Disusun oleh:
Syafruddin (16000200)
Kelas A
YOGYAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia sebagai makhluk berakhlak berkewajiban menunaikan dan menjaga akhlak yang
baik serta menjauhi dan meninggalkan akhlak yang buruk. Akhlak merupakan dimensi nilai dari
Syariat Islam. Kualitas keberagaman justru ditentukan oleh nilai akhlak.
Dalam kehidupan bertetangga, bermasyarakat Individu tidak bisa seenaknya mewujudkan
tujuan hidupnya dengan mengabaikan tujuan hidup masyarakat sekitarnya. Kepedulian setiap
individu terhadap tujuan hidup bersama masyarakatnya akan mempercepat perkembangan
menuju terwujudnya tujuan bersama tersebut tetapi nyatanya sekarang ini dalam kehidupan
bermasyarakat banyak masalah yang dihadapi umat Islam, salah satunya adalah rendahnya rasa
kesatuan dan persatuan sehingga kekuatan mereka menjadi lemah (Sauri S, 2012:152). Sektor
kehidupan yang mengalami kelemahan ini salah satunya adalah sektor sosial dan budaya. Hal ini
tampak pada akhlak pergaulan hidup bertetangga, akhlak bertamu dan menerimanya, serta
akhlak bergaul dengan orang-orang muslim dan non-muslim secara umum.
Dalam hal tamu bertamu, individu yang berposisi sebagai tamu cenderung tidak beretika.
Ada di antara mereka yang ketika bertamu, ia meminta ijin kepada tuan rumah dengan berteriak-
teriak. Di samping itu, ada pula yang tampak memaksa masuk ke rumah tuan rumahnya
meskipun tuan rumah tersebut tidak berkenan untuk menerimanya. Ada juga yang berposisi
sebagai penerima tamu tidak memperlakukan tamunya dengan baik. Ia menerima tamunya
dengan muka yang masam, tidak memberikan jamuan kepada tamunya, dan bahkan tidak
mempersilakan tamunya untuk duduk.
Dalam hal bertetangga, individu-individu yang tinggal berdekatan cenderung acuh dan
tidak saling peduli satu sama lain. Hal ini tampak dari kebiasaan mereka yang ketika bertemu,
perbuatan saling sapa pun tidak terjadi diantara mereka. Ada pula individu yang tampak tidak
suka ketika bertemu dengan tetangganya. Ia menampakan muka masamnya dan berlalu dengan
mata mendelik.
Proses sosialisasi dengan saudara seislam pun mengalami degradasi yang terlihat dari
kebiasaannya yang cuek antara satu individu dengan individu lainnya. Ketidakpedulian ini terjadi
bukan hanya pada antar-pribadi saja, tapi juga antar-masyarakat. Pun demikian dengan proses
sosialisasi dengan non-muslim. Bergaul dengan mereka yang berbeda agama seperti dilarang
dalam masyarakat. Hubungan baik dengan orang Kristen (contohnya) dianggap sebagai orang
yang sudah terbawa arus buruk.
Berbagai permasalahan di atas melatarbelakangi kami untuk menyusun makalah yang
bertajuk akhlak dalam bermasyarakat ini.
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana cara tolong menolong dalam masyarakat ?
b. Bagaimana cara bertamu dan menerima tamu?
c. Bagaimana cara berkata yang baik dalam masyarakat ?
d. Bagaimana sikap seorang muslim terhadap non muslim ?
1.3 Tujuan
Menerima tamu
Rasulullah saw mengaitkan sifat memuliakan tamu itu dengan keimanan terhadap Allah
SWT dan Hari Akhir. Beliau bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari
Akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan
Hari Akhir hendaklah ia memuliakan tetangganya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah
dan Hari Akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Memuliakan tamu dilakukan antara lain dengan menyambut kedatangannya dengan muka
manis dan tutur kata yang lemah lembut, mempersilakan duduk di tempat yang baik. Kalau perlu
disediakan ruangan khusus menerima tamu yang dijaga kerapihannya. Kalau tamu dating dari
tempat yang jauh dan ingin menginap, tuan rumah wajib menerima dan menjamunya maksimal
tiga hari tiga malam. Lebih dari itu terserah tuan rumah tetap menjamunya atau tidak.
Menurut Rasulullah saw, menjamu tamu lebih dari tiga hari nilainya sedekah, bukan lagi
kewajiban. Rasulullah saw bersabda: “Menjamu tamu itu hanya tiga hari. Jaizahnya sehari
semalam. Apa yang dibelanjakan untuk tamu diatas tiga hari adalah sedekah. Dan tidak boleh
bagi tamu tetap menginap (lebih dari tiga hari) Karen ahal itu akan memberatkan tuan rumah.”
(HR. Tirmidzi).
Menurut Imam Malik, yang dimaksud dengan jaizah sehari semalam adalah memuliakan dan
menjamu tamu pada hari pertama dengan hidangan yang istimewa dari hidangan yang biasa
dimakan tuan rumah sehari-hari. Sedangkan hari kedua dan ketiga dijamu dengan hidangan biasa
sehari-hari.
Sedangkan menurut Ibn al-Atsir, yang dimaksud dengan jaizah sehari semalam adalah
memberi bekal kepada tamu untuk perjalanan sehari-semalam. Namun bagaimanapun bentuknya,
substansinya tetap sama yaitu anjuran untuk memuliakan tamu sedemikian rupa
1. http://blog.umy.ac.id/divtaiqbal/2012/11/19/makalah-akhlak-bermasyarakat/
2. CV.Faizan ,Tarjamahan Ihya’al Ghazali, jilid III Ihya’ulumiddin, terjemahan Ismail Yakub,
Semarang.
3. Mahfud MD,Moh.1997,sepiritualitas Al-quran Dalam Membangun Kearifan
Umat,yogyakarta:LPPAI UII.
4. Cahrisma,Moh Chazdiq,1991,Tiga Aspek Kemukjizatan Al-quran,surabaya :Bina Ilmu.
5. Departemen Agama,2005,Al-quran dan terjemahanya,jakarta :Pustaka Amani.
6. Tono Sidik,1998,Ibadah Dan Akhlak Dalam Islam,yogyakarta: UII Press.