Anda di halaman 1dari 40

VENTILATOR MEKANIK

1. Pengertian

Ventilasi mekanik adalah suatu alat bantu mekanik yang memberikan bantuan nafas

dengan cara membantu sebagian atau mengambil alih semua fungsi ventilasi guna

mempertahankan hidup

1. Tujuan

Memberikan bantuan nafas dengan cara memberikan tekanan positif melalui jalan

nafas buatan

1. Indikasi

1. Gagal nafas akut disertai asidosis respiratorik yang tidak dapat diatasi

dengan pengobatan biasa

2. Hipoksemia yang telah mendapat terapi oksigen maksimal, namun tidak

ada perbaikan

3. Apnu

4. Secara fisiologis memenuhi criteria :

1. Volume tidal < 5 ml/kgBB

2. Tekanan inspirasi maksimal < 25 cmH2O

3. RR > 35 x/mnt

4. PaO2 < 60 mmHg dengan pemberian FiO2 > 60%

5. PaCO > 60 mmHg

6. Ruang rugi : Tidal Volume > 0,6

1. Jenis Ventilator

1. Ventilator tekanan negatif


Ventilator ini tidak membutuhkan konecktor ke jalan nafas (ETT) karena ventilator ini

membungkus tubuh, sekarang sudah ditinggalkan

1.

1. Ventilator tekanan Positif

Ventilator ini memberikan tekanan positif ke jalan nafas melalui ETT

Ventilator tekanan positif dibedakan menjadi ;

1.

1.

1. Volume

Menghantarkan oksigen berdasarkan volume tidal yang di set, sedangkan ekspirasi

dibiarkan secara pasif

Keuntungan ; tidak menyebabkab hipo/ hiperventilasi karena pemberian secara

konstan meski ada sumbatan atau kelainan paru

Kerugian ; dapat menimbulkan barotrauma

1.

1.

1. Pressure

Mengantarkan oksigen berdasarkan pressure yang sudah di set, sedangkan ekspirasi

dibiarkan secara pasif

1.

1.

1. Flow

Menghantarkan oksigen berdasarkan kecepatan aliran yang di set, sedangkan

ekspirasi dibiarkan secara pasif


1.

1.

1. Time

Menghantarkan oksigen berdasarkan waktu yang telah di set, sedangkan ekspirasi

dibiarkan secara pasif

1. Prinsip Kerja Ventilator

1. Start/ initiation : merupakan trigger positif pressure

1. Control mode : (time trigger) berdasarkan waktu yang telah di set

pada mesin

2. Assist Mode : (pasien trigger) berdasarkan penurunan air way

pressure

2. Target/ limite : merupakan batasan positif pressure

1. Volume target : berdasarkan volume yang sudah di set

2. Pressure target : berdasarkan pressure yang sudah di set

3. Cycle : merupakan siklus peralihan dari inspirasi ke ekspirasi

1. Volume cycle

2. Pressure cycle

3. Flow cycle

4. Time cycle

2. Parameter Setting Ventilator

1. Respiratory Rate (RR)

Adalah jumlah nafas yang diberikan kepada pasien setiap menitnya, setting RR

tergantung dari tidal volume, jenis kelainan paru, target PaCO 2, setting awal 8-

12x/mnt.

Jika RR di set 10x/mnt, berarti siklus respirasinya adalah 60/10 = 6 dtk sekali.

1.

1. Tidal Volume
Adalah jumlah volum yang diberikan oleh ventilator kepada pasien setiap kali nafas

berkisar 10-15 cc/kgBB

1.

1. Fraksi Oksigen (FiO2)

Adalah jumlah konsentrasi oksigen yang diberikan oleh ventilator kepada pasien,

berkisar antara 21% – 100% , pemberian FiO2 100% terlalu lama bisa menyebabkan

intoxikasi oksigen, oleh karena itu sebaiknya setting awal adalah 50%, selanjutnya

menyesuaikan respon dari pasien.

1.

1. Inspirasi : Ekspirasi (I:E ratio)

Merupakan nilai normal fisiologis perbandingan antara inspirasi dan ekspirasi,

normal I:E ratio adalah 1:2 atau 1:1,5

1.

1. Pressure limite/ Pressure inspirasi

Mengatur atau membatasi jumlah pressure yang diberikan dari volume cycle

ventilator, sebab pressure yang terlalu tinggi bisa menyebabkan barotrauma. Setting

pressure tidak boleh > 35 cmH2O, jika limit sudah tercapai maka secara automatis

ventilator akan menghentikan hantarannya dan alarm akan berbunyi. Pressure limit

dicapai biasanya disebabkan oleh adanya sumbatan, obstruksi jalan nafas, retensi

sputum di ETT, Akumulasi penguapan air di sirkuit ventilator, ETT tergigit, pasien

batuk, pasien fighting, kinking pada tubing ventilator.

1.

1. Flow rate/ Peak Flow

Adalah kecepatan gas untuk menghantarkan tidal volume yang di set, biasanya

setting berkisar antara 40-100 lt/mnt


1.

1. Trigger/ sensitivity

Menentukan jumlah upaya nafas pasien yang diperlukan untuk memulai/ mentriger

inspirasi pada ventilator. Trigger tidak diberikan bila ventilator dalam modus control

1.

1. PEEP

Berguna untuk mempertahankan tekanan jalan nafas pada akhir ekspirasi, sehingga

mampu meningkatkan pertukaran gas di dalam alveoli. PEEP berfungsi untuk

meredistribusikan cairan ekstravaskuler paru, meningkatkan volume alveoli,

mengembangkan alveoli yang kolaps, dan meningkatkan kapasitas residu fungsional.

Nilai PEEP berkisar 5-15 cmH2O, jika PaO2 masih rendah sedangkan FiO2 sudah 60%

maka peningkatan PEEP merupakan pilihan yang utama.

1. Setting Alarm

1.

1. Alarm Low Exhaled Volume

Sebaiknya di set 100 cc dibawah tidal volume expirasi, jika alarm berbunyi berarti

tidal volume pasien tidak adekuat, berguna untuk mendeteksi kebocoran system

atau terlepasnya sirkuit pada ventilator

1.

1.

1. Alarm Low Inspiratory Pressure

Sebaiknya diset 10-15 cmH2O dibawah PIP (Peak Inspiratory Pressure), akan berbunyi

jika pressure pasien turun, berguna untuk mendeteksi kebocoran sistem

1. Modus Ventilator

1.
1. Control Mode

Pasien menerima volume, pressure dan frekuensi sesuai yang telah di atur, pasien

tidak diberi kesempatan untuk bernafas sendiri, tidak nyaman untuk pasien yang

sadar sehingga perlu diberikan sedasi. Modus ini dibedakan menjadi ; Volume

Control Mode dan Pressure Control Mode.

Karakteristik

 Start/ trigger berdasarkan waktu

 Target/ limit bisa volume atau pressure

 Cycle bisa volume, pressure atau time

 Volume, pressure dan RR ditentukan ventilator

 Jika ada usaha nafas tambahan pasien tidak akan dibantu

 Disebut juga time trigger ventilasi

Indikasi

 Sering digunakan untuk pasien yang fighting terhadap ventilator, terutama saat

pertama kali memakai ventilator

 Pada pasien yang sama sekali tidak ada trigger nafas/ CKB

 Trauma dada dengan gerakan nafas paradoks

 Sebaiknya digunakan dengan sedasi/ pelumpuh otot

Komplikasi

 Pasien sangat tergantung pada ventilator

 Potensial malas bernafas

1.

1.

1. Asist Mode
Pasien menerima volume dari mesin dan bantuan nafas, tetapi hanya sedikit. Pasien

diberikan kesempatan untuk bernafas spontan, jumlah pernafasan dan volume

semenit ditentukan oleh pasien, dibedakan menjadi assist volume mode dan assist

pressure mode

Kriteria

 Start/ trigger oleh usaha nafas pasien yaitu penurunan tekanan jalan nafas

 Target/ limite oleh volume, time atau pressure

 Cycle oleh volume atau pressure

 Tidal volume sesuai dengan yang di set

 RR > dari yang di set, setiap usaha nafas dibantu oleh ventilator

 Disebut juga pasien trigger ventilasi

Indikasi baik untuk proses weaning

Komplikasi bisa menyebabkan hiperventilasi atau respirasi alkalosis

1.

1.

1. IMV (Intermitten Mandatory Ventilator)

Pasien menerima volume dan RR dari ventilator, diantara pernafasan yang diberikan

ventilator, pasien diberi kesempatan untuk bernafas sendiri. Dengan modus ini,

ventilator memberikan bantuan nafas dimana saja pada saat siklus pasien bernafas

sendiri, akibatnya sering terjadi benturan antara pernafasan pasien dengan ventilator

1.

1.

1. SIMV (Synchronize Intermitten Mandatory Ventilator)


Modus ini sama dengan IMV, namun pada modus ini bantuan nafas dari ventilator,

tidak terjadi pada saat pasien bernafas sendiri sehingga tidak terjadi benturan antara

pernafasan pasien dengan ventilator

Karakteristik

 Start/ trigger oleh pasien

 Target/ limit oleh volume

 Cycle oleh volume

Jika setting SIMV rate 6 berarti SIMV 60/6 =10 dtk

Jika RR yang muncul pada pasien 20 berarti 60/20 = 3 dtk

Jadi periode spontannya adalah 10 – 3 = 7 dtk

1.

1.

1. Pressure Support/ spontan Mode

Modus ini memberikan bantuan ventilasi dengan cara memberikan tekanan positif

yang telah ditentukan pada saat pasien inspirasi

Karakteristik

 Start/ trigger berdasarkan usaha nafas pasien

 Target/ limite berdasarkan pressure level yang telah di set

 Cycle berdasarkan penurunan peak flow inspirasi

 Inspirasi pasien hanya dibantu sebagian

 Peak flow, ekspirasi, RR ditentukan oleh pasien sendiri

Indikasi untuk pasien yang sudah mampu bernafas spontan

1.

1.
1. CPAP

Memberikan tekanan positif pada jalan nafas untuk membantu ventilasi selama

siklus pernafasan, RR dan volume tidal ditentukan oleh pasien


Dasar Dasar Ventilasi Mekanik

PENDAHULUAN
Tahun 1934 tuan Guedel buat pertama kalinya memperkenalkan nafas terkendali
(control respirasi) dalam dunia anestesi.
Problema pneumothorak pada kasus-kasus thoracotomi yang berpuluh tahun
menjadi momok bagi ahli bedah dan anestesi kini dapat diatasi dengan pernafasan
terkendali.
Lebih luas lagi penggunaan pernafasan terkendali dalam menciptakan kondisi
operasi yang optimal, bersamaan dengan penggunaan obat-obat pelemas otot
sangat banyak membantu ahli bedah dan anestesi memperpendek masa
operasi, penghematan penggunaan darah dan obat-obat anestesi serta cepatnya
masa pemulihan. Kemudian lebih dikembangkan lagi dalam mencegah atau
mengatasi  kegagalan pernafasan dengan penggunaan alat mekanis (ventilator) di
unit perawatan intensif. Demikian banyaknya manfaat yang diberikannya namun
tak sedikit juga masalah yang ditimbulkannya.

DEFINISI VENTILASI MEKANIK


Ventilasi mekanik adalah ventilasi yang sebagian atau seluruhnya dilaksanakan
dengan bantuan mekanis.

TUJUAN VENTILASI MEKANIK


1. Memperbaiki pertukaran gas (Mengatasi hipoksemia, Menurunkan hiperkarbia,
Memperbaiki asidosis respiratorik akut)
2. Mengatasi distress nafas (Menurunkan konsumsi oksigen, Menurunkan beban kerja otot
nafas)
3. Memperbaiki ketidakseimbangan (Membuka atelektase, Memperbaiki compliance,
Mencegah cedera paru lebih lanjut)
4. Kontrol eliminasi CO2  (Penderita dengan TIK meningkat)
5. Menurunkan kerja jantung (Gagal jantung)
6. Profilaksis (Pasca operasi bedah besar)

INDIKASI VENTILASI MEKANIK


·  Gagal nafas akut
Hiperkapnik (tipe 2)    : Gagal pompa ventilasi, Gagal mekanik ventilasi, PaCO 2 > 45 mmHg, pH < 7.30, (Ganggaun : pusat nafas,
otot nafas, jalan nafas, dinding dada, saraf Perifer) 
Hipoksemik (tipe 1)     : Gagal pertukaran gas, Gagal untuk oksigenasi, PaO2 < 55 mmHg dengan FiO2 > 60%, (Ganggauan pada
paru – alveoli, jantung)
Kombinasi tipe 1 dan 2
·   Pencegahan ancaman gagal nafas

  KRITERIA PONTOPPIDAN
Close Monitoring, Intubation
Criteria Normal Oxygen Physical Tx Ventilation
Trakeostomi
Mechanics :
Respiratory rate/Min 12 -25 25 – 35 >35, <10
Vital capacity ml/kg 70 – 30 30 – 15 < 15
Inspiratory force cmH2o 100 - 50 50 – 25 < 25
Oksigenation :
 A – a DO2 mmHg 50 – 200 200 – 350 > 350
 PaO2 mmHg 100 – 75 200 – 70 < 70
(air) (mask O2) (mask O2)
Ventilation :
 VD/VT 0,3 – 0,4 0,4 – 0,6 > 0,6
 PaCO2 mmHg 35 – 45 45 – 60 > 60

VENTILATOR
Alat untuk memberikan ventilasi buatan secara mekanis.
Ada 2 macam  :                                    
a. Ventilator tekanan negatif.
Ventilator ini membuat tekanan negatif (tekanan < 1 atmosfer) di sekeliling tubuh
sehingga dada akan mengembang akibatnya tekanan intrathorakal dan alveolar
turun dan udara luar masuk keparu.
Contoh : Cabinet ventilator, kepala asien saja diluar ventilator.
                Cuirass ventilator , hanya dada dan abdomen saja didalam ventilator.

b. Ventilator tekanan positif.


Ventilator ini disebut juga intermitten pressure ventilator, memberikan tekanan
positif diatas 1 atmosfer (dalam hal ini satu atsmosfer dianggap sama dengan
nol ), pada jalan nafas (airway) untuk memventilasi paru.

Di klassifikasikan kedalam 3 type:


1. Pressure cycle ventilator: Prinsipnya : Inspirasi akan berakhir bila
tekanan yang ditetapkan (preset pressure) telah dicapai tidak perduli tidal
volume cukup atau tidak. Lama jnspirasi tergantung pada kecepatan aliran
gas inspirasi (inspiratory flow rate),makin tinggi flow rate makin cepat
cycling. pressure dicapai makin pendek pendek masa inspirasi. Setiap ada
obstruksi ,penurunan compliance paru,atau peninggiantonus otot polos
saluran pernafasan akan mempercepat tercapainya cycling pressure.Dalam
hal ini tidal volume berubah2 tergantung kondisi paru, oleh karena itu
selama penggunaan pressure cycle ventilator expired tidal volume harus
diukur sesering mungkin untuk mencegah atau mendeteksi terjadinya hypo
atau hyperventilasi. Untungnya terbatas tekanan maksimum pada airway
sehingga bahayabarotrauma minimal dan mampu mengkompensir
kebocoran circuit. Sikap kita penggunaan pressure cycle ventilator hanya
untuk paru yang sehat dan jangka pendek. Contoh: Bird, Bennet PR-2. 
2. Volume cycled ventilator : System ini inspirasi akan berakhir bila
volume yang ditetapkan (preset volume) telah dicapai tanpa memandang
tekanan yang ditimbulkannya ,mampu mengkompensir perubahan
pulmonal tapi tak bisa mengkompensir kebocoran circuit. Dalam hal ini
tidal volume konstant sementara tekanan airway berubah2 sesuai kondisi
paru sehingga bisa saja mencapai tekananyang cukup tinggi untuk
menimbulkan barotrauma. Untuk ini perlu valve yang membatasi kenaikan
tekanan yang berlebihan (tekanan inflasi) yang dianggap optimal  20-
30cmH2O. Disamping keuntunganya dengan tidal volume yang
konstant, jeleknya mesin tetap memompa walaupun telah terputus
hubungan dengan pasien untuk itu perlu system alarm untuk
mencegahnya. Walaupun tidal volume konstant namun pengukuran tidal
volume secara periodik diperlukan kemungkinan adanya kebocoran
circuit. Contoh: Engstoom, RCF4, Servo, Bear, Bourns.
3. Time cycled ventilator : Dalam system ini masa inspirasi akan
berakhir bila waktu yang  telah ditetapkan (preset time) telah
dicapai. Dengan model ini tidal volume konstant tidak tergantung kondisi
paru  Walaupun dapat memberikan tidal voliume yang konstant untuk
menyesuaikan tidal volume kita perlukan intergrasi ketiga komponen yaitu
inspiratory flow rate,inspirasi time dan inspirasi expirasi ratio. Contoh :
Engstroom, Radeliff.

Kebutuhan pokok suatu ventilator adalah mampu memberikan tidal volume yang
stabil,dalam menghadapi hambatan trehadap pengembangan paru ,harus mampu
memberikan tidal volime dengan flow yang adekuat mempertahanlkan minute
ventilation dengan perbandinganmasa inspirasi dan expirasi minimal 1:1 dalam
adanya resistensi  yang tinggi terhadap inflasi paru.

BEBERAPA PENGERTIAN 
Untuk mempermudah pengertian dalam membicarakan ventilasi mekanik
beberapa istilahmutlak harus  diketahui. 
Respiratory cycle : Cyclus saat mulai inspirasi sampai kembali mulai
inspirasi.,terdiri dari 2 fase:
1. Fase inspirasi (inflasi).
2. Fase expirasi (exhalasi) trediri dari:
Fase deflasi

Fase expiratory pauze.

I : E ratio : Perbandingan lamanya fase inspirasi dan expirasi.


Paling baik masa fase expirasi lebih dari setengah respiratory cycle. Untuk
mengurangi hambatan terhadap circulasi minimal I:E ratio 1:1 lebih baik 1:2 atau
1:3.  Kalau frekuensi nafas  15x/menit,dan I: E ratio 1:3 maka masa inspirasi  1/4
respiatory cycle, = 1/4 x 60/15 detik = 1 detik.sedangkan masa expirasi = 3 detik.
Bila masa inspirasi > 1,5 detik,akan terjadi gangguan circulasi  bila kurang dari
0,5 detik akan timbul gangguan distribusi udara (ventilasi) dimana VD/VT  ratio >
50%.

Peak pressure :  Tekanan maksimum yang dicapai pada jalan nafas pasien selama
berlangsungnya ventilasi mekanik. Durasi peak pressure menetukan bentuk
gelombang tekanan positif. Bisa saja respiratory cycle dan besarnya peak pressure
sama tapi durasi peak pressure beda. Beberapa ventilator bentuk gelonmbang
tekanan positif bisa diatur.Ada bentuk segitiga ,dome dan trapezium. Ini penting
untuk pengembangan atelectase baikdipilih bentuk trapezium, sementara bentuk
segi tiga  dipakai untuk kondisi hipovolemik. 

Peak inspiratory flow rate :  Kecepatan aliran gas maksimum yang diberikan
selama inspirasi agar tidal volume yang cukup tercapai. Besarnya yang diberikan
tergantung pada masa inspirasi dan besarnya tidal volume yang diinginkan.Pada
tidal volume yang konstant besarnya inspiratory flow rate yang menetukan
panjang pendeknya masa inspirasi. Jadi inspirasi expirasi ratio ditentukan oleh
inspiratory flow rate, frekuensi nafas & tidal volume.Kita inginkan I:E ratio 1:2
sedangkan frekuensi nafas 15 x/menit, sedang tidal volume diinginkan 800
cc, maka inspiratory flow rate bisa ditentukan :
                         Respiratory cycle        = 60/15 detik = 4 detik.
                         Inspiratory time           = 1/3 x 4 detik= 4/3 detik.
                         Ins,flow rate                 = 800: 4/3 cc/detik
                                                  = 800x 4/3 x60 cc / menit.= 36 L /menit.
Pada orang normal, sadar, peak insp, flow rate kira-kira 30 - 40 L / menit   
(4 – 6x minute ventilation).

Controled ventilation:  Pernafasan pasien diambil alih seluruhnya oleh ventilator


dimana pasien apnoe.

Assisted ventilation/ compensated ventilation: Pasien bernafas spontan tapi tidal


volume tak ade- kuat,dibantu dengan ventilasi agar  tidal volume adekuat. Dalam
hal ini sebagian nafas pasien dikendalikan ventilator ,usaha inspirasi pasien
membuat tekanan subatsmosferik pada jalan nafas mentriger respirator / ventilator
agar memberikan ventilasi kepada pasien. Bila frekuensi nafas pasien > 30x /
menit,maka inspirasi pasien tak cukup membuat tekanannegatif untuk mentriger
ventilator .maka dengan kondisi seperti ini cara assisted tak ideal.

Intermittent mandatory ventilation  (IMV):  Konsep IMV ditemukan setelah


kegagalan system assisted ventilation. Praktis dengan IMV menghilangkan
penggunaan assisted ventilation. Dalam hal ini dibiarkan bernafas spontan dengan
kecepatan sendiri,pada interval tertentu diberi ventilasi oleh ventilator tanpa
memandang bentuk/frekuensi peenafasan pasien.Jeleknya kadang-kadang pasien
menarik nafas serentak dengan ventilasi dari ventilator sehingga terjadi
overdistensi alveoli. Penggunaan system IMV sangat populer dalam proses
weaning (penyapihan dari ventilator).
                    
Intermittent positive pressure  pressure breathing (IPPB): Pemberian tekanan
positif pada waktu inspiarsi sedangkan expirasi berjalan passif, tetapi pasien
bernafas spontan tetapi bila pasien apnoe maka istilah breathing ditukar jadi
ventilation atau  intermittent positive pressurew ventilation (IPPV).
IPPV dengan pemberian tekanan positif pada akhir expirasi (positive end
expiratory pressure - PEEP) disebut juga Continous Positive Pressure Ventilation
(CPPV). Kalau pemberian tekanan positif selama inspirasi sedangkan pada fase
expirasi hanya pada fase deflasi saja diberi tekanan negatif tetapi tidak pada fase
expiratory pause maka disebutIntermittent Positive Negative Pressure Ventilation
( IPNPV).
Bila tekanan negatif tersebut diberikan selama periode expirasi disebut Negative
End Expiratory Pressure (NEEP).
Bila pada akhir inspirasi ,peak pressure dipertahankan beberapa detik disebut End
Inspiratory Pauze (EIP).
Penggunaan PEEP pada dasarnya adalah bila dengan IPPV keadaan hipoksemi tak
terkoreksi dimana dengan IPPV 50% O2 tak mampu mempertahankan PaO2
sekitar70mmHg. Harapan yang ingin dicapai dengan system PEEP adalah :
 Meningkatkan functional rasidual capacity (FRC) diatas closing volume.

 Membuka atelectase.

 Mencegah penutupan small airway.

 Mendorong cairan intra alveolar atau interstitial kembali kedalam


kapiler sehingga mengurangi odema pulmonum

Disebut PEEP optimal yaitu pada tekanan berapa tercapai PaO2 maksimal tetapi
dengan gangguan circulasi yang minimal.,diperkirakan PEEP sebesar 5 cm H2O
mampu menaikkan PaO2 sebesar 60 mm Hg. Harus diingat penggunaan PEEP
justru akan lebih mengganggu circulasi ketimbang IPPV karena selama
resoiratory cycle tekanan tetap positif dalam thorak. Tetapi untungnya tidak
seluruh tekanan positif pada PEEP tersebut ditransmisi kestruktur intra thorak
apalagi kondisi paru dengan compliance yang rendah.
Bila ada perdarahan, shock ataupun obstruksi jalan nafas boleh dikatakan
pemakaian PEEPtak ada respons dalam memperbaiki hipoksemia /
intrapulmonary shunting.
Penggunaan PEEP pada pernafasan spontan disebut Continous Positive Pressure
Breathing (CPPB) atau Continous Positive Airway Pressure (CPAP).dimana
selama pernafasan spontan  diberi ekanan positif baik selama inspirasi maupun
akhir expirasi. Sebaiknya penggunaan PEEP atau CPAP hati2 pda keadaan
hipovolemi,maupun cardiac outputmenurun tau meningginya tekanan intrakranial
(ICP). Pemberiaqn tekanan negatif pada waktu expirasi seperti IPNPV atau
NEEP,diharapkan mampu mengurangi effek tekanan positif pada venous return
terutam pada pasien shock hipovolemik, tetapi sebaiknya diperbaiki dengan blood
volume expander dulu sementara NEEP atau IPNPVdiberikan.Jangan lupa IPNPV
maupun NEEP bisa menimbulkan atelectase/airway collaps untuk itu hanya
digunakan kalau darurat saja. Penggunaan EIP pada dasarnya agar terjamin
distribusi ventilasi yang merata tetapi effek gangguan circulasi menonjol.

SIGH  : Adalah periodik hiperinflasi (extra large tidal volume). Secara periodik


diberi tidal volume yang besarnya 2-3x normal tidal volume,untuk
meningkatkan  compliance paru mencegah mikro atelektasis yang mungkin
timbul  pada pasein yang diberi normal tidal volume terus menerus.Tetapi bila
diberi tidal volume 12-15 cc/Kg BB ideal, denganfrekuensi pernfasan 10-12 x
permenit ,sigh system tak diperlukan hanya sering bahaya alkalosis. Beberapa
ventilator seperti Bear dilengkapi sarana sigh, biasanya daitur sigh voluime 2-3x
tidal volume biasa,sementara frekuensinya 3-5 x per jam.

PEMANTAUAN VENTILASI MEKANIK


1. Pasien : Pemeriksaan fisik, foto thorak, EKG, Sp O2,  lab gas darah
2. Interaksi pasien dengan ventilator : Peak inspiratory pressure, exhaled tidal volume,
minute volume, rate, nafas spontan, trigger, mode ventilasi
3. Ventilator : Sirkuit, Setting humidifier, ventilator, Setting alarm

EVALUASI
 Status Oksigenasi

 Parameter PaO2, SpO2

 Mencapai PaO2, SpO2 yang diinginkan dgn FiO2 terendah

 Variabel FiO2, Mean airway pressure, I:E ratio

 Bila perlu ditambah PEEP

 Status Ventilasi

 Parameter PaCO2

 Variabel tidal volume, rate, dead space

 Atur minute volume untuk PaCO2 yang diinginkan

 Waspada efek samping

 Perubahan mode

 CMV - ACV - SIMV - PS/VS - CPAP - weaning
 Tergantung kondisi penderita, perbaikan atau perburukan yang terjadi

 Status hemodinamik (Terjadi gangguan hemodinamik pada awal ventilasi mekanik)

 Perubahan tekanan negatif ke positif VR, SV, CO, tensi

 Perbaikan ventilasi dan oksigenasi katekolamin , tonus simpatis , tonus vaskuler 

 Pemberian sedativa :   tonus simpatis , tonus vaskuler 

 Hipovolemia

 Terapi vasoaktif dan cairan

PERBEDAAN ANTARA PERNAFASAN TERKENDALI (CONTROLLED


RESPIRATION) DENGAN PERNAFASAN SPONTAN
Kita ketahui bahwa otot-otot pernafasan terutama diaphragma membantu
memperbesar rongga thorak, volume spesifik gas didalamnya meningkat,
sementara tekanannya menurun.
Perbedaan antara tekanan dalam pleura dan alveoli mengatasi elastisitas paru
sedangkan perbedaan tekanan antara alveoli dan udara luar mengatasai tahanan
jalan nafas (airway resistance).
Besarnya perbedaan kedua tekanan ini berbeda satu dengan lainnya. Bila
pernafasan tenang tanpa obstruksi walaupun dengan kecepatan aliran gas yang
tinggi, perbedaan tekanan melalui airway (antara udara luar dan alveoli) lebih
kurang 2 cm H2O sementara antara alveoli dan intrapleural bervariasi dari -10 cm
H2O pada akhir inspirasi sampai -5 cm H2O pada akhir expirasi.

a.Tekanan intra pulmonal


Selama pernafasan spontan udara luar masuk kedalam paru oleh karena perbedaan
tekanan yang ditimbulkan antara mulut dan alveoli. Perbedaan tekanan ini tak
seberapa oleh karena hanya untuk mengatasi airway resistance sedangkan usaha
otot-otot pernafasan dipakai untuk mengatasi elastisitas paru. Oleh karena tekanan
pada mulut adalah tekanan atmosfer maka tekanan didalam alveoli selama
inspirasi harus subatsmosfer. Menjelang akhir inspirasi tekanan dalam alveoli
menjadi atmosfer lagi. Bila expirasi dimulai tekanan dalam alveoli naik beberapa
cm H2O diatas atmosfer dan perlahan-lahan turun jadi atsmosfer lagi ketika paru
kosong (kempis).
Sebaliknya selama respirasi terkontrol dengan tekanan positif tekanan di alveoli
meningkat dari satu atsmosfer sampai lebih kurang 16 cm H2O ( untuk tidal
volume 800 cc dengan compliance paru kira-kira 0.05 L / cm H2O ) dan selama
expirasi tekanan turun jadi atsmosfer  lagi ketika paru kosong.

b.Tekanan intra pleural :


Selama pernafasan spontan tekanan intrapleural normal lebih kurang - 5 cm H2O,
pada akhir expirasi. Selama inspirasi penurunan lebih besar lagi lebih kurang - 10
cm H2O, dan kembali jadi -5 cmH2O selama expirasi.
Pada respirasi terkontrol bila tidal volume 800 cc, sedangkan compliance paru
(CL) 0,05 L /cmH2O tekanan intrapleural meningkat selama inspirasi dari 
-5cmH2O jadi + 3cmH2O dan turun jadi -5cmH2O lagi selama expirasi. Kenaikan
sebesar 8cm H2O ini diperoleh dari tidal volume dibagi compliance total
(compliance paru dan dinding dada, yaitu 800 : 2x50 =8).

HUBUNGAN PEAK PRESSURE, COMPLIANCE & PEAK


INSPIRATORY FLOW RATE
Agar udara bisa mengalir dari luar ke alveoli, tekanan pada mulut selama inspirasi
harus lebih besar dari tekanan dalam alveoli sebaliknya selama expirasi tekanan
pada alveoli lebih besar dari tekanan pada mulut.
Pada akhir inspirasi tekanan pada mulut sama dengan tekanan dalam alveoli. Pada
expirasi tekanan pada mulut turun cepat jadi nol sedangkan dalam alveoli turun
lambat sampai nol .Perbedaan terbesar tekanan antara mulut dan alveoli pada saat
aliran gas masuk paru paling tinggi. Ketika menjelang akhir inspirasi perbedaan
tekanan berangsur-angsur menurun dan pada akhir inspirasi tak ada aliran lagi dan
tekanan sama diseluruh tractus respiratorius.
Makin besar airway resistance, makin besar aliran gas(flow rate) makin besar pula
perbedaan tekanan antara mulut dan alveoli berarti makin tinggi pula peak
pressure pada mulut dibanding di alveoli.
Pada akhir inspirasi tekanan pada mulut dicatat dengan manometer sama dengan
dialveoli sementara volume udara yang masuk alveoli dapat diketahui bila
compliance paru diketahui.
Kita ketahui compliance paru adalah hubungan antara kenaikan volume alveoli
dan tekanan alveoli. Dalam keadaan normal compliance paru 0,05 L/ cm H2O
maksudnya setiap kenaikan 1 cmH2O tekanan dalam alveoli akan menaikkan
volume alveoli sebesar 0,05 L= 50 cc.
Biasanya makin besar tekanan pada mulut akan menberikan tidal volume yang
lebih besar tetapi dalam keadaan tertentu dimana airway resistance cukup tinggi
atau compliance paru rendah diperlukan tekanan mulut yang lebih tinggi untuk
memberikan tidal volume yang normal.
Tahanan jalan nafas (airway resistance) adalah hubungan antara perbedaan
tekanan melalui airway(antara mulut dan alveoli) dengan kecepatan aliran gas
inspirasi (Inspiratory flow rate) dengan kata lain perbedaan tekanan per unit flow
biasanya diukur dalam cmH2O/ L/ detik.
           
Contoh :  
Jika airway resistance                       2cmH2O/L/detik
Gas flow melalui airway                    30 l/menit (0,5 L/detik)
Maka perbedaan tekanan antara
            Mulut dan alveoli                                2x 0,5 = 1 cmH2O
            Sebaliknya bila diketahui flowgas     30 L/menit
            Perbedaan tekanan mulut alvewoli    1 cmH2O
            Maka airway resistance                      1 : 0,5= 2 cmH2O/L/detik

Contoh lengkap :
             Bila satu ventilator memberikan
             gas flow dengan kecepatan               =   0,5 L/detik                     (1)
             kepada pasien dengan compliance   =   0,05 L/ cmH2O            (2)
             dan airway resistance                        =   6 cmH2O/L/detik         (3)
             selama periode                                  =   1 detik                            (4)
Maka :
          
             Dari (1) &  (3) perbedaan tekanan
             antara mulut &alveoli konstant        =   0,5 x 6  = 3 cmH2O      (5)
        
             Dan dari ( 1 ) & (4) pertambahan
             volume alveoli adalah                        =  0,5 x 1   =  0,5 l             (6)
        
             Dengan demikian dari (2) & (6)
             tekanan dalam alveoli pada akhir
             periode adalah                                    =  0,5/0,05 =  10 cmH2O (7)
          
             Dan dari (1) & (3)  tekanan pada
             mulut pada permulaan inflasi oleh
             karena airway resistance  adalah       =   3 cmN2O                     (8).
             dan dari (7) & (8) ,tekanan pada
             muiut tepat sebelum akhir inflasi
             oleh sebab airway resistance dan
             tekanan alveoli adalah                       =   ( 10 + 3 ) cmH2O
                                                                         =      13 cmH2O.

EFEK NEGATIF DARI PERNAFASAN TERKENDALI


A. Pengaruh pada cardiovascular
a. Hilangnya mekanisme thoracic pum
Turunnya tekanan dalam thorak selama pernafasan spontan tak hanya menyedot
udara kedalam paru tapi juga darah dari luar thorak kedalam vena-vena besar dan
jantung. Dengan respirasi terkontrol mekanisme ini terganggu lebih-lebih bila
digunakan PEEP.
Perbedaan tekanan dalam keadaan normal antara vena-vena dalam thorak dan
diluar thorak terganggu oleh pengaruh tekanan positif dalam paru ditransmisi ke
dalam struktur intrathorak terutama pasien dengan emphysema pulmonum.
Selama pernafasan spontan tekanan  intrathorakal(intra pleural) pada kedalaman
inspirasi sebesar - 10 cmH2O sedangkan selama respirasi terkontrol menjadi + 3
cmH2O hanya pada saat expirasi yang tenang tekanan negatif intrapleural baik
respirasi spontan maupun terkontrol sama besarnya.
Pada akhir inspirasi pada respirasi terkontrol tekanan vena centralis meninggi dan
venous gradient menurun akibatnya venous return menurun, cardiac output
menurun dan tekanan darah juga menurun. Dalam keadaan normal keadaan ini
cepat dikompensir oleh kenaikan tekanan vena peripher yang memperbaiki
tekanan venous gradient dan mengembalikan venous return seperti semula.
Pemulihan venous gradient penting untuk mempertahankan cardiac output yang
cukupselama respirasi tercontrol, ini sangat tergantung pada volume darah yang
cukup dalam circulasi dan efektivitas tonus vascular. Mekanisme kompensasi ini
bisa menghilang pada keadaan tertentu seperti hipovolemik dan pengaruh obat-
obatan.
Bila salah satu faktor tadi  terganggu atau fase inspirasi terlalu panjang maka
pengaruh tekanan positif terhadap circulasi semakin besar. Umpama perdarahan
yang hebat sangat mengurangi volume darah akan terjadi vasokonstriksi extensif
untuk mengkompensir hipovolemi dan hal ini tak mungkin berlanjut terus apalagi
dengan respirasi terkontrol akan memperburuk circulasi.

b.Tamponade jantun
Selama fase  inspirasi pada respirasi terkontrol jantung tertekan diantara paru
yang mengembang dengan tekanan positif sehingga cardiac output terganggu.
Sedangkan pada pernafasan spontan pengaruh ini sangat sedikit oleh sebab
tekanan intrapleural sangat rendah. Makin tinggi tekanan positif makin panjang
fase inspirasi (makin besar I:E ratio) makin besar cardiac tamponade.
Tetesan infus sering terlihat melambat ketika tekanan intra thorak meninggi
selama inspirasi/inflasi. Bila kita gunakan CVP tak hanya tekanan vena meningkat
tetapi juga fluktuasi akibat variasi tekanan intra thorak akan terlihat.

c. Gangguan terhadap pulmonary blood flow 


Tekanan kapiler pulmonal normal kira-kira 11 cm H2O. Oleh tekanan positif pada
alveolar kapiler paru dengan sendirinya akan tertekan sebagian atau seluruhnya.
Walaupun tekanan serendah 6,5 cm H2O dalam paru bisa menurunkan circulasi
kapiler paru dan menambah beban jantung kanan. Ini akan mudah ditolerir oleh
kebanyakan pasien tetapi tak mungkin oleh pasien gagal jantung.
Tekanan sedemikian rendah dalam paru cukup untuk mencetuskan gagal jantung
kanan.

B. Kerusakan pada paru sendiri


a.Ruptur alveoli :
Sangat jarang sekali bila berkerja singkat kecuali pasien yang sudah ada bullous
emphysematous. Dia katakan dengan tekanan sebesar 40-80 cmH2O bisa bikin
ruptur alveoli pada mamalia yang parunya tak dilindungi rangka thorak. Tetapi
pada paru yang dilindungi rangka thorak dan otot-otot pada binatang hidup
diperlukan tekanan 80-140 cm H2O untuk timbulnya ruptur alveoli. 
Tekanan intra pulmonary maksimum yang dianggap aman pada mamalia yang
sehat kurang lebih 70 cm H2O. Tekanan yang dibuat dengan reservoir bag jarang
melebihi 60 cm H2O. Namun kini banyak alat-alat yang mampu memberikan
tekanan inflasi yang lebih tinggi kemungkinan rusaknya paru harus diwaspadai.
Jika diberikan tekanan yang sama dari luar terhadap thorak/abdomen perlindungan
terhadap overdistensi paru dapat diperoleh dan dalam keadaan tertentu tekanan
sampai 230 cm H2O masih bisa ditolerir tanpa kerusakan paru.

b. Distribusi ventilasi yang tak merata ( uneven ventilation)


Distribusi gas dalam paru dengan ventilasi mekanik umumnya tak merata. Bila ini
terjadi maka ventilasi perfusi ratio akan terganggu. Resiko ini besar kemungkinan
terjadi perfusi dengan darah tanpa oksigenasi yang akan menimbulkan hipoksemia
atau intrapulmonary  shunting.
Pada paru yang sehat biasanya underventilated lung diikuti akhirnya dengan
turunnya aliran darah sehingga dengan demikian shunt bisa dikurangi, sebaliknya
bila ventilasi sangat baik sedangkan perfusi sangat jelek akan menyebabkan
wasted ventilation dan meningkatnya physiological dead space sehingga ventilasi
total yang normal akan meningkatkan PaCO2.
Uneven ventilasi bisa disebabkan perubahan elastisitas paru yang terlokalisir atau
perubahan dari patency airway seperti pada asthma bronchiale, chronic bronchitis,
emphysema dan lain-lain.
Terpisah dari penyebab pathologis posisi  lateral bisa bikin uneven ventilasi oleh
sebab menurunnya ventilasi pada dependent lung, juga retraksi pembedahan
dengan membatasi expansi sebagian kecil / besar paru, begitu juga penumpukan
sekresi lokal bisa menyebabkan hal yang sama.
Kita selalu berusaha mengurangi pengaruh tekanan positif terhadap circulasi
dengan meninggikan inspiratory flow rate dimana masa inspirasi diperpendek
untuk menurunkan tekanan rata-rata intra pleural hal ini menyebabkan perbedaan
besar tekanan alveoli yang berdekatan. Baik menaikkan inspiratory flow rate
maupun tekanan positif pada mulut kecenderungan terjadinya uneven ventilasi
akan lebih besar.

c. Gangguan Asam Basa


Keseimbangan asam basa akan terganggu setiap deviasi ventilasi alveolar dari
normal. Overventilasi akan menurunkan PaCO2 dan kenaikan pH, sebaliknya
underventilasi akan menaikkan PaCO2 dan menurunkan pH walaupun
overventilasi lebih baik dari underventilasi oleh karena pengaruhnya tak seberapa
dalam waktu singkat namun keduanya tak diingini.

d. Cerebral Vasokonstriksi
Overventilasi bisa menyebabkan cerebral vasokonstriksi dan bagaimana
mekanismenya belum begitu di mengerti, tetapi masalahnya karena penurunan
PaCO2 dibuktikan oleh Ketty & Smith 1946.

e.Yang lain-lain
Bila dilakukan respirasi terkontrol tanpa pipa tracheal bisa
menyebabkan: Masuknya sebagian gas keperut tetapi dengan tekanan sampai 15
cmH2O jarang menyebabkan distensi perut. Ruptur membran timpani pernah
dilaporkan selama respirasi terkontrol.

CHECKLIST TO IDENTIFY CANDIDATES FOR A TRIAL OF SPONTANEOUS BREATHING

 Respiratory Criteria :
 PaO2 ≥ 60 mmHg on FiO2 < 40 – 50 % and PEEP ≤ 5 – 8
cmH2O

 PaO2 normal or baseline

 Patient is able to initiate an inspiratory effort

Cardiovascular Criteria :
 

 ≤

 Blood presure normal without vasopressor or with


minimum  
  vasopressor support (e.g, dopamine < 5 ug/kg/min)

Adequate Mental Status :


Patient is arousable, or Glasgow Coma Scale ≥ 13

Absence of Correctable Comorbid Condition


 Patient is afebrile

 There are no significant electrolit abnormalities


IDENTIFYING PATIENT WHO WILL TOLERATE BY SPONTANEOUS BREATHING TRIAL

Measurement  Reference Range  Threshold for


in Adults Successful SBT
Tidal Volume (VT) 5 ‐ 7 ml/kg 4 – 6 ml/kg
Respiratory Rate (RR) 10 – 18 bpm 30 – 38 bpm
Total Ventilation (VE) 5 – 6 L/min 10 – 15 L/min
RR/VT Ratio 20 – 40/L 100/L
Maximum Inspiratory ‐90 to ‐120 cm H2O ‐15 to ‐30 cm H2O
Pressure (Pimax)

VENTILATOR BUNDLE ELEMENTS


1. HOB elevation
2. Appropriate DVT prophylaxis
3. Appropriate PUD prophylaxis
4. Appropriate sedation
5. Assessment of readiness to extubate

REFERENSI
1. Brawn AH, Introduction to Respiratory Physiology, 2nd edit, Little
Brawn and Company, Boston,1980 pp.127-132.
2. Collins J, Principle of Anesthesiology, 2nd edit, Lea Febiger,
Philadelphia 1976. 397-404.
3. Goudsouzien, G.Nisshan, Karamanian A, Physiology for the
Anesthesiologist, Appleto Century Crofts, New York, pp 197-8.
4. Levin MR, Pediatric Respiratory Intensive Care Handbook,Toppan
company Pty Ltd Singapore,1976, pp 102-3. 
5. Lebowitz WP, Clinical Anesthesia Procedures of the
Massachussets Hospital, 1st edit, Little Brawn and Company, Boston,
1978, pp 393-408.
6. Mushin W, Automatic Ventilation of the Lung, 3rd.edit, Block
Well Scientific Publication, Oxford, London, Edinburg , Melbourne, pp 1-
16.
7. Quimby, Anesthesiology A Manual of  Concept and Management,
2nd edit, Appleton Century Crofts, Newyork, 1979, 286-9.
8. Snow JC, Manual of Anesthesia 1st
VENTILATOR MEKANIK
PENDAHULUAN

Menurut Hendi (2008), Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu
sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi. Ventilasi
mekanik dengan alatnya yang disebut ventilator mekanik adalah suatu alat bantu
mekanik yang berfungsi memberikan bantuan nafas pasien dengan cara memberikan
tekanan udara positif pada paru-paru melalui jalan nafas buatan. 
Ventilator mekanik merupakan peralatan “wajib” pada unit perawatan intensif atau ICU
(Hanif, 2008).
Ventilator mekanik adalah alat pernafasan bertekanan negatif atau positif yang dapat
mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam waktu yang lama. Ventilasi
mekanik merupakan terapi defenitif pada pasien kritis yang mengalami hipoksemia dan
hiperkapnia (Tanjung, 2007). 
Sedangkan menurut Taryono (2007) Ventilator adalah suatu alat system bantuan nafas
secara mekanik yang di desain untuk menggantikan/menunjang fungsi pernafasan.
Ventilator mekanis adalah alat pernafasan bertekanan negative atau positif yang dapat
mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen selama waktu yang lama (Smeltzer,
2001 : 655).

Indikasi pemasangan ventilator mekanik


Menurut Smeltzer (2001 : 656) indikasi untuk ventilasi mekanik yaitu jika pasien
mengalami penurunan kontinyu oksigenasi (PaO2), peningkatan kadar karbon dioksida
arteri (PaCO2), dan asidosis persisten (penurunan pH) maka ventilasi mekanik mungkin
diperlukan. Kondisi seperti pascaoperatif bedah toraks atau abdomen, penyakit
neuromuskular, cedera inhalasi, PPOM, trauma multiple, syok, kegagalan multi system,
dan koma semuanya dapat mengarah ke gagal nafas dan perlunya ventilasi mekanik. 

Indikasi umum untuk ventilasi mekanik meliputi: 


•Bradypnea atau apnea dengan pernapasan 
•Cedera paru-paru akut dan sindrom gangguan pernapasan akut 
•Takipnea (> tingkat pernapasan 30 napas per menit) 
•Vital kapasitas kurang dari 15 mL / kg 
•Ventilasi yang lebih besar dari 10 L / menit 
•Tekanan Arteri parsial oksigen (PaO 2) dengan tambahan fraksi oksigen inspirasi (Fio 2)
kurang dari 55 mm Hg 
•Alveolar-arteri gradien tekanan oksigen (Aa DO 2) dengan oksigen 100% lebih besar
dari 450 mm Hg 
•Kelelahan otot pernafasan 
•Obtundation atau koma 
•Hipotensi 
•Tekanan parsial akut karbon dioksida (RAPP 2) lebih besar dari 50 mm Hg dengan pH
arteri kurang dari 7,25 
•Penyakit neuromuscular 
Kecenderungan nilai-nilai ini mempengaruhi penilaian klinis. Peningkatan keparahan
penyakit akan mendorong klinisi untuk mempertimbangkan mulai ventilasi mekanis. 

Kriteria :
APaO2 kurang dari 50 mmHg dengan FiO2 > 0,60
APaO2 lebih dari 50 mmHg dengan pH <> 35 x/mnt.
Kriteria untuk ventilasi mekanik ini berfngsi sebagai pedoman dalam membuat
keputusan untuk menempatkan pasien dalam ventilator. (Smeltzer, 2001 : 657)

ventilator tekanan positif dan fase-fase dalam ventilator tekanan positif

Ventilator Tekanan Positif 


Ventilator tekanan positif menggembungkan paru-paru dengan mengeluarkan tekanan
positif pada jalan nafas dengan demikian mendorong alveoli untuk mengembang selama
inspirasi. Ekspirasi terjadi secara pasif. Pada ventilator jenis ini diperlukan intubasi
endotrakeal atau trakeostomi. Ventilator ini secara luas digunakan pada pasien dengan
penyakit paru primer. Terdapat tiga jenis ventilator tekanan positif yaitu tekanan
bersiklus, waktu bersiklus dan volume bersiklus. 

a.Ventilator tekanan bersiklus 


Ventilator tekanan positif yang mengakhiri inspirasi ketika tekanan preset telah
tercapai. Dengan kata lain siklus ventilator hidup mengantarkan aliran udara sampai
tekanan tertentu yang telah ditetapkan seluruhnya tercapai, dan kemudian siklus mati. 
Keterbatasan utama dengan ventilator jenis ini adalah bahwa volume udara atau
oksigen dapat beragam sejalan dengan perubahan tahanan atau kompliens jalan nafas
pasien. Akibatnya adalah suatu ketidakkonsistensian dalam jumlah volume tidal yang
dikirimkan dan kemungkinan mengganggu ventilasi. Konsekuensinya, pada orang
dewasa, ventilator tekanan-bersiklus dimaksudkan hanya untuk pengguanaan jangka
pendekdi ruang pemulihan. Jenis yang paling umum dari ventilator jenis ini adalah
mesin IPPB. 
Ventilator tekanan bersiklus dimaksudkan hanya untuk jangka waktu pendek di ruang
pemulihan.

b.Ventilator waktu bersiklus 


Ventilator mengakhiri atau mengendalikan inspirasi setelah waktu ditentukan. Volume
udara yang diterima pasien diatur oleh kepanjangan inspirasi dan frekuensi aliran
udara. Sebagian besar ventilator mempunyai frekuensi control yang menentukan
frekuensi pernafasan, tetapi waktu persiklus murni jarang digunakan untuk orang
dewasa. Ventilator ini digunakan pada neonatus dan bayi. 

c.Ventilator volume bersiklus 


Ventilator volume bersiklus sejauh ini adalah ventilator tekanan positif yang paling
banyak digunakan sekarang. Dengan ventilator jenis ini volume udara yang akan
dikirimkan pada setiap inspirasi telah ditentukan. Jika volume preset ini telah
dikirimkan pada pasien, siklus ventilator mati dan ekshalasi terjadi secara pasif. Dari
satu nafas ke nafas lainnya, volume udara yang dikirimkan oleh ventilator secra relative
konstan, sehingga memastikan pernafasan yang konsisten, adekuat meski tekanan jalan
nafs beragam.
(Smeltzer, 2001 : 657).

Setiap ventilator memiliki 4 fase dasaryang harus dipenuhi dalam menyediakan sebuah
siklus ventilator pada pasien yang terdiri dari :
1.Fase Inspirasi
2.Fase Perubahan inspirasi-ekspirasi
3.Fase Ekspirasi
4.Fase Perubahan ekspirasi-inspirasi

Dalam setiap fase dimanipulasi oleh operator. 


1.Fase Inspirasi
Selama fase inspirasi, tekanan positif akan menciptakan gradient tekanan yang nantinya
akan menimbulkan pemompaan paru. Tekanan dalam jalan napas, alveoli dan ruang
intrapleural menjadi positif selama inspirasi. Hal itu berkebalikan dengan yang teradi
saat pernapasan spontan. Tekanan positif ini menyebabkan paru-paru terpompa dan
terjadi ekspansi cavitas toraks. Tekanan positif ini menyebakan banyak komplikasi
dalam mekanisme ventilasi seperti barotrauma dan membahayakan hemodinamik.

2.Fase Perubahan inspirasi-ekspirasi


Ventilator dibedakan oleh mekanisme siklus ventilasi dari fase inspirasi sampai fase
ekspirasi. Banyak ventilator saat ini yang dilengkapi oleh 3 fungsi dari 4 siklus mekanik
yaitu volume, aliran, waktu dan tekanan.
-Siklus ventilasi volume
Pada ventilasi volume alur ventilasi dari akhir inspirasi dan dimuali pada awal ekspirasi
ketika volume yang telah ditetapkan di salurkan ke pasien waktu yang diperlukan untuk
mengirim tekanan flow rate dan tekanan yang mengembang sudah ditentukan. Pada
saat volume yang telah diantisipasi dan kecepatan pernafasan yang telah ada pada
ventilator, flow rate dari pernafasan itu harus disesuaikan sewajarnya sehingga volume
tidal yang dikirim sesuai dengan waktu pernafasan yang diinginkan. Jumlah dari
tekanan yang diinginkan dikirim ke volume tidal yang telah ditentukan, puncak tekanan
inspirasi (PIP) akan berubah tergantung pada pemenuhan dan factor resisten dan harus
dimonitor dengan cermat oleh petugas klinik. Sebagai penurunan pemenuhan ataw
kenaikan resisten, PIP akan meningkat, kerena walaupun dibawah tekanan ini ventilator
tetap melanjutkan pengiriman kepada volume yang dimasukkan 

-Siklus ventilasi waktu 


Dalam siklus ventilasi waktu inspirasi diakhiri dan ekspirasi dimulai setelah interval
waktu yang diantisipasi telah dicapai. Peredaran bisa dikontrol pada mekanisme waktu
yang singkat atau dengan mengatur laju dan menetapkan rasio inspiratori atau
ekspiratori, atau persentasi dari waktu ekspiratori. Mekanisme dari kedua hal tersebut
memberitahu ventilator untuk mengedrakan dari inspirasi ke ekspirasi setelah waktu
yang ditentukan telah habis. Ketika peredaran berlangsung, tekanan jalan nafas telah
tercapai, laju inspirasi, dan volume tidal akan bervariasi berdasarkan pada nafas-demi
nafas. Pada waktunya siklus ventilasi dari volume tidak telah dibagi oleh laju gas
dkalikan dengan wkatu inspiratori( volume = laju x waktu). Karena waktu telah
dikontrol, laju harus disesuaikan untuk mencapai volume tidal yang ditentukan sebelum
siklus ventilator. Perubahan dalam hambatan jalan nafas dan pulmonar, pemenuhan
akan merubah tekanan dari pola nafas dan bisa juga mengurangi volumen tidal sampai
ventilator mampu mengirim aliran yang konstan dibawah kondisi paru yang bervariasi. 

-Siklus ventilasi tekanan


Dalam siklus ventilasi tekanan inspirasi berakhir dan ekspirasi dimulai ketika penentuan
tekanan maksimal dari pola nafas telah dicapai. Volume terkirim kecapatan aliran, dan
waktu inspiratori semuanya berbeda berdasarkan nafas demi nafas. Volume dikirim
ditetapkan oleh kumpulan dari aliran tekanan, laju aliran, pemenuhan dari paru pasien,
pola nafas, dan perlawanan lintasan menuju ke ventilator. Awal dari peredaran tkanan
dipilih ketika volumen tidal yang dihirup telah dimonitor. Tekanan kemudian
disesuaikan hingga volumen tidal yang diterima telah tercapai, laju aliran telah
disesuaikan ketika kecepatan respiratori telah diambil kepada pertimbangan untuk
mencapai waktu inspiratori yang diinginkan jika karakteristik dari paru pasien
memburuk, volumen tidal akan turun dan waktu inspiratoria akan menjadi lebih
pendek. Peningkatan dari peredaran tekanan adalah mekanisme awal untuk
memperbaiki masalah ini. Peningkatan dari laju kecepatan bisa juga membantu. 

-Siklus ventilasi aliran


Pada siklus ventilasi aliran inspirasi diakhiri dan ekspirasi dimulai ketika laju aliran
terhambat dan diantisipasi dengan presentase dari jumlah puncaknya. Laju aliran yang
kritis ketika peredaran terjadi adalah “akhir” dari laju aliran. Volume dari paru-paru
berbeda nafas demi nafas. Volume yang dikirim kepada paru-paru pasien ditentukan
dengan memilih tekanan yang dihasilkan dan dengan memenuhi perlawanan dari paru-
paru pasien. Pada awal dari inspiratori laju aliran berjumlah maksimum tetapi pada
saat paru-paru terisi udara, tekanan dalamnya akan meningkat dan laju aliran akan
menurun (karena perlawanan ke aliran). Ketika kecepatan aliran akhir telah tercapai,
ventilator beredar pada tahap ekspiratori. Tekanan yang dihasilkan mendukung secara
keseluruhan dari tahap inspiratori, tidak seperti perederan tekanan, dimana itu akan
berangsur-angsur meningkat dan mencapai puncaknya pada akhir dari inspirasi.
Peredaran laju cenderung lebih nyaman untuk pasien daripada peredaran tekanan
karena pada peredaran tekanan pasien mempunyai derajat control yang lebih besar dari
peredaran laju respratorik. Sebagai contoh cara dari ventilasi yang dijalankan oleh asas
ini adalah laju aliran, dukungan tekanan ventilasi. Peredaran aliran ventilator adalah
dimulai dengan cara yang sama dengan peredaran ventilator. Tekanan awal yang
dihasilkan dipilih ketika volume tidal yang dihembuskan telah diawasi. Tekanan lalu
disesuaikan sampai volume tidal yang diterima telah dicapai. Laju aliran disesuaikan
ketika laju respiratori diambil dalam sebuah pertimbangan, sehingga volume tidal
dikirim dalam waktu inspiratori yang nyaman. Jika pemenuhan paru-paru pasien
menurun atau perlawanan meningkat, volume tidal akan menurun dan waktu inspiratori
lebih singkat, inilah mengapa respon dari peredaran tekanan berespon terhadap kondisi
ini. Kompensasi dari penurunan tekanan tidal disesuaikan oleh menaiknya yang
dihasilkan.. 

-Batas menuju inspirasi


Batasan variabel untuk inspirasi adalah nilai yang ingin dicapai, volume, aliran yang
tidak bisa melebihi. Sebagai contoh, peredaran volume ventilator kemungkinan
mempunyai mekanisme batasan tekanan yang dirancang untuk mencegah tekanan pada
jalan nafas yang berlebihan. Mekanisme keamanan ini ditempatkan dalam kasus
perubahan besar yang terjadi dalam karakteristik paru, tensión pneumothorak, atau
dalam kasus malfungsi ventilator. Batasan tekanan biasanya diatur pada 10cm H2O
diatas puncak tekanan inspiratori. Ketika batasan telah dicapai, sebuah tanda bahaya
dari pendengaran atau penglihatan (atau keduanya) memberi sebuah tanda bahaya dan
menghasilkan volume dikirim tetapi saluran menuju atmosfer.ketika peredaran volume
ventilator masih berlangsung tetapi tekanan dibatasi. Contoh lain adalah dalam sebuah
cara dukungan tekanan dari ventilasi, dimana nafas tekanan dibatasi tetapi alirannya
diedarkan. Batasan variabel tidak harus dicampur dengan siklus variabel. Batas variabel
mempunya batas pengaturan maksimal tetapi tidak beredar ventilator dari inspiratori
menuju ketahap ekspiratori. 

3.Fase Ekspirasi
Variable yang dikontrol selama waktu ekspirasi dalam ventilator dikenal dengan
sebutan “baseline variable”. Ini digunakan pase ventilator-ventilaor saat ini., tekanan
adalah variable yang dikontrol selama ekspirasi. Ekspirasi terjadi secara pasif karena
elastisitas recoil paru selama ventilasi mekanis., tetapi ekspirasi pasien secara pasif
dikontrol oleh “baseline pressure”. Di tekanan akhir ekspirasi mungkin tidak seimbang
dengan tekanan atmosfer atau mungkin di atas tekanan atmosfer, yang dikenal dengan
PEEP. Beberapa tingkatan dari tekanan positif selalu diperhatikan pada pasien dengnan
gangguan paru pada akhir ekspirasinya. PEEP meningkatkan fungsi residual capacity
(FRC) dengan meningkatkan penerimaan dan stabilitas alveoli.
Beberapa system ventilator memperbolehkan penggunaan sebuah perlambatan
ekspirasi, yang meningkatkan tahanan aliran selama ekspirasi. keterlambatan ekspirasi
awalnya dikembangkan untuk meniru pernapasan lewat bibir, yang sering diobservasi
pada pasien dengan penyakit pernapasan obstruksi kronik. Menciptakan sebuah tahanan
aliran ekspirasi mencegah kolapsnya jalan napas secara premature dan terjebaknya gas
dalam paru. Perlambatan ekspirasi meningkatkan kesempurnaan pengosongan
paru,sedangkan PEEP meningkatkan FCR.

4.Fase Perubahan ekspirasi-inspirasi


Ketika fase ekspirasi telah selesai, maka terajadi perubahan selanjutnya yaitu
dimulainya fase inspirasi. Fase ini mungkin dimulai oleh pasien atau oleh ventilator dan
ini dasar untuk pengklasifikasian model ventilator yaitu dibantu ventilator atau
dikontrol ventilator. Variable yang diukur oleh ventilator dan yang dibedakan pada
permulaan napas dikenal dengan variable pemacu. Faktor pencetus yang paling banyak
digunakan adalah waktu dan tekanan. ketika waktu adalah pemacunya, ventilator akan
memacu napas setelah interval waktu preset, yang ditentukan oleh frekuensi respirasi.
Ketika tekanan adalah pemicunya, usaha pernapasan spontan pasien menurunkan
tekanan dalam perjalanan inspirasi dan awal inspirasi. Usaha inspirasi negative yang
harus pasien pergunakan untuk mengawali ispirasi dikenal dengan sensitifitas
ventilator. Sensitifitas, sebuah pengaturan ventilator dikontrol oleh klinis. Jalan
terakhirnya, ventilator dapat dipacu ke dalam fase inspirasi secara manual. Mekanisme
siklus eksternal diaktifasi oleh klinis, seluruh mechanisme siklus lainnya dikesampingkan
dan pengontrolan napas disampaikan.

Yang perlu diperhatikan saat mengatur setting ventilator mekanik


Yang perlu diperhatikan saat mengatur setting ventilator mekanik, antara lain :

•Jenis ventilasi (volume bersiklus, tekanan bersiklus, tekanan negative)-setting


sentivity dan ratio inspirasi-ekspirasi.
ØSensitivity menentukan jumlah upaya nafas pasien yang diperlukan untuk
memulai/mentrigger inspirasi dari ventilator. Setting dapat berupa flow atau pressure.
Flow biasanya lebih baik untuk pasien yang sudah bernafas spontan dan memakai
PS/Spontan/ASB karena dapat megurangi kerja nafas/work of breathing. Selain itu pada
pasien PPOK penggunaan flow sensitiviti lebih baik karena pada PPOK sudah terdapat
intrinsic PEEP pada paru pasien sehingga pemakaian pressure sensitiviti kurang
menguntungkan. Nilai sensitivity berkisar 2 sampai -20 cmH2O untuk pressure
sedangkan untuk flow antara 2-20 L/menit. Jika PaCO2 pasien perlu dipertahankan
konstan, misalnya pada resusitasi otak, maka setting dapat dibuat tidak sensitif.
Dengan demikian setiap usaha nafas pasien tidak akan dibantu oleh ventilator. Pada
keadaan ini perlu diberikan sedasi dan pelumpuh otot (muscle relaksan) karena pasien
akan merasa tidak nyaman sewaktu bangun. Namun jika memakai mode assisted atau
SIM atau spontan/PS/ASB, trigger harus dibuat sensitif.
ØI:E rasio biasanya diset 1:2 atau 1:1.5 yang merupakan nilai normal fisiologis inspirasi
dan ekspirasi. Terkadang diperlukan fase inspirasi yg sama atau lebih lama dibanding
ekspirasi untuk menaikkan PaO2, seperti pada ARDS, berkisar 1:1 sampai 4:1.
•Cara pengendalian (kontrol, bantu/kontrol, intermitent mandatory ventilation)
•Pengesetan volume tidal (VT) dan frekuensi nafas (RR).
ØTidal Volume adalah volume gas yang dihantarkan oleh ventilator ke pasien setiap
sekali nafas. Umumnya setting antara 5-15 cc/kgBB, tergantung dari compliance,
resistance, dan jenis kelainan paru. Pasien dgn paru normal tolerate dgn tidal volume
10-15 cc/kgBB, sedangkan untuk pasien PPOK cukup dengan 5-8 cc/kgBB. Untuk pasien
ARDS memakai konsep permissive hipercapnea (membiarkan PaCO2 tinggi > 45 mmHg,
asal PaO2 normal, dgn cara menurunkan tidal volume yaitu 4-6 cc/kgBB) Tidal volume
rendah ini dimaksudkan agar terhindar dari barotrauma. Parameter alarm tidal volume
diset diatas dan dia bawah nilai yg kita set. Monitoring tidal volume sangat perlu jika
kita memakai TIME Cycled.
ØFrekuensi nafas (RR) adalah jumlah nafas yang diberikan ke pasien setiap menitnya.
Setting RR tergantung dari Volume Tidal , jenis kelainan paru pasien, dan target PaCO2
pasien. Parameter alarm RR di set diatas dan di bawah nilai RR yang diset. Misalnya jika
set RR 10 kali/menit, maka set alarm sebaiknya diatas 12x/menit dan di bawah 8
x/menit. Sehingga cepat mendeteksi terjadinya hiperventilasi atau hipoventilasi. Pada
pasien-pasien dengan asma (obstruktif), RR sebaiknya diset antara 6-8 x/menit, agar
tidak terjadi auto-PEEP dan dynamic-hyperinflation. Selain itu pasien-pasien PPOK
(Penyakit Paru Obstruksi Kronis ) memang sudah terbiasa dengan PaCO2 tinggi, sehingga
PaCO2 jangan terlalu rendah/normal. Sedangkan pada pasien-pasien dengan PPOK
(resktriktif) biasanya tolerate dengan RR 12-20 x/menit. Sedangkan untuk pasien
normal RR biasanya 8-12 x/menit. Waktu (time) merupakan variabel yg mengatur siklus
respirasi. Contoh: Setting RR 10 x/menit, maka siklus respirasi (Ttotal) adalah 60/10 = 6
detik. Berarti siklus respirasi (inspirasi + ekspirasi) harus berlangsung dibawah 6 detik.
•Pengesetan FIO2 (fraksi oksigen yang diinspirasi)
FiO2 adalah jumlah oksigen yg dihantarkan/diberikan oleh ventilator ke pasien.
Konsentrasi berkisar 21-100%. Rekomendasi untuk setting FiO2 pada awal pemasangan
ventilator adalah 100%. Namun pemberian 100% tidak boleh terlalu lama sebab resiko
oxygen toxicity (keracunan oksigen) akan meningkat. Keracunan O2 menyebabkan
perubahan struktur membrane alveolar-capillary, edema paru, atelektasis, dan
penurunan PaO2 yg refrakter (ARDS). Setelah pasien stabil, FiO2 dapat di weaning
bertahap berdasarkan pulse oksimetri dan Astrup. Catatan; setiap tindakan suctioning
(terutama pd pasien hipoksemia berat), bronkoskopi, chest fisioterapi, atau prosedur
berat (stres) dan waktu transport (CT scan dll) FiO2 harus 100% selama 15 menit serta
menambahkan 20-30% dari pressure atau TV sebelumnya, sebelum prosedur dilakukan.
Namun pada pasien-pasien dengan hipoksemia berat karena ARDS skor tinggi, atau
atelektasis berat yang sedang menggunakan PEEP tinggi sebaiknya jangan di suction
atau dilakukan prosedur bronkoskopi dahulu, sebab pada saat PEEP dilepas maka paru
akan segera kolaps kembali dan sulit mengembangkannya lagi.
•Tekanan inspirasi yang dicapai dan batasan tekanan
Pressure limit mengatur/membatasi jumlah pressure/tekanan dari volume cycled
ventilator, sebab pressure yg tinggi dapat menyebabkan barotrauma. Pressure yg
direkomendasi adalah plateau pressure tidak boleh melebihi 35 cmH2O. Jika limit ini
dicapai maka secara otomatis ventilator menghentikan hantarannya, dan alarm
berbunyi. Pressure limit yang tercapai ini biasanya disebabkan oleh adanya
sumbatan/obstruksi jalan nafas, retensi sputum di ETT atau penguapan air di sirkuit
ventilator. Biasanya akan normal lagi setelah suctioning. Peningkatan pressure ini juga
dapat terjadi karena pasien batuk, ETT digigit, fighting terhadap ventilator, atau
kinking pada tubing ventilator.
•Pengesetan sigh (biasanya 1,5 kali dari volume tidal dan berkisar dari 1 sampai 3 /
jam) jika memungkinkan
•Pengesetan flow rate
Flow rate (peak flow ) adalah kecepatan gas untuk menghantarkan tidal volume yg
diset/menit. Biasanya setting antara 40-100 L/menit. Inspiratory flow rate merupakan
fungsi dari RR, TV dan I:E rasio Flow = Liter/menit = TV/TInspirasi x 60 Jika RR
20x/menit maka: Ttotal = 60/20 = 3 detik. Jika rasio 1:2 , Tinspirasi = 1 detik. Untuk
menghantarkan tidal volume (TV) 500 cc diperlukan Inspiratory flow rate = 0.5/1 x 60 =
30 Liter/menit.
•Adanya air dalam selang, terlepasnya sambungan, atau terlipatnya selang
•Humidifikasi (humidifier dengan air)
•Alarm (fungsi yang sesuai).
•PEEP (tekanan akhir-ekspiratori positif) atau tingkat dukungan tekanan, jika
memungkinkan.
Catatan : jika terjadi malfungsi sistem ventilator, dan jika masalah tidak dapat
diidentifikasi dan diperbaiki dengan cepat, maka perawat harus siap untuk menventilasi
pasien dengan bag resusitasi manual sampai masalah teratasi ( Smeltzer & Bare, 2001 :
659)

Hal – hal lain yang perlu diperhatikan


1.Humidifasi dan Suhu
Ventilasi Mekanik yang melewati jalan nafas buatan meniadakan mekanisme pertahanan
tubuh terhadap pelembaban dan penghangatan. Dua proses ini harus ditambahkan
pelembab (Humidifier) dengan pengontrol suhu dan diisi air sebatas level yang sudah
ditentukan (system boiling water) terjadi Kondensasi air dengan penurunan suhu untuk
mencapai suhu 370 C pada ujung sirkuit ventilasi mekanik. Pada kebanyakan kasus suhu
udara ± sama dengan suhu tubuh.
Pada kasus hypotermi suhu dapat dinaikkan lebih dari 370 C - 380 C.
Kewaspadaan dianjurkan karena lama dan tingginya suhu inhalasi menyebabkan luka
bakar pada trakea, lebih mudah terjadinya pengentalan sekresi dan akibatnya obstruksi
jalan nafas bisa terjadi. Sebaliknya apabila suhu ke pasien kurang dari 360 C membuat
kesempatan untuk tumbuhnya kuman.
Humidifikasi yang lain yaitu system Heating wire dimana kehangatan udara dialirkan
melalui wire di dalam sirkuit dan tidak terjadi kondensasi air.
Pada kasus penggunaan Ventilasi Mekanik yang singkat tidak lagi menggunakan kedua
system diatas, tetapi humidifasi jenis Moisture echanger yang di pasang pada ujung
sirkuit Ventilasi Mekanik.

2.Perawatan jalan nafas


Perawatan jalan nafas terjadi dari pelembaban adequate, perubahan posisi dan
penghisapan sekresi penghisapan di lakukan hanya bila perlu, karena tindakan ini
membuat pasien tidak nyaman dan resiko terjadinya infeksi, perhatikan sterilitas.
Selanjutnya selain terdengar adanya ronkhi (auscultasi) dapat juga dilihat dari adanya
peningkatan tekanan inspirasi (Resp. rate) yang menandakan adanya
perlengketan/penyempitan jalan nafas oleh sekresi ini indikasi untuk dilakukan
pengisapan.
Fisioterapi dada sangat mendukung untuk mengurangi atelektasis dan dapat
mempermudah pengambilan sekresi, bisa dengan cara melakukan clapping, fibrasing
perubahan posisi tiap 2 jam perlu dikerjakan untuk mengurangi pelengketan sekresi.

3.Perawatan selang Endotrakeal


Selang endotrakeal harus dipasang dengan aman untuk mencegah terjadinya migrasi,
kinking dan terekstubasi, oleh sebab itu fiksasi yang adequate jangan diabaikan.
Penggantian plesterfiksasi minimal 1 hari sekali harus dilakukan karena ini merupakan
kesempatan bagi kita untuk melihat apakah ada tanda-tanda lecet/ iritasi pada kulit
atau pinggir bibir dilokasi pemasangan selang endotrakeal.
Pada pasien yang tidak kooperatif sebaiknya dipasang mayo/gudel sesuai ukuran, ini
gunanya agar selang endotrakeal tidak digigit, dan bisa juga memudahkan untuk
melakukan pengisapan sekresi. Penggunaan pipa penyanggah sirkuit pada Ventilasi
Mekanik dapat mencegah tertariknya selang endotrakeal akibat dari beban sirkuit yang
berat. Bila pasien terpasang Ventilasi Mekanik dalam waktu yang lama perlu di
pertimbangkan untuk dilakukan pemasangan Trakeostomi yang sebelumnya kolaborasi
dengan dokter dan keluarga pasien.

4.Tekanan cuff endotrakeal


Tekanan cuff harus dimonitor minimal tiap shift untuk mencegah kelebihan inflasi dan
kelebihan tekanan pada dinding trakea. Pada pasien dengan Ventilasi Mekanik, tekanan
terbaik adalah paling rendah tanpa adanya kebocoran/penurunan tidal volume. Cuff
kalau memungkinkan di kempeskan secara periodik untuk mencegah terjadinya nekrosis
pada trakea.

5.Dukungan Nutrisi
Pada pasien dengan dipasangnya Ventilasi Mekanik dukungan nutrisi harus diperhatikan
secara dini. Apabila hal ini terabaikan tidak sedikit terjadinya efek samping yang
memperberat kondisi pasien, bahkan bisa menimbulkan komplikasi paru dan kematian.
Bila saluran gastrointestinal tidak ada gangguan, Nutrisi Enteral dapat diberikan melalui
Nasogastric tube (NGT) yang dimulai dengan melakukan test feeding terlebih dahulu,
terutama pada pasien dengan post laparatomy dengan reseksi usus.
Alternatif lain apabila tidak memungkinkan untuk diberikan nutrisi melalui enteral bisa
dilakukan dengan pemberian nutrisi parenteral.
Pemberian nutrisi.

6.Perawatan Mata
Pada pasien dengan pemasangan Ventilasi Mekanik perawatan mata itu sangat penting
dalam asuhan keperawatan. Pengkajian yang sering dan pemberian tetes mata/zalf
mata bisa menurunkan keringnya kornea. Bila refleks berkedip hilang, kelopak mata
harus di plester untuk mencegah abrasi kornea, kering dan trauma. edema sclera dapat
terjadi pada pasien dengan Ventilasi Mekanik bila tekanan vena meningkat. Atur posisi
kepala lebih atas/ekstensi (Taryono, 2007).

Setting Ventilator
Menurut Taryono (2007), Setting Ventilator antara lain:
1.Tentukan “Minute Volume” (M.V.) yaitu :
M.V = Tidal Volume (T.V) x Respiratory Rate (R.R)
Normal T.V = 10 – 15 cc/kg BB
Normal R.R = - pada orang dewasa = 10 – 12 x/menit
Pada pasien dengan COPD, T.V lebih kecil, yaitu 6 – 8 cc/kg BB.
Pada Servo Ventilator 900 C :
- M.V dibawah 4 liter, pakai standar “infant”
- M.V. diatas 4 liter, pakai standar “adult”
2.Modus
Tergantung dari keadaan klinis pasien. Bila mempergunakan “IMV”, harus
dikombinasikan dengan “PEEP”.
3.PEEP
Ditentukan tergantung dari keadaan klinis pasien. Pada pasien dengan edema paru,
PEEP dimulai dengan 5 mmHg. Pada pasien tidak dengan edema paru, PEEP dimulai dari
nol, tetapi FiO2 dinaikan sampai 50%. Bila FiO2 tidak naik, baru diberikan PEEP mulai
dari 5 mmHg.
Catatan :
•Selama pemakaian Ventilator, FiO2 diusahakan kurang dari 50 %
•PEEP dapat dinaikkan secara bertahap 2,5 mmHg, sampai batas maximal 15 mmHg.
4.Pengaturan Alarm
•Oksigen = batas terendah : 10 % dibawah yang diset batas tertinggi : 10 % diatas yang
diset
•“Expired M.V = kira-kira 20 % dari M.V yang diset
•“Air Way Pressure” = batas tertinggi 10 cm diatas yang diset

Pemantauan
1.Periksa analisa gas darah tiap 6 jam, kecuali ada perubahan seting, analisa gas darah
diperiksa 20 menit setelah ada perubahan seting.
Nilai standar : 
•PCO2 = 35 – 45 mmHg
•Saturasi O2 = 96 – 97 %
•PaO2 = 80 – 100 mmHg
•Bila PaO2 lebih dari 100 mmHg, maka FiO2 diturunkan bertahap 10 %.
•Bila PCO2 lebih besar dari 45 mmHg, maka M.V dinaikkan.
•Bila PCO2 lebih kecil dari 35 mmHg, maka M.V diturunkan.
2.Buat foto torax setiap hari untuk melihat perkembangan klinis, letak ETT dan
komplikasi yang terjadi akibat pemasangan Ventilator.
3.Observasi keadaan kardiovaskuler pasien : denyut jantung, tekanan darah, sianosis,
temperatur.
4.Auskultasi paru untuk mengetahui :
•letak tube
•perkembangan paru-paru yang simetris
•panjang tube
5.Periksa keseimbangan cairan setiap hari
6.Periksa elektrolit setiap hari
7.“Air Way Pressure” tidak boleh lebih dari 40 mmHg
8.“Expired Minute Volume” diperiksa tiap 2 jam
9.Usahakan selang nasogastrik tetap berfungsi.
10.Perhatikan ada tidaknya “tension pneumothorax” dengan melihat tanda-tanda
sebagai berikut :
•gelisah, kesadaran menurun
•sianosis
•distensi vena leher
•trachea terdorong menjauh lokasi “tension pneumothorax”
•salah satu dinding torak jadi mengembang
•pada perkusi terdapat timpani.

PEEP - indikasi dan kontraindikasi penggunaaan PEEP

PEEP adalah aplikasi dari konstan, tekanan positif pada jalan napas sehingga pada akhir
ekspirasi tekanan tidak akan pernah kembali ke tekanan atmospire. PEEP dapat di ukur
dalam cmH2O. Tipikal pengaturan untuk PEEP berkisar antara 5-20 cm H2O. tekanan
positif biasanya dilakukan pada siklus ventilasi tetapi hal ini digunakan untuk efek
fisiologis pada akhir ekspirasi. Dengan memanfaatkan tekanan positif pada akhir
ekspirasi, PEEP merekrut atelectaksis alveoli, lebih dalam dengan memisahkan alveoli
dan melembung kembali alveoli yang sudah paten, menyeimbangkan alveolar dan
penutupan jalan nafas yang lebih kecil saat ekspirasi, dan mendistribusikan kembali
cairan paru. PEEP mendistribusikan kembali cairan ekstravaskular paru dari alveoli ke
ruang perifaskular, dimana dampak dari kelebihan cairan paru pada pertukaran gas
telah dikurangi. Melalui mekanisme ini, PEEP mengurangi penyaluran intrapulmoner,
meningkatkan kapasitas fungsional residual (FRC), meningkatkan pemenuhan,
menurunkan jarak difusi untuk oksigen, dan meningkatkan oksigenasi.
PEEP (Possitive End Expiratory Pressure) atau tekanan positif akhir ekspirasi: 0-5 Cm,
ini diberikan pada pasien yang mengalami edema paru dan untuk mencegah atelektasis.
Pengesetan untuk pasien ditentukan oleh tujuan terapi dan perubahan pengesetan
ditentukan oleh respon pasien yang ditujunkan oleh hasil analisa gas darah (Blood Gas).
Fungsi PEEP:
•Redistribusi cairan ekstravaskular paru
•Meningkatkan volume alveolus
•Mengembangkan alveoli yg kolaps 
PEEP ditentukan tergantung dari keadaan klinis pasien. Pada pasien dengan edema
paru, PEEP dimulai dengan 5 mmHg. Pada pasien tidak dengan edema paru, PEEP
dimulai dari nol, tetapi FiO2 dinaikan sampai 50%. Bila FiO2 tidak naik, baru diberikan
PEEP mulai dari 5 mmHg.
Catatan :
•Selama pemakaian Ventilator, FiO2 diusahakan kurang dari 50 %
•PEEP dapat dinaikkan secara bertahap 2,5 mmHg, sampai batas maximal 15 mmHg.

Indikasi
~Cedera paru-paru akut dan sindrom pernapasan akut.
~Edema paru kardiogenik
~Diffuse pneumonia yang membutuhkan mekanik ventilasi
~Atelektasis terkait dengan hipoksemia berat
~Bentuk lain dari kegagalan pernapasan hypoxemic.

Kontraindikasi
§Pneumothorax tanpa kateter pleura, Pneumothorax yang belum diobati
§Hipovolemia 
§Bronchopleural fistula
§Peningkatan Tekanan intracranial
§Pasien dengan COPD.

Setting ventilator mekanik yang sesuai untuk mengatasi setiap permasalahan oksigenasi
dan ventilasi.

Komplikasi 
Komplikasi yang dapat timbul dari penggunaan ventilasi mekanik, yaitu :
1.Obstruksi jalan nafas
2.Hipertensi
3.Tension pneumotoraks
4.Atelektase
5.Infeksi pulmonal
6.Kelainan fungsi gastrointestinal ; dilatasi lambung, perdarahan gastrointestinal.
7.Kelainan fungsi ginjal
8.Kelainan fungsi susunan saraf pusat

Setelah ventilator mekanik disetting, gas darah arteri harus tetap dilakukan, umumnya
20 menit kemudian. Nilai gas darah arteri akan dikaji untuk menunjukkan keadekuatan
oksigenasi dan ventilasi serta hubungan antara pulse oximeter nilai SaO2 dan nilai
laboratorium SaO2. Penyesuaian ventilator diperlukan jika ada koreksi pada masalah
oksigenasi dan ventilasi. 

Pengaturan ventilator dapat mengunakan bebrapa modus operasional tergantu indikasi


kasus terkait.
Modus operasional ventilasi mekanik terdiri dari :
1. Controlled Ventilation
Ventilator mengontrol volume dan frekuensi pernafasan. Indikasi untuk pemakaian
ventilator meliputi pasien dengan apnoe. Ventilasi mekanik adalah alat pernafasan
bertekanan negatif atau positif yang dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian
oksigen dalam waktu yang lama.Ventilator tipe ini meningkatkan kerja pernafasan
pasien.
2. Assist/Control
Ventilator jenis ini dapat mengontrol ventilasi, volume tidal dan kecepatan. Bila pasien
gagal untuk ventilasi, maka ventilator secara otomatis. Ventilator ini diatur
berdasarkan atas frekuensi pernafasan yang spontan dari pasien, biasanya digunakan
pada tahap pertama pemakaian ventilator.
3. Intermitten Mandatory Ventilation
Model ini digunakan pada pernafasan asinkron dalam penggunaan model kontrol, pasien
dengan hiperventilasi. Pasien yang bernafas spontan dilengkapi dengan mesin dan
sewaktu-waktu diambil alih oleh ventilator.
4. Synchronized Intermitten Mandatory Ventilation (SIMV)
SIMV dapat digunakan untuk ventilasi dengan tekanan udara rendah, otot tidak begitu
lelah dan efek barotrauma minimal. Pemberian gas melalui nafas spontan biasanya
tergantung pada aktivasi pasien. Indikasi pada pernafasan spontan tapi tidal volume
dan/atau frekuensi nafas kurang adekuat.
5. Positive End-Expiratory pressure
Modus yang digunakan dengan menahan tekanan akhir ekspirasi positif dengan tujuan
untuk mencegah Atelektasis. Dengan terbukanya jalan nafas oleh karena tekanan yang
tinggi, atelektasis akan dapat dihindari. Indikasi pada pasien yang menederita ARDS dan
gagal jantung kongestif yang massif dan pneumonia difus. Efek samping dapat
menyebabkan venous return menurun, barotrauma dan penurunman curah jantung.
6. Continious Positive Airway Pressure. (CPAP)
Ventilator ini berkemampuan untuk meningkatakan FRC. Biasanya digunakan untuk
penyapihan ventilator.

Anda mungkin juga menyukai