benar dalam bahasa Indonesia sangatlah diperlukan.

2. Penulisan singkatan dan akronim; penulisan angka dan bilangan

a. Singkatan dan Akronim


1.) Singkatan nama orang, gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti dengan tanda titik
pada setiap unsur singkatan itu. Misalnya:
1. SE : Sarjana Ekonomi
2. S.Sos. : Sarjana Sosial
3. S.Kom. : Sarjana Komunikasi
4. S.K.M : Sarjana Kesehatan Masyarakat
5. S.Psi. : Sarjana Psikologi
6. S.Tr.Keb : Sarjanan Terapan Kebidanan
7. Kol. Darmawati : Kolonel Darmawati

2.) a. Singkatan yang terdiri atas huruf awal setiap kata nama lembaga pemerintah dan
ketatanegaraan, lembaga pendidikan, badan atau organisasi, serta nama dokumen
resmi ditulis dengan huruf kapital tanpa tanda titik. Misalnya:
1. PBB :Perserikatan Bangsa-Bangsa
2. WHO ;Organisasi Kesehatan Dunia
3. PGRI :Persatuan Guru Republik Indonesia
4. KPAI : Komisi Perlindungan Anak Indonesia
5. RUU : Rancangan Undang-Undang
6. NKRI :Negara Kesatuan Republik Indonesia
7. UI :Universitas Indonesia
8. KUHP :Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

b. Singkatan yang terdiri atas huruf awal setiap kata yang bukan nama diri ditulis
dengan huruf kapital tanpa tanda titik. Misalnya:
1. NIM : Nomor Induk Mahasiswa
2. NIP : Nomor Induk Pegawai
3. KTP : Kartu Tanda Penduduk
4. SIM : Surat Izin Mengemudi
5. STNK : Surat Tanda Nomor Kendaraan
6. KTM : Kartu Tanda Mahasiswa
7. SMA : Sekolah Menengah Atas
8. MAN : Madrasah Aliah Negeri
9. SD : Sekolah Dasar

3.) Singkatan yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti dengan tanda titik. Misalnya:
1. hlm. : halaman
2. dll. : dan lain-lain
3. dst. : dan seterusnya
4. sda. : sama dengan di atas
5. sdr. : saudara
6. dsb. : dan sebagai berikut
7. yth. : yang terhormat
8. dkk. : dan kawan-kawan
9. ybs. : yang bersangkutan
10. yth. : yang terhormat
11. ttd. : tertanda

4.) Singkatan yang terdiri atas dua huruf yang lazim dipakai dalam surat-menyurat
masing-masing diikuti oleh tanda titik. Misalnya:
1. a.n. : atas nama
2. d.a. : dengan alamat
3. u.b. : untuk beliau
4. u.p. : untuk perhatian
5. s.d. : sampai dengan

5.) Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak
diikuti tanda titik. Misalnya:
1. km : kilometer
2. mm : millimeter
3. dm : desimeter
4. cm : sentimeter
5. Cu : kuprum
6. Ca : kalsium
7. kVA : kilovolt-ampere
8. l : liter
9. kg : kilogram

6.) Akronim nama diri yang terdiri atas huruf awal setiap kata ditulis dengan huruf
kapital tanpa tanda titik. Misalnya:
1. LIPI : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
2. LAN : Lembaga Administrasi Negara
3. PASI : Persatuan Atletik Seluruh Indonesia
4. PRSI : Persatuan Renang Seluruh Indonesia
5. LKD : Lembaga Kemasyarakatan Desa
6. RISMA : Remaja Islam Masjid
7. BIN : Badan Intelijen Negara

7.) Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku
kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal kapital. Misalnya:
1. Unila : Universitas Lampung
2. Itera : Institut Teknologi Sumatera
3. Unpad : Universitas Padjadjaran
4. Kemenkes : Kementrian Kesehatan
5. Bulog : Badan Urusan Logistik
6. Bappenas : Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
7. Kowani : Kongres Wanita Indonesia
8. Kalteng : Kalimantan Tengah
9. Mabbim : Majelis Bahasa Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia
10. Suramadu : Surabaya Madura
11. Sulsel : Sulawesi Selatan
8.) Akronim bukan nama diri yang berupa gabungan huruf awal dan suku kata atau
gabungan suku kata ditulis dengan huruf kecil. Misalnya:
1. puskesmas : pusat kesehatan masyarakat
2. rapim : rapat pimpinan
3. rudal : peluru kendali
4. jurdil : jujur dan adil
5. lakalantas : kecelakaan lalu lintas
6. toserba : toko serbaada
7. ipte : ilmu pengetahuan dan teknologi
8. pemilu : pemilihan umum

b. Angka dan Lambang Bilangan


Angka Arab atau angka Romawi lazim dipakai sebagai lambang bilangan atau nomor.
a. Angka Arab: 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
b. Angka Romawi: I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C (100), D (500), M
(1.000), V̄ (5.000), M̄ (1.000.000)

1.) Bilangan dalam teks yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan
huruf, kecuali jika dipakai secara berurutan seperti dalam perincian. Misalnya:
1. Dia membeli mangga sampai tiga kali
2. Kami membeli makanan lebih dari empat jenis
3. Kendaraan yang dipesan untuk angkutan umum terdiri atas 50 bus, 115 minibus,
300 sedan.
4. Diantara 55 anggota yang hadir, 37 orang setuju, 15 orang tidak setuju, 3 orang
abstain
5. Di sebuah keranjang terdapat beberapa buah, 12 buah apel, 9 buah jeruk, dan 2
buah semangka

2.) Bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Misalnya:


1. Lima puluh siswa teladan mendapat beasiswa dari pemerintah daerah.
2. Tiga orang pemenang undian motor wajib membayar pajak
3. Empat orang peserta lomba berhasil masuk tahap selanjutnya
4. Dua buah senjata tajam diamankan polisi

Catatan: Penulisan berikut dihindari:

1. 50 siswa teladan mendapat beasiswa dari pemerintah daerah.


2. 3 orang pemenang undian motor wajib membayar pajak
3. 4 orang orang peserta lomba berhasil masuk tahap selanjutnya
4. 2 buah senjata tajam diamankan polisi

Apabila bilangan pada awal kalimat tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata,
susunan kalimatnya diubah. Misalnya:

1. Panitia mengundang 250 orang peserta.


2. Di lemari itu tersimpan 25 naskah kuno.

Catatan: Penulisan berikut dihindari:


1. 250 orang peserta diundang panitia.
2. 25 naskah kuno tersimpan di lemari itu

3.) Angka yang menunjukkan bilangan besar dapat ditulis sebagian dengan huruf supaya
lebih mudah dibaca. Misalnya:
1. Dia mendapatkan bantuan 250 juta rupiah untuk mengembangkan usahanya.
2. Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 550 miliar rupiah.
3. Dia memperoleh gaji sebesar 900 ribu rupiah setiap bulannya.
4. Tabungan nya sudah mencapai 15 juta rupiah
5. Proyek pemberdayaan ekonomi rakyat itu memerlukan biaya Rp10 triliun.

4.) Angka dipakai untuk menyatakan (a) ukuran panjang, berat, luas, isi, dan waktu serta
(b) nilai uang. Misalnya:
1. 2 tahun 6 bulan 5 hari
2. 1 jam 20 menit
3. 15 mililiter
4. Rp20.000,00
5. 0,5 sentimeter
6. 5 kilogram
7. 4 hektare
8. 10 liter
9. US$3,50
10. £5,10
11. ¥100

5.) Angka dipakai untuk menomori alamat, seperti jalan, rumah, apartemen, atau kamar.
Misalnya:
1. Jalan Kepodang No.1
2. Hotel Amelia, Kamar 5
3. Gedung Samuddra, Lantai II, Ruang 201

6.) Angka dipakai untuk menomori bagian karangan atau ayat kitab suci. Misalnya:
1. Surah yasin: 15
2. Markus 16:15-16
3. Bab VI, halaman 51

7.) Penulisan bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut.


1. Bilangan Utuh
1.) lima belas (15)
2.) empat puluh (40)
3.) dua ratus (200)
4.) tiga ribu (3.000)
2. Bilangan Pecahan
1.) dua perempat (2/4)
2.) lima satu-pertiga (5 1/3)
3.) dua belas persen (12%)
4.) satu permil (10/00)

8.) Penulisan bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut. Misalnya:
1. abad XIX
2. abad ke-21
3. abad kelima belas

9.) Penulisan angka yang mendapat akhiran -an dilakukan dengan cara berikut. Misalnya:
1. tujuh lembar uang 10.000-an (tujuh lembar uang sepuluh ribuan)
2. tahun 2000-an (tahun dua ribuan)

10.) Penulisan bilangan dengan angka dan huruf sekaligus dilakukan dalam peraturan
perundang-undangan, akta, dan kuitansi. Misalnya:

1. Setiap orang yang menyebarkan atau mengedarkan rupiah tiruan, sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama
1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah).
2. Telah diterima uang sebanyak Rp3.950.000,00 (tiga juta sembilan ratus lima
puluh ribu rupiah) untuk pembayaran satu unit handphone.

11.)Penulisan bilangan yang dilambangkan dengan angka dan diikuti huruf dilakukan
seperti berikut. Misalnya:
1. Bukti pembelian barang seharga Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) harus
dilampirkan pada laporan pertanggungjawaban.
2. Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp700.500,00 (tujuh ratus ribu lima
ratus rupiah).

12.) Bilangan yang digunakan sebagai unsur nama geografi ditulis dengan huruf.
Misalnya:

1. Kelapadua
2. Tigaraksa
3. Kotonanampek
4. Simpanglima
5. Sukaramedua

3. Pemakaian Tanda Baca

a. Tanda Baca Titik

1) Tanda titik dipakai pada akhir kalimat pernyataan.


Misalnya:

a) Mereka duduk di sana.


b) Dia akan datang pada pertemuan itu.

2) Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau
daftar.
Misalnya:

1. Kondisi Kebahasaan di Indonesia


1) Bahasa Indonesia
      1. Kedudukan
      2. Fungsi
2) Bahasa Daerah
      1. Kedudukan
      2. Fungsi
3) Bahasa Asing
      1. Kedudukan
      2. Fungsi

1. Patokan Umum
1.1 Isi Karangan
1.2 Ilustrasi
1.2.1 Gambar Tangan

Catatan:

1. Tanda titik tidak dipakai pada angka atau huruf yang sudah bertanda kurung dalam suatu
perincian.

Misalnya:

Bahasa Indonesia berkedudukan sebagai

Bahasa nasional yang berfungsi, antara lain,


a) lambang kebanggaan nasional,
b) identitas nasional, dan
c) alat pemersatu bangsa;

2. Tanda titik tidak dipakai pada akhir penomoran digital yang lebih dari satu angka (seperti
pada Misalnya III.A.2.b).

3. Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau angka terakhir dalam penomoran deret
digital yang lebih dari satu angka dalam judul tabel, bagan, grafik, atau gambar.

Misalnya:

1) Tabel 1 Kondisi Kebahasaan di Indonesia


2) Tabel 1.1 Kondisi Bahasa Daerah di Indonesia
3) Bagan 2 Struktur Organisasi
4) Bagan 2.1 Bagian Umum
5) Grafik 4 Sikap Masyarakat Perkotaan terhadap Bahasa Indonesia
6) Grafik 4.1 Sikap Masyarakat Berdasarkan Usia
7) Gambar 1 Gedung Cakrawala
8) Gambar 1.1 Ruang Rapat

4. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan
waktu atau jangka waktu.
Misalnya:

1) pukul 01.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik atau pukul 1, 35 menit, 20 detik)
2) 01.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
3) 00.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
4) 00.00.30 jam (30 detik)

5. Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka di antara nama penulis, tahun, judul tulisan
(yang tidak berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru), dan tempat terbit.
Misalnya:

1) Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Peta Bahasa di Negara


Kesatuan Republik Indonesia. Jakarta.
2) Moeliono, Anton M. 1989. Kembara Bahasa. Jakarta: Gramedia.

6. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang


menunjukkan jumlah.
Misalnya:

1) Indonesia memiliki lebih dari 13.000 pulau.


2) Penduduk kota itu lebih dari 7.000.000 orang.
3) Anggaran lembaga itu mencapai Rp225.000.000.000,00.
Catatan:

Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak
menunjukkan jumlah.

Misalnya:

1) Dia lahir pada tahun 1956 di Bandung.


2) Kata sila terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat
Bahasa halaman 1305.
3) Nomor rekening panitia seminar adalah 0015645678.

Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan, ilustrasi,
atau tabel.

Misalnya:

1) Acara Kunjungan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan


2) Bentuk dan Kedaulatan (Bab I UUD 1945)
3) Gambar 3 Alat Ucap Manusia
4) Tabel 5 Sikap Bahasa Generasi Muda Berdasarkan Pendidikan

Tanda titik tidak dipakai di belakang (a) alamat penerima dan pengirim surat serta (b)
tanggal surat.

Misalnya:

1) Yth. Direktur Taman Ismail Marzuki


Jalan Cikini Raya No. 73
Menteng
Jakarta 10330
2) Yth. Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Jalan Daksinapati Barat IV
Rawamangun
Jakarta Timur
3) Indrawati, M.Hum.
Jalan Cempaka II No. 9
Jakarta Timur
4) 21 April 2013
5) Jakarta, 15 Mei 2013 (tanpa kop surat)

b. Tanda Koma

Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian atau


pembilangan.

Misalnya:

1) Telepon seluler, komputer, atau internet bukan barang asing lagi.


2) Buku, majalah, dan jurnal termasuk sumber kepustakaan.
3) Satu, dua, ... tiga!

Tanda koma dipakai sebelum kata penghubung, seperti tetapi, melainkan,


dan sedangkan, dalam kalimat majemuk (setara).

Misalnya:

1) Saya ingin membeli kamera, tetapi uang saya belum cukup.


2) Ini bukan milik saya, melainkan milik ayah saya.
3) Dia membaca cerita pendek, sedangkan adiknya melukis panorama.

Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat yang mendahului induk
kalimatnya.

Misalnya:

1) Kalau diundang, saya akan datang.


2) Karena baik hati, dia mempunyai banyak teman.
3) Agar memiliki wawasan yang luas, kita harus banyak membaca buku.

Catatan: Tanda koma tidak dipakai jika induk kalimat mendahului anak kalimat.

Misalnya:

1) Saya akan datang kalau diundang.


2) Dia mempunyai banyak teman karena baik hati.
3) Kita harus banyak membaca buku agar memiliki wawasan yang luas.

3. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat, seperti
oleh karena itu, jadi, dengan demikian, sehubungan dengan itu, dan meskipun demikian.

Misalnya:

1) Mahasiswa itu rajin dan pandai. Oleh karena itu, dia memperoleh beasiswa belajar
di luar negeri.
2) Anak itu memang rajin membaca sejak kecil. Jadi, wajar kalau dia menjadi bintang
pelajar
3) Orang tuanya kurang mampu. Meskipun demikian, anak-anaknya berhasil menjadi
sarjana.

2. Tanda koma dipakai sebelum dan/atau sesudah kata seru, seperti o, ya, wah, aduh,


atau hai, dan kata yang dipakai sebagai sapaan, seperti Bu, Dik, atau Nak.

Misalnya:

1) O, begitu?
2) Wah, bukan main!
3) Hati-hati, ya, jalannya licin!
4) Nak, kapan selesai kuliahmu?
5) Siapa namamu, Dik?
6) Dia baik sekali, Bu.
Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam
kalimat.

Misalnya:

1) Kata nenek saya, "Kita harus berbagi dalam hidup ini."


2) "Kita harus berbagi dalam hidup ini," kata nenek saya, "karena manusia adalah
makhluk sosial."

Catatan: Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung yang berupa


kalimat tanya, kalimat perintah, atau kalimat seru dari bagian lain yang mengikutinya.

Misalnya:

1) "Di mana Saudara tinggal?" tanya Pak Lurah.


2) "Masuk ke dalam kelas sekarang!" perintahnya.
3) "Wow, indahnya pantai ini!" seru wisatawan itu.

3. Tanda koma dipakai di antara (a) nama dan alamat, (b) bagian-bagian alamat, (c) tempat
dan tanggal, serta (d) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.

Misalnya:

1) Sdr. Abdullah, Jalan Kayumanis III/18, Kelurahan Kayumanis, Kecamatan


Matraman, Jakarta 13130
2) Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan Salemba Raya 6, Jakarta
3) Surabaya, 10 Mei 1960
4) Tokyo, Jepang

4. Tanda koma dipakai untuk memisahkan bagian nama yang dibalik susunannya dalam
daftar pustaka.

Misalnya:

1) Gunawan, Ilham. 1984. Kamus Politik Internasional. Jakarta: Restu Agung.


2) Halim, Amran (Ed.) 1976. Politik Bahasa Nasional. Jilid 1. Jakarta: Pusat Bahasa.
3) Tulalessy, D. dkk. 2005. Pengembangan Potensi Wisata Bahari di Wilayah
Indonesia Timur. Ambon: Mutiara Beta.

5. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki atau catatan akhir.

Misalnya:

1) Sutan Takdir Alisjahbana, Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia, Jilid 2 (Jakarta:


Pustaka Rakyat, 1950), hlm. 25.
2) Hadikusuma Hilman, Ensiklopedi Hukum Adat dan Adat Budaya
Indonesia (Bandung: Alumni, 1977), hlm. 12.
3) W.J.S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang-mengarang (Jogjakarta:
UP Indonesia, 1967), hlm. 4.

6. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan singkatan gelar akademis yang
mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.

Misalnya:

1) B. Ratulangi, S.E.
2) Ny. Khadijah, M.A.
3) Bambang Irawan, M.Hum.
4) Siti Aminah, S.H., M.H.

Catatan: Bandingkan Siti Khadijah, M.A. dengan Siti Khadijah M.A. (Siti Khadijah Mas


Agung).

7. Tanda koma dipakai sebelum angka desimal atau di antara rupiah dan sen yang
dinyatakan dengan angka.

Misalnya:

1) 12,5 m
2) 27,3 kg
3) Rp500,50
4) Rp750,00

8. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan atau keterangan aposisi.

Misalnya:

1) Di daerah kami, misalnya, masih banyak bahan tambang yang belum diolah.


2) Semua siswa, baik laki-laki maupun perempuan, harus mengikuti latihan paduan
suara.
3) Soekarno, Presiden I RI, merupakan salah seorang pendiri Gerakan Nonblok.
4) Pejabat yang bertanggung jawab, sebagaimana dimaksud pada ayat (3), wajib
menindaklanjuti laporan dalam waktu paling lama tujuh hari.

Bandingkan dengan keterangan pewatas yang pemakaiannya tidak diapit tanda koma!

1) Siswa yang lulus dengan nilai tinggi akan diterima di perguruan tinggi itu tanpa
melalui tes.

9. Tanda koma dapat dipakai di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat


untuk menghindari salah baca/salah pengertian.

Misalnya:

1) Dalam pengembangan bahasa, kita dapat memanfaatkan bahasa daerah.


2) Atas perhatian Saudara, kami ucapkan terima kasih.

Bandingkan dengan:

1) Dalam pengembangan bahasa kita dapat memanfaatkan bahasa daerah.


2) Atas perhatian Saudara kami ucapkan terima kasih.

c. Tanda Titik Dua (:)


Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap yang diikuti
pemerincian atau penjelasan.

Misalnya:

1) Mereka memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja, dan lemari.


2) Hanya ada dua pilihan bagi para pejuang kemerdekaan: hidup atau mati.

Tanda titik dua tidak dipakai jika perincian atau penjelasan itu merupakan pelengkap
yang mengakhiri pernyataan.

Misalnya:

1) Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.


2) Tahap penelitian yang harus dilakukan meliputi
a. persiapan,
b. pengumpulan data,
c. pengolahan data, dan
d. pelaporan.

Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.

Misalnya:

1) Ketua : Ahmad Wijaya


Sekretaris : Siti Aryani
Bendahara : Aulia Arimbi
2) Narasumber : Prof. Dr. Rahmat Effendi
Pemandu : Abdul Gani, M.Hum.
Pencatat : Sri Astuti Amelia, S.Pd.

1. Tanda titik dua dipakai dalam naskah drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku
dalam percakapan.

Misalnya:
1) Ibu : "Bawa koper ini, Nak!"
Amir : "Baik, Bu."
Ibu : "Jangan lupa, letakkan baik-baik!"

2. Tanda titik dua dipakai di antara (a) jilid atau nomor dan halaman, (b) surah dan ayat
dalam kitab suci, (c) judul dan anak judul suatu karangan, serta (d) nama kota dan
penerbit dalam daftar pustaka.

Misalnya:

1) Horison, XLIII, No. 8/2008: 8


2) Surah Albaqarah: 2—5
3) Matius 2: 1—3
4) Dari Pemburu ke Terapeutik: Antologi Cerpen Nusantara
5) Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta: Pusat Bahasa.

4. Penulisan Kata dan Pemeggalan Suku Kata


Jika di tengah kata terdapat huruf vokal yang berurutan, pemenggalannya dilakukan di
antara kedua huruf vokal itu.
Misalnya:
a. ma-in
b. ni-at
c. sa-at
Huruf diftong ai, au, ei, dan oi tidak dipenggal.
Misalnya:
a. pan-dai
b. au-la
c. sau-da-ra
d. sur-vei
e. am-boi
Jika di tengah kata dasar terdapat huruf konsonan (termasuk gabungan huruf konsonan) di antara
dua huruf vokal, pemenggalannya dilakukan sebelum huruf konsonan itu.
Misalnya:
a. ba-pak
b. la-wan
c. de-ngan
d. ke-nyang
e. mu-ta-khir
f. mu-sya-wa-rah
Jika di tengah kata dasar terdapat dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalannya
dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu.
Misalnya:
a. Ap-ril
b. cap-lok
c. makh-luk
d. man-di
e. sang-gup
f. som-bong
g. swas-ta
Jika di tengah kata dasar terdapat tiga huruf konsonan atau lebih yang masing- masing
melambangkan satu bunyi, pemenggalannya dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama
dan huruf konsonan yang kedua.
Misalnya:
a. ul-tra
b. in-fra
c. ben-trok
d. in-stru-men
Catatan: Gabungan huruf konsonan yang melambangkan satu bunyi tidak dipenggal.
Misalnya:
a. bang-krut
b. bang-sa
c. ba-nyak
d. ikh-las
e. kong-res
f. makh-luk
g. masy-hur
h. sang-gup

TATA KATA BAHASA INDONESIA

Tata dalam kamus besar Bahasa Indonesia adalah kaidah, aturan, dan susunan; cara
menyusun; system (biasanya digunakan dalam kata majemuk).
Kata atau ayat adalah suatu unit dari suatu bahasa yang mengandung arti dan terdiri dari
satu atau lebih morfem contohnya : kebun, lihat, anak. Kata adalah merupakan bahasa
terkecil yang dapat berdiri sendiri. Umumnya kata terdiri dari satu akar kata tanpa atau
dengan beberapa afiks. Gabungan kata-kata dapat membentuk frasa, klausa, atau kalimat.
Tata kata adalah kaidah penyusunan huruf sehingga menjadi kalimat yang baik dan benar
dan mempunyai arti sekaligus memenuhi persyaratan kebaikan dan kebenaran dengan ciri-
ciri mempunyai arti dan bisa dibentuk menjadi sebuah kalimat. Tata kata terbagi menjadi
beberapa diantaranya, Kata Dasar, Kata Turunan, Kata Ulang, Kata Penghubung dan lain-
lain.
1. Kata Dasar
Kata dasar (akar kata) adalah kata yang paling sederhana yang belum memiliki imbuhan,
juga dapat dikelompokkan sebagai bentuk asal tunggal dan bentuk dasar kompleks.
Umumnya kata dasar dalam bahasa Indonesia dan juga semua bahasa yang serumpu dengan
bahasa Indonesia terjadi dari dua suku kata. Dengan kata lain, kata dasar adalah kata yang
menjadi dasar awal  pembentukan kata yang lebih besar. Misalnya : rumah, lari, nasi, padi,
pikul, jalan, tidur, makan, duduk, pulang, tinggal, datang, minum, langkah, pindah, dan lain
– lain. Ia masih utuh, belum mengalami perubahan. Kata dasar menjadi dasar pembentukkan
kata berimbuhan atau kata jadian, kata ulang, dan kata majemuk.
·     1. Ciri-ciri kata dasar:
a. Satuan paling kecil dan mempunyai makna sendiri.
b. Merupakan Dasar dari pembentukan kata, baik itu kata yang memiliki imbuhan atau
yamg merupakan kata turunan..

2. Jenis-jenis kata dasar


a. Kata dasar bersuku satu: teh, oh , ya, wah
b. Kata dasar bersuku dua: mata, kamu, tiga, bunga

Kata dasar terdiri atas dua jenis, yaitu kata dasar tunggal dan kata dasar kompleks.
Kata dasar tunggal atau monomorfenis merupakan kata dasar yang hanya terdiri atas stu
morfem. Sementara itu, kata dasar kompleks adalah kata dasar yang mempunyai dua
morfem atau lebih. Kata dasar kompleks terjadi jika sebuah kata dasar mengalami
beberapa proses, seperti pemberian imbuhan atau menngalami reduplikasi (perulangan
kata).

Contoh Kata Dasar Tunggal:

1) Api
2) Air

Contoh Kata Dasar Kompleks:


1) Bersantai
2) Memakai

2. Kata Berimbuhan
Imbuhan atau afiks adalah bentuk (atau morfem) terikat yang dipakai untuk menurunkan
kata. Afiks atau imbuhan dibagi menjadi 4 yaitu: prefiks (awalan), sufiks (akhiran), infiks
(sisipan), dan konfiks (gabungan antara prefiks dan sufiks).
Jenis-jenis Imbuhan
a. Prefiks
Prefiks atau awalan adalah awalan yang ditempatkan di bagian muka suatu kata dasar.
Contoh morfem prefiks adalah ber-,meng-,,peng-,dan per-.
Contoh penggunaan :
Ber- : Annisa berjalan dengan hati-hati ketika menyebrangi jembatan yang rapuh

b. Sufiks
Sufiks atau akhiran adalah apabila morfem terikat digunakan di bagian belakang kata.
Contoh morfem : -an,-kan,dan –i.
Contoh penggunaan :
-kan : Berikan bungkusan ini pada bibi

c. infiks
Infiks atau sisipan adalah afiks yang di selipi di tengah kata dasar.
Contoh : -er-dan -el-.
Contoh penggunaan :
-er- : Gerigi pada kulit buah nangka terasa apabila diraba.

d. Konfiks
Konfiks adalah gabungan antara sufiks dan prefiks. Artinya gabungan antara imbuhan
depan dengan imbuhan akhiran yang terletak di belakang. Contoh morfennya ber-an.
Contoh penggunaan :
Ber-an : Tamu-tamu mulai berdatangan sejak siang tadi.
3. Kata Ulang
Pengulangan atau reduplikasi merupakan alat morfologi yang produktif di dalam
pembentukan kata. Pengulangan ini dapat di lakukan terhdap kata dasar, kata berimbuhan,
maupun kata gabung. Kata yang terbentuk sebagai hasil dari proses pengulangan ini bisa
dikenal dengan nama kata ulang.
Dilihat dari hasil pengulangan itu dapat dibedakan adanya empat macam kata ulang yaitu:
1.  Kata ulang murni adalah kata ulang yang bagianya pengulangannya sama dengan kata
dasar yang diulangnya.
Contoh: rumah-rumah (bentuk dasar: rumah)
makan-makan (bentuk dasar: makan)
cepat-cepat (bentuk dasar: cepat)

2.  Kata ulang berubah bunyi adalah kata ulang yang bagian perulangannya terdapat
perubahan bunyi, baik bunyi vokal maupun konsonan.
Contoh: perubahan vokal: bolak-balik
larak-lirik
tindak-tanduk
serba-serbi
perubahan konsona: sayur-mayur
lauk-pauk
ramah-tamah

3. Kata ulang sebagian, yaitu kata ulang yang pengulangannya hanya terjadi pada suku kata
awalnya saja dan disertai dengan penggantian vokal suku pertama itu dengan bunyi e pepet.
Contoh: leluhur (bentuk dasar: luhur)
lelaki (bentuk dasar: laki)
tetangga (bentuk dasr: tangga)

4.      Kata ulang berimbuhan, yaitu kata ulang yang disertai dengan pemberian imbuhan.
Menurut proses pembentukannya ada tiga macam kata ulang berimbuhan, yaitu:
a.       Sebuah kata dasar mula-mula diberi imbuhan, kemudian baru di ulang.
Umpamanya pada kata dasar atur, mula-mula diberi akhiran-an sehingga menjadi
aturan. Kemudian kata aturan diulang-ulang sehingga menjadi aturan-aturan.
b.      Sebuah kata dasar mula-mula diulang, kemudian baru diberi imbuhan. Umpamnya
kata lari mula-mula diulang-ulang sehingga menjadi lari-lari. Kemudian kata lari diberi
awalan ber- sehingga menjadi berlari-lari.
c.       Sebuah kata dasar diulang dan sekaligus Diberi imbuhan. Umpamanya pada kata
dasar hari sekaligus diulang dan diberi awalan ber- sehingga menjadi bentuk berhari-
hari.
Pengulangan kata berpungsi membentuk kata-kata tertentu yang sesuai untuk di
gunakan dalam satuan ajaran. Sedangkan makna yang didapat sebagai hasil proses
pengulangan itu, antara lain menyatakan:
1. jamak
2. janyak dan bermacam-macam
3. paling

4. Kata Majemuk
Kata majemuk merupakan gabungan dua atau lebih morfem atau kata dasar yang mengandung
satu makna atau pengertian baru. Kata-kata dalam kata majemuk tidak menonjolkan makna tiap
kata. Namun kelompok kata itu secara bersama-sama membentuk suatu arti atau makna baru.
Pemajemukan adalah proses pembentukan kata melalui penggabungan dua buah kata yang
menimbulkan suatu kata baru. sedangkan,pengertian proses pemajemukan kata menurut Tata
Baku Bahasa Indonesia (1988) yang menyatakan bahwa pemajemukan adalah proses
pembentukan kata melalui penggabungan morfem dengan kata, atau kata dengan kata  
yangmenimbulkan pengertian baru yang khusus.
Kata Majemuk memiliki ciri khas berikut:
 Gabungan kata – kata tersebut membentuk satu makna baru
 Gabungan kata – kata tersebut ke luar membentuk satu pusat yang fokus terhadap kesatuan
gabungan kata itu, bukan dimaknai dengan masing-masing bagian yang membentuknya.

Klasifikasi Kata Majemuk Berdasarkan Metode Penulisannya


Berdasarkan metode penulisannya, kata majemuk diklasifikasikan menjadi dua :

1. Kata Majemuk senyawa


Kata majemuk senyawa merupakan kata majemuk yang metode penulisannya disatukan atau
dirangkaikan. Seakan sudah melebur menjadi satu kata.
contohnya :
- hulubalang (gabungan morfem hulu dan balang)
- matahari (gabungan morferm mata dan hari)
2. Kata majemuk non-senyawa
Kata majemuk non-senyawa merupakan kata majemuk yang metode penulisan morfem
dasarnya tetap dipisah.
Contohnya :
- Sapu tangan (terbentuk dari morfem sapu dan morfem tangan)
- Kumis kucing (terbentuk dari morfem kumis dan morfem kucing)
- Cerdik pandai (terbentuk dari morfem cerdik dan morfem pandai)

Klasifikasi Kata Majemuk Berdasarkan Kelas atau Golongan Kata Pembentuknya

Berdasarkan kelas kata pembentuknya, kata majemuk diklasifikasikan menjadi :

a. Kata majemuk yang terbentuk dari kata benda (nomina) + kata benda (nomina)

Misalnya: anak emas, kapal udara, sapu tangan, kiri kanan, Air bah, Air bersih, Air liur, Air
mata, Air mineral, Air minum, Air pasang, Air payau, Air raksa, Air sadah, Air sebak, Air
seni, Air suci, air mineral, akta kelahiran, alam baka, alam semesta, anggota badan.

b. Kata majemuk yang terbentuk dari kata benda (nomina) + kata kerja (verba)

Misalnya: anak pungut, kapal terbang, meja makan, adi daya, akal budi, anak didik.

c. Kata majemuk yang terbentuk dari kata benda (nomina) + kata sifat (adjektiva)
Misalnya: rumah sakit, orang tua, pejabat tinggi, arus mudik, adem ayem, akal sehat, anak
haram, anak muda, arus balik.

d. Kata majemuk yang terbentuk dari kata sifat (adjektiva) + kata kerja (verba)

Misalnya: Salah guna, adil makmur.

e. Kata majemuk yang terbentuk dari kata sifat (ajektiva) + kata benda (nomina)

Misalnya : Ahli bahasa, Ahli bedah, ahli bumi, ahli hadis, ahli hukum, ahli ibadah, ahli kitab,
ahli negara, ahli nujum, ahli patung, ahli pikir, ahli purbakala, ahli sejarah, ahli sihir, ahli
suluk, ahli tafsir, ahli kubur, ahli waris.

f. Kata majemuk yang terbentuk dari kata sifat (adjektiva) + kata sifat (adjektiva)

Misalnya: cerdik pandai, tua muda, besar kecil, acuh tak acuh, adi daya.

g. Kata majemuk yang terbentuk dari kata kerja (verba) + kata kerja (verba)

Misalnya: maju mundur, naik turun, tinggi rendah, keluar masuk, pulang pergi, bolak balik,
pecah belah, sepak terjang, budi pekerti, tipu daya, akad nikah.

h. Kata majemuk yang terbentuk dari kata kerja (verba) + kata benda (nominal)

Misalnya : agenda rapat, Akad nikah, alih bahasa, angkat kaki

i. Kata majemuk yang terbentuk dari kata kerja (verba) + kata sifat (ajektiva)

Misalnya : Amar makruf

j. Kata majemuk yang terbentuk dari kata bilangan (numeralia) + kata benda (nomina)

Misalnya: dwiwarna, pancaindera, sapta marga, pra jabatan, paska bencana, pancasila,
Setengah abad

k. Kata majemuk yang berbentuk dari kata bilangan (numeralia) + kata kerja (verba)
Misalnya : satu padu, serba salah.

l. Kata majemuk yang terbentuk dari kata keterangan (adverbia) + kata benda (nominal)

Misalnya : abad keemasan, acap kali, alat dapur, alat ukur, aneka warna

Klasifikasi Kata Majemuk Ditinjau dari Segi Hubungan Kata Pembentuknya.

a. Berdasarkan hubungan kata pembentuknya kata majemuk dibedakan menjadi empat


meliputi : Kata majemuk yang kata pertamanya merupakan sebuah awalan (prefiks).

Misalnya: pra jabatan, pra sarana, pribumi, tanadil, prasejarah, swasembada,


miskomunikasi, swalayan, swadaya

b. Kata majemuk yang kata pertamanya menjadi pangkal kata.

Misalnya : kapal udara, rumah sakit, meja belajar.

TATA KALIMAT BAHASA INDONESIA

1. Konsep Dasar Kalimat


Kalimat memiliki beberapa pengertian, diantaranya:
1.      Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang
mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam kalimat, sekurang-kurangnya terdiri dari
subjek dan predikat.
2.      Kalimat adalah gabungan dari duah buah kata atau lebih yang menghasilkan suatu
pengertian dan pola intonasi akhir.
3.      Cook, Elson dan Picket berpendapat bahwa kalimat adalah satuan bahasa yang secara
relatif dapat berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi akhir dan terdiri dari klausa.
4.      Ramlan berpendapat bahwa kalimat adalah satuan gramatikal yang dibatasi oleh
adanya jeda panjang yang disertai nada akhir naik atau turun.
5.      Lado berpendapat bahwa kalimat adalah satuan terkecil dari ekspresi lengkap. 
Kalimat dapat dibagi-bagi berdasarkan jenis dan fungsinya, retorikanya, gramatikalnya.
Contohnya seperti kalimat lengkap, kalimat tidak lengkap, kalimat aktif, kalimat perintah,
kalimat majemuk, dan lain sebagainya.
Kalimat dalam ragam resmi, baik lisan maupun tertulis, harus memiliki subjek (S) dan
predikat (P). Kalau tidak memiliki unsir subjek dan unsur predikat, pernyataan itu bukanlah
kalimat. Dengan kata yang seperti itu hanya  dapat disebut sebagai frasa. Inilah yang
membedakan kalimat dengan frasa.
Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan yang
mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam wujud lisan kalimat diucapkan dengan suara naik
turun, dan keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir. Dalam wujud tulisan
berhuruf latin kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik(.), tanda
tanya (?) dan tanda seru (!).
Setiap kalimat memiliki unsur penyusun kalimat. Gabungan dari unsur-unsur kalimat akan
membentuk kalimat yang mengandung arti.

2. Unsur-Unsur Kalimat
Dalam setiap kalimat tentunya memiliki suatu unsur dalam penyusunan kalimatnya. Dari
gabungan unsur-unsur kalimat tersebut nantinya akan membentuk suatu kalimat yang memiliki
arti.
Adapun unsur-unsur dalam suatu kalimat seperti berikut ini:
1. Subjek/Subyek (S)
2. Predikat (P)

Ciri dan Contoh dari Masing Masing Unsur Kalimat


1. Subjek/Subyek (S)
Subjek adalah bagian kalimat yang menunjukan pelaku, sosok(benda), sesuatu hal, atau
masalah yang menjadi pangkal / pokok pembicaraan. Di dalam pola penulisan kalimat bahasa
Indonesia, pada umumnya subjek terletak sebelum predikat, kecuali jenis kalimat inversi. Pada
umumnya, subjek berwujud nomina. Maka perhatikan contoh berikut:
a. Mereka datang dari Bandung.
b. Justin Bieber merupakan penyanyi asal Canada.
c. Bambang pergi ke Spanyol.
Dari contoh kalimat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kata mereka, Justin Bieber,
dan Bambang merupakan Subjek.
Tak hanya itu, terdapat juga subjek yang bukan merupakan nomina. Maka perhatikan
contoh berikut:
a. Berwudhu harus dilakukan sebelum menjalankan sholat.
b. Delapan adalah sebuah angka.
c. Patah hati dapat dialami oleh semua orang.
Ciri-ciri subjek:
a. Menjawab pertanyaan “apa” atau “siapa”
b. Diikuti dengan kata “itu”

2. Predikat (P)
Predikat adalah bagian kalimat yang memberi tahu melakukan (tindakan) apa atau dalam
keadaan bagaimana subjek (pelaku). Sama halnya dengan subjek, predikat juga merupakan unsur
utama dalam suatu kalimat. Unsur yang dapat mengisi predikat dapat berupa kata, sebagai
contoh verba, adjektiva, atau nominal, numeral serta preposisional. Tak hanya itu, adapun frasa,
sebagai contoh frasa verbal, frasa adjektival, frasa nominal, frasa numeralia (bilangan).
Simak contoh kalimat sebagai berikut:
a. Gilang bermain gitar di lantai atas.
b. Setiawan memasak samyang.
c. Putra sedang melihat game online.
Dari contoh tersebut, maka kata bermain , memasak, dan melihat merupakan sebuah
predikat.
Ciri-ciri predikat:
a. Menjawab pertanyaan “mengapa” dan “bagaimana.
b. Bisa berupa kata “ialah” atau “adalah”.

3. Objek (O)
Objek adalah bagian kalimat yang melengkapi predikat yang berawalan meng- dan kata
benda itu dapat menjadi subjek dalam kalimat pasif. Objek bukan merupakan unsur wajib yang
harus ada di dalam sebuah kalimat. Letak objek biasanya terdapat setelah predikat dengan
kategori verbal transitif (kalimat aktif transitif) yang minimal memiliki tiga unsur utama (SPO).
Dalam kalimat aktif, objek akan berubah menjadi subjek jika kalimatnya dipasifkan. Sebaliknya,
objek yang ada dalam kalimat pasif akan menjadi subjek jika kalimatnya menjadi kalimat aktif.
Pada umumnya, objek berkategori nomina. Perhatikan contoh objek dalam suatu kalimat:
a. Laras bermain slime.
b. Zaidan membeli sebuah boneka.
c. Lele itu memakan pelet.
Dalam kalimat di atas, kata slime, sebuah boneka, dan pelet merupaan sebuah objek.
Ciri-ciri objek:
a. Berada di belakang predikat.
b. Dapat berubah menjadi subjek dalam kalimat pasif.
c. Tidak didahului dengan preposisi,
d. Diawali dengan kata “bahwa”

4. Pelengkap
Objek dan pelengkap mempunyai kesamaan. Dalam sebuah kaliam, keduanya memiliki
kesamaan yaitu: bersifat wajib ada sebab untuk melengkapi makna verba predikat kalimat,
menempati posisi dibelakang predikat serta tidak didahului preposisi. Perbedaan keduanya
terletak dalam kalimat pasif. Dalam kalimat pasif, pelengkap tidak menjadi subjek. Jika ada
objek dan juga pelengkap di dalam kalimat aktif, objeklah yang akan menjadi subjek kalimat
pasif, bukan pelengkap. Perhatikan contoh dari kalimat pelengkap:
a. Gilang selalu ingin berbuat baik.
b. Kaki Aji tersandung pintu.
c. Mukena itu terbuat dari sutra.
Ciri-ciri pelengkap:
a. Berada dibelakang kalimat.
b. Tidak didahului preposisi.
Ciri tersebut sama dengan objek. Hanya saja, objek berada langsung dibelakang kalimat,
sementara pelengkap masih bisa disisip dengan unsur lainnya, yakni objek. Contohnya ada pada
kalimat di bawah ini:
a. Anggi mengirimi Sri buku baru.
b. Mereka membelikan Ayahnya sepatu baru.
Kata buku baru dan sepatu baru berfungsi sebagai pelengkap serta tidak mendahului
predikat.

5. Keterangan (K)
Keterangan adalah bagian kalimat yang menerangkan berbagai hal tentang bagian kalimat
yang lainnya.Keterangan adalah sebuah unsur kalimat yang menjelaskan lebih lanjut mengenai
sesuatu yang tertera di dalam sebuah kalimat. Contohnya keterangan akan memberikan informasi
mengenai tempat, waktu, cara, sebab, dan juga tujuan. Keterangan dapat berwujud kata, frasa,
atau anak kalimat. Keterangan yang berwujud frasa ditandai dengan preposisi. Seperti: di, ke,
dari, dalam, pada, kepada, terhadap, tentang,oleh, dan untuk. Keterangan yang berwujud anak
kalimat ditandai dengan konjungsi (kata penghubung). Seperti: ketika, karena, meskipun,supaya,
jika, dan sehingga.
Ciri-ciri keterangan:
a. Bukan termasuk ke dalam Unsur Utama (tidak bersifat wajib seperti subjek, predikat,
objek dan pelengkap ).
b. Tidak terikat dengan posisi (mempunyai kebebasan tempat diawal/diakhir , atau
diantara subjek dan predikat).

Jenis Keterangan
Keterangan dapat dibedakan berdasarkan fungsi atau perannya di dalam suatu kalimat.
Simak ulasan di bawah:
a. Keterangan Waktu
Keterangan waktu dapat berwujud kata, frasa, atau anak kalimat. Keterangan waktu berupa
kata merupakan kata yang menyatakan waktu, contoh: kemarin, besok, sekarang, kini, lusa,
siang, dan juga malam. Keterangan waktu berupa frasa adalah untaian kata yang juga
menyatakan waktu, contoh: kemarin pagi, hari Senin, 7 Mei, dan juga minggu depan.
Sedangkan keterangan waktu berupa anak kalimat ditandai dengan adanya konjungtor yang
juga menyatakan waktu.
Contoh: setelah, sesudah, sebelum, saat, sesaat, sewaktu, dan ketika.
Contoh: Bulan depan akan diadakan cuti bersama.
b. Keterangan Tempat
Keterangan tempat berwujud frasa yang menyebutkan tempat dengan ditandai oleh
preposisi, contoh: di, pada, dan juga dalam.
Contoh: Justin Bieber akan mengadakan konser di New Zealand.
c. Keterangan Cara
Keterangan cara dapat berwujud kata ulang, frasa, atau anak kalimat yang menjelaskan
cara. Keterangan cara yang berwujud kata ulang adalah perulangan adjektiva.Ket erangan
cara yang berwujud frasa ditandai dengan kata “dengan” atau “secara”. Keterangan cara
yang berwujud anak kalimat ditandai dengan kata “dengan” dan “dalam”.
Contoh: Ibu memotong ikan dengan menggunakan pisau dapur.
d. Keterangan Sebab
Keterangan sebab berwujud frasa dan anak kalimat. Keterangan sebab yang berwujud frasa
ditandai dengan adanya kata “karena” atau “lantaran” yang diikuti dengan nomina atau
frasa nomina. Keterangan sebab yang berwujud anak kalimat ditandai dengan adanya
konjungtor “karena” atau “lantaran”.
Contoh: Bapak menyuruhku menjauhi Gilang karena tidak berperilaku baik.
e. Keterangan Tujuan
Keterangan tujuan dapat berupa frasa ataupun anak kalimat. Keterangan tujuan yang
berwujud frasa ditandai dengan kata “untuk” atau “demi”. Sementara keterangan tujuan
yang berupa anak kalimat ditandai dengan adanya konjungtor supaya, agar, dan untuk.
Contoh: Sebelum berangkat ke Jakarta, Gilang memeluk ibunya supaya hatinya tenang.
f. Keterangan Aposisi
Keterangan aposisi akan memberikan penjelasan nomina, contoh: subjek atau objek. Jika
ditulis, keterangan aposisi diapit dengan tanda koma, tanda pisah (–), atau tanda kurang.
Contoh: Dosen saya, Bapak Sudarso, terpilih menjadi dosen teladan.
g. Keterangan Tambahan
Keterangan tambahan akan memberikan penjelasan nomina (subjek ataupun objek. Namun
berbeda halnya dengan keterangan aposisi.
Keterangan aposisi bisa menggantikan unsur yang diterangkan. Sementara keterangan
tambahan tidak bisa menggantikan unsur yang diterangkan.
Contoh: Gilang, mahasiswa tingkat dua, mendapatkan beasiswa ke luar negeri.
h. Keterangan Pewatas
Keterangan pewatas ini akan memberikan pembatas antara nomina. Contoh: subjek,
predikat, objek, keterangan, dan juga pelengkap.
Jika keterangan tambahan bida dihilangkan, maka keterangan pewatas ini tidak dapat
dihilangkan.
Contoh: Mahasiswa yang mendapatkan IP tiga lebih akan mendapatkan beasiswa penuh.

2.1.3 Jenis-Jenis Kalimat


1.      Berdasarkan Pengucapan
Kalimat dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu :
a.      Kalimat langsung adalah kalimat yng secara cermat menirukan ucapan orang.
Kalimat langsung juga dapat diartikan kalimat yang memberikan bagaimana ucapan
dari orang lain (orang ketiga). Kalimat ini biasanya ditandai dengan tanda titik dua
(“...”) dan dapat berupa kalimat tanya atau kalimat perintah. Contoh : “saya sangat
terkejut” , kata ibu,”karna melihat ular”.
b.      Kalimat tak langsung adalah kalimat yang menceritakan kembali ucapan atau
perkataan orang lain. Kalimat tak langsung tidak ditandai dengan tana petik dua dan
sedahdirubah menjadi kalimat berita.
Contoh : adik berkata bahwa sepeda itu harus segera dibawa kebengkel

2.      Berasarkan Struktur Gramatikal


Menurut strukturnya, kalimat bahasa indonesia dapat berupa kalimat tunggal dan dapat
pula berupa kalimat majemuk.
a. Kaimat Tunggal
Yaitu kalimat yang terdiri atas satu subjek dan satu predikat.
b. Kalimat Majemuk setara
Kalimat majemuk setara terjadi dari dua klimat tunggal atau lebih. Kalimat majemuk
setara dikelompokkan menjdi 4 jenissebagai berikut.
1)      Dua kalimat tunggal atau lebih dapat dihubungkan oleh kata dan atau serta,jika
kalimat tunggal itu sejalan. Dan hasilnya disebut kalimat majemuk setara
perjumlahan.
2)      Kedua kalimat tunggal yang berbentuk kalimat setara itu apat dihubungkan
oleh kata tetapi jika kalimat itu menunjukanpertentangan,dan hasilnya disebut
kalimat majemuk setara pertentangan. Kata-kata penghubung lain yang dapat
digunakan dalam kalimat majemuk setara pertentangan
ialah sedangkan dan melainkan.
3)      Dua kalimat tunggal atau lebih dapat dihubugkan oleh
kata lalu dan kemudian jika kejadian yang dikemukakannya berurutan ,dan
hasilnya disebut kalimat majemuk perurutan.
4)      Dapat pula dua kalimat tunggal atau lebih iyu dihubungkan oleh kata atau jika
kalimat itu menunjukan pemilihan, dan hasilnya disebut kalimat majemuk
setara pemilihan.
c.  Kalimat majemuk setara rapatan
Yaitu suatu bentuk yang meraptkan dua atau lebih kalimat tunggal. Yang dirapatkan
ialah unsur subjek atau unsur objek yang sama.
Contoh :
Kami berlatih .
Kami bertanding .
Kami berhasil menang
Kami berlatih,kamibertanding,dan kami berhasil menang.
Kami berlatih,bertanding,dan berhasil menang.
d. Kalimat majemuk tidak setara
Kalimat majemuk tidak setara terdiri atas satu suku kalimat yang bebas (klausa
bebas) dan satu suku kalimat atau lebih yang tiak bebas (klausa terikat).
e.       Kalimat majemuk taksetaraberusur sama
Kalimat majemuk taksetara dapat dirapatkan andaikata unsur-usur subjeknya sama
Contoh :
Kami sudah lelah
Kami ingin pulang
Karena sudah lelah ,kami ingin pulang
f.       Kalimat majemuk campuran
Kalimat jenis ini terdiri atas kalimat majemuk taksetara (bertingkat) dan kalimat
majemuk setara ,atau terdiri atas kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk tak
setara (BERTINGKAT). Misalnya
1.      Karena hari sudah malam,kami berhenti dan langsung pulang
(bertingkaat  + setara )
2.      Kami pulang tetapi mereka masih bekerja karena tugas nya belum selesai. (setara +
bertingkat )

3.      Berdasarkan bentuk gayanya (retorika)


Menurut gaya penyampaiannya kalimat maajemuk dapat digolongkan menjadi tiga
macam ,yaitu :
a. Kalimat yang melepas
Kalimat ini disusun dengan diawali unsur utama,yaitu induk kalimat dan ikuti oleh
unsur tambahan,yaitu anak kalimat. gaya penyajian kalimat itu disebut melepas.
Unsur anak kalimat ini seakan-seakan dilepaskan saja oleh penulisnya dan kalau pun
unsur ini tidak di ucapkan,kalimat itu sudah bermakna lengkap. Misalnya : Saya akan
dibelikan motor oleh ayah jika saya lulus ujian sekolah.
b.      Kalimat yang berklimaks
Yaitu kalimat yang disusun dengan diawali oleh anak kalimat dan diikuti oleh induk
kalimat. Misalnya : Karena sulit kendaraan,ia datang terlambat ke sekolahnya.
c.   Kalimat yang berimbang
Yaitu kalimat yang disusun dalam bentuk maemuk setara atau majemuk
campuran,gaya penyajian kalimat itu disebut berimbang. Misalnya : Jika stabilitas
nasiaonal mantap, masyarakat dapat bekerja dengan tenang dan  dan dapat beribadah
dengan leluasa.

4.      Jenis kalimat Menurut Fungsinya


Sesuai Tata Bahasa Buku Bahasa Indonesia (2003:337) disebutkan berdasarkan bentuk
atau kategori sintaksisnya kalimat dibedakan atas empat macam,yaitu :
a. Kalimat berita atau pernyataan (deklaratif),
b. Kalimat tanya (introgatif),
c. Kalimat perintah (imperatif),dan
d. Kalimat seru (ekslamatif)

5.      Kalimat Berita (Deklaratif)
Kalimat berita adalah kalimat yang dipakai  untuk menyatakan suatu berita. Ciri-ciri
kalimat berita, yaitu : bersifat bebas,boleh langsung atau tak langsung,aktif atau
pasif,tunggal atau majemuk , berintonasi menurun dan kalimatnya diakhiri tanda titik
(.).
Contoh :
a. Pembagian beras gratis di kampungku dilakukan kemarin pagi.
b. Perayaan HUT RI 63 berlangsung meriah.

6.      Kalimat Tanya (Introratif)     


Kalimat tanya adlah kalimat yang dipakai untuk memperoleh informasi.Ciri –ciri
kalimat tanya, yaitu : diakhiri tanda tanya(?), berintonasi naik dan sering pula hadir
kata apa(kah), bagaimana, dimana, siapa, yang mana,dll. Contoh :
a. Apakah barang ini milikmu?
b. Kapan adikmu kembali ke Indonesia?

7.      Kalimat Perintah (Imperatif)


Kalimat perintah (imperatif) dipakai untuk menyuruh dan melarang orang berbuat
sesuatu. Kalimat perintah berintonasi menurun dan diakhiri tanda titik (.) atau seru (!).
Kalimat perintah dapat dipilah lagi menjadi kalimat perintah suruhan,kalimat perintah
halus,kalimat perintah permohonan,kalimat perintah ajakan dan harapan,kalimat
perintah larangan,dan kalimat perintah pembiaran. Contoh :
a. Tolonglah bawa motor ini ke bengkel.(k.perintah halus)
b. Buka pintu itu! (k.perintah suruhan)
c. Jangan buang sampah di sungai itu! (k.perintah larangan)
d. Mohon hadiah ini kamu terima. (k.perintah permohonan/ permintaan)
e. Ayolah, kita belajar. (k.perintah ajakan dan harapan)
f. Biarlah dia pergi bersama temannya. (k.perintah pembiaraan)

8.      Kalimat Seruan (Ekslamatif)  
Kalimat seru (ekslamatif) adalah kalimat yang dipakai untuk mengungkapkan perasaan
emosi yang kuat,termasuk kejadian yang tiba-tiba dan memerlukan reaksi spontan.
Kalimat ini berintonasi naik dan diakhiri tanda seru (!). Contoh :
a. Hai,ini dia orang yang kita cari!
b. Wah,pintar benar anak ini !

3. Kalimat Efektif

            Kalimat efektif ialah kalimat yang memiliki kemampuan untuk menimbulkan


kembali gagasan-gagasan pada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang ada dalam
pikiran pembicara atau penulis. Kalimat sangat mengutamakan keefektifan informasi itu
sehingga kejelasan kalimat itu dapat terjamin.

Kalimat efektif adalah kalimat yang sesuai dengan kaidah bahasa baik ejaan maupun
tanda bacanya sehingga mudah dipahami oleh pembaca atau pendengarnya. Dengan kata
lain, kalimat efektif mampu menimbulkan kembali gagasan-gagasan pada pendengar atau
pembacanya seperti apa yang dimaksud dengan penulis.

Pengertian menurut ahli :

1. Menurut Nasucha, Rohmadi, dan Wahyudi : Kalimat efektif dipahami sebagai kalimat
yang dapat menyampaikan informasi dan informasi tersebut mudah dipahami oleh pembaca.

2. Menurut Arifin : Kalimat efektif adalah kalimat yang memenuhi kriteria jelas, sesuai
dengan kaidah, ringkas, dan enak dibaca.

3. Menurut Akhadiah, Arsjad, dan Ridwan : Kalimat efektif adalah kalimat yang benar dan
jelas sehingga dengan mudah dipahami orang lain secara tepat.
4. Menurut Abdul Rozak : Kalimat Efektif adalah kalimat yang mampu membuat isi atau
maksud yang disampaikan dengan lengkap dalam pikiran pembaca persis seperti apa yang
disampaikan.

Jadi, kalimat efektif adalah kalimat yang sesuai dengan kaidah bahasa, jelas, dan mudah
dipahami oleh pendengar atau pembaca.

Kalimat efektif haruslah memiliki kemampuan untuk menimbulkan kembali gagasan-


gagasan pada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang terdapat pada pikiran penulis
atau pembicara.

Suatu kalimat dapat dikatakan sebagai kalimat efektif jika memiliki beberapa syarat sebagai
berikut:

1. Mudah dipahami oleh pendengar atau pembacanya.

2. Tidak menimbulkan kesalahan dalam menafsirkan maksud sang penulis.

3. Menyampaikan pemikiran penulis kepada pembaca atau pendengarnya dengan cepat.

4. Sistematis dan tidak bertele-tele.

B. Syarat Kalimat Efektif

Kalimat efektif memiliki Syarat yang harus dipenuhi yaitu sebagai berikut :

1. Kesepadanan Struktur

Kesepadanan adalah keseimbangan antara gagasan atau pemikiran dengan


struktur bahasa yang dipakai dalam kalimat. Kesepadaan dalam kalimat ini diperlihatkan
dengan adanya kesatuan gagasan dan kesatuan fikiran.

Ciri-ciri kalimat yang memiliki kesepadaan struktur, yaitu:


a. Memiliki Subjek dan Predikat yang jelas.

            Kejelasan subjek dan predikat suatu kalimat dapat dilakukan dengan
menghindarkan penggunaan kata depan di, dalam, bagi, untuk, pada, dan sebagainya di
depan subjek.

Contohnya :

1. Bagi semua siswa kelas VII harus mengikuti kegiatan studi tur (tidak efektif).
2. Semua siswa kelas VII harus mengikuti kegiatan studi tour (efektif).
3. Kepada hadirin dimohon berdiri.(tidak efektif) Kata depan kepada pada kalimat di
atas tidak berfungsi apa-apa, bahkan justru mengganggu kesepadanan sebuah
kalimat.
4.  Kalimat tersebut akan lebih baik (sepadan) kalau kata depan kepada dihilangkan
sehingga menjadi: Hadirin dimohon berdiri. (efektif )

b. Tidak memiliki Subjek yang ganda di dalam kalimat tunggal

Contohnya :

1. Pembangunan jalan itu kami dibantu oleh warga desa (tidak efektif)
2. Dalam membangun jembatan itu, kami dibantu oleh warga desa(efektif)

c. Beberapa kata penghubung intrakalimat

Beberapa kata penghubung intrakalimat (seperti sehingga, dan, atau, lalu, kemudian,
sedangkan, bahkan) tidak digunakan pada kalimat tunggal, misalnya sebagai berikut :

1. Kami datang agak terlambat. Sehingga kami tidak dapat mengikuti acara pertama.

Kata sehingga merupakan kata penghubung intrakalimat sehingga tidak sepadan


kalau difungsikan sebagai penghubung antarkalimat. Perbaikan terhadap kalimat
itu dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan menjadikan kalimat itu kalimat
majemuk atau dengan mengganti kata penghubung intrakalimat menjadi ungkapan
penghubung antarkalimat, seperti di bawah ini :

1. Kami datang agak terlambat sehingga tidak dapat mengikuti acara pertama
2. Kami datang agak terlambat. Oleh karena itu, kami tidak dapat mnegikuti acara
pertama.

2. Kepararelan bentuk.

Kalimat efektif memiliki kesamaan bentuk kata yang digunakan dalam kalimat. Yang
dimaksud dengan kesamaan bentuk kata adalah jika kata pertama berbentuk verba,

maka kata selanjutnya berbentuk verba. Namun jika kata pertama berbentuk nomina,
maka kata selanjutnnya berbentu nomina.

Contohnya :

1. Langkah –langkah dalam menulis kalimat efektif adalah memahami, mengetahui, dan
mengaplikasikan defenisi kalimat efektif (tidak efektif).
2. Langkah-langkah dalam menulis kalimat efektif adalah memahami,mengetahui, dan
mengaplikasikan defenisi kalimat efektif (efektif).
3. Semakin berumur seharusnya manusia itu semakin bermoral, bijaksana, dan tanggung
jawab.

Dalam kalimat itu terdapat sebuah kata yang tidak sejajar dengan bentuk kata
yang lainnya yang sama-sama mewakili fungsi predikat, yakni kata tanggung jawab yang
merupakan bentuk nominal, padahal yang lainnya berbentuk ajektival. Kalimat tersebut
akan lebih baik kalau diubah menjadi seperti:  Semakin berumur seharusnya manusia itu
semakin bermoral, bijaksana, dan bertanggung jawab.

3. Kehematan Kata.
Kalimat efektif tidak menggunakan kata-kata atau frasa yang tidak perlu digunakan.
Untuk menghindari pemborosan kata didalam kalimat. Hal yang harus diperhatikan
adalah:

a. Menghindari unsur yang sama dalam majemuk.

Contohnya :

1. Saya tidak suka apel dan saya tidak suka papaya (tidak efektif).
2. Saya tidak suka pisang dan anggur (efektif).
3. Karena dia tidak diundang, dia tidak datang pada acara itu.

Penyebutan kata dia sebagai subjek pada anak kalimat tidak diperlukan karena
subjek yang sama sudah disebutkan pada induk kalimatnya. Penyebutan kata dia
pada anak kalimat di atas merupakan pemborosan kata yang sebaiknya dihindari.
Perbaikan kalimat di atas adalah sebagai berikut : Karena tidak diundang, dia
tidak datang pada acara itu.

b. Menghindari kesinoniman dalam kalimat.

Contohnya :

1. Saya hanya memiliki tiga buah buku saja (tidak efektif).

2. Saya hanya memiliki tiga buku (efektif).

c. Menghindari penjamakan pada kata jamak.

Contohnya:

1. Para mahasiswa-mahasiswi berunjuk rasa di depan gedung rektorat (tidak


efektif).
2. Para mahasiswa berunjuk rasa didepan gedung rektorat (efektif).
3. Masih banyak hal-hal yang harus dibahas. Para tamu-tamu undangan sedang
menikmati hidangan. Kata banyak pada kalimat dan kata para pada kalimat
sudah mengandung makna jamak. Oleh karena itu, tidak perlu lagi
pengulangan yang bermakna jamak, sehingga kalimat-kalimat di atas dapat
diperbaiki menjadi seperti : Masih banyak hal yang harus dibahas. Para tamu
undangan sedang menikmati hidangan.

4. Kecermatan.

Yang dimaksud dengan kecermatan adalah cermat dan tepat dalam memilih kata sehingga
tidak menimbulkan keracunan dan makna garis.

Contohnya :

1. Guru baru pergi ke ruang guru (tidak efektif).


2. Guru yang baru pergi ke ruang guru (efektif).
3. Dialah istri Pak Lurah yang baru (tidak efektif).

Kalimat di atas mempunyai penafsiran ganda, yakni siapakah yang baru: Apakah Pak
Lurah itu yang baru menikah atau baru dilantik menjadi lurah? Untuk menghindari
penafsiran ganda itu, perlu digunakan tanda hubung (-) seperti pada perbaikan kalimat
di bawah ini:

1. Dialah istri-Pak Lurah yang baru. (bila yang baru adalah istrinya) atau
2. Dialah istri Pak Lurah-yang baru. (bila yang baru adalah jabatan lurahnya. (efektif)

5. Ketegasan

Ketegasan atau penekanan ialah suatu perlakuan penonjolan terhadap ide pokok dari kalimat.
Untuk membentuk penekanan dalam suatu kalimat. Ada beberapa cara:

a. Meletakkan kata yang ditonjolkan itu di depan kalimat (awal kalimat)


Contohnya:

Presiden mengharapkan agar rakyat membangun bangsa dan Negara ini dengan
kemampuan yang ada pada dirinya.

Harapan Presiden ialah agar rakyat membangun bangsa dan negaranya. (ketegasan)

b. Membuat urutan yang bertahap

Contohnya :

1. Bukan seribu, sejuta, seratus, tetapi berjuta-juta rupiah, telah disumbangkan kepada anak-
anak terlantar (Salah).
2. Bukan seratus, seribu, sejuta, tetapi berjuta-juta rupiah, telah disumbangkan kepada anak-
anak terlantar (Benar).

c. Melakukan pengulangan kata (repetisi)

            Contohnya: Dongeng itu sangat menarik. Dongeng itu mengharukan.

d. Melakukan pertentangan terhadap ide yang ditonjolkan

        Contohnya : anak itu bodoh tetapi pintar.

e. Menggunakan partikel penekanan (penegasan), seperti: partikel-lah,-pun,-kah

            Contohnya:

1. Dapatkan ia menjawab pertanyaanku?


2. Kamulah yang harus bertanggung jawab menyelesaikan tugas ini.

6. Kepaduan
Kalimat Efektif memiliki kepaduan pernyataan sehingga informasi yang disampaikan tidak
terpecah-pecah.Berikut ini ciri-ciri kalimat yang padu ialah :

a. Kalimat yang padu tidak bertele-tele

Oleh karena itu, hindari penggunaan kalimat yang panjang dan bertele-tele. Contohnya:

1. Farhan menceritakan tentang pengalaman bertandingnya. (tidak efektif)


2. Farhan menceritakan pengalaman bertandingnya. (efektif).

b. Kalimat yang padu menggunakan pola  aspek + agen + verba  secara tertib dalam
kalimat-kalimat yang berpredikat persona

Contohnya:

1. Surat itu saya sudah baca. Kalimat tersebut tidak menunjukkan kepaduan karena aspek
terletak di antara agen dan verba. Seharusnya kalimat itu seperti:
2. Surat itu sudah saya baca.

c. Kalimat yang padu tidak perlu menyisipkan sebuah kata antara predikat kata kerja
transiti dan ojek penderita.

Contohnya :

1. Mahasiswa harus menyadari akan pentingnya perpustakaan. Kata akan pada kalimat tidak


diperlukan karena kata kerja transitif menyadari harus diikuti secara langsung oleh objek
penderita pentingnya perpustakaan. Perbaikan kalimat tersebut adalah sebagai berikut:
2. menyadari pentingnya perpustakaan.

7. Kelogisan.

Yang dimaksud dengan kelogisan adalah ide yang ada dalam kalimat itu dapat diterima atau
dimengerti oleh akal dan sesuai kaidah EBI.
Contohnya:

1. Waktu dan tempat kami persilahkan! (tidak efektif).


2. Bapak dekan kami persilahkan! (efektif).

C. Contoh Kalimat Efektif

 Diana membeli kue untuk adiknya.


 Anak-anak harus berhati-hati jika melewati lorong.
 Setiap hari Jumat anak-anak latihan pramuka.
 Pihak sekolah memasang CCTV untuk keamanan sekolah.
 Ibu belanja buah, sayur, telur, daging sapi, dan beras di pasar.
 Putri mengayuh sepeda  dengan kencang.
 Upacara tersebut dihadiri oleh semua siswa. (kalimat efektif)
 Warga dusun karang ijo saling membantu mengatasi bencana.
 Anak-anak perlu berhati-hati jika melewati sungai.
 Seluruh mahasiswa dikenakan peraturan yang sama.
 Penelitian ini akan memberi banyak manfaat bagi warga.
 Sesampainya di rumah nenek, Riko langsung berkebun dengan kakek.
 Siang ini merupakan siang yang cerah.
TATA PARAGRAF BAHASA INDONESIA

1. Pengertian Paragraf

Kata paragraf berasal dari kata Yunani, yaitu dari kata para yang berakti sebelum’ dan
kata grafeinyang berakti ‘menulis’, ‘menggores’. Paragraf atau alinea merupakan  gabungan dari
beberapa kalimat yang saling berkaitan dan membentuk sebuah gagasan.
Paragraf (alenia) adalah sekumpulan kalimat yang tersusun secara logis dan runtun
(sistematis), yang memungkinkan sesuatu gagasan pokok dapat dikomoniksikan kepada pembaca
secara  efektif. Paragraf merupakan satuan terkecil sebuah karangan. Isinya membentuk satuan
pikiran sebagai bagian dari pesan yang disampaikan penulis dalam karangannya. Paragraf
susunannya akan menyulitkan membaca untuk menangkap pikiran penulis. Meskipun singkat,
oleh karena ada isi pikiran yang hendak disampaikan, paragraf membutuhkan organisasi dan
susunan yang has. Disamping itu, karena paragraf merupakan bagian suatu pasal, maka antar
paragraf satu dengan yang harus saling berhubungan secara harmonis, sehingga sesuai dengan
rangka sesuruh karangan . Oleh karena itu, sebuah karangan hanya akan baik jika paragraf ditulis
dengan baik dan dirangkai dalam runtunan yang logis.
Dalam kenyataan, terkadang kita bertemu dengan paragraf atau alenia yang hanya terdiri atas
satu kalimat. Bentuk seperti itu dianggap sebagai bentuk paragraf yang kurang ideal dan
dianggap sebagai pengecualian. Dalam tulisan ilmiah, paragraf semacam itu jarang dipakai. Ada
beberapa alasan mengapa hanya terdapat satu kalimat dalam paragraf,  yaitu (a) paragraf atau
alenia tersebut kurang baik untuk dikembangkan  oleh penulisnya atau penulis kurang
memahami hakikat paragraf, (b) sengaja dibuat oleh pengarang dengan maksud hanya
mengemukakan gagasannya terdapat pada paragraf berikutnya.
Selain itu, dalam sebuah paragraf, hanya boleh ada satu ide pokok atau pikiran utama.
Andaikan dalam paragraf itu terdapat lebih dari satu ide pokok atau pikiran utama, alinea harus
dipecah menjadi lebih dari satu paragraf.
Keraf (1991:63) mengemukan ada dua tujuan mengapa paragraf diperlukan, yaitu:
1. Untuk memudahkan pengetian dan pemahaman. Oleh karena itu, dalam sebuah alinea hanya
boleh ada satu tema. Bila terdapat dua tema, paragraf itu harus dipecah menjadi dua paragraf.
2. Untuk memisahkan dan menegaskan perhentian secara wajar dan formal. Dengan demikian,
kita memiliki kesempatan untuk berhenti lebih lama daripada perhentian pada ahir kalimat.
Disamping itu, kita juga bisa berkonsentrasi terhadap tema paragraf.
Paragraf disebut juga alinea. Paragraf adalah seperangkat kalimat yang tersusun secara logis
dan sistematis  yang mengandung satu kesatuan ide pokok. Disamping itu, secara teknis paragraf
merupakan satuan terkecil dari sebuah kalangan. Bisaanya paragraf itu terdiri atas beberapa
kalimat yang berkaitan baik isi maupun bentuknya. Isi kalimat-kalimat pembangun paragraf itu
membentuk satuan pikiran sebagai bagian dari pesan yang disampaikan penulis dalam
karangannya. Jadi, dengan kata lain bahwa paragraf  adalah satuan terkecil dari karangan yang
bisaanya terdiri atas beberapa kalimat yang berkaitan dan merupakan uraian tentang sebuah ide
pokok.

2. Jenis – Jenis Paragaraf dan Contoh


1. Jenis Paragraf Berdasarkan Sifat dan Tujuannya
a. Paragraf Pembuka
Tiap jenis karangan akan mempunyai paragraf yang membuka atau menghantar karangan
itu, atau menghantar pokok pikiran dalam bagian karangan itu. Sebab itu sifat dari paragraf
semacam itu harus menarik minat dan perhatin pembaca, serta sanggup menyiapkan pikiran
pembaca kepada apa yag sedang diuraikan. Paragraf yang pendek jauh lebih baik, karena
paragraf-paragraf yang panjang hanya akan meimbulkan kebosanan pembaca.

Contoh dari paragraf pembuka adalah tulisan  tentang  cerita dongeng “Cinderella” selalu
ditulis, Pada zaman  dahulu kala  hiduplah….  Cobalah dengan  gaya berbeda.  Misalnya
pembuka  pada  cerita “Cinderella”,  Ini  adalah Kisah  tentang sepasang sepatu  yang  mengubah
nasib seorang  gadis.

Contoh  lain  kita  bisa  memulai paragraf pembuka  dengan  kalimat  tanya.

Misalnya,

Kesulitan apa ya  yang saya  alami  dalam menulis? Hmm, topik yang menarik di awal
pertemuan pertama yang ditugaskan Omjay dalam pelatihan menulis online ini. Menarik karena
saya  punya kesulitan, yakni tidak pernah menyelesaikan tulisan saya.

b.   Paragraf Penghubung
Yang dimaksud dengan paragraf penghubung adalah semua paragraf yang terdapat di
antara paragraf pembuka dan paragraf penutup.

Inti persoalan yang akan dikemukakan penulisan terdapat dalam paragraf-paragraf ini. Sebab itu
dalam membentuk paragraf-paragraf prnghubung harus diperhatikan agar hubungan antara satu
paragraf dengan paragraf yang lainnya itu teratur dan disusun secara logis.

Sifat paragraf-paragraf penghubung bergantung pola dari jenis karangannya. Dalam karangan-
karangan yang bersifat deskriptif, naratif, eksposisis, paragraf-paragraf itu harus disusun
berasarkan suatu perkembangan yang logis. Bila uraian itu mengandung perntagan pendapat,
maka beberapa paragraf disiapkan sebagai dasar atau landasan untuk kemudian melangkah
kepada paragraf-paragraf yang menekankan pendapat pengarang.

Contoh dari paragraph penghubung atau isi :

Mengapa  tulisan saya sering tidak selesai ya? Kesulitannya apa yaa. Saya mencoba menganalisis
diri dalam menulis nih. Pertama, saya tidak PD alias tidak percaya diri kalau mengungkapkan
pikiran.
Terkadang saya menghindari tulisan yang dapat menimbulkan perbedaan cara pandang terhadap
sesuatu hal atau  yang bisa menimbulkan polemik. Saya khawatir mereka tidak dapat menangkap
apa yang saya maksud. Dalam tulisan kita dibantu tanda baca untuk berekspresi. Berbeda dengan
berbicara kita dibantu dengan ekspresi wajah dan gestur.

c. Paragraf Penutup
Paragraf penutup adalah paragraf yang dimaksudkan untuk mengakhiri karangan atau
bagian karangan. Dengan kata lain paragraf ini mengandung kesimpulan pendapat dari apa yang
telah diuraikan dalam paragraf-paragraf penghubung.
Apapun yang menjadi topik atau tema dari sebuah karangan haruslah tetap diperhatikan agar
paragraf penutup tidak terlalu panjang, tetapi juga tidak berarti terlalu pendek. Hal yang paling
esensial adalah bahwa paragraf itu harus merupakan suatu kesimpulan yang bulat atau betul-
betul mengakhiri uraian itu serta dapat menimbulkan banyak kesan kepada pembacanya.

Contoh paragraph penutup :


Ternyata  menyelesaikan tulisan  sebanyak 700  kata  itu  cukup  menantang  buat  saya. Tetapi
ini  tantangan  yang  menarik.  Semoga  saya  bisa mengikuti  pelatihan  ini  sampai  selesai
dengan  mengerjakan  tugas-tugas  tepat  waktu  dan  dapat melanjutkan  Kebiasaan  menulis
setiap  harinya. Terima  kasih  Omjay  dengan  kesempatan  belajar  ini.

2. Jenis Paragraf Berdasarkan Letak Kalimat Utama


1) Paragraf deduktif
Paragraf deduktif adalah paragraf yang posisi gagasan pokok atau kalimat utamanya di
awal sebuah paragraf dan bersifat deduksi. Kata deduksi asalnya dari bahasa latin : deducere,
dedectum deduxi, yang artinya “menuntun ke bawah”; ataupun ‘menurunkan’; deductio artinya
‘penuntun atau pengantaran’.

Paragraf ini paragraf yang diawali dengan pernyataan yang sifatnya umum, lalu dijabarkan dan
dikembangkan menjadi pernyataan yang sifatnya khusus. Pernyataan yang sifatnya khusus
tersebut dapat berupa rincian, penjelasan, bukti-bukti maupun contoh-contoh. Karena paragraf
tersebut dikembangkan dari pernyataan yang umum kemudian mengemukakan pernyataan –
pernyataan yang sifatnya khusus, dapat kita dikatakan bahwa penaralan paragraf deduktif
tersebut dari umum ke khusus.

Contoh wacana yang menggunakan paragraf deduktif:


Zaman sekarang kebudayaan Indonesia telah berangsur – angsur punah. Anak-anak akrab dan
hafal dengan kebudayaan luar negeri. Anak-anak sangat gemar dengan cerita Upin – Ipin,
Spongebob, Avatar, Naruto, Marsha and The Bear, Frozen dan kartun-kartun lainnya yang
ditayangkan di televisi. Begitu pun remaja-remaja yang lebih menggandrungi drama korea
maupun  film- film seperti Spiderman, Harry Potter, Batman ketimbang cerita asli daerah
seperti Malin Kundang, Timun Mas, Roro Jonggrang, Ande-ande Lumut, dan lain sebagainya.
Selain itu dalam hal permainan mereka lebih menyukai kartu remi, puzzle UNO, dan permainan
lainnya dari PS atau komputer hingga game online ketimbang permainan asli daerah kita
seperti engklek, gobak sodor, dakonan, gundu, egrang dan lain sebagainya.

2) Paragraf induktif
Paragraf induktif adalah paragraf yang posisi gagasan pokok atau kalimat utamanya di
akhir sebuah paragraf dan bersifat induksi. Kata induksi asalnya dari bahasa latin : duxi,
ducere, ductum  yang artinya membawa ke; atau memasukan kedalam. selanjutnya istilah induksi
dapat dijelaskan dengan metode pemikiran yang berasal dari hal yang khusus untuk menentukan
simpulan atau hukum di akhir paragraf. Karena kalimat-kalimat atau pernyataan khusus dapat
berupa penjabaran dan contoh-contoh, dan pernyataan umum itu berupa hukum atau simpulan,
sehingga paragraf induktif berkembang dari contoh dan rincian menjadi simpulan.

Contoh wacana yang menggunakan paragraf induktif :


Tidak dapat dipungkiri bahwa fenomena yang sekarang sedang berkembang adalah cerita – cerita
dari luar negeri lebih familiar bagi anak-anak diantaranya cerita Upin – Ipin, Spongebob, Avatar,
Naruto, Marsha and The Bear, Frozen dan kartun-kartun lainnya yang ditayangkan di televisi.
Begitu pun remaja-remaja yang lebih menggandrungi drama korea maupun  film- film
seperti Spiderman, Harry Potter, Batman ketimbang cerita asli daerah seperti Malin Kundang.
Timun Mas, Roro Jonggrang, Ande-ande Lumut, dan lain sebagainya. Selain itu dalam hal
permainan mereka lebih menyukai kartu remi, puzzle UNO, dan permainan lainnya dari PS atau
komputer hingga game online ketimbang permainan asli daerah kita seperti engklek, gobak
sodor, dakonan, gundu, egrang dan lain sebagainya. Hal-hal di atas mengindikasikan bahwa
sekarang ini kebudayaan luar lebih disukai dan menjadi kiblat untuk anak – anak maupun para
remaja Indonesia.

3) Paragraf Deduktif-Induktif
Paragraf deduktif-induktif merupakan perpaduan antara paragraf deduktif dengan
paragraf induktif.  Paragraf deduktif-induktif ini, posisi gagasan pokok atau kalimat utamanya di
awal dan akhir sebuah paragraf. Sebuah wacana yang menggunakan jenis paragraf ini
dikembangkan dengan kalimat yang bersifat umum di awal paragraf dan akhir paragraf
sedangkan kalimat-kalimat yang berada di tengah paragraf (diantara kalimat awal dan kalimat
akhir) sifatnya khusus berupa rincian atau contoh-contoh.

Contoh wacana yang menggunakan paragraf deduktif-induktif:


Zaman sekarang kebudayaan Indonesia telah berangsur – angsur punah. Anak-anak akrab dan
hafal dengan kebudayaan luar negeri. Anak-anak sangat gemar dengan cerita Upin – Ipin,
Spongebob, Avatar, Naruto, Marsha and The Bear, Frozen dan kartun-kartun lainnya yang
ditayangkan di televisi. Begitu pun remaja-remaja yang lebih menggandrungi drama korea
maupun  film- film seperti Spiderman, Harry Potter, Batman ketimbang cerita asli daerah
seperti Malin Kundang, Timun Mas, Roro Jonggrang, Ande-ande Lumut, dan lain sebagainya.
Selain itu dalam hal permainan mereka lebih menyukai kartu remi, puzzle UNO, dan permainan
lainnya dari PS atau komputer hingga game online ketimbang permainan asli daerah kita
seperti engklek, gobak sodor, dakonan, gundu, egrang dan lain sebagainya. Hal-hal di atas
mengindikasikan bahwa kebudayaan luar lebih disukai dan menjadi kiblat untuk anak – anak
maupun para remaja Indonesia.

4) Paragraf Ineratif
Paragraf ineratif adalah paragraf yang posisi gagasan pokok atau kalimat utamanya di
tengah sebuah paragraf. Sebuah wacana yang menggunakan jenis paragraf ini dikembangkan
dengan kalimat yang bersifat khusus di awal paragraf dan akhir paragraf isinya berupa rincian
atau contoh-contoh sedangkan kalimat-kalimat yang berada di tengah paragraf (diantara kalimat
awal dan kalimat akhir) sifatnya umum.

Contoh wacana yang menggunakan paragraf ineratif:


Anak-anak zaman sekarang lebih gemar dengan cerita Upin – Ipin, Spongebob, Avatar, Naruto,
Marsha and The Bear, Frozen dan kartun-kartun lainnya yang ditayangkan di televisi. Begitu
pun remaja-remaja yang lebih menggandrungi drama korea maupun  film- film
seperti Spiderman, Harry Potter, Batman. Budaya asli indonesia sudah berangsur-angsur punah.
Cerita asli daerah seperti Malin Kundang Timun Mas, Roro Jonggrang, Ande-ande Lumut, dan
lain sebagainya secara senggaja ditinggalkan. Selain itu dalam hal permainan mereka lebih
menyukai kartu remi, puzzle UNO, dan permainan lainnya dari PS atau komputer hingga game
online ketimbang permainan asli daerah kita seperti engklek, gobak sodor, dakonan, gundu,
egrang  dan lain sebagainya.

Jenis Paragraf Berdasarkan Kontennya

Jenis jenis paragraf berdasarkan kontennya sangat banyak digunakan, terutama bagi anda
yang ingin menjadi jurnalis.

1) Paragraf naratif
Paragraf naratif adalah paragraf yang kontennya berhubungan dengan jenis wacana
narasi. Narasi adalah tipe wacana yang berisi kejadian atau kisah. Secara etimologis, naratif
berasal dari bahasa latin yaitu narrare berarti menceritakan atau bercerita, narratio berarti
penceritaan serta narrativus berarti bersifat penceritaan.

Contoh wacana yang menggunakan paragraf naratif :


Pak Rudi adalah salah satu guru honorer di Kabupaten Grobogan yang setiap hari mengajar di
SD N 1 Karangrejo. Pekerjaan tersebut tetap ia lakukan hingga siang hari. Dari pekerjaannya
sebagai guru honor tersebut ia hanya mendapatkan balas jasa sebesar Rp500.000,00, sesuai UMP
guru di Kabupaten Grobogan. Meskipun begitu, Pak Rudi menjalaninya dengan penuh
keikhlasan demi mengamalkan ilmu-ilmunya.

2) Paragraf Deskriptif
Paragraf deskriptif adalah paragraf yang kontennya berhubungan dengan jenis wacana
deskripsi. Wacana deskripsi adalah tipe wacana yang berisi penggambaran atau pemaparan
dengan jelas, rinci dan lengkap mengenai suatu hal, baik seseorang, suasana, benda, tempat, sifat,
hewan maupun tumbuhan tertentu. Secara etimologis deskriptif berasal dari bahsa latin yaitu
describere berarti membuat gambaran dan descriptio artinya pembeberan atau penggambaran.

Dalam mengembangkan paragraf ini penulis menjabarkan sesuatu secara lengkap, cermat dan
terperinci. Sehingga pembaca mendapatkan gambaran jelas tentang hal yang diceritakan.

Contoh wacana yang menggunakan paragraf deskriptif :


Langit Grobogan mulai terang. Walau jalan raya sempit, tidak sedikit kendaraan yang
memadatinya dan terdengar menderu. Anak sekolah memdominasi jalanan tersebut. Pekerja pun
turut meramaikan jalanan dengan terburu-buru. Perlahan keramaian kendaraan di jalan berkurang
hingga siang hari. Meskipun jalanan sempit namun pepohonan di sekitar jalanan meneduhi para
pengguna jalan.

3) Paragraf ekspositori
Paragraf ekspositori adalah paragraf yang kontennya berhubungan dengan jenis wacana
ekspositori. Wacana ekspositori adalah tipe wacana yang berisi penjelasan, membentangkan dan
pemaparan akan sesuatu, sehingga pembaca memdapatkan pengetahuan dan wawasan yang telah
disampaikan penulis.

Ekspositori berasal dari bahasa latin yaitu exponere yang berarti membentangkan atau
memaparkan. Dalam memaparkannya, penulis menyebutkan contoh, proses atau bukti-bukti
konkret terhadap sesuatu.

Contoh wacana yang menggunakan paragraf ekspositori :


Kabupaten Grobogan menjadi kabupaten terluas urutan kedua di Provinsi Jawa Tengah
setelah Cilacap. Awalnya kabupaten Grobogan beribukota di Kecamatan Grobogan namun
kemudian berpindah ke Kecamatan Purwodadi. Makanan khas daerah ini ialah becek. Beberapa
tempat wisata yang bisa kita kunjungi di Kabupaten Grobogan diantaranya Kedung Ombo,
Pemandangan Jatipohon, api abadi mrapen dan Bledug Kuwu.

4) Paragraf Argumentatif
Paragraf argumentatif adalah paragraf yang kontennya berhubungan dengan jenis wacana
argumentasi. Wacana argumentasi adalah tipe wacana yang berisi pendapat, pembuktian,
pendirian, gagasan, dalih, dasar atau hujah  terhadap sesuatu.
Argumentatif berasal dari bahasa Latin yaitu rguere berarti membuktikan atau meyakinkan
seseorang dan argumentatio berarti pembuktian. Dalam mengembangkan paragraf ini, penulis
menjadikan pembaca yakin dengan menyertakan bukti konkret sesuai dengan fakta-fakta yang
ada. Sehingga pembaca dapat menyakini argumen penulis.

Contoh wacana yang menggunakan paragraf argumentatif :


Polusi udara terjadi di seluruh negara, bahkan di daerah Grobogan utamanya terjadi di kota
purwodadi. Kendaraan bermotor menjadi sumber utama polusi di daerah ini. Hal ini
mengakibatkan udara menjadi tercemar. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Grobogan
mencatat bahwa Tahun 2016 terjadi kenaikan tingkat kendaraan dari tahun sebelumnya,
berakibat naiknya polutan udara sebanyak 125%.

5) Paragraf Persuasif
Paragraf persuasif adalah paragraf yang kontennya berhubungan dengan jenis wacana
persuasi. Wacana persuasi adalah tipe wacana yang berisi ajakan, bujukan atau himbauan kepada
seseorang dengan memberikan alasan dan prospek bagus bagi yang meyakini, melaksanakan
sesuatu, atau membeli benda tertentu.

Contoh wacana yang menggunakan paragraf persuatif:


Slogan Grobogan Bersemi sudah sepatutnya tidak sekedar klaim belaka. Kendaraan bermotor
yang bejubel telah merampas udara bersih yang menjadi hak kita sebagai warga Grobogan.
Bukan lagi zamannya kita mengkambing hitamkan orang lain. Langkah solutifnya, mari semi
kan tumbuhan-tumbuhan hijau di sekitar kita.

Uraian penggunaan paragraf beserta contohnya dalam kalimat di atas diharapkan dapat menjadi
acuan bagi anda yang sedang mempelajari penggunaan paragraf yang baik dan benar. Jenis jenis
paragraf di atas sangat penting digunakan sesuai dengan fungsi dan maksud yang ingin anda
sampaikan melalui tulisan / paragraf yang anda buat.

3. Syarat-syaraf Paragraf

Paragraf yang efektif memenuhi tiga syarat, yaitu:


1. Kesatuan Makna (Koherensi)
Sebuah paragraf dikatakan mengandung kesatuan makna jika seluruh kalimat dalam paragraf
itu hanya membicarakan satu ide pokok, satu topik, atau satu masalah saja. Jika dalam sebuah
paragraf terdapat kalimat yang menyimpang dari masalah yang sedang dibicarakan, berarti dalam
paragraf itu terdapat lebih dari satu ide atau masalah.
2. Kesatuan Bentuk (Kohesi)
Kesatuan bentuk paragraf atau kohensi terwujud jika aliran kalimat berjalan mulus, lancar,
dan logis. Koherensi itu dapat dibentuk dengan cara repetisi, penggunaan kata ganti, penggunaan
kata sambung atau frasa penghubung antarkalimat.
3. Hanya Memiliki Satu Pikiran Utama
Paragraf yang baik harus hanya memiliki satu pikiran utama atau gagasan pokok. Jika dalam
satu paragraf terdapat dua atau lebih pikiran utama, paragraf tersebut tidak efektif. Paragraf
tersebut harus dipecah agar tetap memiliki hanya satu pikiran utama. Satu pikiran utama itu
didukung oleh pikiran-pikran penjelas. Pikiran-pikiran penjelas ini lazimnya terwujud dalam
bentuk kalimat-kalimat penjelas yang tentu harus selalu mengacu pada pikiran utama.
Selain dengan repetisi dan kata ganti, pertalian antarkalimat dapat dijalin dengan kata atau
frasa penghubung. Dalam peranannya sebagai penghubung, ada beberapa macam kata atau frasa
yang dapat dipakai untuk maksud yang berbeda.
Tabel berikut ini memuat contoh kata dan frasa penghubung lengkap dengan fungsinya masing-
masing.

Fungsi Contoh Kata dan Frasa


Menyatakan hubungan: Akibatnya, karena itu, maka, oleh sebab
Akibat/hasil itu, dengan demikian, jadi

Pertambahan Berikutnya, demikian juga, kemudian,


selain itu, lagi pula, lalu, selanjutnya,
tambahan lagi
Perbandingan
Dalam hal yang sama, lain halnya
dengan, sebaliknya, lebih baik dari itu,
berbeda dengan itu
Pertentangan
Akan tetapi, bagaimanapun, meskipun
begitu, namun, sebaliknya, walaupun
Tempat demikian

Berdekatan dengan itu, di sini, di


Tujuan seberang sana, tak jauh dari sana, di
bawah,  persis, di depan … di
Waktu sepanjang…
Agar, untuk/guna, untuk maksud itu

Singkatan Baru-baru ini, beberapa saat kemudian,


mulai sebelum, segera, sesudah, sejak,
ketika

Singkatnya, ringkasnya, akhirnya,


sebagai simpulan, pendek kata

4. Pola-Pola Pengembangan Paragraf

1. Pola Klimaks-Antikklimaks, merupakan pola yang berisi rincian gagasan paragraf mulai


yang dari yang terbawah hingga yang teratas. Atau, bisa juga berisi rincian gagasan yang
dimulai dari puncak menuju ke gagasan yang terendah.
2. Pola Kausalitas, merupakan pola paragraf yang berisi sebab akibat suatu hal, di
mana sebab  menjadi gagasan utama, dan akibat menjadi penjelasnya.
3. Pola Sudut Pandang, merupakan pola yang berisi sudut pandang penulis terhadap suatu hal.
4. Pola Definisi Luas, merupakan pola yang berisi definisi suatu hal atau gagasan abstrak yang
luas.
5. Pola Pertentangan, berisi beberapa gagasan paragraf yang saling bertentangan satu sama lain.
6. Pola Perbandingan,  berisi beberapa gagasan yang diperbandingan satu sama lain.
7. Pola Generalisasi,  merupakan pola yang berisi simpulan umum dari beberapa gagasan
khusus. Atau, bisa juga berisi pengembangan dari gagasan yang bersifat umum.
8. Pola Klasifikasi, merupakan pola yang pengelompokkan suatu topik tertentu ke dalam
kelompok tertentu, Pola ini biasanya mengandung kata antara lain, dibagi, dan sejenisnya.
9. Pola Analogi, merupakan pola yang berisi perumpamaan suatu hal dengan hal lainnya.
10. Pola Contoh, merupakan pola paragraf yang berisi contoh dari topik atau gagasan yang
bertujuan untuk menguatkan gagasan tersebut.

Contoh Paragraf Berdasarkan Pola Pengembangannya


1. Pola Klimaks-Antiklimaks

Badan Fahmi tersungkur jatuh ke tanah. Sontak, semua orang yang ada di sekitarnya panik
dan membopong badan Fahmi ke klinik terdekat. Selama di klinik, Fahmi belum sadarkan diri
juga. Beberapa saat kemudian, keluarga Fahmi pun datang ke klinik untuk melihat kondisinya.
Sontak, keluarga Fahmi pun menjadi cemas hatinya tatkala melihat Fahmi yang terkulai lemas di
pembaringan klinik.

2. Pola Kausalitas
Pendidikan moral sudah semestinya diterapkan lagi dalam kegiatan proses belajar dewasa ini.
Sebab, anak-anak zaman sekarang sudah semakin jauh dari nilai moralitas. Hal ini bisa dilihat
dari maraknya kenakalan remaja dan pergaulan bebas yang mereka lakukan. Untuk itu,
pendidikan moral harus kembali diterapkan di dalam proses belajar mengajar anak agar mereka
menjadi anak yang bermoral baik.

3. Pola Sudut Pandang


Ini adalah tahun keduaku sekolah di SMAN 7. Aku mengambil jurusan IPS dan kini aku
berada di kelas X1 IPS 6. Di sini, aku berkenalan dengan sejumlah teman baru yang belum
pernah kutemui sebelumnya. Salah satu diantara teman baru tersebut adalah Anwar. Dia adalah
satu murid kelas kami yang menyenangkan, karena dia murid yang ramah serta sering membantu
teman-teman lainnya.

4. Pola Definisi Luas


Navigasi merupakan fitur pencarian yang terletak di bagian blog. Fitur ini mempunyai fungsi
yang dapat membuat pembaca bisa menemukan tema atau judul tulisan yang hendak dibaca oleh
pembaca di dalam blog tersebut.

5. Pola Pertentangan
Semangat belajar Alina menurun menjelang ujian kenaikan kelas. Hal ini bisa dilihat dari
seringnya dia terlambat masuk ke kelas, serta dalam mengumpulkan tugas. Selain itu, Alina
sering sekali terlihat tidak fokus saat belajar di dalam kelas. Kondisi yang dialami Alina tersebut
berbeda  dengan apa yang dialami Alisya saat ini. Semangat belajarnya justru semakin tinggi,
dan dia pun semakin rajin dan fokus dalam belajar.

6. Pola Perbandingan
Tempe mengandung zat protein yang lebih banyak ketimbang tahu. Hal itu disebabkan
proses pembuatan tempe lebih sedikit dibanding dengan proses pembuatan tahu.
Adapun zat protein yang dimiliki tempe adalah sebear 15,4 gram, 5,4 gram lebih besar dibanding
protein pada tahu.

7. Pola Generalisasi

Pendidikan moral harus diajarkan sejak kecil di lingkungan keluarga. Adapun cara yang bisa
dilakukan orang tua untuk mengajarkan nilai-nilai moral ke anak adalah dengan memberikan
kisah-kisah tentang orang yang mempunyai moral yang baik. Selain itu, orang tua juga mesti bisa
mencontohkan nilai-nilai moral dalam kehidupan sehari-hari.

8. Pola Klasifikasi
Alat musik yang biasanya dimainkan dalam sebuah grup musik (band) dibagi atas beberapa
macam, yaitu gitar, bass, drum, piano atau kibord. Sementara itu, orang-orang yang memainkan
alat-alat tersebut dikelompokkan menjadi gitaris, bassis, drumer, dan kibordis.

9. Pola Analogi
Seekor kuda akan merasa keletihan jika terus-menerus dipacu. Begitu pula manusia. Saat
manusia dipaksa untuk terus bekerja, maka manusia pun akan mengalami keletihan yang teramat
sangat. Untuk itu, istirahatkanlah tubuh sejenak di sela-sela waktu kerja agar tidak keletihan.
10. Pola Contoh
Selain digoreng, tempe ternyata bisa diolah menjadi varian olahan lain yang tidak kalah enak.
Misalnya saja tempe bacem. Olahan dari tempe ini dibuat dengan cara merebus tempe bersamaan
dengan berbagai macam bumbu yang membuat tempe menjadi berwarna kecoklatan.

KARYA TULIS ILMIAH DALAM BAHASA INDONESIA

A. Pengertian Karya Tulis Ilmiah

Karya ilmiah adalah karangan yang memaparkan pendapat, hasil pengamatan, tinjauan, dan
penelitian dalam bidang tertentu yang disusun menurut metode tertentu dengan sistematika
penulisan, bersantun bahasa, dan isi yang kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan.

Pengertian karya ilmiah menurut para Ahli:

1. Menurut Sudjiman dan Sugono (1991) adalah karya tulis dengan penyusunan berdasarkan
kajian ilmiah. Sedangkan menurut Suriasumantri (1995) dalam Finoza (2010), karya tulis
ilmiah adalah tulisan yang memuat argumentasi penalaran keilmuan serta
dikomunikasikan lewat bahasa tulisan yang baku dengan sistematis-metodis dan sintesis
analitis.
2. Menurut Eko Susilo (1995) karya ilmiah adalah salah satu karangan atau tulisan yang
didapat sesuai sifat keilmuannya dan didasari oleh hasil pengamatan, pemantauan,
penelitian dalam bidang tertentu, disusun menurut metode tertentu serta sistematika
penulisan yang bersantun bahasa dan isinya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya
atau keilmiahannya.
3. Menurut Dwiloka dan Riana, karya ilmiah atau artikel ilmiah merupakan karya seorang
ilmuwan (pembangunan) yang hendak membangun ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni yang didapat melalui literatur, pengalaman, serta penelitian.
4. Menurut Drs. Totok Djuroto dan Dr. Bambang Supriyadi, pengertian karya ilmiah adalah
serangkaian kegiatan penulisan yang berlandaskan pada hasil penelitian yang disusun
secara sistematis mengikuti metodologi ilmiah, yang bertujuan untuk mendapatkan
jawaban ilmiah dari suatu permasalahan.

Pengertian karya tulis ilmiah menurut KBBI merupakan karya tulis yang dibuat menggunakan
prinsip-prinsip ilmiah dan berdasarkan fakta (observasi, eksperimen, dan kajian pustaka).

Pengertian karya tulis ilmiah menurut wikipedia adalah laporan tertulis diterbitkan yang
mengungkapkan hasil penelitian atau pengkajian yang dilakukan oleh seseorang atau tim dengan
memenuhi kaidah serta etika keilmuan yang ditaati oleh masyarakat keilmuan.

B. Ciri-ciri Karya Tulis Ilmiah

1. Reproduktif
Artinya karya ilmiah ditulis oleh peneliti atau penulis harus diterima dan dimaknai oleh
pembacanya sesuai dengan makna yang ingin disampaikan. Pembaca harus bisa langsung
memahami konten dari karya ilmiah.

2. Tidak Ambigu
Ciri ini ada kaitannya dengan reproduktif. Sebuah karya ilmiah harus memberikan
pemahaman secara detil dan tidak dikemas dengan bahasa yang tidak membingungkan.
Dengan begitu, maksud dari karya ilmiah itu bisa langsung diterima oleh pembacanya.

3. Tidak Emotif
Artinya, karya ilmiah ditulis tidak melibatkan aspek perasaan dari penulisnya. Sebab,
karya ilmiah harus memaparkan fakta yang didapatkan dari hasil analisis penelitian,
bukan dari perasaan subjektif dari penulisnya.

4. Menggunakan Bahasa Baku


Menggunakan bahasa baku agar mudah dipahami. Penggunaan bahasa baku itu meliputi
setiap aspek penulisannya. Mulai dari penulisan sumber, teori, hingga penulisan
kesimpulan. Ketidakbakuan pada tulisan karya ilmiah hanya akan membuat pembacanya
bingung dan apa yang ingin disampaikan dalam tulisan tidak dipahami pembaca.

5. Menggunakan Kaidah Keilmuan


Penulisan karya ilmiah harus menggunakan kaidah keilmuan atau istilah-istilah akademik
dari bidang penelitian si penulis. Hal itu bertujuan untuk menunjukkan bahwa peneliti
atau penulisnya memiliki kapabilitas pada bidang kajian yang dibahas dalam karya
ilmiah. Penggunaan kaidah atau istilah ilmiah itu juga menjadi takaran seberapa ahli
peneliti pada bidang keilmuannya.

6. Bersifat Dekoratif
Artinya penulis karya ilmiah harus menggunakan istilah atau kata yang memiliki satu
makna. Rasional artinya penulis harus menonjolkan keruntutan pikiran yang logis dan
kecermatan penelitian. Kedua hal itu penting karena karya ilmiah harus bisa
menyampaikan maksud dari penelitian yang dilakukan oleh penulis tanpa
membingungkan.

7. Terdapat Kohesi
Artinya karya ilmiah harus memiliki kesinambungan antar bagian dan babnya dan
bersifat straight forward maksudnya ialah tidak bertele-tele atau tepat sasaran. Sebuah
karya ilmiah setiap bagian atau babnya harus memiliki alur logika yang saling
bersambung. Selain itu, penyampaiannya harus tepat sasaran dengan apa yang ingin
disampaikan.

8. Bersifat Objektif
Karya ilmiah harus bersifat objektif. Hal ini sangat penting karena karya ilmiah tidak
dibuat berdasarkan perasaan penulisnya. Karya ilmiah harus menunjukkan fakta-fakta
dan data-data dari hasil analisisnya. Jadi, tidak memiliki kecondongan subjektifitas.
9. Menggunakan Kalimat Efektif
Dan, penulisan karya ilmiah harus menggunakan kalimat efektif. Ciri ini berkaitan
dengan semua ciri sebelumnya. Tujuan penggunaan kalimat dalam karya ilmiah agar
pembaca tidak dipusingkan dengan penggunaan kalimat yang berputar-putar. Penggunaan
kalimat seperti itu hanya akan membuat pembaca bingung.

C. Jenis-jenis Karya Ilmiah


Beberapa jenis karya ilmiah yang paling banyak diterbitkan oleh manusia adalah sebagai
berikut :

1. Makalah
Makalah merupakan karya ilmiah yang menyajikan sebuah masalah yang penyelesaianya
mengandalkan berbagai macam data yang ada di lapangan. Karya ilmiah ini bersifat
empiris dan juga objektif. Dalam penyajiannya, makalah biasanya dipresentasikan dalam
sebuah kegiatan seminar.
Sistematika Makalah ada tiga bagian, yaitu:
a. Pendahuluan (Bagian awal)
b. Pembahasan (Bagian inti)
c. Kesimpulan (Bagian Penutup)

2. Artikel
Dalam konteks jurnalistik, pengertian karya ilmiah artikel merupakan karya ilmiah yang
memuat pendapat subjektif pembuatnya mengenai sebuah peristiwa ataupun masalah
tertentu, sedangkan jika dipandang dari sudut pandang ilmiah, artikel dapat diartikan
sebagai karya tulis yang sengaja dirancang untuk dimuat dalam jurnal ataupun kumpulan
artikel yang dibuat dengan memperhatikan kaidah penulisan ilmiah dan mengikuti
pedoman ilmiah yang berlaku.
Sistematika Artikel:
a. Judul
b. Nama Penulis -- tanpa gelar akademik
c. Abstrak --ringkasan tulisan, gambaran umum isi artikel.
d. Kata Kunci --3-5 keywords.
e. Pendahuluan -- latar belakang masalah dan rumusan singkat (1-2 kalimat) pokok
bahasan dan tujuannya.
f. Kerangka Teori (Kajian Teori) --dasar teori yang menjadi acuan.
g. Pembahasan --kupasan, analisis, argumentasi, komparasi, keputusan, dan pendirian
atau sikap penulis
h. Penutup -- simpulan dan saran
i. Daftar Pustaka

3. Skripsi
Skripsi merupakan karya ilmiah yang dibuat oleh mahasiswa untuk bisa mendapatkan
gelar sarjana (S1). Skripsi memuat tulisan berisi pendapat penulis dengan mengacu
ataupun berdasarkan teori yang telah diterbitkan sebelumnya.

4. Kertas Kerja
Kertas Kerja atau Work paper pada dasarnya sama dengan makalah, namun dibuat
dengan analisis yang lebih mendalam dan tajam serta dipresentasikan pada seminar atau
lokakarya yang biasanya dihadiri oleh ilmuwan.

5. Paper
Paper adalah sebutan khusus untuk makalah di kalangan mahasiswa dalam kaitannya
dengan pembelajaran dan pendidikannya sebelum menyelesaikan jenjang studi Diploma,
S1, S2 dan atau S3. Sistematika penulisannya pun sama dengan artikel dan makalah,
tergantung panduan yang berlaku di perguruan tinggi yang bersangkutan.

6. Tesis
Tesis adalah karya tulis ilmiah mahasiswa untuk menyelesaikan program studi S2 atau
Pascasarjana yang bersifat lebih mendalam dibandingkan dengan skripsi. Tesis
mengungkapkan pengetahuan baru yang didapat dari penelitian yang dilakukan individu
yang bersangkutan.
7. Disertasi
Disertasi atau Ph.D thesis diperuntukkan bagi mahasiswa program S3 atau meraih gelar
Doktor/Dr. yang mengemukakan analisis yang dapat dibuktikan oleh penulis berdasarkan
dengan data dan fakta yang sahih atau valid dengan analisis yang terinci. Disertasi berisi
suatu temuan penulis sendiri yang berupa temuan orisinal.

D. Memilih Topik dan Judul

1. Topik
Pada karya ilmiah, Topik adalah hal paling dasar yang harus ditentukan terlebih dahulu.
Berikut ini adalah beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan topik
yaitu ;
a. Sesuai dengan prodi/bidang ilmu yang dikuasai
b. Menarik, utamanya bagi peneliti itu sendiri
c. Problematik, harus dapat menyelesaikan suatu permasalahan, baik yang diperkirakan
akan menjadi masalah ataupun sudah menjadi masalah. Masalah tidaklah selalu
negatif, bisa jadi masalah bersifat positif.
d. Mengandung pengetahuan dasar, karena topik bersifat mendasar.
e. Terbatas, walaupun bersifat dasar dan umum, topik haruslah tetap terbatas akan suatu
bidang tertentu.
f. Memperhatikan proses pengumpulan data
g. Bermanfaat

Dalam pembuatan topik perhatikan pokok masalah yang ada, lalu tuangkan dalam dua kata agar
memiliki sifat keterbatasan, contoh-contoh topik:

a. Mesin > Mesin Magnetik / Material Mesin


b. Jembatan > Struktur Jembatan/ Kontruksi Jembatan
c. Minyak > Minyak Goreng
d. magnet > magnet neodymium
e. GMAW kecepatan tinggi > humpping bead GMAW kecepatan tinggi
f. baja paduan rendah > ketangguhan baja paduan rendah
g. Dari OJT atau kerja praktek di departemen inspection di perusahaan bidang migas, maka
akan di jumpai topik:
1) erosi korosi
2) korosi sumuran
3) box-up repair
4) patching repair
5) marine growth preventer
6) coating blistering
7) interferensi arus

2. Tema
Tema merupakan topik yang sudah bertujuan. Sederhananya tema adalah topik yang
sudah dberikan kata operasional ( mengandung pe-an), contoh:
a. Topik : Material Mesin, Tema : (Perawatan) (Material Mesin)/ Pemilihan Material
Mesin.
b. Topik : Struktur Jembatan/ Kontruksi Jembatan, Tema : (penguatan) (Struktur
Jembatan/ Kontruksi Jembatan)
c. Topik : Minyak Goreng, Tema : (Pembuatan) (Minyak Goreng)
d. Topik : metode manufaktur baru, Tema : (Pengembangan) (metode manufaktur baru)
e. Topik : humpping bead GMAW kecepatan tinggi , Tema : (humpping bead) (GMAW
kecepatan tinggi)

3. Judul
Judul memiliki sifat lebih spesifik ketimbang topik dan tema, perubahan dari tema ke
judul cukup ditambahkan keterangan seperti tempat, metode penelitian,dll. Contohnya:
a. Judul : Perawatan Material Mesin di Bengkel A dengan Metode X
b. Judul : (penguatan) (Struktur Jembatan/ Kontruksi Jembatan) dengan metode
XXXXX
c. Judul : (Pembuatan) (Minyak Goreng) dari jagung
d. Judul : (Pengembangan) (metode manufaktur baru) untuk (magnet neodimium)
e. Judul : (Pengaruh aliran fluida) terhadap (humpping bead) pada ( GMAW kecepatan
tinggi)

E. Teknik Penulisan Karya Ilmiah


1. Bagian Pembuka
a. Kulit Luar/Kover
Halaman ini memuat 1) Judul karangan ilmiah lengkap dengan anak judul (jika ada) 2)
Keperluan Penyusunan 3) Nama Penyusun 4) logo lembaga pendidikan 5) Nama
Lembaga Pendidikan 6) Nama Kota 7) Tahun Penyusunan

b. Halaman persetujuan
Halaman persetujuan ini memuat 1) judul karya ilmiah, 2) nama siswa yang menyusun
karya ilmiah beserta nomor induk siswa, 3) tanda tangan dan nama terang pembimbing,
dan 4) kata persetujuan

c. Halaman Pengesahan
Halaman ini memuat bukti pengesahan administratif dan akademik oleh kepala sekolah.
Halaman ini memuat 1) judul karya ilmiah, 2) nama siswa yang menyiapkan karya
ilmiah, 3) kalimat pengesahan beserta tanggal, bulan, dan tahun, 4) tanda tangan dan
nama terang guru pembimbing dan kepala sekolah serta cap stempel.

d. Abstrak
Abstrak disusun dengan komponen-komponen sebagai berikut: 1) nama siswa, ditulis
dari belakang (seperti penulisan nama pengarang pada daftar pustaka) apabila terdiri dari
dua bagian nama atau lebih, 2) tahun pembuatan, 3) judul karya ilmiah (dalam tanda
petik, huruf kapital hanya pada awal setiap kata), 4) kata Karya Ilmiah ditulis miring, 5)
nama kota, 6) nama sekolah.
Penulisan isi abstrak tersebut dituangkan dalam tiga paragraf dengan spasi tunggal.
Paragraf pertama berisi uraian singkat mengenai latar belakang masalah dan tujuan
penelitian. Paragraf kedua berisi metode penelitian, mencakup populasi dan sampel,
teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, dan teknik analisis data.
e. Kata.Pengantar
Kata pengantar dibuat untuk memberikan gambaran umum kepada pembaca tentang
penulisan karangan ilmiah. Kata pengantar hendaknya singkat tapi jelas. Yang
dicantumkan dalam kata pengantar adalah (1) puji syukur kepada Tuhan, (2) keterangan
dalam rangka apa karya dibuat, (3) kesulitan/ hambatan yang dihadapi, (4) ucapan terima
kasih kepada pihak yang membantu tersusunnya karangan ilmiah, (5) harapanpenulis, (6)
tempat, tanggal, tahun, dan nama penyusun karangan ilmiah.

f. Daftar isi
Daftar isi ini memuat secara rinci isi keseluruhan karya ilmiah beserta letak nomor
halamannya, mulai dari halaman judul sampai dengan lampiran. Komponen isi karya
ilmiah ini dicantumkan dalam daftar isi antara lain meliputi judul-judul bab dan subbab.
Penulisan daftar isi harus mempertahankan konsistensi dalam pencantuman komponen-
komponen tersebut secara jelas, dan terperinci.

g. Daftar Tabel, gambar, grafik, bagan/skema, singkatan/lambang (jika ada)


Daftar tabel, gambar, , grafik, bagan/skema, singkatan/lambang berisi nomor urut
halaman tempat tabel, gambar, , grafik, bagan/skema, singkatan/lambang tersebut
disajikan. Tiap-tiap jenis dikelompokkan dan diberi nomor urut tersendiri. Tajuk daftar
tabel, gambar, , grafik, bagan/skema, singkatan/lambang dituliskan dengan huruf kapital
semua, dan terletak di tengah-tengah penulisan.

2. Bagian Pendahuluan

a. Latar Belakang Masalah.


Bagian ini memuat alasan penulis mengambil judul itu dan manfaat praktis yang dapat
diambil dari karangan ilmiah tersebut. Alasan-alasan ini dituangkan dalam paragraf-
paragraf yang dimulai dari hal yang bersifat umum sampai yang bersifat khusus.

b. Rumusan masalah.
Permasalahan yang timbul akan dibahas dalam bagian pembahasan, dan ini ada kaitannya
dengan latar belakang masalah yang sudah dibahas sebelumnya. Permasalahan ini
dirumuskan dalam kalimat-kalimat pertanyaan secara jelas.

c. Ruang Lingkup.
Ruang lingkup ini menjelaskan pembatasan masalah yang dibahas. Pembatasan masalah
hendaknya terinci dan istilah istilah yang berhubungan dirumuskan secara tepat.
Rumusan ruang lingkup harus sesuai dengan tujuan pembahasan.

d. Tujuan.
Bagian ini mencantumkan garis besar tujuan pembahasan dengan jelas dan tujuan ini ada
kaitannya dengan rumusan masalah dan relevansinya dengan judul.

e. Landasan Teori.
Landasan teori berisi prinsip-prinsip teori yang mempengaruhi dalam pembahasan. Teori
ini juga berguna untuk membantu gambaran langkah kerja sehingga membantu penulis
dalam membahas masalah yang sedang diteliti secara mendalam.

f. Hipotesis.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, hipotesis adalah sesuatu yang dianggap benar
untuk alasan atau pengutaraan pendapat (teori, proposisi, dsb) meskipun kebenarannya
masih harus dibuktikan dengan demikian hipotesis merupakan kesimpulan/perkiraan
yang dirumuskan dan untuk sementara diterima, serta masih harus dibuktikan
kebenarannya dengan data-data otentik yang ada, pada bab-bab berikutnya. Hipotesis
harus dirumuskan secara jelas dan sederhana, serta jelas.

g. Sumber data atau kajian pustaka.


Sumber data atau kajian pustaka yang digunakan penulis karangan ilmiah biasanya
adalah kepustakaan, tempat kejadian peristiwa (hasil observasi), interview, seminar,
diskusi, dan sebagainya termasuk juga mengutip dari berbagai sumber.
h. Metode, dan teknik.
Metode Pengumpulan Data, metode pengumpulan data adalah cara mencari data bagi
suatu penulisan, ada yang secara deduktif dan atau induktif. Mencari data dapat dilakukan
dengan cara studi pustaka, penelitian lapangan, wawancara, dll.

Teknik Penelitian adalah penjabaran metode penelitian, sistem atau metode penelitian
dengan meneliti langsung objeknya, teknik penelitian yang dapat digunakan ialah teknik
wawancara, angket, daftar kuesioner, dan observasi. Semua ini disesuaikan dengan masalah yang
dibahas.

3. Bagian Isi
a. BAB II/Landasan Teori
Sementara pada bagian bab II adalah penulisan landasan teori dan tinjauan pustaka. Di
sini Anda bisa menuliskan referensi apa saja yang Anda gunakan untuk menunjang
penelitian Anda. Landasan teori juga harus ditulis secara terstruktur sesuai dengan
tahapan pembahasan penelitian. Selanjutnya akan diteruskan pada bab pembahasan.

b. BAB III/Pembahasan / Penyajian Hasil Penelitian


Dalam bagian inti ini dalam penelitian karya tulis ilmiah memaparkan penelitian yang
dilakukan dengan mengambil studi kasus pada bagian pendahuluan. Dalam bagian inti
pembahasan dalam karya tulis ilmiah diuraikan terkait landasan teori yang mendukung
penelitian yang dilakukan.
Pengambilan landasan teori ini bisa dari perkataan para ahli yang melakukan bidang studi
yang terkait dengan studi penelitian yang dilakukan. Bahkan, bisa membuat landasan
teori baru jika benar-benar studi penelitian dalan karya tulis ilmiah merupakan studi yang
unik dan menarik.
Kemudian, pada bagian inti dari penulisan karya tulis ilmiah ini memberikan pokok-
pokok yang diambil dalam melakukan penelitian. Apakah penelitian ini menggunakan
rumus khusus atau berupa kuesioner studi lapangan perlu dipaparkan dengan jelas.
Sehingga, data yang akan ditampilkan dalam studi penelitian ini jelas dan gamblang.
4. Bagian Penutup
a. Kesimpulan, dan Saran
Pada bagian penutup ini memaparkan kesimpulan akhir dari penelitian karya tulis ilmiah
yang dilakukan. Apakah penelitian yang dilakukan mampu memberi solusi terhadap
permasalahan yang diangkat ataukah sebagai batu loncatan awal untuk penelitian lanjutan
pun harus dipaparkan.
Lalu, disamping memaparkan n kesimpulan yang didapatkan. Pada bagian ini juga perlu
memberikan penjelasan terkait saran dan harapan kedepannya untuk karya tulis ilmiah
tersebut.
Agar dapat menjadi landasan teori berikutnya saat membuat karya tulis ilmiah yang
mengangkat tema yang sama walu dengan tempat yang berbeda. Pada bagian terdapat
kesimpulan, dan saran. Pada bagian kesimpulan, berisi tentang kesimpulan penelitian.
Biasanya jawaban dari rumusan masalah.

b. Daftar Pustaka
Daftar pustaka merupakan daftar yang berisi semua buku atau tulisan ilmiah yang
menjadi rujukan dalam melakukan penelitian. Maksudnya ketika Anda ingin menulis
karya ilmiah yang bisa berupa artikel, makalah, atau presentasi Anda harus membuat
daftar pustaka atau mudahnya itu harus mencantumkan sumber rujukan penelitian.

Jika membuat tulisan ilmiah tapi sumber rujukannya (daftar pustaka) salah atau bahkan
tidak ada, maka tulisan ilmiah tersebut dikatakan tidak dapat dipercaya alias hoaks..

Tajuk daftar pustaka dituliskan dengan huruf kapital semua tanpa diberi tanda baca dan
dituliskan di tengah-tengah. Dalam daftar pustaka dicantumkan semua kepustakaan, baik
yang dijadikan acuan penyusunan karangan maupun yang dijadikan bahan bacaan,
termasuk artikel, makalah, skripsi, disertasi, buku, dan lain-lain.

Semua acuan dalam daftar pustaka disusun menurut abjad nama pengarang atau lembaga
yang menerbitkan. Jadi, daftar pustaka tidak diberi nomor urut. Jika tanpa nama
pengarang atau lembaga, yang menjadi dasar urutan adalah judul pustaka. Contoh
penulisan daftar pustaka: Eneste, Panusuk. 1983. Mempertimbangkan Tradisi. Jakarta:
Gramedia.
Untuk majalah atau jurnal mengikuti sistematika sebagai berikut: nama penulis, tahun
terbit, judul tulisan, nama majalah/jurnal dengan singkatan resminya, nomor penerbitan
dan halaman.

c. Penulisan Lampiran (jika diperlukan)

Anda mungkin juga menyukai