Anda di halaman 1dari 14

AKHLAK BERMASYARAKAT

A. AKHLAK BERTAMU DAN MENERIMA TAMU

1. Akhlak Bertamu

Dalam hidup bermasyarakat, kita tidak pernah lepas dari kegiatan

bertamu dan menerima tamu.Adakalanya kita mengunjungi sanak saudara,

kerabat, kenalan kita dan adakalanya kita juga dikunjungi teman-teman

kita.Supaya kegiatan tersebut tetap berdampak positif bagi kedua belah

pihak, baik pihak yang mengunjungi maupun pihak yang dikunjungi, maka

Islam memberikan tuntunan bagaimana sebaiknya kegiatan bertamu dan

menerima tamu dilakukan. Sebelum memasuki rumah seseorang, hendaklah

yang bertamu terlebih dahulu meminta izin dan mengucapkan salam

kepada tuan rumah. Sebagaimana Firman Allah SWT (QS. An-Nur :27)

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah

yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada

penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu)

ingat”

Meminta izin bisa dengan kata-kata, dan bisa pula dengan ketukan

pintu atau tekan tombol bel atau cara-cara yang lebih dikenal dalam

masyarakat setempat. Bahkan salam itu sendiri bisa juga dianggap

sekaligus sebagai permohinan izin.Menurut Rasulullah saw, meminta izin

maksimal boleh dilakukan tiga kali. Apabila tidak ada jawaban, sebaiknya

yang bertamu kembali pulang. Jangan sekali-kali masuk rumah orang


laintanpa izin, karena disamping tidak menyenangkan bahkan mengganggu

tuan rumah, juga dapat berakibat negatif kepada tamu itu sendiri.

Mengapa meminta izin maksimal tiga kali? Karena ketukan pertama,

sebagai pemberitahuan kepada tuan rumah akan kedatangan tamu,

ketukan kedua, memberikan kesempatan tuan rumah untuk menyiapkan

segala sesuatu yang diperlukan, ketukan ketiga, diharapkan penghuni

rumah sudah berjalan menuju pintu. Setelah ketukan ketiga tetap tidak

ada yang membukakan pintu, ada kemungkinan tidak ada orang di rumah

atau tuan rumah sedang tidak bersedia menerima tamu.

Tamu tidak boleh mendesakkan keinginannya untuk bertamu setelah

ketukan ketiga, karena hal tersebut akan mengganggu tuan rumah.

Sekalipun tuan rumah dianjurkan untuk menerima dan memuliakan tamu,

tapi tetap berhak menolak kedatangan tamu kalau memang dia tidak

berkenan. Menurut QS. An-Nur:28, tidak memaksa masuk pada saat

tidak ada orang di rumah, atau ditolak oleh tuan rumah, maka lebih bersih

bagi tamu itu sendiri. Artinya lebih menjaga nama baik dan

kehormatannya sendiri. Kalau dia mendesak untuk terus bertamu, dia akn

dinilai kurang memiliki akhlaq, apabila dia masuk padahal tidak ada tuan

rumahnya, bisa-bisa dia dituduh bermaksud mencuri.

Disamping meminta izin dan mengucapkan salam, masih ada

beberapa hal yang harus diperhatikan oleh setiap orang yang hendak

bertamu, diantaranya:

a. Jangan bertamu sembarang waktu. Bertamulah pada saat yang

kiranya tuan rumah tidak akan terganggu.

b. Jangan terlalu lama bertamu sehingga merepotkan tuan rumah.

Segeralah pulang jika urusan sudah selesai


c. Jangan melakukan kegiatan yang menyebabkan tuan rumah

terganggu. Diizinkan masuk rumah bukan berarti diizinkan segala-

galanya.

d. Kalau disuguhi minuman atau makanan, hormatilah jamuan itu. Bahkan

Rasulullah saw menganjurkan kepada orang yang berpuasa sunah

sebaiknya membukai puasanya untuk jamuan (HR. Baihaqi).

e. Hendaklah pamit ketika akan pulang.

2. Menerima tamu

Rasulullah saw mengaitkan sifat memuliakan tamu itu dengan

keimanan terhadap Allah SWT dan Hari Akhir. Beliau bersabda:

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah

ia berkata yang baik atau diam. Barangsiapa yang beriman kepada Allah

dan Hari Akhir hendaklah ia memuliakan tetangganya.Dan barangsiapa

yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah ia memuliakan

tamunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Memuliakan tamu dilakukan antara lain dengan menyambut

kedatangannya dengan muka manis dan tutur kata yang lemah lembut,

mempersilakan duduk di tempat yang baik. Kalau perlu disediakan ruangan

khusus menerima tamu yang dijaga kerapihannya.

Kalau tamu datiag dari tempat yang jauh dan ingin menginap, tuan

rumah wajib menerima dan menjamunya maksimal tiga hari tiga malam.

Lebih dari itu terserah tuan rumah tetap menjamunya atau tidak. Menurut

Rasulullah saw, menjamu tamu lebih dari tiga hari nilainya sedekah, bukan

lagi kewajiban. Rasulullah saw bersabda


“Menjamu tamu itu hanya tiga hari.Jaizahnya sehari semalam.Apa

yang dibelanjakan untuk tamu diatas tiga hari adalah sedekah. Dan tidak

boleh bagi tamu tetap menginap (lebih dari tiga hari) Karen ahal itu akan

memberatkan tuan rumah.” (HR. Tirmidzi)

Menurut Imam Malik, yang dimaksud dengan jaizah sehari semalam

adalah memuliakan dan menjamu tamu pada hari pertama dengan hidangan

yang istimewa dari hidangan yang biasa dimakan tuan rumah sehari-hari.

Sedangkan hari kedua dan ketiga dijamu dengan hidangan biasa sehari-

hari.

Sedangkan menurut Ibn al-Atsir, yang dimaksud dengan jaizah

sehari semalam adalah memberi bekal kepada tamu untuk perjalanan

sehari-semalam. Namun bagaimanapun bentuknya, substansinya tetap sama

yaitu anjuran untuk memuliakan tamu sedemikian rupa.

B. BERHUBUNGAN BAIK DENGAN TETANGGA


Sesudah anggota keluarga sendiri, orang yang paling dekat dengan kita

adalah tetangga.Merekalah yang diharapkan paling dahulu memberikan

bantuan jika kita membutuhkannya.Jika kita tiba-tiba ditimpa musibah

kematian misalnya, tetanggalah yang paling dahulu datang takziah.Begitu juga

apabila kita mengadakan suatu acara maka tetanggalah yang pertama datang

membantu dibandingkan family kita yang rumahnya lebih jauh. Kepada

tetangga pulalah kita menitipkan rumah kita disaat kita sedang bepergian

jauh ke luar kota.Rasulullah saw juga mengatakan bahwa tetangga yang baik

adalah salah satu dari tiga hal yang membahagiakan hidup:


“Di antara yang membuat bahagia seorang Muslim adalah tetangga yang

baik, rumah yang lapang, dan kendaraan yang nyaman.” (HR. Hakim)

Baik buruknya sikap tetangga kepada kita tentu tergantung juga

bagaimana sikap kita terhadap mereka. Hal ini sesuai dengan firman Allah

SWT:

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nyadengan

sesuatupun.Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat,

anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang

jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu.Sesungguhnya Allah

tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.” (QS An-

Nisa’:36)

Dengan varian agama dan hubungan kekeluargaan, tetangga dapat

diklasifikasikan menjadi tiga.Pertama, tetangga yang punya satu hak, yaitu

hak sebagai tetangga.Mereka adalah tetangga yang bukan famili dan bukan

pula seagama.Kedua, tetangga yang punya dua hak, yaitu hak tetangga dan hak

seagama.Mereka adalah tetangga yang seagama.Ketiga, tetangga yang punya

tiga hak, yaitu hak tetangga, seagama dan famili.Mereka adalah tetangga

yang seagama dan punya hubungan kekeluargaan.Tetangga yang punya hak

lebih banyak, lebih berhak mendapatkan kebaikan dari kita.

1. Pentingnya hubungan baik dengan tetangga

Rasulullah saw menjadikan sikap baik dengan tetangga sebagai ukuran

keimanan seseorang kepada Allah SWT dan Hari Akhir. Beliau bersabda:

“Demi Allah, dia tidak beriman!” “Demi Allah, dia tidak beriman!” “Demi

Allah, dia tidak beriman!” Seorang sahabat bertanya:


“Siapa dia (yang tidak beriman itu) ya Rasulullah?” Beliau menjawab:

“Orang yang tetangganya tidak aman dari keburukannya.” (H. Mutafaqun

‘Alaih)

“Tidak masuk sorga orang yang tetangganya tidak aman dari

keburukannya.” (HR. Muslim)

Semakin kuat iman seseorang, semakin baik dia dengan tetangganya,

begitu pula sebaliknya.

2. Bentuk-bentuk hubungan baik dengan tetangga

Minimal hubungan baik dengan tetangga diwujudkan dalam bentuk tidak

mengganggu atau menyusahkan mereka.Yang lebih baik lagi tidak hanya

sekedar menjaga jangan sampai tetangga terganggu, tapi secara aktif

berbuat baik kepada mereka.Misalnya dapat dengan bertegur sapa,

memberikan pertolongan disaat tetangga butuh pertolongan dan lain

sebagainya. Rasulullah saw bersabda:

“Hak tetangga itu ialah, apabila ia sakit kamu menjenguknya, apabila ia

meninggal, kamu mengiringi jenazahnya, apabila ia membutuhkan sesuatu,

kamu meminjaminya, apabila ia tidak memiliki pakaian kamu memberinya

pakaian, apabila dia mendapat kebajikan kamu mengucapkan selamat

kepadanya, apabila ia mendapat musibah, kamu bertakziah kepadanya,

jangan engkau meninggikan rumahmu atas rumahnya sehingga angin

terhalang masuk rumahnya, dan janganlah kamu menyakitinya dengan bau

periukmu kecuali kamu memberikan sebagian dari masakan itu.” (HR.

Thabrani)

Seorang muslim harus peduli dan memperhatikan tetangganya. Jangan

sampai terjadi seseorang dapat tidur nyenyak sementara tetangganya


menangis kelaparan, sebagaimana yang dinyatakan oleh Rasulullah saw

dalam sebuah hadits:

“Tidaklah beriman kepadaku orang yang dapat tidur dengan perut

kenyang sementara tetangganya kelaparan, padahal dia mengetahui.” (HR.

Bazzar).

C. PERGAULAN MUDA-MUDI

Dalam pergaulan sehari-hari di tengah masyarakat, terutama antar

muda-mudi, ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian khusus yaitu

tentang mengucapkan dan menjawab salam, berjabatan tangan, dan khalwah.

1. Mengucapkan dan Menjawab salam

a. Islam mengajarkan kepada sesama Muslim untuk saling bertukar

salam apabila bertemu atau bertamu. Rasulullah saw bersabda:

“Kamu tidak akan masuk sorga sebelum beriman, dan tidak akan

beriman sebelum berkasih sayang. Maukah kamu aku tunjukkan

suatu amalan yang akan dapat memupuk rasa kasih sayang

sesamamu? Yaitu senantiasalah mengucapkan salam sesamamu.”

(HR. Muslim)

b. Salam yang diucapkan minimal adalah “Assalamu’alaikum”. Namun

akan lebih baik dan lebih besar pahalanya apabila diucapkan

secara lebih lengkap.

c. Mengucapkan salam hukumnya sunat, tetapi menjawabnya wajib,

minimal dengan salam yang seimbang.

d. Bila bertamu, yang mengucapkan salam terlebih dahulu adalah si

tamu, tetapi apabila bertemu, yang terlebih dahulu mengucapkan

salam adalah yang berada diatas kendaraan kepada yang berjalan


kaki, yang berjalan kaki kepada ynag duduk, yang sedikit kepada

yang banyak, dan yanh lebih muda kepada yang lebih tua. Namun

hal tersebut tidaklah berlaku mengikat, bahkan Rasulullah

saw ,memberikan catatan bahwa yang paling utama adalah yang

paling dahulu memberikan salam. Sebagaimana beliau bersabda:

“Seutama-utama manusia bagi Allah ialah yang mendahuluoi

memberikan salam.” (HR. Abu Daud)

e. Salam tidak hanya diucapkan saat bertemu, tetapi juga tatkala

mau berpisah.

f. Jika dalam rombongan, baik yang mengucapkan maupun yang

menjawab salam boleh hanya salah seorang dari anggota

rombongan tersebut.

g. Rasulullah saw melarang orang islam mengucapkan dan menjawab

salam Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani).

“Jika Ahlul Kitab member salam kepadamu, jawablah dengan

“Wa’alaikum”. (H. Mutafaqun ‘alaihi)

Namun bila Ahlul Kitab itu berada satu majelis dengan orang-

orang Islam, kita boleh mengucapkan salam kepada majelis itu.

h. Pria boleh mengucapkan salam kepada wanita dan begitu pula

sebaliknya.

Salam yang diajarkan Islam adalah salam yang bernilai tinggi, universal,

dan tidak terikat dengan waktu. Disebut bernilai tinggi karena mengandung

do’a untuk mendapatkan keselamatan, berkah dan rahmat dari Allah

SWT.Universal karena berlaku untuk seluruh umat Islam dimanapun berada.


2. Berjabatan tangan

Rasulullah saw mengajarkan bahwa untuk lebih menyempurnakan

salam dan manguatkan tali ukhuwah islamiyah, sebaiknya ucapan

salam diikuti dengan berjabatan tangan jika memungkinkan.

Rasulullah bersabda:

“Tidaklah dua orang muslim bertemu, lalu bersalaman, melainkan

Allah akan mengampuni dosa-dosa keduanya sebelum mereka

berpisah.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, dan lain-lain)

Berjabatan tangan haruslah dilakukan dengan penuh keikhlasan.

Rasulullah saw mengajarkan kalau menjabat tangan seseorang harus

dengan penuh perhatian, keramahan, dan muka manis. Jangan

bersalaman sambil memandang objek yang lain. Jangan juga menarik

tangan dengan cepat dan tergesa yang mengesankan kita

berjabatan tangan tidak dengan senang hati.

Anjuran untuk berjabatan tangan tidak berlaku antar pria dan

wanita kecuali antara suami isteri atau seseorang dengan

mahramnya. Lebih tegas lagi Rasulullah saw bersabda:

“Sungguh, jika kepala seseorang di antara kamu ditusuk dengan

jarum besi, itu lebih baik bagi dia daripada menyentuh wanita yang

tidak halal baginya.” (HR. Thabrani dan Baihaqi)

Jelaslah bahwa seorang pria tidak boleh berjabatan tangan dengan

wanita yang bukan isteri bukan juga mahramnya, begitu pula


sebaliknya.Salah satu hikmah larangan tersebut adalah sebagai

tindakan preventif dari perzinaan.

Mungkin timbul pertanyaan, apakah menolak berjabat tangan itu

tidak menimbulkan kesan angkuh? Penilaian seseorang terhadap

sesuatu tergantung nilai atau norma yang menjadi pegangannya.

Kalau nilai yang menjadi pegangannya bukan nilai islam, bisa jadi

kesan seperti itu akan muncul. Tapi secara umum seorang yang

beragama akan menghormati orang lain yang teguh memegang norma

agama dalam kehidupannya.

a. Khalwah

Yang sangat penting diperhatikan dalam pergaulan pria dan

wanita, terutama antar muda-mudi adalah masalah pertemuan

diantara mereka, terutama pertemuan-pertemuan pribadi.

Rasulullah saw melarang wanita berkhalwah, baik di tempat

umum, apalagi di tempat sepi.

Yang dimaksud dengan khalwah adalah berdua-duan antara pria

dan wanita yang tidak punya hubungan suami isteri dan tidak pula

mahram tanpa ada orang ketiga.

Mengapa Rasulullah saw melarang berkhalwah? Apa bahayanya?

Apakah tetap dilarang apabila masing-masing saling

mempercayai? Beliau bersabda:

“Jauhilah berkhalwah dengan wanita.Demi (Allah) yang diriku

berada dalam genggaman-Nya, tidaklah berkhalwah seorang laki-

laki dengan seorang wanita kecuali syaitan akan masuk di antara

keduanya.” (HR. Thabrani)


Syaitan akan selalu mencari peluang dan memanfaatkan segala

kesempatan untuk menjerumuskan anak cucu Adam.

Dalam hadits lain Rasulullah menjelaskan bahwa zina akan masuk

lewat bermacam-macam pintu. Beliau bersabda:

“Sudah menjadi suratan nasib manusia itu senantiasa dibayangi

oleh zina dan diapun pasti menyadari hal yang demikian itu: Dua

mata, zinanya adalah pandangan; dua telinga, zinanya adalah

pendengaran; lidah zinanya adalah pembicaraan; tangan, zinanya

adalah berpegangan; dan kaki, zinanya adalah melangkah. Dan

hatipun mulai bergejolak dan berkhayal.Akhirnya naluri

seksualnya pun terpengaruh untuk menerima atau menolak.”

(H. Mutafaqun ‘alaih)

Dalam hadits diatas Rasulullah saw mengingatkan bahwa

seseorang bisa terjatuh ke lembah perzinaan disebabkan oleh

panca inderanya yang tidak terkendali.

D. Ukhwatun Islamiyah
Ukhuwah islamiyah adalah istilah yang menunjukkan persaudaraan

antar sesama Muslim di seluruh dunia tanpa melihat perbedaan warna kulit,

bahasa, suku, bangsa, dan kewarganegaraan. Persaudaraan seiman itu

ditegaskan Allah SWT, yaitu:


“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu adalah bersaudara, oleh karena

itu damaikanlah antar dua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya

kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat:10)

1. Menegakkan dan Membina Ukhuwah Islamiyah

Supaya ukhuwah islamiyah dapat tegak dan berdiri kokoh diperlukan

empat tiang penyangga, yaitu ta’aruf, tafahum, ta’awun, dan tafakul.

a. Ta’aruf

Saling kenal mengenal, tidak hanya ta’aruf fisik atau identitas

belaka, tapi lebih jauh lagi juga ta’aruf latar belakang,

pendidikan, budaya, keagamaan; ta’aruf pemikiran, ide, cita-cita;

dan ta’aruf problem kehidupan yang dihadapi.

b. Tafahum

Saling memahami kelebihan dan kekurangan, kekuatan dan

kelemahan masing-masing, sehingga segala macam bentuk

kesalahfahaman dapat dihindari.

c. Ta’awun

Tolong menolong atau ta’awun adalah kebutuhan hidup manusia

yang tidak dapat dipungkiri. Kenyataan membuktikan, bahwa

suatu pekerjaan atau apa saja yang membutuhkan pihak lain,

pasti tidak akan dapat dilakukan sendirian oleh seseorang meski

dia memiliki kemampuan dan pengetahuan tentang hal itu. Ini

menunjukkan, bahwa tolong-menolong dan saling membantu

adalah keharusan dalam hidup manusia.Allah Ta’ala telah

berfirman,
”Dan tolong-menoolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan

dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan

pelanggaran” (QS. Al-Maidah: 2)

d. Takaful

Saling memikul resiko diantara sesama muslim sehingga antara

satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas resiko yang

lainnya. Saling pikul resiko ini dilakukan atas dasar saling tolong

menolong dalam kebaikan dengan cara, setiap orang

mengeluarkan dana kebajikan (baca ; tabarru’) yang ditujukan

untuk menanggung resiko tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2010. Akhlak Dalam Masyarakat Menurut

Islam.www.gudangmateri.com[Diakses pada tanggal 13 Januari 2014]

Anda mungkin juga menyukai